Anda di halaman 1dari 6

Analisis Pendekatan Dokter Terhadap Orang Tua

Anak Penderita Tonsilitis di Klinik Afiat Temanggung


Muhammad Ilham Maulana
Prodi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia
milhammaulana@student.uns.ac.id

Abstract. To cure patients who are still in childhood, the role of parents is also needed
through education provided by a doctor. This researc was conducted to find out how
doctors in educating parents of children with tonsillitis. The method in this study is
interviews with a doctor who was on guard at the clinic. The results of the analysis of data
obtained the way doctors educate their parents begins with an explanation of the disease
that attacks the child. Beside of that, the way of doctors to educate their patients is
basically same but different in its delivery. In providing education, a doctor give attention
to several criteria including education, background, mindset, parenting and mother
language used. The doctor who was on guard at the clinic also said that the most
appropriate education was focused on the lifestyle. Parents and children should have
adopt a healthy lifestyle so they are not susceptible to any kind of disease. So the
conclusion is doctor's approach to parents of children suffering from tonsillitis is very
important because it determines his recovery not only through drugs, but also the way of
parents to educate their children through educational that given by doctors.

Keywords: tonsillitis, education, approachment

1. PENDAHULUAN
Pada zaman sekarang ini penyakit tonsillitis (amandel) merupakan penyakit yang
sudah dianggap biasa. Penyakit ini terutama sering diderita oleh anak- anak yang makan dan
minum sembarangan. Misalnya ketika pulang sekolah anak-anak TK dan SD sering
mengunakan uang saku mereka untuk membeli aneka minuman dan makanan yang dijual oleh
pedagang asongan. Padahal makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh anak- anak tersebut
belum terjamin kehigenisan atau kebersihannya. Selain itu, pengawasan orang tua terhadap
anak terkadang juga menjadi faktor datangnya berbagai macam penyakit pada anak yang
terutama berasal dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari.
Penyakit tonsilitis merupakan peradangan pada tonsil yang disebabkan oleh infeksi
bakteri atau virus. Selain virus dan bakteri, penyakit ini juga bisa disebabkan karena
kegagalan atau ketidaksesuaian pemberian antibiotik pada saat pertama kali menderita
(tonsilitis akut) sehingga penyakit ini semakin meradang jika timbul untuk kedua kalinya dan
menjadi tonsilitis kronis. Penyakit ini dapat mengenai semua umur namun umumnya
menyerang pada anak-anak. (Ramadhan, Sahrudin, & Ibrahim, 2017)
Tanda-tanda maupun gejala tonsilitis yang sering ditemukan diantaranya perasaan
mudah lelah dan lesu, sulit berkonsentrasi, rasa tidak enak pada tenggorokan, sulit menelan
hingga rasa sakit saat menelan, nafas atau mulut berbau serta terkadang muncul juga
gangguan pada telinga dan siklus tidur seseorang. Pengaruh non mikroba juga menjadi
penyebab dari penyakit ini seperti refluks esofagus, imunomodulator dan radikal bebas.
Radikal bebas sendiri merupakan molekul tidak stabil dan sangat reaktif sehingga bisa
menyebabkan kerusakan jaringan terutama di membrane sel. (Liwikasari, 2018)
Penyakit Tonsilitis lebih sering terjadi pada negara-negara yang memiliki iklim
subtropik. Sedangkan pada negara-negara yang memiliki iklim dingin lebih banyak
ditemukan kasus tonsilitis dari pada negara dengan iklim tropis. Penyebaran infeksi dari salah
satu bakteri penyebab tonsilitis yaitu Streptococcus lebh sering terjadi pada iklim penghujan
selama beberapa tahun tersebut. Data penyakit telinga hidung tenggorokan (THT) di
Indonesia menunjukkan bahwa penyakit tonsilitis kronik menempati posisi paling tinggi
diantara penyakit THT lainnya setelah nasofaringitis. Total sebanyak 3,8% penderita tonsilitis
dari seluruh kasus THT di Indonesia. (Wardhana, Kharisman, & Stella, 2013).
Penanganan untuk tonsilitis akut saat ini diawali dengan konsultasi dengan dokter.
Namun jika pemberian antibiotik tidak membuat kondisi pasien semakin membaik maka
tindakan operasi perlu dilakukan pada anak-anak yang menderita tonsilitis. Sayangnya,
setelah dilakukannya tonsilektomi sebanyak 0,1-3% pasien penderita tonsilitis mengalami
pendarahan. Untuk mengatasi pendarahan paska dilakukannya tonsilektomi maka ditemukan
teknik operasi lainnya berupa intracasular tonsillectomy atau tonsilotomi dimana pada
prosesnya otot-otot disekitar tonsil tidak diangkat seperti pada tindakan tonsilektomi sehingga
tidak timbul pendarahan. Oleh karena itu, tonsilotomi lebih dianjurkan dari pada tonsilektomi
pada anak-anak dan dijadikan sebagai standard dalam tindakan operasi tonsilitis. (Foki et al.,
2017)
Pendekatan dokter dalam memberikan edukasi maupun pengarahan kepada orang tua
pasien tidak kalah penting dari skill, pengetahuan serta pengalaman dokter sendiri.
Komunikasi yang baik, sikap yang ramah, serta dengan mengutamakan kenyamanan pasien
juga memberikan dampak terhadap pemulihan pasien selama masa pengobatan. Tingkat
kepuasan pasien juga menjadi salah satu hal yang utama sebagai seorang dokter. Seorang
dokter harus selalu menjaga kehormatan serta martabat pasien dan orang tuanya selama
proses pemeriksaan. Hal yang terpenting bukanlah “apa yang harus diceritakan kepada orang
tua pasien’ melainkan “bagaimana menjelaskan kepada mereka” dengan baik seperti dalam
menginformasikan kondisi anak mereka yang sebenarnya dengan bahasa yang mudah
dimengerti dan tidak membingungkan. Selain komunikasi yang baik, dokter juga harus
bersikap jujur mengenai status kesehatan anak tersebut dan selalu memberikan harapan untuk
hidup kepada orang tuanya. Oleh karenanya, hal ini menjadi salah satu cara proses
penyembuham pasien melalui kedua orang tua atau pun langsung pada diri anak tersebut
selain obat-obatan yang sudah diberikan. (Chamsi-Pasha & Albar, 2016)

