Anda di halaman 1dari 7

TUGAS KELOMPOK KOMUNIKASI BISNIS

NAMA KELOMPOK :

ANINDYA DWI MUMPUNI/1862008

ELCHA DWI TTITSARI/1862025

ANA SURESTI/1862142

CINDYKAN DESTIA E.A/1862018

KEBIJAKAN AIR BERSIH DAN SANITASI LAYAK DI INDONESIA

Air sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia seharusnya dapat di akses oleh semua
lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya. Tapi kenyataannya masih
ada sebagian dari masyarakat yang belum mampu memiliki akses yang baik untuk pemenuhan
kebutuhan utama hidupnya itu. Sedangkan sanitasi merupakan suatu perilaku dalam
pembudayaan hidup bersih, yang juga mengandung arti mencegah manusia bersentuhan
langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainya dengan tujuan untuk
meningkatkan kesehatannya.
Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia juga telah berkomitmen untuk
melaksanakan target dalam tersebut, SDGs merupakan sebuah dokumen yang akan menjadi
sebuah acuan dalam kerangka pembangunan yang berkelanjutan.Dalam perundingan negara-
negara di dunia yang memiliki 17 tujuan dengan 169 capaian yang terukur sebagai agenda
pembangunan dunia untuk kemaslahatan umat manusia.Tujuan ini dicanangkan bersama -
sama oleh negara – negara dunia pada resolusi PBB yang diterbitkan pada 21 Oktober 2015
sebagai ambisi pembangunan bersama hingga tahun 2030. Masalah terkait air minum pada
dokumen SDGs terdapat pada tujuan ke 6 (enam) poin 1 (pertama) yaitu mencapai akses
universal dan merata terhadap air minum yang aman dan terjangkau bagi semua pada tahun
2030.

