1 / Januari 2015
Korespondensi: amaliaeka.c@gmail.com
**)
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Semarang
***)Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
ABSTRAK
Pengguna Napza suntik (penasun) merupakan salah satu populasi berisiko tinggi yang rawan
terinfeksi HIV. Penasun tidak hanya menyumbang kasus HIV melalui perilaku menyuntik
yang tidak aman, tetapi juga melalui perilaku seksual berisiko. Prevalensi HIV di kalangan
penasun di Indonesia masih menempati posisi tertinggi diantara kelompok berisiko lainnya
yaitu sebanyak 41% pada tahun 2011. Di Provinsi Jawa Tengah persentase faktor risiko
penularan HIV melalui penggunaan jarum suntik tidak steril pada penasun tergolong masih
tinggi yaitu sebanyak 7,7%. Tingginya jumlah kasus HIV pada kelompok penasun akan
sangat mengkhawatirkan jika tidak segera ditangani, maka dapat diprediksi bahwa kasus
infeksi HIV beberapa tahun mendatang akan menyerang masyarakat umum (generalized level
epidemic). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku berisiko HIV pada
penasun di Provinsi Jawa Tengah. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan
pendekatan cross sectional. Pengambilan data dilakukan pada 172 penasun di Provinsi Jawa
Tengah. Analisis data menggunakan analisis univariat dengan distribusi frekuensi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pada perilaku berisiko terkait penggunaan Napza suntik,
terdapat 8,1% responden yang sharing peralatan suntik tidak disertai bleaching. Pada perilaku
seksual sebesar 37,2% responden memiliki satu pasangan dan tidak memakai kondom pada
hubungan seks yang terakhir.
Kata kunci: Penasun, Perilaku Berisiko HIV, Provinsi Jawa Tengah
ABSTRACT
Description of Risk Behaviors HIV Among Injecting Drug Users In Central Java Province;
Injecting drug users (IDUs) is the high risk population that was vulnerable to HIV infection.
IDUs not only contribute HIV through unsafe injecting behavior but also through risky sexual
behavior. The HIV prevalence among IDUs in Indonesia still highest position it was reached
41% in 2011. In Central Java province percentage factor for HIV transmission risk through
unsafe injecting among IDUs is still high, it was 7.7%. The high number cases of HIV in
IDU’s would be worried, it can be predicted that cases of HIV would spread to general
population. This study aims to describe HIV risk behaviors among IDUs in Central Java
Province. This research is a quantitative with cross sectional approach. The number of
respondents in this study was 172 IDUs in Central Java Province. Analysis of data using
univariate analysis with frequency distribution. The results showed the hiv risk behavior of
injecting drug use that 8% of IDUs reported sharing needle without bleaching. On sexual
behavior patterns majority of respondents (37.2%) had one partner and not using a condom
at last sex.
Keywords: IDU’s, HIV Risk Behaviors, Central Java Province
1
Gambaran Perilaku Berisiko HIV pada………. (Amalia EC, Bagoes W, Budi L)
Immuno deficiency Virus (HIV) yang peningkatan prevalensi HIV dari yang
disebabkan oleh pengguna Napza suntik awalnya mendekati 0 pada tahun 1995
(penasun) cukup besar. Penasun meningkat menjadi 50% pada tahun 2002
UNAIDS & WHO, 2007). HIV dapat Indonesia memperkirakan dari 220.000
menyebar dengan cepat diantara pengguna penasun yang hidup di Indonesia, sekitar
Napza suntik dan dapat meningkatkan 63% merupakan penyumbang dari semua
prevalensi HIV dari yang pada awalnya infeksi HIV, 55% diantaranya terinfeksi
50% (Emmanuel, 2009). Berdasarkan hasil penularan melalui seksual oleh penasun
al pada tahun 2007 diperkirakan terdapat Biologis dan Perilaku (STBP) tahun 2007,
15,9 juta penasun di seluruh dunia, dan 3 prevalensi rata-rata HIV pada penasun di