2. METODE
Metode yang digunakan penelitian kali ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif
kualitatif. Hasil dari penelitian ini merupakan data yang berupa kaka-kata atau kalimat yang
disusun secara deskriptif (Palupi & Endahati, 2019). Penelitian deskriptif kualitatif sendiri
merupakan penelitian yang biasa dilakukan untuk mendeskripsikan kondisi sekitar misalnya
alam. Penelitian deskriptif kualitatif juga sudah ditetapkan sebagai penelitian yang penting
dan dianjurkan untuk penelitian yang fokus pada pertanyaan untuk menemukan jawaban
berupa kalimat tanya apa, siapa, dan dimana suatu fenomena itu terjadi sehingga bisa
mendapatkan informasi terkait peristiwa tersebut yang sama sekali belum diketahui. (Kim,
Sefcik, & Bradway, 2016)
Menurut (Bradshaw, Atkinson, & Doody, 2017) penelitian deskriptif kualitatif
mampu mempresentasikan karakteristik dari penelitian yang bersifat kualitatif dimana fokus
pada budaya sebagai etnografi, pengalaman kehidupan sebagai fenomena atau teori yang
membangun dengan adanya teori-teori yang sudah ada disekitarnya. Penelitian deskriptif
kualitatif sendiri adalah penelitian yang bertujuan untuk melihat dan menemukan fenomena
yang belum diketahui, suatu proses, atau perspektif dan pandangan dunia terhadap orang-
oang yang bersangkutan. Sebagai metodologi penelitian, penelitian deskriptif kualitatif ini
sudah popular akhir-akhir ini terutama dalam bidang keperawatan dan kebidanan dimana
sudah diidentifikasi lebih dari setengah dari penelitian yang bersifat kualitatif.
Dalam penelitian kali ini peneliti melakukan wawancara terhadap dokter yang
bersangkutan untuk mendapatkan informasi tentang bagaimana pendekatan yang dilakukan
oleh seorang dokter dalam memberikan penjelasan kepada orang tua anak penderita tonsilitis.
Data yang dihasilkan berupa data yang bersifat kualitatif sehingga hanya ditemukan kata-kata
yag disusum dalam sebuah kalimat seperti yang sudah dijelaskan diatas. Data yang sudah
didapatkan selanjutnya dianalisis untuk ditarik kesimpulan tentang bagaimana cara dokter
dalam mengedukasi orang tua anak yang menderita tonsilitis, apakah cara edukasi
dokter yang berbeda dapat memengaruhi orang tua dalam mengasuh dan mendidik
anak, serta apa saja kriteria yang memengaruhi dokter dalam memberikan edukasi
terhadap orang tua anak.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil dan pembahasan kali ini adalah berupa tanya jawab dengan seorang dokter yang
berjaga di klinik di daerah Temanggung. Dokter tersebut bernama dr. Diah. Berikut adalah
hasil tanya jawab dengan dr, Diah atas pertanyaan yang sudah saya ajukan.
1) Cara dokter dalam mengedukasi orang tua anak yang menderita tonsilitis/amandel
Menurut dr. Diah orang tua harus diberikan penjelasan terlebih dahulu terkait
penyakit yang menyerang anak tersebut. Misalkan pengertian atau definisi dari
amandel/tonsillitis itu sendiri serta apakah fungsi dari tonsil itu. Menurut (Sherwoood,
2013) tonsil termasuk kedalam jaringan limfoid yaitu jaringan yang menyimpan,
memproduksi, dan memproses limfosit. Fungsi dari tonsil adalah bersama adenoid untuk
proteksi imunologis awal terhadap patogen yang masuk terutama yang melalui sistem
pernafasan.
Selama ini ketika anak tersebut didiagnosis tonsilitis, orang tua anak tersebut
mengira bahwa anaknya harus menjalani operasi sabagai jalan keluar dalam proses
penyembuhannya. Padahal tidak demikian. Peradangan yang terjadi untuk pertamakalinya
biasanya dokter memberikan antibiotik terlebih dahulu untuk membunuh kuman-kuman
yang ada di tonsil tersebut. Ketika peradangan terjadi lagi dan lagi maka bakteri/kuman
tersebut menjadi resisten terhadap antibiotik yang sudah diberikan sebelumnya sehingga
diberikan antibiotik baru atau ditambah pemberian dosisnya. Hingga pada akhirnya
bakteri tersebut sudah resisten terhadap semua antibiotik sehingga operasilah jalan keluar
untuk solusinya.
Setelah dijelaskan tentang pengertian dan fungsi dari tonsil menurut dr. Diah
langkah selanjutnya yaitu memberikan penjelasan kepada orang tua tentang penyebab
mengapa anaknya bisa terkena amandel/tonsilitis. Penyebab yang utama yaitu
berhubungan dengan makanan yang dikonsumsi sehari-hari yang memicu peradangan
misalkan makanan-makanan kemasan. Selain itu penyebab lain bisa saja terjadi bilamana
