Anda di halaman 1dari 16

Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 10 / No.

1 / Januari 2015

Gambaran Perilaku Berisiko HIV pada Pengguna Napza Suntik


di Provinsi Jawa Tengah
Amalia Eka Cahyani*), Bagoes Widjanarko**), Budi Laksono***)
*) Magister Promosi Kesehatan Universitas Diponegoro Semarang

Korespondensi: amaliaeka.c@gmail.com
**)
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Semarang
***)Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
ABSTRAK
Pengguna Napza suntik (penasun) merupakan salah satu populasi berisiko tinggi yang rawan
terinfeksi HIV. Penasun tidak hanya menyumbang kasus HIV melalui perilaku menyuntik
yang tidak aman, tetapi juga melalui perilaku seksual berisiko. Prevalensi HIV di kalangan
penasun di Indonesia masih menempati posisi tertinggi diantara kelompok berisiko lainnya
yaitu sebanyak 41% pada tahun 2011. Di Provinsi Jawa Tengah persentase faktor risiko
penularan HIV melalui penggunaan jarum suntik tidak steril pada penasun tergolong masih
tinggi yaitu sebanyak 7,7%. Tingginya jumlah kasus HIV pada kelompok penasun akan
sangat mengkhawatirkan jika tidak segera ditangani, maka dapat diprediksi bahwa kasus
infeksi HIV beberapa tahun mendatang akan menyerang masyarakat umum (generalized level
epidemic). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku berisiko HIV pada
penasun di Provinsi Jawa Tengah. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan
pendekatan cross sectional. Pengambilan data dilakukan pada 172 penasun di Provinsi Jawa
Tengah. Analisis data menggunakan analisis univariat dengan distribusi frekuensi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pada perilaku berisiko terkait penggunaan Napza suntik,
terdapat 8,1% responden yang sharing peralatan suntik tidak disertai bleaching. Pada perilaku
seksual sebesar 37,2% responden memiliki satu pasangan dan tidak memakai kondom pada
hubungan seks yang terakhir.
Kata kunci: Penasun, Perilaku Berisiko HIV, Provinsi Jawa Tengah

ABSTRACT
Description of Risk Behaviors HIV Among Injecting Drug Users In Central Java Province;
Injecting drug users (IDUs) is the high risk population that was vulnerable to HIV infection.
IDUs not only contribute HIV through unsafe injecting behavior but also through risky sexual
behavior. The HIV prevalence among IDUs in Indonesia still highest position it was reached
41% in 2011. In Central Java province percentage factor for HIV transmission risk through
unsafe injecting among IDUs is still high, it was 7.7%. The high number cases of HIV in
IDU’s would be worried, it can be predicted that cases of HIV would spread to general
population. This study aims to describe HIV risk behaviors among IDUs in Central Java
Province. This research is a quantitative with cross sectional approach. The number of
respondents in this study was 172 IDUs in Central Java Province. Analysis of data using
univariate analysis with frequency distribution. The results showed the hiv risk behavior of
injecting drug use that 8% of IDUs reported sharing needle without bleaching. On sexual
behavior patterns majority of respondents (37.2%) had one partner and not using a condom
at last sex.
Keywords: IDU’s, HIV Risk Behaviors, Central Java Province

1
Gambaran Perilaku Berisiko HIV pada………. (Amalia EC, Bagoes W, Budi L)

PENDAHULUAN penasun di sebuah program ketergantungan

Peningkatan kasus baru Human obat di Jakarta mengindikasikan

Immuno deficiency Virus (HIV) yang peningkatan prevalensi HIV dari yang

disebabkan oleh pengguna Napza suntik awalnya mendekati 0 pada tahun 1995

(penasun) cukup besar. Penasun meningkat menjadi 50% pada tahun 2002

mendorong laju epidemi HIV dibeberapa (Kemenkes, 2007). Tahun 2006,

Negara di dunia (Mathers,et al, 2007; Kementerian Kesehatan Republik

UNAIDS & WHO, 2007). HIV dapat Indonesia memperkirakan dari 220.000

menyebar dengan cepat diantara pengguna penasun yang hidup di Indonesia, sekitar

Napza suntik dan dapat meningkatkan 63% merupakan penyumbang dari semua

prevalensi HIV dari yang pada awalnya infeksi HIV, 55% diantaranya terinfeksi

masih 0 menjadi meningkat hingga 20- melalui praktik penyuntikkan dan 8%

50% (Emmanuel, 2009). Berdasarkan hasil penularan melalui seksual oleh penasun

penelitian yang dilakukan oleh Mathers, et (Kemenkes,2007). Hasil Survei Terpadu

al pada tahun 2007 diperkirakan terdapat Biologis dan Perilaku (STBP) tahun 2007,

15,9 juta penasun di seluruh dunia, dan 3 prevalensi rata-rata HIV pada penasun di

juta diantaranya terinfeksi HIV (Mathers,et Bandung, Surabaya, Medan dan Jakarta

al, 2007). Akhir tahun 2011 United yaitu 43%-56%. Hasil STBP tahun 2011,

Nations Office Drug on Crime (UNODC) prevalensi HIV di kalangan penasun telah

memperkirakan terdapat 14 juta orang menurun menjadi 41%, namun prevalensi

penasun di seluruh dunia, dari 14 juta HIV pada kelompok penasun masih

penasun diperkirakan terdapat 1,6 juta menempati posisi tertinggi diantara

hidup dengan HIV, mewakili prevalensi kelompok berisiko lainnya (Kemenkes,

global HIV sebesar 11,5% diantara orang- 2012).

