Anda di halaman 1dari 17

MENILAI GCS,AVPU, PENILAIAN KESADARAN COMPOS MENTIS-COMA

STANDAR OPERASONAL PROSEDUR PEMASANGAN BIDAI/GIPS,


PEMASANGAN KATETER URINE

Oleh

SRI SARTIKA JR

14420191052

PRECEPTOR INSTITUSI

Wa Ode Sri Asniar, S.Kep.,Ns.,M.Kes

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN DISASTER NURSING

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN IX

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

2020
“MENILAI GCS,AVPU, PENILAIAN KESADARAN COMPOS MENTIS-COMA”

Ketidaksadaran adalah keadaan tidak sadar terhadap diri sendiri dan lingkungan

dan dapat bersifat fisiologis (tidur) ataupun patologis (koma atau keadaan vegetatif).

Gangguan pada kesadaran biasanya dimulai dengan ketidaktanggapan terhadap diri

sendiri diikuti ketidaktanggapan terhadap lingkungan dan akhirnya ketidakmampuan

untuk bangun.

Kesadaran merupakan fungsi utama susunan saraf pusat. Interaksi antara

hemisfer serebri dan formatio retikularis yang konstan dan efektif diperlukan untuk

mempertahankan fungsi kesadaran. Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran

dan respon seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan. Tingkat kesadaran

dibedakan menjadi :

1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat

menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..

2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan

sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.

3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,

berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.

4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor

yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang

(mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.

5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon

terhadap nyeri.
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap

rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin

juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).

Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk

perubahan dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen

karena berkurangnya aliran darah ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga

tulang kepala.

Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan adanya hemiparese serebral

atau sistem aktivitas reticular mengalami injuri. Penurunan tingkat kesadaran

berhubungan dengan peningkatan angka morbiditas (kecacatan) dan mortalitas

(kematian).

A. Menilai Tingkat Kesadaran dengan GCS

Salah satu cara untuk mengukur tingkat kesadaran dengan hasil seobjektif

mungkin adalah menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale). GCS dipakai untuk

menentukan derajat cidera kepala. Reflek membuka mata, respon verbal, dan motorik

diukur dan hasil pengukuran dijumlahkan jika kurang dari 13, maka dikatakan

seseorang mengalami cedera kepala, yang menunjukan adanya penurunan kesadaran.


Eye (respon membuka mata) :

(4) : spontan

(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).

(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku

jari)
(1) : tidak ada respon

Verbal (respon verbal) :

(5) : orientasi baik

(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi

tempat dan waktu.

(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak

dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)

(2) : suara tanpa arti (mengerang)

(1) : tidak ada respon

Motor (respon motorik) :

(6) : mengikuti perintah

(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang

nyeri)

(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus

saat diberi rangsang nyeri)

(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki

extensi saat diberi rangsang nyeri).

(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan

jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).

(1) : tidak ada respon


Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol

E…V…M…

Selanjutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu

E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1.

Penilaian GCS pada Anak dan Bayi

Anak Bayi
Respon membuka mata Nilai Respon membuka mata Nilai
Spontan 4 Spontan 4
Terhadap bicara/panggilan 3 Terhadap bicara/panggilan 3
Terhadap nyeri 2 Terhadap nyeri 2
Tidak ada respon 1 Tidak ada respon 1
Respon Motorik Respon Motorik
Menurut perintah 6 Gerak spontan 6
Melokalisasi nyeri 5 Menghindar terhadap sentuhan 5
Menghindar terhadap nyeri 4 Menghindar terhadap nyeri (fleksi) 4
Fleksi abnormal terhadap nyeri 3 Fleksi terhadap nyeri (dekortikasi) 3
Ekstensi abnormal terhadap nyeri 2 Ekstensi abnormal (deserebrasi) 2
Tidk ada respon 1 Tidak ada respon 1
Respon Verbal Respon Verbal
Terorientasi dengan baik 5 Berceloteh (coos dan babbles) 5
Konfusi (bingung) 4 Menangis iritabel 4
Kata-kata tidak sesuai 3 Menangis terhadap nyeri 3
Kata-kata tidak runtut 2 Mengerang terhadap nyeri 2
Tidak ada respon 1 Tidak ada respon 1

Keterangan :

- Penurunan kesadaran ringan GCS : 13-14

- Penurunan kesadaran sedang GCS : 9-12

- Penurunan kesadaran berat GCS : 3-8

 
Jika dihubungkan dengan kasus trauma kapitis maka didapatkan hasil :

GCS : 14 – 15 = CKR (cedera kepala ringan)

GCS : 9 – 13 = CKS (cedera kepala sedang)

GCS : 3 – 8 = CKB (cedera kepala berat)


B. Menilai Tingkat Kesadaran dengan APVU

Metoda lain adalah menggunakan sistem AVPU, dimana pasien diperiksa

apakah sadar baik (alert), berespon dengan kata-kata (verbal), hanya berespon jika

dirangsang nyeri (pain), atau pasien tidak sadar sehingga tidak berespon baik verbal

maupun diberi rangsang nyeri (unresponsive).