anak tersebut mempunyai riwayat alergi seperti alergi terhadap debu/kotoran, suhu, dan
makanan-makanan tertentu.
Namun beliau berpendapat bahwa anak-anak yang sudah pernah menjalani
tonsilektomi atau operasi pengangkatan tonsil karena sudah termasuk parah
peradangannya dan apabila tidak segera diambil akan berbahaya tidak menjamin bahwa
anak tersebut sudah terbebas dari peradangan tersebut. Jika anak tersebut masih
mempunyai riwayat alergi maka tidak menutup kemungkinan bahwa anak tersebut masih
bisa terkena tonsilitis. Oleh karena itu, pemberian obat-obatan saja tidak cukup. Peran
orang tua dalam pengawasan anak mereka terhadap apa yang mereka konsumsi sangatlah
penting. Selain itu, oramgtua juga harus melakukan pengawasan terhadap pola makan
anak mereka. Jangan sampai anak tersebut tidak makan atau tidak tepat pada waktunya
karena hal tersebut akan memengaruhi daya tahan tubuh mereka. Ketika daya tahan tubuh
anak tersebut sudah bagus maka anak tersebut tidak akan mudah terserang oleh penyakit.
2) Cara edukasi dokter yang berbeda terhadap orang tua dalam mendidik dan mangasuh
anak
Menurut dr. Diah edukasi berbeda tidak memengaruhi cara orang tua dalam
mengasuh dan mendidik anak. Pada dasarnya persepsi setiap dokter adalah sama dimana
sama-sama ingin memberikan kesembuhan kepada pasiennya. Terkadang ada juga dokter
yang justru memberikan rasa takut kepada orang tua anak tersebut dikarenakan orang tua
yang tidak mampu mengurus anaknya dengan baik. Orang tua hanya ingin anaknya
sembuh dengan pemberian obat saja. Walaupun sudah diberi tahu tindakan pencegahan
yang harus dilakukan, tetap saja mereka terkadang tidak melakukannya. Padahal obat saja
tidak cukup tanpa dilakukan tindakan preventif. Akibatnya anak tersebut mudah terkena
penyakit walaupun sudah diberikan obat sebab anak tersebut masih mengonsumsi
makanan secara sembarangan karena orantua yang tidak memerhatikan dan mengurus
anaknya dengan baik.
Terkadang pola edukasi yang kurang tepat bisa memengaruhi pola asuh dan pola
didik orang tua terhadap anak. Misalnya anak tersebut sakit demam panas tinggi namun
justru dokter tersebut menyarankan orang tua agar anak tersebut tidak mengonsumsi
makanan yang terlalu asin. Hal ini tentu tidak ada korelasinya karena mengionsumsi
makanan dengan kadar garam tinggi hanya untuk penderita hipertensi atau tekanan darah
tinggi dan biasanya penyakit seperti ini terjadi pada orang-orang yang sudah berusia
lanjut bukan pada anak-anak.Akan tetapi menurut beliau hal ini jarang terjadi pada dokter
dan jarang juga ditemukan kasus-kasus pelanggaran dokter akibat salah dalam
memberikan edukasi terhadap pasiennya. Pada dasarnya persepsi dokter itu hampir sama
sehingga cara edukasi pun tidak berbeda jauh untuk kasus dalam penelitian ini.
3) Kriteria yang memengaruhi dokter dalam memberikan edukasi kepada orang tua anak
Menurut dr. Diah ada beberapa kriteria yang memengaruhi dokter dalam
memberikan edukasi kepada orang tua anak antara lain:
- Pendidikan orang tua
Dalam hal ini berpengaruh terhadap dokter ketika menjelaskan suatu penyakit
yang dialami anaknya. Dokter akan memberikan penjelasan sesederhana mungkin
supaya pihak orantua mampu mencerna dan memahaminya dengan baik. Jika orang
tua anak tersebut juga berprofesi di bidang kesehatan maka dokter akan menjelaskan
dengan menambahkan istilah-istilah medis sebab terkadang penjelasan yang terlalu
sederhana sulit untuk mendapatkan gambaran tentang suatu penyakit yang sedang
dibicarakan. Akibatnya dokter dapat memberikan penjelasan dengan lebih leluasa
daripada berhadapan dengan orang tua yang bukan berprofesi di bidang kesehatan.
- Latar belakang budaya/kebiasaan perilaku hidup
Dalam hal ini adalah lingkungan sekitar dimana tempat tumbuh dan kembang
anak serta orang tua tersebut. Lingkugan tempat mereka tinggal akan memengaruhi
kebiasaan atau perilaku hidup sehari-hari. Ketika dokter menemukan orang tua yang
bertempat tinggal di lingkungan yang kurang bersih yang dapat memengaruhi cara
mendidik anaknya seperti tidak mencuci tangan saat sebelum dan susudah makan
maka dokter tersebut tentunya memberikan edukasi yang lebih dibandingkan yang
sudah mempunyai tempat tinggal yang layak. Misalnya dokter menyuruh orang tua
