Anda di halaman 1dari 7

hukum sendiri seseorang dikatakan telah dewasa jika sudah mampu bertindak sendiri

dihadapan hukum.1
Penentuan batas usia dan kepastian usia perkawinan menjadi sangat penting karena
sebagai syarat dalam perkawinan. Jika tidak ada pembatasan usia, maka setiap anak dapat
menikah berapapun usianya. Oleh karena itu, dalam UU Perkawinan mengenai batasan usia
sesorang untuk menikah menjadi masalah yang selalu diperdebatkan di Indonesia. Hal ini
dikarenakan UU Perkawinan berhubungan langsung dengan kepentingan semua orang dan
Perkawinan merupakan kebutuhan yang penting bagi kehidupan manusia.2
Dalam UU sendiri telah diatur sebagaimana yang diatur dalam UU no 16 tahun 2019
mengenai batasan usia minimal menikah bsgi laki-laki dan perempuan adalah 19 tahun. Maka
dari itu diharapkan masyarakat mematuhi perundang-undangan yang telah ada.3
Batas usia perkawinan menjadi sangat penting karena menurut ilmu kedokteran
kebidanan, wanita berusia muda akan berpotensi sunur untuk melahirkan dan memperpanjang
usia melahirkan. Akan tetapi syarat umur juga harus diperhatikan. Dan hasil penelitian
kedokteran menjelaskan bahwa wanita yang melahirkan di usia yang masih terlalu muda, akan
berpotensi memiliki penyakit kandungan yang bekaitan dengan ginekologis. Jika dilihat dari
aspek psikologis, seserang yang melakukan perkawinan di usia yang masih muda akan rentan
terhadap perpecahan dalam permasalahan rumah tangga baik dari kasus perceraian, kdrt, ataupun
juga perselingkuhan. Untuk itu kematangan jiwa ataupun kesiapan mental sangat diperlukan
dalam perkawinan karena jika sudah terdapat kematangan jiwa, maka orang tersebut akan siap
untuk melalui realita yang ada pada kehidupan rumah tangga .4
1. Saad Al-Dzari’ah
Secara etimologis, kata al-saad berarti menutup sesuatu yang cacat atau rusak dan
menimbun lubang. Adapun al-dzari’ah berarti jalan, sarana dan sebab terjadinya sesuatu. Adapun
secara terminilogis, Imam al-shathibi dalam karyanya yang berjudul al-Muwafaqat menyatakan
bahwa saad al-dzari’ah yaitu menolak sesuatu yang dibolehkan agar tidak mengantarkan pada
sesuatu yang dilarang. Ibnu al-Qayyim al-Jauziyyah menyatakan bahwa yang disebut dengan
1
Boga Kharisma, “IMPLEMENTASI BATAS USIA MINIMAL DALAMPERKAWINAN BERDASARKAN UU NOMOR 1
TAHUN 1974”, skripsi, (Lampung: Universitas Lampung, 2017), 17.
2
Syahrul Mustofa, “Hukum Pencegahan Pernikahan Dini”, (Mataram: Guepedia, 2019), 98.
3
http://peraturan.go.id/common/dokumen/ln/2019/uu16-2019pjl.pdf di akses pada tanggal 24 November 2019
pada pukul 14.13
4
N.H.T. Siahaan, “Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan”, (Jakarta: PT GELORA AKSARA PRATAMA, 2004),
126
saad al-dzari’ah yaitu jalan atau perantara yang bisa berbentuk sesuatu yang dilarang ataupun
yang diperbolehkan.
Dari pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa saad al-dzari’ah yaitu
menetapkan hukum larangan atas sesuatu perbuatan yang pada dasarnya diperbolehkan maupun
dilarang untuk mencegah terjadinya perbuatan lain yang dilarang.5
Misalnya, seseorang yang berkewajiban membayar zakat, namun sebelum haul (genap
setahun) ia menghibahkan harta miliknya kepada sang anak sehigga terhindar dari kewajiban
membayar zakat. Sebenarnya hibah merupakan sesuatu yang baik dan mengandung
kemaslahatan, tetapi bila tujuannya tidak baik seperti ingin menghindarkan diri dari kewajiban
membayar zakat, maka hukumya dilarang.6
Dalam kaidah Ushul Fiqh pengertian saad adz-dzari’ah adalah

