Pendahuluan
1. Latar Belakang
Pancasila merupakan dasar negara Indonesia yang menjadi panutan setiap bangsa
Indonesia. Bangsa Indonesia yang sebenarnya adalah bangsa Indonesia yang tidak hanya
memahami nilai-nilai dari Pancasila, namun dapat mengimplementasikannya ke dalam kehidupan
sehari-hari. Sebesar apapun masalah yang menimpa tanah ibu pertiwi ini, haruslah dihadapi
dengan rasa kesatuan dan persatuan agar bangsa ini tidak terpecah belah dan menjadi bangsa
yang satu.
Nilai-nilai Pancasila haruslah dipegang teguh oleh setiap bangsa Indonesia. Layaknya kitab
suci, nilai-nilai tersebut jika dimaknai dengan baik akan menuntun kita ke dalam hal-hal yang baik,
ke dalam kemajuan bangsa Indonesia. Kebanyakan dari kita hanya mengetahui sila-sila dari
Pancasila. Namun dalam memaknainya masih kurang sehingga masih banyak pelanggaran-
pelanggaran dan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di negeri ini, salah satunya yaitu
korupsi.
Korupsi merupakan masalah serius yang harus dihadapi oleh bangsa Indonesia. Masih
banyak orang yang sadar bahwa korupsi itu merupakan tindakan menyimpang. Oleh karena itu,
orang-orang tersebut harus dibekali dengan ilmu dan nilai-nilai yang baik agar terhindar dari
tindakan menyimpang. Sebagai bangsa Indonesia, nilai-nilai yang baik tersebut berasal dari 5 sila
Pancasila.
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan
1
Bab II
Tinjauan Pustaka
A. Filsafat Pancasila
Filsafat berasal dari bahasa Yunani “philein” yang berarti cinta dan “shopia” yang berarti
kebijaksanaan. Jadi, filsafat menurut asal katanya berarti cinta akan kebijaksanaan,atau
mencintai kebenaran/pengetahuan. Dengan demikian,filsafat secara sederhana dapat di
artikan sebagai keinginan yang sungguh- sungguh untuk mencari kebenaran yang sejati.
Filsafat merupakan induk dari ilmu pengetahuan menurut J. Gredt dalam bukunya “elementa
philosophiae” filsafat sebagai “ilmu pengetahuan yang timbul dari prinsip – prinsip mencari
sebab musebabnya yang terdalam”.
Menurut Ruslan Abdul Gani,bahwa Pancasila merupakan dasar negara yang lahir dari
cita–cita bersama seluruh bangsa Indonesia. Dikatakan sebagai filsafat,karena Pancasila
merupakan hasil perenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh the founding father
bangsa Indonesia, kemudian di tuangkan dalam suatu sistem yang tepat. Adapun menurut
Notonagoro, filsafat Pancasila memberi pengetahuan dan pengertian ilmiah, yaitu tentang
hakekat Pancasila.
Sebagai dasar negara, Pancasila harus dapat dipertanggung jawabkan secara yuridis
konstitusional (menurut hukum ketatanegaraan), oleh karena itu setiap orang tidak boleh atau
tidak bebas memberikan pengertian/penafsiran menurut pendapatnya sendiri. Pancasila dalam
pengertian ini sering disebut pula sebagai dasar falsafah negara (philosofische grondslag) atau
ideologi negara (staatsidee).
Pancasila yang dikukuhkan dalam sidang I dari BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945
adalah di kandung maksud untuk dijadikan dasar bagi negara Indonesia merdeka. Adapun
dasar itu haruslah berupa suatu filsafat yang menyimpulkan kehidupan dan cita-cita bangsa
dan negara Indonesa yang merdeka. Di atas dasar itulah akan didirikan gedung Republik
Indonesia sebagai perwujudan kemerdekaan politik yang menuju kepada kemerdekaan
ekonomi, sosial dan budaya.
