Laporan Kebijakan Moneter dipublikasikan secara triwulanan oleh Bank Indonesia setelah
Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada bulan Januari, April, Juli, dan Oktober. Selain dalam
rangka memenuhi ketentuan pasal 58 UU Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 sebagaimana
telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004, laporan ini berfungsi untuk dua maksud
utama, yaitu: (i) sebagai perwujudan nyata dari kerangka kerja antisipatif yang mendasarkan
pada prakiraan ekonomi dan inflasi ke depan dalam perumusan kebijakan moneter, dan
(ii) sebagai media bagi Dewan Gubernur untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat
luas mengenai berbagai pertimbangan permasalahan kebijakan yang melandasi keputusan
kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.
Dewan Gubernur
Boediono Gubernur
i
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
BANK INDONESIA
ii
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
BANK INDONESIA
Langkah-langkah Penguatan
Kebijakan Moneter dengan Sasaran Akhir Kestabilan Harga
(Inflation Targeting Frameworks)
Mulai Juli 2005 Bank Indonesia telah mengimplementasikan penguatan kerangka kerja kebijakan moneter konsisten dengan
Inflation Targeting Framework (ITF), yang mencakup empat elemen dasar: (1) penggunaan suku bunga BI Rate sebagai policy
reference rate, (2) proses perumusan kebijakan moneter yang antisipatif, (3) strategi komunikasi yang lebih transparan, dan
(4) penguatan koordinasi kebijakan dengan Pemerintah. Langkah-langkah dimaksud ditujukan untuk meningkatkan efektivitas
dan tata kelola (governance) kebijakan moneter dalam mencapai sasaran akhir kestabilan harga untuk mendukung
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
iii
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
BANK INDONESIA
iv
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
BANK INDONESIA
Daftar Isi
Inflasi ............................................................................................. 14
vii
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
BANK INDONESIA
viii
Tinjauan Umum
1. Tinjauan Umum
Tekanan inflasi di Indonesia pada triwulan III-2008 masih tinggi. Hal ini terutama
berasal dari tingginya ekspektasi inflasi masyarakat, kuatnya permintaan domestik,
serta dampak imported inflation terkait dengan potensi pelemahan nilai tukar rupiah
sebagai akibat dari krisis keuangan di AS. Menyikapi perkembangan tersebut, pada
dataran kebijakan, Dewan Gubernur Bank Indonesia memandang perlu untuk
mengendalikan tekanan inflasi guna mencapai sasaran inflasi dalam jangka
menengah dan menjaga kestabilan ekonomi pada umumnya.
Triwulan III-2008 diwarnai oleh problematika yang terjadi di pasar keuangan global
serta dampaknya pada perekonomian Indonesia. Perlambatan ekonomi dunia, saat
ini telah dirasakan di beberapa negara industri maju, dan mulai merambat pada
negara emerging markets termasuk Indonesia. Gejolak yang terjadi di pasar global,
tidak dapat dihindari terasa mengalir dan menyebar pada ekonomi Indonesia.
Terlepas dari masih kuatnya fundamental ekonomi Indonesia, sentimen negatif
yang ditimbulkan dari krisis telah mendorong pelarian modal asing keluar. Hal ini
memberi tekanan pada bursa saham dan nilai tukar Rupiah. Indeks harga saham
mencatat penurunan tajam dan nilai tukar rupiah melemah. Kedua hal tersebut
berujung pada sebuah gambaran pesimis tentang prospek perekonomian domestik.
Menyikapi hal tersebut, Bank Indonesia dan Pemerintah terus menerus melakukan
koordinasi kebijakan serta senantiasa memonitor perkembangan perekonomian
dari waktu ke waktu.
Dalam kondisi yang masih diselimuti berbagai permasalahan tersebut, inflasi dan
stabilitas ekonomi tetap menjadi fokus utama Bank Indonesia. Upaya untuk
menyeimbangkan antara pengendalian inflasi dan risiko ketidakstabilan di pasar
uang secara umum terus menerus dilakukan. Untuk mengendalikan inflasi, Bank
Indonesia mengambil kebijakan pengetatan moneter dengan menaikkan BI Rate
sebesar 75 bps selama triwulan III-2008 serta mengoptimalkan seluruh instrumen
kebijakan moneter yang tersedia. Kenaikan BI Rate telah diikuti dengan peningkatan
suku bunga deposito dan suku bunga kredit. Hingga Agustus 2008, suku bunga
deposito telah meningkat lebih tinggi dibandingkan peningkatan BI Rate yang dikuti
oleh peningkatan suku bunga Kredit Modal Kerja (KMK) dan Kredit Investasi (KI),
sementara Kredit Konsumsi (KK) tercatat relatif stabil.
Perkembangan yang dicermati Bank Indonesia adalah kondisi likuiditas pasar uang
di beberapa bank yang mengalami keketatan likuiditas. Keketatan ini dipengaruhi
oleh ketidakmerataan likuiditas di antara bank mengingat secara total kondisi
likuiditas perbankan masih memadai. Selain itu, tingginya ekspansi kredit perbankan
yang tidak disertai dengan pertambahan penghimpunan dana masyarakat yang
memadai telah menyebabkan beberapa bank mengalami keketatan likuiditas.
Perilaku berjaga-jaga perbankan dalam menghadapi peningkatan permintaan uang
kartal menjelang hari raya keagamaan dan masih rendahnya ekspansi rekening
1
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2008
Di sisi neraca modal dan portofolio, sentimen negatif yang dipicu gejolak di pasar
keuangan global telah mendorong aliran keluar modal asing. Investasi portofolio
mencatat terjadinya aliran keluar modal asing (net outflow). Guna memenuhi
2
Tinjauan Umum
Terjadinya aliran keluar modal asing memberi tekanan pada nilai tukar rupiah selama
triwulan III-2008. Meskipun demikian, Bank Indonesia senantiasa mengawal
perkembangan nilai tukar melalui kebijakan stabilisasi di pasar valas guna
mengurangi tekanan dan volatilitas rupiah. Dengan upaya tersebut, rupiah dalam
triwulan III-2008 secara rata-rata masih menguat dibandingkan periode sebelumnya.
Nilai tukar rupiah secara rata-rata triwulanan terapresiasi 0,47% dari Rp9.259 per
USD menjadi Rp9.216 per USD. Tekanan depresiatif mulai terjadi di penghujung
triwulan III-2008 seiring dengan perkembangan ekonomi global yang memengaruhi
perilaku pemilik modal asing. Risk aversion, atau sikap menghindari risiko dari para
pelaku pasar, telah menyebabkan tekanan pada rupiah. Adanya tekanan terhadap
nilai tukar juga dialami oleh mata uang regional yang melemah akibat sebaran
dampak gejolak eksternal. Di sisi lain, Rupiah, masih memiliki imbal hasil investasi
yang menarik, tercermin dari tingginya spread suku bunga antara asing dan
domestik. Hal ini pada gilirannya mampu mengurangi tekanan arus keluar dana
asing dari instrumen rupiah lebih lanjut.
Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di akhir laporan (September
2008) ditutup pada level 1832 atau melemah 21,9% dibandingkan dengan akhir
triwulan II-2008. Buruknya kinerja IHSG selama triwulan III-2008 lebih disebabkan
oleh pengaruh memburuknya kondisi pasar keuangan global seiring dengan
berlanjutnya kebangkrutan beberapa institusi keuangan internasional.
3
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2008
dalam tahun 2009 tekanan inflasi diperkirakan akan mereda mulai pertengahan
tahun sejalan dengan respon kebijakan moneter yang ditempuh saat ini serta
menurunnya imported inflation terkait dengan penurunan tren harga komoditas
internasional. Dengan perkembangan tersebut, inflasi tahun 2009 diprakirakan
akan berada pada kisaran 6,5%-7,5% (yoy).
4
Perkembangan Makroekonomi Terkini
2. Perkembangan Makroekonomi
Terkini
PERTUMBUHAN EKONOMI
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III-2008
diprakirakan masih tetap tinggi sejalan dengan tingginya realisasi
% y-o-y
7,0
pada triwulan sebelumnya. Meskipun perkembangan beberapa
indikator mengindikasikan akan terjadi perlambatan
6,5
pertumbuhan, namun perlambatan tersebut diprakirakan tidak
6,0 akan terlalu signifikan. Berdasarkan perkembangan tersebut, PDB
pada triwulan III-2008 diprakirakan akan tumbuh sebesar 6,3%
5,5
(yoy) (Grafik 2.1).
