Anda di halaman 1dari 32

PAJAK PENGHASILAN UMUM

Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah Dasar-Dasar Perpajakan
Dosen pengampu:
Dr. Ai Siti Farida, M.Si

Disusun Oleh : Kelompok 7


1. Rajim Paris (1188010173)
2. Raka Afrilian Maulana (1188010174)
3. Riki (1188010187)
4. Saeful Bahri (1188010201)
5. Sayyid Ali Hilman (1188010206)

JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah Maha Kuasa atas segala limpahan rizki,dan rahmatNya,
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami
bisa menyelesaikan salah satu tugas mata kuliah“Dasar-Dasar Perajakan ” yang berjudul pajak
penghasilan umum.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar
menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami
yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini, Makasih.

Bandung, 14 Maret 2020

penyusun
DAFTAR ISI

COVER……………………………………………………………………………...………..1
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………...2
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………..3
BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………………………….….…4
BAB 2 PERMASALAHAN……………………………………………………………….…..5
a. Permasalahan Peraturan Pemerintah………………………………………………...6
b. Analisis penerapan pp.no 46 tahun 2013………………………………………….…7
BAB 3 KAJIAN TEORITI……………………………………………………………….….…8
A. Ketentuan pajak penghasilan umum…………………………………………….……9
a.pengertian pajak penghasilan…………………………………………………..….10
b.dasar hukum…………………………………………………………………….…11
c. subjek pajak………………………………………………………………………..12
d.kewajiban pajak……………………………………………………….…………...13
e.tidak termasuk subjek pajak………………………………………………………..14
f.objek pajak penghasilan…………………………………………………………….15
B. Penghitungan Penghasilan Neto dan Pajak…………………………………………16
C. Pp 46 Tahun 2013 Pasal 4 ayat 2………………………………………………..….17
BAB 4 PEMBAHASAN………………………………………………………………………..18
BAB 5 SOLUSI DAN SARAN…………………………………………………………………19
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………......……….20
BAB I

PEDAHULUAN

Peraturan perundang-undangan perpajakan yang mengatur tentang Pajak Penghasilan


yang berlaku sejak 1 Januari 1984 adalah undang-undang nomor 7 tahun 1983. Sebelum tahun
1983, pengenaan pajak yang berhubungan dengan penghasilan di istilahkan dengan nama: Pajak
Perseroan, Pajak Kekayaan, Pajak Pendapatan dan Pajak Penjualan.

Dengan makin pesatnya perkembangan social ekonomi sebagai hasil pembangunan


nasional dan globalisasi serta reformasi di berbagai bidang peprlu di lakukan perubhan undang-
undang tersebut guna meningkatkan fungsinya dan peranannya dalam rangka mendukung
kebijakan pembanguan nasional khusus nya di bidang ekonomi. Undang-undang nomor 7 tahun
1983 tentang pajak penghasilan telah beberapa kali di ubah dan di sempurnakan , yaitu dengan
undang-undang nomor 7 tahun 1991. Undang-undang nomor 10 tahun 1994, undang-undang
nomor 17 tahun 2000 dan yang terakhir adalah undang-undang nomor 36 tahun 2008.

Perubahan undang-undang Pajak Penghasilan tersebut di lakaukan dengan tetap


berpegang teguh pada prinsip-prinsip peroajakan yang dianut secara universal, yaitu keadilan,
kemudahan/efisiensi admonistrasi, dan produktivitas penerimaan negara serta tetap
mempertahankan system self assessment. Oleh karena itu, tujuan dan arah penyempuranaan
Undang-Undang Pajak Penghasilan tersebut adalah sebagau berikut:

1. Lebih meningkatkan keadilan pengenaan pajak


2. Lebih memberikan kemudahan kepada wajib pajak
3. Lebih memberikan kesederhanaan administrasi perpajakan
4. Lebih memberikan kepastian hukum, konsistensi, dan transparansi
5. Lebih menunjukan kebijakan pemerintah dalam rangka meningkatkan daya saing dalam
menarik investasi langsung di Indonesia baik penanaman modal asing maupun
penanaman modal dalam negeri di bidang-bidang usaha tertentu dan daerah-daerah
tertentu yang mendapat prioritas.

Pokok-pokok perubahan dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak


Penghasilan menjadi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 adalah sebagai berikut:1

1. Dalam rangka meningktakan keadilan pengenaan pajak maka di lakukan perluasan subjek
dan objek pajak dalam hal-hal tertentu dan pembatasan penegecualian atau pembebasan
pajak dalam hal lainnya.
2. Dalam rangka meningkatkan daya saing dengan negara-negara lain, mengedepankan
prinsip kedilan dan netralitas dalam penetapan tarif, dan memeberikan dorongan bagi
perkembangannya usaha-usaha kecil, struktur tarif pajak yang berlku juga perlu diubah
dan disederhanakan yang meliputi penurunan tarif secara bertahap, terencana pembedaan

Siti Resmi, Perpajakan: Teori dan Kasus, (Jakarta: Salemba Empat, 2014), hlm 73
1
tariff, serta penyederhanaan lapisan yang di maksudnkan untuk memberikan beban pajak
yang lebih proposional bagi tiap-tiap golongan Wajib Pajak tersebut.
3. Untuk lebih memberikan kemudahan kepada wajib pajak, sistem self assessment tetap di
pertahankan dan di perbaiki. Perbaikan terutama di lakukan pada system pelaporan dan
tata cara pembayaran pajak dalam tahun berjalan agar tidak mengganggu likuiditas wajib
pajak dan lebih sesuai dengan perkiraan pajak yang akan terutang. Bagi wajib pajak
orang pribadi yang menjakankan usaha atau pekerjaan bebas, kemudahan yang di berikan
berupa peningkatan batas predaran bruto untuk dapatmenggunakan norma ini sejalan
dengan realitas dunia saat ini yang makin berkembang tanpa melupakan usaha dan
pembinaan wajib pajak agar dapat melaksanakan pembukuan dengan tertib dan taat asas.