orang yang menyuntikkan Napza Terdapat beberapa faktor yang

(UNODC, 2013). menyebabkan penasun menjadi salah satu

Di Indonesia, epidemi HIV secara populasi yang memiliki risiko tinggi untuk

sangat mengejutkan melonjak cepat sekali menularkan HIV. Lembaga Penelitian dan

dengan infeksi baru di kalangan penasun Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM)

pada tahun 1998/1999. Sharing peralatan Unika Atma Jaya tahun 2010 melaporkan

suntik yang terkontaminasi HIV bahwa penasun tidak hanya menyumbang

mendorong laju epidemi HIV di Indonesia. kasus HIV di Indonesia melalui perilaku

Berdasarkan hasil survei sentinel pada menyuntik yang tidak aman, yaitu perilaku
penggunaan alat suntik bekas pakai atau

2
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 10 / No. 1 / Januari 2015

tidak steril, selain itu juga melalui perilaku Komisi Penanggulangan AIDS (KPA),
seksualnya yang berisiko (Tambunan, Badan Narkotika Nasional (BNN)
2010). Berdasarkan hasil analisis Survei bekerjasama dengan pihak internasional
Cepat Perilaku Penasun (SCPP) tahun dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
2011 sebagian besar penasun pernah dalam melaksanakan program pencegahan
berbagi alat suntik (64%). Penasun yang penularan HIV di kalangan penasun
tidak mengakses program cenderung akan melalui program pengurangan dampak
berperilaku berbagi alat suntik. Hal ini buruk penggunaan Napza suntik atau yang
terlihat dengan lebih banyaknya proporsi dikenal dengan program Harm Reduction
penasun yang tidak mengakses program (HR) sejak tahun 2000. Puskesmas dan
Layanan Jarum dan Alat Suntik Steril LSM menyediakan layanan harm
(LJASS) (56%) pernah berbagi alat suntik reduction berupa LJASS. Peer Educator
dari pada yang mengakses program LJASS (PE) menyediakan informasi mengenai
(44%). Penasun yang tidak mengaskes pencegahan HIV dan praktik menyuntik
program berisiko 1,2 kali lebih besar untuk aman. Program Terapi Rumatan Metadon
berbagi alat suntik dibandingkan dengan (PTRM) diinisiasi pada tahun 2003 oleh
mereka yang mengakses program WHO dan Kementerian Kesehatan di
(Rachman, 2013). Jakarta dan Bali dan ditingkatkan menjadi
Populasi penasun memiliki model tuujuh klinik yang melayani sekitar 1000
populasi tersembunyi (hidden population), klien sampai dengan akhir tahun 2006
mereka tidak tampak di permukaan dan (Mesquita, 2007). Tahun 2005
selalu berpindah-pindah, sehingga jejaring Kementerian Hukum dan HAM
mereka juga menyebar dan sulit mencanangkan program penanggulangan
diidentifikasi. Mereka sering karena HIV/AIDS dan penyalahgunaan Napza di
dianggap sebagai pelaku tindak kriminal Lapas/Rutan yang bertujuan untuk
sehingga semakin menyulitkan untuk menyediakan layanan pencegahan,
dijangkau dan tersentuh layanan kesehatan, pengobatan dan dukungan terkait
khususnya dalam upaya pencegahan dan tuberkulosis dan HIV bagi para narapidana
penganan HIV/AIDS, belum lagi adanya yang terdapat di dalam lapas/rutan
penolakan dari pihak keluarga mereka (Winarso, 2006).
sendiri termasuk dalam dukungan terhadap Di Indonesia, sebagian besar program
layanan yang ditujukan terhadap penasun. untuk mengurangi penularan HIV
Pemerintah Indonesia, termasuk dikalangan penasun hanya berfokus pada
didalamnya Kementerian Kesehatan, perilaku menyuntik yang tidak aman,

1
Gambaran Perilaku Berisiko HIV pada………. (Amalia EC, Bagoes W, Budi L)

namun ditemukan kasus bahwa penasun pasangan mereka baik pasangan tidak tetap
tidak hanya mempunyai pasangan tetap seperti WPS ataupun pasangan tetapnya
tetapi juga membeli seks, pasangan seks (KPA,2011). Kondom yang digunakan
penasun tidak selalu penasun juga, penasun secara tepat dan konsisten terbukti dapat
tidak selalu terbuka tentang perilaku menurunkan risiko penularan HIV dengan
penggunaan Napza dengan pasangan tingkat efektifitas sebesar 94%.
seksualnya dan penasun juga menyuntik di Peningkatan efektifitas kondom dalam
kota lain bersama dengan penasun lainnya. mencegah penularan HIV sejalan dengan
Kompleksitas jaringan seksual penasun kepatuhan pemakaian (Weller, 2002).
yang berpotensi menyeber ke populasi Berdasarkan estimasi populasi dewasa
umum dikenali dari beberapa bentuk rawan tertular HIV, distribusi kelompok
hubungan seksual yang tetap maupun penasun telah ada hampir di sebagian
sementara. Pasangan tetap belum tentu wilayah Indonesia, terutama di provinsi
pasangan atas dasar perkawinan tetapi bisa DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah,
juga pacar dan pasangan sementara tidak Jawa Timur, Banten, Sulawesi Selatan,
selalu pasangan komersil tetapi juga Sumatera Utara, dan Sematera Selatan.
hubungan seks dalam periode yang lebih Proporsi estimasi populasi penasun di Jawa
pendek serta bersifat tidak tetap Tengah tahun 2012 yaitu 0,4%, sedangkan
(Praptoraharjo, 2007). Menurut Tambunan, proporsi estimasi HIV penasun yaitu
jaringan hubungan seksual ini disertai 8,4%. Provinsi Jawa Tengah menempati
dengan pemakaian kondom yang tidak urutan ke-6 pada 10 besar provinsi dengan
konsisten dan problematik serta lokasi kasus HIV/AIDS terbanyak (Kemenkes,
yang berbeda-beda (Tambunan, 2010) 2012). Di Provinsi Jawa Tengah Jumlah
Perilaku seks berisiko penasun dilihat kasus infeksi HIV sampai dengan
dari konsistensi penggunaan kondom Desember 2013 yaitu 2.322 kasus, angka
ketika melakukan hubungan seksual baik tersebut meningkat dari tahun 2012 yaitu
dengan pasangan tetap maupun tidak tetap. 1.110. Kasus HIV/AIDS di Jawa Tengah
Berdasarkan SCPP 2011, konsistensi berdasarkan faktor risiko penularan
penggunaan kondom masih dibawah 50%. melalui penggunaan Napza suntik
Mengingat perilaku seksual berisiko yang menempati urutan kedua (7,7%) (Dinkes
dimiliki oleh penasun, penggunaan Prov.Jateng, 2013). Terdapat
kondom secara konsisten pada kelompok kecenderungan penurunan penularan
ini sangatlah penting untuk mencegah melalui penggunaan Napza suntik dari
terjadinya epidemi HIV/AIDS pada tahun ke tahun, namun hal tersebut akan