5,0
5
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2008
konsumen serta faktor musiman berupa hari raya keagamaan menjadi pendorong
bagi tingginya pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Sementara itu, peningkatan
pertumbuhan ekspor pada triwulan sebelumnya diprakirakan akan sedikit tertahan
pada triwulan III-2008 seiring dengan perlambatan perekonomian global serta
turunnya harga minyak dan komoditas lainnya. Sejalan dengan hal tersebut, laju
pertumbuhan investasi dan impor diperkirakan juga akan sedikit tertahan.
Tabel 2.1
Pertumbuhan Ekonomi - Sisi Permintaan
2005 2006 2007 2008
Komponen 2005 2006 2007
I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
Total Konsumsi 2,0 2,6 5,5 6,7 4,3 3,8 5,6 2,8 3,5 3,9 4,6 4,6 5,3 5,1 4,9 5,6 4,9 5,0
Konsumsi Swasta 3,4 3,8 4,4 4,2 4,0 2,9 3,0 3,0 3,8 3,2 4,7 4,7 5,1 5,6 5,0 5,7 5,3 5,1
Konsumsi Pemerintah -9,6 -6,7 14,7 24,9 6,6 11,5 28,8 1,7 2,2 9,6 3,7 3,8 6,5 2,0 3,9 4,7 2,2 4,5
Total Investasi 14,9 16,7 10,4 2,7 10,9 1,4 0,9 0,8 6,8 2,5 7,0 6,9 10,4 12,1 9,2 15,4 12,8 12,0
Permintaan Domestik 5,0 5,9 6,7 5,7 5,8 3,2 4,4 2,3 4,3 3,5 5,2 5,2 6,6 6,8 6,0 8,0 6,9 6,8
Ekspor Barang dan Jasa 22,0 17,6 12,3 15,6 16,6 11,8 11,4 8,3 6,6 9,4 8,1 9,8 6,9 7,3 8,0 15,5 16,1 15,8
Impor Barang dan Jasa 22,2 23,6 17,7 8,9 17,8 4,8 9,3 10,9 9,2 8,6 8,5 6,5 7,0 13,6 8,9 17,8 16,7 16,0
PDB 6,0 5,9 5,8 5,1 5,7 5,1 5,0 5,9 6,0 5,5 6,1 6,4 6,5 6,3 6,3 6,3 6,4 6,3
Konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh relatif tinggi meskipun sedikit lebih
rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
sebelumnya, sebagaimana diindikasikan oleh
indikator penuntun konsumsi rumah tangga (Grafik 2.2). Pada triwulan III-2008
pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan akan mencapai 5,1% (yoy)
yang didorong oleh relatif stabilnya daya beli masyarakat serta membaiknya
keyakinan konsumen. Tingginya pertumbuhan konsumsi rumah tangga juga
didukung oleh meningkatnya pembiayaan konsumsi, baik yang berasal dari
perbankan maupun lembaga pembiayaan lainnya. Konsumsi barang tahan lama
(durable goods) seperti produk elektronik dan kendaraan
bermotor masih tumbuh tinggi. Pertumbuhan impor barang
konsumsi juga masih berada pada tingkat yang tinggi pada awal
gPDBKonsRT2 (Reference Series) and Cli1
101 101.50 triwulan III-2008. Sementara itu, hasil Survei Konsumen Bank
100 101.00
Indonesia menunjukkan peningkatan keyakinan konsumen
100 100.50
(Grafik 2.3). Meningkatnya keyakinan konsumen terutama
100 100.00
disebabkan oleh meningkatnya ekspektasi penghasilan dan
100 99.50
100 99.00
ketersediaan lapangan kerja. Hal tersebut mengindikasikan
99 98.50
masyarakat mulai mampu mengatasi dampak kenaikan harga
Impor Barang Konsumsi, M1 Riil, CPI
99 98.00 BBM, meskipun dibayang-bayangi adanya penurunan sumber
gPDBKonsRT2 CLI
99
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
97.50 pendapatan. Kondisi yang relatif stabil juga ditunjukkan oleh
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
pertumbuhan indeks penjualan eceran. Relatif stabilnya
Grafik 2.2 pertumbuhan indeks tersebut terutama ditopang oleh
Indikator Penuntun Konsumsi Swasta meningkatnya penjualan riil kelompok perlengkapan rumah
tangga serta kelompok pakaian dan perlengkapannya.
6
Perkembangan Makroekonomi Terkini
80
perekonomian ke depan. Keyakinan tersebut diperkuat dengan
Ekspektasi Konsumen
pesimis Kondisi Ekonomi Saat Ini perkembangan beberapa indikator dini investasi seperti impor
70
Indeks Keyakinan konsumen
barang modal dan pertumbuhan kredit investasi yang relatif
60
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 masih tinggi (Grafik 2.5). Dengan perkembangan tersebut,
2005 2006 2007 2008
investasi pada triwulan III-2008 diprakirakan tumbuh mencapai
Grafik 2.3
12% (yoy).
Indeks Keyakinan Konsumen √ Survei Konsumen BI
Dari sisi komponennya, pertumbuhan investasi pada triwulan
III-2008 didukung oleh pertumbuhan investasi nonbangunan
yang cukup tinggi (Grafik 2.6).
2.6) Hal ini terindikasi dari
pertumbuhan indeks produksi industri mesin dalam negeri yang
PMTB2 (Reference Series) and Cli1
102 mulai meningkat serta pertumbuhan impor barang modal yang
PMTB2 CLI
102 tinggi. Sementara itu, indikator terkait investasi bangunan yaitu
101 pertumbuhan konsumsi semen menunjukkan sedikit penurunan.
101
Di sisi lain, minat kegiatan investasi pelaku usaha terlihat masih
100
tinggi
tinggi. Menurut Survei BPS, indeks tendensi bisnis pengusaha
100
menunjukkan perbaikan sebagaimana tercermin pada
99
IPI, Sales Commercial Car, IPI Machinery and Equipment, peningkatan order barang input dan order dalam serta luar negeri
Cement Consumption
99
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
pada triwulan III-2008 (Grafik 2.7). Hasil Survei Keyakinan Dunia
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Usaha (SKDU) juga memberikan indikasi peningkatan jumlah
Grafik 2.4 pelaku usaha yang berminat untuk berinvestasi pada semester
Indikator Penuntun Investasi II-2008. Kendati demikian, masih terdapat beberapa faktor yang
dianggap menjadi kendala investasi antara lain suku bunga,
perijinan dan akses kredit ke bank.
7
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2008
40
Bangunan Non Bangunan PMTB (rhs)
16 15,8% (yoy), terutama ditopang oleh komoditas primer berupa
30
14 hasil pertanian dan pertambangan (Grafik 2.8).
12
20
10
Impor diperkirakan akan tumbuh sedikit lebih rendah pada
10
8 triwulan III-2008 seiring dengan penurunan kinerja ekspor dan
0
6 investasi (Grafik 2.9). Meskipun demikian, penurunan
-10 4
pertumbuhan impor diperkirakan tidak akan terlalu dalam sejalan
-20 2
0
dengan pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang relatif masih
-30
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2005 2006* 2007** 2008*** kuat serta optimisme pengusaha terhadap kondisi perekonomian
ke depan yang membaik. Pada triwulan III-2008, pertumbuhan
Grafik 2.6
impor diprakirakan akan mencapai 16,0% (yoy), lebih rendah
Pertumbuhan Investasi Bangunan & Nonbangunan
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Dilihat dari
kelompok barang, penopang pertumbuhan impor terutama
berasal dari kelompok bahan baku dan barang modal. Sementara
Indeks Indeks itu, berdasarkan data terakhir yang dikeluarkan BPS, nilai impor
130 140
nasional secara kumulatif pada periode Januari - Agustus 2008
130
120 mencapai USD89,83 miliar atau meningkat 91,19% (yoy)
120 dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2007.
