Anda di halaman 1dari 26

FARMAKOLOGI LANSIA

“HIPERTENSI ”

Disusun Oleh : Kelompok 6


Nama Anggota :
1. Oktarisa (PO.71.39.1.18.025)
2. Picky Pernanda (PO.71.39.1.18.026)
3. Preti Marsyanda Putri (PO.71.39.1.18.027)
4. Refi Hardianti (PO.71.39.1.18.029)
Kelas : Reguler II A
Dosen Pembimbing :
1. Dr.Sonlimar Mangunsong, Apt., M.Kes
2. Ferawati Suzalin, S.Farm. M,Sc, Apt
3. Nur Aira Juwita, S.Farm, M.Si, Apt
POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG
PRODI D3 FARMASI
TAHUN AKADEMIK 2019 / 2020
KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Allah SWT karena atas petunjuk dan hidayah-Nya serta
dorongan dari semua pihak sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Makalah mengenai “Hipertensi” ini disusun dengan sistematis untuk memenuhi
salah satu tugas dari mata kuliah Farmakologi Lansia.
Dengan selesainya makalah ini, maka tidak lupa kami mengucapkan terimakasih
kepada dosen pembimbing yang telah memberikan arahan kepada kami sehingga
mampu menyelesaikan makalah ini dan semua pihak yang terlibat dalam penyusunan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput
dari kekurangan-kekurangan, baik dari segi materi maupun teknis penulisan. Oleh
karena itu saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan pembaca sangat
dibutuhkan untuk penyempurnaanya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
untuk rekan-rekan yang membaca.
 
Palembang, Maret 2020

Penyusun

DAFTAR ISI

ii
KATA PENGANTAR........................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................2
1.3 Tujuan.........................................................................................................2
1.4 Manfaat.......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................3
KASUS................................................................................................................3
2.1 Pengertian....................................................................................................4
2.2 Klasifikasi Hipertensi .................................................................................4
2.3 Gejala Hipertensi ........................................................................................12
2.4 Terapi Hipertensi
2.5 Obat-Obat Antihipertensi
BAB III PENUTUP............................................................................................17
3.1 Kesimpulan.................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................18

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang

Sampai saat ini, hipertensi masih merupakan tantangan besar di


Indonesia. Betapa tidak, hipertensi merupakan kondisi yang sering ditemukan
pada pelayanan kesehatan primer kesehatan. Hal itu merupakan masalah
kesehatan dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 25,8%, sesuai dengan
data Riskesdas 2013. Di samping itu, pengontrolan hipertensi belum adekuat
meskipun obat-obatan yang efektif banyak tersedia.
Definisi Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan
darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90
mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam
keadaan cukup istirahat/tenang. Peningkatan tekanan darah yang berlangsung
dalam jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal
(gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan stroke)
bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai. Banyak
pasien hipertensi dengan tekanan darah tidak terkontrol dan jumlahnya terus
meningkat. Oleh karena itu, partisipasi semua pihak, baik dokter dari berbagai
bidang peminatan hipertensi, pemerintah, swasta maupun masyarakat diperlukan
agar hipertensi dapat dikendalikan.
Menurut American Heart Association {AHA}, penduduk Amerika yang
berusia diatas 20 tahun menderita hipertensi telah mencapai angka hingga 74,5
juta jiwa, namun hampir sekitar 90-95% kasus tidak diketahui penyebabnya.
Hipertensi merupakan silent killer dimana gejala dapat bervariasi pada masing-
masing individu dan hampir sama dengan gejala penyakit lainnya. Gejala-
gejalanya itu adalah sa kit kepala/rasa berat di tengkuk, mumet (vertigo), jantung
berdebar-debar, mudah Ieiah, penglihatan kabur, telinga berdenging (tinnitus),
dan mimisan.

1
Makin meningkatnya harapan hidup makin kompleks penyakit yang
diderita oleh orang lanjut usia, termasuk lebih sering terserang hipertensi.
Hipertensi pada lanjut usia sebagian besar merupakan hipertensi sistolik terisolasi
(HST), dan pada umumnya merupakan hipertensi primer. 1,2 Adanya hipertensi,
baik HST maupun kombinasi sistolik dan diastolik merupakan faktor risiko
morbiditas dan mortalitas untuk orang lanjut usia. Hipertensi masih merupakan
faktor risiko utama untuk stroke, gagal jantung dan penyakit koroner, dimana
peranannya diperkirakan lebih besar dibandingkan pada orang yang lebih muda.