Sidang BPUPKI telah menerima secara bulat Pancasila itu sebagai dasar negara
Indonesia merdeka. Dalam keputusan sidang PPKI kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945
Pancasila tercantum secara resmi dalam Pembukaan UUD RI, Undang-Undang Dasar yang
2
menjadi sumber ketatanegaraan harus mengandung unsur-unsur pokok yang kuat yang
menjadi landasan hidup bagi seluruh bangsa dan negara, agar peraturan dasar itu tahan uji
sepanjang masa.
Oleh karena Pancasila tercantum dalam UUD 1945 dan bahkan menjiwai seluruh isi
peraturan dasar tersebut yang berfungsi sebagai dasar negara sebagaimana jelas tercantum
dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 tersebut, maka semua peraturan perundang-undangan
Republik Indonesia (Ketetapan MPR, Undang-undang, Peraturan Pemerintah sebagai
pengganti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden dan peraturan-
peraturan pelaksanaan lainnya) yang dikeluarkan oleh negara dan pemerintah Republik
Indonesia haruslah pula sejiwa dan sejalan dengan Pancasila (dijiwai oleh dasar negara
Pancasila). Isi dan tujuan dari peraturan perundang-undangan Republik Indonesia tidak boleh
menyimpang dari jiwa Pancasila. Bahkan dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966
ditegaskan, bahwa Pancasila itu adalah sumber dari segala sumber hukum (sumber hukum
formal, undang-undang, kebiasaan, traktaat, jurisprudensi, hakim, ilmu pengetahuan hukum).
Di sinilah tampak titik persamaan dan tujuan antara jalan yang ditempuh oleh
masyarakat dan penyusun peraturan-peraturan oleh negara dan pemerintah Indonesia. Adalah
suatu hal yang membanggakan bahwa Indonesia berdiri di atas fundamen yang kuat, dasar
yang kokoh, yakni Pancasila dasar yang kuat itu bukanlah meniru suatu model yang
didatangkan dari luar negeri. Dasar negara kita berakar pada sifat-sifat dan cita-cita hidup
bangsa Indonesia, Pancasila adalah penjelmaan dari kepribadian bangsa Indonesia, yang
hidup di tanah air kita sejak dahulu hingga sekarang.
Pancasila mengandung unsur-unsur yang luhur yang tidak hanya memuaskan bangsa
Indonesia sebagai dasar negara, tetapi juga dapat diterima oleh bangsa-bangsa lain sebagai
dasar hidupnya. Pancasila bersifat universal dan akan mempengaruhi hidup dan kehidupan
banga dan negara kesatuan Republik Indonesia secara kekal dan abadi.
3
B. Pancasila Sebagai Jiwa Dan Kepribadian Bangsa Indonesia
1) Dasar negara Republik Indonesia, yang merupakan sumber dari segala sumber hukum
yang berlaku di negara kita.
2) Pandangan hidup bangsa Indonesia yang dapat mempersatukan kita serta memberi
petunjuk dalam masyarakat kita yang beraneka ragam sifatnya.
3) Jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia, karena Pancasila memberikan corak yang khas
kepada bangsa Indonesia dan tak dapat dipisahkan dari bangsa Indonesia, serta
merupakan ciri khas yang dapat membedakan bangsa Indonesia dari bangsa yang lain.
Terdapat kemungkinan bahwa tiap-tiap sila secara terlepas dari yang lain bersifat universal,
yang juga dimiliki oleh bangsa-bangsa lain di dunia ini, akan tetapi kelima sila yang
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan itulah yang menjadi ciri khas bangsa
Indonesia.
4) Tujuan yang akan dicapai oleh bangsa Indonesia, yakni suatu masyarakat adil dan makmur
yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara kesatuan
Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam
suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib dan dinamis serta dalam
lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.