BAB II

PERMASALAHAN

a. Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Pada Usaha Mikro Kecil
Dan Menengah Di Kabupaten Batang (Studi Empiris pada Wajib Pajak Orang
Pribadi Pelaku UMKM yang Terdaftar di KPP Batang)

Pemerintah dalam rangka meningkatkan kontribusi masyarakat dalam


pembangunan mengeluarkan peraturan terbaru yang mulai berlaku tanggal 1 Juli 2013
yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013. PP 46 sejatinya mengandung tiga
tujuan utama kemudahan tertib administrasi, transparasi dan peningkatan kontribusi
masyarakat dalam pembangunan. Disinilah perlunya mengkaji lebih lajut dengan
melakukan perbandingan apakah mendapatkan pajak penghasilan terhutang lebih tinggi
atau lebih rendah menerapkan tarif sesuai PP 46 tahun 2013 atau sebaliknya lebih
nyaman dengan kondisi tarif yang sesuai dengan undang-undang No.36 tahun 2008
tentang pajak penghasilan dengan tariff 25% (Diatmika I Putugede,2013).

Penerapan PP 46 pada KPP Batang mulai di terapkan sejak berlakunya PP Nomor


46 tahun 2013 yaitu tanggal 1 Juli 2013. Penerimaan pajak sebelum penerapan PP Nomor
46 tahun 2013 yaitu bulan Januari sampai dengan Juni tahun 2013 penerimaan pajak di
KPP Batang sebesar Rp 559.026.149 atau43,5%. Setelah Penerapan PP Nomor 46 tahun
2013 pada KPP Batang penerimaan pajak bulan Juli sampai dengan Desember tahun
2013 naik menjadiRp 726.091.435 atau 56,5%. Jadi pada KPP Batang PP Nomor 46
tahun 2013 dapat meningkatkan penerimaan pajak pada UMKM Orang Pribadi, karena
setelah penerapan PP Nomor 46 tahun yaitu bulan Juli sampai dengan Desember
penerimaan pajak meningkat sebesar Rp167.065.286 atau 13%.Dari uraian diatas, maka
permasalahan yang dapat diindentifikasikan peneliti yaitu penerapan PP 46 pada KPP
Batang meningkatkan penerimaan pajak pada UMKM orang pribadi sebesar 13%.2

b. Analisis Penerapan Pp. No.46 Tahun 2013 Tentang Pajak Penghasilan Umkm
Terhadap Tingkat Pertumbuhan Wajib Pajak Dan Penerimaan Pph Pasal 4 Ayat
(2) Pada Kpp Pratama Manado
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan sektor ekonomi yang
mempunyai peran cukup besar dalam perekonomian nasional. Berdasarkan data Produksi
Domestik Bruto (PDB) tahun 2011, UMKM mempunyai kontribusi kurang lebih 57%
total PDB. Namun demikian apabila dibandingkan dengan kontribusi UMKM terhadap
penerimaan pajak, terdapat ketidaksesuaian. Dimana kontribusi UMKM pada penerimaan
pajak sangat kecil yaitu kurang lebih 0,5% dari total penerimaan pajak.
Ketidakseimbangan kontribusi UMKM tersebut merupakan suatu indikasi bahwa tingkat
ketaatan UMKM dalam memenuhi kewajiban perpajakan masih sangat rendah. (Sumber:
http://www.fiskal.kemenkeu.go.id, 19 Januari 2015).

Fadli Hakim : https://scholar.google.co.id/scholar?


2

hl=id&as_sdt=0%2C5&q=pajak+PPh+umkm&oq=#d=gs_qabs&u=%23p%3Dusq_rAvMuXIJ di akses
pada tanggal 11 Maret 2019
Dalam upaya mendorong pemenuhan kewajiban perpajakan secara sukarela, serta
mendorong kontribusi penerimaan Negara dari UMKM, pemerintah telah menerbitkan
PP. No. 46 Tahun 2013 tentang pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha yang
diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan yang memiliki omset dibawah Rp.4,8
miliar, dikenakan tarif 1% dari penjualannya.
Tanggal 1 Desember 2008 pada saat pemberlakuan modernisasi perpajakan,
Kantor Pelayanan Pajak Manado diubah menjadi KPP. Pratama Manado yang merupakan
gabungan dari 3 kantor pajak yakni KPP. Manado, kantor Pemeriksaan dan Penyidikan
Pajak, serta Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Manado. Wilayah kerja KPP.
Pratama Manado meliputi Kota Manado dan Kota Tomohon.

Sebelum penerapan PP. No. 46 Tahun 2013, jumlah pertumbuhan wajib pajak tertinggi
terjadi pada bulan September 2012 yakni mencapai jumlah 1.550 Wajib Pajak. Sedangkan
jumlah pertumbuhan terendah terjadi pada bulan Agustus 2012 yakni hanya mencapai 565 Wajib
Pajak. Hal ini terlihat dan ditunjukkan dalam gambar grafik dibawah ini.
Setelah penerapan PP. No. 46 Tahun 2013, jumlah pertumbuhan Wajib Pajak tertinggi
terjadi pada bulan Maret 2014 yakni mencapai jumlah 1.362 Wajib Pajak. Sedangkan jumlah
pertumbuhan terendah terjadi pada bulan Desember 2014 yakni hanya mencapai 347 Wajib
Pajak. Hal ini terlihat dan ditunjukkan pada gambar grafik dibawah ini.
Penerimaan PPh Final PP. No. 46 Tahun 2013 tertinggi terjadi pada bulan April 2014
hingga mencapai Rp. 1.184.389.818, dan terendah terjadi pada bulan Agustus 2013 sebesar Rp.
351.696.702. Sedangkan untuk jumlah penerimaan PPh Final Pasal 4 Ayat (2) tertinggi terjadi
pada bulan Desember 2014 hingga mencapai Rp. 37.021.114.795, dan terendah terjadi pada
bulan September 2013 sebesar 14.597.943.271.3