1.2 Rumusan masalah


Adapun rumusan masalah tentang makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud Hipertensi ?
2. Jelaskan macam-macam klasifikasi hipertensi?
3. Apa saja gejala-gejala hipertensi ?
4. Apa saja obat untuk hipertensi?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas penulisan makalah ini bertujuan untuk :
1. Untuk mengetahui apa dimaksud dengan Hipertensi
2. Untuk mengetahui klasifikasi hipertensi
3. Untuk mengetahui gejala-gejala hipertensi
4. Untuk mengetahui obat-obat hipertensi

1.4 Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa mampu mengerti dan
memahami tentang Penyakit, macam-macam, cara kerja , serta obat-obat
Hipertensi sehingga mampu menjelaskannya secara tepat kepada pendengar,
selain itu agar pembaca mendapatkan pengetahuan yang benar dan menambah
ilmu pengetahuan agar dapat di aplikasikan kepada masyarakat luas.

2
BAB II
PEMBAHASAN

KASUS

Seorang wanita tua dengan ditemani oleh cucunya pergi ke Apotek. Wanita
tersebut menjelaskan kepada TTK bahwa dia sering mengeluh merasakan nyeri
dan kaku ketika bangun dipagi hari atau setelah tidak melakukan pergerakan
beberapa waktu seperti pada bagian lutut, pinggul, dan tulang punggung, dan
pada bawah lutut sampai betis sudah bengkak dan hangat ketika di pegang.

Dokter mendiagnosis bahwa ibu saya mengalami Osteoporosis . Setelah


melakukan beberapa pemeriksaan seperti  Rontgen dan MRI, ternyata benar
wanita tersebut menderita Osteoporosis. Dokter menyarankan agar lebih banyak
mengonsumsi Kalsium dan mineral serta Suplemen Chondroitin.

Penyelesaian :

Dokter menyarankan agar lebih banyak mengonsumsi Kalsium dan mineral serta
Suplemen Chondroitin.

TTK mendengar hal itu langsung memberikan pilihan antara (Calcium-D-Redoxon)


dan proteocal Osteo. Lalu wanita tersebut langsung memilih suplemen CDR.

Suplemen CDR dapat mengandung kalsium dan vitamin yang dapat mengoptimalkan
kekuatan tulang dan gigi. Suplemen ini juga dapat dikonsumsi oleh ibu hamil untuk
membantu pertumbuhan tulang bayi di kandungan.

Tak hanya memperkuat tulang dan gigi, serta mencegah osteoporosis, Calcium-D
Redoxon memiliki kandungan vitamin C dan zinc yang dapat meningkatkan daya
tahan tubuh

CDR umumnya diminum dengan cara melarutkan 1 buah tablet effervescent (tablet
yang mengeluarkan gas jika dilarutkan ke dalam air) ke dalam segelas air. Anda
sebaiknya segera meminumnya setelah dilarutkan.

3
2.1 Pengertian

Hipertensi ialah suatu kondisi dimana terjadi kenaikan tekanan darah sistolik
mencapai angka diatas sama dengan 140 mmHg dan diastolik diatas sama dengan
90 mmHg. Berdasarkan data World Health Organization (WHO), di seluruh
dunia, sekitar 972 juta orang atau 26,4% penghuni bumi mengidap hipertensi. Di
Indonesia sendiri, prevalensi hipertensi mencapai 31,7% dan sekitar 60%
penderita hipertensi berakhir pada stroke. Faktor-faktor yang menyebabkan
hipertensi diantaranya faktor genetik dan faktor lingkungan seperti obesitas,
stres, konsumsi garam berlebih, merokok, dan alkohol. Gangguan fisiologis yang
terjadi pada pengaturan aliran darah sehingga menyebabkan hipertensi
diantaranya gangguan pada kardiak output dan resistensi perifer, gangguan pada
sistem renin-angiotensin, dan gangguan pada sistem saraf otonom. Terdapat
hubungan antara onset dari hipertensi dan komplikasi hipertensi. Selama jangka
waktu yang panjang tersebut, serangkaian perubahan terjadi dalam sistem
kardiovaskular termasuk sirkulasi serebral. Perubahan yang terjadi seperti
renovasi vaskular, peradangan, stres oksidatif, dan disfungsi barorefleks
berkontribusi dalam patogenesis stroke yang disebabkan oleh hipertensi.

2.2 Klasifikasi Hipertensi


Faktor resiko Hipertensi adalah umur, jenis kelamin, riwayat keluarga,
genetik (faktor resiko yang tidak dapat diubah/dikontrol), kebiasaan merokok,
konsumsi garam, konsumsi lemak jenuh, penggunaan jelantah, kebiasaan
konsumsi minum-minuman beralkohol, obesitas, kurang aktifitas fisik, stres,
penggunaan estrogen. Ada pun klasifikasi hipertensi terbagi menjadi:
1. Berdasarkan penyebab
a. Hipertensi Primer/Hipertensi Esensial Hipertensi yang penyebabnya tidak
diketahui (idiopatik), walaupun dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya

4
hid up seperti kurang bergerak (inaktivitas) dan pola makan. Terjadi pada
sekitar 90% penderita hipertensi.
b. Hipertensi Sekunder/Hipertensi Non Esensial Hipertensi yang diketahui
penyebabnya. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya
adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan
hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB).