5) Perjanjian luhur rakyat Indonesia yang disetujui oleh wakil-wakil rakyat Indonesia menjelang
dan sesudah Proklamasi Kemerdekaan yang kita junjung tinggi, bukan sekedar karena ia
4
ditemukan kembali dari kandungan kepribadian dan cita-cita bangsa Indonesia yang
terpendam sejak berabad-abad yang lalu, melainkan karena Pancasila itu telah mampu
membuktikan kebenarannya setelah diuji oleh sejarah perjuangan bangsa.
Oleh karena itu yang penting adalah bagaimana kita memahami, menghayati dan
mengamalkan Pancasila dalam segala segi kehidupan. Tanpa ini maka Pancasila hanya akan
merupakan rangkaian kata-kata indah yang tertulis dalam Pembukaan UUD 1945, yang
merupakan perumusan yang beku dan mati, serta tidak mempunyai arti bagi kehidupan bangsa
kita.
Apabila Pancasila tidak menyentuh kehidupan nyata, tidak kita rasakan wujudnya dalam
kehidupan sehari-hari, maka lambat laun kehidupannya akan kabur dan kesetiaan kita kepada
Pancasila akan luntur. Mungkin Pancasila akan hanya tertinggal dalam buku-buku sejarah
Indonesia. Apabila ini terjadi maka segala dosa dan noda akan melekat pada kita yang hidup
di masa kini, pada generasi yang telah begitu banyak berkorban untuk menegakkan dan
membela Pancasila.
Akhirnya perlu juga ditegaskan, bahwa apabila dibicarakan mengenai Pancasila, maka
yang kita maksud adalah Pancasila yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu :
Rumusan Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 itulah yang kita
gunakan, sebab rumusan yang demikian itulah yang ditetapkan oleh wakil-wakil bangsa
Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI).
Seperti yang telah ditunjukkan oleh Ketetapan MPR No. XI/MPR/1978, Pancasila itu
merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh dari kelima silanya. Dikatakan sebagai kesatuan
yang bulat dan utuh, karena masing-masing sila dari Pancasila itu tidak dapat dipahami dan
diberi arti secara sendiri-sendiri, terpisah dari keseluruhan sila-sila lainnya. Memahami atau
memberi arti setiap sila-sila secara terpisah dari sila-sila lainnya akan mendatangkan
pengertian yang keliru tentang Pancasila.
5
C. Ideologi Pancasila
Secara etimologis, istilah Ideologi berasal dari kata “idea” yang berarti gagasan, konsep,
pengertian dasar, cita-cita, pemikiran, dan kata “logos” yang berarti ilmu. Kata “oida” berasal
dari bahasa Yunani yang berarti mengetahui, melihat, bentuk. Pengertian ideologi secara
umum dapat dikatakan sebagai kumpulan gagasan-gagasan, ide-ide, keyakinan-keyakinan,
kepercayaan-kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis yang menyangkut dan mengatur
tingkah laku sekelompok manusia tertentu dalam berbagai bidang kehidupan.
Idologi menurut Gunawan Setiardjo: Ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan atau
aqidah 'aqliyyah (akidah yang sampai melalui proses berpikir) yang melahirkan aturan-aturan
dalam kehidupan. Pada dasarnya ideologi terbagi dua bagian, yaitu Ideologi Tertutup dan
Ideologi Terbuka. Ideologi Tertutup merupakan suatu pemikiran tertutup. Sedangkan Ideologi
Terbuka merupakan suatu sistem pemikiran terbuka. Ideologi Terbuka memiliki ciri khas yaitu
nilai-nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari harta
kekayaan rohani, moral dan budaya masyarakat sendiri. Ideologi terbuka tidak diciptakan oleh
negara melainkan digali dan ditemukan dalam masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, Ideologi
terbuka merupakan milik semua masyarakat dalam menemukan ‘dirinya’ dan ‘kepribadiannya’
dalam Ideologi tersebut.
