Anda di halaman 1dari 6

Nama : Eva Rusdiana

NIM : 19070785033

Kelas : 2019

UTS : Etnomatematika

1. Agar siswa merasa bahwa materi yang dipelajarinya dalam matematika merupakan
bagian dari dirinya yang tidak datang secara tiba-tiba, maka pembelajaran matematika
harus dimulai dengan permasalahan yang kontekstual. Memasukan materi tentang
kebudayaan ke dalam pembelajaran matematika merupakan bagian dari upaya tersebut.
Budaya yang palingdikenal siswa tentunya adalah budaya tempat siswa tersebut berada.
Pembelajaran matematika berbasis budaya lokal berfokus pada penciptaan suasana
belajar yang dinamis, yang mengakui keberadaan siswa dengan segala latar belakang,
pengalaman, dan pengetahuan awalnya, yang memberi kesempatan kepada siswa untuk
bebas bertanya, salah, bereksplorasi, dan membuat tentang beragam hal dalam
kehidupan. Dalam hal ini, peran guru menjadi, bukan sebagai satu-satunya pemberi
informasi yang mendominasi kegiatan pembelajaran, tetapi menjadi perancang dan
pemandu proses pembelajaran sebagai proses penciptaan makna oleh siswa, oleh siswa
dan juga guru secara bersama. Guru juga diharapkan, bukan hanya berbicara
kepadasiswa, tetapi juga mendengarkan dan menghargai pendapat siswa.

Dalam pembelajaran berbasis budaya lokal, guru berfokus untuk dapat menjadi
pemandu siswa, negosiator makna yang handal, dan pembimbing siswa dalam
eksplorasi,analisis, dan pengambilan kesimpulan. Guru harus menahan diri agar tidak
menjadi otoriter, atau menjadi satu-satunya sumber informasi bagi siswa. Guru juga
harus dapat merancang proses pembelajaran yang aktif, kreatif, danmenarik, sehingga
guru tidak hanya berceramah dan siswa hanya mendengarkan tetapi merancang strategi
secara kreatif agar dapat mengetahui beragam kemampuan dan keterampilan yang
dicapai siswa per siswa dalam proses belajar. Untuk mempelajarimatematika dengan
memperkenalkan budaya lokal, para guru bisa melakukannya dengan mengantarkan
materi matematika yang dimulai dari materi tentang budaya.

Contoh (1): Gambar Rumah Adat Sunda


Secara tradisional rumah orang Sundaberbentuk panggung dengan ketinggian 0,5 m -
0,8 m atau 1 meter di atas permukaan tanah. Pada rumah-rumah yang sudah tua usianya,
tinggi kolong ada yang mencapai 1,8 meter. Kolong ini sendiri umumnya digunakan
untuk tempat mengikat binatang-binatang peliharaan seperti sapi, kuda, atau untuk
menyimpan alat-alat pertanian seperti cangkul, bajak, garu dansebagainya. Untuk naik
ke rumah disediakan tangga yang disebut Golodog yang terbuat darikayu atau bambu,
yang biasanya terdiri tidak lebih dari tiga anak tangga. Golodog berfungsi juga untuk
membersihkan kaki sebelum naik ke dalam rumah. Setelah mengantarkan materi
tersebut para guru bisa mengakhirinya dengan mengajukan pertanyaan, seperti: jika
tinggi kolong rumah 1,2 meter dan ada golodog yang terdiri dari 4 buah anak tangga.
Coba hitung berapa cm tinggi dari masing-masing anak tangga.

Contoh (2): Tari Jaipongan

Tari jaipongan lahir tahun 1980an dari kreativitas seniman Bandung yaitu Gugum
Gumbira. Dilihat dari perkembangan dan dasar koreografernya tarian tersebut
pengembangan dari ketuk tilu.Tari jaipongan bisa dilakukan secara tunggal,
berpasangan ,rampak/kolosal. gambar-gambar tari jaipongan berikut ini:
Salah satu jenis tari jaipongan adalah tari Raden Bojong. Tari Raden Bojong
merupakan tari jaipongan yang dibawakan berpasangan putra dan putri. Kemudian
para guru bisa bertanya kepada siswa: jika sebuah sanggar tari mempunyai 5 orang
penari pria dan 7 orang penari wanita, untuk menarikan tari bojong tersebut ada berapa
formasi yang dapat terbentuk.

