Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIKA

JURUSAN FARMASI

POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR

PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN TERHADAP

KELARUTAN ASAM SALISILAT

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 4

A. NUR AYU LESTARI PO714251171003


A. BIBIT UTARI RAHAYU PO714251171005
ANUGRAH SAFITRI PO714251171008
BRIGITA TAMBING PO714251171013
DIAN AINUN ZHAFIRAH PO714251171015
DIAN ISLAMIAH PO714251171016
HADRIANI PO714251171018
IIN PRATIWI PO714251171021
ISMI FITRAWATI PO714251171025
JUSNA PO714251171027
MELANI FEBRIANTI PO714251171030

KELAS : D.IV/II
KELOMPOK : 4 (EMPAT)
PEMBIMBING : MULI SUKMAWATY, S. Farm., Apt.

JURUSAN FARMASI
POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR
2019

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara kuantitatif, kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi zat

terlarut didalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu. Kelarutan

dinyatakan dalam satuan milliliter (mL) pelarut yang dapat melarutkan satu gram zat.

Misalnya satu gram asam salisilat akan larut dalam 500 mL air. kelarutan juga

dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas dan persen (1).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain adalah :

1. pH

2. Temperature

3. Jenis pelarut

4. Bentuk dan ukuran partikel zat

5. Konstanta dielektrik pelarut

Kelarutan dalam Farmakope Indonesia, diartikan dengan kelarutan pada suhu

20oC (FI. III) atau 25oC (FI. IV) dinyatakan dalam satu bagian bobot zat padat atau 1

bagian volume zat cair dalam bagian volume tertentu pelarut, kecuali dinyatakan lain.
Kelarutan yang tanpa angka adalah kelarutan pada suhu kamar (25 oC) pernyataan

bagian dalam kelarutan berarti bahwa 2 gram zat padat atau 1 mL zat cair

dalamsejumlah mL pelarut.

B. Maksud Percobaan

1. Ingin menentukan kelarutan suatu zat

2. Ingin mengetahui pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan zat

C. Tujuan Percobaan

3. Menentukan kelarutan suatu zat

4. Mengetahui pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan zat

D. Prinsip Percobaan

1. Menjelaskan pengaruh surfaktan terhadap kelarutan suatu zat.

2. Menjelaskan konsentrasi misel kritik suatu surfaktan dengan metode

kelarutan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Umum

1. Defenisi Kelarutan
Kelarutan didefenisikan dalam bentuk kuantitatif sebagai zat terkonsentrasi

dalam jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif didefenisikan sebagai

interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membuat dispersi molekuler

homogen. Larutan dinyatakan dalam mili liter dapat larut satu gram zat.Misalnya 1

gram asam salisilat akan larut dalam 500 ml udara. Kelarutan dapat dinyatakan dalam

satuan molalitas, molaritas dan persen.

Dalam istilah farmasi, dihitung sebagai sediaan “cair yang mengandung satu

atau lebih zat kimia yang dapat larut, biasanya dilarutkan dalam udara, yang

disebabkan bahan-bahannya, cara peracikan atau penggunaanya, tidak terkait dengan

golongan produk lain”.

Kelarutan merupakan salah satu bahan dalam pelarut tertentu yang dapat

menghasilkan bahan pelarut tersebut. Jika suatu pelarut pada suhu tertentu melarutkan

semua zat terlarut sampai batas daya melarutkannya, larutan ini disebut larutan jenuh.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat adalah:

a. pH

b. Temperature

c. Jenis pelarut

d. Bentuk dan ukuran partikel zat

e. Konstanta dielektrik pelarut

f. Adanya zat lain, misalnya surfaktan pembentuk kompleks sejenis dan lain-

lain.

2. Surfaktan

Surfaktan merupakan molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan

gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari udara dan

minyak. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan. Aktifitas surfaktan diperoleh

karena sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang

suka udara (hidrofilik) dan bagian non polar yang suka minyak / lemak

(lipofilik). Bagian polar molekul surfaktan dapat bermuatan positif, negatif atau

netral. Sifat rangkap ini yang menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi di udara antar

udara, minyak-udara dan zat padat-udara, membentuk lapisan tunggal dimana gugus
hidrofilik tergantung pada fase udara dan rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak

dengan zat padat atau terendam dalam fase minyak . Lipofilik merupakan rantai alkil

yang panjang, sementara bagian yang polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil. 