Pancasila sebagai suatu Ideologi tidak bersifat tertutup dan kaku, tetapi bersifat
reformatif, dinamis dan terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa ideologi Pancasila besifat aktual,
dinamis, antisipatif dan senantiasa mampu menyesuaikan dengan perkembangan zaman, ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek), serta dinamika perkembangan aspirasi
masyarakat.Keluwesan dan fleksibelitas serta keterbukaan yang dimiliki oleh ideologi Pancasila
menjadikan Pancasila tidak ketinggalan zaman dalam tatanan sosial, namun sifatnya yang
terbuka bukan berarti nilai-nilai dasar Pancasila dapat dirubah /diganti dengan nilai dasar yang
lain. Sebab jika nialai dasar tersebut dirubah berarti meniadakan Pancasila bahkan
membubarkan Negara RI. Yang dimaksud dengan ideologi Pancasila yang bersifat terbuka
adalah nilai-nilai dasar dari Pancasila dapat dikembangkan sesuai dengan bangsa Indonesia
dan tuntutan perkembangan zaman.
Sebagai suatu ideologi yang bersifat terbuka maka secara struktural Pancasila memiliki
tiga dimensi sebagai berikut:
6
perwujudan atau pengalamannya dalam praktek kehidupan bersama mereka sehari-hari
dengan berbagai dimensinya
Dimensi realitas. adalah suatu Ideologi harus mampu mencerminkan realitas yang hidup
& berkembang dalam masyarakat. Nilai-nilai dasar yang terkandung dalam ideologi secara reel
berakar dan hidup dalam masyarakat/bangsanya, terutama karena nilai-nilai dasar tersebut
bersumber dari budaya dan pengalaman sejarahnya. Oleh karena itu, selain memiliki dimensi
nilai-nilai ideal dan normative, Pancasila juga harus mampu dijabarkan dalam kehidupan
bermasyarakat secara nyata, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam
penyelenggaraan Negara.
Berdasarkan dimensi yang dimiliki oleh Pancasila sebagai Ideologi terbuka, maka sifat
Ideologi Pancasila tidak bersifat “utopis”, yaitu hanya merupakan sistem ide-ide belaka yang
jauh dari kehidupan sehari-hari secara nyata. Pancasila juga bukan merupakan Ideologi
“pragmatis” yang hanya menekankan segi praktisi belaka tanpa adanya aspek idealisme.
Ideologi Pancasila yang bersifat terbuka hakikatnya nilai-nilai dasar yang bersifat unviversal
dan tetap. Adapun penjabaran dan realisasinya senantiasa dieksplisitkan secara dinamis-
reformatif yang senantiasa mampu melakukan perubahan sesuai dengan dinamika aspirasi
masyarakat.
2. Korupsi
A. Pengertian Korupsi
Korupsi dan koruptor berasal dari bahasa latin corruptus, yakni berubah dari kondisi
yang adil, benar dan jujur menjadi kondisi yang sebaliknya (Azhar, 2003:28). Sedangkan kata
corruptio berasal dari kata kerja corrumpere, yang berarti busuk, rusak, menggoyahkan,
memutar balik, menyogok, orang yang dirusak, dipikat, atau disuap (Nasir, 2006:281-282).
7
Dalam Kamus Lengkap Oxford (The Oxford Unabridged Dictionary) korupsi didefinisikan
sebagai penyimpangan atau perusakan integritas dalam pelaksanaan tugas-tugas publik
dengan penyuapan atau balas jasa. Sedangkan pengertian ringkas yang dipergunakan World
Bank, korupsi adalah penyalahgunaan jabatan publik untuk keuntungan pribadi (the abuse of
public office for private gain).
Definisi lengkap korupsi menurut Asian Development Bank (ADB) adalah korupsi
melibatkan perilaku oleh sebagian pegawai sektor publik dan swasta, dimana mereka dengan
tidak pantas dan melawan hukum memperkaya diri mereka sendiri dan atau orang-orang yang
dekat dengan mereka, atau membujuk orang lain untuk melakukan hal-hal tersebut, dengan
menyalahgunakan jabatan dimana mereka ditempatkan.