agar selalu menjaga kebersihan lingkungannya dan menerapkan pola hidup bersih
sehingga dapat terhindar dari berbagai penyakit.
- Pola pikir orang tua
Beberapa orang tua terkadang memiliki pola piker yang sempit. Mereka
beranggapan bahwa suatu penyakit dapat sembuh jika dan hanya diberikan obat saja.
Hal ini dikarenakan kebanyakan dari para orang tua ingin mendapatkan cara yang
cepat dalam proses penyembuhan. Padahal sejatinya obat saja tidak cukup. Seperti
yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa suatu penyakit tidak datang secara tiba-
tiba, tentu ada proses serta sebab mengapa penyakit tersebut dapar muncul. Dari sini
dokter dapat memberikan penjelasan kepada orang tua anak tentang penyebab suatu
penyakit itu muncul sehingga orang tua paham dan mengerti kenapa anaknya bisa
sakit. Manfaatnya adalah ketika sudah anak tersebut sembuh orang tua dapat
mencegah datangnya penyakit yang sama sehingga kejadian yang sama tidak
terulang.
- Pola asuh orang tua
Dalam hal ini terkait dengan perhatian orang tua dalam mengurus, mendidik,
dan merawat anak mereka. Pola asuh yang benar dapat menjadikan anak tersebut
tumbuh dan berkembang dengan baik sehingga tidak mudah sakit. Namun jika pola
asuh orang tua terhadap anak buruk maka anak tersebut dapat mengalami gangguan
pertumbuhan dan perkembangan sehingga daya tahan tubuhnya kurang dan mudah
terserang penyakit. Hal ini dikarenakan anak tersebut dibiarkan begitu saja oleh orang
tuanya atau anak tersebut tidak mendapat perhatian yang cukup dari orang tuanya.
Dokter akan memberikan arahan kepada orang tua anak yang masih memilki pola
asuh yang kurang tepat. Misalnya dengan menjaga pola makan anak dan memberikan
nutrisi yang cukup pada anak tersebut sehingga mampu tumbuh dan berkembang
dengan baik.
- Bahasa ibu yang digunakan
Apabila soerang dokter mampu memahami dan mengerti bahasa ibu dari
pasiennya maka interaksi antara dokter dan pasien dapat berjalan lebih efektif dan
efisien. Seorang pasien juga akan merasa lebih paham oleh penjelasan dokter
tersebut. Sedangkan dengan mengetahui bahasa ibu, dokter dapat dengan mudah
dalam menyampaikan permasalahan penyakit anak sehingga semua arahan dokter
dapat dilaksanakan dengan baik oleh pasien. Namun jika tidak mengetahui bahasa ibu
seorang pasien maka dalam hal ini dokter menggunakan bahasa pemersatu yaitu
Bahasa Indonesia.
4) Edukasi yang paling tepat untuk orang tua anak penderita amandel
Edukasi yang paling tepat dititik beratkan pada pola hidup yang benar. Apabila
pola hidup ini dapat diterapkan dengan baik maka perilaku yang sehat dapat terwujud
sehingga anak tidak mudah terserang penyakit. Tentunya pola hidup ini tidak serta merta
dilakukan oleh anak itu sendiri mengingat pola pikir anak masih belum mengerti tentang
banyak hal dibandingkan orang dewasa. Oleh karena itu, orang tua disini berperan dalam
mengarahkan anak-anaknya agar berpola hidup sehat sebagaimana mestinya agar anak
tersebut dapat tumbuh dan berkembang dengan baik dan selalu tetap sehat. Apabila
kebiasaan orantua ini terus dilakukan kepada anaknya, suatu saat anak tersebut akan
terbiasa, hafal, dan sudah mnegerti bagaimana pola hidup sehat seusia yang diajarkan
oleh orang tuanya.
Penjelasan dokter tentang pola hidup benar didalamnya juga mencakup mengenai
asupan makanan yang seimbang sesuai dengan kebutuhan gizi anak. Empat sehat lima
sempurna alahkah perlunya diterapkan dalam pola makan anak sebab slogan tersebut
merupakan asupan yang ideal bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Berbicara
tentang tumbuh kembang anak menurut (Marcdante, Kliegman, Jenson, & Behrman,
2014) soerang dokter perlu memahami secara umum tentang rangkaian proses
pertumbuhan dan perkembangan anak sebab hal itu merupakan keadaan yang berubah-
ubah. Terbukanya proses tersebut tergantung pada kondisi biologis dan fisik anak tersebut
dan lingkungan sosialnya. Seorang dokter diharapkan mampu menolong orang tua
terhadap hasil pengamatan mereka kepada anak mereka serta mampu memahami model-
model perkembangan yang dipakai oleh orang tua serta model- model tersebut didukung
dengan fakta-fakta ilmiah. Apabila hal ini mampu dilaksanakan dengan baik maka orang
tua akan merasa terbantu dengan apa yang diberikan (edukasi) oleh dokter tersebut.