BAB III

KAJIAN TEORITIS

A. Ketentuan Pajak Penghasilan Umum


a. Pengertian Pajak Penghasilan
Pajak Penghasilan (PPh)adalah pajak yang di kenakan terhadap subjek pajak atas
penghasilan yang di terima atau di perolehnya dalam suatu tahun pajak.4
b. Dasar Hukum
Peraturan perundangan yang mengatur Pajak Penghasilan di Indonesia adalah UU
Nomor 7 tahun 1983 yang telah di sempurnakan dengan UU Nomor 7 tahun 1991,
UU Nomor 10 tahun 1994, UU nomor 17 tahun 2000, UU Nomor 36 tahun 2008,
peraturan pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan, Keputusan
Direktur Jendral Pajak maupun Surat Edaran Direktur Jendral Pajak.
c. Subjek Pajak
Subjek Pajak Pajak Penghasilan adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi
untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan Pajak
Penghasilan. Undang-undang Pajak Penghasilan di Indonesia mengatur pengenaan
Pajak Penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang
diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek pajak akan di kenakan Pajak

Yulia Ratna Furi : Penerapan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 Pada Usaha Mikro Kecil Dan
3

Menengah Di Kabupaten Batanghttps://scholar.google.co.id/scholar?


hl=id&as_sdt=0%2C5&q=Penerapan+Peraturan+Pemerintah+Nomor+46+Tahun+2013+Pada+Usaha+Mi
kro+Kecil+Dan+Menengah+Di+Kabupaten+Batang di akses pada tanggal 11 Maret 2019

Siti Resmi, Perpajakan: Teori dan Kasus, (Jakarta: Salemba Empat, 2014), hlm 74
4
Pengahsilan apabila menerima atau memperoleh penghasilan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Jika subjek pajak telah memenuhi kewajiban
pajak secara objektif maupun subjektif maka disebut wajib pajak adalah orang pribadi
atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan di
tentukan untuk melakaukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak dan
pemotong pajak tertentu.
Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 36 tahun 2008, subjek pajak
dikelompokan sebagai berikut:
1. Subjek Pajak orang pribadi.
Orang pribadi sebagai Subjek Pajak dapat bertempat tinggal atau berada di
Indonesiaataupun di luar Indonesia.
2. Subjek Pajak warisan yang belum terbagi sebagi satu kesatua, menggatikan yang berhak.
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan Subjek Pajak pengganti,
menggantikan mereka yang berhak, yaitu ahli waris. Penunjukan warisan yang belum
terbagi sebagai subjek pajak pengganti di maksudkan agar pengenaan pajak atas
penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan.
3. Subjek Pajak badan.
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,
perseroan komandiner, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha
milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana
pension, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi social politik,
atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi
kolektif dan bentuk usaha tetap. Badan Usaha milik negara dan Badan Usaha milik
daerah merupakan Subjek Pajak tanpa memerhatikan nama dan bentuknya, sehingga
setiap unit tertentu dari badan pemerintah, misalnya lembaga, badan, dan sebagainyayang
dimiliki oleh pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan merupakan Subjek Pajak. Dalam
pengertian perkumpulan termasuk pula assosiasi, persatuan, perhimpunan, atau ikatan
dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang sama.5

Siti Resmi, Perpajakan: Teori dan Kasus, (Jakarta: Salemba Empat, 2014), hlm 75
5
4. Subjek Pajak Bentuk Usaha Tetap
Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang bertempt tinggal di Indonesia tidak
lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan di Indonesia yang dapat berupa:
a. Tempat kedudukan manajemen
b. Cabang perusahaan
c. Kantor perwakilan
d. Gedung kantor
e. Pabrik, bengkel, dan gudang
f. Ruang untuk promosi penjualan
g. Pertambangan dan penggalian sumber alam
h. Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi
i. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, dan kehutanan
j. Proyek konstruksi, instalasi atau proyek perakitan
k. Pemberian jasa dalam bentuk oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih
dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan
l. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannyatidak bebas
m. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas
n. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung resiko di
Indonesia
o. Computer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau
digunskan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha
melalui internet.6

d. Kewajiban Pajak Subjektif

Siti Resmi, Perpajakan: Teori dan Kasus, (Jakarta: Salemba Empat, 2014), hlm 76
6
Kewajiban pajak subjektif berarti bahwa kewajiban pajak yang melekat pada
subjeknya dan tidak dapat dilimpahkan pada orang atau pihak lain. Pada umunya,
setiap orang yang bertempat tinggal di Indonesia memenuhi kewajiban pajak
subjektif. Sedangkan, untuk orang yang bertempat tinggal di luar Indonesia,
kewajiban pajak subjektifnya ada kalau mempunyai hubungan ekonomi dengan
Indonesia.
Apabila kewajiban pajak subjektif orang pribadi yang bertempat tinggal atau yang
berada di Indonesia hanya meliputi sebagian dari tahun pajak, bagian tahun pajak
tersebut menggantikan tahun pajak.7

e. Tidak Termasuk Subjek Pajak


Yang tidak termasuk Subjek Pajak berdasar Pasal 2 UUD Nomor 36 Tahun 2008
adalah :
1. Kantor perwakilan negara asing;
2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat laindari
negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja
pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga
negara indonesai dan di indonesia tidak menerima atau tidak memperoleh
penghasilan diluar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan
memberikan perlakuan timbal balik;
3. Organisasi-organisasi internasional dengan syarat indonesia menjadi anggota
organisasi tersebut dan tidak menjalankan usaha atau kegiatanlain untuk
memperoleh penghasilan dari indonesia selain memberikan pinjaman kepada
pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;
4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada
Nomor 3, dnegan syarat bukan warga negara indonesia dan tidak menjalankan
usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari
indonesia. Organisasi internasional yang tidak termasuk subjek pajak

