Anda di halaman 1dari 19

BIOTEKNOLOGI DASAR

“PRODUKSI DAN PENGEMBANGAN ENERGI BIO-HIDROGEN”

DOSEN PENGAMPUH : PROF. DR. AHYAR AHMAD

MEGAWATI H031171016
MARFA WAHYUNI A.P. H031171024
YAYUK TRI UTAMI H031171323

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENG. ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
BAB I
PENDAHULUAN

Dewasa ini ketergantungan dunia akan bahan bakar fosil semakin meningkat,

selain berakibat pada semakin menipisnya cadangan bahan bakar tersebut,

penggunaannya menyebabkan terjadinya pemanasan global sebagai dampak emisi gas

rumah kaca dari pembakaran yang dihasilkan. Gas hidrogen (H2) merupakan salah

satu energi yang bersih karena pembakarannya hanya menghasilkan uap air dan panas

serta tidak meninggalkan emisi karbon dan gas pencemar lainnya. Gas ini merupakan

energi masa depan yang menjanjikan baik dari aspek sosial, ekonomi, maupun

lingkungan.

Desakan untuk meninggalkan minyak bumi sebagai sumber pengadaan energi

nasional saat ini terus bergulir oleh berbagai pihak, baik dari dalam negeri maupun

luar negeri, termasuk dari pemerintah Indonesia. Langkah tersebut diperlukan agar

Indonesia keluar dari krisis energi yang berkelanjutan. Badan Pengkajian Penerapan

Teknologi (BPPT), institusi yang bertugas mencari terobosan-terobosan baru untuk

menghadapi masalah yang berkembang telah menyarankan berbagai cara dalam

pengadaan energi nasional.

Krisis energi dan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh pertumbuhan

jumlah penduduk, pembukaan lahan untuk wilayah pemukiman dan pertanian, dan

bertambahnya sarana transportasi mengakibatkan peningkatan keresahan masyarakat,

bangsa, dan negara. Sementara itu sumber energi yang tersedia sudah mulai menipis

dan hanya mengandalkan sumber daya yang tak dapat diperbarui. Oleh sebab itu,

energi alternatif yang dapat diperbarui dan ramah lingkungan perlu dikembangkan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Energi Biohidrogen

Hidrogen merupakan sumber energi alternatif yang bisa diproduksi dari


sumber yang dapat diperbarui seperti biomassa. Selain bahan bakunya melimpah,
biohidrogen juga ramah lingkungan. Hidrogen berasal dari bahasa Yunani, hydro
yang berarti air, dan genes yang berarti pembentukan. Hidrogen merupakan unsur
terbanyak dari semua unsur yang ada di alam semesta. Unsur ini diperkirakan
membentuk komposisi lebih dari 90 % atom-atom di alam semesta. Hidrogen
merupakan unsur yang bebas, gas paling ringan, dan dapat berkombinasi dengan
elemen lain (Mohsin 2004).
Biohidrogen adalah hidrogen yang diproduksi melalui proses biologi dan
menggunakan bahan-bahan biologis. Proses produksi hidrogen secara biologi
membutuhkan energi lebih sedikit daripada cara kimia atau elektrokimia. Produksi
biohidrogen dapat menggunakan mikroba dari berbagai tahapan proses dan tipe
fisiologi. Mikroba tersebut dapat memproduksi biohidrogen melalui proses
bioteknologi dengan dua cara yaitu proses fermentasi secara anaerobik atau aerobik
(Mahyudin & Koesnandar 2006).
Hidrogen merupakan salah satu energi alternatif terbarukan yang
mendapatkan perhatian untuk dikembangkan sebagai energi pengganti bahan bakar
fosil. Energi bahan bakar hidrogen mempunyai keuntungan yaitu lebih ramah selama
berlangsungnya proses (Gupta, 2009). Hidrogen dapat diproduksi melalui proses
kimia, fisika dan biologi, seperti contohnya dapat dihasilkan dari berbagai bahan baku
gas alam, batubara, limbah, matahari, angin, nuklir dan biomassa. Tetapi penghasil
hidrogen yang lebih efisien dan ramah lingkungan yaitu melalui biomassa atau
mikroorganisme yang diproses secara biologi.
Banyak penelitian telah dilakukan, baik penelitian tersebut menggunakan
metode fisika, kimia ataupun biologi. Salah satu hasil penelitian (Wibowo dan
Tjahjana, 2014), melakukan pengembangan energi alternatif biohidrogen berbasis
biomassa limbah kakao dan kopi. Penelitian tersebut membandingkan hasil produksi
H2 pada limbah kakao dan kopi. Potensi kandungan limbah kakao dan kopi dapat
dihidrolisis secara kimiawi maupun secara biologi untuk menghasilkan gula reduksi
seperti glukosa dan xylosa. Glukosa dan xylosa yang diperoleh dari proses hidrolisis
dapat difermentasi lebih lanjut untuk menghasilkan hidrogen. .Jumlah produksi
hidrogen (H2) yang dihasilkan dapat didasarkan pada peningkatan pertumbuhan
jumlah sel bakteri yang digunakan. Proses fermentasi oleh bakteri yang terjadi
dalam produksi H2 dapat berhenti sesuai dengan kandungan nutrisi substrat yang
ada, sehingga lamanya waktu fermentasi dan ketersediaan substrat secara kontinyu
akan berpengaruh pada jumlah kumulatif hidrogen (H2) yang dihasilkan.

