Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

Open Globe Trauma

Pembimbing:

dr. F. A. Timmy Budi Yudhantara, Sp.M

dr. Adrian Bamby Sutrisno, Sp.M

Oleh:

Norman Sukmadi 201806010058


Malvin Tandry 201806010036

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA


RS ST. CAROLUS
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN ATMA JAYA
PERIODE: 6 JANUARI - 1 FEBRUARI 2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, karena atas rahmat dan kasih karunia-
Nya, penulisan referat dengan judul “Trauma Terbuka Bola Mata” dapat berjalan dengan baik.
Penulis juga berterima kasih terhadap pembimbing, dr. Timmy Budi Y., Sp.M dan dr. Adrian
Bamby, Sp.M sudah menyisihkan waktu untuk dapat berdiskusi mengenai topik ini.

Dalam kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan permohonan maaf yang
sebesar-besarnya atas segala kesalahan baik yang disengaja maupun tidak. Penulis menyadari
bahwa masih banyak kekurangan dalam referat ini. Oleh karena itu, segala saran atau kritik
yang membangun akan dijadikan sebagai pemacu untuk membuat karya yang lebih baik lagi.
Akhir kata, penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat.

Jakarta, 25 Januari 2020

Penulis
BAB I

LATAR BELAKANG

1.1 Latar Belakang


Trauma mata merupakan kejadian yang tidak jarang dapat ditemui pada kejadian
sehari-hari. Trauma mata merupakan penyebab utama kebutaan monokuler di seluruh dunia,
terutama pada negara-negara berkembang. Pada praktik klinis, sering kali klinisi melakukan
klasifikasi trauma mekanik pada mata menggunakan sistem Birmingham Eye Trauma
Terminology (BETT). Menurut BETT trauma mekanik okular terbuka dibagi menjadi 2, ruptur
dan laserasi; dan laserasi dibagi menjadi 3, yaitu penetrasi, intraocular foreign body (IOFB),
dan perforasi.
Trauma mata sering kali ditemukan pada laki-laki, ketimbang perempuan. Teruma laki-
laki usia dewasa muda. Trauma bola mata terbuka merupakan penyebab utama kerusakan
anatomis dan fungsional pada jalur visual, hal ini terjadi karena trauma mata jenis ini terjadi
secara mendadak dengan konsekuensi yang sangat luas.1
Pada masa ini, seiring dengan berkembangnya ilmu kedokteran dan kesehatan
memungkinkan pasien dengan trauma mata memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan
masa lampau karena memungkinkannya dilakukan teknik operatif microsurgery. Beberapa
prediktor yang mungkin menandakan buruknya prognosis berupa : luka lebih dari 5 mm,
terlambat mendapatkan bantuan (>24 jam), tajam penglihatan yang buruk, ruptur bola mata,
trauma mata zona III, riwayat penetrasi keratoplasti, ablasi retina, perdarahan vitreous, dan
ekspulsi lensa kristalina.
Karena trauma mata, khususnya trauma mekanik tidak jarang ditemukan, dan seringkali
memerlukan tatalaksana yang cepat dan tepat. Kami, sebagai calon dokter umum mengangkat
topik ini, agar dapat memahami lebih lanjut klasifikasi dan tatalaksana pada kelainan mata ini.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Introduksi

