Anda di halaman 1dari 31

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena telah memberikan rahmat,
taufik dan hidayah-NYA kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Konsep Dasar Kegawatdaruratan Maternal Neonatal ” sebagai tugas Mata Kuliah Asuhan
Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal.

Penulis masih menerima dengan tangan terbuka terhadap kritik dan saran dari pihak yang
peduli terhadap makalah ini agar menjadi bahan perbaikan dikemudian hari. Akhir kata, semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Ternate, Februari 2020

Kelompok 1

  

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................1

DAFTAR ISI...................................................................................................................................2

BAB I...............................................................................................................................................3

PENDAHULUAN...........................................................................................................................3

A. LATAR BELAKANG..........................................................................................................3

B. RUMUSAN MASALAH......................................................................................................4

C. TUJUAN...............................................................................................................................4

BAB II.............................................................................................................................................5

PEMBAHASAN..............................................................................................................................5

A. PENGERTIAN KEGAWATDARURATAN.......................................................................5

B. TANDA DAN GEJALA KEGAWATDARURATAN........................................................8

C. PENYEBAB KASUS KEGAWATDARURATAN.............................................................9

D. PENCEGAHAN KEGAWATDARURATAN...................................................................20

E. RESPON CEPAT TERHADAP SUATU KEGAWATDARURATAN............................25

F. DAFTAR TILIK IDENTIFIKASI KASUS KEGAWATDARURATAN.........................28

BAB III..........................................................................................................................................30

PENUTUP.....................................................................................................................................30

A. KESIMPULAN.....................................................................................................................30

B. SARAN.................................................................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................31

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Angka Kematian Ibu (AKI) adalah indikator yang penting untuk menentukan status
kesehatan ibu di suatu wilayah, khususnya berkaitan dengan resiko kematian ibu hamil dan
bersalin. Pada saat ini Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi di Indonesia masih sangat
tinggi. Menurut Survei Demografi Dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun 2012 Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih tetap tinggi. AKI
mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB mencapai 32 per 1000 kelahiran hidup.
Penyebab Angka Kematian Ibu sangat kompleks namun penyebab langsung seperti
perdarahan, infeksi dan komplikasi aborsi, harus segera ditangani oleh tenaga kesehatan.
Sebenarnya sebagian besar kematian ibu bisa dicegah jika para ibu ini memperoleh pertolongan
dari tenaga kesehatan yang kompeten yang didukung fasilitas kesehatan. Penyebab utama
kematian ibu melahirkan seperti yang disebutkan diatas sebenarnya bisa dicegah, apabila seorang
ibu hamil tidak mengalami 3 terlambat dan 4 terlalu.
Penyebab kematian yang paling cepat pada neonatus adalah asfiksia. Asfiksia perinatal
merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas yang penting. Akibat jangka panjang, asfiksia
perinatal dapat diperbaiki secara bermakna jika gangguan ini diketahui sebelum kelahiran (mis;
pada keadaan gawat janin) sehingga dapat diusahakan memperbaiki sirkulasi/oksigenasi janin
intrauterine atau segera melahirkan janin untuk mempersingkat masa hipoksemia janin yang
terjadi.
Dari berbagai faktor yang berperan pada kematian ibu dan bayi, kemampuan kinerja petugas
kesehatan berdampak langsung pada peningkatan kualitas pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal terutama kemampuan dalam mengatasi masalah yang bersifat kegawatdaruratan. Semua
penyulit kehamilan atau komplikasi yang terjadi dapat dihindari apabila kehamilan dan
persalinan direncanakan, diasuh dan dikelola secara benar. Untuk dapat memberikan asuhan
kehamilan dan persalinan yang cepat tepat dan benar diperlukan tenaga kesehatan yang terampil
dan profesional dalam menanganan kondisi kegawatdaruratan.

3
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Pengertian Kegawatdaruratan Maternal Neonatal ?
2. Bagaimana Tanda dan Gejala Kegawatdaruratan Maternal Neonatal ?
3. Bagaimana Penyebab Kasus Kegawatdaruratan Maternal Neonatal ?
4. Bagaimana Pencegahan Kegawatdaruratan Maternal Neonatal ?
5. Bagaimana Respon Cepat Terhadap Suatu Kegawatdaruratan Maternal Neonatal ?

C. TUJUAN
1. Mengetahui Pengertian Kegawatdaruratan Maternal Neonatal.
2. Mengetahui Tanda dan Gejala Kegawatdaruratan Maternal Neonatal.
3. Mengetahui Penyebab Kasus Kegawatdaruratan Maternal Neonatal.
4. Mengetahui Pencegahan Kegawatdaruratan Maternal Neonatal.
5. Mengetahui Respon Cepat Terhadap Suatu Kegawatdaruratan Maternal Neonatal.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KEGAWATDARURATAN
Gawat adalah kondisi pasien dengan ancaman jiwa atau ancaman kematian. Sedangkan
darurat adalah kondisi penderita yang memerlukan pertolongan segera. Gawat darurat adalah
keadaan yang menimpa seseorang dengan tiba-tiba dapat membahayakan jiwa, memerlukan
tindakan medis segera dan tepat. Penderita gawat darurat adalah penderitaan yang memerlukan
pertolongan segera karena berada dalam keadaan yang mengancam nyawa. Pertolongan yang
diberikan dilakukan secara cepat, tepat dan cermat untuk mencegah kematian maupun kecacatan.
Ukuran keberhasilan dari pertolongan ini adalah waktu tanggap (respon time) dari penolong.
(Saifuddin, 2010)
Pengertian lain dari penderita gawat darurat adalah penderita yang bila tidak ditolong segera
akan meninggal atau menjadi cacat, sehingga diperlukan tindakan diagnosis dan penanggulangan
segera. Karena waktu yang terbatas tersebut, tindakan pertolongan harus dilakukan secara
sistematis dengan menempatkan prioritas pada fungsi vital sesuai dengan urutan ABC, yaitu :
A (Airway) : membersihkan jalan nafas dan menjamin jalan nafas bebas hambatan
B (Breathing) : menjamin ventilasi lancar, dan
C (Circulation) : melakukan pemantauan peredaran darah.
Kegawatdaruratan dapat didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang kala berbahaya yang
terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga dan membutuhkan tindakan segera guna
menyelamatkan jiwa/nyawa (Campbell S, Lee C, 2010).
a. Pasien Gawat Darurat
Pasien yang tiba-tiba dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam
nyawanya dan atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapatkan
pertolongan secepatnya. Biasanya dilambangkan dengan label merah. Misalnya AMI
(Acut Miocart Infac).
b. Pasien Gawat Tidak Darurat
Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat. Biasanya
dilambangkan dengan label biru. Misalnya pasien dengan Ca stadium akhir.