Gas hidrogen selain diproduksi melalui proses biologis, juga lebih dulu
diproduksi melalui proses gasifikasi minyak bumi dan juga hidrolisis dengan sistem
elektrolisis, yaitu memecah air menjadi hidrogen dan oksigen dengan sel
elektrokimia atau proses fotokatalisis. Akan tetapi menimbang dengan semakin
berkurangnya cadangan minyak bumi dunia, gasifikasi minyak bumi untuk
menghasilkan hidrogen dikurangi atau dihilangkan. Sedangkan untuk mendapatkan
hidrogen dengan sistem elektrolisis membutuhkan energi yang sangat besar. Oleh
karena itu, produksi hidrogen melalui sistem biologi terasa lebih visioner untuk
dikembangkan pada masa yang akan datang.

2.2 Mikroorganisme Penghasil Biohidrogen


Hidrogen yang diproduksi oleh mikroalga dan bakteri disebut biohidrogen.
Di alam hanya bakteri dan mikroalga yang mempunyai kemampuan memproduksi
biohidrogen. Di antara mikroorganisme ini, yang sering digunakan untuk penelitian
adalah bakteri anaerob dan mikroorganisme fotosintetik seperti bakteri fotosintetik
dan sianobakteria. Sianobakteria dapat menguraikan air menjadi hidrogen dan
oksigen dengan bantuan energi cahaya (Zaborsky 1998). Keuntungan
mikroorganisme ini dalam hal memproduksi hidrogen adalah tidak menggunakan
senyawa organik sebagai substrat tetapi menggunakan sinar matahari.
Kelemahannya adalah produksi hidrogennya lambat, sistem reaksinya membutuhkan
energi yang besar, dan pemisahan gas hidrogen dan oksigen membutuhkan
penanganan yang khusus (Zaborsky 1998). Reaksi biofotolisis dari organisme ini
adalah sebagai berikut:

Bakteri fotosintetik tidak menggunakan air sebagai senyawa penghasil


biohidrogen namun menggunakan senyawa organik. Keuntungan dari bakteri ini
adalah reaksi pembentukan hidrogen yang cepat dan tidak memerlukan energi solar.
Kelemahan dari bakteri ini dalam hal memproduksi gas hidrogen adalah hasil
dekomposisi atau penguraian senyawa organik tersebut meninggalkan hasil samping
berupa asam-asam organik seperti asam asetat, asam butirat, dan lain-lain. Asam
organik tersebut menjadi masalah baru jika tujuan dari produksi adalah untuk
menanggulangi limbah. Reaksi produksi hidrogen dari substrat glukosa sebagai
berikut:

Berbagai macam mikroorganisme yang dapat menghasilkan biohidrogen


antara lain bakteri fotosintetik (Rhodopseudomonas, Rhodobacter, Chromatium,
Thiocapsa), sianobakteri (Anabaena, Oscillatoria), alga hijau (Chlamydomonas),
bakteri pengikat nitrogen (Klebsiella, Clostridium, Enterobacter, Azotobacter), dan
bakteri anaerob (Zaborsky 1998).