juta diantaranya terinfeksi HIV (Mathers,et Bandung, Surabaya, Medan dan Jakarta
al, 2007). Akhir tahun 2011 United yaitu 43%-56%. Hasil STBP tahun 2011,
Nations Office Drug on Crime (UNODC) prevalensi HIV di kalangan penasun telah
penasun di seluruh dunia, dari 14 juta HIV pada kelompok penasun masih
Di Indonesia, epidemi HIV secara populasi yang memiliki risiko tinggi untuk
sangat mengejutkan melonjak cepat sekali menularkan HIV. Lembaga Penelitian dan
pada tahun 1998/1999. Sharing peralatan Unika Atma Jaya tahun 2010 melaporkan
mendorong laju epidemi HIV di Indonesia. kasus HIV di Indonesia melalui perilaku
Berdasarkan hasil survei sentinel pada menyuntik yang tidak aman, yaitu perilaku
penggunaan alat suntik bekas pakai atau
2
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 10 / No. 1 / Januari 2015
tidak steril, selain itu juga melalui perilaku Komisi Penanggulangan AIDS (KPA),
seksualnya yang berisiko (Tambunan, Badan Narkotika Nasional (BNN)
2010). Berdasarkan hasil analisis Survei bekerjasama dengan pihak internasional
Cepat Perilaku Penasun (SCPP) tahun dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
2011 sebagian besar penasun pernah dalam melaksanakan program pencegahan
berbagi alat suntik (64%). Penasun yang penularan HIV di kalangan penasun
tidak mengakses program cenderung akan melalui program pengurangan dampak
berperilaku berbagi alat suntik. Hal ini buruk penggunaan Napza suntik atau yang
terlihat dengan lebih banyaknya proporsi dikenal dengan program Harm Reduction
penasun yang tidak mengakses program (HR) sejak tahun 2000. Puskesmas dan
Layanan Jarum dan Alat Suntik Steril LSM menyediakan layanan harm
(LJASS) (56%) pernah berbagi alat suntik reduction berupa LJASS. Peer Educator
dari pada yang mengakses program LJASS (PE) menyediakan informasi mengenai
(44%). Penasun yang tidak mengaskes pencegahan HIV dan praktik menyuntik
program berisiko 1,2 kali lebih besar untuk aman. Program Terapi Rumatan Metadon
berbagi alat suntik dibandingkan dengan (PTRM) diinisiasi pada tahun 2003 oleh
mereka yang mengakses program WHO dan Kementerian Kesehatan di
(Rachman, 2013). Jakarta dan Bali dan ditingkatkan menjadi
Populasi penasun memiliki model tuujuh klinik yang melayani sekitar 1000
populasi tersembunyi (hidden population), klien sampai dengan akhir tahun 2006
mereka tidak tampak di permukaan dan (Mesquita, 2007). Tahun 2005
selalu berpindah-pindah, sehingga jejaring Kementerian Hukum dan HAM
mereka juga menyebar dan sulit mencanangkan program penanggulangan
diidentifikasi. Mereka sering karena HIV/AIDS dan penyalahgunaan Napza di
dianggap sebagai pelaku tindak kriminal Lapas/Rutan yang bertujuan untuk
sehingga semakin menyulitkan untuk menyediakan layanan pencegahan,
dijangkau dan tersentuh layanan kesehatan, pengobatan dan dukungan terkait
khususnya dalam upaya pencegahan dan tuberkulosis dan HIV bagi para narapidana
penganan HIV/AIDS, belum lagi adanya yang terdapat di dalam lapas/rutan
penolakan dari pihak keluarga mereka (Winarso, 2006).
sendiri termasuk dalam dukungan terhadap Di Indonesia, sebagian besar program
layanan yang ditujukan terhadap penasun. untuk mengurangi penularan HIV
Pemerintah Indonesia, termasuk dikalangan penasun hanya berfokus pada
didalamnya Kementerian Kesehatan, perilaku menyuntik yang tidak aman,
1
Gambaran Perilaku Berisiko HIV pada………. (Amalia EC, Bagoes W, Budi L)
namun ditemukan kasus bahwa penasun pasangan mereka baik pasangan tidak tetap
tidak hanya mempunyai pasangan tetap seperti WPS ataupun pasangan tetapnya
tetapi juga membeli seks, pasangan seks (KPA,2011). Kondom yang digunakan
penasun tidak selalu penasun juga, penasun secara tepat dan konsisten terbukti dapat
tidak selalu terbuka tentang perilaku menurunkan risiko penularan HIV dengan
penggunaan Napza dengan pasangan tingkat efektifitas sebesar 94%.