5
c. Pasien Darurat Tidak Gawat
Pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota
badannya. Biasanya dilambangkan dengan label kuning. Misalnya : pasien Vulnus
Lateratum tanpa pendarahan.
d. Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat
Pasien yang tidak mengalami kegawatan dan kedaruratan. Bisanya dilambangkan dengan
label hijau. Misalnya : pasien batuk, pilek.
e. Pasien Meninggal
Label hitam (Pasien sudah meninggal) merupakan prioritas terakhir.
Kegawatan atau kegawatdaruratan dalam kebidanan adalah kegawatan atau
kegawatdaruratan yang terjadi pada wanita hamil, melahirkan atau nifas. Kegawatdaruratan
dapat terjadi baik pada penanganan obstetric maupun neonatal. Penatalaksanaan
kegawatdaruratan meliputi pengenalan segera kondisi gawat darurat, stabilisasi keadaan
penderita, pemberian oksigen, infuse, terapi cairan, transfuse darah, dan pemberian
medikamentosa (antibiotika, sedatif, anestesi, dan serum anti tetanus). Kegawatdaruratan dapat
terjadi tiba-tiba, dapat disertai kejang, atau dapat timbul sebagai akibat dari suatu komplikasi
yang tidak ditangani atau dipantau dengan semestinya.
Pertolongan pertama gawat darurat dapat terjadi dimana saja baik dirumah, lingkungan
masyarakat, puskesmas, dan atau rumah sakit. Penatalaksanaan kegawat daruratan kebidanan
tidak dibatasi oleh bantuan medis tetapi juga non medis. Pada pertolongan pertama yang cepat
dan tepat akan menyebabkan pasien dapat bertahan hidup untuk mendapatkan pertolongan yang
lebih lanjut. Adapun keberhasilan penanganan gawat darurat ditentukan oleh tersedianya sumber
daya yang terstandar.
Pelayanan kebidanan dibedakan menjadi 3 jenis pelayanan, yaitu:
1. Layanan primer, sepenuhnya menjadi tanggung jawab bidan.
2. Layanan sekunder, sebagai anggota tim yang kegiatannya dilakukan secara bersamaan
sebagai salah satu dari sebuah proses kegiatan pelayanan kesehatan.
3. Layanan rujukan, rujukan ke system pelayanan yang lebih tinggi, atau sebaliknya.

Peran dan fungsi bidan dalam kegawatdaruratan obstetrik dan neonatal diorientasikan pada
kemampuan memberikan asuhan meliputi upaya pencegahan (preventif), promosi terhadap

6
pelaksanaan asuhan kebidanan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak serta akses bantuan
medis atau bantuan lain yang sesuai serta kemampuan dalam penatalaksanaan kegawatdaruratan.
Standar kompetensi bidan berdasarkan KEPMENKES RI no.369/MENKES/III/2007
menyatakan bahwa bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tanggap terhadap
kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin persalinan yang bersih dan aman,
menangani situasi kegawatdaruratan tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dan
bayinya yang baru lahir. Kompetensi pengetahuan dasar yang perlu dimiliki seorang bidan
meliputi:
1. Indikasi tindakan kegawatdaruratan kebidanan (distosia bahu, asfiksia, retensio plasenta,
pendarahan, atonia uteri dan mengatasi renjatan).
2. Indikasi tindakan operatif pada persalinan ( gawat janin, CPD) .
3. Indikator komplikasi persalinan: perdarahan, partus macet, malpresentasi, eklampsi,
gawat janin, infeksi KPD tanpa infeksi, distosia karena inersia uteri primer, postterm,
preterm serta tali pusat menumbung.
Adapun kompetensi keterampilan dasar yang perlu dimiliki seorang bidan meliputi:
1. Mengidentifikasi secara dini persalinan abnormal dan kegawatdaruratan dengan
intervensi yang sesuai dan atau melakukan rujukan dengan tepat waktu.
2. Melakukan pengeluaran plasenta secara manual
3. Mengelola perdarahan postpartum.
4. Memindahkan ibu untuk tindakan tambahan atau kegawatdaruratan dengan tepat waktu
sesuai indikasi.

Keterampilan tambahan :
1. Menolong kelahiran presentasi muka dengan penempatan dan gerakan tangan yang tepat.
2. Memberikan suntikan anastesi lokal jika diperlukan
3. Melakukan ekstraksi forsep rendah dan vakum jika diperlukan sesuai kewenangan
4. Mengidentifikasi dan mengelola malpresentasi, distosia bahu, gawat janin dan IUFD
dengan tepat
5. Mengidentifikasi dan mengelola tali pusat menumbung
6. Mengidentifikasi dan menjahit robekan serviks.
(Saifuddin, 2010)

7
B. TANDA DAN GEJALA KEGAWATDARURATAN
Tanda dan gejala kegawatdaruratan yaitu:
1. Sianosis sentral
Sianosis adalah warna kebiru-biruan pada kulit dan selaput lendir yang terjadi akibat
peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang tidak berkaitan dengan O2).
2. Apnea
Menurut American Academy of Sleep Medicine, penentuan periode apnea dikategorikan
berdasarkan hasil indeks rata-rata jumlah henti nafas dalam 1 jam atau Apnea Hypopnea
Indeks (AHI). Klasifikasi periode dengan kriteria sebagai berikut :
a.       Ringan, apabila 5-15 kali/jam.
b.      Sedang, apabila 15-30 kali/jam.
c.       Berat, apabila >30 kali/jam.
3. Kejang
a. Kejang umum dengan gejala:
1) Gerakan wajah dan ekstremitas yang teratur dan berulang
2) Ekstensi atau fleksi tonik lengan atau tungkai, baik sinkron maupun tidak sinkron
3) Perubahan status kesadaran (bayi mungkin tidak sadar atau tetap bangun tetapi
responsif/apatis)
4) Apnea (napas spontan berhenti lebih 20 detik).
b. Kejang dengan gejala :
1) Gerakan mata berkedip berputar dan juling yang berulang.
2) Gerakan mulut dan lidah berulang.
3) Gerakan tungkai tidak terkendali, gerakan seperti mengayuh sepeda.
4) Apnea.
5) Bayi bisa masih tetap sadar.
4. Spasme dengan gejala :
1) Kontraksi otot tidak terkendali paling tidak beberapa detik sampai beberapa menit
2) Dipicu oleh sentuhan, suara maupun cahaya
3) Bayi tetap sadar, sering menangis kesakitan
4) Trismus (rahang kaku, mulut tidak dapat dibuka, bibir mencucu seperti mulut ikan)
5) Opistotonus

