Anda di halaman 1dari 5

Tanah sebagai komponen hidup

Tanah merupakan suatu sistem yang sangat kompleks dan berjalan secara dinamis. Tanah ini tersusun
oleh komponen biotik dan abiotik sebagai habitat utama dan tempat aktivitas biologis. Keanekaragaman
dalam tanah mendukung beberapa layanan ekosistem. Tanah tergantung pada faktor pembentukan
tanah seperti bahan induk, topografi, iklim, biota, dan waktu. Hal inilah yang mempengaruhi
karakteristik tanah, yang selanjutnya mempengaruhi semua fungsi, layanan dan kemampuan tanah
untuk menghasilkan suatu hasil produk yang baik. The Millennium Ecosystem Assessment (MA) and the
Common International Classification of Ecosystem Services (CICES) menetapkan secara umum kategori
utama jasa layanan ekosistem-ekosistem yang didalamnya terdiri dari (Morgado et al. (2018) : (i)
Provisioning, yang mencakup produksi barang oleh ekosistem (misalnya , makanan, air, serat, dan
energi); (ii) Regulating, yang mencakup pemeliharaan beberapa proses yang berkaitan dengan iklim,
kualitas air dan udara, pengendalian hama dan penyakit, dan penyerbukan; (iii) Regulating, diperlukan
untuk kinerja semua layanan lain seperti pembentukan tanah, siklus hara, produksi primer, dan
menyediakan habitat; (iv) Culture, yang mencakup manfaat nonmateri seperti rekreasi, ekowisata,
warisan budaya, dan nilai-nilai spiritual dan agama.

Tantangan kedepan demi keberlanjutan tanah terkait dengan bagaimana memahami sifat dan proses
biologis bila dibandingkan dengan memanipulasi fisik dan kimia dalam tanah karena hal ini dapat
mempengaruhi kemampuan tanah. Di Indonesia pada zaman orde Baru terjadi penekanan yang besar
pada manipulasi fisik dan kimia daripada biologi tanah. Lehman et al. (2015) perkembangan pertanian
pasca World War II yang terjadi adalah : (i) peningkatan ketersediaan dan penggunaan pupuk sintetis,
herbisida, dan pestisida; (ii) peningkatan pemahaman tentang nutrisi tanaman dan infrastruktur untuk
memberikan pupuk kepada petani; (iii) perbaikan persiapan lahan, penanaman, pemanenan; (iv)
drainase bawah permukaan yang efektif biaya; (v) peningkatan efisiensi untuk sistem produksi hewan
dan tanaman; dan (vi) pengembangan pasar global. Hal tersebut menyebabkan perubahan yang sangat
cepat menuju pada penurunan kemampuan tanah terutama yang berkaitan dengan kesehatan tanah
dan keberlanjutan pertanian jangka panjang.

Fenomena diatas merupakan gambaran bahwa aktivitas biologis tanah sering diabaikan, sejatinya
keanekaragaman hayati merupakan dasar dalam hal melindungi dan memelihara ekosistem. Sebagian
besar keanekaragaman hayati dalam ekosistem daratan tersembunyi di bawah tanah di tanah, dan
dampak perubahan keanekaragaman dan komposisinya pada kinerja ekosistem masih kurang dipahami
(Wagg et al. 2014). Kegiatan antropogenik dalam pengolahan tanah atau pengunaan lahan dapat
mengurangi keanekaragaman dan kelimpahan organisme tanah, hal ini dapat mengancam kinerja
ekosistem. Akibatnya terjadi penurunan fungsi berbagai ekosistem, termasuk keanekaragaman tanaman
dan siklus nutrisi dan retensi. Hal tersebut menunjukkan bahwa keanekaragaman hayati di bawah tanah
adalah sumber daya utama untuk menjaga fungsi ekosistem.