2. Berdasarkan bentuk Hipertensi Hipertensi diastolik {diastolic hypertension},


Hipertensi campuran (sistol dan diastol yang meninggi), Hipertensi sistolik
(isolated systolic hypertension).

Terdapat jenis hipertensi yang lain:


1. Hipertensi Pulmonal
Suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah pada
pembuluh darah arteri paru-paru yang menyebabkan sesak nafas, pusing dan
pingsan pada saat melakukan aktivitas. Berdasar penyebabnya hipertensi
pulmonal dapat menjadi penyakit berat yang ditandai dengan penurunan
toleransi dalam melakukan aktivitas dan gagal jantung kanan. Hipertensi
pulmonal primer sering didapatkan pada usia muda dan usia pertengahan,
lebih sering didapatkan pada perempuan dengan perbandingan 2:1, angka
kejadian pertahun sekitar 2-3 kasus per 1 juta penduduk, dengan mean
survival / sampai timbulnya gejala penyakit sekitar 2-3 tahun.
Kriteria diagnosis untuk hipertensi pulmonal merujuk pada National
Institute of Health; bila tekanan sistolik arteri pulmonalis lebih dari 35 mmHg
atau "mean"tekanan arteri pulmonalis lebih dari 25 mmHg pada saat istirahat
atau lebih 30 mmHg pada aktifitas dan tidak didapatkan adanya kelainan
katup pad a jantung kiri, penyakit myokardium, penyakit jantung kongenital
dan tidak adanya kelainan paru.

5
2. Hipertensi Pada Kehamilan
Pada dasarnya terdapat 4 jenis hipertensi yang umumnya terdapat pada
saat kehamilan, yaitu:
a. Preeklampsia-eklampsia atau disebut juga sebagai hipertensi yang
diakibatkan kehamilan/keracunan kehamilan ( selain tekanan darah yang
meninggi, juga didapatkan kelainan pada air kencingnya ). Preeklamsi
adalah penyakit yang timbul dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan
proteinuria yang timbul karena kehamilan.
b. Hipertensi kronik yaitu hipertensi yang sudah ada sejak sebelum ibu
mengandung janin.
c. Preeklampsia pada hipertensi kronik, yang merupakan gabungan
preeklampsia dengan hipertensi kronik.
d. Hipertensi gestasional atau hipertensi yang sesaat.

Penyebab hipertensi dalam kehamilan sebenarnya belum jelas. Ada


yang mengatakan bahwa hal tersebut diakibatkan oleh kelainan pembuluh
darah, ada yang mengatakan karena faktor diet, tetapi ada juga yang
mengatakan disebabkan faktor keturunan, dan lain sebagainya.

2.3 Gejala Hipertensi


Hipertensi biasanya tidak menimbulkan gejala dan tanda. Hal inilah
mengapa sangat penting untuk melakukan pemeriksaan tekanan darah secara
rutin (Ananta, 2009). Baru setelah beberapa tahun adakalanya pasien merasakan
nyeri kepala pada pagi hari sebelum bangun tidur, di mana nyeri ini biasanya
hilang setelah bangun tidur. Gangguan hanya dapat dikenali dengan pengukuran
tensi dan adakalanya melalui pemeriksaan laboratorium dan tambahan seperti
fungsi ginjal dan pembuluh darah (Tjay dan Rahardja, 2007).

Secara umum pasien dapat terlihat sehat atau beberapa diantaranya sudah
mempunyai faktor resiko tambahan, tetapi kebanyakan asimptomatik.
Faktor resiko mayor
 Hipertensi

6
 Merokok
 Obesitas (BMI ≥30)
 Immobilitas
 Dislipidemia
 Diabetes mellitus
 Mikroalbuminuria atau perkiraan GFR ,60 ml/min
 Umur 55 tahun untuk laki-laki, >65 tahun untuk perempuan)
 Riwayat keluarga untuk penyakit kardiovaskular prematur (laki-laki <
55 tahun atau perempuan < 65 tahun)

Kerusakan organ target


Jantung : Left ventricular hypertrophy
Angina atau
sudah pernah infark miokard Sudah pernah revaskularisasi
koroner
Gagal jantung
Otak : Stroke atau TIA
Penyakit ginjal kronis
Penyakit arteri perifer
Retinopathy

