Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Harta dalam bahasa Arab disebut al-mal, berasal dari kata “mala, yamilu,
maylan” yang artinya condong, cenderung, atau miring. Al-mal juga diartikan
sebagai segala sesuatu yang menyenangkan manusia dan mereka pelihara, baik
dalam bentuk materi, maupun manfaat.
Menurut bahasa umum, arti mal ialah uang atau harta, Adapun menurut
istilah, ialah “segala benda yang berharga dan bersifat materi serta beredar di
antara manusia”.
Menurut ulama Hanafiah yang dikutip oleh Nasrun Haroen, al-mal (harta) yaitu :

“ Segala yang diminati manusia dana dapat dihadirkan ketika diperlukan, atau
segala sesuatu yang dapat dimiliki, disimpan, dan dimanfaatkan”.

Menurut jumhur ulama (selain ulama hanafiah) yang juga dikutip oleh Nasrun
Hareon, al-mal (harta) yaitu :

“Segala sesuatu yang mempunyai nilai, dan dikenalkan ganti rugi bagi orang
yang merusak atau melenyapkannya”.

Sedangkan jabatan adalah sarana untuk menggapai kebahagiaan dunia dan


akhirat. Namun jabatan hanya sarana, bukan tujuan. Sebab itu, barang siapa yang
telah mendapatkan sarana tersebut dan tidak mempergunakannya untuk mencapai
tujuan, maka kebahagiaan tidak akan diperoleh.
Jabatan adalah amanah, suatu ketika Abu Dzar RA meminta kepada
Rasulullah Saw agar diberi suatu jabatan. Rasulullah menjawab permintaan Abu
Dzar dengan sabdanya,

“Wahai Abu Dzar, sesungguhnya engkau seorang yang lemah dan


sesungguhnya jabatan itu adalah suatu amanah, dan sesungguhnya ia adalah
kehinaan dan penyesalan di hari kiamat kecuali yang menjalankanya dengan
baikdan melaksanakan tanggung jawabnya (HR.Muslim)”.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian harta dan jabatan sebagai amanah dan karunia Allah ?
2. Bagaimanakah kewajiban mencari harta ?
3. Bagaimanakah sikap terhadapa harta dan jabatan ?
4. Bagaimanakah pendayahgunaan harta dan jabatan di jalan Allah ?

1.3 Tujuan dan Manfaat

1. Dapat memahami pengertian harta dan jabatan sebagai amanah dan


karunia Allah ?
2. Dapat memahami bagaimana kewajiban mencari harta ?
3. Dapat memahami bagaimana sikap terhadap harta dan jabatan ?
4. Dapat memahami bagaimana pendayahgunaan harta dan jabatan di jalan
Allah ?

2
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Harta dan Jabatan Sebagai Amanah dan Karunia Allah
Harta dalam bahasa Arab disebut al-mal, berasal dari kata “mala, yamilu,
maylan” yang artinya condong, cenderung, atau miring. Al-mal juga diartikan
sebagai segala sesuatu yang menyenangkan manusia dan mereka pelihara, baik
dalam bentuk materi, maupun manfaat.
Menurut bahasa umum, arti mal ialah uang atau harta, Adapun menurut
istilah, ialah “segala benda yang berharga dan bersifat materi serta beredar di
antara manusia”. Fungsi harta adalah untuk menopang kehidupan manusia karena
tanpa harta kehidupan manusia tidak bisa bergerak.
Menurut ulama Hanafiah yang dikutip oleh Nasrun Haroen, al-mal (harta) yaitu :
“ Segala yang diminati manusia dana dapat dihadirkan ketika diperlukan , atau
segala sesuatu yang dapat dimiliki, disimpan, dan dimanfaatkan”.
Menurut jumhur ulama (selain ulama hanafiah) yang juga dikutip oleh Nasrun
Hareon, al-mal (harta) yaitu :
“Segala sesuatu yang mempunyai nilai, dan dikenalkan ganti rugi bagi orang yang
merusak atau melenyapkannya”.
Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan di atas , Hasbi Ash
Shiddieqy mengomentari sebagai berikut :
1. Harta (mal) adalah “nama” bagi selain manusia yang di tetapkan untuk
kemaslahatan manusia dapat dipelihara pada suatu tempat, dapat dikelola
(tasharul) dengan jalan ikhtiar.
2. Benda yang dijadikan harta itu, dapat dijadikan harta oleh umumnya
manusia atau oleh sebagian mereka.
3. Sesuatu yang tidak dipandang harta tidak syah kita menjualnya .
4. Sesuatu yang mubahkan walaupun tidak dipandang harta , seperti sebiji
beras. Sebiji beras tidak dipandang harta walaupun dia boleh kita mililki.
5. Harta itu harus mempunyai wujud , karenanya manfaat tidak masuk
kedalam bagian harta.
Sedangkan jabatan adalah kedudukan yang menunjukan tugas, tanggung
jawab, wewenang, dan hak seorang pegawai dalam rangka suatu satuan
organisasi.
Pendapat lain mengatakan bahwa :
Jabatan adalah amanah, suatu ketika Abu Dzar RA meminta kepada
Rasulullah Saw agar diberi suatu jabatan. Rasulullah menjawab permintaan Abu
Dzar dengan sabdanya,
‘Wahai Abu Dzar, sesungguhnya engkau seorang yang lemah dan sesungguhnya
jabatan itu adalah suatu amanah, dan sesungguhnya ia adalah kehinaan dan
penyesalan di hari kiamat kecuali yang menjalankanya dengan baik dan
melaksanakan tanggung jawabnya (HR.Muslim).