seksualnya dan penasun juga menyuntik di Peningkatan efektifitas kondom dalam
kota lain bersama dengan penasun lainnya. mencegah penularan HIV sejalan dengan
Kompleksitas jaringan seksual penasun kepatuhan pemakaian (Weller, 2002).
yang berpotensi menyeber ke populasi Berdasarkan estimasi populasi dewasa
umum dikenali dari beberapa bentuk rawan tertular HIV, distribusi kelompok
hubungan seksual yang tetap maupun penasun telah ada hampir di sebagian
sementara. Pasangan tetap belum tentu wilayah Indonesia, terutama di provinsi
pasangan atas dasar perkawinan tetapi bisa DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah,
juga pacar dan pasangan sementara tidak Jawa Timur, Banten, Sulawesi Selatan,
selalu pasangan komersil tetapi juga Sumatera Utara, dan Sematera Selatan.
hubungan seks dalam periode yang lebih Proporsi estimasi populasi penasun di Jawa
pendek serta bersifat tidak tetap Tengah tahun 2012 yaitu 0,4%, sedangkan
(Praptoraharjo, 2007). Menurut Tambunan, proporsi estimasi HIV penasun yaitu
jaringan hubungan seksual ini disertai 8,4%. Provinsi Jawa Tengah menempati
dengan pemakaian kondom yang tidak urutan ke-6 pada 10 besar provinsi dengan
konsisten dan problematik serta lokasi kasus HIV/AIDS terbanyak (Kemenkes,
yang berbeda-beda (Tambunan, 2010) 2012). Di Provinsi Jawa Tengah Jumlah
Perilaku seks berisiko penasun dilihat kasus infeksi HIV sampai dengan
dari konsistensi penggunaan kondom Desember 2013 yaitu 2.322 kasus, angka
ketika melakukan hubungan seksual baik tersebut meningkat dari tahun 2012 yaitu
dengan pasangan tetap maupun tidak tetap. 1.110. Kasus HIV/AIDS di Jawa Tengah
Berdasarkan SCPP 2011, konsistensi berdasarkan faktor risiko penularan
penggunaan kondom masih dibawah 50%. melalui penggunaan Napza suntik
Mengingat perilaku seksual berisiko yang menempati urutan kedua (7,7%) (Dinkes
dimiliki oleh penasun, penggunaan Prov.Jateng, 2013). Terdapat
kondom secara konsisten pada kelompok kecenderungan penurunan penularan
ini sangatlah penting untuk mencegah melalui penggunaan Napza suntik dari
terjadinya epidemi HIV/AIDS pada tahun ke tahun, namun hal tersebut akan
4
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 10 / No. 1 / Januari 2015
1
Gambaran Perilaku Berisiko HIV pada………. (Amalia EC, Bagoes W, Budi L)
dan perilaku seksual (tidak melakukan hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas
hubungan seks (abstinentia), memiliki 1 tingkat pendidikan responden adalah
pasangan + kondom, memiliki > 1 pendidikan menengah tinggi yaitu 73,3%.
pasangan + kondom, memiliki 1 pasangan Jenis Pekerjaan yang ditekuni oleh
+ No Kondom, memiliki > 1 pasangan + sebagian besar penasun adalah sebagai
No Kondom). Pengumpulan data pedagang/swasta/penjual jasa yaitu
dilakukan dengan metode wawancara. sebesar 50,6%.
Hasil penelitian dianalisis secara univariat Karakteristik responden berdasarkan
menggunakan distribusi frekuensi. keikutsertaan terapi substitusi didapatkan
hasil bahwa dari 91 penasun yang pernah
HASIL DAN PEMBAHASAN mengikuti terapi substitusi, sebagian besar
Karakteristik Responden (75,8%) dari mereka masih mengikuti
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi substitusi hingga saat ini. Jenis
sebagian besar (61,6%) penasun termasuk terapi substitusi yang diikuti oleh
dalam kategori dewasa tua yaitu di atas responden adalah terapi methadon.
