Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang


Kegiatan konsumsi memainkan peranan sentral dalam performa ekonomi suatu
Negara. Suatu kegiatan konsumsi yang relatif tinggi terhadap pendapatan
mengidentifikasikan bahwa investasi yang rendah dan pertumbuhan yang lambat dan
penghematan yang tinggi menuntun pada invesatsi tinggi dan pertumbuhan cepat.
Interkasi antara pengeluaran dan pendapatan memainkan peran yang sangat berbeda
selama ekspansi dan kontraksi siklus bisnis. Ketika kondisi-kondisi ekonomi
memberikan kenaikan terhadap konsumsi dan investasi yang berkembang dengan cepat,
maka hal ini akan meningkatkan total pengeluaran atau permintaan agregat, menaikkan
output dan lapangan kerja dalam jangka pendek. Ledakan ekonomi Amerika Serikat
pada akhir tahun 1990-an terutama disulut oleh pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam
pengeluaran konsumen. Dan ketika konsumsi jatuh karena pajak yang lebih tinggi atau
hilangnya kepercayaan konsumen seperti yang terjadi di jepang pada tahun 1990-an, ini
cenderung mengurangi total pengeluaran dan menyebabkan resesi.
Oleh karena itu sesuatu hal yang sangat penting untuk mempelajari perilaku
konsumen untuk memahami baik siklus bisnis jangka-pendek maupun pertumbuhan
ekonomi jangka-panjang. Dalam jangka pendek, konsumsi merupakan komponen utama
dari keseluruhan pembelanjaan. Ketika konsumsi berubah secara tajam, perubahan itu
mungkin mempengaruhi output dan lapangan kerja melalui dampaknya tehadap
keseluruhan permintaan.
Selain itu perilaku konsumsi penting karena apa yang tidak dikonsumsi tersedia
untuk negara untuk investasi dalam barang-barang kapital baru; kapital berfungi sebagai
penggerak di belakang pertumbuhan ekonomi jangka-panjang dan oleh karena itu, studi
perilaku konsumsi merupakan kunci untuk memahami sebagian faktor pertumbuhan
ekonomi dan siklus bisnis.
1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan
makalah ini adalah sebagai berikut: “ Apakah Konsep Teori Perilaku Konsemuen?”.
Masalah konsep teori perilaku konsumen tersebut menjadi beberapa pertanyaan
sebagai berikut:
a.         Apa alasan para pembeli/konsumen untuk membeli lebih banyak barang pada harga
rendah dan mengurangi pembelianya pada harga tinggi?
b.        Bagaimana seseorang konsumen menentukan jumlah dan komposisi dari barang yang
akan dibeli dari pendapatan yang diperolehnya?
c.         Kapan konsumen akan mencapai kepuasan maksimum?
d.        Apa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam proses konsumsi?
e.         Bagaimana pola konsumen membelanjakan pendapatannya?

1.3    Tujuan Penulisan


a.        Menambah ilmu pengetahuan untuk para pembaca dan pengkaji tentang konsep “Teori
Perilaku Konsumen”.
b.        Menambah pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen.
c.         Menambah pengetahuan bagaimana pola konsumen membelanjakan pendapatannya.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Pengertian Perilaku Konsumen