Trauma bola mata terbuka adalah sekumpulan kelainan pada bola mata dengan
gangguan pada seluruh lapisan ketebalan kornea ataupun sklera yang memungkinkan
hubungan antara bangun intraokular terhadap lingkungan luar.
Menurut BETT trauma mekanik dapat dibedakan menjadi 2, closed globe dan open
globe. Open globe dapat kembali dibedakan menjadi ruptur dan laserasi; dan laserasi kembali
lagi dibagi menjadi penetrasi, intraocular foreign body dan perforasi. Open globe injury adalah
terdapatnya luka full-thickness dinding bola mata. Ruptur adalah luka full-thickness yang
diakibatkan oleh benda tumpul, sedangkan laserasi adalah luka full-thickness yang diakibatkan
oleh benda tajam. Luka penetrasi adalah hanya adanya luka masuk, luka intraocular foreign
body adalah adanya benda asing yang mengakibatkan laserasi masuk kedalam bola mata, dan
luka perforasi adalah adanya luka masuk dan luka keluar. Selain mengklasifikasikan trauma
pada mata dengan tipenya, yaitu berdasarkan mekanisme terjadinya trauma, trauma juga
dikelompokan berdasarkan tajam penglihatan pada saat awal pemeriksaan, terdapat atau
tidaknya RAPD, dan posisi panjang luka (zona).
Lokasi dari trauma mata terbuka dapat diklasifikasikan menjadi 3 zona. Zona 1 adalah
kerusakan hanya terjadi pada kornea dan limbus, zona 2 terjadi ketika melewati kurang dari 5
mm dari limbus ke sklera, dan zona 3 merujuk pada lesi yang melebihi 5 mm dari limbus.
Kejadian tersering dari lesi pada zona 1 adalah laserasi kornea, pada zona 2 sering kali merusak
segmen anterior, dan dapat ditemukan hifema, dislokasi lensa dan opasitas lensa meningkat,
dan pada zona 3 biasa dapat merusak segmen posterior seperti koroid, retina, dan nervus
optikus.
Tanda yang dapat diamati umumnya muncul pada trauma bola mata terbuka adalah
distorsi pupil, segmen anterior mata lebih rata atau sempit, dan protrusi jaringan uveal menuju
okulus eksterna. Tanda lain yang dapat menimbulkan kecurigaan terjadinya trauma bola mata
terbuka adalah perdarahan dan kemosis hebat, bola mata lembik, laserasi lipatan mata dalam,
dan perdarahan intraokuler (perdarahan vitreous, hifema).
Klasifikasi trauma bola mata terbuka :
1. Laserasi seluruh lapisan dinding bola mata
2. Ruptur bola mata
Laserasi pada seluruh lapisan dinding bola mata merupakan trauma yang disebabkan
oleh penetrasi dari benda tajam atau proyektil kecepatan tinggi yang menembus kornea, sklera,
atau keduanya. Obyek tajam ini dapat tetap terasa pada tempat masuk luka, atau sudah ditarik
kembali, maupun sudah masuk seutuhnya ke dalam bola mata, atau menembus secara
keseluruhan dari bola mata dan menyebabkan enter dan exit wounds atau yang dikenal sebagai
trauma penetrasi ganda.
Benda asing yang berada di bagian posterior dalam bola mata sulit untuk dikeluarkan
tanpa menyebabkan kerusakan struktural lainnya. Apabila risiko terlalu tinggi, lebih baik
dibiarkan terlebih dahulu dan prosedur ekstraksi benda asing dapat dilakukan oleh spesialis
mata bidang vitreous / badan kaca.
Ruptur bola mata adalah terjadinya pemisahan atau robeknya kornea dan atau sklera
pada bagian terlemah dari bola mata akibat daya yang umumnya dihasilkan oleh trauma
tumpul. Bagian paling sering adalah bagian mata yang lebih longgar seperti, posterior dari otot
gerakan bola mata, lamina kribosa, atau pada area bekas operasi sebelumnya. Ruptur bola mata
harus dicurigai pada kejadian trauma bola mata yang berujung pada kemosis masif berdarah
atau konsistensi bola mata tampak lembik. Apabila terjadi keadaan tersebut, maka mata terkait
harus segera diberi pelindung dan rujukan ke spesialis penyakit mata harus segera dilakukan.
2.2 Epidemiologi dan Faktor Risiko
Secara garis besar, trauma mata ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan
(74% vs 26%). Penelitian yang dilakukan di New Zealand, menemukan bahwa trauma mata
yang diklasifikasikan menjadi closed globe ditemukan lebih banyak dibandingkan dengan open
globe. Trauma penetrasi (~50%) menempati trauma terbuka tersering dibandingkan tipe
lainnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di rumah sakit tersier, trauma mata terbuka
paling sering terjadi ketika seseorang sedang bermain atau olahraga, diikuti dengan bekerja,
menulis, atau pada kecelakaan lalu lintas. Adapun, beberapa benda paling sering yang
menyebabkan trauma tipe ini adalah batang kayu (hingga 50% kasus), diikuti pisau, pensil,
sapu, pecahan kaca, dan gunting. Kejadian terbanyak yakni pada zona I (kornea, limbus, sklera,
dan konjungtiva bulbi). Menurut Jovanovic et al., 75% trauma mata terjadi ketika pukul 10
pagi dan 10 malam. Sebagian besar pasien (30.3%) hanya memiliki visus persepsi cahaya,
namun perlu diingat bahwa visus pada trauma mata berbeda-beda, dari kebutaan hingga 1.00.
Salah satu aspek keluaran dari perbaikan visus dari pasien-pasien ini salah satunya adalah
datangnya untuk mencari bantuan medis di bawah 48 jam.
Alasan mengapa terjadinya trauma okuler terbuka lebih banyak terjadi pada pria
mungkin karena pria cenderung melakukan atau menyukai aktivitas luar ruangan yang lebih
berbahaya, lebih berisiko, dan lebih intens.