Selain itu, mikroorganisme yang dapat menghasilkan hidrogen terdiri atas


tiga jenis, yaitu: sianobakteria, bakteri anaerob, dan bakteri fotosintetik.
Sianobakteria merupakan mikroorganisme yang memproduksi hidrogen dengan cara
fotosintesis, yaitu memecah air menjadi hidrogen dan oksigen. Sianobakteria dapat
mengkonversi langsung energi cahaya menjadi energi kimia sehingga tidak
membutuhkan akumulasi radiasi bahan bakar atau substansi organik dalam media
bakteri (Sirait 2007). Kelemahan organisme ini dalam hal memproduksi hidrogen
adalah proses produksi hidrogen lambat, sistem reaksinya membutuhkan energi
yang besar, dan membutuhkan penanganan khusus untuk memisahkan gas hidrogen
dan oksigen (Zaborsky et al. 1998).
Bakteri anaerob menggunakan substansi organik sebagai sumber elektron
dan energi tunggal, serta mengkonversinya menjadi hidrogen. Reaksinya cepat dan
prosesnya tidak memerlukan bahan bakar sehingga membuat bakteri ini berguna
bagi skala besar pada limbah cair. Namun, bakteri ini memiliki kelemahan dalam
memproduksi gas hidrogen, yaitu hasil dekomposisi atau penguraian senyawa
organik menghasilkan asam-asam organik (asam asetat, asam butirat, dan lain-lain).
Asam organik tersebut menimbulkan masalah baru bila tujuan dari produksi adalah
untuk menanggulangi limbah (Zaborsky et al. 1998).
Bakteri fotosintetik memiliki sistem di antara bakteri anaerob dengan
sianobakteria untuk menghasilkan hidrogen. Bakteri ini memiliki kemampuan dalam
mengkonversi substansi organik menjadi hidrogen dengan laju yang cukup tinggi,
namun juga menggunakan cahaya dalam membantu reaksi pembentukan hidrogen.
Energi cahaya yang dibutuhkan untuk memproduksi hidrogen lebih kecil karena
peran senyawa organik. Senyawa organik yang dapat digunakan oleh bakteri ini
adalah gula, laktat, asam lemak, tepung, selulosa, limbah organik dan lain-lain.
Bakteri fotosintetik yang dapat memproduksi hidrogen antara lain
Rhodopseudomonas, Rhodobacter, Anabaena, Chlamydomonas, Chromatium, dan
Thiochapsa (Zaborsky et al. 1998).
Rhodobium marinum (ATCC 35675) merupakan salah satu bakteri
fotosintetik yang dapat memproduksi hidrogen. Rhodopseudomonas marina atau
lebih dikenal dengan nama Rhodobium marinum merupakan bakteri fotosintetik
ungu nonsulfur, yaitu bakteri yang dapat menggunakan sulfida sebagai donor
elektron, tetapi tidak bisa tumbuh pada konsentrasi sulfida yang tinggi. Selnya
berbentuk batang, gram negatif, bergerak, memproduksi warna pink ke merah,
fotoheterotrof fakultatif anaerob dan dapat melakukan reproduksi melalui budding
(kuncup). Bakteri ini diisolasi dari air laut pada tahun 1995 (Hiraishi 1995).
2.3 Sistem Biohidrogen
Proses produksi H2 secara biologi (bio-H2) dapat dilangsungkan pada tekanan
dan suhu normal, oleh karena itu butuh energi lebih sedikit jika dibandingkan cara
kimia atau elektrokimia. Produksi bio-H2 biasanya melibatkan mikroorganisme atau
enzim (Hawkes, et al., 2002). Saat ini era paling menarik dalam pengembangan
teknologi karena memungkinkan dihasilkan dari bahan-bahan organik yang dapat
diperbaharui. Bioteknologi menyediakan berbagai pendekatan, misalnya :
biofotolisis langsung, biofotolisis tak-langsung, foto-fermentasi, dan fermentasi
gelap (Das, 2001; Hallenbeck, 2002).
2.3.1 Biofotolisis Langsung
Bio-H2 dari air melalui fotosintesis dengan bantuan cahaya matahari sebagai
sumber energi, dengan reaksi berikut :