Biodiversitas tanah

Biodiversitas tanah diperkirakan sekitar 25%-30% dari semua spesies makhluk hidup di Bumi,
menjadikan tanah merupakan salah satu habitat paling kompleks yang memiliki biodiversitas yang
menakjubkan (Bach and Wall, 2018). Keanekaragaman hayati tanah adalah variasi kehidupan yang ada
di dalam tanah, termasuk bakteri, jamur, cacing tanah dan rayap. Satu sendok teh tanah lapisan atas
biasanya mengandung sejumlah besar spesies yang berbeda dan hingga 6 miliar mikroorganisme
(Orgiazzi et al., 2016). Keanekaragaman hayati di tanah dan fungsinya sangat penting untuk
mempertahankan kehidupan di Bumi, termasuk kehidupan manusia. Layanan ekosistem yang disediakan
oleh biodiversitas tanah termasuk didalamnya mendukung produksi tanaman dan ternak, antibiotik,
mengendalikan nutrisi dalam tanah dan air, dan mengatur siklus gas rumah kaca dan perubahan iklim
(Bardgett dan van der Putten, 2014).

Keanekaragaman hayati tanah terhubung melalui jaringan rumit pada feeding relationships di berbagai
tingkat trofik, yang hubungannya dapat digambarkan dalam jaring makanan. Perbedaan tingkat
kompleksitas yang ada dalam biota tanah dikontrol secara holistik dalam sistem regulasi bottom-up dan
top-down, dalam kaitannya dengan interaksi antar dan antar spesies. Jaring makanan menginformasikan
tentang mekanisme di mana keanekaragaman hayati mempengaruhi fungsi layanan ekosistem
(Morgado et al, 2018). Biodiversitas tanah ini memberikan informasi bahwa masing-masing tanah
serangkaian karakteristik yang berbeda, memengaruhi kemampuan tanah untuk menyediakan berbagai
fungsi, baik itu nutrisi untuk pertumbuhan tanaman atau daur ulang limbah. Biodiversitas memberikan
manfaat bagi kesehatan manusia karena dapat menekan organisme tanah penyebab penyakit dan
menyediakan udara bersih, air dan makanan. Namun, praktik pengelolaan lahan yang buruk dan
perubahan lingkungan memengaruhi komunitas biota tanah secara global, dan akibatnya penurunan
keanekaragaman hayati tanah mengurangi dan merusak manfaat ini. Oleh karena itu biodiversitas tanah
merupakan indikator yang sensitif dan membuat respon cepat, tajam dan efisien mengenai kualitas
tanah. Indikator ini terkait dengan aktivitas biota tanah dapat merespon gangguan selama periode
waktu yang lebih pendek daripada yang terkait dengan sifat fisik atau kimia. Sehingga keberlanjutan
ekosistem tanah dapat dengan tepat dievaluasi melalui penggunaan indikator berbasis biologis
(Piotrowska-Dlugosz and Charzynski, 2015).

Biodiversitas sebagai indicator kualitas tanah

Indikator kualitas tanah telah ditentukan, dari sudut pandang pengembangan ekologi, ekonomi, dan
sosial; mereka biasanya mempertimbangkan sifat-sifat tanah atau tanaman terkait yang dapat
digunakan sebagai respons terhadap perubahan dinamis dalam ekosistem. Adetunji et al. (2017)
parameter biologis merupakan indikator kualitas tanah yang dapat menggambarkan kondisi terkini
suatu ekosistem. Biodiversitas tanah ini memainkan peran penting sebagai pengatur siklus biogeokimia
utama dan secara signifikan dapat mempengaruhi fungsi ekosistem, yang terlibat dalam dinamika bahan
organik, siklus nutrisi dan proses dekomposisi (Yertayeva et al. 2019). Kesehatan tanah terutama
tergantung pada pemeliharaan empat fungsi utama, yang pada gilirannya ditentukan oleh kombinasi
berbagai proses biologis (Hedde et al. 2012) : (i) transformasi karbon, (ii) siklus hara, (iii) pemeliharaan
struktur tanah, dan (iv) regulasi populasi biologis. Proses biologis yang berkontribusi pada fungsi-fungsi
ini disediakan oleh seperangkat kelompok fungsional utama organisme hidup tanah (lihat bagian
sebelumnya dari keanekaragaman hayati tanah). Sebagai contoh parameter aktivitas enzim dalam
tanah, di dalam tanah spesies mikroba melepaskan enzim ke lingkungan untuk mendegradasi molekul
organik kompleks menjadi molekul sederhana yang dapat diserap (Almeida et al., 2015). Enzim dari
aktivitas biota tanah membantu mengkatalisasi dan meningkatkan beberapa reaksi biokimia yang
menyebabkan peluruhan residu organik, transformasi bahan organik tanah, mineralisasi nutrisi untuk
pertumbuhan tanaman, dan agregasi tanah. Hal tersebut mengindikasikan bahwa aktivitas enzim dalam
tanah dapat menggambarkan hubungan antara indicator baik fisik, kimia dan biologi.
Kualitas tanah ditentukan oleh kombinasi beberapa sifat fisik, kimia, dan biologis, beberapa sifat dapat
digunakan sebagai indikator penilaian untuk menilai perubahan fungsi tanah tertentu dan oleh karena
itu pada keseluruhan kualitas ekosistem tanah sebagai konsekuensi dari praktik manajemen yang
berbeda. Tabel 3.1 mencantumkan beberapa indikator yang paling banyak digunakan (Margado et al
2018).