Siti Resmi, Perpajakan: Teori dan Kasus, (Jakarta: Salemba Empat, 2014), hlm 76
7
sebagaimana dimaksud Nomor 3 ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan.
5. Organisasi-organisasi internasional yang berbentuk kerjasama teknik dan/atau
kebudayaan dengan syarat kerjasama teknik tersebut memberi manfaat pada
negara / atau pemerintah Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan
lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
6. Dalam hal terdapat ketentuan perpajakan yang diatur dalam perjanjian
internasional yang berbeda dengan ketentuan perpajakan yang diatur dalam UU
PPh, perlakuan perpajakannya didasarkan pada ketentuan dalam perjanjian
tersebut sampai dengan berakhirnya perjanjian yang diamksud, dengan syarat
perjanjian tersebut telah sesuai dengan Undang-Undang Perjanjian Internasional.

Nama-nama organisasi dan pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional


yang tidak termasuk Subjek Pajak Penghasilan diatur lebih lajut dalam Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 215/PMK.03/2008 disempurnakan dengan PMK
No.15/PMK.03/2010 dan PMK No.142/PMK.03/2012.8

f. Objek Pajak Penghasilan


Objek pajak merupakan segala sesuatu (barang, jasa, kegiatan, atau keadaan) yang
dikenakan pajak. Objek pajak penghasilan adalah penghasilan, yaitu setiap
tambahankemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan
nama dan dalam bentuk apapun.
Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepaada wajib pajak,
penghasilan dapat dikelompokan menjadi:
1. Penghasilan dari penghasilan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti
gaji, honorarium, penghasilan dari praktik dokter, notaris, aktuaris, akuntan,
pengacara, dan sebagainya.
2. Penghasilan dari usaha dan kegiatan.

Siti Resmi, Perpajakan: Teori dan Kasus, (Jakarta: Salemba Empat, 2014), hlm 77
8
3. Penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak, seperti
bunga, dividen, royalti, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak
dipergunakan untuk usaha, dan
4. Penghasilan lain-lain. Pembebasan dan hadiah.9
g. Penghasilan yang Termasuk Objek Pajak
Berdasarkan ayat 4 ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2008, penghasilan yang termasuk
objek pajak adalah:
1. Pergantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi,
uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam
undang-undang ini;
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
Dalam pengertian hadiah termasuk hadiah dari undian, pekerjaan, dan kegiatan
seperti hadiah undian tabungan, hadiah dari pertandingan olahraga, dan lain
sebagainya. Yang dimaksud dengan penghargaan adalah imbalan yang diberikan
sehubungan dengan kegiatan tertentu, misaknya imbalan yang diterima sehubungan
dengan penemuan benda-benda purbakala
3. Laba usaha;
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk;
a. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan
lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
b. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau
anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
c. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
pengambil alihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk
apapun;
d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan,
kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial, termasuk yayasan,

Siti Resmi, Perpajakan: Teori dan Kasus, (Jakarta: Salemba Empat, 2014), hlm 80
9
koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, atau
penguasaan diantara pihak-pihak yang bersangkutan; dan
e. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak
penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam
perusahaan pertambangan.
Apabila Wajib Pajak menjual harta dengan harga yang lebih tinggidari nilai
sisa buku atau lebih tinggi dari harga atau nilai perolehan, selisih harga tersebut
merupakan keuntungan. Dalam hal penjualan harta tersebut terjadi antara badan
usaha dan pemegang sahamnya, harga jual yang dipakai sebagai dasar untuk
perhitungan keuntungan dari penjualan tersebut adalah harga pasar.

Apabila suatu badan dilikuidasi, keuntungan dari penjualan harta, yaitu selisih
antara harga jual berdasarkan harga pasar dan nilai sisa buku harta tersebut,
merupakan objek pajak. Demikian juga, selisih lebih antara harga pasar dan nilai
sisa buku dalam hal terjadi penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
dan pengambilalihan usaha merupakan penghasilan.

Dalam hal terjadi pengalihan harta sebagai pengganti saham atau penyertaan
modal, keuntungan berupa selisih antara harga pasar dari harta yang diserahkan
dan nilai bukunya merupakan penghasilan.

Keuntungan berupa selisih antara harga pasar dan nilai perolehan atau nilai
sisa buku atas pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan merupakan
penghasilan bagi pihak yang mengalihkan kecuali harta tersebut dihibahkan
kepada keluarga dalam garis keturunan lurus satu derajat.

Demikian juga, keuntungan berupa selisih antara harga pasar dan nilai
perolehan atau nilai sisa buku atas pengalihan harta berupa bantuan atau
sumbangan dan hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial,
termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro
dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri
Keuangan bukan merupakan penghasilan, sepanjang tidak ada hubungannya
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan diantara pihak-pihak
yang bersangkutan.

Dalam hal Wajib Pajak pemilik hak penambangan meengalihkan sebagian atau
seluruh hak tersebut kepada Wajib Pajak lain, keuntungan yang diperoleh
merupakan objek pajak.