110
110
100
100 Operasi Keuangan Pemerintah
90 Keuangan Pemerintah pada triwulan III-2008 (Juli-Agustus)
90
kembali mencatat surplus anggaran
anggaran. Pada triwulan III-2008 (Juli-
80 80
I* II* III* IV* I* II* III* IV* I* II* III* IV* I* II* III* IV* I* II* III* Agustus) surplus anggaran mencapai Rp20 triliun (0,5% dari
2004 2005 2006 2007 2008
ITB Order dr DN Order dr LN Order Brg. Input Harga Jual Riil (Rhs)
PDB), sedangkan periode yang sama tahun lalu telah mencatat
Grafik 2.7 defisit anggaran sebesar 0,1% dari PDB. Dengan perkembangan
Sentimen Bisnis - BPS tersebut, realisasi operasi keuangan Pemerintah selama delapan
bulan pertama tahun 2008 mencatat surplus sebesar Rp81,8
triliun atau 1,8% dari PDB, jauh lebih besar dari surplus periode
yang sama tahun 2007 senilai Rp14 triliun (0,1% dari PDB).
(%) (%)
25 Besarnya surplus tersebut dipengaruhi oleh perkembangan di
gEkspor (yoy) rhs ekspor_pertanian
130
ekspor industri ekspor_mineral
sisi penerimaan yang lebih baik dibandingkan dengan periode
20
100 yang sama tahun lalu. Hingga triwulan III-2008, total Pendapatan
70 15 Negara dan Hibah telah mencapai 67,9% dari target APBNP
40
2008, meningkat dibandingkan periode yang sama tahun 2007
10
sebesar 57,9% dari APBNP 2007. Peningkatan pada penerimaan
10
8
Perkembangan Makroekonomi Terkini
102
pdb_imp
100,6
pembayaran transfer berupa Subsidi yaitu senilai Rp52,1 triliun,
CLI
101 100,4
diantaranya merupakan subsidi BBM senilai Rp31,3 triliun.
101 100,2 Sedangkan pos-pos belanja Kementerian/Lembaga (K/L) yaitu
100 100,0 belanja Pegawai, belanja Barang dan Belanja Modal belum
100 99,8 mengalami peningkatan yang signifikan. Di sisi daerah, Transfer
99 99,6 ke Daerah pada triwulan laporan lebih rendah dari periode sama
Industrial Production Index, Volume Listrik Industri, Produksi Kendaraan,
99 IP Industri Pengolahan Japan, IP Kertas dan Produk dari Kertas,
IP Pakaian dan Perlengkapannya, PSI Korea, Rp to USD, Rp to JPY, 99,4 tahun lalu terutama bersumber dari DBH, DAK dan DOKP.
Kredit Kons Riil, M1 Riil
98 99,2 Ditambah dengan perubahan pola pembayaran DAU, secara
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
keseluruhan tahun Transfer ke Daerah hanya mencapai 55,2%
Grafik 2.9 dari target APBNP 2008, lebih rendah dari periode sama di tahun
Indikator Penuntun Impor 2007 sebesar 61,2% dari APBNP 2007.
Penawaran Agregat
Searah dengan perkembangan di sisi permintaan, perekonomian triwulan III-2008
pada sisi penawaran diperkirakan tetap tumbuh tinggi. Sebagian besar sektor
perekonomian diperkirakan tetap tumbuh tinggi (Tabel 2.2). Sektor-sektor utama
pendorong pertumbuhan ekonomi yaitu sektor industri pengolahan dan sektor
perdagangan, hotel, dan restoran diperkirakan tumbuh relatif stabil sebesar 4,0%
(yoy) dan 7,8% (yoy). Namun demikian, sektor pertanian diperkirakan akan tumbuh
melambat menjadi sebesar 2,1% (yoy) seiring dengan berlalunya musim panen.
Sementara itu, sektor-sektor lainnya seperti sektor pengangkutan dan komunikasi,
9
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2008
sektor listrik, gas dan air bersih, dan sektor bangunan diperkirakan masih akan
tumbuh tinggi sebesar 19,5% (yoy), 11,0% (yoy), 8,1% (yoy). Perkiraan pertumbuhan
sektoral tersebut didukung oleh berbagai indikator sektoral yang secara umum
menunjukkan perbaikan seperti penggunaan kapasitas produksi berdasarkan Survei
Produksi Bank Indonesia dan indeks produksi mesin dan perlengkapannya. Hasil
Survei Tendensi Bisnis yang dilakukan oleh BPS juga menunjukkan adanya sentimen
positif ekspektasi pelaku bisnis hingga triwulan III-2008, yang bersumber dari
peningkatan order dari dalam dan luar negeri, serta order barang input. Sementara
itu, kapasitas utilisasi Survei Kegiatan Dunia Usaha menunjukkan perkembangan
yang relatif stabil. Dilihat dari distribusinya, sektor industri pengolahan, sektor
perdagangan, hotel, dan restoran, serta sektor pertanian masih memiliki pangsa
yang dominan. Sedangkan berdasar kontribusinya terhadap pertumbuhan, sektor
pengangkutan dan komunikasi, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, serta sektor
industri pengolahan merupakan penyumbang utama pertumbuhan PDB.
Sektor industri pengolahan diperkirakan tumbuh relatif stabil pada triwulan III-
2008 sebesar 4,0% (yoy). Peningkatan permintaan yang terkait dengan faktor
musiman yaitu hari besar keagamaan pada akhir triwulan III-2008 diperkirakan
menjadi salah satu faktor pendorong pertumbuhan terutama pada subsektor
industri makanan, minuman dan tembakau, serta subsektor industri tekstil. Selain
itu, beberapa indikator dini sektor industri seperti Indeks Produksi Industri
Pengolahan yang dikeluarkan oleh BPS menunjukkan pergerakan yang stabil.
Kondisi yang sama juga tercermin dari produksi mobil yang relatif stabil. Sementara
itu, Indeks Produksi dan Kapasitas Produksi Terpakai hasil Survei Produksi Bank
Indonesia mengalami kecenderungan yang meningkat. Peningkatan juga
ditunjukkan oleh laporan keuangan beberapa perusahaan di sektor industri,
dimana pertumbuhan penjualan juga diikuti oleh pertambahan inventory.
Sementara itu dari sisi pembiayaan, kredit sektor industri masih menunjukkan
peningkatan. Sejalan dengan indikator dini lainnya, tingginya kredit perbankan
Tabel 2.2
Pertumbuhan Ekonomi - Sisi Penawaran
2006 2007 2008
Sektor 2006 2007
I II III IV I II III IV I II III*
Pertanian 6,6 1,6 2,6 2,6 3,4 -1,7 4,7 7,6 3,1 3,5 6,1 4,6 2,1
Pertambangan & Penggalian 2,3 3,6 1,1 0,0 1,7 6,2 3,2 1,0 -2,1 2,0 -1,9 -0,9 1,0
Industri Pengolahan 3,0 3,6 5,9 5,8 4,6 5,2 5,1 4,5 3,8 4,7 4,2 4,1 4,0
Listrik, Gas & Air Bersih 5,1 4,5 5,8 7,7 5,8 8,2 10,2 11,3 11,8 10,4 12,6 11,2 11,0
Bangunan 7,7 8,5 8,5 8,6 8,3 8,4 7,7 8,3 9,9 8,6 7,9 8,0 8,1
Perdagangan, Hotel & Restoran 4,9 5,9 7,9 7,0 6,4 9,2 7,6 7,9 9,1 8,5 7,1 7,9 7,8
Pengangkutan & Komunikasi 12,0 13,8 14,5 17,0 14,4 13,0 12,7 14,1 17,4 14,4 20,3 19,6 19,5
Keuangan, Persewaan & Jasa 5,6 5,2 4,5 6,5 5,5 8,1 7,6 7,6 8,6 8,0 8,2 8,7 8,5
Jasa-jasa 5,8 6,0 6,7 6,2 6,2 7,0 7,0 5,2 7,2 6,6 5,6 6,5 7,3
PDB 5,1 5,0 5,9 6,0 5,5 6,1 6,4 6,5 6,3 6,3 6,3 6,4 6,3
10
Perkembangan Makroekonomi Terkini
Sektor perdagangan, hotel, dan restoran diperkirakan masih tumbuh tinggi pada
triwulan III-2008 sebesar 7,8% (yoy). Masih tingginya pertumbuhan konsumsi rumah
tangga, terutama menjelang hari besar keagamaan pada akhir triwulan III-2008
menjadi salah satu faktor yang memengaruhi perkembangan sektor perdagangan,
hotel, dan restoran. Selain itu, beberapa indikator dini sektor perdagangan, hotel,
dan restoran turut mengkonfirmasi tingginya pertumbuhan di sektor ini. Indeks
Penjualan Eceran Bank Indonesia sampai dengan awal triwulan III-2008 tumbuh
relatif stabil. Hal yang sama juga terlihat pada perkembangan penjualan dan inventori
perusahaan di sektor perdagangan yang cenderung meningkat sampai dengan
triwulan II-2008. Indikator subsektor hotel yaitu rata-rata tingkat hunian hotel di
Jakarta dan Bali hingga akhir triwulan II-2008 tumbuh relatif stabil. Di samping itu,
dari sisi pembiayaan, kredit perbankan pada sektor perdagangan masih tumbuh
tinggi hingga pertengahan triwulan III-2008.