4
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 10 / No. 1 / Januari 2015

tetap menimbulkan kekhawatiran jika tidak penjelasan), dengan menggunakan metode


segera ditangani, maka dapat diprediksi survey dengan pendekatan cross sectional
bahwa kasus infeksi HIV beberapa tahun (potong silang). Populasi dalam penelitian
mendatang akan lebih berbahaya adalah penasun yang terdapat di Provinsi
menyerang masyarakat umum (generalized Jawa Tengah. Jumlah total penasun di
level epidemic). Provinsi Jawa Tengah adalah 172 orang
Penelitian ini dilakukan untuk dan diambil dengan total sampling, dari
memperoleh gambaran mengenai risiko 172 penasun, 149 diantaranya merupakan
penularan HIV pada penasun yaitu pada dampingan LSM Mitra Alam Surakarta,
perilaku menyuntik dan perilaku seksual. serta 23 diantaranya adalah penasun yang
Permasalahan yang menjadi obyek berdomisi di Kota Semarang yang
penelitian ini adalah perilaku berisiko HIV merupakan mantan dampingan LSM Graha
penasun dengan menggunakan kerangka Mitra, klien metadon di Puskesmas Poncol,
teori Model Kepercayaan Kesehatan atau residen di tempat rehabilitasi
Health Belief Model (HBM) oleh penyalahgunaan narkoba Rumah Damai,
Rosenstock yang mengangkat variabel dan tahanan di Lembaga Pemasyarakatan
demografi sebagai variabel bebas (Smet, (LP) Kelas I Semarang. Variabel
1994). Variabel demografi tersebut independen dalam penelitian ini adalah
meliputi: umur, jenis kelamin, tingkat karakteristik responden (umur, jenis
pendidikan, pekerjaan, tingkat kelamin, pendidikan, pekerjaan,
pengetahuan tentang HIV/AIDS dan keikutertaan terapi substitusi), tingkat
tindakan pengurangan risiko HIV. pengetahuan tentang HIV/AIDS dan
Sedangkan variabel terikatnya adalah tindakan pengurangan risiko HIV.
perilaku menyuntik Napza dan perilaku Sedangkan variabel dependennya adalah
seksual pada penasun. Data yang perilaku menyuntik (tidak menggunakan
didapatkan dari penelitian ini Napza suntik, mengikuti terapi methadone,
memungkinkan untuk menilai laju epidemi mengikuti terapi methadon + menyuntik
HIV dan memberikan masukan untuk Napza, menggunakan peralatan suntik
kemajuan program harm reduction di masa sekali pakai (Single Use), menggunakan
yang akan datang. peralatan lebih dari satu kali pakai (Multi
Use), berbagai peralatan suntik (Sharing )
METODE + sterilisasi dengan pemutih (Bleaching ),
Jenis penelitian ini adalah penelitian berbagi perlatan suntik (Sharing) + tanpa
explanatory research (penelitian sterilisasi dengan pemutih (No Bleaching))