H2O dioksidasi dan O2 dilepaskan algae selama proses fotosintesis. Dari


energi cahaya yang diserap pada fotosistem II (PSII), dihasilkan elektron yang
ditransfer ke ferredoksin. Oleh fotosistem I (PSI) energi diserap dan elektron
kemudian diterima secara langsung oleh H2-ase dapat-balik dari ferredoksin
tereduksi guna menghasilkan H2 (Adams, 1998). Enzim H2-ase bertanggungjawab
dalam pelepasan H2 yang sangat sensitif O2, dimana produksi H2 dan O2 harus
dipisahkan secara temporal dan/atau parsial. Caranya, CO2 difiksasi kedalam
substrat yang kaya H2 selama fotosintesis normal (Fase I) diikuti dengan
pembentukan H2 karena adanya cahaya ketika mikroalga diinkubasikan pada kondisi
anaerob (fase 2). Fase 2 dicapai dengan menginkubasikan mikroalga dalam medium
tanpa kandungan sulfur (Ghiradi, et al., 2000).
2.3.2 Biofotolisis Tak-Langsung
Sianobakteri juga mampu mensintesis dan melepaskan gas H2, seperti yang
ditunjukan pada reaksi berikut :
Sianobakteri (alga hijau-biru, atau cyanophyte) merupakan mikroorganisme
fotoautotrof yang menjadi pionir dalam sejarah pembentukan bumi (Fascetti, 2002).
Secara morfologi, sianobakteri dapat dikelompokkan ke dalam spesies-spesies
uniselular. Nutrisi bagi sianobakteri sederhana yaitu udara (N2 dan O2), air, garam
mineral, dan cahaya. Pada sianobakteri, enzim yang terlibat langsung dalam
metabolisme H2 dan sintesis H2, adalah nitrogenase yang mengkatalisis produksi H2
sebagai produk samping dari reduksi nitrogen menjadi amonia, H 2-ase yang
mengkatalisis oksidasi H2 yang disintesis oleh nitrogenase, dan H2-ase dua-arah
yang memiliki kemampuan oksidasi dan sintesis H2 (Tamagrini et.al., 2002).
2.3.3 Foto-Fermentasi
H2 dihasilkan oleh bakteri non-sulfur ungu melalui katalisis nitrogenase bila
bakteri ini dibiakkan dalam keadaan kekurangan sumber nitrogen dengan
menggunakan cahaya sebagai sumber energi dan senyawa tereduksi (asam-asam
organik) sebagai sumber karbon.

Bakteri, berpotensi untuk mengubah energi cahaya menjadi H2 dengan


menggunakan substrat berupa senyawa organik dari limbah (Ghiradi, et al., 2000).
Baik dalam proses batch, biakan sinambung (Fascetti dan Todini, 1995), dalam gel
agar (Vincenzini et.al., 1986), pada gelas berpori (Ghiradi, et al., 2000), gelas yang
diaktivasi (Ghiradi, et al., 2000), atau pada busa polyurethane (Fed.erov et.al. 1998).
2.3.4 Fermentasi Gelap
H2 dihasilkan bakteri anaerob bila dibiakkan dalam kondisi gelap dengan
substrat kaya karbohidrat. Reaksi fermentasi berlangsung pada suhu mesofil (25-40
o
C), termofil (40 – 65 oC), termofil ekstrem (65 – 80 oC) dan hypertermofil (>80 oC).
Pada sistim fotolisis langsung dan tak langsung menghasilkan H2 yang murni,
sedangkan proses fermentasi ini dihasilkan suatu campuran biogas dengan
kandungan utama H2 dan karbon dioksida (CO2). Boleh jadi terdapat sejumlah kecil
metana (CH4), CO dan H2S. Spesies Entrobacter, Baccillus, dan Clostridium
merupakan bakteri yang diketahui mampu menghasilkan H 2 melalui fermentasi.
Substrat yang paling banyak digunakan ialah glukosa, isomer heksosa, gliserol, pati
atau selulosa, menghasilkan H2 dengan jumlah beragam, tergantung kepada sistem
fermentasi dan produk akhirnya. Bila asam asetat sebagai produk akhir, diperoleh 4
mol H2/mol glukosa :

Bila butirat sebagai produk akhir, diperoleh 2 mol H2/mol glukosa :

Sejumlah biakan murni dari spesies Clostridium mampu mendegradasi pati


tanpa perlakuan awal, sementara biakan murni Enterobacter mampu mendegradasi
pati terlarut (Rachman, 1995). Gas H2 dihasilkan Clostridium dengan laju yang
tinggi bila silosa yang digunakan sebagai substrat, misalnya pada galur murni
Clostridium dibiakan secara sinambung pada pH 6.0 (Rachman, 1995). Studi
terhadap berbagai substrat alami menunjukkan bahwa laju pembentukan H2 sangat
beragam terhadap substrat tertentu (Ghiradi, et al., 2000). Dengan menggunakan
silosa 3% sebagai substrat, biakan murni Clostridium sp. mampu menghasilkan H2
dengan laju tertinggi 21.03 mmol H2/(l x jam) dan dengan laju konversi 2.36 mol
H2/mol silosa (Ghiradi, et al., 2000). Skema bioreaktor teraduk yang umum didesain
untuk produksi biohidrogen dengan sistem fermentasi anaerob pada skala
laboratorium dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Diagram skematik proses produksi biohidrogen
dengan sistem fermentasi anaerob.
Fermentasi terhadap limbah organik biasanya dilangsungkan tanpa sterilisasi,
dengan biakan campuran yang diperkaya. Laju produksi H 2 menggunakan biakan
campuran yang didominasi Clostridium (Clostridium beijerinckii, Clostridium
tyrobutyricum, Clostridium amylolyticum, Clostridium pasteurianum, dan
Clostridium butyricum) dan larutan pati terlarut sebagai substrat ialah sebesar 66,7
mL H2lbiakan dan laju konversi 2,4 mol H2 per mol heksosa (Lay et al., 2000).
Tabel 2.1: Beberapa reaksi umum pada produksi biohidrogen dari berbagai jenis
sistem fermentasi.