8
5. Perdarahan
Setiap perdarahan pada neonatus harus segera dirujuk, perdarahan dapat disebabkan
kekurangan faktor pembekuan darah dan faktor fungsi pembekuan darah atau menurun.
6. Iktrus
Iktrus dan hiperbilirubinemia sering ditemukan pada masa neonatus dan terjadi apabila
terdapat akumulasi bilirubin dalam darah.
7. Syok
Dirincikan dengan kegagalan system sirkulasi mempertahankan keadekuatan perfusi
organ-organ vital. Syok merupakan kondisi yang mengamcam jiwa yang memerlukan
penatalaksanaan segera dan intensif.
8. Berat badan < 1500 gram
(Lisnawati, 2013)

C. PENYEBAB KASUS KEGAWATDARURATAN


Kegawatdaruratan Maternal

1. Perdarahan
a. Abortus

Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) pada atau
sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk
hidup diluar kandungan. Abortus spontan adalah abortus yang terjadi secara alamiah
tanpa intervensi luar atau buatan untuk mengakhiri kehamilan tersebut. Terminologi
untuk kasus ini adalah pengguguran, aborsi atau abortus provokatus (Sarwono, 2010).

Penanganan :
Untuk menangani pasien abortus, ada beberapa langkah yang dibedakan menurut
jenis abortus yang dialami, antara lain :
a) Abortus komplit :
Tidak memerlukan penanganan khusus, apabila pasien menderita anemia ringan perlu
diberikan tablet besi dan dianjurkan supaya makan makanan yang mengadung banyak
protein, vitamin dan mineral. Apabila tidak terdapat tanda-tanda infeksi tidak perlu
diberikan antibiotik.

9
b) Abortus inkomplit :
Bila disertai dengan syok akibat perdarahan maka pasien diinfus dan dilanjutkan
tranfusi darah.Setelah syok teratasi, dilakukan kuretase, bila perlu pasien dianjurkan
rawat inap.
c) Abortus insipiens :
Biasanya dilakukan tindakan kuretase bila umur kehamilan kurang dari 12 minggu
yang disertai dengan perdarahan.
d) Abortus imminens :
Istirahat tirah baring secara total merupakan unsur penting dalam pengobatan karena
cara ini akan mengurangi rangsangan mekanis dan menambah aliran darah ke rahim.
e) Missed abortion :
Dilakukan kuretase di rumah sakit, dan harus hati-hati karena terkadang plasenta
melekat erat pada rahim.

Terapi:
Terapi untuk perdarahan yang tidak mengancam nyawa adalah dengan
Macrodex, Haemaccel, Periston, Plasmagel, Plasmafundin (pengekspansi plasma
pengganti darah) dan perawatan di rumah sakit. Terapi untuk perdarahan yang
mengancam nyawa (syok hemoragik) dan memerlukan anestesi, harus dilakukan
dengan sangat hati-hati karena dapat terjadi kehilangan darah banyak. Pada syok
berat, lebih dipilih kuretase tanpa anestesi kemudian Methergin. Pada abortus dengan
demam menggigil, tindakan utamanya dengan penisilin, ampisilin, sefalotin,
rebofasin, dan pemberian infus.
Diagnosis Dan Penatalaksanaan Perdarahan Pada Kehamilan Muda
Perdarahan Serviks Uterus Gejala/tanda Diagnosis Tindakan
Bercak Tertutup Sesuai Kram perut Abortus Observasi
hingga dengan usia bawah imminens perdarahan,
sedang gestasi Uterus lunak istirahat,
hindarkan
coitus
Sedikit 1. Limbung atau Kehamilan Laparotomi
membesar pingsan ektopik

10
dan normal 2. Nyeri perut terganggu
bawah
3. Nyeri goyang
Porsio
4. Massa adneksa
5. Cairan bebas
Intra abdomen
Sedang Tertutup/ Lebih kecil Sedikit/tanpa Abortus Tidak perlu
hingga Terbuka dari usia nyeri perut komplit terapi spesifik
banyak gestasi bawah, riwayat kecuali
ekspulsi hasil perdarahan
konsepsi berlanjut atau
terjadi infeksi
Terbuka Sesuai usia Kram atau nyeri Abortus Evakuasi
kehamilan perut bawah, insipiens
belum terjadi
ekspulsi hasil
konsepsi
Kram atau nyeri Abortus Evakuasi
perut bawah, inkomplit
ekspulsi sebagian
hasil konsepsi
Terbuka Lunak dan Mual/muntah, Abortus Evakuasi,
lebih besar kram perut mola tatalaksana
dari usia bawah, sindroma mola
gestasi mirip pre
eklampsi, tak ada
janin keluar
jaringan
seperti anggur
b. Mola Hidatidosa (Kista Vesikular)
Mola hidatidosa (hamil anggur) adalah suatu massa atau pertumbuhan di dalam rahim
yang terjadi pada awal kehamilan. Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dimana

11
seluruh villi korialisnya mengalami perubahan hidrofobik. Mola hidatidosa juga
dihubungkan dengan edema vesikular dari vili khorialis plasenta. Secara histologis,
ditemukan proliferasi trofoblast dengan berbagai tingkatan hiperplasia dan displasia. Vili
khorialis terisi cairan, membengkak, dan hanya terdapat sedikit pembuluh darah.

Penatalaksanaan:
a) Perbaiki keadaan umum.
b) Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap. Bila Kanalis
servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12 jam kemudian dilakukan kuret.
c) Memberikan obat-obatan antibiotik, uterotonika dan perbaiki keadaan umum
penderita.
d) 7–10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke dua untuk membersihkan
sisa-sisa jaringan.
e) Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30 tahun,
paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi pusat atau lebih.