2.3 Klasifikasi Trauma Terbuka Bola Mata


2.3.1 Ruptur
Ruptur merupakan luka full-thickness pada dinding bola mata, yang
disebabkan benda tumpul. Trauma tumpul pada mata menyebabkan kompresi
antero-posterior bola mata dan selanjutnya ekspansi bola mata. Ekspansi ini
menyebabkan tekanan pada anterior mata dan mengakibatkan jaringan limbus
teregang. Akibatnya, akuos mengalir ke posterior dan perifer, dan
mengakibatkan terjadinya retro-displacement iris dan lensa. Hal ini dapat
menyebabkan robekan pada badan siliar atau iris, yang dapat menyebabkan
hifema. Karena mata terisi cairan yang tidak dapat dikompresi, cedera ini akan
meningkatkan peningkatan TIO secara sementara. Selain itu dapat terjadi
pembukaan dinding bola mata di tempat yang paling rentan, hal ini diakibatkan
adanya kekuatan yang meningkat; herniasi jaringan sangat sering ditemukan
pada kasus ini. Sering kali ruptur bola mata terjadi pada zona ke 3. Ruptur pada
sklera sering kali tidak terlihat dan terletak posterior, dokter perlu lebih
memberikan perhatian lebih dari tanda dari ruptur sklera seperti adanya
kemosis, hifema, dan visus yang buruk. Prognosis dari ruptur sangat buruk
dikarenakan sering kali ruptur pada segmen posterior, memiliki asosiasi dengan
endoftalmitis, adanya foreign body, dan ablasio retina yang dapat berujung pada
kebutaan mata secara unilateral. Menurut penelitian, faktor yang berhubungan
dengan prognosis kebutaan adalah integritas dari bola mata, terjadinya
endopthalmitis, terjadinya ablasio retina dan kejadian relative afferent pupillary
defect (RAPD).

2.3.2 Laserasi
Laserasi pada kasus trauma bola mata merupakan akibat dari kontak
antara bola mata dengan benda tajam yang selanjutnya akan dibagi menjadi
penetrasi (bila terdapat luka masuk saja atau luka masuk dan keluar pada tempat
yang sama), perforasi (terdapat luka masuk pada lokasi yang berbeda dengan
luka keluar), serta intraocular foreign body (IOFB) atau benda asing dalam bola
mata yang seperti namanya, yakni terdapat benda asing yang tertinggal di dalam
bola mata.
Trauma jenis penetrasi merupakan tipe trauma yang paling sering
ditemukan pada kelompok usia anak di rumah sakit seluruh dunia, hingga
48.4%-83% dari seluruh trauma bola mata terbuka dan diikuti oleh ruptur bola
mata dan benda asing di dalam bola mata (IOFB). Trauma pada zona 1 paling
banyak ditemui pada pasien anak, sedangkan trauma pada zona 3 memiliki
prognosis terkait penglihatan yang paling buruk dibandingkan zona lainnya.

2.3.2.1 Penetrasi
Cedera penetrasi adalah jika terdapat sebuah luka masuk dan
mungkin saja terdapat benda asing yang tertinggal di dalam mata, dan
jika terdapat lebih dari 1 luka masuk, hal ini harus dikarenakan oleh agen
yang berbeda. Penetrasi dengan adanya benda asing yang tertinggal
memerlukan penanganan terapi yang kompleks. Menurut penelitian
sebanyak 14% pasien terkena trauma penetrasi yang terdapat benda
asing yang tertinggal. Hal yang sering mengkomplikasi trauma ini
adalah terjadinya katarak sekunder. Perdarahan vitreous juga sering kali
ditemukan akibat cedera penetrasi. Trauma penetrasi dapat menembus
konjungtiva yang mengkibatkan rupturnya pembuluh darah kecil, yang
dapat mengkibatkan perdarahan subkonjungtiva. Bila terlihat adanya
robekan konjungtiva, perlu dicurigai terdapat robekan sklera. Terkadang
jika terjadi luka pada sklera bagian depan, terkadang sukar terlihat
dikarenakan mungkin sekali terjadi kemosis konjungtiva. Trauma
tembus pada sklera yang tidak mengenai vitreous, umumnya kurang
berbahaya. Komplikasi tersering dari hal ini adalah ablasio retina.

2.3.2.2 Intraocular Foreign Body (IOFB)


Benda asing intraokuler atau intraocular foreign body (IOFB)
merupakan sebuah keadaan dimana terdapat benda / proyektil yang tidak
sengaja tertinggal di bagian dalam bola mata atau bagian dalam rongga
orbita. Keadaan ini menjadi perhatian karena diperlukan ekstraksi benda
asing dengan cepat dan tepat guna menjaga penglihatan pasien.
Apabila kita menemukan pasien dengan riwayat mengalami
keadaan ledakan, tembakan, dan hantaman logam dengan logam, harus
dicurigai apakah terdapat benda asing secara intraokuler ataupun intra
orbital. Aapabila gambaran media refraksi masih cukup jernih dan
bening, maka klinisi dapat dengan budah menemukan apa yang
kemungkinan menjadi penyebab benda asing yang tertinggal. Keadaan
akan berbeda dan mengganggu ketika terjadi perdarahan masif atau
apabila terjadi pembengkakakan hebat, pada kasus ini, pemeriksaan
penunjang seperti CT-SCAN akan dapat mendeteksi hampir seluruh
benda asing dan dokter mengetahui rerata jumlah lokasi dari benda asing
tersebut, MRI dapat digunakan hanya apabila yakin tidak terdapat benda
asing dari logam.
Beberapa trauma benda asing pada bagian bola mata dapat
disebabkan oleh zat kimia, batu/ pasie/ tanah, zat inert seperti kaca, dsb.,
penghasil radikal bebas seperti besi dsb., benda organik seperti
tumbuhan dan serangga.
Apabila kita mendiagnosis atau mencurigai tingginya
kemungkinan terjadinya trauma bola mata terbuka, pemeriksaan
tonometri harus dihindari sebagai pencegahan ekstruksi lebih lanjut dari
isi bola mata. Pemberian antibiotik sistemik disarankan pada kasus
seperti ini untuk mencegah terjadinya endoftalmitis. Benda asing yang
masih terdapat / tersangkut di bagian dalam mata diasosiasikan dengan
terjadinya endoftalmitis pada sebesar 7-12% kasus. Risiko endoftalmitis
berkurang apabila intervensi antibiotik diberikan selama 48 jam dan
tatalaksana lebih lanjut dari spesialis mata dilakukan segera.
Pada tahap awal penilaian trauma pada pasien yang datang,
kondisi darurat lainnya perlu ditangani terlebih dahulu, hingga pasien
stabil, baru lanjutkan pemeriksaan terkait gangguan penglihatan.
Anamnesis yang baik dan lengkap perlu dilakukan; IOFB perlu dicurigai
apabila terdapat riwayat ledakan, luka tembakan, atau benda tajam yang
masuk ke dalam mata; serta, penting untuk lanjut melakukan
pemeriksaan penunjang pencitraan apabila memungkinkan dan fasilitas
mendukung.
Catatan penting terkait pemeriksaan pencitraan pada mata
dengan riwayat trauma adalah apabila hendak melakukan pemeriksaan
USG, penggunaan jel harus banyak dan tekanan dilakukan seminimal
mungkin. Apabila keadaan mendukung, lakukan pemeriksaan tajam
penglihatan, nilai apakah terdapat gangguan pada persarafan seperti
apabila terdapat afferent pupillary defect (APD), nilai kerusakan pada
lapang pandang secara konfrontasi, dan nilai apakah adanya gangguan
pada gerakan bola mata.