Sektor pertanian pada triwulan III-2008 diperkirakan akan tumbuh lebih rendah
dari triwulan sebelumnya, menjadi sebesar 2,1% (yoy). Lebih rendahnya
pertumbuhan sektor pertanian antara lain disebabkan oleh berlalunya musim panen
padi. Selain itu, terjadinya perlambatan di subsektor perkebunan akibat menurunnya
permintaan ekspor turut mengkonfirmasi penurunan kinerja di sektor pertanian.
Meskipun demikian, perkembangan di subsektor tanaman bahan makanan masih
stabil sebagaimana ditunjukkan oleh angka produksi padi (ARAM II - 2008) BPS
yang relatif stabil dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Di samping itu, penjualan
dan inventori sektor pertanian masih tumbuh tinggi sampai dengan triwulan II-
2008. Dari sisi pembiayaan, indikasi perlambatan sektor pertanian juga tercermin
pada penyaluran kredit sektor pertanian yang mengalami penurunan pada
pertengahan triwulan III-2008.
11
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2008
ini terutama terjadi pada subsektor telekomunikasi sejalan dengan prospeknya yang
baik karena memiliki pasar yang masih sangat besar.
Sektor bangunan pada triwulan III-2008 diperkirakan masih tumbuh tinggi, sebesar
8,1% (yoy). Pertumbuhan di sektor ini dikonfirmasi oleh beberapa indikator seperti
pertumbuhan pembangunan properti komersial. Sementara itu dari sisi pembiayaan,
penyaluran kredit properti dan kredit konstruksi menunjukkan pertumbuhan yang
stabil, bahkan berada di atas rata-rata tahun 2007.
Transaksi Berjalan
Neraca transaksi berjalan pada triwulan III-2008 diperkirakan mengalami tekanan
sebagai akibat akselerasi pertumbuhan impor yang melebihi pertumbuhan ekspor
ekspor.
Tingginya pertumbuhan impor selain sejalan dengan permintaan domestik yang
masih kuat juga didorong oleh inflasi mitra dagang yang masih tinggi. Pertumbuhan
impor tertinggi terjadi pada impor barang modal dan bahan baku untuk keperluan
investasi dan proses produksi. Di sisi lain, kendati diperkirakan mengalami
perlambatan, kinerja ekspor relatif masih positif. Ekspor Indonesia ke beberapa
negara maju masih menunjukkan kenaikan, mengingat karakteristik komoditas
ekspor Indonesia yang berbasis SDA dan hasil industri low end technology relatif
kurang sensitif terhadap perubahan pendapatan negara maju. Melambatnya
perkiraan pertumbuhan ekspor utamanya dipicu oleh penurunan tren harga
komoditas internasional.
12
Perkembangan Makroekonomi Terkini
negeri serta mulai turunnya harga komoditas logam di pasar internasional. Di sisi
lain, impor nonmigas periode Januari-Agustus 2008, tercatat sebesar USD67,5 miliar
atau tumbuh 42,6% (yoy) dengan pertumbuhan tahunan kelompok komoditas
barang konsumsi, bahan baku, dan barang modal masing-masing sebesar 29,9%;
41,6%; dan 55,6%. Pertumbuhan impor nonmigas diperkirakan akan berdampak
positif bagi perekonomian domestik mengingat sejak awal tahun 2006 tren positif
pertumbuhan impor terindikasi sejalan dengan pertumbuhan konsumsi dan investasi.
Di sektor migas, neraca perdagangan ditopang oleh kinerja ekspor gas. Selama
Januari-Juli 2008, nilai ekspor minyak dan gas masing-masing tercatat sebesar
USD10,4 miliar dan USD10,1 miliar atau masing-masing tumbuh 64,0% dan 58,2%
dari periode yang sama tahun lalu. Di sisi lain, lonjakan harga mendorong nilai
impor minyak selama Januari-Juli 2008 tumbuh cukup tinggi (72,7% yoy), sehingga
neraca perdagangan minyak Indonesia periode Jan-Juli 2008 mencatat defisit USD6,2
miliar. Namun demikian, dukungan dari solidnya ekspor gas menjadikan sektor
migas tetap mencatat surplus USD3,9 miliar.
Cadangan Devisa
Dengan perkembangan pada transaksi berjalan serta neraca modal dan finansial
tersebut diatas, posisi cadangan devisa sampai dengan akhir triwulan III-2008
mencapai USD57,1 miliar atau setara dengan 4,2 bulan impor dan pembayaran
Utang Luar Negeri Pemerintah.
13
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2008
INFLASI
Sepanjang triwulan III-2008, laju inflasi bulanan cenderung meningkat terutama
disebabkan oleh menguatnya permintaan domestik serta faktor musiman hari raya
keagamaan (Idul Fitri). Secara tahunan, laju inflasi IHK pada akhir triwulan III-2008
mencapai 12,14% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yang mencapai 11,03% (yoy) (Grafik 3.1). Pada September 2008, inflasi bulanan
mencapai 0,97% (mtm). Berdasarkan kelompok pengeluarannya,
perkembangan inflasi pada triwulan III-2008 terutama disumbang
%, mtm %, yoy
22 oleh kelompok bahan makanan; kelompok perumahan, air, listrik,
MtM
5
YoY (RHS) gas, dan bahan bakar; serta kelompok makanan jadi, minuman,
17
4
rokok, dan tembakau (Grafik 3.2).
12
3 Laju inflasi IHK disebabkan oleh faktor nonfundamental berupa
7 meningkatnya tekanan inflasi volatile food dan administered
2
prices1 , serta faktor fundamental berupa inflasi inti yang terdiri
2
1
dari ekspektasi inflasi, tekanan sisi permintaan, dan output gap.
0 -3 Tekanan dari volatile food sejalan dengan masih tingginya harga
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2006 2007 2008
komoditas pangan internasional serta pola musiman puasa dan
Grafik 3.1
Perkembangan Inflasi IHK
1 Penghitungan aggregasi inflasi (inti, volatile food, dan administered prices) dilakukan oleh
Bank Indonesia berdasarkan pendekatan subkelompok
14
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2008
Inflasi inti pada triwulan III-2008 masih tinggi. Beberapa faktor yang memengaruhi
perkembangan inflasi inti pada triwulan laporan adalah tingginya tekanan faktor
15
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2008
23
%,yoy %,yoy
5
(Grafik 3.3) dan tingginya harga komoditas pangan global.
Sementara itu, perkembangan ekspektasi masyarakat secara
18
3,89
Depresiasi/Apresiasi Rp/USD(Skala kiri) 4
umum selama triwulan III-2008 masih tinggi (Grafik 3.4). Selain
13
12,14
3
dipengaruhi oleh tingginya tekanan eksternal, ekspektasi
8
9400
Volatilitas rupiah pada triwulan III-2008 tercatat lebih tinggi yaitu
9385
9.216
sebesar 1,11 %, dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar
9100
0,61% (Grafik 3.6).
8800 Meningkatnya risiko perlambatan ekonomi global, intensifikasi
8500
krisis sektor keuangan di AS serta persepsi terhadap prospek
2 15 31 16 29 14 27 10 26 8 26 9 22 7 20 5 19 1 18 1 16 30 12
Jan Feb Mar Mei Jun Ags Sep Nov Des Feb Mar Mei Jun Ags Sep Nov Des Feb Mar Mei Jun Jul Sep neraca pembayaran memengaruhi perkembangan rupiah selama
2006 2007 2008
triwulan III-2008
III-2008. Perlambatan ekonomi global dan penguatan
Grafik 3.5
dolar mendorong turunnya harga komoditas internasional,
Rata-Rata Nilai Tukar Rupiah
termasuk diantaranya komoditas andalan ekspor Indonesia. Hal
16
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2008
10.000
Kurs, Rp/USD Volatilitas, %
7,0
pembayaran Indonesia khususnya pada neraca transaksi berjalan.