Gugus hidrofilik pada surfaktan aktif polar dan mudah bersenyawa dengan

udara, sedangkan gugus lipofilik non polar dan mudah bersenyawa dengan

minyak. Di dalam molekul surfaktan, salah satu gugus harus lebih dominan

mendominasi. Bila gugus polarnya yang lebih dominan, maka molekul-molekul

surfaktan ini akan lebih kuat dari udara dibandingkan dengan minyak. Mengubah

tegangan permukaan air menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi

fase kontinu.Demikian pula sebaliknya, bila gugus non polarnya lebih dominan, maka

molekulmolekul surfaktan tersebut akan diabsorpsi lebih kuat oleh minyak

dibandingkan dengan udara. Mengubah tegangan permukaan minyak menjadi lebih

rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinu.

Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegangan

permukaan larutan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan permukaan akan

konstan. Bila surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi ini maka surfaktan

mengagregasi membuat misel. Konsentrasi yang terbentuknya misel ini

disebut CriticalMicelleConcentration (CMC).Tegangan permukaan akan menurun

hingga CMC. Setelah CMC tercapai, tegangan permukaan akan konstan yang

menunjukkan antar muka menjadi jenuh dan terbentuk misel yang berada dalam

keseimbangan dinamis dengan monomernya.


Tween 80 dapat menurunkan tegangan antara obat dan medium membentuk

misel sehingga molekul obat akan terbawa oleh misel larut ke dalam medium.

Penggunaan surfaktan pada kadar yang lebih tinggi akan mengumpulkan

pembentukan agregat yang disebut misel.Selain itu pada penggunaannya dengan

kadar tinggi hingga Konsentrasi Muka Kritis (CMC) surfaktan diasumsikan dapat

didukung dengan obat khusus yang selanjutnya dapat pula melibatkan permeabilitas

membran tempat absorbsi obat surfaktan dan membrane mengandung komponen

penyusun yang sama.

Salah satu sifat penting dari surfaktan adalah kemampuan untuk

meningkatkankaliutan bahan yang tidak larut atau sedikit larut dalam dispersi

menengah. Surfaktan pada konsentrasi rendah, menurunkan tegangan permukaan dan

menaikkan laju kelarutan obat. Sementara pada tingkat yang lebih tinggi surfaktan

akan mengumpulkan bentuk agregat yang disebut misel.

Klasifikasi surfaktan berdasarkan muatannya dibagi menjadi empat golongan

yaitu:

a. Surfaktan anionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya dilakukan pada

suatu anion.Contohnya adalah garam alkana sulfonat, garam olefin

sulfonat, garam sulfonat, asam lemak rantai panjang.


b. Surfaktan kationik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya dilakukan

pada suatu kation. Contohnya garam alkil trimetil amonium, garam

dialkil-dimetil amonium dan garam alkil dimetil benzil amonium.

c. Surfaktan nonionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya tidak

bermuatan.Contohnya adalah ester gliserin asam lemak, ester sorbitan

asam lemak, ester sukrosa asam lemak, polietilena alkil amina,

glukamina, alkil poliglukosida, mono alkanol amina, dialkanol amina

dan alkil amina oksida.

d. Surfaktan amfoter yaitu surfaktan yang bagian alkilnya memiliki

muatan positif dan negatif. 

Contohnya surfaktan yang mengandung asam mamino, betain,

fosfobetain.

B. Uraian Bahan

1. Aquadest (FI. Edisi III, Hal 96)

Nama resmi : Aqua Destillata

Nama lain : Air Suling

RM/BM : H2O/18,02

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai

rasa

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai pelarut


2. Asam Salisilat (FI. Edisi III, Hal 56)

Nama resmi : Acidum Calicylicum

Nama lain : Asam Salisilat

RM/BM/BJ : C7H6O3/138,12/1,44

Pemerian : Hablue ringan tidak berwarna atau serbuk berwarna putih,

hampir tidak berbau, rasa agak manis dan tajam.