1
Gambaran Perilaku Berisiko HIV pada………. (Amalia EC, Bagoes W, Budi L)

dan perilaku seksual (tidak melakukan hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas
hubungan seks (abstinentia), memiliki 1 tingkat pendidikan responden adalah
pasangan + kondom, memiliki > 1 pendidikan menengah tinggi yaitu 73,3%.
pasangan + kondom, memiliki 1 pasangan Jenis Pekerjaan yang ditekuni oleh
+ No Kondom, memiliki > 1 pasangan + sebagian besar penasun adalah sebagai
No Kondom). Pengumpulan data pedagang/swasta/penjual jasa yaitu
dilakukan dengan metode wawancara. sebesar 50,6%.
Hasil penelitian dianalisis secara univariat Karakteristik responden berdasarkan
menggunakan distribusi frekuensi. keikutsertaan terapi substitusi didapatkan
hasil bahwa dari 91 penasun yang pernah
HASIL DAN PEMBAHASAN mengikuti terapi substitusi, sebagian besar
Karakteristik Responden (75,8%) dari mereka masih mengikuti
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi substitusi hingga saat ini. Jenis
sebagian besar (61,6%) penasun termasuk terapi substitusi yang diikuti oleh
dalam kategori dewasa tua yaitu di atas responden adalah terapi methadon.
30,37 tahun. Rata-rata umur penasun Mayoritas responden yaitu sebanyak
adalah 30 tahun, dengan umur penasun 68,1% telah mengikuti terapi methadon
paling muda adalah 17 tahun, dan umur selama lebih dari 2 tahun. Rata-rata lama
penasun yang paling tua adalah 58 tahun. responden mengikuti program terapi
Karakteristik penasun berdasarkan jenis methadon adalah 2,2 tahun, dengan waktu
kelamin didapatkan hasil bahwa mayoritas yang paling lama adalah 8 tahun dan
dari mereka berjenis kelamin laki-laki terbaru 0,8 (1 bulan).
(97,7%).
Pendidikan terakhir yang berhasil Pengetahuan tentang HIV/AIDS dan
diselesaikan oleh sebagian penasun adalah Tindakan Pengurangan Risiko
sampai tingkat SLTA yaitu sebesar Tingkat pengetahuan penasun tentang
(57,0%). Pendidikan dalam penelitian ini HIV/AIDS dan tindakan pengurangan
kemudian digolongkan menjadi dua risiko dibagi menjadi dua kategori yaitu
kategori yaitu kategori tidak pernah memiliki pengetahuan baik dan kurang.
sekolah dan pendidikan dasar yang terdiri Tingkat pengetahuan penasun tentang
dari responden yang tidak pernah sekolah, HIV/AIDS dan tindakan pengurangan
SD dan SLTP, sedangkan SLTA dan risiko sebagian besar terkategori baik
akademi/Perguruan Tinggi masuk dalam sebesar 52,3%. Hal ini kemungkinan
kategori menengah tinggi. Berdasarkan disebabkan oleh tingkat pendidikan yang

6
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 10 / No. 1 / Januari 2015

cukup tinggi dimana sebagian besar tersebut kemungkinan lebih disebabkan


responden (57,0%) telah menyelesaikan informasi tersebut tidak secara berkala
pendidikannya hingga tingkat SLTA. diberikan oleh PL, hal ini berkaitan dengan
Selain kemungkinan tersebut, tingginya salah satu karakteristik dari seorang
pengetahuan responden kemungkinan juga penasun yang perlu dipahami yaitu bahwa
disebabkan sebagian besar responden tingginya kemungkinan lupa atau kesulitan
pernah ditemui PL LSM, karena dengan memahami sesuatu terlebih mereka
penjangkauan dan pendampingan memberi cenderung sering berada dalam kondisi
peluang bagi penasun untuk dapat labil dan mengalami gangguan kesehatan
mengakses berbagai layanan kesehatan serta sering kurang peduli terhadap apapun
yang dibutuhkannya, seperti mendapatkan termasuk dengan kesehatannya.
layanan informasi HIV, akses terhadap Seandainya mereka pernah mendapatkan
jarum suntik steril, tes HIV dan konseling, pengetahuan tersebut ada kemungkinan
layanan kesehatan dasar, layanan rujukan tidak secara lengkap dan sangat terbatas
terapi substitusi dan layanan lainnya yang diberikan.
memungkinkan. Andi M (2011) dalam penelitiannya
Hasil penelitian menunjukkan pada menemukan bahwa responden yang
tingkat pengetahuan HIV/AIDS dan memiliki pengetahuan yang rendah tentang
tindakan pengurangan risiko sebagian HIV/AIDS dan tindakan pengurangan
besar responden terkategori baik yakni risiko cenderung lebih tidak patuh dalam
52,3%, namun pada pertanyaan mengenai tindakan pengurangan risiko karena
tindakan pengurangan risiko terlihat dengan pengetahuan yang minim mereka
perbandingan jumlah persentase responden tidak dapat mempertimbangkan
yang terkategori menjawab benar dan salah perilakunya dalam menggunakan Napza
terlihat sebanding yaitu pada pertanyaan maupun berperilaku seks, apakah akan
mengenai peralataan yang jikapun dipakai berisiko tinggi atu rendah, maupun akan
bersama adalah tidak termasuk memakai bermanfaat atu tidak. Menurut Rosenstock
tempat cuci sendiri-sendiri (58,7%;41,3%). dalam teori HBM, kemungkinan individu
Pertanyaan mengenai rencana penilaian akan melakukan tindakan pencegahan
risiko adalah alternatif tindakan tergantung dari penilaian ancaman serta
pengurangan risiko yang diambil berdasar pertimbangan keuntungan dan kerugiannya
pada pilihan PL/PO lebih banyak yang sangat dipengaruhi oleh variabel
menjawab salah dibandingan dengan yang demografi, sosiopsikologisnya dan
menjawab benar. (16,3%;83,7%). Hal struktural dalam hal ini adalah

