Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ilmu Fiqh yang bersumber dari kitab suci Al-Quran dan Hadist Nabi, ternyata mampu
bertahan dan terus mengetahui kehidupan muslim, baik individu maupun kelompok. Ushul
fiqh juga merupakan suatu ilmu yang berisikan tentang kaidah yang menjelaskan cara-cara
mengistinbatkan hukum dari dalil-dalilnya. Bahasan tentang kaidah-kaidah kebahasaan ini
penting mengingat kedua hukum Islam, yaitu Al-Qur’an dan sunnah berbahasa arab, untuk
membimbing mujtahid dalam memahami al-Qur’an dan sunnah sebagai landasan dalam
menetapkan hukum tentu perlu mengetahui tentang lafal dan ungkapan yang terdapat pada
keduanya. Fiqh telah lahir sejak periode sahabat, yaitu sesudah Nabi saw wafat, sejak saat itu
sudah digunakan para sahabat dalam melahirkan fiqh, meskipun ilmu tersebut belum
dinamakan ushul fiqh. Perkembangan terakhir dalam penyusunan buku Ushul Fiqh lebih
banyak menggabungkan kedua sistem yang dipakai dalam menyusun ushul fiqh, yaitu aliran
Syafi’iyyah dan Hanafiyyah. Keadaan seperti ini terus berlangsung dan akan terus pula
diberikan jawabannya oleh ilmu fiqh terhadap problem yang muncul sebagai akibat dari
perubahan sosial yang disebabkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu Fiqh?
2. Apa itu Ushul Fiqh?
3. Apa itu Kaidah fiqhiyah?
4. Apa persamaan dan perbedaan fiqh dengan syari’ah?
5. Apa yang melatarbelakangi lahirnya fiqh?
6. Tokoh siapa saja yang terkenal dalam fiqh?
7. Ruang lingkup apa saja yang dibahas dalam fiqh?
8. Bagaimana cara menyikapi perbedaan pendapat dalam fiqh?
9. Apa saja manfaat dan tujuan mempelajari fiqh untuk kehidupan?

1.3 Tujuan Penulisan

Bertujuan agar penulis dan para pembaca dapat mengetahui apa itu fiqh dan ushul fiqh
dan seluk beluknya yang terdapat dalam fiqh itu sendiri, serta manfaat ilmu fiqh bagi
kehidupan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Fiqh
1. Pengertian Fiqh

Kata fiqh secara berarti “paham yang mendalam”. Semua kata “Fa qa ha” yang
terdapat dalam al-quran mengandung arti yang sama. Bila paham dapat digunakan untuk hal-
hal yang bersifat lahiriah, maka fiqh berarti paham yang menyampaikan ilmu zhahir kepada
ilmu batin.

Secara definitif Ibnu Subki dalam kitabnya Jam’u al-Jamawi’ fiqh berarti : “Ilmu
tentang hokum-hukum syar’I yang bersifat alamiah yang digali dan ditemukan dari dalil-
dalil yang tafsili.” Dalam definisi ini fiqh diibaratkan dengan ilmu karena fiqh itu semacam
ilmu pengetahuan. Memang fiqh itu tidak sama dengan ilmu dikarenakan fiqh itu bersifat
Zanni, karena ia adalah hasil apa yang dapat dicapai melalui ijtihadnya para mujtahid,
sedangkan ilmu itu mengandung arti suatu yang pasti atau qath’iy. Namun, karena zhann
dalam fiqh itu kuat, maka ia mendekat kepada ilmukarenanya dalam definisi ini ilmu
digunakan jugauntuk fiqh.

Dalam definisi diatas terdapat beberapa batasan atau fasal yang di samping
menjelaskan hakikat dari fiqh itudari yang bukan fiqh.