Pengawasan Lanjutan:
a) Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai kontrasepsi oral pil.
b) Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun, yaitu setiap minggu pada
Triwulan pertama, setiap 2 minggu pada Triwulan kedua, setiap bulan pada 6
bulan berikutnya, setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3
bulan.
c) Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan :
 Gejala klinis : keadaan umum, perdarahan
 Pemeriksaan dalam : keadaan serviks, uterus bertambah kecil atau tidak
 Laboratorium : Reaksi biologis dan immunologis : 1x seminggu sampai hasil
negatif, 1x per 2 minggu selama Triwulan selanjutnya, 1x sebulan dalam 6
bulan selanjutnya, 1x per 3 bulan selama tahun berikutnya. Kalau hasil reaksi
titer masih (+) maka harus dicurigai adanya keganasan
 Sitostatika Profilaksis : Metoreksat 3x 5mg selama 5 hari

c. Kehamilan Ekstrauteri (Ektopik)

12
Kehamilan ektopik adalah kehamilan di mana setelah fertilisasi, implantasi terjadi di
luar endometrium kavum uteri. Hampir 90% kehamilan ektopik terjadi di tuba uterina.
Kehamilan ektopik dapat mengalami abortus atau ruptur apabila massa kehamilan
berkembang melebihi kapasitas ruang implantasi (misalnya : tuba) dan peristiwa ini
disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu.
Terapi :
Upaya stabilisasi dilakukan dengan segera merestorasi cairan tubuh dengan larutan
kristaloid NS atau RL (500 ml dalam 15 menit pertama) dan segera merujuk ke rumah
sakit secepatnya.

d. Plasenta Previa
Plasenta Previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah
uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum/pembukaan
jalan lahir.
Penatalaksanaan :
Tindakan pada plasenta previa :
1) Tindakan dasar umum. Memantau tekanan darah, nadi, dan hemoglobin, memberi
oksigen, memasang infus, memberi 9 ekspander plasma atau serum yang diawetkan.
Usahakan pemberian darah lengkap yang telah diawetkan dalam jumlah mencukupi.
2) Pada perdarahan yang mengancam nyawa, seksio sesarea segera dilakukan setelah
pengobatan syok dimulai.
3) Pada perdarahan yang tetap hebat atau meningkat karena plasenta previa totalis atau
parsialis, segera lakukan seksio sesaria; karena plasenta letak rendah (plasenta tidak
terlihat jika lebar mulut serviks sekitar 4-5 cm), pecahkan selaput ketuban dan berikan
infuse oksitosin; jika perdarahan tidak berhenti, lakukan persalinan pervagina dengan
forsep atau ekstraksi vakum;jika perdarahan tidak berhenti lakukan seksio sesaria.
4) Tindakan setelah melahirkan adalah cegah syok (syok hemoragik), pantau urin dengan
kateter menetap,pantau sistem koagulasi (koagulopati). Pada bayi, pantau hemoglobin,
hitung eritrosit, dan hematokrit.
Terapi :

13
Terapi atau tindakan terhadap gangguan ini dilakukan di tempat praktik. Pada
kasus perdarahan yang banyak, pengobatan syok adalah dengan infuse Macrodex,
Periston, Haemaccel, Plasmagel, Plasmafudin. Pada kasus pasien gelisah, diberikan 10
mg valium (diazepam) IM atau IV secara perlahan. (Prawirohardjo, Ilmu Kebidanan :
2009)

e. Solusio (Abrupsio) Plasenta


Solusio plasenta adalah lepasnya sebagian atau seluruh jaringan plasenta yang
berimplantasi normal pada kehamilan di atas 22 minggu dan sebelum anak lahir
(Cunningham, Obstetri Williams: 2004).
Penanganan :
1) Solusio plasenta ringan
Apabila kehamilannya kurang dari 36 minggu, perdarahannya kemudian berhenti,
perutnya tidak menjadi sakit, uterusnya tidak menjadi tegang maka penderita dapat
dirawat secara konservatif di rumah sakit dengan observasi ketat.
2) Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila perdarahannya berlangsung terus, dan gejala solusio plasenta bertambah
jelas, atau dalam pemantauan USG daerah solusio plasenta bertambah luas, maka
pengakhiran kehamilan tidak dapat dihindarkan lagi. Apabila janin hidup, dilakukan
10 sectio caesaria. Sectio caesaria dilakukan bila serviks panjang dan tertutup,
setelah pemecahan ketuban dan pemberian oksitosin dalam 2 jam belum juga ada
his. Apabila janin mati, ketuban segera dipecahkan untuk mengurangi regangan
dinding uterus disusul dengan pemberian infuse oksitosin 5 iu dalam 500cc glukosa
5% untuk mempercepat persalinan.

f. Retensio Plasenta (Plasenta Inkompletus)


Adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 1 jam setelah bayi
lahir. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya plasenta tidak lahir spontan dan tidak
yakin apakah plasenta lengkap.

Penanganan:

14
Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:
1) Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang
berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau
larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi,
tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang
dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
2) Drip oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl
0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
3) Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan
drip oksitosin untuk mempertahankan uterus.
4) Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi manual
plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc, retensio
plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti
forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir,
tali pusat putus.
5) Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan
dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya
pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di
rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan
kuretase pada abortus.
6) Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian
obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
7) Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi
sekunder.
Terapi
Terapi untuk retensio atau inkarserasi adalah 35 unit Syntocinon (oksitosin) IV
yang diikuti oleh usaha pengeluaran secara hati-hati dengan tekanan pada fundus. Jika
plasenta tidak lahir, usahakan pengeluaran secara manual setelah 15 menit. Jika ada
keraguan tentang lengkapnya plasenta, lakukan palpasi sekunder.

g. Ruptur Uteri

15
Ruptur uterus adalah robekan pada uterus, dapat meluas ke seluruh dinding uterus
dan isi uterus tumpah ke seluruh rongga abdomen (komplet), atau dapat pula ruptur
hanya meluas ke endometrium dan miometrium, tetapi peritoneum di sekitar uterus
tetap utuh (inkomplet).

Penatalaksanaan
Tindakan pertama adalah memberantas syok, memperbaiki keadaan umum
penderita dengan pemberian infus cairan dan tranfusi darah, kardiotinika, antibiotika,
dsb. Bila keadaan umum mulai baik, tindakan selanjutnya adalah melakukan
laparatomi dengan tindakan jenis operasi:
1) Histerektomi baik total maupun sub total
2) Histerorafia, yaitu luka di eksidir pinggirnya lalu di jahit sebaik-baiknya
3) Konserfatif : hanya dengan temponade dan pemberian antibiotika yang cukup.

Tindakan yang akan dipilih tergantung pada beberapa faktor, diantaranya adalah:
1) Keadaan umum penderita
2) Jenis ruptur incompleta atau complete
3) Jenis luka robekan : jelek, terlalu lebar, agak lama, pinggir tidak rata dan sudah
banyak nekrosis
4) Tempat luka : serviks, korpus, segmen bawah Rahim
5) Perdarahan dari luka : sedikit, banyak
6) Umur dan jumlah anak hidup
7) Kemampuan dan ketrampilan penolong
2. Syok

Syok dirincikan dengan kegagalan system sirkulasi mempertahankan keadekuatan perfusi


organ-organ vital. Syok merupakan kondisi yang mengamcam jiwa yang memerlukan
penatalaksanaan segera dan intensif. Curigai dan antisipasi syok jika minimal terdapat salah
satu dari keadaan berikut :

a. Perdarahan pada awal kehamilan (misalnya aborsi, kehamilan ektopik, atau


kehamilan mola)

16
b. Perdarahan pada akhir kehamilan atau persalinan (misalnya plasenta previa, abrupsio
plasenta dan ruptur uterus)
c. Perdarahan setelah melahirkan (misalnya rupture uterus, atomi plasenta)
d. Infeksi (misalnya aborsi septik atau aborsi yang tidak aman, amnionitis, metritis dan
pieloneftritis akut),
e. Trauma (misalnya cedera uterus atau usus selama aborsi, rupture uterus dan robekan
saluran genital.