3
2.2 Kewajiban Mencari Harta
Dalam mencari dan memperoleh harta, Amir Syarifuddin menegaskan
secara terperinci sebagai berikut :
Islam tidak membatasi kehendak seseorang dalam mencari dan
memperoleh harta selama yang demikian tetap dilakukan dalam prinsip umum
yang berlaku, yaitu halal dan baik. Hal ini berarti Islam tidak melarang seseorang
untuk mencari kekayaan sebanyak mungkin. Karena bagaimanapun yang
menentukan kekayaan yang dapat diperoleh seseorang adalah Allah swt sendiri.
Di samping itu , dalam pandangan Islam harta itu bukanlah tujuan ,tetapi
merupakan alat untuk menyempurnakan kehidupan dan untuk mencapai keridhaan
Allah. Oleh karena itu, Allah swt memerintahkan manusia supaya berusaha
mencari harta dan memilikinya. Usaha mencari harta dan memilikinya itu harus
dengan cara yang halal.
Banyak Al-quran dan hadis yang memerintahkan hal tersebut, antara lain :
Dalam surat al-Jumuah ayat 10 yaitu :

“Apabila telah ditunaikan sembahyang maka bertebarlah kamu di muka bumi


dan carilah karunia Allah......”

Setelah seorang berusaha mencari karunia Allah dengan sungguh-sungguh


maka Allah menyuruh kepada orang tersebut untuk memohon kepada Allah agar
Allah melimpahkan karunianya itu dalam bentuk rezeki. Hal ini disebutkan dalam
surat an-Nisa ayat 32 yaitu :

“Dana mohonlah kepada Allah sebagian dari karunianya. Sesungguhnya


Allah maha mengetahui segala sesuatu......”

Bila telah berusaha memperoleh rezeki Allah dan telah meminta pula
perkenan dari Allah akan memberikan karunianya kepada siapa yang dikehendaki
nya, sebagaimana firman nya dalam surat al-Jumuah ayat 4 yaitu :

“Demikianlah karunia Allah, diberikan nya kepada siapa yang


dikehendakinya,dan Allah mempunyai karunia yang besar........”

Adapun bentuk usaha dalam memperoleh hata yang menjadi karunia Allah untuk
dimiliki oleh manusia bagi menunjang kehidupannya, secara garis besarnya ada
dua bentuk :
1. Memperoleh harta tersebut secara langsung sebelum dimiliki oleh
siapapun. Bentuk yang jelas dari mendapatkan harta baru sebelum menjadi
hak milik oleh siapa pun adalah menghidupkan (mengharap) tanah mati
yang belum dimiliki yang disebut ihya al-mawat.

4
2. Memperoleh harta yang dimiliki oleh seseorang melalui transaksi. Bentuk
ini dipisahkan dari dua cara: Pertama, peralihan harta berlangsung dengan
sendirinya atau yang disebut ijbary yang siapapun tidak dapat menolak
atau merencanakannya melalui warisan.Kedua, peralihan harta
berlangsung dengan sendirinya, dalam arti atas kehendak dan keinginan
sendiri yang disebut ikhtiyary.