Kurs Harian
Volatilitas Sementara itu, semakin dalamnya krisis di sektor keuangan AS
9385 6,0
Rata-rata Volatilitas Triwulanan
9.500 memicu terjadinya capital flight dari asset negara berkembang
5,0
sejalan dengan tingginya risk aversion investor asing. Tingginya
4,0
9.000 kekhawatiran tersebut berdampak pada pembalikan dana asing
1,42 1,11
3,0
1,51 0,61
dari asset negara regional sehingga menyebabkan mata uang
2,0
8.500 regional mengalami tekanan depresiasi. Meskipun tekanan
1,0
depresiasi rupiah cukup besar, dalam skala regional, rupiah relatif
8.000 -
2 13 27 8 19 31 11 23 4 15 26 9 21 2 13 24 5 17 28 10 21 2 14 25 lebih stabil dibandingkan nilai tukar negara kawasan regional.
Jan Feb Mar Mei Jun Jul Sep Okt Des Jan Feb Apr Mei Jul Ags Sep Nov Des Jan Mar Apr Jun Jul Ags
2006 2007 2008 Faktor ekonomi domestik yang masih kondusif ditambah dengan
Grafik 3.6 stance kebijakan moneter ketat dan stabilisasi di pasar valas oleh
Volatilitas Nilai Tukar Rupiah Bank Indonesia mampu menahan tekanan depresiasi rupiah yang
lebih besar.
6,50 yield spread antara global bond Indonesia dan UST-Note dari
514 bps
5,50 Spread 370 bps pada triwulan II-2008 menjadi 411 bps pada akhir
4,50 triwulan III-2008 (Grafik 3.7). Indikator risiko lainnya
Yield UST-Note
3,50 mengindikasikan hal serupa sebagaimana ditunjukkan oleh
2,50
spread EMBIG (Emerging Market Bond Index Global) yang
Mar Apr Mei Jun Jul Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jun Ags Sep
2007 2008
kembali meningkat dan premi swap yang masih berada pada
Grafik 3.7 level tinggi di akhir periode laporan (Grafik 3.8).
Yield Spread antara Global Bond RI dan UST-Note Stance kebijakan Bank Indonesia yang cenderung ketat di tengah
kecenderungan penurunan suku bunga khususnya di negara
maju menjadikan spread imbal hasil rupiah semakin lebar. Hal
tersebut menjadi salah satu daya tarik berinvestasi dalam aset
%
9,0 rupiah. Imbal hasil investasi rupiah yang diindikasikan oleh selisih
Premi 1 M Premi 3 M
8,0
Premi 6 M Premi 12 M suku bunga Dalam Negeri-Luar Negeri dan selisih yield obligasi
7,0
6,0
pemerintah ( domestic currency ) dengan yield UST-Note
5,0 menunjukkan peningkatan dan merupakan yang tertinggi
4,0
3,0
dibandingkan dengan negara-negara regional (Grafik 3.9). Selisih
2,0 suku bunga Dalam Negeri-Luar Negeri (Uncovered Interest Parity)
1,0
0,0
meningkat dari 6,38% pada akhir triwulan II-2008 menjadi
-1,0 7,05% pada triwulan laporan dan tertinggi dibanding negara
-2,0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep kawasan. Apabila imbal hasil tersebut juga mempertimbangkan
2007 2008
Sumber : Reuters (diolah) faktor risiko2 , selisih suku bunga Dalam Negeri-Luar Negeri
Grafik 3.8
Premi Swap Berbagai Tenor 2 Dalam hal ini indikator risiko yang digunakan adalah yield spread antara obligasi valas
Pemerintah Indonesia dengan UST-Notes
17
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2008
4
Meningkatnya risiko eksternal terkait meluasnya dampak
3,778
2
perlambatan ekonomi global dan ketidakpastian kondisi sektor
0,795
0
0,923 keuangan AS mendorong investor asing menarik dananya dari
-0,669
-2 SBI, meskipun pada SUN dan saham masih meningkat
meningkat. Namun
-4 terjaganya kepercayaan asing terhadap pengelolaan kebijakan
Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep
2006 2007 2008 makro dan tingginya imbal hasil SUN masuknya mendorong arus
Perbandingan Imbal Hasil Beberapa Negara meningkat Rp10,13 triliun (USD1,11 miliar) menjadikan posisinya
mencapai Rp104,23 triliun (USD11,15 miliar), sehingga total
posisi penempatan asing di SBI dan SUN tercatat sebesar Rp124,6
triliun (USD13,33 miliar). Di pasar saham, investor asing masih
mencatatkan net beli selama triwulan III-2008, sebesar Rp2,16
US$ Juta IDR/USD
9500
triliun (USD230,35 juta). Dengan perkembangan tersebut, selama
5000 9400 triwulan III-2008 aliran modal asing tercatat mengalami net
Excess Supply
3000
9300 outflow sebesar USD1,9 miliar.
9200
1000 9100 Permintaan valas dalam negeri masih didominasi oleh permintaan
9000 valas korporasi
korporasi. Meningkatnya impor mendorong terjadinya
-1000
8900
peningkatan permintaan valas korporasi khususnya BUMN (Grafik
8800
-3000 3.10). Secara rata-rata, permintaan valas korporasi pada triwulan
8700
Excess Demand
-5000 8600 laporan sedikit lebih tinggi mencapai sekitar USD354 juta per
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep
2007 2008 hari, dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai
Net S(+)/D(-) dari Pelaku DN
Net S(+)/D(-) Total Pelaku DN+LN
Net S(+)/D(-) dari Pelaku LN
sekitar USD329 juta per hari.
Kurs - rhs
Grafik 3.10
Permintaan dan Penawaran Valas KEBIJAKAN MONETER
Strategi Kebijakan
Sepanjang triwulan III-2008, Bank Indonesia menaikkan BI Rate
sebesar 75 bps hingga menjadi 9,25% pada akhir triwulan III-2008
III-2008. Kebijakan
tersebut dilakukan guna menjaga dan mengamankan pencapaian sasaran inflasi
jangka menengah dengan mencermati berbagai perkembangan serta
mempertimbangkan kondisi ekonomi makro secara keseluruhan dan stabilitas sistem
keuangan. Level BI Rate tersebut kemudian dicerminkan pada perkembangan suku
bunga PUAB O/N.
18
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2008
100 bps. Dengan demikian koridor suku bunga O/N akan menjadi simetris dengan
BI Rate + 100 bps. Selain itu, efektif sejak 23 September 2008, Bank Indonesia
memutuskan untuk memperpanjang jangka waktu fine tune operation (FTO) dari
1 hari s.d 14 hari menjadi 1 hari s.d 3 bulan. Perpanjangan jangka waktu FTO ini
dimaksudkan untuk memberikan ruang gerak yang lebih luas bagi manajemen
likuiditas, yang merupakan bagian dari Operasi Pasar Terbuka (OPT) yang dilakukan
Bank Indonesia.ΩManajemen likuiditas di pasar uang antar bankΩyang lebih fleksibel
akan meningkatkan efektivitas langkah Bank Indonesia dalam menjaga tetap
berfungsinya pasar uang dengan baik. Dengan demikian stabilitas suku bunga dan
kelancaran aliran likuiditas di pasar uang antar bank tetap terjaga dalam hal terjadi
peningkatan ketidakpastian, sebagaimana yang terjadi di pasar uang global dalam
beberapa waktu terakhir ini.
Pada triwulan III, BI Rate telah ditransmisikan ke sektor keuangan melalui berbagai
jalur
jalur. Di pasar uang, suku bunga pasar uang berbagai tenor bergerak mengikuti
arah BI Rate dan persepsinya ke depan. Sementara itu, transmisi BI Rate ke suku
bunga perbankan, baik deposito maupun kredit, semakin menguat. Namun,
peningkatan BI Rate tersebut belum ditransmisikan pada pertumbuhan simpanan
dan kredit. Pertumbuhan simpanan masih mengalami perlambatan sedangkan
pertumbuhan kredit tetap meningkat. Di pasar saham
saham, performa IHSG sangat
dipengaruhi oleh imbas dari naiknya risiko global sehingga mengalami koreksi
sebesar 21,9%. Di pasar SUN, gejolak global berdampak pada naiknya yield SUN
untuk tenor jangka pendek. Yield SUN jangka pendek pada triwulan III-2008 masih
mengalami kenaikan. Sementara itu, di pasar reksadana
reksadana, NAB reksadana cenderung
melemah sejalan dengan kinerja underlying asset-nya.