4. SIMPULAN
Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan maka dapat ditarik simpulan bahwa
pendekatan dokter terhadap orang tua anak penderita amandel (tonsillitis) dapat ditinjau dari
cara dokter dalam mengedukasi orang tua anak tersebut dimana orang tua harus dipahamkan
terlebih dahulu tentang penyakit yang diderita oleh anaknya dalam hai ini tonsilitis apakah
berbahaya atau tidak serta apakah perlu dilakukan tindakan operasi atau cukup diberikan obat
saja. Hal ini perlu dilakukan karena edukasi maupun arahan dokter sangat memengaruhi sikap
orang tua dalam mengurus anaknya. Kemudian setiap dokter pada dasarnya mempunyai cara
edukasi yang sama kepada pasiennya hanya cara penyampaiannya saja yang berbeda namun
inti dari edukasinya sama.
Ada beberapa kriteria yang memengaruhi dokter dalam memberikan edukasi kepada
orang tua anak diantaranya pendidikan orang tua, budaya dan perilaku, pola pikir orantua,
pola asuh orang tua serta bahasa ibu yang digunakan. Seperti yang telah dijelaskan bahwa
masing- masing komponen tersebut dapat memengaruhi cara dokter dalam memberikan
edukasi kepada orang tua anak penderita tonsilitis (amandel). Lalu edukasi yang paling tepat
adalah penyampaian dokter dalam hal pola hidup yang benar dan sehat. Misalnya tentang
menjaga pola makan anak seperti memberikan nutrisi kepada anak sesuai dengan standar gizi
yang telah ditentukan serta anjuran agar selalu berperilaku hidup bersih dan sehat sehingga
anak tidak mudah terserang penyakit.

