Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM


MUSKULOSKLETAL PADA KASUS FRAKTUR DI RUANG RAWAT INAP
PUSKESMAS TANJUNG KARANG

OLEH

YARISA MAULIDIA
NIM: 102STYC 17

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG S1
MATARAM
2020
LEMBAR PENGESAHAN

LAMPIRAN PENGALAMAN BELAJAR PRAKTIK


MAHASISWA TINGKAT III SEMESTER VI PRODI S1 KEPERAWATAN
DI RUANG RAWAT INAP PUSKESMAS TANJUNG KARANG

Waktu Pelaksanaan

02 Maret – 28 Maret 2020

Laporan pendahuluan dan Resume ini telah diperiksa, disetujui, dan dievaluasi oleh
pembimbing lahan dan pembimbing pendidikan.

Hari :

Tanggal :

Mengetahui,

Pembimbing lahan Pembimbing pendidikan


BAB I

KONSEP TEORI

A. Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2007).
Fraktur adalah gangguan pada kontinuitas tulang normal yang terjadi karena
adanya tekanan yang besar, dimana tulang tidak dapat menahan tekanan tersebut
dan disertai dengan perlukaan jaringan sekitarnya (Brunner dan Suddrat).Fraktur
adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
(Smeltzer dan Bare, 2002).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Syamsuhidayat.
2004: 840).
B. Etiologi
Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan,
terutama tekanan membengkok, memutar, dan menarik. Trauma muskuloskeletal
yang dapat mengakibatkan fraktur adalah :