2.3 SIKAP TERHADAP HARTA DAN JABATAN

Pada dasarnya harta dan jabatan dalah amanah dari Allah swt, maka dari
itu kita harus bersikap hati-hati terhadapnya. Bila terhadap harta kita wajib
berupaya dan berusaha mencarinya karena harta merupakan kebutuhan kita
sebagai bagian dari modal hidup, namun bukan demikian halnya tentang jabatan,
oleh karena itu tidak harus ambisius untuk memperolehnya .
Firman Allah surat Al-Ahzab ayat 72 :

“Sesunggunya kami telah megemukakan amanat kepada langit , bumi dan


gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan
mereka khawatir akan menghianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh
manusia, sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.....”

Jika harta dan jabatan dicari dan di peroleh sesuai dengan panduan yang
ditetapkan Allah yang tersimpul dalam prinsip halal dan tayib, maka harta dan
jabatan yang telah diperoleh itu pun harus digunakan dan dimanfaatkan sesuai
dengan panduan Allah.
Tujuan utama dari harta diciptakan Allah yaitu untuk menunjang mansia. Oleh
karena itu, harus digunakan untuk maksud tersebut. Tentang penggunaan harta
yang telah diperoleh itu ada beberapa petunjuk dari Allah sebagai berikut.
A. Digunakan untuk kepentingan kebutuhan hidup sendiri. Penggunaan harta
untuk kebutuhan hidup dinyatakan oleh Allah dalam firmannya pada ayat
al-quran, diantaranya pada surat al-Mursalat ayat 43 yaitu :

“Dikatakan kepada mereka makan dan minumlah kamu dengan enak karena
apa yang telah kamu kerjakan....”

5
Walaupun yang disebutkan dalam ayat ini hanyalah makan dan
minum, namun tentunya yang dimaksud di sini adalah semua kebutuhan
hidup, seperti pakaian dan papan (perumahan). Hal ini berarti Allah
menyuruh menikmati hasil usaha bagi kepentingan hidup di dunia.
Namun, dalam memanfaatkan hasil usaha itu ada beberapa hal yang
dilarang untuk dilakukan oleh setiap muslim :

1. Israf, yaitu berlebih-lebihan dalam memanfaatkan harta meskipun


untuk kepentingan hidup sendiri. Yang dimaksud dengan israf
ialah menggunakannya melebihi ukuran yang patut, seperti makan
lebih dari 3x sehari. Larangan hidup berlebihan dinyataan Allah
dalam surat al-A’raf ayat 31 :

“Makan dan minumlah tetapi jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnaya Allah


teidak senang kepada orang yang berlebih-lebihan....”

2. Tabzir (boros), dalam arti menggunakan harta untuk sesuatu yang


tidak diperlukan dan menghambut-hamburkan untuk yang tidak
bermanfaat. Larangan Allah terhadap pemborosan ini terdapat
dalam surat al-Isra’ ayat 26 dan 27 :

“Jangan lah kamu menghambur-hamburkan hartamu secara boros.


Sesungguhnya pemnoros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan, dan
setan itu adalah sangat kafir (ingkar) terhadap tuhannya......”

B. Digunakan untuk memenuhi kewajiban terhadap Allah kewajiban kepada


Allah itu ada dua macam :
1. Kewajiban materi yang berkenan dengan kewajiban agama yang
merupakan utang terhadap Allah, seperti untuk keperluan
membaya zakat atau nazar atau kewajiban materi lainnya,
kewajiban dalam bentuk ini dinyatakan Allah beberapa ayat Qur’an
di antarnya dalam surat al-Baqarah ayat 267:

“Wahai orang-orang yang beriman, nafkah kanlah (zakatkanlah)dari yang


baik-baik dari apayang kamu usahakan dan apa-apa yang kami keluarkan dari
dalam bumi.....”

6
2. Kewajiban materi yang harus ditunaikan untuk keluarga, yaitu
anak,aistri, dan kerabat. Tentang kewajiban materi untuk istri dan
anak dijelaskan Allah dalam surat al-Baqarah ayat 233 :

“Kewajiban ayah untuk memberi nafkah dan pakaian untuk istri dan anaknya
secara makruh (patut)....”

C. Dimanfaatkan bagi kepentingan sosial.Hal ini dilakukan karena meskipun


semua orang dituntut untuk berusaha mencari rezeki namun yang
diberikan Allah tidaklah sama untuk setiap orang.
Kenyataan berbedanya perolehan rezeki ini dinyatakan Allah dalam firman
nya pada surat al-Nahl ayat 71 :

“Dan Allah melebihkan sebagiankamu dari sebagian lain dalam hal rezeki....”