Dari sisi kebijakan nilai tukar, Bank Indonesia terus melakukan serangkaian upaya
untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Upaya menjaga kestabilan nilai tukar
rupiah dilakukan melalui penerapan kebijakan moneter yang berhati-hati serta upaya
stabilisasi nilai tukar yang ditempuh secara konsisten untuk mencegah volatilitas
yang berlebihan dengan tetap menjaga kecukupan cadangan devisa untuk memenuhi
kebutuhan fundamental perekonomian. Di samping itu, penguatan strategi
komunikasi serta peningkatan efektivitas peraturan prudensial dan monitoring lalu
lintas devisa terus dilakukan untuk menopang pengelolaan kebijakan tersebut.
Suku Bunga
Selama triwulan III 2008, kenaikan BI Rate sebesar 75 bps sehingga menjadi 9,25%
pada akhir September 2008 dicerminkan pada suku bunga PUAB O/N yang bergerak
stabil disekitar BI Rate
Rate. Sementara itu, suku bunga PUAB O/N tenor > 30 hari
berada pada level 11,13% sejalan dengan kuatnya persepsi keketatan likuiditas
perbankan dan imbas kondisi global. Dalam kondisi tersebut, Bank Indonesia
merespon melalui operasi pasar terbuka yang lebih intensif melalui instrumen FTO,
penyesuaian penyerapan likuiditas pada lelang SBI, serta penyesuaian koridor suku
bunga.
19
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2008
Tabel 3.1
Perkembangan Berbagai Suku Bunga
Triwulan III-2007 Triwulan IV-2007 Triwulan I-2008 Triwulan II-2008 Triwulan III-2008
Suku Bunga (%)
Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep
BI Rate 8,25 8,25 8,25 8,25 8,25 8,00 8,00 8,00 8,0 8,00 8,25 8,50 8,75 9,00 9,25
Penjaminan Deposito 8,25 8,25 8,25 8,25 8,25 8,25 8,25 8,00 8,00 8,00 8,25 8,25 8,25 8,75 8,75
Dep 1 bulan (Weighted Average) 7,26 7,16 7,13 7,16 7,18 7,19 7,07 6,95 6,88 6,86 6,98 7,19 7,51 8,04 n.a
Dep 1 bulan (Counter Rate) 7,36 7,20 7,15 7,15 7,13 7,09 6,97 6,9 6,84 6,85 6,84 7,01 7,18 7,42 7,74
Base Lending Rate 13,62 13,42 13,31 13,21 13,13 13,12 13,14 12,92 12,83 12,75 12,77 12,80 12,95 13,21 13,26
Kredit Modal Kerja (KMK) 13,71 13,66 13,31 13,16 13,16 13,00 12,99 12,96 12,88 12,93 12,92 12,99 13,14 13,42 n.a
Kredit Investasi (KI) 13,82 13,75 13,45 13,28 13,19 13,01 12,81 12,71 12,59 12,47 12,36 12,51 12,61 12,86 n.a
Kredit Konsumsi (KK) 16,68 16,7 16,47 16,33 16,39 16,13 16,04 15,96 15,83 15,74 15,67 15,71 15,73 15,78 n.a
20
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2008
6
Total DPK Total Kredit rKredit (rata-rata) rDepo (rata-rata)
6
berlangsung di pasar kredit, sebagaimana tampak pada
Ags Okt Des Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun Ags
2005 2006 2007 2008
pertumbuhan tahunan kredit pada Agustus 2008 yang mencapai
32,5% (yoy), sedikit naik dari bulan sebelumnya sebesar 32,3%
Grafik 3.11
(yoy) (Grafik 3.11). Berdasarkan penggunaannya, kenaikan
Perkembangan Dana vs Kredit
pertumbuhan tahunan kredit pada bulan laporan masih terjadi
pada kredit modal kerja, diikuti konsumsi dan investasi. Dari sisi
debitur, pertumbuhan kredit dikontribusi oleh kelompok BUMS
dan institusi terkait Pemerintah.
%, y-o-y
30 Likuiditas perekonomian tumbuh melambat dan mulai lebih
27
M1 Riil
24
Currency Riil
rendah dari historisnya
historisnya. Pada bulan Agustus 2008, M1 dan M2
21
M2 Riil
18 tumbuh masing-masing 12,5% (yoy) dan 12,6% (yoy), melambat
15
12 dari triwulan sebelumnya yang tumbuh masing-masing sebesar
9
6 22,4% (yoy) dan 17,1% (yoy). Dengan perkembangan tersebut
3
0 maka rata-rata pertumbuhan M1 dan M2 menjadi masing-
(3)
(6) masing sebesar 13,9% (yoy) dan 13,3% (yoy), juga lebih lambat
(9)
(12)
dari triwulan sebelumnya. Sementara itu secara riil3 , pada
1357911357911357911357911357911357911357911357911357
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Agustus 2008 pertumbuhan M1 dan M2 menjadi masing-masing
Grafik 3.12 sebesar 0,7% (yoy) dan 0,8% (yoy) semakin menurun seiring
Pertumbuhan Riil M1 dan M2 dengan meningkatnya inflasi (Grafik 3.12). Dengan
perkembangan tersebut likuiditas perekonomian baik secara
nominal maupun riil telah tumbuh lebih rendah dari rata-rata
historisnya dalam 7 tahun terakhir (2000 - 2006), terkecuali untuk M2 nominal.
Pasar Keuangan
Kinerja pasar saham pada triwulan III-2008 masih dibayangi oleh risiko global
global. Upaya
injeksi likuiditas oleh otoritas kebijakan AS hanya mampu mengangkat kinerja bursa
global secara temporer dan belum cukup menghilangkan sepenuhnya kekhawatiran
pelaku pasar global terhadap kejatuhan pasar keuangan yang lebih dalam. Hal
tersebut di tengah minimnya sentimen dalam negeri mengakibatkan IHSG ditutup
pada level 1.832 pada akhir triwulan III-2008 atau melemah 21,9% dibanding
posisi triwulan II-2008 (Grafik 3.13).
21
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2008
1.600
komoditas. Selain itu, saham berbasis komoditas juga
1.400 merupakan saham yang tergolong paling aktif diperdagangkan
1.200
dan memiliki kecenderungan spekulasi dalam jumlah besar. Di
1.000
Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep lain pihak, pergerakan IHSG yang terkadang berlawanan dengan
2006 2007 2008
arah pasar global memberikan indikasi adanya perilaku Hit and
Grafik 3.13 Run pelaku asing.
IHSG
Kurang kondusifnya kondisi di pasar saham justru dimanfaatkan
oleh asing untuk mengakumulasi saham-saham murah
murah.
Walaupun dengan intensi yang makin terbatas, investor asing
masih terus melakukan pembelian secara selektif terhadap
2.900 3.000 saham-saham di IHSG. Net beli asing pada triwulan III-2008
Ags 08- Sept 08 (-19,87%), Des 07-Ags 08 (-21,12%)
2.700 2.500 tercatat sebesar Rp2,2 triliun, lebih rendah dibandingkan triwulan
Net Beli Asing (Rp, Miliar)
2.500
IHSG 2.000 II-2008 dengan net beli sebesar Rp4,8 triliun (Grafik 3.14).
2.300
1.500 Penurunan tersebut searah dengan perdagangan saham yang
1.000
turun dari Rp5,7 triliun pada triwulan II-2008 menjadi Rp3,8 triliun
2.100
500
pada triwulan III-2008. Kondisi pada triwulan III-2008, juga
1.900
-
ditandai dengan perpindahan portfolio asing ke saham sektor
1.700 (500)
keuangan yang mengalami koreksi lebih kecil. Kondisi tersebut
1.500 (1.000)
Des Jan Jan Feb Feb Mar Mar Apr Apr Mei Mei Jun Jun Jun Jul Jul Ags Ags Sep tidak terlepas dari naiknya risiko saham berbasis komoditas.