Konsumsi adalah pengeluaran oleh rumah tangga atas barang dan jasa. Elemen-
elemen pokok dari konsumsi di antara yang paling penting adalah perumhan, kendaraan
bermotor, makanan, dan perawatan medis. Ilmu statistik menunjukkan bahwa ada
keteraturan yang dapat diramalkan dalam cara orang-orang mengalokasikan pengeluaran
mereka antara makanan, pakaian dan hal-hal pokok lainya.
Sejumlah pertanyaan muncul saat kita berbicara tentang kegiatan konsumen
untuk membeli, kita tidak tahu mengapa orang-orang membeli suatu produk baru,
keinginan apa yang mereka penuhi dan penjelasan-penjelasan yang mungkin ada secara
psikologis dan sosiologi mengenai mengapa konsumen membeli satu produk dan bukan
produk lainya. Hal inilah yang membuat kita perlu untuk mengetahui dan mempelajari
segala hal tentang perilaku konsumen dalam kegiatan konsumsi. Teori tingkah laku
konsumen menerangkan tentang perilaku konsumen di pasaran, yaitu menerangkan
sikap konsumen dalam membeli dan memilih barang yang akan dibelinya. Teori ini
dikembangkan dalam dua bentuk: teori utility dan analisis kepuasan sama.
Perilaku konsumen timbul karena adanya kendala dalam keterbatasan
pendapatan di satu sisi dan di sisi lain adanya keinginan untuk mengkonsumsi barang
dan jasa sebanyak-banyaknya. Pada intinya yang akan dijelaskan dalam teori perilaku
konsumen adalah bagaimana fungsi permintaan konsumen itu berbentuk dan lebih
jelasnya kapan kepuasan konsumen itu tercapai. Teori perilaku konsumen pada dasarnya
menjelaskan bagaimana konsumen itu mendayagunakan sumber daya yang ada (uang)
dalam rangka memuaskan kebutuhan/keinginan dari satu atau lebih produk. Penilaian
kepuasan umumnya bersifat subjektif baik bagi pemakai langsung maupun bagi penilai.
Jadi, Perilaku konsumen adalah studi dari proses keputusan mengapa konsumen dapat
membeli dan mengkonsumsi produk-produk  (RW.Griffin & RJ. Ebert, 2003:366).
2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
Menurut judul salah satu studi klasik, kita termasuk ke dalam “social animals”.
Jadi, untuk memahami perilaku konsumen bergantung pada psikologi dan sosiologi.
Hasilnya berfokus pada empat bidang yang menjadi pengaruh utama terhadap perilaku
konsumen: psikologis, pribadi, sosial, dan budaya (RW.Griffin & RJ. Ebert, 2003:366)
a.         Pengaruh psikologis mencakup motivasi, presepsi, kemampuan belajar, dan sikap
perseorangan.
b.        Pengaruh pribadi mencakup gaya hidup, kepribadian, dan status ekonomi.
c.         Pengaruh sosial mencakup keluarga, pendapat pemimpin (orang yang pendapatnya
diterima oleh orang lain), dan kelompok referensi lainya seperti teman, rekan sekerja,
dan rekan seprofesi.
d.        Pengaruh budaya mencakup budaya (“cara hidup” yang membedakan satu kelompok
besar dengan kelompok lainya), subkultur (kelompok yang lebih kecil, seperti kelompok
etnis yang memilliki nilai-nilai bersama), dan kelas sosial (kelompok-kelompok
berdasarkan peringkat budaya menurut kriteria seperti latar belakang, pekerjaan, dan
pendapatan.
Walaupun seluruh faktor itu dapat berdampak besar pada pilihan konsumen,
dampk faktor-faktor itu terhadap pembelian aktual beberapa produk menjadi sangat 
lemah atau dapat diabaikan. Beberpa konsumen, misalnya, memperlihatkan loyalitas
terhadap merek (Brand Loyalty) tertentu, yang berarti mereka secara rutin membeli
produk-produk karena mereka puas atas kinerja merek produk itu.
3.  Pendekatan Teroi Tingkah Laku Konsumen
Terdapat dua pendekatan terkait dengan perilaku konsumen, yaitu pendekatan
niali guna (utility) kardinal dan pendekatan niali guna ordinal. Dalam pendekatan niali
guna kardinal dianggap manfaat atau kenikmatan yang diperoleh seorang konsumen
dapat dinyatakan secara kualitatif. Nilai guna total dapat diartikan sebagai jumlah
seluruh kepuasan yang diperoleh dari mengkonsumsi sejulah barang tertentu. Sedangkan
nilai guna marginal berarti penambahan (atau pengurangan) kepuasan sebagai akibat dan
pertambahan (atau pengurangan) penggunaan satu unit barang tertentu.
2.3.1 Pendekatan Kardinal
Pendekatan kardinal memberikan penilaian bersifat subyektif akan pemuasan
kebutuhan dari suatu barang, artinya tinggi rendahnya suatu barang tergantung sudut
pandang subyek yang memberikan penilaian tersebut, yang biasanya berbeda penilain
dengan orang lain.
Pendekatan ini merupakan gabungan dari beberapa pendapat para ahli ekonomi
aliran subyektif dari Austria seperti: Karl Menger, Hendrik Gossen, Yeavon, dan Leon
Walras. Menurut pendekatan ini daya guna dapat diukur dengan satuan uang atau util,
dan tinggi rendahnya nilai atau daya guna bergantung kepada subyek yang menilai.
Dalam pendekatan ini akan banyak didasari oleh suatu hukum dari tokoh
terkenal, Gossen, yaitu hokum Gossen.
  Hukum Gossen I menyatakan bahwa jika kebutuhan seseorang dipenuhi terus-menerus
maka kepuasanya akan semakin menurun.
  Hukum Gossen II menyatakan bahwa orang akan memenuhi berbagai kebutuhanya
sampai mencapai intensitas yang sama. Intensitas yang sama itu ditunjukkan oleh rasio
antara marginal utility  dengan harga dari barang yang satu dengan rasio marginal utility
dengan harga barang yang lain.