30,37 tahun. Rata-rata umur penasun Mayoritas responden yaitu sebanyak
adalah 30 tahun, dengan umur penasun 68,1% telah mengikuti terapi methadon
paling muda adalah 17 tahun, dan umur selama lebih dari 2 tahun. Rata-rata lama
penasun yang paling tua adalah 58 tahun. responden mengikuti program terapi
Karakteristik penasun berdasarkan jenis methadon adalah 2,2 tahun, dengan waktu
kelamin didapatkan hasil bahwa mayoritas yang paling lama adalah 8 tahun dan
dari mereka berjenis kelamin laki-laki terbaru 0,8 (1 bulan).
(97,7%).
Pendidikan terakhir yang berhasil Pengetahuan tentang HIV/AIDS dan
diselesaikan oleh sebagian penasun adalah Tindakan Pengurangan Risiko
sampai tingkat SLTA yaitu sebesar Tingkat pengetahuan penasun tentang
(57,0%). Pendidikan dalam penelitian ini HIV/AIDS dan tindakan pengurangan
kemudian digolongkan menjadi dua risiko dibagi menjadi dua kategori yaitu
kategori yaitu kategori tidak pernah memiliki pengetahuan baik dan kurang.
sekolah dan pendidikan dasar yang terdiri Tingkat pengetahuan penasun tentang
dari responden yang tidak pernah sekolah, HIV/AIDS dan tindakan pengurangan
SD dan SLTP, sedangkan SLTA dan risiko sebagian besar terkategori baik
akademi/Perguruan Tinggi masuk dalam sebesar 52,3%. Hal ini kemungkinan
kategori menengah tinggi. Berdasarkan disebabkan oleh tingkat pendidikan yang
6
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 10 / No. 1 / Januari 2015
1
Gambaran Perilaku Berisiko HIV pada………. (Amalia EC, Bagoes W, Budi L)
8
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 10 / No. 1 / Januari 2015
Risiko Tinggi
Risiko Rendah
Perilaku Penggunaan Napza Suntik mengikuti terapi methadon hingga saat ini.
Di Provinsi Jawa Tengah terdapat 6
Hasil penelitian ini menunjukkan
layanan Program Terapi Rumatan
bahwa dari 172 responden, sebanyak
Methadon (PTRM) yang ada di 4
29,1% telah berhenti menyuntik Napza
Kota/Kabupaten yaitu: Surakarta (RSUD
selama setahun terakhir. Sedangkan
Dr. Moewardi, Puskesmas Manahan),
sebagian besar (70,9) responden masih
Semarang (RSUP Dr. Kariadi, Puskesmas
menyuntik Napza selama setahun terakir.
Poncol), Temanggung (Puskesmas
Fakta temuan ini hampir sama dengan
Parakan), Banyumas (RSUD Margono).
penelitian yang dilakukan oleh HCPI,
Layanan satelit PTRM juga terdapat di LP
KPAN serta LSM tentang Survey Perilaku
Kelas I Semarang yang dimulai diaktifkan
dan Kepuasaan Layanan Pengguna Napza
sejak bulan Juli 2014.
Suntik yang menemukan bahwa dari 3321
Sebagian besar responden (56,4%)
penasun yang terdapat di Jawa Barat, Bali,
dalam penelitian ini menggunakan
Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta dan
peralatan suntik sekali pakai atau baru
Banten, sekitar 24,2% tidak menyuntik
(single use), 14,5% menggunakan
Napza selama setahun terakhir (KPAN,
peralatan suntik lebih dari satu kali pakai
2011)
(multi use), 1,1% melakukan sharing
Berdasarkan hasil penelitian diketahui
jarum (bergantian) disertai bleaching, serta
terdapat 40,1% penasun yang masih aktif
1
Gambaran Perilaku Berisiko HIV pada………. (Amalia EC, Bagoes W, Budi L)
10
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 10 / No. 1 / Januari 2015
1
Gambaran Perilaku Berisiko HIV pada………. (Amalia EC, Bagoes W, Budi L)
jarum, terlebih lagi dilakukan oleh untuk tertular HIV dari penasun semakin
pengguna Napza suntik pemula. Selain itu tinggi, karena sebagian besar responden
dalam dalam keadaan terdesak atau dalam juga melakukan hubungan seks setiap
keadaan sakaw dan tidak membawa jarum minggu. Penyebab responden tidak
suntik steril, seorang penasun akan tetap menggunakan kondom sebagian besar
bersedia memakai jarum bekas yang telah karena mereka merasa melakukan seks
dipakai penasun lain. Praktik melakukan yang aman karena melakukan dengan
sharing jarum yang terkontaminasi vius pasangan tetap mereka. Hal lain yang
HIV merupakan jenis penularan HIV menyebabkan mereka tidak memakai
utama pada penasun. Dari hasil penelitian kondom adalah mereka merasa tidak
Lin A Swe diketahui bahwa seorang nyaman saat berhubungan seks ketika
penasun yang melakukan sharing jarum harus memakai kondom, hal ini disebabkan
pada saat pertama melakukan karena penis tidak bersentuhan langsung
penyuntikkan Napza lima kali lebih dengan vagina.