Kata hukum dalam definisi tersebut menjelaskan bahwa fiqh itu berbicara tentang
hukum. Hal ini berarti bahwa bila yang dibicarakannya bukan hal yang menyangkut hukum
seperti tentang zat, sifat, dan kejadian, ia bukanlah fiqh dalam pengertian ini. Bentuk jamak
dari hokum adalah “ahkam”. Kata hukum disebut dalam definisi ini dalam bentuk jamak,
adalah untuk menjelaskan bahwa fiqh itu tentang seperangkat aturan yang disebut hukum.

Kata “amaliah yang disebut diatas berarti menjelaskan fiqh itu hanya menyangkut
tindak tanduk perbuatan manusai yang bersifat lahiriah. Dengan demikian yang bukan
bersifat bukan amaliah seperti masalah keimanan atau aqidah tidak termasuk dalam lingkup
fiqh artian ini.

Penggunaan kata “digali dan ditemukan” mengandung arti bahwa fiqh itu adalah hasil
penggalian, penemuan, penganalisaan dan penentuan ketetapan tentang hukum. Oleh karena
itu, bila bukan dalam bentuk hasil suatu penggalian seperti apa yang secaralahir dan jelas

2
dikatakan Allah, tidak disebut fiqh seperti haramnya daging babi. Fqh itu adalah hasil
penemuan mujtahid dalam hal-hal yang tidak dijelaskan dalam nash.

Kata “tafsili” dalam definisi ini menjelaskan tentang dalil atau petunjuk yang
digunakan oleh mujtahid dalam penggalian atau penemuannya. Karena itu, ilmu yangt
diperoleh orang awam dari seorang mujtahid yang terlepas dari dalil tidak termasuk dalam
pengertian fiqh.

Saifuddin al-Amidiy memberikan definisi fiqh yang berbeda yaitu”ilmu tentang


seperangkat hukum-hukum syara’ yang bersifat furu’iyah yang berhasil didapatkan melalui
penalaran atau istidlal”. Kata furu’iyah ini menjelaskan bahwa ilmu tentang dalil dan macam-
macamnya sebagai hujjah bukanlah fiqh.

Penggunaan kata “penalaran” dan “istidlal” yang maksudnya sama dengan digali.
Disini menjelaskan bahwa fiqh itu hasil penalaran. Ilmu yang diperoleh seperti ilmu Nabi
bukanlah disebut fiqh.

2. Hakikat Fiqh
Hakikat fiqh itu sebagai berikut :
1. Fiqh itu adalah ilmu tentang hukum Allah SWT
2. Yang dibicarakan adalah hal-hal yang bersifat alamiyah furu’iyah
3. Pengertian tentang hukum Allah itu didasarkan pada dalil tafsili
4. Fiqh itu digali dan ditemukan melalui penalaran dan istidlal seorang mujtahid
atau faqih.

Dengan demikian secara ringkas dapat dikatakan bahwa fiqh itu adalah “dugaan kuat
yang dicapai seseorang mujtahid dalam usahanya menemukan hukum Allah SWT”.

Kajian tentang hukum islam atau fiqh mengandung dua bidang pokok yaitu :

1. Kajian tentang perangkat peraturan terperinci yang bersifat amaliyah dan


harus diikuti oleh umat islam dalam kehidupan beragama.
2. Kajian tentang ketentuan serta tata cara dan usaha yang sistematis dalam
menghasilkan perangkat peraturan yang terinci itu disebut “Ushul Fiqh”.
3. Sumber Perumusan Fiqh
Yang menjadi sumber fiqh itu yang disepakati oleh para ulama adalah empat,
yaitu :

3
a. Al-Quran
b. Sunnah Nabi
c. Ijma’ Ulama
d. Qiyas

Selain itu ada beberapa sumber yang dipersilisihkan oleh para ulama
dalam penggunaannya sebagai sumber fiqh, yaitu :

a. Istihsan
b. Al-Maslahat al-mursalah
c. Al-istishab
d. Urf atau adat
e. Qaul Shahabi
f. Syara’ umat sebelum Islam
g. Saad al-zari’ah
(Syarifuddin:2013)

2.2 Ushul Fiqh


1. Pengertian

Ushul fiqh terdiri dari dua kata yang membentuk nya yaitu kata Ushul dan fiqh. Kata
usul dilihat dari aspek bahasa berasal dari bahasa Arab yang bentuknya jamak dari kata aslu
yang mengandung arti sesuatu yang dijadikan sandaran oleh sesuatu yang lain seperti kalimat
dalam bahasa Arab.