Konsep pembangunan yang berkelanjutan seperti yang terdapat pada dokumen SDGs juga di
muat di dalam dokumen RPJMN 2015 – 2019. Diantara bidang pembangunan yang mendapat
perhatian adalah pembangunan di sektor air bersih. Salah satu poin arah kebijakan dan strategi
pembangunan Indonesia pada dokumen RPJMN 2015 – 2019 adalah meningkatkan upaya
keberlanjutan pembangunan sosial, melalui strategi: (i) peningkatan keterjangkauan layanan
dan akses pendidikan, kesehatan, perumahan, pelayanan air bersih dan sanitasi masyarakat; (ii)
peningkatan pengendalian pertumbuhan penduduk; (iii) peningkatan kesetaraan gender untuk
akses/kesempatan pendidikan, kegiatan ekonomi dan keterwakilan perempuan dalam
organisasi; (iv) pengendalian kekerasan terhadap anak, perkelahian, kekerasan dalam rumah
tangga (KDRT); (v) peningkatan pelaksanaan demokrasi (indek demokrasi); dan (vi)
peningkatan keamanan yang tercermin dalam rendahnya konflik horisonal dan rendahnya
tingkat kriminalitas. Secara spesifik, pada kegiatan prioritas nasional salah satu sasaran yang
akan dicapai pada tahun 2019 untuk program pembinaan dan pengembangan infrastruktur
pemukiman adalah tercapainya 100% pelayanan air minum bagi seluruh penduduk Indonesia.
Untuk dapat merealisasikan target – target tersebut pemerintah telah banyak menganggarkan
dana melalui beberapa program air bersih dan sanitasi. Seperti pada tahun 2008 pemerintah
meluncurkan Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas),
yaitu salah satu program nasional (pemerintah dan pemerintah daerah) dalam meningkatkan
akses penduduk pedesaan dan peri urban terhadap air minum dan sanitasi yang layak dengan
pendekatan berbasis masyarakat. Hal ini dilakukan untuk menumbuhkan prakarsa, inisiatif, dan
partisipatif dari masyarakat penerima program dalam memutuskan, merencanakan,
menyiapkan, melaksanakan, mengoperasikan, dan melakukan pemeliharaan terhadap sarana
yang telah dibangun. Pamsimas merupakan program yang digagas oleh pemerintah dalam
rangka peningkatan penyediaan air minum dan sanitasi yang layak dalam rangka peningkatan
kesehatan masyarakat terutama dalam rangka menurunkan angka penyakit diare dan penyakit
lain yang ditularkan melalui air dan lingkungan. Program tersebut merupakan salah satu
program pemerintah pusat dan daerah dalam rangka mencapai tujuan ke tujuh pada target ke
sepuluh MDG’s yang saat ini sudah diperbarui menjadi target ke 6 (enam) poin pertama pada
SDGs tentang air bersih dan sanitasi yaitu mencapai akses universal dan merata terhadap air
minum yang aman dan terjangkau bagi semua pada tahun 2030.Alasan memilih kasus air bersih
dan santitasi layak yaitu keinginan masalah air bersih segera teralisasikan agar tidak terjadinya
masalah air yang tidak layak digunakan, dimana sanitasi berhubugan langsung dengan semua
penyakit yang berhubungan dengan air sebenarnya berkaian dengan pengumpulan dan
pembuangan limbah manusia yang tidak benar selain itu juga terdapat masalah penggunaan air
dalam kebutuhan rumah tangga dimana jumlah penggunaan 190 liter air perkepala perhari
untuk mandi, masak dan kebutuhan lainnya. Alasan yang kedua yaitu air merupakan kebutuhan
pokok bagi manusia seperti yang pertama yaitu memenuhi kebutuhan cairan dalam tubuh
karena jika kurangnya asupan cairan dalam tubuh bisa mengakibatkan penurunannya
konsentrasi seseorang oleh karena itu, pastikan mendapat asupan cairan yang cukup dengan
meminum air bersih, yang kedua menjaga kesehatan dan kesegaran tubuh yang mempunyai
manfaat untuk mengurangi panas dalam tubuh. Ketika kekurangan cairan tubuh akan merasakn
lemas dan tidak bugar. Kandungan mineral yang ada didalamnya sangat baik untuk kesehatan.

Terdapat beberapa fakta atau artikel tentang keadaan air yang ada di Indonesia, seperti
kasus masalah air bersih. Masalah air bersih dan sanitasi tampaknya merupakan masalah klasik
yang tak kunjung usai diberantas di Indonesia. Bagaimana tidak ? Pada tahun 2011 ini, dari
sekitar dua ratus jutaan penduduk Indonesia, baru 20% saja yang memiliki akses terhadap air
bersih. Itu pun kebanyakan di daerah perkotaaan. Sedangkan sisanya, atau sekitar 80% rakyat
Indonesia masih mengkonsumsi air yang tak layak untuk kesehatan. Hal itu dibuktikan melalui
hasil penelitian dari Jim Woodcock, seorang konsultan masalah air dan sanitasi dari bank dunia,
yang hasilnya adalah 100.000 bayi di Indonesia tewas setiap tahunnya yang disebabkan oleh
diare, penyakit yang paling mematikan nomor dua setelah infeksi saluran pernapasan akut.
Penyebab utamanya, jelas buruknya akses terhadap air bersih serta sanitasi. Di NTT (Nusa
Tenggara Timur), warga harus menempuh jarak minimal sejauh 700 meter dengan lama sekitar
46 menit ditambah dengan tekstur jalanan yang mereka lalui yang tidak rata untuk memperoleh
air bersih. Tentu saja hal itu sangat memprihatinkan. Selain disebabkan oleh topografi daerah
tersebut, tidak adanya sistem infrastruktur yang memadai juga merupakan penyebab utama
sulitnya masyarakat mengakses air bersih. Bahkan, saking langkanya air bersih, warga Pulau
Sebatik di Kalimantan Timur pun kesulitan air bersih. Sampai-samapai mereka harus
mengambil air bersih di daerah Tawau yang telah masuk ke dalam wilayah Malaysia.
Sebenarnya di daerah tersebut telah terdapat Pipa PDAM yang dibangun pada tahun 2004.
Namun kondisi sudah rusak karena tidak pernah dialiri air bersih.