Gambar 1. Benda asing di


dalam bola mata
Gambar 2. Paku
yang menempel pada bola
mata dengan setengah
bagian masih di luar bola
mata.

2.3.2.2.1 Benda Asing Konjungtiva


Konjungtiva merupakan lapisan paling superfisial dari mata
sehingga memungkinkan mudahnya terjadi trauma. Trauma pada area
ini umumnya mempunyai prognosis baik dan jarang memerlukan
intervensi bedah. Kejadian yang paling sering ditemukan adalah adanya
benda asing di konjungtiva. Hal penting yang perlu diperhatikan pada
trauma di area konjungtiva adalah kemungkinan trauma yang lebih
dalam dan mempengaruhi struktur lain di belakang konjungtiva. Pada
trauma mata secara langsung atau tidak langsung mengenai bagian
konjungtiva, seluruh atau sebagian benda asing tersebut dapat tertinggal
atau masih menempel pada jaringan konjungtiva.
Diagnosis dibuat secara klinis dengan anamnesis dan tanda
klinis. Adapun pemeriksaan yang paling berguna adalah dengan
menggunakan slit-lamp sembagi melakukan manuver eversi baik pada
salah satu kelopak saja, atau dapat dilakukan double eversion.
Pemeriksaan menggunakan uji flurorescin topikal untuk melihat adanya
luka pada permukaan kornea dapat dilakukan untuk menunjang
diagnosis pada pasien dengan keluhan sensasi benda asing. Hal ini
karena keluhan sensasi benda asing umumnya dapat ditemukan pada
pasien dengan abrasi kornea. Paling umum dapat ditemukan benda asing
pada bagian cul-de-sac konjungtiva inferior.
Manifestasi klinis berupa keluhan subyektif adanya rasa
mengganjal karena ada benda asing atau rasa sakit hebat bila mata
mengedip atau melirik.

2.3.2.2.1 Benda Asing Kornea


Kejadian benda asing pada bagian kornea merupakan kejadian
paling banyak kedua setelah benda asing pada konjungtiva. Benda asing
pada kornea dapat merupakan trauma minor (terbatas hanya sebatas
kedalaman epitel) atau trauma mayor (dapat tertanam ke dalam seluruh
lapisan kornea). Aspek yang paling penting dari benda asing kornea
adalah pada penatalaksanaannya kita harus dapat memastikan bahwa
tidak terdapat bahan yang tertinggal atau tersisa pada bagian mata
pasien.
Diagnosis benda asing pada bagian kornea umumnya dibuat
berdasarkan anamnesis dan tanda klinis dari anamnesis didapatkan
riwayat kemasukan benda asing dengan keluhan berupa rasa mengganjal
dengan atau tanpa rasa sakit yang hebat bila mata mengedip atau
berlirik. Pada pemeriksaan fisik paling baik adalah dengan bantuan slit
lamp dapat dilihat adanya benda asing pada kornea baik terlihat secara
langsung maupun tidak langsung. Apabila terdapat benda asing
berbahan logam besi, maka setelah beberapa lama, menyebabkan
gambaran rust-ring. Pemeriksaan dengan menggunakan fluoresein
topikal juga dapat dilakukan untuk menilai permukaan kornea akibat
benda asing. Pada kasus benda asing di kornea diperlukan pemeriksaan
yang lebih detail karena tak jarang benda asing hanya tampak sedikit di
permukaan, karena dapat nampak seperti permukaan ternyata
menembus hingga ke bilik mata depan.Apabila mencurigai terjadinya
kebocoran dari humor akuous, dapat dilakukan pemeriksaan Seidel test.