5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak;
Sebagai contoh, Pajak Bumi dan Bangunan yang sudah dibayar dan dibebankan
sebagai biaya, yang karena sesuatu sebab dikembalikan, maka jumlah sebesar
pengembalian tersebut merupakan penghasilan.
6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian
utang;
Premium terjadi apabila misalnya surat obligasi dijual di atas nilai nominalnya
sedangkan diskonto terjadi apabila surat obligasi dibeli di bawah nilai nominalnya.
Premium tersebut merupakan penghasilan bagi yang menerbitkan obligasi dan
diskonto merupakan penghasilan bagi yang membeli obligasi.
7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
Termasuk dalam pengertian dividen adalah:
a. Pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan
dalam bentuk apapun.
b. Pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor.
c. Pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus
yang berasal dari kapitalisasi agio saham.
d. Pembagian laba dalam bentuk saham.
e. Pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran.
f. Jumlah yang melebihi jumlah setoran sahammnya yang diterima atau diperoleh
pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang
bersangkutan.
g. Pembayaran kembali seluruh atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika
dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran
kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan
secara sah.
h. Pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima
sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut.
i. Bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi.
j. Bagian laba yang diterima oleh pemegang polis
k. Pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi.
l. Pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang
dibebankan sebagai biaya perusahaan.
8. Royaliti atau imbalan atas penggunaan hak

Royaliti adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara atau
perhitungan apa pun,baik dilakukan secara berkala atau tidak sebagai imbalan atas:

a. Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta dibidang kesustraraan,kesenian atau


karya ilmiah,paten,desain atau model,rencana formula atau proses, rahasia,merek
dagang atau bentuk hak kekayaan intelektual industrial atau hak serupa lainnya:
b. Penggunaan atau hak menggunakan peralatan /perlengkapan industrial komersial
atau hak serupa lainnya.
c. Pemeberian pengetahuan atau informasi dibidang ilmiah,teknikal,industrial atau
komersial
d. Pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau
hak menggunakan hak-hak tersebut pada huruf a,penggunaan atau perlengkapan
tesrsebut pada huruf b,atau pemberian pengetahuan atau informasi tersebut pada
huruf c, berupa
1. Penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman keduanya yang
disalukan kepada masyarakat melalui satelit, kabel serta optic,atau teknologi
yang serupa.
2. Penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara
vatau keduanya untuk siaran televise atau radio yang disiarkan /dipancarkan
melalui satelit, kabel serat optic,atau teknologi yang serupa.
3. Penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spectrum
komunikasi.
e. Pengunaan atau hak penggunaan film gamabr hidup (motion picture films) atau fita
video untuk siaran radio
f. Pelepasan seluruhnya atau sebagai hak hak yang berkenaan dengan penggunaan
atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagai
mana tersebut diatas.
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
Dalam pengetian sewa termasuk imbalan yang diterima atau diperoleh dengan nama
dan bentuk apapun dengan penggunaan harta gerak atau harta tak gerak misalnya
sewa mobil, sewa kantor, sewa rumah dan sewa gedung.
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala
Penerimaan berupa pembayaran berkala misalnya, “alimentasi” atau tunjangan
seumur hidup yang dibayar secara berulang-ulang dalam waktu tertentu.
11. Keuntungan karna pembebasan utang,kecuali sampai denngan jumlah tertentu yang
ditetapakan dengan peraturan pemerintah.
Pembebasan utang dengan pihak yang berpiutang dapat dibebankan sebagai yang
semua berutang. Sedangkan dari pihak piutang dapat bebankan sebagai biaya.namun
dengan peraturan pemerintah dapat ditetapakn bahwa pembebasan nutang dibittung
kecil mislnya kridit usaha keluarga prasejahtra.
12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing
13. Selisih lebih karena penilain kembali asset
14. Premi asuransi
15. Iuran yang diterima atau yang diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri
atas wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
Tambahan kekayaan neto pada hakikatnya merupakan akumulasi penghasilan baik
yang telah dikenakan pajak dan bukan objek pajak serta belum dikenakan
pajak.apabila diketahui adanya tambahan kekayaan neto yang melebihi akumulasi
penghasilan yang telah diekanakn pajak dan dan yang bukan objek pajak maka
tamabhan kekayaan tersebut merupakan penghasilan.
17. Penghasilan dari usaha berbasih syariah.
Kegiatan usaha berbasis syariah memiliki landasan filosofi yang berbeda dengan
kegiatan usaha yang bersifat konvensional namun penghasilan yang diterima atau
dipeoleh dari kegiatan usaha berbasis syariah tersebut tetap merupakan objek pajak
menurut undang-undang ini.
1. Penghasilan berupa Bunga deposito dan tabungan lainnnya, Bungan obligasi dan
surat utang Negara dan Bungan simpenan yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggota koperasi orang pribadi.
2. Penghasilan berupa hadiah undian
3. Penghasilan dari teransakti saham dan sekuritas lainnya, transakti deveratif yang
diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau penagihan
penyertaan modal pada perusaan pasangan yang diterima oleh perusaahn modal
ventura.
4. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah atau bangunan usaha jasa
konstruksi, usah real estat dan persewaan tanah atau bangunan
5. Penghasilan tetentu lainnya yang di atur dalam peraturan pemerintah, keputusan
mentri keuangan dan peraturan perundang-undangan perpajakn lainnya.10
g. Penghasilan tidak termasuk objek pajak

Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, terhadap


penghasilan-penghasilan tertentu yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, dikecualikan dari
pengenaan pajak penghasilan (bukan merupakan objek pajak). Penghasilan yang tidak termasuk
objek pajak menurut ketentuan tersebut adalah:

a. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga
amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima
oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi

10
Siti Resmi, Perpajakan: Teori dan Kasus, (Jakarta: Salemba Empat, 2014), hlm 81
pemeluk agama yanng diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang
dibentuk atau disahkan oleh pemrintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang
berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah;
b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat,
badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang
pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan diantara pihak-pihak yang bersangkuatan.

Bantuan atau sumbangan bagi pihak yang menerima bukan merupakan Objek Pajak
sepanjang diterima tidak dalam rangka hubungan kerja, hubungan hubungan kepemilikan,
atau hubungan penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan. Zakat yang diterima
oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah
dan para penerima zakat yang berhak serta sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi
pemeluk agama lainnya yang diakui di Indonesia yang diterima oleh lembaga keagamaan
yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan
yang berhak diperlakukan sama seperti bantuan atau sumbangan.