Dengan melihat beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa korupsi secara
implisit adalah menyalahgunakan kewenangan, jabatan atau amanah secara melawan hukum
untuk memperoleh keuntungan atau manfaat pribadi dan atau kelompok tertentu yang dapat
merugikan kepentingan umum.
Dari beberpa definisi tersebut juga terdapat beberapa unsur yang melekat pada korupsi.
Pertama, tindakan mengambil, menyembunyikan, menggelapkan harta negara atau
masyarakat. Kedua, melawan norma-norma yang sah dan berlaku. Ketiga, penyalahgunaan
kekuasaan atau wewenang atau amanah yang ada pada dirinya. Keempat, demi kepentingan
diri sendiri, keluarga, kerabat, korporasi atau lembaga instansi tertentu. Kelima, merugikan
pihak lain, baik masyarakat maupun negara.
Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah dijelaskan dalam 13
buah Pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo.UU No. 20 Tahun 2001. Berdasarkan pasal-pasal
tersebut, korupsi dirumuskan kedalam tiga puluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi yang dapat
dikelompokkan; kerugian keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan,
pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, gratifikasi. Pasal-
pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan
pidana penjara karena korupsi (KPK, 2006: 19-20).
Dalam UU No. 20 Tahun 2001 terdapat pengertian bahwa korupsi adalah tindakan
melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang
berakibat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Ada sembilan tindakan
8
kategori korupsi dalam UU tersebut, yaitu: suap, illegal profit, secret transaction, hadiah, hibah
(pemberian), penggelapan, kolusi, nepotisme, dan penyalahgunaan jabatan dan wewenang
serta fasilitas negara.
Tindak pidana korupsi dalam berbagai bentuk mencakup pemerasan, penyuapan dan
gratifikasi pada dasarnya telah terjadi sejak lama dengan pelaku mulai dari pejabat negara
sampai pegawai yang paling rendah. Korupsi pada hakekatnya berawal dari suatu kebiasaan
(habit) yang tidak disadari oleh setiap aparat, mulai dari kebiasaan menerima upeti, hadiah,
suap, pemberian fasilitas tertentu ataupun yang lain dan pada akhirnya kebiasaan tersebut
lama-lama akan menjadi bibit korupsi yang nyata dan dapat merugikan keuangan negara.
1) Penyuapan (bribery) mencakup tindakan memberi dan menerima suap, baik berupa uang
maupun barang.
2) Embezzlement, merupakan tindakan penipuan dan pencurian sumber daya yang
dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang mengelola sumber daya tersebut, baik berupa
dana publik atau sumber daya alam tertentu.
3) Fraud, merupakan suatu tindakan kejahatan ekonomi yang melibatkan penipuan (trickery
or swindle). Termasuk didalamnya proses manipulasi atau mendistorsi informasi dan fakta
dengan tujuan mengambil keuntungan-keuntungan tertentu.
4) Extortion, tindakan meminta uang atau sumber daya lainnya dengan cara paksa atau
disertai dengan intimidasi-intimidasi tertentu oleh pihak yang memiliki kekuasaan.
Lazimnya dilakukan oleh mafia-mafia lokal dan regional.
5) Favouritism, adalah mekanisme penyalahgunaan kekuasaan yang berimplikasi pada
tindakan privatisasi sumber daya.
6) Melanggar hukum yang berlaku dan merugikan negara.
7) Serba kerahasiaan, meskipun dilakukan secara kolektif atau korupsi berjamaah.
Jenis korupsi yang lebih operasional juga diklasifikasikan oleh tokoh reformasi, M.
Amien Rais yang menyatakan sedikitnya ada empat jenis korupsi, yaitu: (Anwar, 2006:18)
1) Korupsi ekstortif, yakni berupa sogokan atau suap yang dilakukan pengusaha kepada
penguasa.