BMI = Body Mass Index; GFR= glomerular Filtration Rate; TIA =


transient ischemic attack

2.4 Terapi Hipertensi

 Non farmakologis
Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan
tekanan darah, dan secara umum sangat menguntungkan dalam menurunkan

7
risiko permasalahan kardiovaskular. Pada pasien yang menderita hipertensi
derajat 1, tanpa faktor risiko kardiovaskular lain, maka strategi pola hidup sehat
merupakan tatalaksana tahap awal, yang harus dijalani setidaknya selama 4 – 6
bulan. Bila setelah jangka waktu tersebut, tidak didapatkan penurunan tekanan
darah yang diharapkan atau didapatkan faktor risiko kardiovaskular yang lain,
maka sangat dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi.
Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak guidelines adalah :
1. Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat dengan
memperbanyak asupan sayuran dan buah-buahan dapat memberikan manfaat
yang lebih selain penurunan tekanan darah, seperti menghindari diabetes dan
dislipidemia.
2. Mengurangi asupan garam. Di negara kita, makanan tinggi garam dan lemak
merupakan makanan tradisional pada kebanyakan daerah. Tidak jarang pula
pasien tidak menyadari kandungan garam pada makanan cepat saji, makanan
kaleng, daging olahan dan sebagainya. Tidak jarang, diet rendah garam ini
juga bermanfaat untuk mengurangi dosis obat antihipertensi pada pasien
hipertensi derajat ≥ 2. Dianjurkan untuk asupan garam tidak melebihi 2 gr/
hari.
3. Olah raga. Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 – 60 menit/
hari, minimal 3 hari/ minggu, dapat menolong penurunan tekanan darah.
Terhadap pasien yang tidak memiliki waktu untuk berolahraga secara khusus,
sebaiknya harus tetap dianjurkan untuk berjalan kaki, mengendarai sepeda
atau menaiki tangga dalam aktifitas rutin mereka di tempat kerjanya
4. Mengurangi konsumsi alcohol. Walaupun konsumsi alcohol belum menjadi
pola hidup yang umum di negara kita, namun konsumsi alcohol semakin hari
semakin meningkat seiring dengan perkembangan pergaulan dan gaya hidup,
terutama di kota besar. Konsumsi alcohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria
atau 1 gelas per hari pada wanita, dapat meningkatkan tekanan darah.

8
5. Dengan demikian membatasi atau menghentikan konsumsi alcohol sangat
membantu dalam penurunan tekanan darah. Berhenti merokok. Walaupun hal
ini sampai saat ini belum terbukti berefek langsung dapat menurunkan
tekanan darah, tetapi merokok merupakan salah satu faktor risiko utama
penyakit kardiovaskular, dan pasien sebaiknya dianjurkan untuk berhenti
merokok.

 Terapi farmakologi
Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai bila pada
pasien hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah
setelah > 6 bulan menjalani pola hidup sehat dan pada pasien dengan hipertensi
derajat ≥ 2. Beberapa prinsip dasar terapi farmakologi yang perlu diperhatikan
untuk menjaga kepatuhan dan meminimalisasi efek samping, yaitu :
1. Bila memungkinkan, berikan obat dosis tunggal
2. Berikan obat generic (non-paten) bila sesuai dan dapat mengurangi biaya
3. Berikan obat pada pasien usia lanjut ( diatas usia 80 tahun ) seperti pada usia
55 – 80 tahun, dengan memperhatikan faktor komorbid
4. Jangan mengkombinasikan angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-i)
dengan angiotensin II receptor blockers (ARBs)
5. Berikan edukasi yang menyeluruh kepada pasien mengenai terapi farmakologi
6. Lakukan pemantauan efek samping obat secara teratur.

Algoritme tatalaksana hipertensi yang direkomendasikan berbagai


guidelines memiliki persamaan prinsip, dan dibawah ini adalah algoritme
tatalaksana hipertensi secara umum, yang disadur dari A Statement by the
American Society of Hypertension and the International Society of
Hypertension2013;

9
 Terapi Kombinasi
Rasional kombinasi obat antihipertensi:
Ada 6 alasan mengapa pengobatan kombinasi pada hipertensi dianjurkan:
1. Mempunyai efek aditif
2. Mempunyai efek sinergisme
3. Mempunyai sifat saling mengisi
4. Penurunan efek samping masing-masing obat
5. Mempunyai cara kerja yang saling mengisi pada organ target tertentu
6.Adanya “fixed dose combination” akan meningkatkan kepatuhan pasien
(adherence)

Fixed-dose combination yang paling efektif adalah sebagai berikut:


1. Penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI) dengan diuretik
2. Penyekat reseptor angiotensin II (ARB) dengan diuretik
3. Penyekat beta dengan diuretik
4. Diuretik dengan agen penahan kalium
5. Penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI) dengan antagonis
kalsium
6. Agonis α-2 dengan diuretik
7. Penyekat α-1 dengan diuretic