1
Gambaran Perilaku Berisiko HIV pada………. (Amalia EC, Bagoes W, Budi L)

pengetahuan tentang penyakit maka sebelum dan setelahnya membilas


(Mulawarman,2010). dengan air steril dan bleaching.
Penelitian yang dilakukan oleh I.G Penasun tidak hanya menyumbang
Praptoraharjo dkk di Yogyakarta juga kasus HIV/AIDS melalui penggunaan
menyebutkan terdapat hubungan yang jarum secara bergantian tetapi juga melalui
signifikan antara pengetahuan tentang perilaku seksualnya yang tidak aman.
HIV/AIDS serta cara-cara menghindarkan Perilaku seksual berisiko penasun
diri dari penularan HIV dengan perilaku berpotensi untuk menyebarkan HIV/AIDS
pencegahan dikalangan pengguna Napza ke masyarakat umum sehingga perlu
suntik (Praptoharjo,2007). perhatian yang khusus terhadap perilaku
seksual penasun. Pencegahan risiko
Gambaran Perilaku Berisiko HIV pada penularan HIV melalui seksual dapat
Pengguna Napza Suntik dilakukan dengan tiga cara yaitu : abstain
Tujuan akhir dari pengurangan from sex (sama sekali tidak melakukan
dampak buruk Napza pada hakikatnya hubungan seks), be faithful (melakukan
adalah mendorong penasun untuk berhenti hubungan seks hanya denagn suami atau
memakai Napza (abstinensi). Level istri saja), dan consistenly condom (selalu
toleransi tertinggi dari kriteria atau hierarki memakai kondom bila melakukan
untuk mencapai tujuan khusus dalam hubungan seks) baik dengan pasangan
prinsip pengurangan dampak buruk Napza tetap maupun tidak tetap.
(harm reduction) yakni bahwa
pengurangan dampak buruk secara umum
mengarah pada suatu kondisi abstinensi.
Apabila penasun bersikeras untuk tetap
menggunakan Napza, maka didorong
untuk berhenti menggunakan dengan cara
suntik atau beralih dengan substitusi oral.
Namun apabila tetap bersikeras
menggunakan dengan cara suntik, maka
didorong dan dipastikan menggunakan
peralatan suntik sekali pakai atau baru
(single use). Apabila tetap terjadi
penggunaan bersama peralatan menyuntik,

8
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 10 / No. 1 / Januari 2015

Risiko Tinggi
Risiko Rendah

Risiko Terkait Perilaku Seks

Gambar 1. Perilaku Berisiko HIV pada Penasun

Perilaku Penggunaan Napza Suntik mengikuti terapi methadon hingga saat ini.
Di Provinsi Jawa Tengah terdapat 6
Hasil penelitian ini menunjukkan
layanan Program Terapi Rumatan
bahwa dari 172 responden, sebanyak
Methadon (PTRM) yang ada di 4
29,1% telah berhenti menyuntik Napza
Kota/Kabupaten yaitu: Surakarta (RSUD
selama setahun terakhir. Sedangkan
Dr. Moewardi, Puskesmas Manahan),
sebagian besar (70,9) responden masih
Semarang (RSUP Dr. Kariadi, Puskesmas
menyuntik Napza selama setahun terakir.
Poncol), Temanggung (Puskesmas
Fakta temuan ini hampir sama dengan
Parakan), Banyumas (RSUD Margono).
penelitian yang dilakukan oleh HCPI,
Layanan satelit PTRM juga terdapat di LP
KPAN serta LSM tentang Survey Perilaku
Kelas I Semarang yang dimulai diaktifkan
dan Kepuasaan Layanan Pengguna Napza
sejak bulan Juli 2014.
Suntik yang menemukan bahwa dari 3321
Sebagian besar responden (56,4%)
penasun yang terdapat di Jawa Barat, Bali,
dalam penelitian ini menggunakan
Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta dan
peralatan suntik sekali pakai atau baru
Banten, sekitar 24,2% tidak menyuntik
(single use), 14,5% menggunakan
Napza selama setahun terakhir (KPAN,
peralatan suntik lebih dari satu kali pakai
2011)
(multi use), 1,1% melakukan sharing
Berdasarkan hasil penelitian diketahui
jarum (bergantian) disertai bleaching, serta
terdapat 40,1% penasun yang masih aktif

1
Gambaran Perilaku Berisiko HIV pada………. (Amalia EC, Bagoes W, Budi L)

8,1% melakukan sharing jarum mendominasi pola perilaku penyuntikan


(bergantian jarum) tidak disertai bleaching. Napza serta stok jarum suntik steril pada
Rendahnya penggunaan jarum suntik saat itu masih terbatas. Mulai tahun 2008
secara bergantian di lima Kota/Kabupaten program penyucihamaan tidak lagi
yang terlibat dalam penelitian ini diintensifkan disebabkan sudah terdapat
disebabkan sudah dilaksanakannya program LJASS, jarum suntik sudah
beberapa komponen dalam program HR mudah didapatkan di Puskesmas yang
sejak akhir tahun 2006, yakni oleh pihak melayani LJASS, dilayanan satelit LJASS
KPAD bekerjasama dengan Dinas maupun di Petugas Lapangan LSM.
Kesehatan Kota ataupun Provinsi dan Seiring dengan meningkatnya pengetahuan
koordinasi dengan beberapa pihak LSM penasun dikarenakan sudah terpapar
yang konsen terhadapi program HR, informasi tentang HIV dan tersedianya
termasuk koordinasi dengan pihak layanan LJASS, hal ini berpengaruh
kepolisian. Hal ini berkaitan dengan telah terhadap kesadaran penasun untuk
keluarnya Peraturan Menteri Koordinator mengubah perilaku menyuntik yang pada
Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik awalnya masih berbagi jarum beralih
Indonesia nomor penggunaan jarum suntik satu kali pakai
02/PER/MENKO/KESRA/I/2007 tentang (single use). Dominan dari mereka
Kebijakan Nasional Penanggulangan HIV mendapatkan jarum suntik dari LSM atau
dan AIDS melalui Pengurangan Dampak PL ataupun dari apotek, ataupun dari
Buruk Penggunaan Narkotika Psikotropika sesama teman pakai atau sesama penasun.
dan Zat Adiktif pada awal tahun 2007. Secara umum dari hasil temuan
Bahkan LSM Mitra Alam yang menjadi penelitian ini dapat diketahui bahwa
tempat dampingan responden penelitian ini berdasarkan risiko penggunaan Napza
menyatakan telah melaksanakan beberapa suntik sebagian besar responden berada
program HR sebelum peraturan tersebut pada tingkat risiko yang relatif rendah.
diterbitkan. Dari 172 responden, 40,1% telah
Hasil penelitian menunjukkan hanya mengikuti terapi methadon. Terapi
1,1% responden yang berbagi jarum methadon merupakan terapi substitusi yang
suntik disertai dengan bleaching. Program menggantikan narkotika jenis heroin atau
penyucihamaan (bleaching) dilakukan oleh putaw yang menggunakan jarum
LSM Mitra Alam pada awal pelaksaaan suntik,menjadi methadon yang berbentuk
program HR yaitu pada tahun 2006. Pada cair yang pemakainnya dilakukan secara
saat itu tren sharing jarum masih diminum. Penggunaan methadon bertujuan