3. Preeklamsia & Eklamsia

Preeklamsia merupakan gangguan yang mempegaruhi 5-10% kehamilan, ditandai oleh


hipertensi dan proteinuria pada minggu ke-20 kehamilan, preeklamsia didefinisikan sebagai
gangguan kehamilan spesifik yang ditandai dengan hipertensi dan proteinuria terjadi setelah
20 minggu kehamilan dan berakhir setelah melahirkan. Hal ini diperkirakan mempegaruhi 5-
7% dari seluruh kehamilan dan merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan
kematian ibu dan janin. Preeklamsia adalah keadaan dimana terjadi hipertensi dan
proteinuria setelah 20 minggu kehamilan yang sebelumnya tekanan darahnya normal, tidak
terdapat proteinuria dan jika tidak diobati maka preeklamsia dapat berkembang menjadi
eklamsia.

Kriteria preeklamsia jika memenuhi salah satu dari gejala dibawah ini maka dikatakan
sebagai preeklamsia berat (PEB) (Noris et al.2005), yaitu tekanan sistolik ≥60 mmHg atau
diastolik ≥110 mmHg pada dua kali pengukuran berbeda dengan rentang menimal 6
jam,proteinuria ≥ 5 g dalam urin 24 jam atau ≥ 3+ pada dua kali pencegahan urin acak
dengan rentang menimal 4 jam, gangguan serebral (perubahan status mental,sakit kepala)
atau gangguan visual (pandangan kabur,kebutaan) edema paru atau sianosis nyeri
epigastrium atau kuadrat kanan atas gangguan fungsi hati,trombositopenia(jumlah trombosit
<1 00.000 / mul) gangguan pertumbuhan janin.

4. Persalinan Macet
Masalah yang terjadi pada persaliana macet adalah serviks membuka tidak lebih dari 4
cm setelah 8 jam kontraksi yang teratur, pembukaan serviks bergerak ke arah kanan garis

17
waspada pada patograf. Ibu mengalami nyeri persalinan selama 12 jam atau lebih tsmpa
kelahiran ( persalianan memanjang ).
Penatalaksanaan umum : lakukan evaluasi kondisi ibu dan janin dengan cepat serta berikan
perawatan pendukung. Periksa adanya keton pada urin dan atasi dengan cairan IV jika
memang terdapat keton, tinjau kembali patograf.

Kegawatdaruratan Neonatal
1. Hipotermia
Hipotermia adalah kondisi dimana suhu tubuh < 36,5°C atau kedua kaki dan tangan
teraba dingin. Untuk mengukur suhu tubuh pada hipotermia diperlukan termometer ukuran
rendah (low reading termometer) sampai 25°C. Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia
dapat merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian. Akibat hipotermia adalah
meningkatnya konsumsi oksigen (terjadi hipoksia), terjadinya metabolik asidosis sebagai
konsekuensi glikolisis anaerobik, dan menurunnya simpanan glikogen dengan akibat
hipoglikemia. Hilangnya kalori tampak dengan turunnya berat badan yang dapat
ditanggulangi dengan meningkatkan intake kalori.

2. Hipertermia
Hipertermia adalah kondisi suhu tubuh tinggi karena kegagalan termoregulasi.
Hipertermia terjadi ketika tubuh menghasilkan atau menyerap lebih banyak panas daripada
mengeluarkan panas. Ketika suhu tubuh cukup tinggi, hipertermia menjadi keadaan darurat
medis dan membutuhkan perawatan segera untuk mencegah kecacatan dan kematian.
Tanda dan gejala :
Panas, kulit kering, kulit menjadi merah dan teraba panas, pelebaran pembuluh darah
dalam upaya untuk meningkatkan pembuangan panas, bibir bengkak.
Tanda-tanda dan gejala bervariasi tergantung pada penyebabnya. Dehidrasi yang terkait
dengan serangan panas dapat menghasilkan mual, muntah, sakit kepala, dan tekanan darah
rendah. Hal ini dapat menyebabkan pingsan atau pusing, terutama jika orang berdiri tiba-
tiba. Tachycardia dan tachypnea dapat juga muncul sebagai akibat penurunan tekanan darah
dan jantung. Penurunan tekanan darah dapat menyebabkan pembuluh darah menyempit,
mengakibatkan kulit pucat atau warna kebiru-biruan dalam kasus-kasus lanjutan stroke

18
panas. Beberapa korban, terutama anak-anak kecil, mungkin kejang-kejang. Akhirnya,
terjadi ketidaksadaran dan koma.

3. Hiperglikemia
Hiperglikemia atau gula darah tinggi adalah suatu kondisi dimana jumlah glukosa dalam
plasma darah berlebihan. Hiperglikemia disebabkan oleh diabetes melitus. Pada diabetes
melitus, hiperglikemia biasanya disebabkan karena kadar insulin yang rendah atau resistensi
insulin pada sel. Kadar insulin rendah atau resistensi insulin tubuh disebabkan karena
kegagalan tubuh mengkonversi glukosa menjadi glikogen, pada akhirnya membuat sulit atau
tidak mungkin untuk menghilangkan kelebihan glukosa dari darah.
Gejala hiperglikemia antara lain : polifagi (sering kelaparan), polidipsi (sering haus),
poliuri (sering buang air kecil), penglihatan kabur, kelelahan, berat badan menurun, sulit
terjadi penyembuhan luka, mulut kering, kulit kering atau gatal, impotensi (pria), infeksi
berulang, kussmaul hiperventilasi, arrhythmia, pingsan, koma.

4. Tetanus neonaturum
Tetanus neonaturum adalah penyakit tetanus yang diderita oleh bayi baru lahir yang
disebabkan karena basil klostridium tetani.
Tanda-tanda klinis antara laian : bayi tiba-tiba panas dan tidak mau minum, mulut
mencucu seperti mulut ikan, mudah terangsang, gelisah (kadang-kadang menangis) dan
sering kejang disertai sianosis, kaku kuduk sampai opistotonus, ekstremitas terulur dan
kaku, dahi berkerut, alis mata terangkat, sudut mulut tertarik ke bawah, muka rhisus
sardonikus.

