VEGA (1) Fix
VEGA (1) Fix
Disusun Oleh :
Vega Nawangsari H
1765050311
Pembimbing :
dr. Donnie Lumban Gaol, Sp.PD-KGH
Page i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................................. i
ABSTRAK………………………………………………………………….
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................. 2
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 14
Page ii
ABSTRAK
Asma adalah penyakit komorbid yang banyak dialami selama kehamilan dan
prevalensinya meningkat di masyarakat. Eksaserbasi adalah masalah klinis utama
selama kehamilan hingga 45% wanita perlu mencari bantuan medis, yang dapat
memberikan pengaruh buruk bagi ibu dan janin, termasuk berat lahir rendah dan
kelahiran prematur. Tujuan dari manajemen asma yang efektif dalam kehamilan
adalah untuk mempertahankan kontrol asma sebaik mungkin dan mencegah
eksaserbasi. Manajemen yang efektif bertujuan untuk mencegah gejala asma di
siang dan malam hari, mempertahankan fungsi paru-paru dan aktivitas normal.
Pembaruan telah dibuat dalam beberapa tahun terakhir dalam manajemen gawat
darurat asma pada kehamilan, dan pendekatan multidisiplin sedang diusulkan
untuk mengoptimalkan penanganan asma dan perinatal. Penggunaan algoritma
yang menggunakan kortikosteroid inhalasi dibandingkan FeNO dan
menambahkan β-agonis kerja lama pada asma tidak terkontrol menghasilkan lebih
sedikit eksaserbasi, lebih banyak wanita yang menggunakan kortikosteroid
inhalasi dengan dosis rata-rata yang lebih rendah, dan dapat meningkatkan
kesehatan pernapasan bayi pada usia 12 bulan.
ABSTRACT
Asthma is a common comorbidity during pregnancy and its prevalence is
increasing in the community. Exacerbations are a major clinical problem during
pregnancy with up to 45% of women needing to seek medical help, resulting in
poor outcomes for mothers and their babies, including low birth weight and
preterm delivery. The goals of effective asthma management in pregnancy are to
maintain the best possible asthma control and prevent exacerbations. This is
achieved by aiming to prevent day and night time symptoms, and maintain lung
function and normal activity. Improvements have been made in recent years in
emergency department management of asthma in pregnancy, and
multidisciplinary approaches are being proposed to optimise both asthma
outcomes and perinatal outcomes. The use of an algorithm that adjusted inhaled
corticosteroids (ICS) according to FeNO and added long-acting β-agonists when
symptoms remained uncontrolled resulted in fewer exacerbations, more women
on inhaled corticosteroids but at lower mean doses, and improved infant
respiratory health at 12 months of age.
Page 1
BAB I
PENDAHULUAN
Asma adalah penyakit kronis yang umum terjadi pada wanita hamil, yang
mempengaruhi lebih dari 12% wanita hamil di Australia, dan memiliki prevalensi
yang meningkat di seluruh dunia. Hingga 45% wanita dengan asma mengalami
gejala eksaserbasi selama kehamilan, dan membutuhkan intervensi medis; 20-
30% wanita dengan asma dan merokok selama kehamilan, memiliki risiko yang
lebih besar terjadinya eksaserbasi parah. Asma, serta eksaserbasi, asma sedang
dan berat dan kebiasaan merokok adalah faktor risiko yang signifikan
mempengaruhi kesehatan perinatal, termasuk pra-eklampsia, kelahiran prematur,
berat lahir rendah, kecil masa kehamilan, rawat inap neonatal dan mortalitas
perinatal. Selain itu, penggunaan kortikosteroid oral, pengobatan umum untuk
eksaserbasi, telah dikaitkan dengan kelahiran prematur dan berat lahir rendah.
Dengan demikian, intervensi yang mengurangi tingkat eksaserbasi selama
kehamilan, juga dapat meningkatkan kesehatan perinatal, baik pada perokok
maupun bukan perokok. Khususnya, dalam meta-analisis studi kohort prospektif
dan retrospektif, risiko kelahiran prematur, persalinan prematur dan rawat inap
neonatal di antara wanita dengan asma meningkat pada mereka yang tidak
memiliki manajemen asma aktif, sementara tidak ada peningkatan risiko pada
wanita dengan manajemen asma aktif. Hal ini menunjukkan bahwa efek asma
pada ibu yang mempengaruhi kesehatan perinatal dapat dimodifikasi dengan
manajemen asma "aktif", dan bahwa manajemen asma selama kehamilan, baik
perokok dan bukan perokok, adalah penting dan perlu untuk kesehatan ibu dan
anaknya.1
Page 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Asma bronkial merupakan masalah kesehatan yang serius pada ibu hamil
dan pada saat persalinan. Asma bronkial adalah sindroma yang kompleks dengan
berbagai tipe klinis. Penyakit ini dapat disebabkan oleh faktor genetik ataupun
faktor lingkungan (virus, alergen maupun paparan bahan kerja). Pada asma
bronkial terdapat penyempitan saluran pernafasan yang disebabkan oleh spasme
otot polos saluran nafas, edema mukosa dan adanya hipersekresi yang kental.