10
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 10 / No. 1 / Januari 2015

untuk mengurangi penggunaan narkoba masih menyuntik. Selain memakai jenis


yang disuntikkan, sehingga jumlah Napza putaw, mereka juga memakai jenis
penyebaran HIV dapat berkurang. Selain Napza lain seperti jenis benzodiazepin,
itu methadon juga dapat meningkatkan shabu-shabu, ganja, dan lain-lain.
fungsi psikologis dan sosial, mengurangi Pemakaian beraneka ragam jenis Napza
risiko kematian dini, mengurangi tindak (poly drug) cukup mengkhawatirkan
kriminal karena tingkat kecanduan yang karena dapat meningkatkan risiko
dapat menyebabkan seorang pengguna terjadinya over dosis pada penasun.
menhalalkan berbagai macam cara untuk Berdasarkan hasil penelitian ini masih
mendapatkan narkoba. ditemukan responden yang melakukan
Hasil penelitian menunjukkan penyuntikkan tanpa disertai sterilisasi yang
ditemukan telah banyak penasun yang memadai yaitu sebesar 8,1%. Meskipun
telah mengikuti terapi methadon, bahkan presentase tersebut relatif lebih kecil
sebagian besar (68,1%) telah mengikuti dibandingkan dengan presentase responden
terapi methadon sudah lebih dari 2 tahun, yang telah melakukan praktik menyuntik
namun mayoritas dari mereka masih aman atau tidak lagi berbagi jarum suntik,
menyuntikkan Napza selama masa terapi namun hal tersebut tetap menjadi masalah
dari sejak awal terapi hingga saat ini. karena angka tersebut belum tentu
Program terapi methadon dilakukan dalam mencerminkan data yang sebenarnya.
jangka panjang, karena itu disebut program Seperti fenomena gunung es (iceberg
rumatan methadon. Masa terapi yang phenomena), jumlah kasus atau kejadian
relatif panjang memungkinkan seorang yang ditemukan hanyalah sebagian kecil
penasun merasa bosan sehingga timbul dari banyak kasus yang sebenarnya.
rasa ingin menyuntik kembali. Selain itu, Jumlah yang nyata bisa lima kali lipatnya.
sebagian pengakses methadon masih Bahkan ada yang memperkirakan
berada satu komunitas dengan penasun jumlahnya lebih bisa jauh lebih banyak
yang masih aktif menyuntik. Fenomena lagi. Kondisi di lapangan menunjukkan
yang sering terjadi yaitu ketika putaw sebagian besar penasun yaitu sebesar
sedang mudah didapatkan, mereka tidak 85,2% masih melakukan penyuntikkan
mengakses methdon, namun ketika putaw secara berkelompok yaitu menyuntikkan
sedang susah didapatkan mereka akan dilakukan dengan lebih dari dua orang
mulai mengkases terapi metadon kembali. dengan sistem pembelian putaw dilakukan
Beberapa dari penasun juga terkadang juga secara patungan hal ini meningkatkan
merasa dosis methadon kurang sehingga potensi penasun untuk melakukan sharing

1
Gambaran Perilaku Berisiko HIV pada………. (Amalia EC, Bagoes W, Budi L)

jarum, terlebih lagi dilakukan oleh untuk tertular HIV dari penasun semakin
pengguna Napza suntik pemula. Selain itu tinggi, karena sebagian besar responden
dalam dalam keadaan terdesak atau dalam juga melakukan hubungan seks setiap
keadaan sakaw dan tidak membawa jarum minggu. Penyebab responden tidak
suntik steril, seorang penasun akan tetap menggunakan kondom sebagian besar
bersedia memakai jarum bekas yang telah karena mereka merasa melakukan seks
dipakai penasun lain. Praktik melakukan yang aman karena melakukan dengan
sharing jarum yang terkontaminasi vius pasangan tetap mereka. Hal lain yang
HIV merupakan jenis penularan HIV menyebabkan mereka tidak memakai
utama pada penasun. Dari hasil penelitian kondom adalah mereka merasa tidak
Lin A Swe diketahui bahwa seorang nyaman saat berhubungan seks ketika
penasun yang melakukan sharing jarum harus memakai kondom, hal ini disebabkan
pada saat pertama melakukan karena penis tidak bersentuhan langsung
penyuntikkan Napza lima kali lebih dengan vagina.
berisiko untuk terinfeksi virus HIV (Swe, Selain berhubungan seks dengan
2010). pasangan tetap, sebagian dari mereka juga
melakukan hubungan seks dengan
Perilaku Seks pasangan tidak tetap. Hasil penelitian
Berdasarkan temuan penelitian dapat menunjukkan bahwa persentase
disimpulkan bahwa risiko penularan HIV penggunaan kondom pada saat hubungan
dari perilaku seks pada penasun cenderung seks terakhir dengan pasangan tidak tetap
lebih tinggi dibandingkan penularan lebih tinggi dibandingkan penggunaan
melalui perilaku penggunaan jarum suntik. kondom pada saat seks yang terakhir
Dari hasil temuan penelitian diketahui dengan pasangan tetap. Sebagian besar
sebanyak 25,0% responden tidak responden menggunakan kondom (51,9%)
melakukan hubungan seks selama setahun pada saat hubungan seks yang terakhir
terakhir, dari75% responden yang dengan pasangan tidak tetap. Meskipun
melakukan hubungan seks, sebagian besar sebagian besar menggunakan kondom pada
melakukan seks dengan pasangan tetap saat berhubungan seks dengan pasangan
(istri/suami/pacar). Saat hubungan seks tidak tetap, namun temuan dalam
yang terakhir mayoritas dari mereka yaitu penelitian ini tidak bisa menjadi tolak ukur
sebesar 75,2% tidak menggunakan untuk menilai konsistensi penggunaan
kondom pada saat berhubungan seks. Hal kondom dikarenakan dalam penelitian ini
in menyebabkan risiko pasangan seksual hanya ditanyakan penggunaan kondom