2. Pemanfaatan Situs Trowulan untuk Pembelajaran Matematika Temuan konsep-konsep


matematika dalam kajian etnomatematika Situs Trowulan inilah yang dapat dikenalkan
kepada siswa sebagai model-model matematika dalam kehidupan sehari-hari. Selain
siswa memperoleh pengetahuan terkait konsep matematika, mereka juga memahami
aplikasi konsep matematika yang dapat menghasilkan karya seni. Sehingga
pembelajaran matematika yang dihasilkan di sekolah lebih realistik. Hal ini di dukung
oleh penelitian Sirate (2012) dalam memanfaatkan ethnomathematics yang termuat
dalam rencana pembelajaran dan Penerapan ethnomathematics sebagai sarana untuk
memotivasi, menstimulasi siswa, sehingga siswa dapat mengatasi kejenuhan dan
memberikan nuansa baru pada pembelajaran Matematika.
Gapura Bajang Ratu terletak di Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten
Mojokerto. Dilihat dari bentuknya gapura ini merupakan bangunan pintu gerbang tipe
"Paduraksa" yaitu gapura yang memiliki atap. Bahan utamanya adalah batu bata merah,
dengan ukuran 38 cm x 15 cm x 8 cm , kecuali lantai tangga serta ambang pintu yang
dibuat dari batu andesit. Denah bangunan berbentuk segiempat berukuran 11,5 m x 10,5
m, tingginya 16,5 m dan lebar lorong pintu masuk 1,40 m. Secara vertíkal gapura bajang
ratu dapat dibagi menjadai tiga bagian yaitu kaki, tubuh dan atap. Gapura Bajangratu
mempunyai sayap dan pagar tembok dikedua sisinya, tetapi salah satu sisi sayap telah
rusak. Pada kaki gapura terdapat hiasan panil yang menggambarkan cerita "Sri
Tanjung" dibagian atas tubuh terdapat ambang pintu yang atasnya terdapat hiasan kala
dengan hiasan sulur-suluran. Sedangkan bagian atapnya berbentuk bertingkat-tingkat
dengan adanya menara-menara dan di sudut-sudutnya terdapat antefik dengan
puncaknya berbentuk persegi dan pada atap tersebut terdapat hiasan berupa: kepala kala
diapit singa, relief matahari, naga berkaki, kepala garuda, dan relief bermata satu atau
monocle cyclop. Relief-relief ini mempunyai fungsi sebagai pelindung atau penolak
marabahaa. Gapura Bajang Ratu terletak di Desa Temon Kecamatan Trowulan, Gapura
Bajangratu termasuk dalam jenis gapura paduraksa yang berarti atap gapura tersebut
menyambung, tidak terpisah seperti Gapura Wringin Lawang. Bahan bangunan pada
gapura ini tersusun dari batu bata berbentuk balok, kecuali lantai ambang pintu yang
tersusun dari batu andesit. Ciri has da gapura ini memiliki sayap di samping kanan dan
kiri sehingga nampak simetris dari sisi atap saja, karena bagian kaki tidak sama. Di atap
gapura terdapat beberapa tingkatan dan disetiap sudut pada tingkatan atap terdapat
hiasan beruna menara kecil, di tengah-tengah tingkatan terdapat beberata relief dan di
ujung terdapat hiasan berbentuk limas. Analisis komponen. Analisis komponen
merupakan suatu pencarian sistematik berbagai atribut (komponen makna) yang
berhubungan dengan simbol-simbol budaya yang dalam hal ini berhubungan dengan
konsep-konsep matematika pada Situs Trowulan. Analisis komponen hanya dilakukan
apabila ada hal-hal yang masih perlu ditambahkan. Dari hasil analisi domain dan
analisis taksonomi pada bagian sebelumnya, diperoleh konsep matematika yang
terdapat pada Situs Trowulan berupa konsep matematika yang terdapat pada enam
bangunan peninggalan majapahit di Situs Trowulan yaitu, (1). konsep balok yang
terdapat dalam gapura, atap Candi Brahu, tubuh Candi Brahu, kaki Candi Brahu, atap
Candi Tikus, tubuh Candi Tikus, kaki Candi Tikus, dinding Candi Tikus, kaki Candi
Kedaton dan kaki Candi Gentong, atap Gapura Wringin lawang, tubuh Gapura Wringin
Lawang, Kaki Gapura Wringin Lawang, Atap gapura Bajangratu, tubuh Gapura
Bajangratu, kaki Gapura Bajangratu. (2). Konsep tabung yang terdapat dalam atap
Candi Brahu. (3). Konsep prisma yang terdapat pada kaki Gapura Wringin Lawang. (4)
Konsep limas yang terdapat pada atap Gapura Wringin Lawang dan atap Gapura
Bajangratu. (5). Konsep persegi panjang yang terdapat pada tubuh Candi Brahu dan
tubuh Gapura Bajangratu. (6). Konsep persegi yang terdapat pada kaki Cand Tikus. (7)
Konsep lingkaran yang terdapat pada tubuh Candi Tikus, (8) konsep garis lengkung
yang terdapat pada tubuh Candi Tikus

3. Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat


postpositivisme yang menekankanpada cara berpikir induktif yang menghasilkan data
deskriptif, tidak berupa prosedur statistika yang luarannya berupa simpulan makna
yang mendalam dari sekumpulan generalisasi.Analisis data kualitatif beragam
modelnya. Seperti penelitian etnografi adalah salah satu model penelitian kualitatif
yang dikenal saat ini. Adapun model yang lainnya untuk analisis data kualitatif adalah
model Bogdan dan Biklen, model Miles dan Huberman, model Strauss dan Corbin,
analisis isi kualitatif model Philipp Mayring, analisis data kualitatif melalui program
komputer NVivo.
Model etnografi atau etnometodologi adalah model penelitian kualitatif yang
memiliki tujuan mendeskripsikan karakteristik kultural yang terdapat dalam diri
individu atau sekelompok orang yang menjadi anggota sebuah kelompok masyarakat
kultural (Hanurawan, 2016:88; Johnson & Christensen, 2004). Sedangkan Michael
Burawoy mendefinisikan etnografi sebagai “mempelajari orang di ruang dan waktu
mereka sendiri, dalam kehidupan sehari-hari mereka sendiri” (Hallett and Barber,
2014:307;Burawoy et al 1991:2). Selanjutnya Burawoy berpendapat bahwa etnografer
harus mempelajari “habitat alami” mereka untuk memahami celah antara praktik dan
wacana, dan untuk menempatkan pekerjaan terkecil sehari-hari secara mendalam yang
lebih besar dari pada struktur sosial (Hallett and Barber, 2014:307).
Penelitian etnografi adalah genre penelitian kualitatif, yang dikembangkan dari
metodologi antropologi. Penelitian ini menyelidiki masyarakat dan budaya
denganpengujian manusia, interpersonal, sosial dan budaya dalam segala
kerumitannya. Etnografi adalah pendekatan penelitian yang mengacu pada proses dan
metode menurut penelitian yang dilakukan dan hasilnya (Shagrir, 2017:9). Selain itu
metodologi yang bersangkutan dengan mendeskripsikan orang dan bagaimana perilaku
mereka, baik sebagai individu atau sebagai bagian dari kelompok, dipengaruhi oleh
budaya atau subkultur dimana mereka tinggal dan bergerak (Draper, 2015:36;
Hammersley and Atkinson, 2007).

Berikut ini adalah langkah-langkah pengembangan penelitian etnografi menurut


Spradley (2007):
a. Menetapkan informan, Ada lima syarat minimal untuk memilih informan, yaitu:
1) Enkulturasi penuh, artinya mengetahui budaya miliknya dengan baik,
2) Keterlibatan langsung,
3) Suasana budaya yang tidak dikenal, biasanya akan semakin menerima
tindak budaya sebagaimana adanya, dia tidak akan basa-basi,
4) Memiliki waktu yang cukup,
5) Non-analitis.
b. Melakukan wawancara kepada informan, Wawancara etnografis merupakan
jenis peristiwa percakapan (speech event) yang khusus. Tiga unsur yang penting
dalam wawancara etnografis adalah tujuan yang eksplisit, penjelasan dan
pertanyaannya yang bersifat etnografis.
c. Membuat catatan etnografis, Sebuah catatan etnografis meliputi catatan
lapangan, alat perekam gambar, artefak dan benda lain yang
mendokumentasikan suasana budaya yang dipelajari.
d. Mengajukan pertanyaan deskriptif, Pertanyaan deskriptif mengambil
“keuntungan dari kekuatan bahasa untuk menafsirkan setting.” Etnografer perlu
untuk mengetahui paling tidak satu setting yang di dalamnya informan
melakukan aktivitas rutinnya.
e. Melakukan analisis wawancara etnografis, Analisis ini merupakan penyelidikan
berbagai bagian sebagaimana yang dikonseptualisasikan oleh informan.
f. Membuat analisis domain, Analisis ini dilakukan untuk mencari domain awal
yang memfokuskan pada domain-domain yang merupakan nama-nama benda.
g. Mengajukan pertanyaan struktural yang merupakan tahap lanjut setelah
mengidentifikasi domain.
h. Membuat analisis taksonomik, Ada lima langkah penting membuat taksonomi,
yaitu: (1) pilih sebuah domain analisis taksonomi, (2) identifikasi kerangka
substitusi yang tepat untuk analisis, (3) cari subset di antara beberapa istilah
tercakup, (4) cari domain yang lebih besar, (5) buatlah taksonomi sementara.
i. Mengajukan pertanyaan kontras dimana makna sebuah simbol diyakini dapat
ditemukan dengan menemukan bagaimana sebuah simbol berbeda dari simbol-
simbol yang lain.
j. Membuat analisis komponen, Analisis komponen merupakan suatu pencarian
sistematik berbagai atribut (komponen makna) yang berhubungan dengan
simbol-simbol budaya.
k. Menemukan tema-tema budaya.
l. Langkah terakhirnya yakni menulis sebuah etnografi

Anda mungkin juga menyukai