2) Korupsi manipulatif, seperti permintaan seseorang yang memiliki kepentingan ekonomi
kepada eksekutif atau legislatif untuk membuat peraturan atau UU yang menguntungkan
bagi usaha ekonominya.
9
3) Korupsi nepotistik, yaitu terjadinya korupsi karena ada ikatan kekeluargaan, pertemanan,
dan sebagainya.
4) Korupsi subversif, yakni mereka yang merampok kekayaan negara secara sewenang-
wenang untuk dialihkan ke pihak asing dengan sejumlah keuntungan pribadi.
Diantara model-model korupsi yang sering terjadi secara praktis adalah: pungutan liar,
penyuapan, pemerasan, penggelapan, penyelundupan, pemberian (hadiah atau hibah) yang
berkaitan dengan jabatan atau profesi seseorang.
Jeremy Pope (2007: xxvi) mengutip dari Gerald E. Caiden dalam Toward a General
Theory of Official Corruption menguraikan secara rinci bentuk-bentuk korupsi yang umum
dikenal, yaitu:
10
16) Berhubungan dengan organisasi kejahatan, operasi pasar gelap.
17) Perkoncoan, menutupi kejahatan.
18) Memata-matai secara tidak sah, menyalahgunakan telekomunikasi dan pos.
19) Menyalahgunakan stempel dan kertas surat kantor, rumah jabatan, dan hak istimewa
jabatan
11
Bab III
A. PT Supervulkanin Adijaya
Vulkanin Jaya merupakan merk ban yang beroperasi sejak tahun 1973.
Perusahaan ini didirikan dan dibesarkan oleh almarhum Johnson Lumban Tobing
(Mantan Ketua Asosiasi Pengusaha Pabrik Vulkanisir Ban Indonesia). Semasa
hidupnya Johnson Lumban Tobing sangat peduli terhadap perkembangan dan
peningkatan mutu vulkanisir ban dan selalu menjalin kerjasama serta hubungan yang
baik di antaranya Balai Penelitian Karet dan perusahaan-perusahaan yang
berhubungan dengan vulkanisir ban yang ada d dalam dan luar negeri.
12
2) Melakukan Kegiatan yang Unik
Pabrik vulkanisir di Bogor ini memiliki salah satu kegiatan yang unik. Umumnya
karyawan pabrik diwajibkan untuk berkerja dari hari Senin hingga Sabtu. Namun, di PT.
Supervulkanin Adijaya pekerjanya diwajibkan untuk meluangkan hari Sabtu sebagai ajang
untuk menampilkan kreativitas dari pekerja. Speaker, sound system, alat musik, hingga
berbagai macam perlengkapan pendukung telah disiapkan untuk menunjang pameran
kreativitas tersebut. Tapi bukan berarti karena kegiatan ini maka karyawan memiliki
kesempatan untuk bolos, karena absensi tetap diberlakukan.
13
3) Karyawan Diberikan Kebebasan untuk Berekspresi
14
2. Potensi Korupsi di Berbagai Instansi Pemerintah
A. DANA DESA
Sejak 2015, pemerintah melalui amanat UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa
mengalokasikan anggaran nasional untuk desa atau yang disebut dengan dana desa. Alokasi
dana desa terus mengalami kenaikan hingga tahun 2017, namun di tahun 2018 batal naik
karena mengalami beberapa persoalan.
Suntikan anggaran yang cukup besar untuk desa dengan alokasi dasar masing-masing
desa sebesar Rp 616.345,- diharapkan dapat memajukan desa. Pemerintah berharap,
pelayanan publik di desa semakin meningkat, masyarakat desa maju dan berdaya, dan yang
paling penting desa menjadi subjek pembangunan.