5. Sindrom gawat nafas neonatus (asfiksia)


Sindrom gawat nafas neonatus (asfiksia) merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari
dispnea atau hiperapnea dengan frekuensi pernafasan lebih dari 60 kali per menit, sianosis,
merintih, waktu ekspirasi dan retraksi di daerah epigastrium, interkostal pada saat inspirasi.
Resusitasi merupakan sebuah upaya menyediakan oksigen ke otak, jantung dan organ-organ
vital lainnya melalui sebuah tindakan yang meliputi pemijatan jantung dan menjamin
ventilasi yang adekuat (Rilantono, 1999). Tindakan ini merupakan tindakan kritis yang

19
dilakukan pada saat terjadi kegawatdaruratan terutama pada sistem pernafasan dan sistem
kardiovaskuler. Kegawatdaruratan pada kedua sistem tubuh ini dapat menimbulkan
kematian dalam waktu yang singkat (sekitar 4 –6 menit). Tindakan resusitasi merupakan
tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai upaya untuk menyelamatkan hidup.
(Maryunani, 2013)

D. PENCEGAHAN KEGAWATDARURATAN
Cara mencegah terjadinya kegawatdaruratan adalah dengan melakukan perencanaan yang
baik, mengikuti panduan yang baik dan melakukan pemantauan terus-menerus terhadap ibu
maupun klien.

1. Pemeriksaan ANC yang benar.


2. Penggunaan alat bantu (buku KIA, partograf dan penapisan, kartu ibu dan kartu bayi)
3. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan.
4. Kunjungan neonatal, kunjungan nifas, kunjungan ibu hamil resiko tinggi.
5. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan (SDM : pendidikan dan pelatihan seminar)
6. Kemampuan petugas kesehatan untuk mengatasi masalah.
7. Kemampuan petugas kesehatan untuk mendeteksi terjadinya kegawatdaruratan.
8. Petugas kesehatan mempu menangani kegawatdaruratan.
9. Kehamilan dan persalinan terencana diasuh dan dikelola secara benar (program
perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi)
10. Tenaga kesehatan harus professional dalam penanganan kegawatdaruratan.

(Triana, 2015)

1. ANC
a. Identifikasi ibu hamil Bidan melakukan kunjungan rumah dengan berinteraksi dengan
masyarakat secara berkala untuk memberikan penyuluhan dan memotivasi ibu, suami dan
anggota keluarganya agar mendorong ibu untuk memeriksakan kehamilannya sejak dini
dan secara teratur.
b. Pemeriksaan dan pemantauan antenatal Bidan memberikan sedikitnya 4 x pelayanan
antenatal. Pemeriksaan meliputi anamnesa dan pemantauan ibu dan janin dengan
seksama untuk menilai apakah perkembangan berlangsung normal. Bidan juga harus

20
mengenal kehamilan risti/ kelainan, khususnya anemia, kurang gizi, hipertensi, PMS/
infeksi HIV; memberikan pelayanan imunisasi, nasehat dan penyuluhan kesehtan serta
tugas terkait lainnya yang diberikan oleh puskesmas. Mereka harus mencatat data yang
tepat pada setiap kunjungan. Bila ditemukan kelainan, mereka harus mampu mengambil
tindakan yang diperlukan dan merujuknya untuk tindakan selanjutnya.
c. Palpasi Abdominal. Bidan melakukan pemeriksaan abdominal secara seksama dan
melakukan plapasi untuk memperkirakan usia kehamilan, serta bila umur kehamilan
bertambah, memeriksa posisi, bagian terendah janin dan masuknya kepala janin ke dalam
rongga panggul, untuk mencari kelainan serta melakukan rujukan tepat waktu.
d. Pengelolaan anemia pada kehamilan. Bidan melakukan tindakan pencegahan, penemuan,
penanganan dan / atau rujukan semua kasus anemia pada kehamilan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
e. Pengelolaan Dini Hipertensi pada Kehamilan. Bidan menemukan secara dini setiap
kenaikan tekanan darah pada kehamilan dan mengenali tanda tanda serta gejala
preeklamsia lainnya, seta mengambil tindakan yang tepat dan merujuknya.
f. Persiapan Persalinan. Bidan memberikan saran yang tepat kepada ibu hamil, suami serta
keluarganya pada trimester ketiga, untuk memastikan bahwa persiapan persalinan yang
bersih dan aman serta suasana yang menyenangkan akan direncanakan dengan baik,
disamping persiapan transportasi dan biaya untuk merujuk, bila tiba tiba terjadi keadaan
gawat darurat. Bidan hendaknya melakukan kunjungan rumah untuk hal ini.
(Andina, 2019)

2. INC
a. Asuhan saat persalinan
Bidan menilai secara tepat bahwa persalinan sudah mulai, kemudian memberikan asuhan
dan pemantauan yang memadahi, dengan memperhatikan kebutuhan klien, selama proses
persalinan berlangsung.
b. Persalinan yang aman
Bidan melakukan pertolongan persalinan yang aman dengan sikap sopan dan
penghargaan terhadap klien serta memperhatikan tradisi setempat.
c. Pengeluaran plasenta dengan penegangan tali pusat

21
Bidan melakukan penegangan tali pusat dengan benar untuk membantu pengeluaran
plasenta dan selaput ketuban secara lengkap
d. Penanganan kala II dengan gawat janin melalui episiotomi.
Bidan mengenali secara tepat tanda-tanda gawat janin pada kala II yang lama, dan segera
melakukan episiotomi dengan aman untuk memperlancar persalinan, diikuti dengan
penjahitan perineum.
Kegawatdaruratan Persalinan
1) Jangan menunda untuk melakukan rujukan
2) Mengenali maslah dan memberikan instruksi yang tepat
3) Selama proses merujuk dan menunggu tindakan selanjutnya lakukan pendampingan
secara terus menerus
4) Lakukan observasi Vital Sing secara ketat
5) Rujuk segera bila terjadi Fetal Distress
(Oktarina, 2016)

3. PNC
Kebijakan Program Nasional Masa Nifas
Berdasarkan program dan kebijakan tekhnis masa nifas,paling sedikit di lakukakan 4 kali
kunjungan masa.
1) Melahirkan kondisi kesehatan ibu dan bayi
2) Melakukan pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya gangguang
kesehatan ibu nifas dan bayinya.
3) Mendeteksi adanya komplikasi atau masalah yang terjadi pada masa nifas
4) Menangani komplikasi-komplikasi atau masalah yang timbul dan menganggu
kesehatan ibu dan bayi.