2.4 Enzim Penghasil Hidrogen


Proses produksi hidrogen secara biologi bergantung pada keberadaan enzim
penghasil hidrogen. Bakteri fotosintetik ungu nonsulfur, memiliki enzim yang dapat
memproduksi hidrogen yaitu nitrogenase dan hidrogenase. Enzim hidrogenase
memiliki kemampuan memproduksi sekaligus dapat mengkonsumsi hidrogen yang
telah dihasilkan. Secara umum sifat hidrogenase dapat dikatakan sebagai metabolik
antagonis dari nitrogenase (Tamagnini, et al., 2002).
Nitrogenase merupakan kompleks enzimatik yang dapat memfiksasi nitrogen
di udara. Kompleks nitrogenase berada bebas di dalam organisme yang memfiksasi
nitrogen dan juga berada di dalam bakteri yang memfiksasi nitrogen. Pembentukan
amonia dari fiksasi nitrogen dapat dilihat pada persamaan reaksi berikut:
Reduksi nitrogen menjadi amonia merupakan reaksi endergonik yang
memerlukan energi metabolisme tinggi dalam bentuk ATP. Amonia dibentuk pada
proses ini ditambatkan ke dalam asam amino glutamat dan glutamin serta asam
nukleat (Tamagnini et al. 2002). Kompleks nitrogenase mengandung 2 tipe protein,
yaitu dinitrogenase (protein MoFe atau protein 1 atau protein pertama), dan
dinitrogenase reduktase (protein Fe atau protein kedua).
Hidrogenase merupakan enzim yang mengkatalisis oksidasi reversibel dari
H2 menjadi proton. Beberapa mikroorganisme menggunakan enzim ini dengan
tujuan yang berbeda-beda. Banyak bakteri dan arkaea dapat menggunakan hidrogen
sebagai sumber elektronnya dengan bantuan hidrogenase. Beberapa bakteri
fermentatif dan alga hijau menggunakan hidrogenase untuk melepas kelebihan
power reduksi dengan mereduksi proton menjadi hidrogen, dan bakteri pemfiksasi
nitrogen menggunakan hidrogenase untuk menangkap kembali hidrogen yang telah
diproduksi oleh nitrogenase (Lindberg, 2003).
Hidrogenase dibagi menjadi tiga kelas berdasarkan filogenetik, yaitu [Fe]-
hidrogenase, [NiFe]-hidrogenase, dan logam bebas-hidrogenase (Linberg, 2003).
Berdasarkan komponen logam dari sisi aktif yang menempel atau membebaskan H2,
hidrogenase terbagi atas 3 kelas yaitu [NiFe]-, [FeFe]-, dan [Fe] hidrogenase (Stripp,
et al. 2009).

Gambar 2.2. Metabolisme gas hidrogen secara enzimatik


yang melibatkan Nitrogenase dan Hidrogenase.
Hidrogenase berpotensi sebagai katalis dalam menghasilkan bahan bakar sel,
menyediakan potensial elektron rendah untuk digunakan dalam reaksi reduksi, dan
fotogenerasi H2 secara enzimatik. Mekanisme produksi gas hidrogen secara
enzimatik ditunjukan pada Gambar 2.2.
2.5 Produksi Biohidrogen
2.5.1 Secara Fotosintesis
Gas hidrogen yang diproduksi oleh bakteri fotosintetik dihasilkan melalui
proses fotofermentasi. Fotosistem pada bakteri fotosintetik hanya melibatkan satu
fotosistem (PSI). Fotosistem terjadi dalam membran intraseluler. Fotosistem pada
bakteri ini tidak cukup kuat untuk memecah air. Pada kondisi anaerob, bakteri
fotosintetik dapat dengan baik menggunakan asam organik sederhana seperti asam
asetat sebagai donor elektron (Sirait 2007).

Elektron yang dilepaskan dari senyawa organik akan dipompakan oleh


sejumlah besar sistem pembawa elektron (diantara kuinon dan plastosianin), seperti
yang ditunjukan pada Gambar 10.2. Selama transport elektron, proton dipompakan
melewati membrane (dalam kompleks protein sitokrom bc1) sehingga terjadi gradien
proton. Gradien proton yang terjadi digunakan oleh enzim ATP sintase untuk
menghasilkan ATP. Energi ATP yang terbentuk dapat digunakan untuk transport
lebih jauh elektron ke elektron akseptor feridoksin (Fd) (Chen, et al. 2005).