Selain mengukur capaian dan dampak positif dana desa, permasalahan yang muncul
dan tantangan ke depan harus menjadi pokok pembahasan yang serius. Hal ini penting
dilakukan untuk memastikan harapan dan langkah konkret pemerintah tidak digembosi oleh
persoalan misalnya saja korupsi.
Indonesia Corruption Watch (ICW) melihat bahwa korupsi di desa, utamanya yang
menyangkut anggaran desa, merupakan salah satu problem mendasar. Problem ini lahir
karena pengelolaan anggaran yang besar namun implementasinya di level desa tidak diiringi
prinsip transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas dalam tata kelola politik, pembangunan, dan
keuangan desa.
ICW telah melakukan pemantauan atas korupsi yang terjadi di desa. Hasil pemantauan
ICW, pada tahun 2015 – 2017 kasus tindak pidana korupsi di desa semakin meningkat. Pada
tahun 2015, kasus korupsi mencapai 17 kasus dan meningkat menjadi 41 kasus pada tahun
2016. Lonjakan lebih dari dua kali lipat kemudian terjadi pada tahun 2017 dengan 96 kasus.
Total kasus korupsi yang ditemukan sebanyak 154 kasus.
15
Tidak semua dari 154 kasus korupsi di sektor desa di atas merupakan korupsi anggaran
desa. Jumlah kasus dengan objek anggaran desa mencapai 127 kasus, sementara turut
terdapat 27 kasus dengan objek non-anggaran desa atau total 18% dari jumlah kasus. Kasus
dengan objek non-anggaran desa misalnya pungutan liar yang dilakukan oleh aparat desa.
Sedangkan objek korupsi anggaran desa mencakup korupsi Alokasi Dana Desa (ADD), Dana
Desa, Kas Desa, dan lain-lain.
Kepala desa merupakan aktor yang dominan terjerat kasus. Jumlah kepala desa yang
terjerat sebanyak 112 orang. Angka tersebut terus meningkat dari tahun ke tahun, dengan 15
kepala desa pada 2015, 32 kepala desa pada 2016, dan 65 kepala desa pada 2017. Tidak
semua pelaku adalah Kepala Desa, pelaku lain adalah 32 perangkat desa dan 3 orang yang
merupakan keluarga kepala desa.
16
Salah satu kasus yang cukup menyita perhatian adalah yang menjerat Agus Mulyadi,
Kepala Desa Dassok, Kabupaten Pamekasan. Agus terlibat dalam dugaan suap ‘pengamanan’
kasus pengadaan yang menggunakan dana desa di Desa Dassok. Yang menarik dari kasus ini
adalah KPK turun tangan melakukan OTT karena melibatkan Bupati dan seorang Jaksa.
Kemudian dari aspek kerugian negara, korupsi di desa turut menimbulkan kerugian
dalam jumlah besar. Pada tahun 2015 kerugian mencapai Rp 9,12 Milyar. Pada tahun 2016,
kerugian mencapai Rp 8,33 milyar. Sementara pada tahun 2017, kerugian melonjak menjadi
Rp 30,11 milyar. Total kerugian negara yang ditimbulkan akibat korupsi di sektor desa
mencapai Rp 47,56 milyar atau setara dengan alokasi dasar dana APBN untuk 77 desa.
Beragam modus dilakukan oleh para aktor korupsi di desa, diantaranya praktik
penyalahgunaan anggaran sebanyak 51 kasus, penggelapan 32 kasus, laporan fiktif dengan
17 kasus, kegiatan/proyek fiktif 15 kasus, dan penggelembungan anggaran sebanyak 14 kasus.
17
Salah satu modus penyalahgunaan anggaran yang melibatkan Kepala Desa Sukaresmi,
Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi, Ahmad Suryana. Ia diduga menyelewengkan Dana
Desa dan ADD untuk kepentingan pribadi dengan total jumlah Rp 186.881.376. Kasus tersebut
telah mulai diproses oleh Kepolisian Daerah Jawa Barat pada Februari 2017.