Patofisiologi
Pada kejadian benda asing dalam bola mata, umumnya terdapat
momentum yang sangat besar hingga menyebabkan benda asing dapat
mencapai mata. Beberapa hal yang terjadi pada proses masuknya benda asing
adalah :
1. Terdapat luka masuk (entrance wound)
2. Terdapat inflamasi
3. dengan mekanisme dapat berupa mekanikal atau secara kimiawi, serta
situs lain.

Perlu diketahui bahwa sebenarnya trauma akibat benda tumpul lebih destruktif
dibandingkan benda tajam pada struktur mata. Inflamasi yang terjadi akibat
masuknya benda asing sehingga memicu inflamasi, kejadian ini memungkinkan
terjadinya sinekia dan peningkatan TIO.

Diagnosis
Penegakkan diagnosis dimulai dengan melakukan anamnesis yang baik
dan benar, pertanyaan seputar riwayat trauma yang terjadi (kapan, di mana,
bagaimana, oleh siapa, dari jarak berapa, benda terkait, dsb.). Perlu diingat
bahwa apabila dicurigai besar terjadi trauma dengan benda asing, namun pada
pemeriksaan tidak ditemukan adanya benda asing apapun, penting untuk terus
melanjutkan pemeriksaan untuk mencari benda asing yang mungkin sulit
diambil. Sebaiknya benda asing selalu dicurigai pada seluruh kasus trauma bola
mata terbuka karena hingga 20% kasus tidak menyatakan rasa nyeri, terutama
pada anak-anak yang mungkin tidak menyadari telah terjadi trauma, atau pada
orang-orang yang dalam penyangkalan.
Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan menggunakan kasat mata
atau dengan menggunakan slit lamp, selain itu dapat dilakukan pemeriksaan
penunjang menggunakan oftalmoskopi yang dapat memberikan gambaran
secara langsung kerusakan jaringan intraokuler dengan benda asing terkait.
Pemeriksaan visus perlu dilakukan, sebab visus dapat menjadi prediktor
keluaran dari visual akhir mata yang mengalami trauma. Jika ditemukan visus
yang buruk (dibawah 20/200), atau hifema, terdapat pupil dan uvea yang tidak
normal adalah indikator dari trauma tembus pada mata yang perlu dilakukan
penanganan. Pemeriksaan ultrasonografi dapat digunakan oleh dokter
berpengalaman untuk mendeteksi terdapatnya benda asing serta lokasinya,
bahkan pada benda asing yang bukan golongan logam. Gambaran adanya
kemosis, perdarahan konjungtiva, adanya adhesi iris-kornea, defek iris, adanya
defek dari kapsula lensa, kekeruhan lensa yang akut dapat merupakan gambaran
sugestif terjadinya trauma. Jika terdapat uvea, vitreous atau retina yang
terekspos, test seidel positif, terlihat adanya iofb, merupakan tanda diagnostik
dari terjadinya trauma tajam
Pemeriksaan pencitraan dengan menggunakan foto polos sudah mulai
ditinggalkan dan menggantinya dengan penggunaan CT-SCAN yang lebih
canggih dan dapat mengetahui letak benda asing lebih mudah, walau demikian
masih belum dapat membedakan berbagai jenis logam yang mungkin tertinggal.
Kejadian positif palsu umumnya terjadi pada benda asing berbahan plastik dan
kayu. Pemeriksaan yang jauh lebih sensitif yakni MRI, namun keamanannya
perlu diperhatikan terutama pada pasien dengan riwayat trauma benda asing
berbahan logam.

2.3.2.3 Perforasi
Trauma mata perforasi adalah cedera pada mata dengan adanya luka
masuk dan luka keluar, serta kedua luka tersebut harus disebabkan oleh agen
yang sama. Jumlah insidens cedera mata tipe perforasi di seluruh dunia berkisar
dari 7-31%. Kejadian ini paling sering dialami pada rentang usia 2 hingga 77
tahun pada seluruh kasus namun dengan rerata usia paling banyak pada usia 24
tahun dan kebanyakan dari penderita adalah pria. Menariknya, kejadian truama
mata tipe perforasi paling sering terjadi di rumah.