Gambar 2.3 Skema proses fotofermentasi pada bakteri fotosintetik

Jika molekul nitrogen tidak ada, maka enzim nitrogenase dapat mereduksi
proton menjadi gas hidrogen (H2) dibantu dengan energi dalam bentuk ATP dan
elektron yang diperoleh dari feridoksin (Fd) (Chen, et al.. 2005). Secara keseluruhan
fotosistem bakteri fotosintetik ini mengubah komponen utama dari asam organik
menjadi gas hidrogen (H2) dan karbon dioksia (CO2) (Gambar 10.2). Fotosistem
bakteri ini tidak menghasilkan oksigen (O 2) sehingga tidak menghambat kerja enzim
nitrogenase, mengingat enzim nitrogenase sangat sensitif terhadap oksigen
(Akkerman, 2002).
2.5.2 Secara Fermentasi
Fermentasi merupakan proses penting dalam kehidupan sehari-hari manusia.
Fermentasi berasal dari bahasa latin ferfere yang artinya mendidihkan. Hal ini
berdasarkan pengamatan sehari-hari bahwa dalam proses fermentasi minuman
beralkohol akan menghasilkan buih yang kemudian satu komponennya diketahui
sebagai gas karbondioksida. Fermentasi secara umum dapat dinyatakan sebagai
proses katabolisme, suatu pemecahan senyawa organik yang kompleks menjadi
bentuk yang lebih sederhana. Aplikasi proses ini dapat dilihat pada produksi
minuman beralkohol atau produk yang bersifat asam (seperti asam asetat atau cuka)
(Hidayat, 2006). Pengetahuan mengenai proses ini berkembang pesat sejak
penelitian Louis Pasteur mengenai proses fermentasi yang terjadi dalam pembuatan
wine (anggur). Penelitian mengenai proses ini berkembang pesat semenjak
tumbuhnya industri minuman beralkohol dan industri antibiotik.
Fermentasi terbagi menjadi dua berdasarkan kebutuhan akan oksigen, yaitu
fermentasi aerobik dan anaerobik. Fermentasi aerobik adalah fermentasi yang
prosesnya memerlukan oksigen. Keberadaan oksigen membuat mikroorganisme
dapat mencerna glukosa menghasilkan air, karbondioksida dan sejumlah besar
energi. Fermentasi dalam proses anaerobik tidak memerlukan oksigen. Ada berbagai
produk (metabolit) yang bisa dihasilkan dalam proses fermentasi, antara lain
berbagai jenis asam (asam laktat, asetat, asam butirat), alkohol, etanol, protein, dan
ester (Dunn, 1959). Produk suatu hasil fermentasi dapat diubah lebih lanjut melalui
proses fermentasi lain untuk menghasilkan produk akhir yang lain, seperti gas
hidrogen.
Ada tiga jenis sistem fermentasi yang dioperasikan dalam proses
bioteknologi, yaitu sistem diskontinu (batch), kontinu, dan semikontinu (fed-batch)
(Smith, 1985). Pada sistem diskontinu, pemberian medium, nutrisi, dan bakteri
dilakukan hanya di awal fermentasi (tidak ada penambahan medium, nutrisi, dan
bakteri selama fermentasi berlangsung). Sedangkan pada sistem kontinu, pemberian
medium dan nutrisi serta pengeluaran sejumlah fraksi dari volume kultur terjadi
secara terus-menerus. Sistem semikontinu adalah suatu sistem fermentasi yang
medium atau substratnya ditambahkan secara kontinu selama fermentasi
berlangsung tanpa mengeluarkan sesuatu dari sistem selama proses fermentasi
(Smith, 1985).
Fermentasi terjadi sebagai hasil metabolisme tipe anaerobik, yang mana
mikroba dapat mencerna glukosa sebagai bahan baku energinya tanpa adanya
oksigen, dan sebagai hasilnya hanya sebagian glukosa yang dipecah dan
menghasilkan sejumlah kecil energi, karbon-dioksida, air, dan produk akhir
metabolisme lainnya (Nelson & Cox, 2004). Fermentasi dalam proses bioteknologi
merupakan bagian penting dari pemanfaatan mikroba untuk mengubah substrat
menjadi produk yang diinginkan dengan pengkondisian sistem, seperti temperatur,