Hipotesis utama teori niali guna atau lebih dikenal sebagai hukum nilai guna
marginal yang semakin menurun, menyatakan bahwa tambahan nilai guna yang akan
diperoleh seseorang dari mengkonsumsikan satu barang  akan menjadi semakin sedikit
apabila orang tersebut terus-menerus menambah konsumsinya pada barang tersebut.                                
Dalam hal pemaksimuman nilai guna total, syarat pemaksimuman nilai guna
adalah jika konsumen berada dalam keadaan sebagai berikut: (Sadono Sukirno,
2005:130)
1.        Seseorang akan memaksimumkan niali guna dari barang-barang yang
dikonsumsikannya apabila perbandingan nilai guna marginal berbagai barang tersebut
adalah sama dengan perbandingan harga-harga barang tersebut.
2.        Seseorang akan memaksimumkan niali guna dari barang-barang yang
dikonsumsikannya apabila nialu guna marginal untuk setiap rupiah yang dikeluarkan
adalah sama untuk setiap barang yang dikonsumsikan.
Dalam pendekatan teori tingkah laku konsumen melelui pendekatan kardinal
terdapat  sejumlah asumsi yang mesti berlaku. Berikut beberapa asumsi dari pendekatan
ini yang harus terpenuhi adalah: (Dr. Eeng Ahman M.S dan  Yana Rohmana S.pd,
2007: XX )
a.         Daya guna diukur dalam satuan uang/util.
b.         Konsumen bersifat rasioanal, artinya konsumen bertujuan memaksimalkan kepuasan
dengan batasan pendapatanya.
c.         Diminishing marginal utility, artinya tambahan utilitas yang diperoleh konsumen makin
menurun dengan bertambahnya konsumsi dari komoditas tersebut.
d.        Pendapatan konsumen tetap.
e.         Constan marginal utility of money (daya guna marginal dari uang tetap)
f.          Total utility adalah additive (melengkapi) dan independent (sendiri atau tidak terikat)
g.         Barang normal dan periode konsumsi berdekatan

Walaupun pendekatan ini telah berhasil menyusun formulasi fungsi permintaan


secara baik tetapi pendekatan ini masih dianggap mempunyai beberapa kelemahan.
Kelemahan dan kritik terhadap pendekatan ini antara lain: (Tati Joerson & M.Fathorrozi,
2003:50)
1.         Sifat subyektif dari daya guna dan tidak adanya alat ukur yang tepat dan sesuai.
2.         Constan marginal utility of money, semakin banyak memiliki uang maka penilaian
terhadap uang itu semakin rendah.
3.         Diminishing marginal utility sangat sulit diterima sebagai aksioma, sebab penilaian dari
segi psikologis yang sangat sukar.
2.3.2 Pendekatan Ordinal