.‫صا لِ ِح‬ ِ ‫اس ِد اَْو ىَل ِم ْن َج ْل‬


َ ‫ب الْ َم‬
ِ ‫درء الْم َف‬
َ ُ َْ

“ Menolak keburukan (mafsadah) lebih diutamakan daripada meraih kebaikan


(maslahah)”.
ِ ‫اِنَّه ِمن باب منَع الْوساَ ئِل الْمؤ ِّدي ِة اِىَل الْ َف‬
.‫اس ِد‬ َ َُ ُ َ َ َ ٌ َ ْ ُ

“Menutup jalan yang membawa kepada kebinasaan atau kejahatan”


Kaidah-kaidah tersebut termasuk kaidah asasi yang bisa mencakup masalah turunan
dibawahnya. Berbagai kadiah lain juga bersandar pada kaidah tersebut diatas. Karena itu sadd
adz-dzari’ah pun bisa disandarkan kepadanya karena terdapat unsur mafsadah yang harus
dihindari. Dan jika dilihat dari aspek aplikasinya, saad adz-dzari’ah yaitu salah satu metode
pengambilan sumber hukum (istimbath al-hukm) dalam islam. Namun, jika dilihat dari segi
produk hukumnya, saad adz-zari’ah adalah salah satu sumber hukum.7

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Perkawinan di Bawah Umur


Menurut RT.Akhmad Jayadinigrat, sebab-sebab utama dari perkawinan dibawah umur
adalah :

5
Harun al-Rasyid, “FIKIH KORUPSI Analisis Politik Uang di Indonesia dalam Perspektif Maqashid al-Syari’ah”,
(Jakarta: KENCANA, 2016), 109.
6
Moh. Mufid, “ USHUL FIQH EKONOMI DAN KEUANGAN KONTEMPORER Dari Teori ke Aplikasi”, (Jakarta:
PRANADAMEDIA GROUP, 2018), 134.
7
Iwan Hermawan, “ USHUL FIQH Metode Kajian Hukum Islam”, (Kuningan: HIDAYATUL QURAN, 2019), 109-110.
a. Keinginan untuk segera mendapatkan momongan
b. Tidak memahami dampak buruk perkawinan dibawah umur, baik bagi mempelai itu
sendiri maupun orangtuanya
c. Mengikuti adat istiadat (kebiasaan)
Selain itu masih ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya perkawinan di bawah
umur yang sering dijumpai di masyarakat, yaitu:
a. Faktor Pribadi
Penyebab utama dari faktor ini biasanya terjadi karena kenakalan remaja (seks
bebas) yang mengakibatkan kehamilan di luar pernikahan. Seseorang biasanya
menganggap perbuatannya itu sebagai pembuktian cinta, atau sebagai alasan untuk
menjauh dari pengawasan orang tua dan dapat mendapatkan kebebasan yang diinginkan,
karena pelaku mengetahui bahwa ujung dari perbuatan yang dilakukannya adalah
perkawinan. Penyebab yang lain yaitu perkawinan di bawah umur dianggap sebagai jalan
keluar untuk menghindari dosa, dan menghindari pergaulan bebas.
b. Faktor Keluarga
Maraknya pergaulan bebas yang terjadi di kalangan remaja dan dewasa muda ini
menjadi fenomena yang mengkhawatirkan dan harus diatasi. Salah satu jalan yang dipilih
oleh keluarga walaupun bukan yang mutlak adalah menikahkan pasangan remaja di usia
muda. Artinya, bagi pasangan remaja yang sudah yakin akan hubungan mereka, keluarga
memilih untuk segera menikahkannya meskipun keduanya masih menempuh pendidikan
guna menghindari dampak buruk dari keintiman hubungan lawan jenis yang terjadi
dikalangan remaja.
c. Faktor Budaya
Sebagian masyarakat menganggap bahwa anak perempuan harus segera menikah
karena khawatir tidak ada yang mau menikahi sehingga tak kunjung menikah diusia 20-
an tahun. Terdapat anggapan bila seorang perempuan masih belum menikah di atas usia
18 tahun termasuk kategori terlambat menikah. Oleh karena itu banyak orang tua yang
menyuruh anaknya untuk cepat menikah, baik dengan persetujuan maupun tanpa
persetujuan.
d. Faktor Pendidikan
Pendidikan dipandang secara modern merupakan suatu kebutuhan, sedangkan
secara tradisional pendidikan hanya sebatas menggugurkan kewajiban atau sebagai
penghambat dalam melakukan kewajiban. Pandangan tradisional inilah yang sering
menjadi penyebab orang tua menikahkan anaknya pada usia muda, karena mereka
menganggap pendidikan yang tinggi hanya akan mengeluarkan biaya yang banyak dan
membawa beban bagi keluarga.
e. Faktor Ekonomi
Salah satu penyebab perkawinan di usia muda adalah kemiskinan, jadi untuk
meringankan beban keluarga, orang tua menikahkan anaknya agar hidup mandiri.
Mirisnya, para gadis dibawah umur ini juga menikah dengan pria yang status
ekonominya tidak jauh berbeda, sehingga menimbulkan masalah kemiskinan baru.
f. Faktor Hukum
Hukum negara yang lemah merupakan salah satu penyebab anak-anak tidak
terlindungi dari praktik ini. Sebagai contoh, pernikahan yang tidak cukup umur bisa
terlaksana karena adanya manipulasi usia saat mengurus surat nikah di keluarahan
dengan tujuan agar petugas KUA bisa menikahkan mereka. Selain itu ada alternaif
dispensasi nikah, yang memberi izin perkawinan di bawah umur dengan beberapa
persyaratan.8