pH, oksigen terlarut, dan lain-lain (Suwandi, 2009).
2.5.3 Secara Termokimia
Cara lain untuk memproduksi hidrogen dari air dapat dilakukan dengan
menguraikan air langsung menggunakan panas pada suhu sekitar 4.000 K (3.727oC).
Suhu peruraian air dengan panas dapat diperendah dengan proses termokimia, yaitu
proses peruraian air dengan panas menggunakan bantuan zat kimia. Dalam proses
ini, bahan baku yang diperlukan secara kontinyu hanyalah air, karena bahan kimia
yang digunakan dalam reaksi didaur ulang ke dalam proses. Produksi gas hidrogen
dari biomassa dapat dilakukan dengan pirolisis dan gasifikasi biomassa.
a. Pirolisis
Pirolisis adalah peruraian (lysis) suatu zat menggunakan panas (pyro). Jika
biomassa dipanasi sampai suhu sekitar 350 oC tanpa adanya oksigen, maka ia akan
terurai menjadi arang dengan penyusun atom C, gas yang terdiri atas CO, CO 2, H2,
H2O, dan CH4, dan uap tir dengan perkiraan rumus molekul CH1,2O0,5. Uap tir ini
berfasa gas pada suhu pirolisis tetapi akan mengembun menjadi butiran halus tir jika
didinginkan (Reed dan Das, 1988).
Pirolisis adalah pemanasan bahan organik biomassa tanpa oksigen pada suhu
tinggi 650-800 K dan tekanan 0,1-0,5 MPa untuk mengkonversi biomassa menjadi
cairan minyak, arang padat dan senyawa gas. Produk dari proses pirolisis berupa
gas, cair dan padat.
Produk gas berupa H2, CH4, CO, CO2 dan gas-gas lainnya tergantung pada
bahan organik biomassa yang digunakan untuk pirolisis. Produk cair berupa tar dan
minyak yang tetap berbentuk cair pada suhu kamar seperti aseton, asam asetat, dll.
Produk padat utama terdiri dari arang dan karbon hampir murni dan bahan inert
lainnya, seperti yang ditunjukan pada reaksi sebagai berikut:
Biomassa + panas → H2 + CO + CH4 + produk lain
Uap metana dan hidrokarbon lainnya yang dihasilkan dapat dilakukan proses
steam reforming untuk produksi hidrogen lebih lanjut:
CH4 + H2O → CO + 3H2
Untuk meningkatkan produksi hidrogen, dilakukan reaksi water-gas shift
seperti yang ditunjukan pada reaksi sebagai berikut:
CO + H2O → CO2 + H2
Selain produk gas, produk berminyak juga dapat diolah untuk produksi
hidrogen. Minyak pirolisis dapat dipisahkan menjadi dua fraksi berdasarkan
kelarutan dalam air. Fraksi yang larut dalam air dapat digunakan untuk produksi
hidrogen sementara fraksi yang tidak larut dalam air sebagai bahan perekat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketika katalis Ni digunakan, maksimum
hasil hidrogen bisa mencapai 90%. Dengan proses tambahan steam reforming dan
reaksi water-gas shift, yield hidrogen dapat meningkat secara signifikan.
b. Gasifikasi Biomassa
Gasifikasi adalah reaksi oksidasi biomassa dengan jumlah oksigen terbatas
dan hasilnya merupakan bahan bakar gas. Dalam kondisi tertentu, jumlah oksigen
dibatasi kurang dari 40% jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk pembakaran
sempurna, dan hasil utamanya adalah CO dan H2 (Evans dan Milne, 1987). Kecuali
CO dan H2, pada gas hasil gasifikasi biomassa terdapat pula CO2, CH4, dan senyawa
lainnya. Reaksi yang terjadi pada proses gasifikasi biomassa dengan penambahan
uap air super kritis sangat kompleks karena terjadi reaksi berantai yang
menghasilkan campuran gas dan cairan.
Gasifikasi merupakan teknologi konversi biomasa menjadi bahan bakar gas
atau synthesis gas. Biomassa dapat digasifikasi pada temperatur tinggi (diatas
1000K), seperti yang ditunjukan pada persamaan reaksi berikut ini:
Biomassa + Panas + steam → H2 + CO + CO2 + CH4
+ hidrokarbon fraksi ringan dan berat + tar