2.5 Obat-Obat Antihipertensi


Kelas Nama obat Dosis Freq. Komentar
lazim Pemberia
(mg/hari) n

10
Diuretik Pemberian pagi hari
Klortalidon 6.25-25 1 untuk menghindari
Tiazid Hidroklorotiazid 12.5-50 1 diuresis malam hari,
Indapamide sebagai antihipertensi
Metolazone 1.25-2.5 1 gol.tiazid lebih efektif
0.5 1 dari diuretik loop kecuali
pada pasien dengan GFR
rendah (± ClCr<30
ml/min); gunakan dosis
lazim untuk mencegah
efek samping metabolik,;
hiroklorotiazid (HCT)
dan klortalidon lebih
disukai, dengan dosis
efektif maksimum 25
mg/hari; klortalidon
hampir 2 kali lebih kuat
Bumetanide dibanding HCT;
Furosemide 0.5-4 2 keuntungan tambahan
Loop Torsemide 20-80 2 untuk
5 1 pasien osteoporosis;
monitoring
tambahan untuk
pasien dengan
Triamteren sejarah pirai atau
Triamteren/ 50-100 1 atau hiponatremia
Penahan HCT 37.5-75/ 2
kalium 25-50 1 Pemberian pagi dan
sore untuk mencegah
diuresis malam hari;
dosis lebih tinggi
mungkin diperlukan
untuk pasien dengan
GFR sangat rendah
atau gagal jantung

Pemberian pagi dan sore


untuk mencegah diuresis
malam hari; diuretik
lemah, biasanya
dikombinasi dengan
diuretik tiazid untuk
meminimalkan

11
Kelas Nama Obat Dosis Freq Komentar
lazim
mg/hari
Antagonis Eplerenone 50-100 1 atau 2 Pemberian pagi dan sore untuk
Aldosteron Spironolakton 25-50 1 mencegah diuresis malam
Spironolakton/HCT 25-50/25- hari; diuretic ringan biasanya
50 di kombinasi dengan tiazid
untuk meminimalkan
hipokalemia; karena
hipokalemia dengan diuretic
tiazid dosis rendah tidak
lazim, obat-obat ini biasanya
dipakai untuk pasien-pasien
yang mengalami diuretic-
induced hipokalemia; hindari
pada pasien dengan penyakit
ginjal kronis (± ClCr < 30ml/
min); dapat menyebabkan
hiperkalemia, terutama kombi
nasi dengan ACEI, ARB, atau
suplemen kalium)

ACE inhibitor Benazepril 10-40 1 atau 2 Dosis awal harus dikurangi


Captopril 12.5-150 2 atau 3 50% pada pasien yang sudah
Enalapril 5-40 1 atau 2 dapat diuretik, yang
Fosinopril 10-40 1 kekurangan cairan, atau sudah
Lisinoril 10-40 1 tua sekali karena resiko
Moexipril 7.5-30 1 atau 2 hipotensi; dapat menyebabkan
Perindopril 4-16 1 hiperkalemia pada pasien
Quinapril 10-80 1 atau 2 dengan penyakit ginjal kronis
Ramipril 2.5-10 1 atau 2 atau pasien yang juga
Trandolaapril 1-4 mendapat diuretik penahan
Tanapres kalium, antagonis aldosteron,
atau ARB; dapat menyebabkan
gagal ginjal pada pasien
dengan renal arteri stenosis;
jangan digunakan pada
perempuan hamil atau pada
pasien dengan sejarah
angioedema

12
Penyekat Kandesartan 8-32 1 atau 2 Dosis awal harus dikurangi
reseptor Eprosartan 600-800 1 atau 2 50% pada pasien yang sudah
angiotensin Irbesartan 150-300 1 dapat diuretik, yang
Losartan 50-100 1 atau 2 kekurangan cairan, atau sudah
Olmesartan 20-40 1 tua sekali karena resiko
Telmisartan 20-80 1 hipotensi; dapat menyebabkan
Valsartan 80-320 1 hiperkalemia pada pasien
dengan penyakit ginjal kronis
atau pasien yang juga
mendapat diuretik penahan
kalium, antagonis aldosteron,
atau ACEI; dapat
menyebabkan gagal ginjal
pada pasien dengan renal arteri
stenosis; tidak menyebabkan
batuk kering seperti ACEI,;
jangan digunakan pada
perempuan hamil
Penyekat beta Kardioselektif
Atenolol 25-100 1 Pemberhentian tiba-tiba dapat
Betaxolol 5-20 1 menyebabkan rebound
Bisoprolol 2.5-10 1 hypertension; dosis rendah s/d
Metoprolol 50-200 1 sedang menghambat reseptor
50-200 1 β1, pada dosis tinggi
menstimulasi reseptor β2;
dapat menyebabkan
eksaserbasi asma bila
selektifitas hilang; keuntungan
tambahan pada pasien dengan
atrial tachyarrythmia atau
preoperatif hipertensi
Nonselektif
Nadolol 40-120 1 Pemberhentian tiba-tiba dapat
Propranolol 160-480 2 menyebabkan rebound
Propranolol LA 80-320 1 hypertension, menghambat
Timolol reseptor β1 dan β2 pada semua
Sotalol dosis; dapat memperparah
asma; ada keuntungan
tambahan pada pasien dengan
essensial tremor, migraine,
tirotoksikosis