2007 2008
Grafik 3.14 Di pasar SUN, kinerja SUN yang sempat membaik pada Juli 2008
Net Beli Asing Saham kembali mengalami tekanan sejak Agustus 2008
2008. Hal ini sebagai
imbas dari naiknya risiko domestik dan eksternal. Dari sisi
domestik, kenaikan yield SUN pada akhir triwulan III-2008
diantaranya didorong oleh likuiditas perbankan yang
Vol(Rp t) Frek
dipersepsikan ketat, penyesuaian yield SUN terhadap inflasi dan
10,0 500
tambahan pasokan SBN domestik yang cukup besar. Sementara
Avg Vol Avg Frek
8,0 400
dari sisi eksternal, kenaikan risiko global berpotensi menyebabkan
terjadinya «flight to quality» dengan menghindari emerging
6,0 300
market. Hal tersebut menyebabkan rata-rata bulanan yield SUN
4,0 200
kembali mengalami kenaikan 87bps meski masih lebih rendah
dibandingkan dengan posisi akhir triwulan II-2008. Sementara
2,0 100
itu, secara triwulanan rata-rata yield SUN pada triwulan III-2008
0,0
Data per 29 Sep 2008
0
masih mengalami penurunan sebesar 27bps. Sejalan dengan
Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep
2005 2006 2007 2008 kondisi global pelaku pasar cenderung berhati-hati dalam
Grafik 3.15 aktivitas perdagangan sebagaimana tercermin pada rata-rata
Aktivitas Perdagangan SUN (Rata-rata) harian nilai perdagangan SUN yang mengalami penurunan
(Grafik 3.15).
22
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2008
Ditengah kinerja SUN yang belum membaik, kepercayaan investor asing pada SUN
masih relatif tinggi
tinggi. Kepercayaan asing dilandasi oleh masih relatif terjaganya
beberapa faktor diantaranya risiko fiskal yang lebih minimal sebagai dampak dari
harga BBM yang lebih terkendali dibanding 2005, sejalan dengan tren penurunan
harga minyak. Selain itu, imbal hasil SUN yang masih relatif tinggi juga merupakan
pendorong bagi naiknya posisi asing. Dengan perkembangan tersebut, asing
membukukan net beli sebesar Rp6,29 triliun terutama untuk pembelian SUN tenor
jangka panjang.
23
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2008
Dari sisi harga, inflasi tahun 2008 diprakirakan mencapai 11,5-12,5% (y-o-y)
(y-o-y), dengan
faktor pendorong berasal dari inflasi inti dan inflasi administered prices. Tekanan
inflasi diprakirakan menurun pada Triwulan IV-2008. Menurunnya tekanan inflasi
terkait dengan tingginya pengadaan beras Bulog yang diharapkan dapat membawa
inflasi volatile food lebih rendah dibandingkan rata-rata historisnya. Dalam upaya
mengendalikan inflasi, Bank Indonesia tetap melakukan optimalisasi penggunaan
seluruh instrumen kebijakan moneter yang tersedia. Selanjutnya di tahun 2009,
inflasi IHK diprakirakan menurun berkisar 6,5-7,5% (y-o-y) dengan pendorong utama
masih tetap berasal dari inflasi inti dan administered prices. Menurunnya inflasi
antara lain sebagai dampak dari pelaksanaan kebijakan moneter serta imported
inflation yang menurun. Lebih rendahnya tekanan inflasi tersebut antara lain juga
terkait dengan kebijakan Pemerintah yang diprakirakan akan cenderung melakukan
stabilisasi harga terkait pelaksanaan Pemilu. Tekanan inflasi dari volatile food
diprakirakan minimal sedangkan tekanan inflasi dari sisi administered prices
diprakirakan masih akan tinggi karena program konversi minyak tanah ke LPG.
Sementara itu dari sisi inflasi inti, tekanan inflasi dari sisi permintaan yang cukup
besar sejak 2008 diprakirakan masih berlanjut di 2009.
24
Perekonomian Indonesia ke Depan
25
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2008
Selanjutnya pada 2009, pertumbuhan ekonomi diprakirakan lebih rendah dari 2008
didorong oleh lebih rendahnya pertumbuhan ekspor karena perkembangan harga
komoditas nonmigas yang melambat serta menurunnya permintaan berkaitan
dengan menurunnya pertumbuhan ekonomi dunia. Dari sisi domestik, konsumsi
swasta akan kembali menjadi motor pertumbuhan seiring dengan meningkatnya
daya beli masyarakat dan berlanjutnya multiplier effect kegiatan Pemilu. Faktor
lainnya yang diprakirakan memberi dampak positif terhadap konsumsi swasta adalah
penurunan Pendapatan Tidak Kena Pajak, pengurangan tarif pajak bagi UMKM,
Wajib Pajak Pribadi dan Badan, serta pajak deviden, dan peningkatan gaji PNS/TNI/
POLRI. Kuatnya konsumsi swasta akan mendorong investasi untuk tetap tumbuh
26
Perekonomian Indonesia ke Depan
tinggi pada 2009, walaupun sedikit menurun dibanding tahun 2008 karena
melambatnya pertumbuhan ekspor.
Masih kuatnya konsumsi swasta antara lain didukung oleh beberapa indikator.
Pada triwulan III-2008, penyaluran kredit konsumsi masih menunjukkan tren yang
meningkat. Pada Agustus 2008, kredit konsumsi tumbuh sebesar 35%. Indikator
lainnya adalah penjualan mobil yang mencatat pertumbuhan sebesar 49% (y-o-y)
pada bulan Juli-Agustus 2008.
Tabel 4.2
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan
2006 2007 2008
Komponen 2006 2007 2008*
I II III IV I II III IV I II III*
Total Konsumsi 3,8 5,6 2,8 3,5 3,9 4,6 4,6 5,3 5,1 4,9 5,6 4,9 5,0 5,3 - 5,5
Konsumsi Swasta 2,9 3,0 3,0 3,8 3,2 4,7 4,7 5,1 5,6 5,0 5,7 5,3 5,1 5,2 - 5,4
Konsumsi Pemerintah 11,5 28,8 1,7 2,2 9,6 3,7 3,8 6,5 2,0 3,9 4,7 2,2 4,5 5,9 - 6,1
Total Investasi 1,4 0,9 0,8 6,8 2,5 7,0 6,9 10,4 12,1 9,2 15,4 12,8 12,0 12,9 - 13,1
Permintaan Domestik 3,2 4,4 2,3 4,3 3,5 5,2 5,2 6,6 6,8 6,0 8,0 6,9 6,8 7,2 - 7,4
Ekspor Barang dan Jasa 11,8 11,4 8,3 6,6 9,4 8,1 9,8 6,9 7,3 8,0 15,5 16,1 15,8 14,3 - 14,5
Impor Barang dan Jasa 4,8 9,3 10,9 9,2 8,6 8,5 6,5 7,0 13,6 8,9 17,8 16,7 16,0 16,4 - 16,6
PDB 5,1 5,0 5,9 6,0 5,5 6,1 6,4 6,5 6,3 6,3 6,3 6,4 6,3 6,2 - 6,4
27
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2008
pertumbuhan investasi didorong oleh investasi swasta. Dari sisi jenisnya, kinerja
investasi terutama didorong oleh investasi nonbangunan. Pertumbuhan konsumsi
swasta yang kuat akan mendorong pertumbuhan investasi nonbangunan.
Perkembangan ini dikonfirmasi oleh beberapa indikator yang menunjukkan
kecenderungan pertumbuhan investasi yang tumbuh cukup tinggi. Persetujuan
Penanaman Modal Asing (PMA) dan Dalam Negeri (PMDN) yang tinggi dan impor
barang modal yang tumbuh signifikan merupakan indikator prospek investasi ke
depan. Indikator prospek investasi lainnya adalah pertumbuhan kredit investasi yang
hingga Agustus 2008 telah mencapai 30%.
Dari sisi eksternal, ekspor barang dan jasa diprakirakan tumbuh mencapai 14,3-
14,5% pada 2008, lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2007. Kinerja ekspor
yang menggembirakan tersebut didorong oleh perkembangan harga komoditas
internasional yang tinggi pada Semester I-2008 dan upaya diversifikasi negara tujuan
ekspor Indonesia ke negara-negara berkembang, khususnya di Asia. Komoditas
ekspor yang tumbuh tinggi diprakirakan berbasis komoditas primer. Sisi pasokan
barang ekspor kelompok tersebut diprakirakan tetap terjaga mengingat investasi
di sektor primer cukup tinggi. Sementara itu, impor barang dan jasa pada 2008
diprakirakan tumbuh sekitar 16,4-16,6%. Pertumbuhan tersebut lebih tinggi
dibandingkan tahun 2007 maupun prakiraan terdahulu. Kenaikan impor tersebut
sejalan dengan kenaikan pertumbuhan permintaan domestik dan ekspor.
