Defenisi Manhaj
Menurut bahasa, manhaj berarti jalan/metode yang jelas atau jalan yang
lurus [Lisanul 'arab:2/383]. Allah berfirman dalam [QS. al Maidah:48]:
”Untuk tiap tiap umat diantara kamu kami berikan syariat (aturan) dan
minhaj (jalan yang terang)”. Ibnu Katsir berkata: Manhaj adalah jalan
(cara) yang jelas dan mudah [Tafsir al Qur'an:3/120]. Demikian juga yang
disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam [Fathul bari:1/48]. Dalam hadits Nabi,
kita dapati juga kata manhaj, beliau bersabda: ”Kemudian akan ada
khilafah berdasarkan manhaj (metode) kenabian” [HR. Ahmad, no.18406].
Maksud "khilafah berdasarkn metode kenabian" adalah mereka
menjalankan pemerintahan sesuai dengan metode nabi, dengan
menegakkan hukum Allah dengan komitmen terhadap sunnah Rasulullah -
shallallahu alaihi wa sallam-, sebagaimana yang dipraketekkan oleh para
khulafaur rasyidin; Abu Bakr, Umar, Utsman dan Ali -radhiyallahu anhum-
. Berkata Humaid bin Zanjawaih: ”Khalifah yang hakiki adalah mereka
yang membuktikan gelar ini dengan amalannya, berpegang teguh dengan
sunnah Rasulullah -shallallahu alaihi wa sallam- setelah wafatnya” [al
Bagawi, Syarhus sunnah:14/75].
Dengan demikian, manhaj adalah metode yang dibangun di atas aturan
aturan dan kaidah yang jelas. Manhaj, ada yang hak dan ada yang batil.
Manhaj yang bersumber dari al Qur'an dan hadits Rasulullah -shallallahu
alaihi wa sallam- berdasarkan pemahaman sahabat beliau dan orang orang
yang mengikuti jejak mereka dengan baik itulah manhaj yang hak (benar),
sementara manhaj apa saja yang menyelisihinya adalah manhaj batil. Inilah
yang diperintahkan oleh Rasulullah -shallallahu alaihi wa sallam- dalam
sabdanya: ”Pegang teguhlah pada sunnah (jalan/metode/manhaj-pen)ku dan
sunnah khulafaur rasyidin yang mendapatkan petunjuk setelahku, gigitlah
ia dengan gigi geraham” [HR. Abu Daud, no.4609]. Dan ketika ditanya
tentang (manhaj) kelompok selamat, beliau menjawab: ”(Metode/manhaj)
yang sesuai dengan apa yang aku dan sahabatku berada di atasnya hari ini”
[HR. Hakim, no.444].
Antara Manhaj dan Aqidah
Dari hadis Rasulullah -shallallahu alaihi wa sallam- di atas, banyak diantara
ulama kita yang memaknai manhaj dengan akidah, tidak membedakan
antara keduanya. Ketika Dewan fatwa Lajnah daimah yang diketuai oleh
syaikh Abdullah bin Baz ditanya tentang akidah dan manhaj, dijawab:
”Akidah seorang muslim dan manhajnya adalah satu, yaitu apa yang
diyakininya dalam hati, diucapkan oleh lisan dan dikerjakan oleh anggota
tubuhnya, tentang keesan Allah dalam rububiyah, uluhiyah dan asma' dan
sifat-Nya, mengesakannya dalam ibadah dan berpegang teguh dengan
syariat-Nya dalam ucapan, perbuatan dan keyakinan sesuai dengan al
Qur'an, sunnah Rasul-Nya dan jalan ulama salaf, dengan demikian tidak
ada perbedaan antara akidah dan manhaj, ia adalah satu, wajib bagi seorang
muslim komitmen dengannya dan istiqamah di atasnya” [Fatwa Lajnah
daimah: 2/41]. Sebagian membedakan antara manhaj dan akidah, dimana
manhaj lebih luas cakupannya daripada akidah, sebab ada manhaj dalam
akidah, manhaj dalam fikih, manhaj dalam hadits dan seterusnya. Namun
yang perlu menjadi catatan bahwa jika seseorang memiliki akidah yang
benar maka konsekuensinya ia memiliki manhaj yang benar, karena tanpa
manhaj yang benar tidak akan dapat menghasilkan akidah yang benar.
Karena akidah sumbernya adalah al Qur'an dan Sunnah, sementara manhaj,
sebagaimana disebutkan di atas adalah komitmen dengan sunnah
Rasulullah -shallallahu alaihi wa sallam- dan para sahabatnya, sehingga
dengan manhaj yang benar maka akan menghasilkan akidah yang benar
dan ketika manhaj keliru maka akan menyebabkan akidah ternoda.