1. Trauma langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi
fraktur pada daerah tekanan.Frakur yang terjadi biasanya bersifat komunitif
dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.Misalnya karena trauma yang
tiba tiba mengenaii tulang dengan kekuatan dengan kekuatan yang besar dan
tulang tidak mampu menahan trauma tersebut sehingga terjadi patah.
2. Trauma tidak langsung
Disebut trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan kedaerah yang
lebih jauh dari daerah fraktur.Misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat
menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini jaringan lunak tetap
utuh, tekanan membengok yang menyebabkan fraktur transversal, tekanan
berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik.
3. Trauma patologis
Trauma patologis adalah suatu kondisi rapuhnya tulang karena proses
patologis. Contohnya:
a. Osteoporosis terjadi karena kecepatan reabsorbsi tulang melebihi
kecepatan pembentukan tulang, sehingga akibatnya tulang menjadi
keropos secara cepat dan rapuh sehingga mengalami patah tulang, karena
trauma minimal.
b. Osteomilitis merupakan infeksi tulang dan sum sum tulang yang
disebabkan oleh bakteri piogen dimana mikroorganisme berasal dari
focus ditempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah.
c. Ostheoartritis itu disebabkan oleh rusak/ menipisnya bantalan sendi dan
tulang rawan. (Arif Muttaqin, 2008).
C. Klasifikasi
Berikut ini terdapat beberapa klasifikasi fraktur sebagaimana yang
dikemukakan oleh para ahli:
1. Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis fraktur meliputi:
a. Frajtur komplit
Adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang yang luas sehingga
tulang terbagi menjadi dua bagian dan garis patahnya menyebabkan dari
satu sisi ke sisi lain serta mengenai seluruh kereks.
b. Fraktur inkomplit
Adalah patah atau dikontinuitas jarinagn tulang dengan garis patah tidak
menyeberang, sehingga tidak mengenai korteks (masih ada korteks yang
utuh).
2. Menurut Black dan Matassrin (1993): yaitu fraktur berdasarkan hubungan
dengan dunia luar, meliputi:
a. Fraktur tertutup yaitu fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih
utuh, tulang tidak menonjol melalui kulit,
b. Fraktur terbuka yaitu fraktur yang merusak jaringan kulit, karena
adanya hubungan dengan lingkungan luar, maka fraktur terbuka
potensinya terjadi infeksi. Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 grade
yaitu:
1) Grade I: Robekan kulit dengan kerusakan kulit otot
2) Grade II: Seperti grade I dengan memar kulit dan otot
3) Grade III: Luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan pembuluh
darah, syaraf otot dan kulit.
3. Long (1996) membagi farktur berdasarkan garis patah tulang, yaitu:
a. Green Stick yaitu pada sebelah sisidari tulang, sering terjadi pada anak-
anak dengan lembek
b. Transverse yaitu patah melintang
c. Longitudinal yaitu patah memanjang
d. Oblique yaitu garis patah miring
e. Spiral yaitu patah melingkar
4. Black dan Matassarin (1993) mengklasifikasi lagi fraktur berdasarakn
kedudukan fragmen yaitu:
a. Tidak ada dislokasi
b. Adanya dislokasi, yang dibedakan menjadi:
1) Dislokasi at axim yaitu membentuk sudut
2) Dislokasi at lotus yaitu fragmen tulang menjauh
3) Dislokasi at longitudinal yaitu berjauhan memanjang
4) Dislokasi at lotuscum sontroltinicum yaitu fragmen tulang berjauhan
dan berdekatan.
D. Manifestasi Klinis
Menurut lewis (2006) menyampaikan manifestasi klinis fraktur adalah sebagai
berikut:
1. Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini di karenakan
adanya spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jarinfan
sekitarnya.
2. Bengkak/edema
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan sarosa yang terlokalisir
pada daerah fraktur dan exttavasi daerah dijaringan sekitarnya.
3. Memar/ ekimosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah
dijaringan sekitarnya.
4. Spame otot
Merupakan kontraksi otot involunter yang tejadi di sekitar fraktur
5. Penurunan sensasi
Terjadi karena kerusakan saraf, tekanan saraf karena edema.
6. Gagal fungsi
Terjadi karena ketidak satabilan tulang atau fraktur, nyero atau spasme
otot, paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.
7. Mobilitas abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi
normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadinya pada fraktur tulang
panjang.
8. Krepitasi
Merupakan frasa gemeteran yang terjadi jika bagian-bagian tulang
digerakkan
9. Defirmitas
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau
trauma dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang keposisi
abnormal, akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
10. Shock hipovolemik
Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi pendarahan hebat
11. Gambaran X- ray menentukan fraktur
Gambaran ini akan menentukan lokasi dan tipe fraktur.
E. Patofisiologi
Ketika patah tulang, akan terjadi kerusakan dikorteks, pembuluh darah,
susmsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi
pendarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan
hematoma pada kanal medulla antara tulang dibawah periosteum dengan jaringan
tualng yang mengatasi fraktur. Terjadinya respon inflamasi akibat sirkulasi
jaringan nekrotik adalah ditandai dengan vasodilatasi dari plasma dan leukoit.
Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan
untuk memperbaiki cedera, tahap ini menunjukan tahap awal penyembuhan
tulang. Hematoma yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan dalam
susmusum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan
pengumpulan lemak tersebut masuk ke dalam pembuluh darah yang mensuplai
organ-organ yang lain. Hematoma menyebabkan dilatasi kapiler, kemudian
menstimulasi histamin pada otot yang iskhemik dan menyebabkan protein
plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema.
Edema yang terbentuk akan menekan ujung syaraf, yang bila berlangsung lama
bisa menyebabakan syndroma comportemen.
F. Pathway
Etiologi

Trauma (langsung atau tidak langsung), patologi

Fraktur (terbuka atau tertutup)

Kehilangan integritas Perubahan fragmen tulang Fraktur terbuka ujung


tulang kerusakan pada jaringan dan tulang menembus otot
pembuluh darah dan kulit
Ketidakstabilan
posisi fraktur,
apabila
G. organ fraktur Perdarahan local Luka
H. digerakkan
Hematoma pada daerah fraktur Gangguan Integritas
Fragmen tulang yang Kulit/ Jaringan
patah menusuk organ Aliran darah ke daerah distal
sekitar
berkurang atau terhambat Kuman mudah masuk
Nyeri Akut
(warna jaringan pucat, nadi lemas, Resiko Infeksi
I. cianosis, kesemutan)
J.
K. Kerusakan neuromuskuler

