Kis K02 13018059
Kis K02 13018059
PEMERINTAH
MAKALAH
BANDUNG
2020
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.1.1 Das Sollen 1
1.1.2 Das Sein 2
1.2 Identifikasi Masalah 2
1.3 Rumusan Masalah 3
1.4 Tujuan Penelitian 3
1.5 Manfaat Penelitian 3
BAB II TEORI DASAR 4
2.1 Teori Rumusan Masalah 1 4
2.1.1 Teori Kebijakan 4
2.1.2 Teori Otonomi Daerah 4
2.2 Teori Rumusan Masalah 2 4
2.2.1 Teori Konflik Sosial 4
2.2.2 Teori Kebebasan 5
2.3 Teori Rumusan Masalah 3 5
2.3.1 Teori Efektivitas 5
2.3.2 Teori Utilitarianisme 5
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 7
3.1 Metodologi Penelitian 7
3.2 Prosedur Penelitian 7
3.3 Pedoman Wawancara 7
BAB IV HASIL PENELITIAN 10
4.1 Analisis Rumusan Masalah 1 10
4.2 Analisis Rumusan Masalah 2 12
4.3 Analisis Rumusan Masalah 3 13
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 16
5.1 Simpulan 16
5.2 Saran 16
DAFTAR PUSTAKA 17
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan
b. UU No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
Wabah penyakit menular adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit
menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata
melebihi daripada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat
menimbulkan malapetaka.
c. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Kebebasan Berpindah
Setiap warga negara Indonesia berhak untuk secara bebas bergerak,
berpindah, dan bertempat tinggal dalam wilayah negara Republik Indonesia.
d. UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan
Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang merupakan bagian dari
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat (KKM).
e. UU No. 23 Tahun 2014 tentang Otonomi Daerah
Daerah berhak menetapkan kebijakan Daerah untuk menyelenggarakan
Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah, wajib berpedoman pada
norma, standar, prosedur, dan kriteria yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
4
5
7
8
10
11
melakukan-lockdown-tanpa-izin-
pemerintah-pusat
Pada pertanyaan pada teori kebijakan, terlhat dari penjelasan pemerintah
bahwa keputusan lockdown ini diterapkan adalah sebagai respons untuk menjaga
wilayah Kota dari wabah corona virus. Namun, seperti yang dijelaskan dari sudut
pandang masyarakat, keputusan ini tidak dapat dikatakan sebagai problem solving
karena menimbulkan masalah baru di aspek lain. Karena masyarakat tidak bebas
berkeliaran terutama untuk keluar masuk wilayah Kota yang hanya diperbolehkan
2-3 jalur saja sehingga orang-orang yang berkepentingan untuk melakukan hal
tersebut menjadi terhambat karena harus melewati birokasi yang panjang. Selain
itu, orang-orang yang bekerja lapangan juga akan mengalami kesulitan dalam
mencari nafkah dan msayarakat mengalami psychology shock karena tidak pernah
mengalami kejadian seperti ini sebelumnya. Kebijakan yang diterapkan ini juga
tidak bersifat adaptif dan hanya bergantung pada jumlah ODP, PDP, dan pasien
positif corona saja.
Pertanyaan pada teori otonomi daerah merupakan validasi yang dibuat oleh
tim peneliti mengenai apakah pemerintah dapat melakukan lockdown secara
mandiri atau tidak. Masyarakat mengatakan, bahwa sebenarnya memang ada
undang-undang yang mengatur hal tersebut namun masyarakat tidak mengetahui
detail nya sejauh apa. Setelah ditelusuri oleh tim peneliti, pada UU No. 18 Tahun
2018 mengenai karantina kesehatan disebutka bahwa yang bertanggung jawab
dalam melakukan lockdown wilayah adalah pemeritnah pusat yang melibatkan
pemerintah daerah. Pernyataan ini pun sesuai dengan perkataan Ridwan Kamil,
Gubernur Jawa Barat, yang menyatakan bahwa apabila wilayah Kota, Kabupaten,
atau Provinsi ingin melakukan lockdown harus mendapatkan persetujuan
pemerintahan pusat terlebih dahulu.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kebijakan mengenai lockdown
yang diterapkan oleh beberapa pemerintah daerah di Indonesia merupakan
kebijakan yang membatasi pergerakan internal masyarakat daerah dan
mempersempit pergerakan eksternal dari suatu daerah dan sifatnya tidak adaptif
serta hanya bergantung pada jumlah penderita ODP, PDP, dan pasien positif corona
saja. Kebijakan ini juga dibuat tanpa melibatkan pemerintah pusat terlebih dahulu.
12
5.1 Simpulan
Dari pembahasan makalah ini simpulan yang dapat diambil dalam penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Kebijakan yang dibuat oleh Kabupaten Tegal adalah kebijakan lockdown
yang membatasi pergerakan internal di Kabupaten Tegal serta
mempersempit jalur eksternal dan keputusan ini diambil tanpa mengkaji
dengan pemerintah pusat terlebih dahulu.
2. Konflik sosial ini terjadi karena masyarakat merasa kebebasannya direnggut
namun pemerintah juga berusaha untuk memperkecil jumlah penderita yang
bertambah.
3. Kebijakan ini dinilai efektif karena mampu mengurangi rate penambahan
penderita, ODP, dan PDP.
5.2 Saran
Saran-saran yang dapat tim peneliti sampaikan dalam makalah ini kepada
masyarakat dan pemerintah adalah sebagai berikut :
1. Kebijakan lockdown memang dinilai efektif, namun aspek-aspek lain
seperti ekonomi dan logistik tidak mendapatkan dampak yang baik. Oleh
karena itu, tim peneliti menyarankan untuk menjalankan kebijakan physical
distancing saja yang dikontrol dengan tepat oleh aparat agar ekonomi tetap
berjalan. Kontrol yang dilakukan tidak boleh sembarangan agar tidak ada
kesan represifitas pada aparat. Selain itu, masyarakat juga harus membantu
pemerintah dalam menghadapi pandemik ini seperti tidak keluar rumah
apabila tidak perlu dan saling membantu rakyat yang lain.
16
DAFTAR PUSTAKA
Driyarka. Driyarkara tentang Manusia. Yogyakarta: Penerbit Yayasan Kanisius,
1978.
Dunn, William N (2003). Analisis Kebijakan Publik, Edisi Kedua. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Moh. Pabundu Tika, Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan,
Jakarta: Bumi Aksara, 2014, h. 129.
Riyadi dan Deddy Supriady Brantakusumah, 2004, Perencanan Pembangunan
17