Penyempitan ini akan menyebabkan gangguan ventilasi (hipoventilasi), distribusi
ventilasi tidak merata dalam sirkulasi darah pulmonal dan gangguan difusi gas
ditingkat alveoli, akhirnya akan berkembang menjadi hipoksemia, hiperkapnia
dan asidosis pada tingkat lanjut. Pada asma terjadi peningkatan daya responsif
percabangan trakheo-bronkhial terhadap berbagai stimulus, dan terjadi manifestasi
fisiologis berbentuk penyempitan yang meluas pada saluran udara pernafasan
yang dapat sembuh spontan atau sembuh dengan terapi dan secara klinis ditandai
oleh serangan mendadak dispnea, batuk, serta mengi.2
Page 3
2.2. EPIDEMIOLOGI
2.3. ETIOPATOGENESIS
Page 4
menjadi hiperkapnea dan asidosis metabolik.4 Apabila hal ini terjadi, awalnya
akan timbul kelelahan otot dan ketidakmampuan untuk mempertahankan ventilasi
alveolar secara adekuat, akhirnya akan terjadi pembentukan laktat.
Ada hubungan antara keadaan asma sebelum hamil dan morbiditasnya pada
kehamilan. Pada asma ringan 13 % mengalami serangan pada kehamilan, pada
asma moderat 26 %, dan asma berat 50 %. Sebanyak 20 % dari ibu dengan asma
ringan dan moderat mengalami serangan intrapartum, serta peningkatan risiko
serangan 18 kali lipat setelah persalinan dengan seksio sesarea jika dibandingkan
dengan persalinan per vaginam.
Page 5
kehamilan pertama dan kehamilan berikutnya. Biasanya serangan akan timbul
mulai usai kehamilan 24 minggu sampai 36 minggu, dan akan berkurang pada
akhir kehamilan. Pengaruh asma pada ibu dan janin sangat bergantung dari
frekuensi dan beratnya serangan asma, karena ibu dan janin akan mengalami
hipoksia. Keadaan hipoksia jika tidak segera diatasi tentu akan memberikan
pengaruh buruk pada janin, berupa abortus, persalinan prematur, dan berat janin
yang tidak sesuai dengan umur kehamilan. Turner et al dalam suatu penelitian
yang melibatkan 1054 wanita hamil yang menderita asma menemukan bahwa
29% kasus membaik dengan terjadinya kehamilan, 49% kasus tetap seperti
sebelum terjadinya kehamilan, dan 22% kasus memburuk dengan bertambahnya
umur kehamilan. Sekitar 60% wanita hamil yang mendapat serangan asma dapat
menyelesaikan kehamilannya dengan baik. Sekitar 10% akan mengalami
eksaserbasi pada persalinan. Asma pada kehamilan yang tidak terkontrol dapat
mengakibatkan penurunan asupan oksigen ibu, sehingga berefek negative bagi
janin. Asma tak terkontrol pada kehamilan menyebabkan komplikasi baik bagi ibu
maupun janin. Komplikasi asma pada kehamilan bagi ibu asma tak terkontrol
dapat menyebabkan stres yang berlebihan bagi ibu.
Page 6
menghasilkan alkalosis pernapasan terkompensasi. Kehamilan juga
mempengaruhi pergerakan dinding dada dengan penurunan kapasitas residual
fungsional saat kehamilan berlanjut. Peningkatan dispnea pada akhir kehamilan
dikaitkan dengan penurunan volume cadangan ekspirasi, meskipun peningkatan
kapasitas inspirasi menyebabkan total kapasitas paru-paru tetap dalam kisaran
normal. Wanita hamil yang sehat tidak menunjukkan perubahan pada FEV1 dan
peningkatan FVC yang sangat sederhana, sekitar sepersepuluh 1 L, setelah usia
kehamilan 14 hingga 16 minggu, dan tidak ada perubahan signifikan pada rasio
FEV1 / FVC selama kehamilan. Oleh karena itu, pada wanita hamil wanita
dengan asma, penurunan parameter spirometri harus diperhatikan.7
Selama kehamilan kapasitas vital pernapasan tetap sama dengan kapasitas
sebelum hamil yaitu 3200 cc, akan tetapi terjadi peningkatan volume tidal dari
450 cc menjadi 600 cc, yang menyebabkan terjadinya peningkatan ventilasi
permenit selama kehamilan antara 19-50 %. Peningkatan volume tidal ini diduga
disebabkan oleh efek progesteron terhadap resistensi saluran nafas dan dengan
meningkatkan sensitifitas pusat pernapasan terhadap karbondioksida.