Ini juga merupakan skala yang digunakan untuk mengukur tingkat kesadaran

pasien. Hal ini lebih sederhana daripada GCS dan dapat digunakan oleh dokter,

perawat, penolong pertama dan kru ambulans. Empat unsur yang diuji:

A lert - berarti membuka mata spontan, fungsi motorik berbicara dan utuh,

misalnya anggota badan bergerak.

V oice - merespon bila diajak bicara, misalnya bicara mendengus atau aktual.

P ain - merespon rasa sakit, misalnya menggosok sternum.

U nresponsive - jika tidak ada respon terhadap rasa sakit, yaitu tidak ada gerakan

mata, suara atau motorik.

Kru Ambulans biasanya menggunakan AVPU dan, jika pasien skor apa pun

selain sebuah 'A', mereka merekam GCS formal. AVPU juga dapat digunakan oleh

penolong pertama dan itu membantu mereka untuk memutuskan apakah ambulans

mungkin perlu dipanggil. Namun, ada beberapa kelemahan untuk menggunakan skala

AVPU:
- Tidak membantu dalam pengelolaan pasien dengan penurunan

berkepanjangan dalam kesadaran.

- Meskipun digunakan dalam kasus-kasus keracunan, itu kurang baik pada

pasien di bawah pengaruh alkohol.

Tingkat kesadaran juga harus dinilai pada kontak awal dengan pasien dan terus

dipantau untuk perubahan seluruh kontak Anda dengan pasien .

a . AVPU . Skala AVPU adalah metode cepat untuk menilai LOC (LEVEL OF

CONSCIOUSNESS) . LOC pasien dilaporkan sebagai A , V , P , atau U.

( 1 ) A : Siaga dan orientasi .

( a) Menandakan orientasi orang, tempat, waktu , dan acara .

Mintalah pasien Anda sederhana pertanyaan berakhir terbuka yang

tidak bisa dijawab dengan ya atau tidak untuk menentukan LOC .

Misalnya, " Di mana Anda sekarang ? " Dan "Apa waktu itu ? "

Jangan tanya pasien Anda , " Apakah Anda tahu yang Anda

sekarang ? " Karena ini bisa dijawab dengan ya atau tidak .

( b ) Jika pasien waspada , Anda dapat melaporkan hasil Anda

sebagai skor berorientasi pasien dari 1 ( terendah ) sampai 4

( tertinggi ) , mencatat setiap daerah tidak berorientasi pada .

Misalnya, Anda dapat menyatakan pasien adalah " A dan O x 4 "


( penuh waspada dan berorientasi ) atau " A dan O x 2 dan tidak

tahu waktu dan tempat . "

( 2 ) V : Merespon stimulus verbal. Hal ini menunjukkan bahwa pasien

Anda hanya merespon bila diminta secara lisan . Hal ini juga penting untuk

dicatat jika pasien membuat tanggapan yang tepat atau tidak . Jika Anda

meminta pasien Anda , " Siapa namamu ? " Dan dia menjawab dengan , "

Flaming monyet , " ini akan menjadi respon yang pantas dan menunjukkan

bahwa meskipun ia menanggapi verbal, ia tidak berorientasi tepat .

( a) Respon terhadap rangsangan suara normal .

( b ) Respon terhadap rangsangan suara nyaring .

( 3 ) P : Merespon nyeri .

( a) Gunakan jika pasien tidak merespon terhadap rangsangan

verbal.

( b ) Lembut tapi tegas mencubit kulit pasien .

( c ) Catatan jika pasien erangan atau menarik diri dari stimulus .

( 4 ) U : responsif .

( a) Jika pasien tidak merespon stimulus yang menyakitkan di satu

sisi , mencoba sisi lain .


( b ) Seorang pasien yang masih lembek tanpa bergerak atau

membuat suara tidak responsif .

Ada metoda lain yang lebih sederhana dan lebih mudah dari GCS dengan hasil

yang kurang lebih sama akuratnya, yaitu skala ACDU, pasien diperiksa kesadarannya

apakah baik (alertness), bingung / kacau (confusion), mudah tertidur (drowsiness), dan

tidak ada respon (unresponsiveness).


STANDAR OPERASONAL PROSEDUR PEMASANGAN BIDAI/GIPS

A. PENGERTIAN PEMASANGAN BIDAI

Pemasangan bidai adalah memasang alat untuk immobilisasi

yang berfungsi untuk mempertahankan kedudukan tulang.

B. TUJUAN PEMASANGAN BIDAI

1. Mencegah pergerakan tulang yang patah.

2. Mencegah bertambahnya perlukaan pada patah tulang.

3. Mengurangi rasa sakit.

4. Mengistirahatkan daerah patah tulang.

C. INDIKASI PEMASANGAN BIDAI

1. Patah tulang terbuka atau open fraktur.

2. Patah tulang tertutup atau close fraktur.

D. PERSIAPAN

1. Alat

a. Alat pelindung diri

 Masker.