Tabel 4.3
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran
2006 2007 2008
Sektor 2006 2007 2008*
I II III IV I II III IV I II III*
Pertanian 6,6 1,6 2,6 2,6 3,4 -1,7 4,7 7,6 3,1 3,5 6,1 4,6 2,1 3,7 - 3,9
Pertambangan & Penggalian 2,3 3,6 1,1 0,0 1,7 6,2 3,2 1,0 -2,1 2,0 -1,9 -0,9 1,0 (-0,2) - (-0,4)
Industri Pengolahan 3,0 3,6 5,9 5,8 4,6 5,2 5,1 4,5 3,8 4,7 4,2 4,1 4,0 4,0 - 4,2
Listrik, Gas & Air Bersih 5,1 4,5 5,8 7,7 5,8 8,2 10,2 11,3 11,8 10,4 12,6 11,2 11,0 11,1 - 11,3
Bangunan 7,7 8,5 8,5 8,6 8,3 8,4 7,7 8,3 9,9 8,6 7,9 8,0 8,1 7,9 - 8,1
Perdagangan, Hotel & Restoran 4,9 5,9 7,9 7,0 6,4 9,2 7,6 7,9 9,1 8,5 7,1 7,9 7,8 7,5 - 7,7
Pengangkutan & Komunikasi 12,0 13,8 14,5 17,0 14,4 13,0 12,7 14,1 17,4 14,4 20,3 19,6 19,5 19,3 - 19,5
Keuangan, Persewaan & Jasa 5,6 5,2 4,5 6,5 5,5 8,1 7,6 7,6 8,6 8,0 8,2 8,7 8,5 8,0 - 8,2
Jasa-jasa 5,8 6,0 6,7 6,2 6,2 7,0 7,0 5,2 7,2 6,6 5,6 6,5 7,3 6,3 - 6,5
PDB 5,1 5,0 5,9 6,0 5,5 6,1 6,4 6,5 6,3 6,3 6,3 6,4 6,3 6,2 - 6,4
28
Perekonomian Indonesia ke Depan
Sektor industri pengolahan, yang merupakan sektor dengan pangsa terbesar dalam
perekonomian, pada 2008 diprakirakan tumbuh berkisar 4,0-4,2%. Pertumbuhan
sektor industri, terutama industri nonmigas, diprakirakan disumbang oleh subsektor
alat angkut, mesin dan peralatannya, serta subsektor makanan dan minuman.
Sementara itu, perluasan pasar industri alat angkut penghasil kapal laut, relatif
tingginya permintaan dari industri otomotif dan turunannya, serta alat berat seperti
traktor, antara lain menjadi penyebab meningkatnya produksi subsektor industri
alat angkut, mesin dan peralatannya. Kegiatan dalam rangka persiapan Pemilu
diprakirakan akan mendorong aktivitas subsektor industri makanan dan minuman,
kertas dan barang cetakan, serta tekstil, barang kulit dan alas kaki. Meningkatnya
pertumbuhan subsektor industri makanan dan minuman tersebut dikonfirmasi oleh
pertumbuhan impor bahan baku untuk industri makanan dan minuman yang
cenderung meningkat.
29
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2008
Kinerja sektor keuangan pada tahun 2008 diprakirakan tumbuh sebesar 8,0-8,2%
8,0-8,2%.
Saat ini perbankan menghadapi likuiditas yang ketat. Untuk dapat menarik dana
pihak ketiga, bank-bank berlomba-lomba menaikkan suku bunga simpanannya,
yang akhirnya memperkecil selisih antara bunga pinjaman dan simpanan. Dengan
kondisi likuiditas yang ketat, perbankan akan lebih selektif dalam menyalurkan
kreditnya, sehingga ekspansi perbankan menjadi terbatas.
PRAKIRAAN INFLASI
Prospek inflasi 2008 diprakirakan berada pada kisaran 11,5-12,5% (y-o-y). Dari
komponennya, inflasi pada 2008 terutama dipengaruhi oleh inflasi inti dan
administered. Tingginya inflasi inti dan administered pada 2008 terutama disebabkan
oleh tingginya harga makanan dan energi yang diikuti kenaikan harga BBM domestik.
Pada akhir tahun 2008, tekanan inflasi diprakirakan masih tinggi, walaupun
cenderung menurun. Tekanan inflasi di Triwulan IV -yang pada umumnya didorong
terutama oleh inflasi bahan makanan seiring dengan berlangsungnya masa tanam -
pada tahun ini diprakirakan lebih rendah. Hal tersebut didukung oleh tingginya
pengadaan beras oleh Bulog. Selain itu, kecenderungan penurunan harga-harga
komoditas internasional yang diikuti oleh turunnya inflasi di negara-negara mitra
dagang diprakirakan akan berdampak positif terhadap turunnya inflasi domestik.
30
Perekonomian Indonesia ke Depan
dibentuknya pemerintahan baru. Di tahun 2009, tekanan inflasi dari sisi volatile
food diprakirakan minimal antara lain didorong oleh baiknya pengadaan beras
oleh Bulog.
Tekanan inflasi dari sisi eksternal diprakirakan akan mereda. Meredanya tekanan
inflasi dari sisi eksternal dipicu oleh turunnya harga minyak dan harga komoditas
lainnya. Penurunan harga-harga komoditas internasional tersebut berakibat pada
lebih rendahnya tekanan inflasi di negara-negara mitra dagang yang pada gilirannya
diprakirakan akan mengurangi tekanan inflasi di dalam negeri melalui harga-harga
barang impor.
Tekanan inflasi dari sisi administered diprakirakan masih akan tinggi. Tingginya
inflasi administered terutama terkait program konversi minyak tanah ke LPG yang
masih akan berlanjut sampai 2009. Di luar hal tersebut, pemerintah diprakirakan
tidak akan meningkatkan harga barang-barang administered sampai dengan
terbentuknya pemerintah baru pada Triwulan III-2009. Sementara itu, tekanan inflasi
dari sisi volatile food diprakirakan minimal. Pengadaan beras Bulog yang sampai
dengan bulan September 2008 telah mencapai 2,3 juta ton diprakirakan akan
membawa inflasi volatile food ke tingkat yang lebih rendah dibandingkan historisnya.
Sampai dengan akhir tahun 2008, pengadaan beras Bulog ditargetkan sebesar
2,8-3,0 juta ton. Pengadaan beras tersebut merupakan yang tertinggi selama sejarah
pengadaan beras oleh Bulog. Selain itu, kecenderungan penurunan harga minyak
dan komoditas lainnya juga akan berdampak positif terhadap terkendalinya inflasi
volatile food. Di tahun 2009, tingginya produksi bahan makanan di dalam negeri
diharapkan dapat berlanjut sejalan dengan program peningkatan produktivitas
pertanian melalui pemberian benih hibrida, pupuk bersubsidi, dan perbaikan
infrastruktur pertanian.
FAKTOR RISIKO
Pertumbuhan ekonomi dibayangi oleh faktor risiko eksternal. Risiko terbesar berasal
dari kondisi perekonomian AS jika berbagai kebijakan yang ditempuh oleh otoritas
fiskal dan moneter tidak efektif untuk memperbaiki krisis finansial di negara tersebut.
Penurunan pertumbuhan ekonomi AS yang lebih dalam akan merembet ke
penurunan pertumbuhan ekonomi negara kawasan Euro dan selanjutnya ke
31
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2008
Dari sisi inflasi, faktor risiko berasal dari komponen administered seperti harga BBM
BBM,
dimana dalam RUU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) pemerintah provinsi
diberi kewenangan menetapkan besaran pajak bahan bakar kendaraan bermotor
(PBBKB) antara 0-10%. RUU tersebut juga mengatur mengenai pajak rokok dan
pajak parkir yang juga akan berpengaruh terhadap meningkatnya tekanan inflasi.
Masih besarnya subsidi BBM, Tarif Dasar Listrik, dan LPG juga berpotensi
meningkatkan harga jual untuk komoditas-komoditas tersebut sehingga akan
memberikan dampak langsung maupun tidak langsung terhadap peningkatan
tekanan inflasi ke depan.
32
Respon Kebijakan Moneter Triwulan III-2008
33