13
Obat-obat antihipertensi alternatif
Kelas Nama Obat Dosis Freq/ Komentar
lazim hari
Mg/hari
Penyekat alfa-1 Doxazosin 1-8 1 Dosis pertama harus diberikan
Prazosin 2-20 2 atau 3 malam sebelum tidur;
Terazosin 1-20 1 atau 2 beritahu pasien untuk berdiri
perlahan-lahan dari posisi
duduk atau berbaring untuk
meminimalkan resiko
hipotensi ortostatik;
keuntungan tambahan untuk
laki-laki dengan BPH
(benign prostatic
Agonis sentral Klonidin 01-0.8 2 hyperplasia)
α-2 Metildopa 250-1000 2 Pemberhentian tiba-tiba dapat
menyebabkan rebound
hypertension; paling efektif
bila diberikan bersama
diuretik untuk mengurangi
Antagonis Reserpin 0.05-0.25 retensi cairan.
Adrenergik Gunakan dengan diuretik untuk
Perifer mengurangi retensi cairan
Vasodilator Minoxidil 10-40 1 atau 2 Gunakan dengan diuretic dan
arteri langsung Hidralazin 20-100 2 atau 4 penyekat beta untuk
mengurangi retensi cairan
dan refleks takhikardi

Obat yang digunakan untuk terapi hipertensi. Pemilihan obat


antihipertensi bergantung pada indikasi maupun kontraindikasi yang sesuai untuk
pasien; beberapa indikasi dan kontraindikasi dari berbagai obat antihipertensi
adalah sebagai berikut:
1. Tiazid terutama diindikasikan untuk hipertensi pada, kontraindikasi pada
gout.
2. Beta bloker, meskipun tidak lagi disukai untuk pengobatan awal hipertensi
tanpa komplikasi, indikasi yang lain meliputi infark miokard, angina;
kontraindikasi meliputi asma, blokade jantung.

14
3. Penghambat ACE, indikasi meliputi gagal jantung, disfungsi ventrikel kiri
dan nefropati akibat diabetes; kontraindikasi meliputi penyakit renovaskular
dan kehamilan.
4. Antagonis reseptor angiotensin II ,merupakan alternatif untuk pasien yang
tidak dapat mentoleransi penghambat ACE karena efek samping batuk kering
yang menetap, namun antagonis reseptor Angiotensin II mempunyai beberapa
kontraindikasi yang sama dengan penghambat ACE.
5. Antagonis kalsium. Terdapat perbedaan yang penting antara berbagai
antagonis kalsium, Antagonis kalsium dihidropiridin bermanfaat dalam
hipertensi sistolik pada lansia apabila tiazid dosis rendah dikontraindikasikan
atau tidak dapat ditoleransi (lihat keterangan di bawah). Antagonis kalsium
“penggunaan terbatas” (misalnya diltiazem, verapamil) mungkin bermanfaat
pada angina; kontraindikasi meliputi gagal jantung dan blokade jantung.
6. Alfa bloker, indikasi yang mungkin adalah prostatism; kontraindikasi pada
inkontinensia urin.

Kelas terapi obat yang dapat digunakan pada anak-anak dengan hipertensi
meliputi penghambat ACE, alfa bloker, beta bloker, antagonis kalsium, dan
diuretika Informasi mengenai penggunaan antagonis reseptor angiotensin II pada
anak-anak masih terbatas. Diuretika dan beta bloker mempunyai riwayat efikasi
dan keamanan yang cukup pada anak-anak. Obat antihipertensi generasi terbaru,
meliputi penghambat ACE dan antagonis kalsium telah diketahui aman dan
efektif pada studi jangka pendek pada anak-anak. Pada hipertensi yang sulit
diatasi dapat diberikan tambahan obat seperti minoksidil atau klonidin.

Obat antihipertensi tunggal seringkali tidak cukup dan obat antihipertensi


yang lain biasanya ditambahkan secara bertahap sampai hipertensi dapat
dikendalikan. Kecuali apabila diperlukan penurunan tekanan darah dengan segera,

15
diperlukan interval waktu pemberian sekurang-kurangnya 4 minggu untuk
menentukan respons.