 Handscoen.

b. Bidai dengan ukuran sesuai kebutuhan.

c. Verband atau mitella.

2. Pasien

 Diberi penjelasan tentang tindakan yang akan

dilakukan.
 Posisi pasien diatur sesuai kebutuhan.

3. Lingkungan.

4. Petugas

 Lebih dari satu orang.

E. CARA KERJA ATAU PELAKSANAAN PEMASANGAN BIDAI

1. Memberitahukan kepada pasien tentang tindakan yang

akan dilakukan.

2. Petugas menggunakan masker dan handscoen sebagai alat

pelindung diri.

3. Jumlah dan ukuran bidai yanng dipakai disesuaikan dengan

lokasi patah tulang.

4. Jika terjadi perdarahan, hentikan dulu perdarahan dengan

menekan dan mengikat bagian yang luka dengan kain

bersih.

5. Posisikan tubuh pasien yang akan dipasang spalk pada

posisi anatomi.

6. Ukur bidai pada 2 sendi.

7. Pasang penyanggah tulang yang patah agar patahan

tulangnya tidak semakin parah baik menggunakan

spalk/bidai, tongkat, kayu, dll yang ringan dan kuat dibalut

tapi tidak membuat ikatan atau balutan di bagian yang

patah atau terluka.


8. Jangan membalut terlalu kuat atau terlalu longgar.

9. Mencatat dalam catatan perawat.

F. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN PADA PEMASANGAN

BIDAI

1. Respons atau keluhan pasien.

2. Observasi tekanan darah, nadi dan pernafasan.

3. Pengikatan tidak boleh terlalu kencang atau terlalu longgar.

4. Observasi vaskularisasi darah distal.


STANDAR OPERASONAL PROSEDUR PEMASANGAN KATETER URINE

A. DEFINISI
Suatu tindakan keperawatn dengan cara memasukkan kateter kedalam kandung
kemih melalui uretra
B. TUJUAN
1. Eksplorasi uretra apakah terdapat seanosis atau les
2. Mengetahui residual urine setelah miksi
3. Memasukan kontras kedalam buli – buli
4. Mendapatkan specimen urine steril
5. Therapeutic : memenuhi kebutuhan eliminasi urine
6. Kateterisasi menetap ( indwelling catherezation )
7. Kateterisasi semntara ( intermitter catherization )
C. INDIKASI
Tindakan keperawatan dengan cara memasukan kateter kedalam kandung kemih
melalui uretra
D. PROSEDUR
Memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan tindakan
PERSIAPAN ALAT
1. Handshoen steril
2. Handschoen on steril
3. Kateter steril sesuai ukuran dan jenis
4. Urobag
5. Doek lubang steril
6. Jelly
7. Lidokain 1% dicampur jelly ( perbandingan 1 :1 ) masukkan dalam spuit
( tanpa jarum )
8. Larutan antiseptic + kassa steril
9. Perlak dan pengalas
10. Pinset anatomis
11. Bengkok
12. Spuit10 cc berisi aquades
13. Urinal bag
14. Plester / hypavik
15. Gunting
16. Sampiran
` CARA KERJA
1. Memperkenalkan diri
2. Jelaskan prosedur yang akan di lakukan
3. Siapkan alat disamping klien
4. Siapkan ruangan dan pasang sampiran
5. Cuci tangan
6. Atur posisi psien dengan terlentang abduksi
7. Pasang pengalas
8. Pasang selimut, daerah genetalia terbuka
9. Pasan handschoen on steril
10. Letakkan bengkok diantara kedua paha
11. Cukur rmabut pubis
12. Lepas sarung tangan dan ganti dengan sarung tangan steril
13. Pasang doek lubang steril
14. Pegang penis dengan tangan kiri lalu preputium ditarik ke pangkalnya dan
bersihkan dengan kassa dan antiseptic dengan tangan kanan
15. Beri jelly pada ujung kateter ( 12,5 – 17,5 cm). Pemasangan indwelling pada
pria : jellydan lidokain denga perbandingan 1 : 1 masukkan kedalan uretra
dengan spuit tanpa jarum
16. Ujung uretra ditekan dengan ujung jari kurang lebih 3-5 menit sambil di
masase
17. Masukkan kateter pelan – pelan, batang penis diarahkan tegak lurus deng
bidang horisontal sambil anjurkan untuk menarik napas. Perhatikan ekspresi
klien
18. Jika tertahan jangan dipaksa
19. Setelah kateter masuk isi balon dengan caran aquades bila untuk indwelling,
fiksasi ujung kateter di paha pasien. Pasang urobag disamping tempat tidur
20. Lihat respon klien dan rapikan alat
21. Cuci tangan
22. Dokumentasikan tindakan

Anda mungkin juga menyukai