berisiko untuk terinfeksi virus HIV (Swe, Selain berhubungan seks dengan
2010). pasangan tetap, sebagian dari mereka juga
melakukan hubungan seks dengan
Perilaku Seks pasangan tidak tetap. Hasil penelitian
Berdasarkan temuan penelitian dapat menunjukkan bahwa persentase
disimpulkan bahwa risiko penularan HIV penggunaan kondom pada saat hubungan
dari perilaku seks pada penasun cenderung seks terakhir dengan pasangan tidak tetap
lebih tinggi dibandingkan penularan lebih tinggi dibandingkan penggunaan
melalui perilaku penggunaan jarum suntik. kondom pada saat seks yang terakhir
Dari hasil temuan penelitian diketahui dengan pasangan tetap. Sebagian besar
sebanyak 25,0% responden tidak responden menggunakan kondom (51,9%)
melakukan hubungan seks selama setahun pada saat hubungan seks yang terakhir
terakhir, dari75% responden yang dengan pasangan tidak tetap. Meskipun
melakukan hubungan seks, sebagian besar sebagian besar menggunakan kondom pada
melakukan seks dengan pasangan tetap saat berhubungan seks dengan pasangan
(istri/suami/pacar). Saat hubungan seks tidak tetap, namun temuan dalam
yang terakhir mayoritas dari mereka yaitu penelitian ini tidak bisa menjadi tolak ukur
sebesar 75,2% tidak menggunakan untuk menilai konsistensi penggunaan
kondom pada saat berhubungan seks. Hal kondom dikarenakan dalam penelitian ini
in menyebabkan risiko pasangan seksual hanya ditanyakan penggunaan kondom
12
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 10 / No. 1 / Januari 2015
pada saat berhubungan seks yang terakhir. akan meningkatkan risiko penularan dari
Hal tersebut masih menimbulkan ibu ke anak ketika pasangan tersebut
kemungkinan pada saat berhubungan seks mengalami kehamilan. Berdasarkan uraian
pada saat sebelum seks yang terakhir diatas dapat diperoleh gamabaran bahwa
mereka tidak menggunakan kondom dan perilaku seksual berisiko penasun dapat
hal ini tentu akan meningkatkan risiko berpotensi untuk menyebarkan HIV/AIDS
penularan HIV baik dari pasangan tidak ke masyarakat umum sehingga perlu
tetap kepada penasun maupun sebaliknya. perhatian yang khusus terhadap perilaku
Hasil penelitian menunjukkan seksual penasun.
sebagian besar responden (37,2%) Berdasarkan penelitian Gregory
memiliki satu pasangan dan tidak memakai Armstrong (2011), proporsi Penasun
kondom pada hubungan seks yang terakhir. menggunakan kondom pada seks terakhir
Namun, masih terdapat responden yang lebih tinggi dengan pasangan tidak tetap
memiliki lebih dari satu pasangan dan dibandingkan dengan pasangan tetap di
tidak memakai kondom pada hubungan kedua kabupaten Manipur. Hal ini
seks yang terakhir yaitu sebesar 20,3%. menunjukkan bahwa pasangan seks
Meskipun presentase responden yang mempengaruhi perilaku seksual individu.
memiliki lebih dari satu pasangan dan Semakin berisiko pasangan seksual mereka
tidak memakai kondom pada hubungan maka perilaku penggunaan kondom
seks yang terakhir relatif lebih kecil, semakin meningkat (Amstrong, 2011).