Patofisiologi
Kerusakan pada selaput pembungkus bola mata seperti kornea
maupun sklera dapat menyebabkan perdarahan subkonjungtiva, laserasi
kornea, hifema, deformitas iris, disrupsi lensa, atau masalah pada
segmen posterior seperti perdarahan vitreus, robekan retina, hingga
ablasio retina. Seringkali cedera perforasi disebabkan oleh proyektil
dengan kecepatan tinggi (peluru BB atau shotgun) atau diakibatkan
obyek permukaan tajam (pisau, kaca, paku). Namun demikian, sebagian
proyektil yang dilaporkan merupakan proyektil tumpul dan dilaporkan
memiliki prognosis yang lebih buruk dikarenakan benda tumpul
memerlukan kecepatan yang lebih tinggi untuk masuk ke dalam bola
mata sehingga daya yang diserap permukaan mata lebih besar dan
demikian menghasilkan kerusakan yang lebih besar. Umumnya obyek
tajam dapat memperforasi mata dengan kecepatan datang jauh yang
lebih rendah, sehingga seringkali menyebabkan kerusakan yang
koinsidental yang tidak terlalu buruk, kecuali apabila terdapat pelepasan
retina, perdarahan submakular, cedera pada nervus optik atau bahkan
makula secara langsung, atau apabila ditemukan beberapa luka keluar
pada segmen posterior mata.
Kerusakan yang terjadi pada saat cedera perforasi diperburuk
oleh jaringan parut yang terbentuk walaupun sebenarnya merupakan
respons penyembuhan dari tubuh sendiri, namun hal ini nyatanya jauh
lebih merusak mata daripada trauma awal. Kontraktur pada membran
dapat muncul bahkan hingga 6 jam setelah trauma, dan ditambah dengan
faktor predisposisi lain seperti gangguan pada lensa dan perdarahan
pada vitreus dapat menyebabkan terjadinya pelepasan retina traksional.
Proses pembentukan kontraktur dimulai dengan luka pada sklera yang
menyebabkan respons perbaikan dari tubuh dengan peningkatan
pembentukan kolagen terutama bila terdapat perdarahan. Proses
proliferasi fibroblas ini terjadi di sepanjang luka masuk dan luka keluar
dan menyebabkan traksi anteroposterior.
Beberapa faktor terkait prognosis penglihatan yang buruk pada
seseorang dengan trauma bola mata terbuka tipe perforasi adalah trauma
akibat proyektil, tajam penglihatan preoperatif <5/200, perdarahan
vitrus masif, ablasi retina preoperatif, cedera langsung pada makula atau
nervus optik, lebih dari satu luka keluar, dan ketidakmampuan operator
untuk memisahkan seluruh vitreus dari luka keluar yang terbentuk.

Diagnosis
Penegakkan diagnosis pada trauma mata terbuka tipe perforasi
didukung dengan pemeriksaan fisik yang baik. Pemeriksaan tajam
penglihatan tidak selalu dapat dilakukan dengan tepat. Jika pasien masih
dapat melihat snellen chart hingga satu titik tertentu, selanjutnya dapat
dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan pinhole untuk mengetahui
apakah terdapat gangguan pada media refraksi.
Pemeriksaan fisik dimulai dari pemeriksaan kelopak mata untuk
mengetahui terjadinya laserasi maupun ruptur pada kelopak mata.
Pemeriksaan menyeluruh pada margo palpebra dan tulang periorbital
guna mengetahui apakah terjadi fraktur pada tulang periorbital.
Penilaian apakah terdapat lagofthalmos penting untuk menentukan
kemampuan menutup mata. Pemeriksaan permukaan bola mata mulai
dari konjungtiva, kornea, dan sklera untuk menilai apakah terjadi
robekan. Kecurigaan terjadinya ruptur sklera bila ditemui kemosis
konjungtiva, pupil iregular, dan visus turun karena perdarahan pada
vitreus. Distorsi bentuk dari permukaan kornea dan sklera dapat menjadi
tanda terjadinya ruptur,
Pemeriksaan tonometri tidak rutin dilakukan pada kasus trauma
bola mata perforasi, karena apabila integritas dinding bola mata
terganggu, tentunya akan terjadi penurunan dari tekanan bola mata. Bila
tidak berhati-hati dilakukan, pemeriksaan TIO dapat menyebabkan
prolaps jaringan intraokular lebih banyak yang dapat memperburuk
prognosis dan perbaikan fungsi penglihatan.
Pemeriksaan funduskopi dengan oftalmoskop akan memberikan
gambaran ringan jika trauma ringan dan tidak mengenai media refraksi
di aksis visual. Bila ruptur kornea luas, edema kornea, dan perdarahan
di bilik mata depan dapat menyebabkan evaluasi fundus sulit dilakukan.

Gambar 3. Trauma
mata dengan
gambaran luka keluar
pada segmen
posterior dengan
gambaran ablasi
retina.