Gangguan fungsi organ distal

Gangguan Mobilisasi
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi : X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan
metalikment. Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT
scan untuk mendeteksi struktur fraktur yang kompleks.
2. Laboratorium : Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb,
hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED)
meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa
penyembuhan Ca dan P mengikat di dalam darah..
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
a. Recognisi atau pengenalan adalah riwayat kecelakaan derajat
keparahannya, prinsip pertama yaitu mengetahui dan menilai keadaan
fraktur dengan anamnesis, pemeriksaan klinik dan radiologis.
b. Reduksi adalah usaha manipulasi fragmen tulang patah untuk kembali
seperti asalnya, reduksi ada dua macam yaitu reduksi tertutup ( tanpa
operasi), contohnya dengan traksi dan reduksi terbuka (dengan operasi),
contohnya dengan fiksasi internal dengan pemasangan pin, kawat,sekrup
atau batangan logam
c. Retensi adalah metode untuk mempertahankan fragmen selama
penyembuhan, dengan fiksasi internal maupun fiksasi eksternal,
contohnya GIPS yaitu alat immobilisasi eksternal yang kaku dan dicetak
sesuai bentuk tubuh yang dipasang.
d. Rehabilitasi dimulai segera dan sesudah dilakukan pengobatan untuk
menghindari kontraktur sendi dan atrofi otot. Tujuannya adalah
mengurangi oedema, mempertahankan gerakan sendi, memulihkan
kekuatan otot, dan memandu pasien kembali ke aktivitas normal.
e. ORIF yaitu pembedahan untuk memperbaiki fungsi dengan
mengembalikan stabilitas dan mengurangi nyeri tulang yang patah yang
telah direduksi dengan skrap, paku, dan pin logam.
f. Traksi yaitu pemasangan tarikan ke bagian tubuh, beratnya traksi
disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. ( Smeltzer, Suzanne C.
2001).
2. Perawatan klien fraktur
a. Fraktur tertutup
Tirah baring diusahakan seminimal mungkin latihan segera dimulai
untuk mempertahankan kekuatan otot yang sehat, dan untuk
meningkatkan otot yang dibutuhkan untuk pemindahan mengunakan alat
bantu ( tongkat ) klien diajari mengontrol nyeri sehubungan fraktur dan
trauma jaringan lunak.
b. Fraktur terbuka
Pada fraktur terbuka terdapat risiko infeksi osteomielitis, gas
ganggren, dan tetanus, tujuan perawatan untuk meminimalkan infeksi
agar penyembuhan luka atau fraktur lebih cepat, luka dibersihkan,
didebridemen dan diirigasi ( Arif Muttaqin, 2008 ).
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
a. Identitas Pasien
Hal yang perlu dikaji meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
agama, dan pekerjaan.
b. Identitas Penanggungjawab
Hal yang perlu dikaji meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
agama, dan hubungannya dengan klien
c. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Nyeri pada daerah fraktur
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Nyeri pada daerah Fraktur, Kondisi fisik yang lemah, tidak bisa
melakukan banyak aktivitas, mual, muntah, dan nafsu makan menurun,
(Brunner & suddarth, 2002).
3) Riwayat Penyakit dahulu
Ada tidaknya riwayat DM pada masa lalu yang akan mempengaruhi
proses perawatan post operasi, (Sjamsuhidayat & Wim Dejong).
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Fraktur bukan merupakan penyakit keturunan akan tetapi adanya riwayat
keluarga dengan DM perlu di perhatikan karena dapat mempengaruhi
perawatan post operasi.
d. Pengkajian Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia
1) Pola Nutrisi : Tidak mengalami perubahan, namun beberapa kondisi
dapat menyebabkan pola nutrisi berubah, seperti nyeri yang hebat,
dampak hospitalisasi.
2) Pola Eliminasi : Pasien dapat mengalami gangguan eliminasi BAB
seperti konstipasi dan gangguan eliminasi urine akibat adanya program
eliminasi.
3) Pola Istirahat : Kebutuhan istirahat atau tidur pasien tidak mengalami
perubahan yang berarti, namun ada beberapa kondisi dapat menyebabkan
pola istirahat terganggu atau berubah seperti timbulnya rasa nyeri yang
hebat dan dampak hospitali
4) Pola Aktivitas : Hampir seluruh aktivitas dilakukan ditempat tidur
sehingga aktivitas pasien harus dibantu oleh orang lain, namun untuk
aktivitas yang sifatnya ringan pasien masih dapat melakukannya sendiri,
5) Personal Hygiene : Pasien masih mampu melakukan personal
hygienenya, namun harus ada bantuan dari orang lain, aktivitas ini sering
dilakukan pasien ditempat tidur.
6) Riwayat Psikologis : Biasanya dapat timbul rasa takut dan cemas, selain
itu dapat juga terjadi ganggguan konsep diri body image, psikologis ini
dapat muncul pada pasien yang masih dalam perawatan dirumah sakit.
7) Riwayat Spiritual : Pada pasien post operasi fraktur tibia riwayat
spiritualnya tidak mengalami gangguan yang berarti
8) Riwayat Sosial : Adanya ketergantungan pada orang lain dan sebaliknya
pasien dapat juga menarik diri dari lingkungannya karena merasa dirinya
tidak berguna.
9) Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan fisik biasanya dilakukan setelah
riwayat kesehatan dikumpulkan, pemeriksaan fisik yang lengkap
biasanya dimulai secara berurutan dari kepala sampai kejari kaki.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi : Pengamatan lokasi pembengkakan, kulit pucat, laserasi,
kemerahan mungkin timbul pada area terjadinya faktur adanya spasme
otot dan keadaan kulit.
2) Palpasi : Pemeriksaan dengan perabaan, penolakan otot oleh sentuhan
kita adalah nyeri tekan, lepas dan sampai batas mana daerah yang sakit
biasanya terdapat nyeri tekan pada area fraktur dan di daerah luka insisi.
3) Perkusi : Perkusi biasanya jarang dilakukan pada kasus fraktur.
4) Auskultasi ; Pemeriksaan dengan cara mendengarkan gerakan udara
melalui struktur berongga atau cairan yang mengakibatkan struktur solit
bergerak. Pada pasien fraktur pemeriksaan ini pada areal yang sakit
jarang dilakukan, (Brunner & Suddarth, 2002).
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Analisa Data