Secara terminologi kata usul mempunyai lima pengertian :

a. Ashal berarti kaidah yang bersifat menyeluruh.


b. Ashal berarti yang lebih kuat atau (rajih).
c. Ashal berarti hukum atau istishab.
d. Ashal berarti maqis Alaihi yang dijadikan ukuran dalam Bab qiyas.
e. Ashal berarti dalil.

2. Objek Kajian Ushul Fiqh

Objek kajian para ulama Ushul fiqh adalah dalil-dalil yang bersifat ijmali atau Global
membahas Bagaimana cara istinbath hukum dari dalil-dalil yang membahas syarat-syarat

4
orang yang menggali hukum dari dalil. Menurut ulama Syafi'iyah dalam pembahasan Ushul
Fiqh juga dibahas syarat-syarat mujtahid dan persoalan yang berkaitan tentang masalah
taqlid.

Mencermati uraian di atas tentang fiqih dan Ushul fiqh terlihat jelas adanya hubungan antara
keduanya sebagaimana dijelaskan oleh Abu Zahra bahwa hubungan ini tergambar seperti
hubungan ilmu dengan ilmu membaca dan menulis teks Arab, seperti hubungan ilmu mantiq
dengan ilmu filsafat. Dengan demikian di satu sisi usul Fiqh merupakan undang-undang atau
alat, sedangkan fiqhadalah produknya dengan menguasai usul Fiqh maka seorang Faqih akan
terhindar dari kekeliruan dalam istinbath sebagaimana orang yang menguasai ilmu Nahwu
terhindar dari kesalahan dalam membaca dan menulis teks Arab.

Objek pembahasan fiqih adalah perbuatan mukallaf (Islam, baligh dan berakal), ditinjau dari
hukum syara' ( wajib, haram dan mubah). Maka seseorang faqih akan membahas tentang
hukum jual beli mukallaf, puasanya, salatnya, hajinya, pencuriannya dan sewa-menyewa nya.
Adapun yang menjadi objek pembahasan ilmu sosiologi ialah tentang dalil yang masih
bersifat umum dilihat dari ketetapan hukum yang umum pula. Jadi objek pembahasan ini
akan dibahas tentang macam-macam dalil, syarat dan rukunnya, tingkatannya serta
kehujahannya.

Maka ahli usul akan membahas Alquran, sunnah, ijma', qiyas serta kehujahan nya, dalil am
dan yang membatasinya, amr dan hal-hal yang menunjukkan amr, menjelaskan pula dalalah
hukum dari segi qath'i dan zhannya, siapa yang berhak menerima taklif, menjelaskan pula
tentang hal-hal yang menjadi penghalang diberlakukannya hukum seperti bodoh, keliru, dan
lupa.

Ulama Ushul tidak membahas dalil-dalil yang bersifat parsial (juz'i) tidak pula hukum yang
parsial. Ulama usulan yg membahas Dalil dan hukum yang bersifat kulli atau umum,
sehingga disusunlah kaidah-kaidah kulliyah. Sehingga ulama Fiqih dapat menerapkannya
untuk memperoleh ketetapan hukum yang terperinci. Ulama Fiqih tidak akan membahas
dalil-dalil dan hukum yang bersifat kulli. Fiqih hanya membahas dalil yang juz,i dan hukum
yang juz'i pula.

