Anda di halaman 1dari 8

Rumah Adat Jawa Tengah: Joglo

Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi penting di Pulau Jawa. Selain karena hiruk-
pikuk ekonominya, Provinsi ini juga tersohor karena unsur kebudayaannya yang masih
terjaga. Salah satu warisan leluhur yang menjadi daya pikat provinsi ini adalah Joglo. Apa
Joglo itu? Hakekatnya Joglo adalah sebutan bagi rumah adat Jawa Tengah. Bangunan ini
menarik dikaji, baik itu dari segi historis maupun arsitekturnya yang sarat dengan nilai
filosofis khas Jawa. 

Joglo Dan Unsur Pembangunnya 

Sangat menarik untuk mengkaji rumah adat Jawa Tengah  ini sebab kita secara langsung
akan bersinggungan dengan nilai-nilai luhur. Jadi, Joglo bukan sekedar hunian. Lebih dari
itu, ia adalah simbol. Simak saja kerangka rumahnya yang berupa soko guru. Jika
diamati, ada empat pilar utama yang menjadi penyangga utama rumah. Tiang utama ini
masing-masing mewakili arah angin, barat-utara-selatan-timur. Lebih detil lagi, di dalam
soko guru terdapat apa yang dikenal dengan tumpangsari yang disusun dengan pola
yang terbalik dari soko guru. 

Jika bagian-bagiannya dibedah, maka rumah adat Jawa Tengah ini terdiri atas beberapa
bagian yakni pendhopo, pringgitan dan juga omah ndalem/omah njero. Yang dimaksud
dengan Pendhopo adalah bagian Joglo yang lazim dipakai untuk menjamu tetamu.
Sementara itu, Pringgitan sendiri merupakan bagian dari ruang tengah yang umum
dipakai menerima tamu yang lebih dekat. Sementara itu, yang dikenal dengan istilah
Omah Ndalem atau Omah Njero adalah ruang dimana keluarga bisanya bercengkrama.
Ruang keluarga ini pun dibagi lagi ke dalam beberapa ruangan (kamar/senthong), yakni
senthong tengah, kanan dan juga kiri. 

Tak hanya pembagian ruangan, beberapa fitur Joglo juga melambangkan nilai filosofis
yang dalam. Sebut saja bagian pintu rumah Joglo yang berjumlah tiga. Pintu utama di
tengah, dan pintu lainnya ada di kedua sisi (kanan dan kiri) rumah.Tata letak pintu ini
tidak sembarangan. Ia melambangkan kupu-kupu yang sedang berkembang dan
berjuang di dalam sebuah keluarga besar. 

Selain itu, di dalam Joglo juga dikenal sebuah ruangan khusus yang diberi nama
Gedongan. Ia berperan sebagai tempat perlindungan, tempat kepala keluarga mencari
ketangan batin, tempat beribadah dan masih banyak lagi kegiatan sakral lainnya. Di
beberapa rumah Joglo, Gedongan biasa digunakan multirangkap sebagai ruang istirahat
atau tidur. Di lain waktu, ia juga bisa dialihfungsikan sebagai kamar pengantin yang baru
saja menikah. 

Simbol Status Sosial 

Sama seperti rumah adat di daerah lainnya, Joglo juga bisa dijadikan acuan untuk
menakar status sosial seseorang. Meski diakui sebagai rumah adat Jawa Tengah, tapi
tidak semua rakyat atau masyarakat Jawa Tengah memiliki rumah ini. Mengapa? Sebab
meski tampilannya cukup sederhana, namun kerumitan bahan baku serta pembuatan
menjadikan proses pembangunan Joglo memakan biaya juga waktu yang melimpah.
Dahulu, hanya kalangan priyayi dan bangsawan yang memiliki rumah apin ini. Kini,
mereka yang bukan bangsawan tapi berduit bisa saja membangun rumah elegan dan
klasik tersebut. 