Hubungan usaha antara pihak yang memberi dan yang menerima dapat terjadi, misalnya
PT A sebagai produsen suatu jenis barang yang bahan baku utamanya diproduksi oleh PT B.
Apabila PT B memberikan sumbangan bahan baku kepada PT A, sumbangan bahan baku
yang diterima oleh PT A merupakan Objek Pajak.

Harta hibahan bagi pihak yang menerima bukan merupakan Objek Pajak apabila diterima
oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan,
badan pendidikan, atau badan sosial termasuk yayasan atau orang pribadi yang menjalankan
usaha mikro dan kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang
diterima tidak dalam rangka hubungan kerja, hubungan usaha, hubungan kepemilikan, atau
hubungan penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.

1. Warisan;
2. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) huruf b UU PPh sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti
penyertaan modal;
3. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah,
kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak vang dikenakan pajak secara
final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal L5 UU PPh; Penggantian atau imbalan dalam bentuk
natura atau kenikmatan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa merupakan tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima bukan dalam bentuk uang. Penggantian atau imbalan
dalam bentuk natura seperti beras, gula, dan sebagainya, dan imbalan dalam bentuk
kenikmatan, seperti penggunaan mobil, rumah, dan fasilitas pengobatan bukan merupakan
Objek Pajak. Apabila yang memberi imbalan berupa natura atau kenikmatan tersebut
bukan Wajib Pajak atau Wajib Pajak yang dikenal Pajak Penghasilan yang bersifat final
dan Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus
(deemed profit), imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan tersebut merupakan
penghasilan bagi yang menerima atau memperolehnya. Misalnya, seorang penduduk
Indonesia menjadi pegawai pada suatu perwakilan diplomatik asing di Jakarta. Pegawai
tersebut memperoleh kenikmatan menempati rumah yang disewa oleh perwakilan
diplomatik tersebut atau kenikmatan- kenikmatan lainnya. Kenikmatan-kenikmatan
tersebut merupakan penghasilan bagi pegawai tersebut sebab perwakilan diplomatik yang
bersangkutan bukan merupakan Wajib Pajak.
4. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi
kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa;
Penggantian atau santunan yang diterima oleh orang pribadi dari perusahaan asuransi
sehubungan dengan polis asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi beasiswa, bukan merupakan Objek Pajak. Hal ini selaras dengan
ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1) huruf d, yaitu bahwa premi asuransi yang dibayar oleh
Wajib Pajak orang pribadi untuk kepentingan dirinya tidak boleh dikurangkan dalam
penghitungan Penghasilan Kena Pajak.
5. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib
Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah,
dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia dengan syarat:
a. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan

b. Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang
menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling
rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;

"Badan usaha milik negara" dan "badan usaha milik daerah" antara lain, adalah
perusahaan perseroan (Persero), bank pemerintah, dan bank pembangunan daerah. Dalam
hal penerima dividen atau bagian laba adalah Wajib Pajak selain badan-badan tersebut di
atas, seperti orang pribadi baik dalam negeri maupun luar negeri, firma, perseroan
komanditer, yayasan dan organisasi sejenis, dan sebagainya, penghasilan berupa dividen
atau bagian laba tersebut tetap merupakan Objek Pajak.

6. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan menteri
keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai; Dikecualikan dari
Objek Pajak adalah iuran yang diterima dari peserta pensiun, baik atas beban sendiri
maupun yang ditanggung pemberi kerja. Pada dasarnya iuran yang diterima oleh dana
pensiun tersebut merupakan dana milik peserta pensiun, yang akan dibayarkan kembali
kepada mereka pada waktunya. Pengenaan pajak atas iuran tersebut berarti mengurangi
hak para peserta pensiun, dan oleh karena itu iuran tersebut dikecualikan sebagai Objek
Pajak.
7. Penghasilan dari model yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada
angka 7, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan;

Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana


dimaksud Pengecualian ini hanya berlaku bagi dana pensiun yang pendiriannya telah
mendapat pengesahan dari menteri keuangan. Yang dikecualikan dari Objek Pajak dalam
hal ini adalah penghasilan dari modal yang ditanamkan di bidang-bidang tertentu
berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan. Penanaman modal oleh dana pensiun
dimaksudkan untuk pengembangan dan merupakan dana untuk pembayaran kembali
kepada peserta pensiun di kemudian hari sehingga penanaman modal tersebut perlu
diarahkan pada bidang-bidang yang tidak bersifat spekulatif atau yang berisiko tinggi.
8. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi,
termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
9. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba
dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di
Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:

a. Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam
sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
dan

b. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;

Perusahaan modal ventura adalah suatu perusahaan yang kegiatan usahanya


membiayai badan usaha (sebagai pasangan usaha) dalam bentuk penyertaan modal untuk
suatu langka waktu tertentu. Berdasarkan ketentuan ini, bagian laba yang diterima atau
diperoleh dari perusahaan pasangan usaha tidak termasuk sebagai Objek Pajak, dengan
syarat perusahaan pasangan usaha tersebut merupakan perusahaan mikro, kecil.
menengah, atau yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dalam sektor-sektor
tertentu yang ditetapkan oleh mentern keuangan, dan saham perusahaan tersebut tidak
diperdagangkan di bursa efek di Indonesia. Apabila pasangan usaha perusahaan modal
entura memenuhi ketentuan ini, dividen yang diterima atau diperoleh perusahaan modal
ventura bukan merupakan Objek Pajak. Agar kegiatan perusahaan modal ventura dapat
diarahkan kepada sektor-sektor kegiatan ekonomi yang memperoleh prioritas untuk
dikembangkan, misalnya untuk meningkatkan ekspor r atau kegiatan dari perusahaan
pasangan usaha tersebut diatur oleh menteri keuangan. Mengingat perusahaan modal
ventura merupakan alternatif pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal, penyertaan
modal yang akan dilakukan oleh perusahaan modal ventura diarahkan pada perusahaan-
perusahaan yang belum mempunyai akses ke non-migas, usaha bursa efek.

10. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
11. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam
bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar
pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan
prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka
waktu paling lama empat tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya
diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; Bahwa dalam
rangka mendukung usaha peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan
dan/atau penelitian dan pengembangan diperlukan sarana dan prasarana yang memadai.
Oleh karena itu, itu dipandang perlu memberikan fasilitas perpajakan berupa
pengecualian pengenaan pajak atas sisa lebih yang diterima atau diperoleh sepanjang sisa
lebih tersebut ditanamkan kembali dalam bentuk pembangunan dan pengadaan sarana
dan prasarana kegiatan dimaksud. Penanaman kembali sisa lebih dimaksud harus
direalisasikan paling lama dalam jangka waktu empat tahun sejak sisa lebih tersebut
diterima atau diperoleh. Untuk menjamin tercapainya tujuan pemberian fasilitas ini,
lembaga atau badan yang menyelenggarakan pendidikan harus bersifat nirlaba.
Pendidikan serta penelitian dan pengembangan yang diselenggarakan bersifat terbuka
kepada siapa saja dan telah mendapat pengesahan dari instansi yang membidanginya.
12. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada
Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan. Bantuan atau santunan yang diberikan oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kepada Wajib Pajak tertentu adalah bantuan sosial
yang diberikan khusus kepada Wajib Pajak atau anggota masyarakat yang tidak mampu
atau sedang mendapat bencana alam atau tertimpa musibah.11

B. Perhitungan Penghasilan Neto Dan Pajak Terutang

Penghasilan Neto dapat dihitung dengan dua cara yaitu dengan dasar Norma
Penghitungan (pencatatan) dan pembukuan. Wajib pajak orang pribadi yang melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan wajib pajak badan di Indonesia wajib
menyelenggarakan pembukuan. Wajib pajak yang dikecualikan dari kewajiban
menyelenggarakan pembukuan, tetapi wajib melakukan pencatatan, adalah Wajib pajak

11
Siti Resmi, Perpajakan: Teori dan Kasus, (Jakarta: Salemba Empat, 2014), hlm 86
orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung
penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan.

Penghitungan Penghasilan Neto dengan Norma Penghitungan

Penghitungan Penghasilan neto dan pajak terutang dengan Norma Penghitungan


Pengahasilan Neto adalah dengan cara mengalikan besarnya peredaran bruto dengan
Persentase Norma Penghitungan. Wajib pajak Orang Pribadi diperkenankan
menggunakan pencatatan dengan syarat

a. Peredaran brutonya dalam 1 (satu) tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar
delapan ratus juta rupiah).

b. Memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan
pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.

Contoh:

Tn. Andi seorang dokter di Yogyakarta dengan status kawin dan mempunyai anak 1
dengan penghasilan bruto setahun Rp240.000.000,00. Dia mempunyai usaha/industri
minuman ringan dengan peredaran bruto setahun Rp3.000.000.000,00. Diketahui Norma
Penghasilan Neto untuk dokter di Yogyakarta 42,5% dan industri minuman ringan
14,5%.

Cara menentukan penghasilan neto dan pajak terutangnya adalah:

Penghasilan neto dokter 42,5%XRp240.000.000,00 =Rp102.000.000,00


Neto industri minuman 14,5%X Rp3.000.000.000,00 =Rp435.000.000,00 +
Jumlah Penghasilan Neto Rp537.000.000,00

PTKP (K/1)

Diri WP Rp15.840.000,00

WP Kawin Rp 1.320.000,00
Tanggungan Rp 1.320.000,00

Rp 18.480.000,00
Penghasilan Kena Pajak Rp518.520.000,00

PPh terutang sesuai dengan tarip PPh pasal 17 :

5% x Rp50.000.000,00 =Rp 2.500.000,00

15% x Rp200.000.000,00 =Rp30.000.000,00

25% x Rp250.000.000,00 =Rp62.500.000,00

30% x Rp18.520.000,00 =Rp 5.556.000,00 +


PPh Terutang Rp100.556.000,0012

C. PP 46 Tahun 2013 Pasal 4 Ayat 2

Pasal 3

1) Besarnya tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 adalah 1% (satu persen).
2) Pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada
peredaran bruto dari usaha dalam 1 (satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun
Pajak yang bersangkutan.

Pasal 4

1) Dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung Pajak Penghasilan yang
bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) adalah jumlah peredaran
bruto setiap bulan.

12
Winbie, Penghitungan Penghasilan Neto : http://winbiewimpie.blogspot.com/2015/05/c-penghitungan-
penghasilan-neto-dan.html?m=1 di akses pada tanggal 11 Maret 2019
2) Pajak Penghasilan terutang dihitung berdasarkan tarif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (1) dikalikan dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).

Pajak Penghasilan yang dikenakan berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2013 dikenakan terhadap Wajib
Pajak Badan yang memiliki Peredaran Bruto tertentu.

Wajib Pajak Badan yang memiliki Peredaran Bruto tertentu adalah Wajib Pajak yang mempunyai kriteria
sebagai berikut :

1. Wajib Pajak Badan .

2. Wajib Pajak Badan Menerima penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto tidak melebihi
Rp4.800.000.000,00 dalam 1 (satu) Tahun Pajak pada tahun pajak sebelumnya.

3. Pengenaan Pajak Penghasilan didasarkan pada peredaran bruto dari usaha dalam 1 (satu) tahun
dari Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan.