Kunjungan masa nifas terdiri dari :

a. Kunjungan I ( 6-8 jam setelah persalinan)


Tujuan kunjungan:
1) Mencegah pendarahan masa nifas karena atonia uterus.
2) Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan rujuk jika perdarahan berlanjut

22
3) Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana
mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
4) Pemberian ASI awal
5) Melakukakan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir
6) Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hypotermi.
7) Jika petugas kesehatan menolong persalinan,dia harus tinggal dengan ibu dan bayi
baru lahir untuk 2 jam peratama setelah kelahiran,atau sampai ibu dan bayi dalam
keadaan normal.

Semua ibu memerlukan pengamatan yang cermat dan penilaian dalam awal masa pasca
salin. Sebelum ibu di pulangkan dari klinik sebelum bidan meninggalkan rumah ibu,proses
penata-laksanaan kebidanan selalu di pakai untuk :

1) Mendeteksi komplikasi dan terulangnya petunjukan.


2) Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara mencegah
pendarhan,mengenali tanda-tanda bahaya,menjaga gizi yanhg baik,serta
mempraktekan kebersihan yang ama.
3) Memfasilitasi hubungan dan ikatan batin antara ibu-bayi.
4) Mulai dan mendorong pemberian ASI
b. Kunjungan II (6 hari setelah persalinan)
Tujuan kunjungan:
1) Memastikan involusi uterusberjalan normal yaitu uterus berkontraksi, fundus dibawa
umbilicus, tidak ada pendarahan abnormal, tidak ada bau
2) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau pendarahan abnormal
3) Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan, dan istrahat
4) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tak memperlihatkan tanda-tanda penyulit
5) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi
tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari
c. Kunjungan III (dua minggu setalah persalinan )

Tujuan kunjungan: sama seperti di atas (6 hari selama persalinan)

23
d. Kunjungan IV (6 minggu setela persalinan)

Tujuan kunjungan :

1) Menenyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ia tau bayi alami


2) Memberikan konseleng untuk KB secara dini
(Pitriani, 2014)

4. BBL
Pelayanan kesehatan neontaus
Pelayanan kesehatan neonatus adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang diberikan
oleh tenaga kesehatan yang kompeten kepada neonatus sedikitnya 3 kali, selama periode 0
sampai dengan 28 hari setelah lahir, baik di fasilitas kesehatan maupun melalui kunjungan
rumah. Pelaksanaan pelayanan kesehatan neonatus :
a. Kunjungan Neonatal ke-1 (KN 1) dilakukan pada kurun waktu 6 – 48 Jam setelah
lahir. Hal yang dilaksanakan :
1) Jaga kehangatan tubuh bayi
2) Berikan Asi Eksklusif
3) Rawat tali pusat
b. Kunjungan Neonatal ke-2 (KN 2) dilakukan pada kurun waktu hari ke 3 sampai
dengan hari ke 7 setelah lahir.
1) Jaga kehangatan tubuh bayi
2) Barikan Asi Eksklusif
3) Cegah infeksi
4) Rawat tali pusat
c. Kunjungan Neonatal ke-3 (KN 3) dilakukan pada kurun waktu hari ke 8 sampai
dengan hari ke 28 setelah lahir.
1) Periksa ada / tidak tanda bahaya dan atau gejala sakit
2) Lakukan :
a) Jaga kehangatan tubuh
b) Beri ASI Eksklusif

24
c) Rawat tali pusat

Kunjungan neonatal bertujuan untuk meningkatkan akses neonatus terhadap


pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan/masalah
kesehatan pada neonatus. Risiko terbesar kematian neonatus.

(Octa, 2014)

E. RESPON CEPAT TERHADAP SUATU KEGAWATDARURATAN


Jika seorang ibu usia subur mengeluhkan masalahnya, kaji secara cepat kondisinya untuk
menetapkan derajat kesakitannya.

(Respon Cepat Suatu Kegawatdaruratan)

KAJI TANDA BAHAYA PERTIMBANGAN


Jalan napas dan pernapasan Perhatian adanya : Anemia berat
-Sianosis (kebiruan) Gagal jantung
-Distress (pernapasan) Pneumonia
Periksa : Asam
-Kulit pucat
-Paru-paru : ronchi dan wheezing
Sirkulasi (tanda syok) Periksa : Syok
Kulit: dingin dan lembab
Denyut nadi : cepat ( 110 atau lebih ) dan
lemah tekanan darah: rendah (sistolik
kurang dari 90 mmHg
Perdarahan pervagina (pada Tanyakan apakah : Aborsi, kehamilan etopik,
awal atau akhir kehamilan) Hamil : usia kehamilan baru saja kehamilan mola, absurpsio
melahirkan plasenta di lahirkan plasenta, ruptur uterus,
Periksa : plasenta previa, antonia
Vulva : banyaknya pendarahan, retensi uterus robekan serviks dan
plasenta, robekan yang nyata vagina, retensio plasenta,
Uterus : antonia kandung kemih: penuh inveksi uterus
pada tahap ini jangan lakukan periksa
dalam
Tidak sadar atau konvlusi Tanyakan apakah: Eklamsi

25
Hamil : usia kehamilan Malaria
Periksa : Epilepis
tekanan darah tinggi (diastolik 90 mmHg Tetanus
atau lebih)
Suhu : 380c atau lebih

Demam yang Tanyakan apakah: Malaria


membahayakan Lemah :latergi Metritis
berkemih sering dan nyeri Abses pelvik
Periksa : Pritonitis
Suhu : 38oc atau lebih tidak sadar Infeksi payudara
Leher : kaku Komplikasi aborsi
Paru-paru : pernapasan dangkal Pneunomia
konsolidas Infeksi saluran berkemi
abddomen ; nyeri tekan hebat
Vulva : rabas purulen
Payudara : nyeri tekan
Nyeri abdomen Tanyakan apakah : Kista ovarium
Hamil : usia kehamilan Epidestis
Periksa : Kehamilan etopik
terkanan darah renda Kemungkinana persalinan
(sistolik 90 mmHg ) Term atau preterem
Denyut nadi : cepat 110 atau lebih amonianitis absursio
o
Suhu : 38 c atau lebih uterus : status plasenta
kehamilan Ruptur uterus

Penanganan Dasar Dan Awal Kegawatdaruratan


Dalam menatalaksanakan kegawatdaruratan hal yang harus dilakukan :