12
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 10 / No. 1 / Januari 2015

pada saat berhubungan seks yang terakhir. akan meningkatkan risiko penularan dari
Hal tersebut masih menimbulkan ibu ke anak ketika pasangan tersebut
kemungkinan pada saat berhubungan seks mengalami kehamilan. Berdasarkan uraian
pada saat sebelum seks yang terakhir diatas dapat diperoleh gamabaran bahwa
mereka tidak menggunakan kondom dan perilaku seksual berisiko penasun dapat
hal ini tentu akan meningkatkan risiko berpotensi untuk menyebarkan HIV/AIDS
penularan HIV baik dari pasangan tidak ke masyarakat umum sehingga perlu
tetap kepada penasun maupun sebaliknya. perhatian yang khusus terhadap perilaku
Hasil penelitian menunjukkan seksual penasun.
sebagian besar responden (37,2%) Berdasarkan penelitian Gregory
memiliki satu pasangan dan tidak memakai Armstrong (2011), proporsi Penasun
kondom pada hubungan seks yang terakhir. menggunakan kondom pada seks terakhir
Namun, masih terdapat responden yang lebih tinggi dengan pasangan tidak tetap
memiliki lebih dari satu pasangan dan dibandingkan dengan pasangan tetap di
tidak memakai kondom pada hubungan kedua kabupaten Manipur. Hal ini
seks yang terakhir yaitu sebesar 20,3%. menunjukkan bahwa pasangan seks
Meskipun presentase responden yang mempengaruhi perilaku seksual individu.
memiliki lebih dari satu pasangan dan Semakin berisiko pasangan seksual mereka
tidak memakai kondom pada hubungan maka perilaku penggunaan kondom
seks yang terakhir relatif lebih kecil, semakin meningkat (Amstrong, 2011).
namun kelompok responden tersebut Nadia Abdala (2010), melakukan
merupakan kelompok yang berpotensi penelitian mengenai perbedaan prevalensi
tinggi untuk menularkan ataupun perilaku seksual berisiko antara penasun
mendapatkan HIV dari pasangan seks dan bukan penasun di St Petersburg, Rusia,
terlebih lagi jika konsintensi penggunaan asosiasi dinilai antara penggunaan pola
kondom masih rendah. Seorang penasun substansi dan risiko seksual di dalam dan
yang telah terinfeksi HIV bisa menularkan antar kedua kelompok. Responden yang
HIV kepada pasangan seks tetap dan tidak sudah menyuntik selama lebih dari 30 hari
tetap mereka. Penasun juga berpotensi cenderung memiliki perilaku seks bersiko
terinfeksi HIV dari pasangan seks (OR = 1,1) (Abdala, 2010). Berdasarkan
khususnya dari pasangan seks tidak tetap penelitian oleh Suohu Khrieketou melalui
mereka. Hal tersebut akan semakin Survei Perilaku Pelacakan di kalangan
mengkhawatirkan ketika seorang pasangan Penasun di Ukhrul dan Chandel distrik
penasun (istri) terinfeksi HIV, hal tersebut Manipur, dan Kiphire dan Zunheboto

1
Gambaran Perilaku Berisiko HIV pada………. (Amalia EC, Bagoes W, Budi L)

distrik Nagaland tentang hubungan pada saat berhubungan seks. Penasun yang
menyuntik dengan perilaku seksual melakukan sharing jarum tidak disertai
berisiko, penggunaan jarum suntik secara bleaching yaitu sebesar 8,1%. Penasun
bergantian (tidak steril) berhubungan yang memiliki lebih dari satu pasangan dan
dengan perilaku seksual berisiko (tidak tidak memakai kondom pada hubungan
menggunakan kondom) dengan OR = 3,0 seks yang terakhir sebesar 20,3%.
(1,8-5,1) (Suohu,2012). Kapadia (2011) Berdasarkan karakteristik responden
pada penelitiannya terhadap penasun yang sebagian besar penasun berusia dewasa
terdaftar dalam Collaborative Injection tua, memiliki tingkat pendidikan
Drug User Study III tahun 2002- 2004, menengah tinggi, dan memiliki pekerjaan
juga menyatakan bahwa ada hubungan sebagai pedagang/swasta/penjual jasa.
antara konsistensi penggunaan kondom Karakteristik responden berdasarkan
berdasarkan jenis partner (p<0,01) keikutsertaan terapi substitusi didapatkan
(Kapadia, 2011). hasil bahwa sebagian besar dari mereka
Kondom merupakan alat kontrasepsi masih mengikuti terapi substitusi hingga
atau alat untuk mencegah kehamilan atau saat ini. Jenis terapi substitusi yang diikuti
penularan penyakit pada saat berhubungan oleh responden adalah terapi methadon.
seks. Penggunaan kondom telah terbukti Namun demikian, sebagian besar
dapat menurunkan penualaran HIV melalui responden yang mengikuti terapi methadon
hubungan seksual. Sebuah penelitian meta masih menyuntik Napza sejak awal masa
analisis menunjukkan bahwa efektifitas terapi hingga saat ini.
kondom mencapai 69% dalam mencegah
penularan IMS melalui hubungan seksual. KEPUSTAKAAN
Efektifitas kondom akan meningkat Abdala N, White E, Toussova OV, et al.
apabila digunakan dengan tepat dan benar 2010. Comparing Sexual Risks
(Satoto, 2011). and Patterns of Alcohol and Drug
Use Between Injection Drug
SIMPULAN Users (Idus) and Non-Idus Who
Perilaku berisiko HIV pada penasun Report Sexual Partnerships With
terdiri dari perilaku penggunaan peralatan Idus In St. Petersburg, Russia.
suntik secara bersama-sama (sharing) Journal of BMC Public Health
tanpa tidak disertai dengan bleaching dan 9:676.
perilaku seks berisiko yaitu berganti-ganti Amstrong G, Humtsoe C & Kermode M.
pasangan dan tidak menggunakan kondom 2011. HIV Risk Behaviours