5. SARAN
Dalam pendekatan terhadap orang tua anak seorang dokter perlu memahami terlebih
dahulu kondisi orang tua tersebut sekaligus anak sebagai pasien. Dokter juga harus berhati-
hati dalam memberikan edukasi atau arahan agar tidak terjadi kesalahan yang dapat berakibat
buruk bagi orang tua juga anak. Banyak faktor yang memengaruhi cara dokter dalam
memberikan edukasinya terhadap pasien sehingga dokter perlu meninjau setiap kriteria yang
menjadi dasar dalam memberikan edukasi. Dalam penelitian ini, peneliti sadar bahwa masih
banyak kekurangan yang harus diperbaiki karena peneliti juga memiliki keterbatasan seperti
masih kurangnya pengetahuan serta wawasan terhadap masalah yang diteliti sehigga perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut dan mendalam tentang analisis pendekatan dokter terhadap
orang tua anak penderita amandel.

6. DAFTAR
PUSTAKA Buku
Marchdante J. K., Kliegman R., Jenson H., & Behrman R. (2014). Nelson Ilmu
Kesehatan Anak Esensial Edisi 6. Jakarta: EGC.
Sherwoood, L. (2013). Introduction to Human Physiology (8th ed.). United St: EGC.

Jurnal
Bradshaw, C., Atkinson, S., & Doody, O. (2017). Employing a Qualitative
Description Approach in Health Care Research.
https://doi.org/10.1177/2333393617742282
Chamsi-Pasha, H., & Albar, M. A. (2016). Doctor-patient relationship. 37(2), 121–
126. https://doi.org/10.15537/smj.2016.2.13602
Foki, E., Seemann, R., Stelter, K., Lill, C., Foki, E., Seemann, R., … The, C. L.
(2017). The effect of tonsillotomy on chronic recurrent tonsillitis in
children. 6489(May). https://doi.org/10.1080/00016489.2017.1322712

Kim, H., Sefcik, J. S., & Bradway, C. (2016). Characteristics of Qualitative


Descriptive Studies : A Systematic Review. https://doi.org/10.1002/nur.21768

Liwikasari, N. (2018). Medica Hospitalia. 5(2), 101–105.


Palupi, M. T., & Endahati, N. (2019). KESANTUNAN BERBAHASA DI MEDIA
SOSIAL ONLINE: TINJAUAN DESKRIPTIF PADA KOMENTAR BERITA
POLITIK DI FACEBOOK. 5(1).
Ramadhan, F., Sahrudin, & Ibrahim, K. (2017). Analisis faktor risiko kejadian
tonsilitis kronis pada anak usia 5-11 tahun di wilayah kerja puskesmas
puuwatu kota kendari tahun 2017. 2(6), 1–8.
Wardhana, H., Kharisman, I., & Stella, P. (2013). Association Between Exclusive
Breastfeeding and the Risk of Tonsilitis in Children Under Five in Demak ,
Central Java. 71–76.

Anda mungkin juga menyukai