Data dari kementerian kesehatan menyatakan bahwa 60% sungai di Indonesia tercemar,
mulai dari bahan organic sampai bakteri-bakteri penyebab diare seperti coliform dan Fecal coli.
Padahal, air sungai seharusnya bisa menjadi sumber kehidupan warga sekitar. Namun, justru
malah tercemar dan berubah warnanya menjadi hitam pekat, sehingga tidak layak untuk
dijadikan air minum, mandi, serta mencuci. Kondisi ini tentunya menyebabkan pencemaran
lingkungan dan berimbas pada buruknya kesehatan pada warga. Belum selesai masalah akses
terhadap air bersih, masalah buruknya sanitasi juga semakin besar. Sebab, kedua hal tersebut
juga berkaitan. Sebuah penelitian bahkan menunjukkan bahwa masih sekitar 70 juta
masyarakat Indonesia buang air besar sembarangan setiap harinya. Itu berarti, setiap hari ada
14.000 ton tinja dan 176.000 meter kubik air seni yang mencemari lingkungan. Bakteri E.Coli
juga dijumpai pada 75% air sumur dangkal di perkotaan Hal itu tentu menyebabkan akses air
bersih semakin sulit. Ini dibuktikan dengan sebuah data yang menunjukkan dari 1000 orang
penduduk Indonesia, 411 diantaranya terkena penyakit diare, yang itu artinya hampir 50%
penduduk Indonesia. Menurut penelitian sebuah lembaga yang bernama MDGs (Millenium
Development Goals) Asia Pasifik, Bahwa untuk sektor sanitasi di Indonesia cakupan akses
nasionalnya, rata-rata memang telah mencapai 80%, dan itu artinya telah melampaui target dari
MDGs yang hanya 74%. Namun, hal itu baru sebatas kuantitas. Bukan kualitas. Dengan bukti
di atas yang menunjukkan bahwa banyaknya bayi yang meninggal akibat diare, hal itu telah
cukup membuktikan bahwa secara kualitas, sanitasi di Indonesia masih sangat-sangat buruk.
Sedangkan bila ditinjau dari kuantitas dan kualitas, data terbaru yang dilansir MDGs, baru
51,02% keluarga di Indonesia yang memiliki akses sanitasi yang memadai. Targetnya, pada
tahun 2015 akses sanitasi dapat naik hingga di angka 60% hingga 70%. Masalah sanitasi juga
tidak hanya merembet di masyarakat saja. Pemerintah juga ikut “kebakaran jenggot”
menghadapi masalah ini. Berdasarkan data Direktorat Air Minum dan Limbah Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional, kerugian Indonesia akibat buruknya layanan Sanitasi
mencapai 58 triliyun rupiah per tahun. Salah satunya karena biaya memperoleh air bersih yang
mahal. Melihat data-data di atas tentu kita sangat prihatin terhadap kondisi masyarakat
Indonesia sekarang ini ditinjau dari faktor ketersediaan akses terhadap air bersih serta sanitasi.
Hal itu tentunya memunculkan tanda tanya besar. Apa penyebab buruknya kualitas air dan
sanitasi di Indonesia ? Menurut saya, ada 2 masalah pokok yang menyebabkan buruknya
kualitas air di Indonesia.