Terapi antihipertensi pada anak-anak sebaiknya dimulai dengan terapi


tunggal dalam dosis terendah dari dosis yang dianjurkan; lalu ditingkatkan sampai
tekanan darah yang diinginkan sudah tercapai. Apabila dosis tertinggi dari dosis
anjuran sudah digunakan, atau segera setelah pasien mengalami efek samping
obat, antihipertensi yang lain dapat ditambahkan apabila tekanan darah belum
dapat dikendalikan. Apabila diperlukan lebih dari satu jenis obat antihipertensi,
sebaiknya yang diberikan adalah produk yang terpisah (tidak dalam satu sediaan)
karena pengalaman dokter spesialis anak dalam menggunakan produk kombinasi
tetap masih terbatas.

Respons pengobatan dengan obat antihipertensi dapat dipengaruhi oleh


usia pasien dan latar belakang suku (etnis). Penghambat ACE maupun antagonis
reseptor angiotensin II kemungkinan merupakan obat awal yang paling sesuai
pada pasien Kaukasian muda. Pasien Afro-Karibia dan pasien yang berusia lebih
dari 55 tahun mempunyai respon yang kurang baik terhadap obat-obat ini dan
tiazid maupun antagonis kalsium merupakan pilihan untuk pengobatan awal.

Untuk pengobatan rutin hipertensi tanpa komplikasi, beta bloker


sebaiknya dihindari pada pasien dengan diabetes, atau pada pasien dengan risiko
tinggi menderita diabetes, terutama apabila beta bloker dikombinasikan dengan
diuretika tiazid.

Pada keadaan dimana dua obat antihipertensi diperlukan, penghambat


ACE atau antagonis reseptor angiotensin II dapat dikombinasikan dengan
tiazid atau antagonis kalsium. Apabila pemberian 2 jenis obat masih belum dapat
mengontrol tekanan darah, tiazid dan antagonis kalsium dapat ditambahkan.
Penambahan alfa bloker, spironolakton, diuretika yang lain maupun beta-bloker

16
sebaiknya dipertimbangkan pada hipertensi yang resisten. Pada pasien dengan
hiperaldosteronisme primer digunakan, spironolakton.

 Antihipertensi Kerja Sentral

GUANFASIN
Indikasi: 

hipertensi kronik. Pemberian diuretika secara bersamaan akan meningkatkan efek


antihipertensi.

Peringatan: 

mirip dengan klonidin. Fenomena hipertensi rebound karena penghentian


penggunaan klonidin jarang terjadi dibandingkan dengan klonidin.
Kontraindikasi: 

mirip dengan klonidin. Fenomena hipertensi rebound karena penghentian


penggunaan klonidin jarang terjadi dibandingkan dengan klonidin.
Efek Samping: 

mirip dengan klonidin. Fenomena hipertensi rebound karena penghentian


penggunaan klonidin jarang terjadi dibandingkan dengan klonidin.
Dosis: 

harus dititrasi secara hati-hati untuk mendapatkan respons terapetik optimal dan
efek samping minimal. Dewasa: dosis awal 1 mg sebelum tidur, dosis dapat
ditingkatkan secara bertahap hingga 3 mg/hari.

KLONIDIN HIDROKLORIDA
Indikasi: 

17
Hipertensi; migrain.

Peringatan: 

Penghentian harus dilakukan bertahap untuk menghindari hipertensif krisis;


sindrom Raynaud atau penyakit penyumbatan vaskular periferal oklusif lainnya;
riwayat depresi; hindari pada porfiria; kehamilan, menyusui.
Interaksi: 

lihat lampiran 1 (klonidin).
Mengemudi. Rasa mengantuk bisa mempengaruhi kinerja tugas yang
memerlukan konsentrasi (misalnya mengemudi); efek alkohol dapat meningkat.

Efek Samping: 

mulut kering, sedasi, depresi, retensi cairan, bradikardia, fenomena Raynaud,


sakit kepala, pusing, eforia, tidak bisa tidur, ruam kulit, mual, konstipasi,
impotensi (jarang).
Dosis: 

oral, 50-100 mcg 3 kali sehari dinaikkan setiap hari kedua atau ketiga; dosis
maksimum sehari biasanya 1,2 mg.
Injeksi intravena lambat perlahan, 150-300 mcg; maksimum 750 mcg dalam 24
jam.

METILDOPA
Indikasi: 

18
hipertensi, bersama dengan diuretika; krisis hipertensi jika tidak diperlukan efek
segera.