Dalam pendekatan Ordinal daya guna suatu barang tidak perlu diukur, cukup untuk
diketahui dan konsumen mampu membuat urutan tinggi rendahnya daya guna yang
diperoleh dari mengkonsumsi sekelompok barang. Dasar dari pemikiran dari pendekatan
ini adalah semakin banyak barang yang dikonsumsi semakin memberikan kepuasaan
terhadap konsumen. Dalam menganalisa tingkat kepuasan dalam pendekatan ini
digunakan kurva Indifferen (indifferent Curve) yang menunjukkan kombinasi konsumsi
dua macam barang yang memberikan tingkat kepuasan yang sama dan garis anggaran
(Budget line) yang menunjukkan berbagai kombinasi dari dua macam barang yang
berbeda yang dapat dibeli oleh konsumen dengan pendapatan yang terbatas.
Seperti halnya pendekatan tingkah laku konsumen melalui pendekatan kardinal,
pendekatan teori tingkah laku konsumen melalui pendekatan ordinal juga memiliki
sejumlah asumsi yang mesti berlaku. Beberapa asumsi yang harus ada pada pendekatan
ordinal ini  adalah: (Dr. Eeng Ahman M.S dan  Yana Rohmana S.pd, 2007: XX )
1.         Konsumen Rasional
2.         Konsumen mempunyai pola preferensi terhadap barang yang disusun berdasarkan
urutan besar kecilnya daya guna.
3.         Konsumen mempunyai sejumlah uang tertentu
4.         Konsumen selalu berusaha mencapai kepuasan maksimum
5.         Konsumen konsisten
6.         Berlaku hukum transiti
2.4    Efek-Efek Perubahan Harga, Pendapatan, dan Substitusi Terhadap Perilaku  Konsumen
 Perilaku konsumen dalam kegiatan pembelian sering dipengarugi oleh beberapa
faktor ekonomi dari segi mikro ekonomi, misalnya perubahan harga, perubahan
pendapatan dan substitusi. Oleh karena, ketika faktor-faktor tersebut berubah maka
relatif pola perilaku konsumen dalam proses kegiatan konsumsi juga mengalai
perubahan
2.4.1   Efek Perubahan Harga
Konsekuensi yang paling menarik dari suatu perubahan yang dihadapi oleh
konsumen adalah efek harga. Di sini, harga-harga barang yang kita bicarakan relatif
berubah tetapi tidak ada variasi kompensasi pendapatan. Oleh karena itu, pendapatan
nyata konsumen bisa naik atau turun. Pendapatanya dalam bentuk uang memberikan
kepuasan yang lebih besar atau lebih kecil daripada sebelumnya karena harga-harga
telah berubah.
 Kita telah melihat bagaimana seorang konsumen dengan keinginan-keinginan
tertentu dan penghasilan yang tetap menentukan barang-barang apa yang harus dibeli
dan berapa banyak. Berdasarkan asumsi pokok tentang rasionalitas konsumen akan
berusaha mencapai posisi ekuilibrium baru sehingga ia bisa mencapai kepuasan yang
maksimal. Berbagai macam cara konsumen menghadapi suatu perubahan situasi. Ada
tiga perubahan penting yang mempengaruhi ekuilibrium pada suatu kurva indiferensi,
yaitu: 
a.         Ada kemungkinan keadaan konsumen menjadi lebih baik atau lebih buruk karena
pendapatanya berubah tetapi harga-harga tetap konstan. Kebutuhan-kebutuhan
konsumen bisa bertambah atau berkurang sesuai dengan pendapatanya semakin besar
atau kecil untuk dibelanjakan. Akibat-akibat perubahan semacam ini dinamakan efek-
efek pendapatan.
b.        Ada kemungkinan harga-harga berubah tetapi pendapatan konsumen dalam bentuk uang
juga berubah sedemikian rupa dalam waktu yang bersamaan sehingga akibatnya ia tidak
menjadi lebih baik dan juga tidak menjadi lebih buruk. Namun sementara itu, ia akan
merasa lebih baik membeli baranag-barang yang harganya relatif murah lebih banyak
lagi. Ia akan mengganti barang-barang yang harganya relatif mahal dengan barang-
barang yang harganya relatif lebih murah. Akibat perubahan semacam ini disebut efek-
efek substitusi.
c.          Kemungkinan harga dari suatu barang bisa naik atau turun, sedangkan   pendapatan
konstan, sehingga konsumen bisa menjadi lebih buruk atau bisa menjadi lebih baik.
Dalam situasi seperti ini, konsumen tidak hanya harus mengatur kembali pembelianya
berdasarkan efek substitusi. Pendapatan riel-nya, penghasilanya dalam bentuk barang-
barang yang dibelinya, juga harus berubah.