Masalah yang pertama adalah rendahnya kesadaran masyarakat Indonesia terhadap lingkungan
tempat tinggalnya. Dari data di atas saja sudah dapat dibuktikan, dengan masih banyaknya
penduduk Indonesia yang buang air besar sembarangan tentu menyebabkan buruknya kualitas
air di Indonesia terutama pada sumber-sumber air yang seharusnya menjadi sumber
penghidupan warga. Dengan tingkat populasi yang tinggi, namun kesadaran akan lingkungan
yang rendah semakin memperparah kondisi tersebut. Masyarakat Indonesia masih sering
membuang limbah rumah tangga, sampah, dst. Padahal sungai-sungai itulah yang menjadi
sumber penghidupan mereka. Belum juga eksploitasi air tanah untuk kepentingan fasilitas
hotel, apartemen, dan perkantoran yang menyebabkan semakin berkurangnya debit air bersih.
Masalah yang kedua, adalah rendahnya alokasi APBD tiap daerah yang digunakan untuk
memperbaiki layanan air bersih dan sanitasi. Berdasarkan data dari Dirjen Bina Pembangunan
Daerah Kementrian Dalam Negeri, pada tahun 2010 yang lalu, rata-rata alokasi belanja sanitasi
seluruh kota dan kabupaten di Indonesia masih di angka 1,5% dari total belanja APBD.
Dibandingkan pada saat tahun 2006 yang alokasi rata-ratanya hanya 0.5%, hal itu tentu
mengalami kenaikan yang signifikan. Namun, berkaca dari kondisi Indonesia saat ini, hal itu
tentu jauh dari kata layak, karena kondisi sanitasi dan air bersih di Indonesia telah mencapai
taraf yang sangat memprihatinkan.ada 3 langkah strategis yang harus diambil oleh pemerintah
untuk mengatasi masalah air bersih dan sanitasi:

Langkah pertama dan yang paling mendasar di sini adalah pemerintah terus menggalakkan
upaya penumbuhan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan sekitarnya. Hal itu sebenarnya
telah dilakukan oleh pemerintah melalui program PHBS, yaitu Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
yang mengupayakan untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar sadar, mau dan mampu
melakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Sasaran penyuluhan program ini adalah kelas IV
dan V SD/sederajat. Namun, di sini, saya ingin menggarisbawahi, bahwa hendaknya
penyuluhan tentang PHBS sebaiknya lebih dimulai dari dini. Bahkan sejak taman kanak-kanak
pun, pemerintah harus memberikan penyuluhan juga. Mulai dari hal-hal kecil seperti mencuci
tangan sebelum makan, gosok gigi dua kali sehari, dan lainnya. Sehingga, penanaman perilaku
hidup sehat dapat teraplikasikan sejak anak didik berada di pendidikan dasar. PHBS seharusnya
juga tidak hanya diberikan kepada anak-anak. Orang tua pun juga perlu diberi pengetahuan
tentang ini. Sebab, orang tua-lah yang membentuk pribadi dan perilaku anak tersebut. Secara
tidak langsung, orang tua juga menjadi pengawas bagi anak saat di rumah, apakah anak tersebut
mampu melaksanakan perilaku hidup sehat ataukah tidak. Selain itu, instansi - instansi
pemerintah, masyarakat, pendidikan dan lainnya juga harus diberi penyuluhan tentang ini.
Dengan begitu, fasilitas di lembaga mereka tentu harus memenuhi standar, bahkan di atas
standar. Misal fasilitas tempat cuci tangan yang memadai serta fasilitas MCK yang bersih dan
layak Selain digalakkan melalui penyuluhan, pemerintah juga sebenarnya telah menggalakkan
PHBS melalui demonstrasi atau peragaan langsung. Misalnya demonstrasi cuci tangan yang
benar, klinik sanitasi, dan lain sebagainya. Namun, upaya pemerintah mengadakan sosialisasi
semacam itu terlihat belum menyeluruh ke seluruh wilayah Indonesia, terutama daerah-daerah
yang masuk ke dalam daerah dengan kualitas air dan sanitasi yang buruk. Ketidakterjangkauan
itulah yang menyebabkan masyarakat tidak tahu bagaimana berperilaku hidup sehat. Oleh
karena itu, pelaksanaan PHBS hendaknya dipetakan secara maksimal sehingga dapat
menjangkau daerah-daerah yang membutuhkan. Program lainnya yang telah dilaksanakan
pemerintah adalah PPSP yaitu Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman.
Melalui program ini pembangunan sanitasi untuk permukiman yang membutuhkan diharapkan
dapat dipercepat. Namun, minimnya anggaran yang dimiliki, menyebabkan program ini jauh
dari kata maksimal. Sehingga, dibutuhkan anggaran yang lebih besar untuk mewujudkannya.
Langkah kedua yang harus dilaksanakan, setelah kesadaran masyarakat dapat ditumbuhkan,
maka pemerintah menaikkan anggaran untuk meningkatkan fasilitas untuk mengakses air
bersih serta sanitasi yang layak. Berdasarkan data yang telah saya tulis di atas, rata-rata daerah
di Indonesia masih mengalokasikan 1,5% dari APBD-nya untuk pembangunan di bidang
sanitasi. Hal itu tentu sangat kecil, dan seharusnya bisa ditambah untuk tahun-tahun ke
depannya. Langkah yang ketiga, apabila di rasa APBD telah mencapai titik maksimum,
sehingga tidak dapat dinaikkan lagi, pemerintah juga dapat menjalin kerja sama dengan
lembaga-lembaga internasional yang berkaitan dengan hal ini. Misalnya lembaga PBB, seperti
WHO atau World Health Organization. Di tingkat nasional, langkah Danone untuk membantu
ketersediaan air bersih di NTT patut diacungi jempol. Dan itu, tentu akan semakin dapat
menjangkau daerah lainnya bila kerja sama itu dilakukan dengan lembaga-lembaga
Internasional lainnya.