Kelarutan ; Larut dalam 550 bagian air dan dalam 4 bagian etanol (95%)

P, mudah larut dalam kloroform P, dan dalam eter P, larut

dalam larutan ammonium asetat P, dinantrium hidrogenfosfat

P, kalium sitrat P, dan natrium sitrat P.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Keratolitikum, anti fungi

3. Natrium Hidroksida (FI. Edisi III, Hal. 412)

Nama resmi : Natrii Hydroxydum

Nama lain : Natrium Hidroksida

RM/BM : NaOH/40,00

Pemerian : Bentuk batang, butiran, massa hablur atau keeping, kering,

keras, rapuh, dan menunjukkan susunan hablur, putih,

mudah meleleh basah, sangat alkalis dan korosif. Segera

menyerap karbondioksida.

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol (95%) P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Zat tambahan
4. Tween 80 (FI. Edisi III, Hal. 509)

Nama resmi : Polysorbatum 80

Nama lain : Polisorbat 80, Tween 80

Pemerian : Cairan kental seperti minyak, jernih, kuning, bau asam

lemak, khas

Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%) P, dalam etil

asetat P, dan dalam methanol P, sukar larut dalam paraffin

cair P, dan dalam minyak biji kapan P.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Zat tambahan

5. Fenolftalein (FI. Edisi III, Hal. 675)

Nama resmi : Fenolftalein

Nama lain : Indikator PP

RM/BM : C20H14O4

Pemerian : Tidak mengandung asam dan alkali lemah dan warna merah

dalam larutan alkali kuat.

Kelarutan : Praktis tidak larut dalm air, larut dalam etanol

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai indikator


BAB III

METODE KERJA

A. Alat yang digunakan

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah timbangan analitik,

erlenmeyer, pipet tetes, buret, klem dan statif, batang pengaduk, pipet volume, gelas

ukur, gelas arloji, sendok tanduk, cawan porselin, kertas saring.

B. Bahan yang digunakan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah aquadest, asam salisilat,

tween, larutan NaOH 0,1 N, indikator phenolptalein

C. Cara Kerja

1. Dibuat dan bakukan larutan baku NaOH 0,1 N

2. Dibuat 50 mL larutan tween 80 dengan konsentrasi 0; 0,1; 0,5; 1.0; 5,0; 10,0;

50,0; dan 100 mg/ml air.

3. Dilarutkan asam salisilat sedikit demi sedikit dalam masing-masing campuran

pelarut sampai di peroleh larutan yang jenuh.


4. Dikocok larutan dengan orbital shaker selama 2 jam, jika ada endapan yang

larut selama pengocokan ditambahkan lagi asam salisilat sampai didapat

larutan jenuh kembali.

4. Disaring larutan ke dalam beaker

6. Dipipet 10 mL larutan asam salisilat, ditambahkan Indikator phenolptalein

dikocok.

7. Ditentuka kadar asam salisilat dengan cara titrasi Alkalimetri sampai titik

akhir.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

No. Konsentrasi N NaOH Volume Titrasi (mL) Kadar


I II
Larutan Tween 80 (mg/ml)
1 0 mg/0 g 0,09085 N 1,5 ml - 79,66071 mg/ml
2 5 mg/0,005 g 0,09085 N 2 ml - 106,2142856mg/ml
3 25 mg/0,025 g 0,09085 N 2,6 ml - 138,078564 mg/ml
4 50 mg/0,05 g 0,09085 N 3,3 ml - 175,253562 mg/ml
5 250 mg/0,25 g 0,09085 N 3,6 ml - 191,185704 mg/ml
6 500 mg/0,5 g 0,09085 N 4 ml - 212,42856 mg/ml
7 2.500 mg/2,5 g 0,09085 4,5 ml - 223,049988 mg/ml
8 5.000 mg/5 g 0,09085 5,2 ml - 276,157128 mg/ml

B. Pembahasan

Pada percobaan ini diawali dengan melakukan pencampuran larutan antara air

dan surfaktan dengan bantuan yang berbeda-beda sesuai dengan yang telah

ditentukan. Kemudian sampel (asam salisilat) dilarutkan dalam pelarut yang telah

ditambahakn surfaktan tersebut dan dikocok sampai larut. Setelah itu dilakukan titrasi

pembakuan terhadap larutan baku sekunder (NaOH 0,1N). Titrasi yang dilakukan


adalah titrasi asam-basa, yaitu titrasi terhadap larutan asam salisilat terhadap larutan

yang diperoleh dari basa dengan menggunakan indikator fenolptalein (pp).