Gas hasil gasifikasi biomasa terdiri dari H 2, CO, CH4, N2, CO2, O2, dan tar
(karbon cair). Tar sangat susah dipisahkan dari syngas. Kandungan tar tergantung
temperatur dan tipe reaktor. Tipe reaktor yang biasa digunakan untuk proses
gasifikasi adalah reaktor fixed bed dan fluidized bed dan reaktor bentuk lain. Semua
jenis reaktor memerlukan alat pembersih gas (gas cleaning). Uap air (steam)
ditambahkan ke dalam water gas shift untuk mengkonversi CO dan H2O menjadi
CO2 dan H2.
Sistem reaktor terdiri dari ruang pembakaran berbentuk menara dilengkapi
dengan sistem pemasukan udara dan satu reaktor gasifikasi yang dihubungkan
dengan ruang pembakaran. Reaktor dilengkapi dengan sistem pemasukan biomasa,
pemasukan uap air dan sistem pengeluaran gas hasil reaksi. Karbon dan gas CO
yang terbentuk dialirkan ke ruang pembakaran dan bereaksi dengan oksigen (udara)
menghasilkan gas CO2.
BAB III
KESIMPULAN

Biohidrogen merupakan energi baru dan terbarukan yang diharapkan dapat


menjawab keterbatasan energi fosil. Teknologi biohidrogen untuk sel bahan bakar
sangat menjanjikan karena dapat meninggalkan ketergantungan terhadap minyak,
pemenuhan energi secara efisien serta ramah lingkungan karena tidak menghasilkan
emisi gas buang.
Gas hidrogen merupakan energi masa depan karena dapat diperbaharui dan
juga tidak menimbulkan polusi yang menyebabkan efek rumah kaca, aman bagi
lingkungan. Gas hidrogen melepaskan energi yang besar dalam satuan unitnya dan
mudah dikonversikan menjadi listrik melalui fuel cell sebagai bahan bakar.
Keuntungan bio-hidrogen adalah biaya energi lebih rendah, dapat
menyokong energi otonom, pertanian, dan kebijakan keamanan (tidak ada perang
minyak). Disamping itu perlindungan lengkap pada lingkungan dan iklim (proteksi
ganda dari efek rumah kaca akibat tingginya konsentrasi CO2) dan semua sumber
daya energi memiliki akses bagi seluruh pasar (diversifikasi energi).
DAFTAR PUSTAKA

Akkerman I, M Janssen, J Rocha, RH Wijffels. 2002. Photobiological hydrogen


production photochemical efficiency and bioreactor design. J Hydrogen
Energy 27: 1195-1208.
Amelia, R. dan Putra, RS., 2012, Identifikasi Biohidrogen dari Kultur Campuran
menggunakan Variasi Konsentrasi Sukrosa sebagai Substrat, Jurnal
Bioteknologi Mikrob(online), Institut Teknologi Sepuluh November.
Anam, K., 2010, Pemanfaatan Biomassa Untuk Produksi Bioidrogen (online), Institut
Pertanian Bogor.
AR, Mahyudin. dan Koesnandar, 2006, Biohydrogen Production : Prospect and
Limitations to Practical Application, Akta Kimindo Vol. 1 Nomor 2, 73-78.
Ghirardi ML, Zhang L, Lee JW, Flynn T, Seibert M, Greenbaum E, Melis A, 2000,
Microalgae: a green source of renewable H2. Trends Biotechnol 18:506-511.
Milne, T.A., Elam, C.C. dan Evans, J.R., 2001, Hydrogen From Biomass, A Report
for the International Energy Agency Agreement.
Lindblad P, Christensson K, Lindberg P, Pinto F, Tsygankov A, 2002,
Photoproduction of H2 by wildtype Anabaena PCC 7120 and a hydrogen
uptake deficient mutant: From laboratory experiments to outdoor culture.
International Journal of Hydrogen Energy 27:1271-1281.
Setya, R.A. dan Putra, R.S., 2010, Identifikasi Biohidrogen secara Fermentatif
dengan Kultur Campuran Menggunakan Glukosa sebagai Substrat (online).
Smith RL, Kumar D, Zhang XK, Tabita FR, Van Baalen C, 1985, H 2, N2, and O2
metabolism by isolated heterocysts from Anabaena sp. strain CA. J Bacteriol
162:565-570
Tamagnini P, Axelsson R, Lindberg P, Oxelfelt F, Wunschiers R, Lindblad P, 2002,
Hydrogenases and hydrogen metabolism of cyanobacteria. Microbiol Mol
Biol Rev 66:1- 20
Wibowo, N.A., dan Tjahjana, B.E., 2014, Pengembangan Energi Alternatif
Biohidrogen Berbasis Biomassa Limbah Kakao dan Kopi, SIRINOV,
2(2):113-122
Zaborsky, O. R. (Ed), 1998. BioHydrogen, Plenum Press. New York.

Anda mungkin juga menyukai