Joglo sebagai rumah tradisional dikenal memiliki desain yang tidak sembarangan. Desain
juga struktur ini kemudian mengerucut pada pembagian rumah Joglo itu sendiri, antara
lain: 
 Rumah Joglo Pangrawit.
 Rumah Joglo Jompongan.
 Rumah Joglo Limasan Lawakan.
 Rumah Joglo Semar Tinandhu.
 RUmah Joglo Mangkurat.
 RUmah Joglo Sinom.
 RUmah Joglo Hageng.

Oleh karena cita rasa seni yang tinggi tercermin dari rumah adat Jawa Tengahtersebut,
tidak heran jika ia menjadi salah satu aset budaya yang wajib untuk dilestarikan dari
generasi yang satu hingga generasi selanjutnya.

Makna Filosofi Rumah Joglo Jawa Tengah


Rumah joglo merupakan bangunan arsitektur tradisional jawa tengah, rumah joglo
mempunyai kerangka bangunan utama yang terdiri dari soko guru berupa empat
tiang utama penyangga struktur bangunan serta tumpang sari yang berupa susunan
balok yang disangga soko guru. Susunan ruangan pada Joglo umumnya dibagi
menjadi tiga bagian yaitu ruangan pertemuan yang disebut pendhapa, ruang tengah
atau ruang yang dipakai untuk mengadakan pertunjukan wayang kulit disebut
pringgitan, dan ruang belakang yang disebut dalem atau omah jero sebagai ruang
keluarga. Dalam ruang ini terdapat tiga buah senthong (kamar) yaitu senthong kiri,
senthong tengah dan senthong kanan. 
Terjadi penerapan prinsip hirarki dalam pola penataan ruangnya. Setiap ruangan
memiliki perbedaan nilai, ruang bagian depan bersifat umum (publik) dan bagian
belakang bersifat khusus (pribadi/privat). Uniknya, setiap ruangan dari bagian teras,
pendopo sampai bagian belakang (pawon dan pekiwan) tidak hanya memiliki fungsi
tetapi juga sarat dengan unsur filosofi hidup etnis Jawa. Unsur religi/kepercayaan
terhadap dewa diwujudkan dengan ruang pemujaan terhadap Dewi Sri (Dewi
kesuburan dan kebahagiaan rumah tangga) sesuai dengan mata pencaharian
masyarakat Jawa (petani-agraris). Ruang tersebut disebut krobongan, yaitu kamar
yang selalu kosong, namun lengkap dengan ranjang, kasur, bantal, dan guling dan
bisa juga digunakan untuk malam pertama bagi pengantin baru (Widayat, 2004: 7).
Krobongan merupakan ruang khusus yang dibuat sebagai penghormatan terhadap
Dewi Sri yang dianggap sangat berperan dalam semua sendi kehidupan masyarakat
Jawa.

Jadi dalam pemetaan ruang rumah Joglo ada tiga peta ruang utama yaitu :
• Pendopo
• Pringgitan, dan
• Dalem

Pendopo
 
Pendopo letaknya di depan, dan tidak mempunyai dinding atau terbuka, hal ini
berkaitan dengan filosofi orang Jawa yang selalu bersikap ramah, terbuka dan tidak
memilih dalam hal menerima tamu. Pada umumnya pendopo tidak di beri meja
ataupun kursi, hanya diberi tikar apabila ada tamu yang datang, sehingga antara
tamu dan yang punya rumah mempunyai kesetaraan dan juga dalam hal
pembicaraan atau ngobrol terasa akrab rukun (rukun agawe santosa).

Pringgitan

Pringgitan memiliki makna konseptual yaitu tempat untuk memperlihatkan diri


sebagai simbolisasi dari pemilik rumah bahwa dirinya hanya merupakan bayang-
bayang atau wayang dari Dewi Sri (dewi padi) yang merupakan sumber segala
kehidupan, kesuburan, dan kebahagiaan (Hidayatun, 1999:39). Menurut Rahmanu
Widayat (2004: 5), pringgitan adalah ruang antara pendhapa dan dalem sebagai
tempat untuk pertunjukan wayang (ringgit), yaitu pertunjukan yang berhubungan
dengan upacara ruwatan untuk anak sukerta (anak yang menjadi mangsa Bathara
Kala, dewa raksasa yang maha hebat).