3. Perbedaan Ushul Fiqh dan Fiqh


Perbedaan Fiqh dengan Ushul Fiqh yaitu :

5
1) Ilmu Ushul fiqih membahas tentang kaidah-kaidah yang bersifat umum dan
hukum yang bersifat umum. Adapun yang menjadi objek pembahasan ilmu
fiqih adalah dalil yang bersifat parsial sehingga menghasilkan hukum parsial
pula yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf.
2) Usul Fiqih bertujuan untuk dapat menerapkan kaidah-kaidah yang bersifat
umum terhadap Nash Nash syariat, sedangkan ilmu fiqih bertujuan untuk
menerapkan hukum syariah terhadap perbuatan dan ucapan mukallaf.
3) Ushul fiqih merupakan dasar pijakan bagi ilmu fiqih sedangkan merupakan
hasil atau produk dari Ushul fiqih dengan kata lain dari usul Fiqih akan
melahirkan fiqih.
4) Ushul fiqh sedikit lebih bersifat kebahasaan atau teoretis, sedangkan fiqh
bersifat praktis. (Shidiq:2013)

4. Kaidah Fiqhiyah

Kaidah fiqhiyah berasal dari bahasa Arab yaitu al-qawa'id dan al-fiqhiyyah. Al-qawa'id
merupakan bentuk jamak dari kata qa'idah dalam istilah bahasa Indonesia dikenal dengan
kata kaidah yang secara etimologi berarti dasar,asas atau fondasi. Kata al-fiqhiyyah
berasal dari kata fiqih yang berarti ilmu tentang hukum-hukum syariah yang bersifat
amaliah yang digali dari sumber-sumber yang terperinci

Secara terminologi menurut Mustafa al-Zarqa sebagaimana dikutip oleh Abdul Rahman
Dahlan menyatakan bahwa kaidah fiqhiyah adalah dasar-dasar fiqih yang bersifat umum
dan bersifat ringkas berbentuk undang-undang yang berisi hukum-hukum syara yang
umum terhadap berbagai peristiwa hukum yang termasuk dalam ruang lingkup kaidah
tersebut. Kaidah fiqhiyah berfungsi untuk memudahkan mujtahid mengistinbatkan hukum
yang bersesuaian dengan tujuan syara dan kemaslahatan manusia. (Nurhayati:2018)

5. Perbedaan dan Persamaan Fiqh dan Syariah

Kata fiqh menurut imam syafi’I yaitu ilmu yang membahas tentang hukum syara’yang
berhubungan dengan amali yang diperoleh oleh dalil dalil secara terperinci. Adapun
pengertian syaria adalah segala sesuatu yang diturunkan oleh Allah SWT kepada nabi
Muhammad berbentuk wahyu yang terdapatb dalam Al-Qur’an dan sunah (Susanto, 2010)