Symptom Etiologi Problem


Ds : Trauma (langsung atau tidak Nyeri akut
1. Mengeluh nyeri langsung), patologi
Do:
1. Tanpak meringis Fraktur (terbuka atau tertutup)
2. Bersikap protektif (mis.
Waspada, posisi Kehilangan integritas tulang
menghindari nyeri) Ketidakstabilan posisi fraktur,
3. Gelisah apabila organ fraktur digerakkan
4. Frekuensi nadi meningkat
Fragmen tulang yang patah
5. Sulit tidur
menusuk organ

sekitar

Nyeri akut
Ds: Trauma (langsung atau tidak Resiko Kerusakan
Do: langsung), patologi integritas jaringan /
1. Kerusakan jaringan jaringan
dan/atau lapisan kulit Fraktur (terbuka atau tertutup)
2. Nyeriperdarahan
3. Kemerahan
4. Hematoma Fraktur terbuka ujung tulang
menembus otot dan kulit

Luka

Resiko Kerusakan integritas


jaringan / jaringan
Ds: Perubahan fragmen tulang Gangguan mobilitas
1. mengeluh sulit kerusakan pada jaringan dan
menggerakkan ekstermitas pembuluh darah
2. nyeri saat bergerak Perdarahan lokal
3. enggan melakukan
Hematoma pada daerah fraktur
pergerakan
4. merasa cemas saat Aliran darah ke daerah distal
bergerak berkurang atau terhambat
Do: (warna jaringan pucat, nadi
1. kekuatan otot menurun lemas, cianosis, kesemutan)
2. rentang gerak (room)
Kerusakan neuromuskuler
menurun
3. sendi kaku Gangguan fungsi organ distal

4. gerakan tidak Gangguan mobilisasi


terkoordinasi
5. gerakan terbatas
6. fisik lemah
Ds: Fraktur terbuka ujung tulang Resiko infeksi
Do: menembus otot dan kulit

Luka

Gangguan integritaas
kulit/jaringan
Kuman mudah masuk

Resiko infeksi
b. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan trauma patologi
2) Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan fraktur
3) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan sekitar
fraktur, kerusakan rangka neuromuskuler
4) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif
3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Kriteria hasil/ tujuan Intervensi


Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan 1. Menejemen Nyeri
2x24 jam diharapkan nyeri 2. Observasi Identifikasi lokasi,
menurun dengan kriteria karakteristlk, durasi, frekuensi,
hasil: kualitas, Intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri menurun 3. Identfikasi skala nyeri
2. Meringis menurun Identifikasi respons nyeri non
3. Sikap protektif verbal Identifikasi faktor yang
menurun memperbeerat dan
4. Gelisah menurun memperingan nyer
5. Kesulitan tidur 4. Identifikasi pengatahuan dan
menurun keyaninan lontang nyeri
5. ldensifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
6. Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
7. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
dibarikan
8. Monilor efek samping
penggunaan analgetik
9. Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hipnosis,
akupresur, terapi musik,
biofeadback, terapi pijat,
aromaterapl, teknik imajinasi
terbimblng, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
10. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
11. Fasilitasi Istirahat dan tidur
12. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategl
mearedakan nyeri
13. Jelaskan penyebab, perlode, dan
pemicu nyeri
14. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
15. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
16. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
17. AJarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
18. Kolaborasi pemberlan analgetik,
jika perlu
Resiko gangguan Setelah dilakukan tindakan Perawatan Integritas Kulit
integritas kulit/jaringan keperawatan selama 2x24 1. Identifikasi gangguan integritas
b.d fraktur jam integritas kulit kulut (mis. Perubahan sirkulasi,
membaik dengan kriteria perubahan status nutrisi,
hasil: penurunan kelembabpan, suhu
1. Nyeri tidak ada lingkunagn ekstrim, penurunan
2. Perdarahan tidak ada mobilitas)
3. Kemerahan tidak ada 2. Ubah posisi tiap dua jam tirah
4. Hematoma tidak ada baring
3. Anjurkan minum air yang cukup
4. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
5. Anjurkan meningkatkan asupan
buah dan sayur
6. Anjurkan mengguanakan
pelembab (mis. Lotion, serum)
Gangguan mobilitas fisik Dukungan ambulansi
berhubungan dengan 1. Identifikesi adanya nyeri atau
cedera jaringan sekitar keluhan fisik lainnya
fraktur, kerusakan rangka 2. Identifikasi toleransi fisik
neuromuskuler melakukan ambulasi
3. Monitor frekuensi jantung dan
tekenan darah sebelum memulai
ambulasi
4. Monitor kondisi umum selama
melakukan ambulasi
5. Fasilitasi aktivitas ambulasi
dengan alat bantu (mis. tongkat,
kruk)
6. Fasilitasi melakukan mobilisasi
fisik, jika perlu
7. Ajarkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
8. Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi
9. Anjurkan melakukan ambulasi
dini
10. Alarkan ambulasi sederhana
yang harus dilakukan (mis.
borjalan dari temapt tidur ko
kuni roda, berjalen dari tempat
tidur ke kamar mandi, berjalan
sesuel toleransi)
Dukungan mobilisasi
1. Identifikasi adanya nyeri atau
keluhan fisik lainnya
2. Identifikasi toleransi fisik
melakukan pergerakan
3. Monitor frekuensi jantung
dan tekanan darah sebelum
memulai mobolisasi
4. Monitor kondisi umum
selama melakukan mobilisasi
5. Fasilitasi aktifitas mobilisasi
dengan alat bantu (mis. Pagar
tempat tidur)
6. Fasilitasi melakukan
pergerakan jika perlu
7. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
8. Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
9. Anjurkan melakukan
mobilisasi diri
10. Ajarkan mobilisasi sederhana
yang harus dilakukan (mis.
Duduk di tempat tidur, duduk
di sisi tempat tidur, pindah
dari tempat tidur ke kursi)

Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi


tindakan invasif 2x24 jam diharapkan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
resiko infeksi menurun lokal dan sistamik
dengan kriteria hasil: 2. Terapeutik Batasi jumlah
1. Demam menurun pengunjung
2. Kemerahan menurun 3. Berikan perawatan kulit pada
3. Nyeri menurun area edema
Bengkak menurun 4. Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan paslen
dan lingkungan pasien
5. Pertahankan teknik aseptik pada
pasien berisiko tinggi
6. Jolaskan tanda dan gojala
infeksi
7. Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
8. Ajarkan etika batuk
9. Ajarkan cara memeriksa kondisi
luka atau luka operasi
10. Anjurkan meningkalkan asupan
nutrisi
11. Anjurkan meningkalkan asupan
cairan
12. Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu

Anda mungkin juga menyukai