2.4.2    Efek Perubahan Pendapatan


Kalau pendapatan tidak mengalami perubahan maka kenaikan harga
menyebabkan pendaptan riil menjadi semakin sedikit. Dengan perkataan lain,
kemampuan pendapatan yang diterima untuk membeli barang-barang menjadi
bertambah kecil dari sebelumnya. Maka kenaikan harga menyebabkan konsumen
mengurangi jumlah berbagai barang yang dibelinya, termasuk barang yang mengalami
kenaikan harga. Penurunan harga suatu barang menyebabkan pendapatan riil bertambah,
dan ini akan mendorong konsumen menambah jumlah barang yang dibelinya. Akibat
perubahan harga terhadap pendapatan ini, yang disebut efek pendapatan, lebih
memperkuat lagi efek penggantian di dalam mewujudkan kurva permintaan yang
menurun dari kiri atas ke kanan bawah.
Ketika menjelaskan perkaitan antara teori nilai guna dan teori permintaan telah
diuraikan bahwa hukum permintaan yang menyatakan bahwa ceteris paribus kalau harga
naik permintaan berkurang atau sebaliknya kalau harga turun permintaan bertambah,
dapat diterangkan dengan menganilisis dua faktor: faktor efek penggantian dan efek
pendapatan. Dalam uraian itu pada hakikatnya bahwa penurunan harga akan menambah
permintaan karena: (Sadono Sukirno, 2005:130)
  Konsumen lebih banyak mengkonsumsi barang itu dan mengurangi konsumsi barang lain.
  Penurunan harga menambah p-endapatan riil konsumen dan kenaikan pendapatan riil in
nakan menambah konsumsi berbagai barang (efek pendapatan).
Survei  membuktikan arti penting pendapatan setelah pajak sebagai penentu
pengeluaran konsumsi. Konsumsi pada makanan mengalami penurunan sebagai
presentase pendapatan saat pendapatan meningkat. Baik observasi maupun kajian
statistik menunjukkan bahwa tingkat pendapatan setelah pajak saat ini merupakan faktor
sentral yang menentukan konsumsi suatu negara.
Keluaraga-keluarga makin harus membelanjakan pendapatan mereka terutama
pada kebutuhan hidup: makanan dan perumahan. Karena pendapatan meningkat,
pengeluaran atas banyak barang makanan naik. Orang makan lebih banyak dan lebih
baik. Akan tetapi, ada batasan terhadap uang ekstra yang akan dibelanjakan orang pada
makanan ketika pendapatan  mereka naik. Akibatnya, proposi total pengeluaran yang
diberikan untuk makanan menurun saat pendapatan meningkat.
Pengeluaran untuk pakaian, rekreasi, dan kendaraan meningkat lebih banyak dari
yang sebanding untuk pendapatan stelah pajak, sampai pendapatan yang tinggi dicapai.
Pengeluaran untuk barang-barang mewah meningkat dalam proporsi yang lebih besar
daripada pendapatan.