Peringatan: 

riwayat gangguan hati; gangguan ginjal; hasil positif uji Coomb langsung yang


dapat terjadi pada hingga 20% pasien (bisa mempengaruhi blood cross-
matching); mempengaruhi hasil uji laboratorium, menurunkan dosis awal pada
gagal ginjal; disarankan untuk melakukan hitung darah dan uji fungsi hati;
riwayat depresi.
Interaksi: 

lihat lampiran 1 (metildopa).
Mengemudi. Rasa mengantuk bisa mempengaruhi kinerja tugas-tugas yang
memerlukan keahlian (misalnya mengemudi); efek alkohol dapat meningkat.

Kontraindikasi: 

depresi, penyakit hati aktif, feokromositoma; porfiria.

Efek Samping: 

gangguan saluran cerna, stomatis, mulut kering, sedasi, depresi, mengantuk,


diare, retensi cairan, gangguan ejakulasi, kerusakan hati, anemia hemolitik,
sindrom mirip lupus eritematosus, parkinsonismus, ruam kulit, hidung tersumbat.

Dosis: 

oral, 250 mg 2-3 kali/hari, secara bertahap dinaikkan dengan selang waktu 2 hari
atau lebih; dosis maksimum sehari 3 g;
Pasien lanjut usia, dosis awal 125 mg dua kali/hari, dinaikkan secara bertahap;
dosis maksimum sehari 2 g (lihat juga keterangan di atas).

19
Infus intravena, metildopa hidroklorida 250-500 mg, diulangi setelah enam jam
jika diperlukan.
MOKSONIDIN
Indikasi: 

hipertensi ringan hingga sedang.

Peringatan: 

hindari penghentian penggunaan secara mendadak (jika pemberian bersamaan


dengan beta-bloker harus dihentikan, hentikan beta bloker terlebih dahulu,
kemudian moksonidin setelah beberapa hari); sensitif terhadap munculnya
glaukoma sudut sempit; gangguan fungsi ginjal (Lampiran 3).

Interaksi: 

lihat lampiran 1 (moksonidin).
Kontraindikasi: 

riwayat angioedema, gangguan konduksi (sindroma sinus, sinoatrial block, AV


block derajat dua atau tiga); bradikardi; aritmia yang mengancam jiwa; gagal
jantung berat; penyakit arteri koroner berat, angina tidak stabil, penyakit hati
berat atau gangguan ginjal berat; sindroma Raynaud, klaudikasi sementara,
epilepsi, depresi, penyakit Parkinson, kehamilan (lampiran 4); menyusui
(lampiran 5).
Efek Samping: 

mulut kering, sakit kepala, letih, pusing, mual, gangguan tidur (jarang terjadi,
sedasi), astenia, vasodilatasi; jarang, reaksi kulit; sangat jarang, glaukoma sudut
sempit.
Dosis: 

20
200 mcg satu kali sehari pada pagi hari, jika perlu ditingkatkan setelah 3 minggu
menjadi 400 mcg sehari dengan 1-2 kali dosis terbagi; maksimal 600 mcg sehari
dalam 2 dosis terbagi (maksimal dosis tunggal 400 mcg).

21
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hipertensi ialah suatu kondisi dimana terjadi kenaikan tekanan darah sistolik
mencapai angka diatas sama dengan 140 mmHg dan diastolik diatas sama dengan
90 mmHg.
Terdapat beberapa klasifikasi hipertensi :
Berdasarkan penyebab :Hipertensi Primer/Hipertensi Esensial, Hipertensi
Sekunder/Hipertensi Non Esensial
Berdasarkan bentuk Hipertensi Hipertensi diastolik {diastolic hypertension},
Hipertensi campuran (sistol dan diastol yang meninggi), Hipertensi sistolik
(isolated systolic hypertension).
Jenis hipertensi yang lain: Hipertensi Pulmonal, Hipertensi Pada Kehamilan.
Obat yang digunakan untuk terapi hipertensi bergantung pada indikasi
maupun kontraindikasi yang sesuai untuk pasien, sebagai berikut : Tiazid, Beta
bloker, Penghambat ACE, Antagonis reseptor angiotensin II , Antagonis
kalsium.  Alfa bloker.

22
DAFTAR PUSTAKA

Yonata, Ade., & Pratama, Arif Satria Putra. 2016. Hipertensi Sebagai Faktor
Pencetus Terjadinya Stroke. Kedokteran, Universitas Lampung, Lampung.

PERKI, 2015, Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular, edisi


pert., Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, Jakarta.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014, Infodatin Hipertensi, Jakarta.


Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006, Pharmaceutical Care untuk


Penyakit Hipertensi, Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Jakarta.

BPOM, 2008, Informatorium Obat Nasional Indonesia, Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia, Jakarta

23

Anda mungkin juga menyukai