2.4 Tatalaksana
Sebagai klinisi, kita perlu mengetahui berapa banyak waktu yang kita punya
untuk melakukan intervensi pada trauma-trauma mata. Pada kasus-kasus tertentu
seperti trauma akibat bahan kimia (khususnya alkali), terlihatnya adanya gelembung
udara pada intraokular, abses orbita, dan kehilangan penglihatan akibat perdarahan luas
merupakan sebuah emergensi yang harus langsung dilakukan intervensi. Trauma benda
asing intraokular yang berbahaya, pasien dengan endoftalmitis, adanya robekan terbuka
yang perlu ditutup dengan metode bedah, merupakan kasus-kasus urgensi yang perlu
ditangani sebelum 24 jam. Sedangkan pada pasien dengan peningkatan tekanan
intraokular (TIO) akibat adanya hifema atau rusaknya lensa, adanya ablasio retina,
perdarahan submakular; perlu penanganan paling lambat 72 jam. Pada pengelolaan
pasien dengan trauma mata, pasien harus tidak merasakan anti nyeri, pada kondisi
stabil, dan pasien harus tenang agar tidak terdapat banyak gerakan. Hal ini dapat dicapai
dengan menggunakan anastesi umum, maupun anestesi lokal dengan topikal, lnfiltrasi
lokal, ataupun anestesi regional. Sebagai dokter umum, dapat juga melakukan
penutupan mata dengan menggunakan penutup yang keras sebelum melakukan rujukan
ke dokter spesialis mata. Selain itu, pemberian vaksin tetanus juga dapat
dipertimbangkan. Melakukan irigasi pada bagian mata untuk menghilangkan benda
asing yang kotor dan mungkin terkontaminasi bakteri, dengan menggunakan NaCl
0.9%, membebaskan jaringan yang terjepit dari luka, bila memungkinkan melakukan
reposisi jaringan intraokular ke posisi anatomis yang normal. Penggunaan atropin dapat
dipertimbangkan untuk mengistirahatkan muskulus siliaris dan mencegah
perlengketan.
Tujuan utama dari tindakan pembedahan pada kasus trauma bola mata terbuka
adalah untuk memperbaiki kerusakan dan mengeluarkan benda asing yang masih
tertinggal. Pemberian antibiotik sebagai profilaksis direkomendasikan guna mencegah
terjadinya infeksi mata menyeluruh atau endoftalmitis.
Sebagian besar kasus benda asing di area konjungtiva dapat dengan mudah
dihilangkan bahkan dengan hanya menggunakan kapas atau jarum suntik insulin atau
jarum ukuran 30 gauge. Dianjurkan bahkan apabila benda asing termasuk dalam
golongan inert, tetap sebaiknya diambil. Pada kasus yang lebih sulit dapat digunakan
forceps atau spatula tumpul. Pemilihan anestesi yang lebih dianjurkan adalah anestesi
umum atau general anesthesia. Apabila kasus benda asing di kornea ditemukan,
sebaiknya dirujuk segera ke dokter spesialis mata dengan dibantu pemberian antibiotik
tetes mata. Pendekatan benda asing di kornea berbeda; karena apabila barang tidak
terlalu besar, tidak berbahaya, dan tidak menimbulkan benda asing maka dapat
dibiarkan kecuali menimbulkan keluhan di hari yang akan datang. Benda asing seperti
zat-zat yang dapat menimbulkan respon antigenik dan infeksi kemudian.
Apabila klinisi mencurigai keterlibatan bilik mata depan, maka pengambilan
dari benda asing sebaiknya dilakuka pada latar kamar operasi. Tindakan pencabutan
lapisan asing yang terlalu agresif, dapat menyebabkan bocor dari humor aquoeous.
Pada pemeriksaan awal, tidak ditemukan benda asing kita mencurigai erat terdapatnya
adanya benda asing, maka mata dapat diirigasi pada bagian forniks dan kemudian
permukaan konjungtiva diusap dengan kapas lidi yang sudah dibasahi cairan saline.
Terapi yang diberikan pada pasien dengan antibiotik topikal, sikloplegia, dan tahanan
yang diberikan pada bagian luar mata. Apabila pada tindakan pembedahan tidak
didapatkan adanya benda asing, maka perlu dipikirkan bahwa lokasi paling mungkin
tempat benda asing tertinggal adalah di posterior iris dalam kavitas vitreous arah jam
6, pada sub-retina, atau pada sudut mata, yang hanya mungkin dapat dilihat dengan
bantu gonioskopi.
Tindakan pencegahan yang paling penting adalah dengan menggunakan alat
pelindung diri atau dalam hal ini adalah kaca mata pelindung terutama pada orang-
orang berisiko tinggi.
Pada skenario trauma bola mata terbuka tipe perforasi terdapat berbagai hal
yang perlu dihindari, antara lain : jangan bilas mata dengan cairan selain saline atau air
hangat, atau bahkan lebih baik untuk tidak menyentuh mata sama sekali, jangan
mencabut benda asing yang masih tertinggal, jangan menekan bola mata, dan jangan
menggosok mata. Tindakan yang boleh dilakukan adalah bila cedera berat, tutup luka
dengan kasa lembab atau pelindung yang aman untuk kemudian rujuk pasien dengan
segera. Pada penetrasi obyek kecil, tutup mata dengan mangkuk kecil seperti potongan
dasar gelas atau botol air dan meminta pasien untuk menunggu dan berbaring dengan
tenang hingga bantuan lebih lanjut tiba. Tatalaksana pasti adalah dengan dilakukan
tindakan pembedahan. Tindakan pembedahan dapat dilakukan :