26
1. Tetap tenang, berpikir secara logis dan fokuskan pada kebutuhan ibu
2. Jangan meninggalkan ibu sendirian.
3. Laksanakan tanggung jawab hindari kebingungan dengan menunjuk orang lain untuk
bertanggung jawab.
4. Berteriak minta bantuan. Minta satu orang untuk mencari bantuan dan satu orang lainnya
untuk mendapatkan peralatan dan kesediaan barang kegawatdaruratan (misal:tabung
oksigen, dan alat kegawatdaruratan lainnya).
5. Jika ibu tidak sadar. Kaji jalan napas, pernapasan dan sirkulasinya.
6. Jika dicurigai terjadi syok, segera mulai terapi walaupun tidak ada tanda syok, tetap kirkan
tentang syok saat mengevaluasi ibu lebih lanjut karna statusnya dapat memburuk dengan
cepat.
7. Atur posisi ibu berbaring miring kiri dengan meninggikan kakinya. Longgarkan pakaian
yang ketat.
8. Bicara pada ibu dan bantu agar tetap tenang. Tanyakan tentang apa yang terjadi dan gejala
yang dialami.
9. Lakukan pemeriksaan dengan cepat yang meliputi pemeriksaan TTV dan warna kulit.
(Saifuddin, 2010)

F. DAFTAR TILIK IDENTIFIKASI KASUS KEGAWATDARURATAN

27
NILAI

LANGKAH/TINDAKAN
0 1 2 3
1. Semua pasien yang masuk ke instalasi gawat darurat lansung
diterima dan di tempat tidur yang tersedia
2. Menilai keadaan umumnya untuk menilai tingkat kegawatannya
dan penenganan selanjutnya
3. Melakukan identifikasi pasien berdasarkan kasus (apakah terkait
kasus kebidanan atau umum),apa bila berhubungan dengan kasus
kebidanan pasien di kirimkan kekamar bersalin kecuali dalam
kondisi kegawatan
4. Pasien yang ada dilakukan pemeriksaan fisik untuk dapat
mentukan tingkat kegawatan sesuai dengan level kegawatanya.
5. Tim IGD ( perawat dan dokter) menangani pasien dengan
memperioritaskan pasien yang parlu ditangani segera berdasarkan
level kegawatan yang ditemukan
6. Apabila perawat dan dokter IGD sedangkan mengenai
pasien,kemudian datang pasien dengan level kegawatan lebih
tinggi maka segerah tangani pasien tersebu terlebih dulu dengan
memberikan penjelasan mengenai keadaan tersebut kepada pasien
yang sedang ditangani
7. Apabila pasien datang dengan jumlah besa, melebih kapasitas
tempat tidur yang ada,namun dari identifikasi pasien tersebut butuh
penenganan segerah maka pelayanan dapat dilakukan dengan
menggunakan ruang yang memungkinkan pemeriksaan dilakukan
8. Untuk kasus tertentu yang memerlukan penanganan lebih lanjut
setelah diatasi kegawatannya,maka pasien dapat dikosultasikan
kepada dokter spesialis

9. Kenali segera pasien yang berada dalam keadaan gawat darurat


yang mengancam jiwa
a. Kelompok pasien sesuai dengan tingkat kegawatnya dengan
memberikan lebel berwarna sebagi berikut :
1) lebel merah :

28
Pasien gawat darurat yang merupakan prioritas pertama
pada penanganan.pertolongan diberikan segerah pada saat
ditemukan atau saat pertama pasien diterima
2) lebel kuning :
pasien darurat tidak gawat yang merupakan perioritas
kedua,pertolongan diberikan setelah pasien datag kategori
lebel merah selesai ditangani.
3) lebel hijau :
penganan seperti pelayanan biasa,tidak perlu
segera.penanganan dan pemindahan bersifat berikut.
4) lebel hitam ;
Pasien sedah meninggal dan dapat lansung dipindahkan ke
kamar jenazah.
b. Tentukan tujuan dimana pelayanan selanjutnya diberikan
10. Dokumentasikan penanganan / tindakan yang dilakukan dalam
berkas rekam medis.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kegawatdaruratan adalah kejadian yang tidak diduga atau terjadi secara tiba-tiba sering kali
merupakan kejadian yang berbahaya. Kegawatdaruratan obstetric adalah kondisi kesehatan yang
mengancam jiwa yang terjadi di dalam kehamilan atau selama sesudah persalinan dan kelahiran.
Penanganan gadar maternal dan neonatal dapat mencegah kematian dan cacat (to safe life and
limb) pada ibu dan bayi dengan kegawatdaruratan. Tanda gejala kegawatdaruratan maternal
neonatal yaitu sianosis sentral, apnea, kejang, perdarahan, iktrus, dan berat badan <1500 gram.

29
Penyebab kegawatdaruratan maternal neonatal adalah, abortus, molahidatidosa, kehamilan
ektopik terganggu, plasenta previa, solusio plasenta, retensio plasenta, ruptur uteri, asfiksia,
iktrus, tetanus neonatorum, hipotermia, hipoglikemia.

Cara mencegah terjadinya kegawatdaruratan adalah dengan melakukan perencanaan yang


baik, mengikuti panduan yang baik dan melakukan pemantauan terus-menerus terhadap ibu
maupun klien.

B. SARAN
Mengingat tingginya AKI dan AKB di Indonesia, maka kegawatdaruratan
maternal dan neonatal haruslah ditangani dengan cepat dan tepat.
Penanganan yang tepat dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga di
Indonesia. Maka, dengan mempelajari dan memahami kegawatdaruratan
maternal dan neonatal, diharapkan bidan dapat memberikan penanganan
yang maksimal dan sesuai standar demi kesehatan ibu dan anak.

DAFTAR PUSTAKA

Saifuddin, Abdul Bari dkk. 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Maryunani, Anik dan Yulianingsi. 2009. Asuhan Kegawatdaruratan Dalam
Kebidanan. Jakarta: CV.Trans Info Medika
Lisnawati, Lilis. 2013. Asuhan Kebidanan Terkini Kegawatdaruratan Maternal
dan Neonatal. Jakarta : TIM
Triana, Ani, dkk. 2015. Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Yogyakarta
: Deepublish

30
Octa, Dkk. 2014. Buku Ajar Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Pra Sekolah. Yogyakarta :
Deepublish

Pitriani, Risa. 2014. Panduan lengkap asuhan kebidanan ibu nifas normal (askeb III).
Yogyakarta : Deepublish

Oktarina, Mika. 2016. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir.
Yogyakarta : Deepublish

Andina, Yuni. 2019. Panduan Lengkap Asuhan Pada Kehamilan. Yogyakarta : Pustaka Baru
Press

31

Anda mungkin juga menyukai