namun kelompok responden tersebut Nadia Abdala (2010), melakukan
merupakan kelompok yang berpotensi penelitian mengenai perbedaan prevalensi
tinggi untuk menularkan ataupun perilaku seksual berisiko antara penasun
mendapatkan HIV dari pasangan seks dan bukan penasun di St Petersburg, Rusia,
terlebih lagi jika konsintensi penggunaan asosiasi dinilai antara penggunaan pola
kondom masih rendah. Seorang penasun substansi dan risiko seksual di dalam dan
yang telah terinfeksi HIV bisa menularkan antar kedua kelompok. Responden yang
HIV kepada pasangan seks tetap dan tidak sudah menyuntik selama lebih dari 30 hari
tetap mereka. Penasun juga berpotensi cenderung memiliki perilaku seks bersiko
terinfeksi HIV dari pasangan seks (OR = 1,1) (Abdala, 2010). Berdasarkan
khususnya dari pasangan seks tidak tetap penelitian oleh Suohu Khrieketou melalui
mereka. Hal tersebut akan semakin Survei Perilaku Pelacakan di kalangan
mengkhawatirkan ketika seorang pasangan Penasun di Ukhrul dan Chandel distrik
penasun (istri) terinfeksi HIV, hal tersebut Manipur, dan Kiphire dan Zunheboto
1
Gambaran Perilaku Berisiko HIV pada………. (Amalia EC, Bagoes W, Budi L)
distrik Nagaland tentang hubungan pada saat berhubungan seks. Penasun yang
menyuntik dengan perilaku seksual melakukan sharing jarum tidak disertai
berisiko, penggunaan jarum suntik secara bleaching yaitu sebesar 8,1%. Penasun
bergantian (tidak steril) berhubungan yang memiliki lebih dari satu pasangan dan
dengan perilaku seksual berisiko (tidak tidak memakai kondom pada hubungan
menggunakan kondom) dengan OR = 3,0 seks yang terakhir sebesar 20,3%.
(1,8-5,1) (Suohu,2012). Kapadia (2011) Berdasarkan karakteristik responden
pada penelitiannya terhadap penasun yang sebagian besar penasun berusia dewasa
terdaftar dalam Collaborative Injection tua, memiliki tingkat pendidikan
Drug User Study III tahun 2002- 2004, menengah tinggi, dan memiliki pekerjaan
juga menyatakan bahwa ada hubungan sebagai pedagang/swasta/penjual jasa.
antara konsistensi penggunaan kondom Karakteristik responden berdasarkan
berdasarkan jenis partner (p<0,01) keikutsertaan terapi substitusi didapatkan
(Kapadia, 2011). hasil bahwa sebagian besar dari mereka
Kondom merupakan alat kontrasepsi masih mengikuti terapi substitusi hingga
atau alat untuk mencegah kehamilan atau saat ini. Jenis terapi substitusi yang diikuti
penularan penyakit pada saat berhubungan oleh responden adalah terapi methadon.
seks. Penggunaan kondom telah terbukti Namun demikian, sebagian besar
dapat menurunkan penualaran HIV melalui responden yang mengikuti terapi methadon
hubungan seksual. Sebuah penelitian meta masih menyuntik Napza sejak awal masa
analisis menunjukkan bahwa efektifitas terapi hingga saat ini.
kondom mencapai 69% dalam mencegah
penularan IMS melalui hubungan seksual. KEPUSTAKAAN
Efektifitas kondom akan meningkat Abdala N, White E, Toussova OV, et al.
apabila digunakan dengan tepat dan benar 2010. Comparing Sexual Risks
(Satoto, 2011). and Patterns of Alcohol and Drug
Use Between Injection Drug
SIMPULAN Users (Idus) and Non-Idus Who
Perilaku berisiko HIV pada penasun Report Sexual Partnerships With
terdiri dari perilaku penggunaan peralatan Idus In St. Petersburg, Russia.
suntik secara bersama-sama (sharing) Journal of BMC Public Health
tanpa tidak disertai dengan bleaching dan 9:676.
perilaku seks berisiko yaitu berganti-ganti Amstrong G, Humtsoe C & Kermode M.
pasangan dan tidak menggunakan kondom 2011. HIV Risk Behaviours
14
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 10 / No. 1 / Januari 2015
1
Gambaran Perilaku Berisiko HIV pada………. (Amalia EC, Bagoes W, Budi L)
16