Hedde, M., van Oort, F., & Lamy, I. (2012). Functional traits of soil invertebrates as indicators for
exposure to soil disturbance. Environmental Pollution, 164, 59–65. doi:10.1016/j.envpol.2012.01.017

Almeida, R.F.D., Naves, E.R., Mota, R.P.D. 2015. Soil quality: Enzymatic activity of soil β-glucosidase.
Global Journal of Agricultural Research and Reviews. 3, 146-150.

Yertayeva, Z., Kızılkaya, R., Kaldybayev, S., Seitkali, N., Abdraimova, N., Zhamangarayeva, A. 2019.
Changes in biological soil quality indicators under saline soil condition after amelioration with alfalfa
(Medicago sativa L.) cultivation in meadow Solonchak. Eurasian J Soil Sci 2019, 8 (3) 189-195. DOI:
10.18393/ejss.552563

Adetunji, A.T., Lewu, F.B., Mulidzi, R., Ncube, B. 2017. The biological activities of β-glucosidase,
phosphatase and urease as soil quality indicators: a review. Journal of Soil Science and Plant Nutrition,
17(3): 794-807. doi: 10.4067/S0718-95162017000300018

Bardgett, R. D., & van der Putten, W. H. (2014). Belowground biodiversity and ecosystem functioning.
Nature, 515(7528), 505–511. doi:10.1038/nature13855

Piotrowska-Dlugosz, A., Charzynski, P. 2015. The impact of the soil sealing degree on microbial biomass,
enzymatic activity, and physicochemical properties in the ekranic technosols of toruń (poland). Journal
of Soils and Sediments. 15: 47-59. doi: 10.1007/s11368-014-0963-8

Morgado, R. G., Loureiro, S., & González-Alcaraz, M. N. (2018). Changes in Soil Ecosystem Structure and
Functions Due to Soil Contamination. Soil Pollution, 59–87. doi:10.1016/b978-0-12-849873-6.00003-0

Bach, E. M., & Wall, D. H. (2018). Trends in Global Biodiversity: Soil Biota and Processes. Encyclopedia of
the Anthropocene, 125–130. doi:10.1016/b978-0-12-809665-9.09822-0

Orgiazzi, A., Panagos, P., Yigini, Y., Dunbar, M. B., Gardi, C., Montanarella, L., & Ballabio, C. (2016). A
knowledge-based approach to estimating the magnitude and spatial patterns of potential threats to soil
biodiversity. Science of The Total Environment, 545-546, 11–20. doi:10.1016/j.scitotenv.2015.12.092

Lehman, R., Cambardella, C., Stott, D., Acosta-Martinez, V., Manter, D., Buyer, J., Maul, J., Smith, J.,
Collins, H., Halvorson, J., Kremer, R., Lundgren, J., Ducey, T., Jin, V., Karlen, D. (2015). Understanding and
Enhancing Soil Biological Health: The Solution for Reversing Soil Degradation. Sustainability, 7(1), 988–
1027. doi:10.3390/su7010988

Wagg, C., Bender, S. F., Widmer, F., & van der Heijden, M. G. A. (2014). Soil biodiversity and soil
community composition determine ecosystem multifunctionality. Proceedings of the National Academy
of Sciences, 111(14), 5266–5270. doi:10.1073/pnas.1320054111
Morgado, R. G., Loureiro, S., & González-Alcaraz, M. N. (2018). Changes in Soil Ecosystem Structure and
Functions Due to Soil Contamination. Soil Pollution, 59–87. doi:10.1016/b978-0-12-849873-6.00003-0

Anda mungkin juga menyukai