Pajak Penghasilan yang dikenakan berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2013 tidak dikenakan terhadap
Wajib Pajak Badan yang memenuhi kriteria :

1. Wajib Pajak badan yang belum beroperasi secara komersial.

2. Wajib Pajak badan yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara komersial
memperoleh peredaran bruto melebihi Rp4.800.000.000,00.

3. Wajib Pajak Badan dalam tahun pajak sebelumnya Menerima penghasilan dari usaha dengan
peredaran bruto melebihi Rp4.800.000.000,00 dalam 1 (satu) Tahun Pajak.

Wajib Pajak Badan tersebut dikenakan tarif pajak berdasarkan Pasal 17 dan 31 E Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan dihitung dari Penghasilan Kena Pajak.

Tarif Pajak PPh Pasal 4 Ayat 2 Untuk Wajib Pajak Badan Berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2013 dan
PP Nomor 23 Tahun 2018 adalah sebagai berikut :

1. Besarnya tarif Pajak Penghasilan adalah sebesar 1% (satu persen) (mulai 1 Juli 2018 menjadi 0,5
%) dan bersifat final.
2. Dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung Pajak Penghasilan yang bersifat final
tersebut adalah jumlah peredaran bruto setiap bulan.

3. Pajak Penghasilan terutang dihitung berdasarkan tarif Pajak Penghasilan sebesar 1 % (mulai 1
Juli 2018 menjadi 0,5 %) dikalikan dengan dasar pengenaan pajak.

Pengenaan Pajak Penghasilan sebesar 1% (mulai 1 Juli 2018 menjadi 0,5 %) didasarkan pada peredaran
bruto dari usaha dalam 1 (satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir sebelum TahunPajak yang bersangkutan.

BAB 4

PEMBAHASAN

Berdasarkan kedua contoh permasalahan dari dua jurnal sebelumnya yang telah
dijelaskan pada Bab II menunjukan adanya persamaan pembahasan yakni meningkatkan
peranan masyarakat dalam bidang perpajakan yang di atur dalam PP 46 2013 yang mana
kedua hal tersebut merupakan suatu wujud usaha pemerintah dalam meningkatkan
efektivitas dan efesiensi dalam perpajakan di Indonesia.

Salah satu cara yang dilakukan Pemerintah untuk meningkatkan peranan masyarakat
dalam bidang perpajakan adalah melakukan pembaharuan pajak atau lebih dikenal dengan
reformasi perpajakan. Melalui reformasi perpajakan diharapkan akan mampu meningkatkan
peranan masyarakat dalam bidang perpajakan.

Saat ini Pemerintah mulai melirik sektor swasta yang dipastikan memiliki potensi yang
besar untuk pemasukan pajak, yaitu dari Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), omset dan
labanya memang jauh lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan besar.
Namun keberadaan usaha ini yang hampir dapat dijumpai di sepanjang jalan nyatanya
mampu memberikan sumbangsih yang berarti bagi pertumbuhan ekonomi.
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di negara berkembang, seperti di Indonesia,
sering dikaitkan dengan masalah-masalah ekonomi dan sosial dalam Negeri seperti
tingginya tingkat kemiskinan, besarnya jumlah pengangguran, ketimpangan distribusi
pendapatan, proses pembangunan yang tidak merata antara daerah perkotaan dan perdesaan,
serta masalah urbanisasi. Sehingga perkembangan Usaha, Mikro, Kecil dan Menengah
(UMKM) diharapkan dapat memberikan kontribusi positif yang signifikan terhadap upaya
-upaya penanggulangan masalah-masalah tersebut diatas.

BAB 5

SOLUSI DAN SARAN

Untuk lebih meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan
maka DJP (Direktur Jenderal Pajak) disarankan agar mendorong pemenuhan kewajiban
perpajakan secara sukarela,serta mendorong kontribusi penerimaan Negara dari UMKM,
pemerintah telah menerbitkan PP. No. 46 Tahun 2013 tentang pajak penghasilan atas
penghasilan dari usaha yang diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan yang
memilikiomset dibawah Rp.4,8 miliar, dikenakan tarif 1% dari penjualannya.

DJP juga sebaiknya lebih giat dalam menggali potensi penerimaan pajaknya khususnya PPh
UMKM. Sosialisasipenerapan PP. No. 46 Tahun 2013 yang masih tergolong baru, sebaiknya
terus dilakukan agar tujuan dan sasaran dari peraturan ini sampai kepada masyarakat dengan
baik secara khusus para pelaku bisnis UMKM. Dalam melakukan sosialisasi sebaiknya
Direktorat Jendral Pajak melakukan pendekatan personal agar sosialisasi tersebut lebih
menjamah kepada Wajib Pajak secara keseluruhan.
DAFTAR PUSTAKA

Furi Ratna Yulia, Penerapan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 Pada Usaha Mikro Kecil
Dan Menengah Di Kabupaten Batang https://scholar.google.co.id/scholar?
hl=id&as_sdt=0%2C5&q=Penerapan+Peraturan+Pemerintah+Nomor+46+Tahun+2013+Pada+U
saha+Mikro+Kecil+Dan+Menengah+Di+Kabupaten+Batang di akses pada tanggal 11 Maret
2019

Winbie, Penghitungan Penghasilan Neto : http://winbiewimpie.blogspot.com/2015/05/c-


penghitungan-penghasilan-neto-dan.html?m=1 di akses pada tanggal 11 Maret 2019

Resmi Siti, Perpajakan: Teori dan Kasus, (Jakarta: Salemba Empat, 2014)

Hakim Fadli,https://scholar.google.co.id/scholar?
hl=id&as_sdt=0%2C5&q=pajak+PPh+umkm&oq=#d=gs_qabs&u=%23p%3Dusq_rAvMuXIJ di
akses pada tanggal 11 Maret 2019

Anda mungkin juga menyukai