Indikator fenolptalein dipilih karena rentang pH yang dimiliki, yaitu yang

dimiliki 8,0 - 10,0. Indikator fenolptalein berfungsi untuk mengatur atau mengetahui

titik akhir titrasi atau titik ekuivalen. Titik ekuivalen titrasi adalah titik di mana

larutan titran dan larutan uji telah disetujui yang ditandai dengan perubahan warna

dari tidak berubah menjadi warna merah muda. Dapat diperoleh sebagai suplemen

yang mengandung zat terlarut dan tidak larut dalam pelarutnya. 

Larutan yang telah disaring kemudian di titrasi dengan larutan NaOH dan

indikator pp sampai diperoleh titik ekuivalen. Volume NaOH yang diperlukan untuk

menitrasi asam salisilat dalam berbagai komposisi pelarut dan surfaktan, berbeda-

beda. Dari data hasil percobaan diperoleh lebih banyak komposisi surfaktan yang

ditambahkan ke dalam larutan asam salisilat maka semakin besar pula volume yang

dibutuhkan. Hal ini menunjukkan semakin besar surfaktan maka akan semakin tinggi

pula asam salisilat di dalam udara. Hal ini terjadi karena surfaktan merupakan

molekul ampifilik yaitu memiliki gugus hidrofilik (suka air, polar) dan gugus lipofilik

(suka minyak, nonpolar), sehingga surfaktan memiliki aftinitas dengan pelarut polar

(udara) maupun nonpolar (minyak).

Berdasarkan grafik hasil percobaan, tampilkan kadar asam salisilat semakin

meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi surfaktan, berarti konsentrasinya


menjadi konstan. Hal ini menunjukkan surfaktan dapat mempengaruhi kelarutan asam

salisilat, semakin besar konsentrasi surfaktan yang ditambahkan ke dalam larutan

asam salisilat, maka semakin besar pula volume NaOH yang dibutuhkan. Hal ini

menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi surfaktan maka akan semakin tinggi

pula kelarutan asam salisilat di dalam air. Dan juga surfaktan dapat mempengaruhi

kelarutaan asam salisilat,konsentrasi asam salisilat dapat menentukan besar atau

kecilnya kelarutan asam salisilat.

BAB V

PENUTUP
A. Kesimpulan

Dari data pengamatan dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa

surfaktan dapat mempengaruhi kelarutan asam salisilat, semakin besar konsentrasi

surfaktan yang ditambahkan ke dalam larutan asam salisilat, maka semakin besar pula

volume NaOH yang dibutuhkan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar

konsentrasi surfaktan maka akan semakin tinggi pula kelarutan asam salisilat di

dalam air. Dan juga surfaktan dapat mempengaruhi kelarutaan asam

salisilat,konsentrasi asam salisilat dapat menentukan besar atau kecilnya kelarutan

asam salisilat.

B. Saran

Sebaiknya dalam parktikum ini menggunakan alat khusus untuk pengocokkan

(Orbital Shaker) sehingga didapatkan hasil yang sempurna, dan kesalahan pada saat

praktikum dapat diperkecil. Sebaiknya dalam parktikum ini menggunakan alat khusus

untuk pengocokkan (Orbital Shaker) sehingga didapatkan hasil yang sempurna, dan

kesalahan pada saat praktikum dapat diperkecil.

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, G. 2006. Pengembangan Sediaan Farmasi. Bandung: Penerbit ITB


Arisanty, dkk. 2019.Buku Penuntun Praktikum Farmasi Fisika. Makassar :

poltekkes kemenkes Makassar.

Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen

Kesehatan RI.