Terjadinya peningkatan diafragma terutama setelah pertengahan kedua
kehamilan akibat membesarnya janin, menyebabkan turunnya kapasitas residu
fungsional, yang merupakan volume udara yang tidak digunakan dalam paru,
sebesar 20%. Selama kehamilan normal terjadi penurunan resistensi saluran napas
sebesar 50%. Perubahan-perubahan ini menyebabkan terjadinya perubahan pada
kimia dan gas darah. Karena meningkatnya ventilasi maka terjadi penurunan
pCO2 menjadi 30 mm Hg, sedangkan pO2 tetap berkisar dari 90-106 mmHg,
sebagai penurunan pCO2 akan terjadi mekanisme sekunder ginjal untuk
mengurangi plasma bikarbonat menjadi 18-22 mEq/L, sehingga pH darah tidak
mengalami perubahan. Laju basal metabolisme meningkat selama kehamilan
seperti terbukti oleh peningkatan konsumsi oksigen. Selama melahirkan,
konsumsi O2 dapat meningkat 20-25 %. Bila fungsi paru terganggu karena
penyakit paru, kemampuan untuk meningkatkan konsumsi oksigen terbatas dan
mungkin tidak cukup untuk mendukung partus normal, sebagai konsekuensi fetal
distress dapat terjadi.
Pengaruh hormonal pada kehamilan, salah satunya progesteron tampaknya
memberikan pengaruh awal dengan meningkatkan sensitifitas terhadap CO2, yang
menyebabkan terjadinya hiperventilasi ringan, yang bisa disebut sebagai dispnea
selama kehamilan. Lebih lanjut dapat dilihat adanya efek relaksasi otot polos.
Selama kehamilan kadar estrogen meningkat, dan terdapat data-data yang
menunjukkan bahwa peningkatan ini menyebabkan menurunnya kapasitas difusi
pada jalinan kapiler karena meningkatnya jumlah sekresi asam mukopolisakarida
perikapiler. Estrogen memberikan pengaruh terhadap asma selama kehamilan.
dengan menurunkan klirens metabolik glukokortikoid sehingga terjadi
peningkatan kadar kortisol. Kadar kortisol bebas plasma meningkat selama
kehamilan, hal ini seharusnya memberikan perbaikan terhadap keadaan penderita
asma, akan tetapi dalam kenyataannya tidak demikian. Tampaknya beberapa
wanita hamil refrakter terhadap kortisol meskipun terjadi peningkatan kadar
dalam serum 2-3 kali lipat. Hal ini mungkin disebabkan terjadinya kompetisi pada
reseptor glukoortikoid oleh progesteron, deoksikortikosteron dan aldosteron yang
semuanya meningkat selama kehamilan. Semua tipe prostaglandin meningkat
Page 7
dalam serum maternal selama kehamilan, terutama menjelang persalinan aterm.
Meskipun dijumpai adanya peningkatan kadar matabolit prostalandin PGF 2x
yang merupakan suatu bronkokonstriktor kuat, dalam serum sebesar 10%-30%,
hal ini tidak selalu memberikan pengaruh buruk pada penderita asma selama
persalinan.
2.4. DIAGNOSIS
Page 8
Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis
secara umum pada orang dewasa
Page 9
2.5. PENATALAKSANAAN
Components of Effective
Asthma Therapy in Pregnancy
Page 10
berat. Baru-baru ini, manajemen Asma dengan Telehealth Suportif Fungsi
Pernafasan dalam Kehamilan (MASTERY) mengambil pendekatan pendidikan
modern, menunjukkan peningkatan kontrol asma dan kualitas hidup pada wanita
hamil yang menggunakan alat pernapasan
1. Terapi Farmakologi
Page 11
the recommended serum theophylline concentration range of 5–12
mcg/mL.8
Page 12
Page 13
Page 14
Page 15
Page 16
.6 Kesimpulan
Page 17
DAFTAR PUSTAKA
8. From NAEPP Working Group Report on Managing Asthma During Pregnancy. Managing Asthma
During Pregnancy: Recommendations for Pharmacologic Treatment Update
2004, available at: http://www.nhlbi.nih.gov/health/prof/lung/asthma/astpreg.htm.
Page 18