Orang yang mendapatkan rezeki ini dituntut untuk menafkahkan sebagian


dari perolehannya itu, sebagaimana disebutkan Allah dalam banyak ayat ,
diantaranya dalam surat al-Munafiquh ayat 10 :

“Dan infakanlah sebagian apa yang Allah telah memberi rezeki kepadamu
sebelum maut mendatangimu....”

2.4 PENDAYAHGUNAAN HARTA DAN JABATAN DI JALAN ALLAH


Harta sebagai sarana untuk menghimpun bekal menuju kehidupan akhirat,
Allah berfirman : surat Al-Baqarah ayat 262 :

“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka


tidak mengiringi apa yang di nafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut
pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka
memperoleh padahal di sisi tuhan mereka, Tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.

Secara garis besar , menurut Mustafa Ahmad Zarqa’ yang dikutip oleh
Nasrun Haroen bahwa dalam pemilikan dan penggunaan harta, disamping itu
untuk kemaslahatan pribadi pemilik harta, juga harus memberikan manfaat dan
kemaslahatan untuk orang lain. Inilah di antaranya fungsi sosial dari harta itu,
karena suatu harta sebenarnya adalah milik Allah yang dititipkan ketangan-tangan
manusia. Disamping itu, penggunaan harta dalam ajaran islam harus senantiasa
dalam pengabdian kepada Allah dan dimanfaatkan dalam rangka taqarrub
(mendekatkan diri) kepada Allah. Pemanfaatan harta pribadi tidak boleh hanya
untuk pribadi pemilik harta, melainkan juga digunakan untuk fungsi sosial dalam
rangka membantu sesama manusia.

7
Dalam kaitan inilah Rosulullah saw, menyatakan :

“Bahwa pada setiap harta seseorang itu ada hak (orang lain) zakat.....”
(HR.al-tirmizi).

Disamping Allah meberi pedoman pemanfaatan harta yang diperoleh


seseorang dalam bentuk rezeki , Allah melarang umat islam menggunakan
hartanya untuk tujuan yang negatif yang dapat menyulitkan kehidupan orang,
menyakiti orang, dan menjauhkan orang dari melaksanakan perintah agama. Hal
ini tampak dalam beberapa Firman Allah sebagai berikut :
Larangan penggunaan harta untuk menjauhakan orang dari ajaran
agamanya tergambar dalam celaan Allah surat al-Anfal ayat 36 :

”Sesungguhnya orang-orang yang kafir ini menafkahkan harta mereka untuk


menghalangi (orang) dari jalan Allah ....”

Larangan Allah menggunakan harta untuk menyakiti orang dapat dpahami


dari firman nya dalam surat al Bqarah ayat 262 :

“Orang-orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah, kemudian mereka


tidak mngiringi apa yang di nafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut
pemberiannya dan denga tidak menyakiti (persaan si penerima), mereka
meperoleh padahal disisi Tuhan mereka....”

Jabatan juga harus digunakan secara baik penuh amanah, sebab dihari
akhirat nanti jabatan itu akan dipertanggung jawabkan, sebagaimana firman Allah
swt dalam surat Al-israk ayat 13 dan 34 yang berbunyi :

13 “ dan tiap-tiap manusia itulah kelak kami tetapnya amal perbuatannya


(sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. Dan kami keluarkan baginya
pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainyaterbuka...”
34 “Dan penuhilah janji sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan
jawabannya......”

8
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas tadi dapat disimpulkan bahwa harta dan


jabatan adalah amanah dari Allah swt, maka dari itu kita harus bersikap hati-hati
terhadapnya. Bila terhadap harta kita wajib berupaya dan berusaha mencarinya
karena harta merupakan kebutuhan kita sebagai bagian dari modal hidup, namun
bukan demikian halnya tentang jabatan, oleh karena itu tidak harus ambisius
untuk memperolehnya. Dan gunakanlah harta dan jabatan untuk kemaslahatan
pribadi, namun juga harus memberikan manfaat dan kemaslahatan untuk orang
lain.

9
DAFTAR PUSTAKA

Ghazaly, dkk. 2010. Fiqh Muamalat. Jakarta: Kencana.Hlm 17-24


Mustafa, dkk.2009. Fiqih Islam. Jogjakarta: Citra Karsa Mandiri.Hlm 175
Syarifuddin, Amir. 2010. Garis-garis Besar Fiqh. Jakarta: Kencana.Hlm 175-177
http ://www.kompasina.com.
www.academia.edu.>Harta_dan_jabatan.

10

Anda mungkin juga menyukai