R. Voight .1994 . Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Edisi

Kelima.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

LAMPIRAN

1. Perhitungan Pembuaatan NaOH 0,1 N sebanyak 1000 ml


N = W/BE x V

W = N x BE x V

W = 0,1 N x 40 x 1000 ml

W = 4000 mg (4gram)

2. Perhitungan Pembakuan NaOH

Dibuat KH Ftalat 10 ml 0,1 N

W = V x N x BE

W = 10 x 0,1 x 403,23

W = 204,23 mg

W = 0,2042

Data Titrasi

No. Berat (g) Pengamatan Volume


Titik Awal Titik Akhir Titrasi
1 0,2043 0,0 ml 13,0 ml 13,0 ml
2 0,2035 13,0 ml 28,5 ml 15,5 ml

1. m grek NaOH = m grek KHP

VxN = mg/BE

13 x N = 204,3 / 204,23

13 x N = 1,0003

N = 1,0003/ 13

N = 0,0769

2. m grek NaOH = m grek KHP

VxN = mg/BE
15,5 x N = 203,5 / 204,23

15,5 x N = 0,9964

N = 0,9964/ 15,5

N = 0,0643

Normalitas rata- rata (0,0769 + 0,0643) / 2 = 0,0706

PERHITUNGAN DATA HASIL PERCOBAAN

5 mg/0,005 g dibuat pengenceran 10 mg

5 mg
HP = x 100 ml
10 mg

= 50 ml (5 mg Tween)

Diketahui : BM asam salisilat = 138,12 g/mol


BE = BM

1. Konsentrasi I
mgrek asam salisilat ~ mgrek NaOH
mg
=V . N
BE
mg=BE .V . N
mg=138,12 ×1,5 × 0,0769
mg=15,932142 mg
50 ml
kadar = ×15,932142 mg
10 ml
¿79.66071 mg/ml

2. Konsentrasi II
mgrek asam salisilat ~ mgrek NaOH
mg
=V . N
BE
mg=BE .V . N
mg=138,12 ×2 ×0,0769
mg=21,242856 mg
50 ml
kadar = ×21,242856 mg
10 ml
¿ 106,21428 mg

3. Konsentrasi III
mgrek asam salisilat ~ mgrek NaOH
mg
=V . N
BE
mg=BE .V . N
mg=138,12 ×2,6 × 0,0769
mg=27,6157128mg
50 ml
kadar = ×27,6157128 mg
10 ml
¿ 138,078564 mg
4. Konsentrasi IV
mgrek asam salisilat ~ mgrek NaOH
mg
=V . N
BE
mg=BE .V . N
mg=138,12 ×3,3 × 0,0769
mg=35,0507124 mg
50 ml
kadar = ×35,0507124 mg
10 ml
¿ 175,253562 mg
5. Konsentrasi V
mgrek asam salisilat ~ mgrek NaOH
mg
=V . N
BE
mg=BE .V . N
mg=138,12 ×3,6 × 0,0769
mg=38,2371408 mg
50 ml
kadar = ×38,2371408 mg
10 ml
¿ 191,185704 mg
6. Konsentrasi VI
mgrek asam salisilat ~ mgrek NaOH
mg
=V . N
BE
mg=BE .V . N
mg=138,12 × 4 ×0,0769
mg=42,485712 mg
50 ml
kadar = × 42,485712mg
10 ml
¿ 212,42856 mg

7. Konsentrasi VII
mgrek asam salisilat ~ mgrek NaOH
mg
=V . N
BE
mg=BE .V . N
mg=138,12 × 4,5× 0,0769
mg=44,6099976 mg
50 ml
kadar = × 44,6099976 mg
10 ml
¿ 223,049988 mg
8. Konsentrasi VIII
mgrek asam salisilat ~ mgrek NaOH
mg
=V . N
BE
mg=BE .V . N
mg=138,12 ×5,2 ×0,0769
mg=55,2314256 mg
50 ml
kadar = ×55,2314256 mg
10 ml

¿ 276,157128 mg

Grafik Konsentrasi
300

250

200

150
Column1

100

50

0
0 0.1 0.5 1 5 10 50 100

Anda mungkin juga menyukai