Dari aspek penegakkan hukum, semua aparat penegakan hukum diketahui telah
menangani kasus korupsi yang terjadi di desa. Kasus korupsi paling banyak ditangani oleh
jajaran Kepolisian RI dengan total 81 kasus, sementara Kejaksaan RI dengan 72 kasus dan 1
kasus yang melibatkan Bupati Pamekasan ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK).
Pelbagai faktor menjadi penyebab korupsi di sektor desa, diantaranya karena minimnya
pelibatan masyarakat dalam proses perencanaan dan pengawasan anggaran desa, tidak
optimalnya lembaga-lembaga desa seperti Badan Permusyawaratan Desa (BPD), terbatasnya
kompetensi kepala desa dan perangkat desa, dan tingginya biaya politik pemilihan kepala desa.
18
Bab IV
Simpulan
Indonesia adalah Negara yang memiliki dasar Negara yaitu pancasila, suatu lima dasar
landasan yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia sejak dulu. Akan tetapi tak banyak dari kita yang
mengamalkan pancasila dengan baik, masih banyak masyarakat Indonesia yang mencampakkan
nilai-nilai yang terkandung didalam pancasila, salah satunya adalah korupsi.
Korupsi adalah perbuatan yang menyimpang dari nilai-nilai pancasila yang di sebabkan oleh
lemahnya keimanan seseorang yang menyimpang dari sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa,
serta tidak memiliki rasa kemanusiaan yang adil dan beradap, tidak terciptanya persatuan Indonesia,
tidak terselenggara dengan baik kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, serta menyimpang dari keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sehingga seakan-akan korupsi adalah sebagai tren di kalangan pejabat yang seharusnya melindungi
rakyat Indonesia, yang seharusnya bertugas menjadi wakil rakyat malah terlena dengan
kesenangan dunia yang membawa kehancuran bangsa itu sendiri.
Maka dari itu untuk menyelamatkan bangsa Indonesia kita perlu untuk berbenah diri,
mempelajari sesuatu yang menjadi dasar suatu Negara yaitu pancasila, tidak hanya menghafalnya
akan tetapi mengamalkan seluruh sila yang terkandung didalamnya, meningkatkan moral bangsa
yang berjiwa pancasila serta memperkokoh iman kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Negara Indonesia akan menjadi Negara yang bebas dari korupsi apabila seluruh warga
Negara Indonesia mengamalkan pancasila kedalam kehidupan sehari-hari dengan baik.
Pengamalan sila pertama hingga ke lima sangatlah penting, karena semuanya mencangkup
kehidupan moral yang baik. Dengan memahami dan mengamalkan Pancasila bisa menjadi landasan
untuk membangun negara yang jujur dan bertanggung jawab.
19
Daftar Pustaka
Sucipto, Ryan, “Mau Ciptakan Revolusi Mental di Tempat Kerja Kamu? Ini Caranya!”, (2016),
Diakses tanggal 25 September 2019, dari https://inspiratorfreak.com/mau-ciptakan-
revolusi-mental-di-tempat-kerja-kamu-ini-caranya/.
Anonim, “Profil Vulkani Adijaya”, (2019), Diakses tanggal 25 September 2019, dari
https://vulkaninjaya.co.id/about.
Komisi Pemberantasan Korupsi, 2006, Memahami Untuk Membasmi; Buku Saku Untuk Memahami
Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi.
Dinasthi, “Pancasila – Pengertian, Sejarah”, (2013), Diakses tanggal 25 September 2019, dari
http://sistempemerintahan-indonesia.blogspot.com/2013/07/pancasila-sejarah-dasar-
negara-pengertian-makna-lambang-nilai-ideologi.html.
Sunaryanto, Agus, Almas Sjafrina dan Egi Primayogha. “Outlook Dana Desa 2018, Potensi
Penyalahgunaan Anggaran Desa di Tahun Politik”, (2018), ICW: Jakarta.
20