BAB III

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2019 MENGENAI BATASAN USIA NIKAH


PERSFEKTIF SADD AL-DZARIAH

1. Batasan Usia Nikah Menurut UU No 16 Tahun 2019


Perkawinan dibawah umur menimbulkan dampak negatif bagi tumbuh dan kembang
anak, hal ini dapat menyebabkan tidak terpenuhinya hak-hak dasar anak, seperti hak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, hak sipil anak, hak kesehatan, hak pendidikan dan
juga hak sosial anak.
8
Thaib.
Ketentuan hukum positif di Indonesia, dalam pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor
16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan. menyatakan bahwa “perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah
mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun” dan pada ayat (2) “dalam hal terjadi penyimpangan
terhadap ketentuan umur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), orang tua pihak pria dan/atau
orang tua pihak wanita dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan dengan alasan sangat
mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup”.9 Dalam pasal 7 ayat (2) yang dimaksud
dengan a) “penyimpangan” adalah perkawinan yang hanya dapat dilakukan dengan mengajukan
permohonan dispensasi nikah oleh orang tua dari salah satu atau kedua belah pihak calon
mempelai kepada Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri, apabila dari kedua atau salah satu
pihak yang berumur di bawah 19 tahun. b) ”alasan sangat mendesak” adalah keadaan tidak
adanya pilihan dan sangat terpaksa harus melaksanakan perkawinan. c) “bukti-bukti pendukung
yang cukup” adalah surat ketarangan yang membuktikan bahwa usia mempelai yang akan
menikah masih di bawah ketentuan undang-undang dan surat keterangan dari tenaga kesehatan
yang mendukung pernyataan orang tua bahwa perkawinan tersebut sangat mendesak dan harus
segera untuk dilaksanakan.10
Melangsungkan perkawinan dibawah umur yang telah dtentukan oleh undang-undang
merupakan pelanggaran terhadap hukum atau undang-undang yang berlaku. Namun, tidak ada
disebutkan sanksi bagi seseorang yang melakukan pelanggaran tersebut. Secara umum inilah
yang menjadi titik kelemahan hukum keluarga di Indonesia dan khususnya hukum perkawinan,
sehingga penyimpangan banyak terjadi.11

Tingginya angka perkawinan usia dini menjadi perbincangan yang hangat dan serius
setelah perkawinan anak diangkat di dunia internasional, sebagai kondisi yang merugikan bagi
pasangan suami istri, bukan hanya pihak perempuan saja, tetapi juga negara yang berkembang.
Tidak dapat dipungkiri bahwa berlangsungnya perkawinan anak usia dini merupakan hambatan
signifikan untuk mencapai tujuan pembangunan seperti pemberantasan kemiskinan, pencapaian
lainnya.