Dalem (Ruang Utama)


 
Dalem atau ruang utama dari rumah joglo ini merupakan ruang pribadi pemilik
rumah. Dalam ruang utama dalem ini ada beberapa bagian yaitu ruang keluarga dan
beberapa kamar atau yang disebut senthong. Pada masa dulu, kamar atau senthong
hanya dibuat tiga kamar saja, dan peruntukkan kamar inipun otomatis hanya
menjadi tiga yaitu kamar pertama untuk tidur atau istirahat laki-laki kamar kedua
kosong namun tetap diisi tempat tidur atau amben lengkap dengan perlengkapan
tidur, dan yang ketiga diperuntukkan tempat tidur atau istirahat kaum perempuan.
Kamar yang kedua atau yang tengah biasa disebut dengan krobongan yaitu tempat
untuk menyimpan pusaka dan tempat pemujaan terhadap Dewi Sri. Senthong
tengah atau krobongan merupakan tempat paling suci/privat bagi penghuninya.
 
Di dalam dalem atau krobongan disimpan harta pusaka yang bermakna gaib serta
padi hasil panen pertama, Dewi Sri juga dianggap sebagai pemilik dan nyonya
rumah yang sebenarnya. Di dalam krobongan terdapat ranjang, kasur, bantal, dan
guling, adalah kamar malam pertama bagi para pengantin baru, hal ini dimaknai
sebagai peristiwa kosmis penyatuan Dewa Kamajaya dengan Dewi Kama Ratih yakni
dewa-dewi cinta asmara perkawinan(Mangunwijaya, 1992: 108). Di dalam rumah
tradisi Jawa bangsawan Yogyakarta, senthong tengah atau krobongan berisi
bermacam-macam benda-benda lambang (perlengkapan) yang mempunyai
kesatuan arti yang sakral (suci). 

Macam-macam benda lambang itu berbeda dengan benda-benda lambang petani.


Namun keduanya mempunyai arti lambang kesuburan, kebahagiaan rumah tangga
yang perwujudannya adalah Dewi Sri (Wibowo dkk., 1987 : 63).   

Berdasarkan bentuk keseluruhan tampilan dan bentuk kerangka, bangunan joglo


dapat dibedakan menjadi 4 bagian :
 Muda (Nom) : Joglo yang bentuk tampilannya cenderung memanjang dan
meninggi (melar).
 Tua (Tuwa) : Joglo yang bentuk tampilannya cenderung pendek (tidak
memanjang) dan atapnya tidak tegak / cenderung rebah (nadhah).
 Laki-laki (lanangan) : Joglo yang terlihat kokoh karena rangkanya relatif tebal.
 Perempuan (wadon / padaringan kebak) : Joglo yang rangkanya relatif tipis /
pipih.
Di bagian tengah pendapa terdapat empat tiang utama yang dinamakan sakaguru.
Ukurannya harus lebih tinggi dan lebih besar dari tiang-tiang / saka-saka yang lain.
Di kedua ujung tiang-tiang ini terdapat ornamen / ukiran.
Bagian atas sakaguru saling dihubungkan oleh penyambung / penghubung yang
dinamakan tumpang dan sunduk. Posisi tumpang di atas sunduk.

Dalam bahasa Jawa, kata “sunduk” itu sendiri berarti “penusuk”.

Di bagian paling atas tiang sakaguru inilah biasanya terdapat beberapa lapisan balok
kayu yang membentuk lingkaran-lingkaran bertingkat yang melebar ke arah luar dan
dalam. Pelebaran ke bagian luar ini dinamakan elar. Elar dalam bahasa Jawa berarti
‘sayap,. Sedangkan pelebaran ke bagian dalam disebut ‘tumpang-sari’. Elar ini
menopang bidang atap, sementara Tumpang-sari menopang bidang langit langit
joglo (pamidhangan).
Untuk lebih lengkapnya, detail dari rangka joglo adalah sebagai berikut : 