Penelitian yang seksama menunjukkan bahwa para konsumen biasanya memilih


tingkat konsumsi mereka dengan teliti baik untuk pendapatan saat ini maupun prospek
pendapatan jangka-panjang. Agar dapat memahami bagaiman konsumsi bergantung
pada kecenderungan pendapatan jangka-panjang. Para ekonom telah mengembangkan
teori pendapatan-permanen dan hipotesis siklus-hidup.
Pendapatan permanen merupakan tingkat kecenderungan pendapatan; yakni,
pendaptan setelah menghilangkan pengaruh-pengaruh temporer atau sementara. Teori
pendapatan-permanen mengimplikasikan bahwa para konsumen tidak merespon secara
sama kepada semua kejutan pendapatan. Jika perubahan dalan pendapatan nampaknya
permanen, orang mungkin mengkonsumsi bagian yang besar dari peningkatan dalam
pendapatan. Di sisi lain jika perubahan pendapatan jelas bersifat sementara maka suatu
bagian yang signifikan dari pendapatan tambahan mungkin ditabung.
Hipotesis siklus-kehidupan berasumsi bahwa orang menabung pada dasarnya
untuk memuluskan atau melancarkan kegiatan konsumsi mereka selam hidup. Satu
tujuan pentingnya adalah untuk mendapat pendapatan masa pensiun yang mencukupi.
Satu implikasi dari hipotesis siklus-kehidupan adalah bahwa suatu program seperti
jaminan sosial yang memberikan tambahan pendapatan yang dermawan untuk masa
pensiun akan mengurangi tabungan dari para pekerja setengah baya karena mereka tidak
lagi perlu menabung sebanyak untuk masa pensiun.
2.4.3  Efek Pengganti (Substitusi)
Dalam penurunan harga suau barang akan menyebabkan permintaan pada barang
tersebut semakin bertambah banyak. Penurunan harga barang tersebut  mewujudkan
nilai guna marginal per rupiah yang lebih tinggi daripada nilai guna marginal marginal
per rupiah dari barang-barang lainya yang tidak berubah harganya. Maka, karena
membeli barang tersebut akan memaksimumkan nilai guna, permintaan pada barang
tersebut menjadi bertambah banyak apabila haragnya bertambah rendah. Dengan kata
lain bahwa efek penggantian akan menyebabkan konsumsi barang yang telah menjadi
lebih murah dan mengurangi konsumsi barang lain.

   

BAB III
PENUTUP
3.1    Kesimpulan
Kegiatan konsumsi oleh seorang konsumen memainkan peranan sentral dalam
performa ekonomi suatu Negara. Suatu kegiatan konsumsi yang relatif tinggi terhadap
pendapatan mengidentifikasikan bahwa investasi yang rendah dan pertumbuhan yang
lambat dan penghematan yang tinggi menuntun pada invesatsi tinggi dan pertumbuhan
cepat. Oleh karena itu sesuatu hal yang sangat penting untuk mempelajari perilaku
konsumen guna memahami baik siklus bisnis jangka-pendek maupun pertumbuhan
ekonomi jangka-panjang. Dalam jangka pendek, kegiatan konsumsi merupakan
komponen utama dari keseluruhan pembelanjaan.
Terdapat sejumlah faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan pola konsumsi
pada seorang konsumen untuk mencapai kepuasan maksimum, mulai dari perubahan
pendapatan, harga barang  dan substitusi serta faktor lainya dan ketika konsumsi
berubah secara tajam, perubahan itu mungkin mempengaruhi output dan lapangan kerja
melalui dampaknya tehadap keseluruhan permintaan.
3.2    Saran
Berdasarkan isi dari konsep tentang “Teori Perilaku Konsumen” maka studi teori
perilaku konsumen adalah suatu hal yang sangat penting baik bagi para pengusaha,
ekonom, mahasiswa, dosen, guru ataupun pemerintah serta khalayak umum karena
dengan kita mempelajari dan memahami konsep teori dan perilaku konsumen dalam
membelanjakan sejumlah pendapatan yang dimilikinya, maka kita akan mengetahui
sejumlah pemahaman daripada siklus bisnis jangka-pendek maupun pertumbuhan
ekonomi jangka-panjang.
DAFTAR PUSTAKA

Ahman, Eeng dan  Rohmana, Yana. (2007). “Pengantar Teori Ekonomi Mikro”. LAB
EKOP dan KOPERASI UPI
Griffin, Ricky W. dan Ebert Ronald J. (2003). “Bisnis”. Jakarta: Prenhallindo.
Samuelson dan Nordhaus. (2004). “Ilmu Makro Ekonomi. Jakarta: PT. Media Global
Edukasi.
Stoner, Alfred dan Douglas C., Hague   “Teori  Ekonomi”.  Jakarta:  PT. Galia
Indonesia
Sukirno, Sadono. (2005). “Teori Pengantar Mikro Ekonomi”. Jakarta: PT. Raja Grafindo.

Anda mungkin juga menyukai