9
Kementrian Hukum dan HAM RI, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA : UU No.16 Tahun 2019, 2019.
10
Hukum Online .com, ‘UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2019 TENTANG PERUBAHAN
ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN’, 2019, 1–5.
11
Siskawati Thaib, ‘PERKAWINAN DIBAWAH UMUR (DITINJAU DARI HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 1 TAHUN 1974)’, 9, 2017, 48–56.
Perkawinan anak dibawah umur merupakan pelanggaran dasar terhadap hak anak
perempuan. Perkawinan anak usia dini melanggar Konvensi Hak Anak (KHA), Konvensi tentang
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan(CEDAW), dan Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). Hukum HAM internasional menyatakan bahwa
perkawinan merupakan perjanjian formal dan mengikat antara dua orang dewasa. Sementara
CEDAW menyatakan bahwa perkawinan usia anak tidak boleh dinyatakan sah menurut hukum
(Pasal 16 (2)). Hal ini menunjukkan bahwa perkawinan anak dibawah usia tidak sejalan dengan
ketentuan pasal 16 ayat 2 CEDAW, dimana anak-anak dibawah usia 18 tahun melakukan
perkawinan yang disahkan oleh negara.
Undang-Undang No. 16 tahun 2019 mengatur dalam ketentuan Pasal 7 Ayat (1)
Perkawinan hanya diperbolehkan apabila laki-laki dan perempuan sudah mencapai umur 19
(sembilan belas) tahun. Dalam hal ini terjadi penyimpangan terhadap ketentuan umur
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), orang tua dari kedua belah pihak dapat meminta dispensasi
nikah kepada Pengadilan Agama dengan alasan darurat dengan menyertakan bukti-bukti yang
mendukung. Kemudian dalam ketentuan ayat (3). Pemberian dispensasi nikah oleh Pengadilan
Agama wajib mendengarkan pendapat dari kedua belah pihak yang akan melangsungkan
perkawinan.
Perubahan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan meninjau
batas usia perkawinan, dengan menaikkan batas minimal usia perkawinan bagi perempuan
merupakan perbaikan norma. Batas minimal usia perkawinan bagi perempuan disamakan dengan
batas minimal usia perkawinan bagi laki-laki, yaitu 19 (sembilan belas) tahun. Batas usia yang
dimaksud dinilai telah siap jiwa dan raganya untuk melangsungkan perkawinan agar dapat
mewujudkan tujuan dari perkawinan itu sendiri dengan baik tanpa berakhir perceraian dan dapat
mendapat keturunan yang sehat dan berkualitas.
Diharapkan dengan dinaikkannya batas usia yang lebih tinggi dari 16 (enam belas) tahun
bagi perempuan yang dapat mengakibatkan keselamatan kelahiran yang lebih rendah dan
menurunkan resiko kematian untuk ibu dan anak. Selain itu juga terpenuhinya hak-hak anak
sehingga dapat mengoptimalkan tumbuh dan kembang anak termasuk dampingan orang tua serta
memberikan pendidikan kepada anak setinggi mungkin.
Kebijakan pencegahan pernikahan anak usia dini adalah dengan adanya peraturan baru yaitu
undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang batasan usia perkawinan tidak hanya mengatur
aspek pencegahan perkawinan anak-anak, pengaduan jika terdapat indikasi perkawinan anak usia
dini, kebijakan, strategi dan program, monitoring dan evaluasi, dan pembiayaan, tetapi juga pada

Daftar pustaka

Kharisma, Boga.“IMPLEMENTASI BATAS USIA MINIMAL DALAM PERKAWINAN


BERDASARKAN UU NOMOR 1 TAHUN 1974”. Skripsi. Lampung: Universitas Lampung. 2017.
Mustofa, Syahrul. “Hukum Pencegahan Pernikahan Dini”. Mataram: Guepedia. 2019.
http://peraturan.go.id/common/dokumen/ln/2019/uu16-2019pjl.pdf di akses pada tanggal 24
November 2019 pada pukul 14.13
Siahaan, N.H.T. “Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan”. Jakarta: PT GELORA
AKSARA PRATAMA. 2004.
al-Rasyid, Harun. “FIKIH KORUPSI Analisis Politik Uang di Indonesia dalam Perspektif
Maqashid al-Syari’ah”. Jakarta: KENCANA. 2016
Mufid, Moh. “ USHUL FIQH EKONOMI DAN KEUANGAN KONTEMPORER Dari Teori ke
Aplikasi”. Jakarta: PRANADAMEDIA GROUP. 2018.
Hermawan, Iwan. “ USHUL FIQH Metode Kajian Hukum Islam”. Kuningan: HIDAYATUL
QURAN. 2019.
Kementrian Hukum dan HAM RI, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA : UU No.16
Tahun 2019. 2019.
Hukum Online .com, ‘UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2019
TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG
PERKAWINAN’. 2019.
Thaib, Siskawati. ‘PERKAWINAN DIBAWAH UMUR (DITINJAU DARI HUKUM ISLAM DAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974)’. 9. 2017

Anda mungkin juga menyukai