1. Vitrektomi = merupakan proses pengambilan dari vitreus atau badan kaca;


tindakan ini bertujuan untuk mengambil gumpalan hifema, lensa yang rusak,
perdarahan vitreus, dan atau benda asing, serta untuk memperbaiki lesi yang
dapat diperbaiki pada segmen posterior mata. Tindakan ini dilakukan segera
mungkin dan apabila pasien terlambat datang mencari bantuan, tetap tindakan
pasti dilakukan. Namun apabila tindakan dilakukan <2 hari setelah trauma
terjadi, maka risiko terjadinya perdarahan intraoperatif terbilang tinggi.
Tindakan reparasi luka keluar segmen posterior mata jarang dilakukan karena
dinyatakan bahwa risiko lebih banyak dibandingkan keuntungan yang
didapatkan, karena apabila tindakan ditunda (7-14 hari setelah trauma),
berdasarkan penelitian dinyatakan bahwa luka posterior dapat menutup dengan
sendirinya karena terjadi proliferasi fibroblas, namun kemungkinan terjadinya
proliferative vitroretinopathy (PVR) tinggi.
2. Pemasangan Scleral Buckle profilaksis = walaupun tindakan ini masih
kontroversial, namun para ahli mempercayai bahwa tindakan ini dapat
membantu mencegah terjadinya ablasi retina. Tindakan ini tidak lazim
dilakukan karena menurut teori, untuk tipe rhegmatogen retinal detachment,
kejadian ini diakibatkan rusaknya retina pada bagian vitreus dan bukan akibat
luka keluar.

Terapi tambahan atau adjuvan yang dapat diberikan antara lain berupa kortikosteroid
baik intravitreal atau sistemik guna meredakan peradangan yang terjadi sehingga
mencegah kerusakan lebih lanjut, pemberian tetes mata antibiotik spektrum luas tiap
jam dan antibiotik sistemik profilaksis. Beberapa obat-obatan tambahan lainnya masih
dalam tahap penelitian dan belum dianjurkan pemberiannya sebagai terapi pasti pada
kasus trauma bola mata terbuka tipe perforasi. Pemberian obat mata berupa salep
dihindari karena dikhawatirkan akan masuk ke dalam bola mata sebagai bolus.
Pemberian steroid pada kasus ruptur bola mata sebelum dilakukan penjahitan harus
dihindari. Hal yang paling penting adalah dilakukan rujuk segera ke fasilitas kesehatan
dengan tingkat lebih tinggi dan tenaga ahli dokter spesialis mata untuk tata laksana
lebih lanjut.
BAB III
KESIMPULAN

Trauma mata merupakan kejadian yang sering ditemui, khususnya pada instalasi gawat
darurat. Klasifikasi trauma mata menurut Birmingham Eye Trauma Terminology (BETT)
dibagi menjadi trauma terbuka dan tertutup. Trauma terbuka bola mata sering kali terlihat
gambaran klinis yang dramatis, dan tidak jarang mengancam penglihatan. Trauma terbuka
dapat dibagi menjadi adanya ruptur, dan laserasi (didalamnya terdapat penetrasi, perforasi dan
intraocular foreign body). Dalam menangani pasien dengan trauma mata, perlu melakukan
anamnesis, dan pemeriksaan fisik baik umum dan okular yang tepat; agar dapat
mengidentifikasi trauma dan melakukan tatalaksana serta rujukan yang tepat. Melakukan
irigasi dengan menggunakan NaCl 0.9%, dan melakukan anestesi dan membersihkan luka,
sembari memberikan rujukan terhadap dokter spesialis mata merupakan tindakan yang perlu
dilakukan oleh dokter yang mendapati pasien dengan trauma mata.
DAFTAR PUSTAKA

1. Mechanical injuries of the eye: incidence, structure and possibilities for prevention. -
PubMed - NCBI
2. A retrospective study of eyeball rupture in patients with or... : Medicine
3. Penetrating corneal wound with traumatic cataract and intraocular foreign body-case
report.
4. Ocular trauma epidemiology: 10-year retrospective study. - PubMed - NCBI.
5. Brundridge W, Reed D, Santamaria J, Mehta A, Valentin F, Davies B. Open globe
trauma in a military hospital: a review of the Ocular Trauma Score to help predict
enucleation or evisceration. Graefes Arch Clin Exp Ophthalmol. 2019
Aug;257(8):1789–93.
6. Thapa BB, Thapa D, Nath H. Open Globe Injury in a Tertiary Care Hospital. Journal
of Nepalgunj Medical College. 2018 Dec 31;16:62–5.
7. Guven S, Durukan AH, Erdurman C, Kucukevcilioglu M. Prognostic factors for open-
globe injuries: variables for poor visual outcome. Eye. 2019 Mar;33(3):392–7.
8. Li X, Zarbin MA, Bhagat N. Pediatric open globe injury: A review of the literature. J
Emerg Trauma Shock. 2015;8(4):216–23.
9. Pieramici DJ, MacCumber MW, Humayun MU, Marsh MJ, Juan E de. Open-globe
Injury: Update on Types of Injuries and Visual Results. Ophthalmology. 1996 Nov
1;103(11):1798–803.
10. Kuhn F, Pieramici DJ. Ocular trauma : principles and practice. Thieme. 2002; 235-76.
11. Buku Ajar Oftalmologi edisi pertama. BPFKUI. 2017; 466-70 & 492-6.

Anda mungkin juga menyukai