Analisis saya tentang artikel di atas adalah masalah tentang akses air yang belum selesai serta
buruknya sanitasi juga semakin besar, kemudian rendahnya kesadaran masyarakat Indonesia
tentang kebersihan lingkungan yang ada di sekitarnya menjadi pemicu utama masalah air
bersih dan sanitasi. Masyarakat Indonesia masih sering membuang limbah rumah tangga,
sampah di daerah resapan air seperti selokan, sungai dan lain-lain. Berkaca dari kondisi
tersebut, hal itu tentu jauh dari kata layak, karena kondisi sanitasi dan air bersih di Indonesia
telah mencapai taraf yang sangat memperihatinkan.

Solusi dari kebijakan air bersih ini adalah di adakannya program hidup sehat agar masyarakat
terlibat langsung dalam fasilitas untuk memastikan tersedianya air bersih di lingkungan sekitar,
karena segencar apapun pembangunan sarana prasarana untuk menjamin ketersediaan air
bersih dan sanitasi yang layak tak akan berbuah manis jikaa perilaku hidup sehat belum
dihayati masyarakat. kemudian tujuan lainnya yaitu pemerintah mengadakan program dengan
mengajak para perusahaan swasta maupun negeri untuk berinvestasi dalam sektor penyediaan
air bersih dan senitasi yang layak, karena dri data Badan Pusat Statistik(BPS) pada tahun 2015
ada sekitar 72 juta masyarakat di Indonesia masih belum bisa menikmati air bersih yang layak,
pastinya sebgai masyarakat sangat antusias dalam menyambut program tersebut, karena
layanan air minum dan senitasi yang layar merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan,
bahkan merupakan kebutuhan mendasar.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.kompasiana.com/faizalmushonnif/5509dd2c8133113904b1e3fc/menanggulangi-
masalah-ketersediaan-air-bersih-dan-sanitasi-di-indonesia

https://sedekahair.org/mendukung-tercapainya-sustainable-development-goals-air-bersih/

https://www.google.com/amp/s/m.tribunnews.com/amp/dpr-ri/2019/09/05/kebijakan-air-
bersih-dan-sanitasi-layak-harus-diperkuat

Anda mungkin juga menyukai