14
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 10 / No. 1 / Januari 2015

Among Injecting Drug Users in HIV. Kementerian Kesehatan


Northeast India Following Scale- Republik Indonesia, Jakarta.
Up of A Targeted HIV Prevention Kementerian Kesehatan Republik
Programme. BMC Public Health Indonesia, Komisi
11 6:9. Penanggulangan AIDS Nasional.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2012 Laporan Nasional Kegiatan
2013. Kondisi HIV dan AIDS di Estimasi Populasi Dewasa Rawan
Jawa Tengah 1993 s.d. 31 Terinfeksi HIV Tahun 2012.
Desember 2013. Kementerian Kesehatan Republik
Emmanuel F, Archibald C, Razaque A, Indonesia, Jakarta.
Sandstrom P. 2009. Factors Kementerian Kesehatan Republik
Associated with An Explosive HIV Indonesia. 2012. Survey Terpadu
Epidemic among Injecting Drug Biologis dan Perilaku (STPB)
Users in Sargodha, Pakistan. 2011. 2012.. Kementerian
Journal of Acquired Immune Kesehatan Republik Indonesia,
Deficiency Syndromes 51:85–90. Jakarta.
Kapadia F, Latka MH, Wu, et al. 2011. Komisi Penanggulangan AIDS Nasional
Longitudinal Determinants of (KPAN). 2011. Laporan Hasil
Consistent Condom Use by Suvei Cepat Perilaku Penasun
Partner Type Among Young 2011. Komisi Penanggulangan
Injection Drug Users: The Role of AIDS Nasional. Jakarta
Personal and Partner Komisi Penanggulangan AIDS Nasional
Characteristics. Journal of AIDS (KPAN). HIV Cooperation
Behavior. 15:1309-1318. Program for Indonesia (HCPI).
Kementerian Kesehatan Republik 2011. Survei Perilaku dan
Indonesia. 2006. Laporan Kepuasan Layanan Pengguna
Nasional Kegiatan Estimasi Napza Suntik. Komisi
Populasi Dewasa Rawan Penanggulangan AIDS Nasional.
Terinfeksi HIV Tahun 2006. Jakarta.
Kementerian Kesehatan Republik Mathers BM, Degenhardt L, Phillips B, et
Indonesia, Jakarta. al. 2007. Global Epidemiology of
Kementerian Kesehatan Republik Injecting Drug Use and HIV
Indonesia. 2007. Survei sentinel Among People Who Inject Drugs:

1
Gambaran Perilaku Berisiko HIV pada………. (Amalia EC, Bagoes W, Budi L)

A Systematic Review. Lancet Injecting Drug Users In


372:1733–1745. Myanmar: A Case Control Study.
Mulawarman A. Faktor Determinan Harm Reduction Journal 7:12.
terhadap Tindakan Pengurangan United Nations Programme on HIV/AIDS
Risiko Penularan HIV pada (UNAIDS), World Health
Pengguna Narkoba Suntik di Kota Organization (WHO). 2007. AIDS
Makassar. (Tesis). Magister Epidemic Update. Geneva,
Promosi Kesehatan Undip. 2011. Switzerland.
Mesquita F, Winarso I, Atmosukarto I, et United Nations Office Drug on Crime
al. 2007. Public Health the (UNODC). 2013. World Drug
Leading Force of The Indonesian Report 2013. United Nations
Response to The HIV/AIDS Crisis publication: Vienna.
Among People Who Inject Drugs. Weller SC, Davis BK. 2002. Condom
Harm Reduction Journal, 4:9. Effectiveness in Reducing
Praptoraharjo I, Wiebel WW, Kamil O & Heterosexual HIV Transmission.
Pach A. 2007. Jaringan Seksual Cochrane Database of Systematic
dan Perilaku Berisiko Pengguna Review.
Napza Suntik: Episode Lain Winarso I, Irawati I, Eka B, Nevendorff L,
Penyebaran HIV di Indonesia. et al. 2006. Indonesian National
Jurnal Berita Kedokteran Strategy for HIV/AIDS Control in
Masyarakat 23:3. Prisons: A Public Health
Satoto. 2011. The Right Condom on The Approach for Prisoners.
Right Place. Semarang. International Journal of Prisoner
Smet, B. 1994. Psikologi Kesehatan. Grasindo. Health 2:243–249.
Jakarta.
Suohu K, Humtsoe C., Saggurti N., et al.
2012. Understanding The
Association Between Injecting
and Sexual Risk Behaviors of
Injecting Drug Users In Manipur
And Nagaland, India. Journal of
Harm Reduction 9:40.
Swe LA, Nyo KK, Rashid AK. 2010. Risk
Behaviours Among HIV Positive

16

Anda mungkin juga menyukai