1. Molo (mulo / sirah / suwunan), balok yang letaknya paling atas, yang
dianggap sebagai “kepala” bangunan.
2. Ander (saka-gini), Balok yang terletak di atas pengeret yang berfungsi
sebagai penopang molo.
3. Geganja, konstruksi penguat / stabilisator ander.
4. Pengeret (pengerat), Balok penghubung dan stabilisator ujung-ujung tiang;
kerangka rumah bagian atas yang terletak melintang menurut lebarnya
rumah dan ditautkan dengan blandar.
5. Santen, Penyangga pengeret yang terletak di antara pengeret dan kili.
6. Sunduk, Stabilisator konstruksi tiang untuk menahan goncangan / goyangan.
7. Kili (Sunduk Kili), Balok pengunci cathokan sunduk dan tiang.
8. Pamidhangan (Midhangan), Rongga yang terbentuk dari rangkaian balok /
tumpang-sari pada brunjung.
9. Dhadha Peksi (dhadha-manuk), Balok pengerat yang melintang di tengah
tengah pamidhangan.
10. Penitih / panitih.
11. Penangkur.
12. Emprit-Ganthil, Penahan / pengunci purus tiang yang berbentuk tonjolan;
dudur yang terhimpit.
13. Kecer, Balok yang menyangga molo serta sekaligus menopang atap.
14. Dudur, Balok yang menghubungkan sudut pertemuan penanggap, penitih dan
penangkur dengan molo.
15. Elar (sayap), Bagian perluasan keluar bagian atas sakaguru yang menopang
atap.
16. Songgo-uwang, Konstruksi penyiku / penyangga yang sifatnya dekoratif
Bagian-bagian dalam Rumah Adat Jawa Tengah

Umumnya bagian rumah adat Jawa Tengah terdiri dari tiga bagian utama: pendhopo, pringgitan, dan
omah ndalem atau omah njero. Pendhopo adalah bagian rumah yang biasanya digunakan untuk
menerima tamu. Pringgitan adalah bagian ruang tengah yang digunakan untuk pertunjukan wayang
kulit; berasal dari akar kata “ringgit” yang artinya wayang kulit. Bagian ketiga adalah omah ndalem
atau omah njero, yang merupakan ruang keluarga. Dalam omah njero terdapat tiga buah kamar
(senthong), yaitu senthong kanan, tengah, dan kiri.

Dilihat dari strukturnya, rumah adat Jawa Tengah mungkin terlihat lebih sederhana.  Pembangunan
bagian rumah seperti pendhopo membutuhkan empat buah tiang penyangga guna menyangga
berdirinya rumah. Tiang-tiang tersebut dinamakan soko guru, yang juga merupakan lambang penentu
arah mata angin. Dari empat soko guru tersebut, terdapat juga tumpang sari yang merupakan
susunan terbalik yang tersangga soko guru. Ndalem atau omah njero digunakan sebagai inti dari
sebuah Joglo. Dilihat dari struktur tata ruangnya, bagian ndalem mempunyai 2 ketinggian yang
berbeda. Hal ini bertujuan agar terdapat ruang sebagai tempat sirkulasi udara.

Joglo adalah jenis rumah adat suku Jawa yang terlihat sederhana dan digunakan sebagai lambang
atau penanda status sosial seorang priyayi atau bangsawan Jawa. Rumah ini mempunyai keunikan
atau kekhasan tersendiri dengan adanya tiang-tiang penyangga atau soko guru, beserta tumpang sari
nya. Setiap bagian rumah merepresentasikan fungsi yang berbeda, yang dibangun di atas lahan yang
luas juga; oleh karena itu, rumah ini hanyalah dipunyai orang dari kalangan berpunya saja. Beberapa
hal penting lain tentang rumah adat Jawa Tengah dapat anda cari dari sumber lain, dari wikipedia.
TUGAS IPS
RUMAH ADAT JAWA

Nama Kelompok :

1. Catur Crismanto N (03)


2. Moch Bagus Indrastata P (09)
3. Nofa Riyanto (12)
4. Yosua Samparaya (20)

Kelas & Progil : XII (Teknik Elektronika Industri)

SMK KRISTEN PETRA

Jalan Jemur Andayani XVI/16-18


SURABAYA

Anda mungkin juga menyukai