 Persamaan syariah dan fiqih

6
a. Sama-sama aturan hukum yang berasal dari Al-Qur’an dan hadis
b. Aturan hukum yang diterapkan kepada umat islam
 Perbedaan syariah dan fiqih
a. Syariah masih bersifat suci dan ilahi sedangkan fiqih sudah tercampur dengan
fikiran manusia
b. Hukum syariat kekal dan tidak berubah sedangkan fikih dapat diubah
c. Syariat bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis sedangkan fiqih bersumber dari
pemikiran ulama dalam memahami Al-Quran dan hadis
d. Syariat bersifat universal dan fikih bersifat lokalitas yaitu berlaku hanya pada
wilayah tertentu.
2.3 Latar Belakang Lahirnya Fiqih
a. Pada Masa Sahabat
Setelah rosulullah wafat para sahabat menetapkan hukum yang pada zaman
nabi tidak ada maka mereka berijtihaddengan bersumber pada al-Quran dan Hadist.
Maka fiqih adalah produk dari ijtihad, mereka banyak menggunakan kaidah fiqih
meskipun pada saat itu belum di bukukan. Kemahiran mereka berijtihad karena
bimbingan langsung dari rosulullah dan mengikuti langsung praktiknya.
Langkah yang ditempuh para sahabat adalah memahami isi al-Qur’an dan
hadis. Jika tidak ditemukan maka mereka berijtihad perorangan ataupun
mengumpulkan para sahabat untuk bermusyawarah. Ijtihad para sahabat mewariskan
metedologi yang dijadikan dasar dalam merumuskan ilmu fiqih.
b. Masa Tabi’in
Setelah periode sahabat maka munculah periode berikutnya. Pada masa ini
masalah mulai bertambah karena perluasan kekuasaan islam. Pada masa ini sumber
yang digunakan adalah sumber hukum dari dua periode sebelumnyadiantara tabi’in
dengan kemampuan tinggi dalam berfatwa adalah Said bin al-Musayab (Madinah),
Al-Qamaah ibn Qays, dan Ibrahim Al-Nakha’i.
c. Mujtahid sebelum Imama Syafi’i
Pada masa ini dikenal dengan dua tokoh yaitu Imam Abu Hanifahdan Imam
Malik. Imam Abu Hanifah pendiri madzhab Hanafi menggunakan istinbatnya secara
beruntun yaitu Al-Quran, sunah dan fatwa sahabat. Beliu tidak berpegang pada
pendapat tabiin karena posisinya yang sejajar dengan mereka.

7
Imam Malik dalam ijtihadnya juga memiliki metode yang sangat jelas, seperti
praktik ahli madinah sebagai sumber hukum. Dan pada masa ini pun ilmu fiqih belum
dibukukan.
d. Pembukuan ilmu fiqih
Awalnya pembukun ilmu fiqih dilakukan oleh Imam Abu Yusuf tetapi tidak
sampai pada kita. Adapun yang menyusun dan memodifikasi kaidah dan bahasan
dalam ilmu fiqih adalah imam Syafi’I maka populerlah tokoh yang pertama menyusun
ilmu fiqih adalah imam syafi’i.
Munculnya kitab al-risalah merupakan fase awal perkembangan ilmu fiqih
sebagai sebuah disiplin ilmu. Secara umum kitab ini membahas tentang landasan-
landasan pembentukan fiqih, yaitu: Al-Qur’an, sunah, ijma, fatwa sahabat, dan qiyas.
Masa pembukuan ini bersamaan dengan masa keemasan islam yang dimulai
dari masa Harun Ar-rosyid.setelah imam Syafi’I membuat karya nya berupa ilmu
Fiqih maka muncullah ilmua-ilmuan memperdalam ilmu fiqih. (Shidiq, 2011).
2.4 Ulama Fiqih yang terkenal
1. Imam Abu Hanifah
Abu Hanifah al-Nu’man ibn Tabit lahir di Kufa pada tahun 699 M. Beliau
pernah mengalami hidup pada zaman sepuluh Kholifah Umayah. Pada saat itu Kufa
merupakan pusat ilmu-ilmu Hadist. Abu Hanifah pada waktu itu belajar pada seorang
ulama besar yang bernama Hamma. Selain itu beliau belajar dengan 93 guru ahli
hadist.
Selain ilmunya yang sudah dalam beliu terkenal dalam menasehati penguasa
yang dzolim hingga beliau pernah dipenjara oleh kholifah Abbasyiah karena tidak
ingin bersekongkol dalam pelnggaran hokum islam dan di dalam penjara beliau
diracuni hingga wafat.
Karya yang dibuat oleh Abu Hanifah, yaitu: Fiqih Akbar, Al-Alim Wal
Mutaam, dan Musnad Fiqih Akbar.
2. Imam Malik
Imam Malik lahir dari keluarga Arab yang terhorma. Beliau menggali ilmu di
Madinah, kakek dan pemannya merupakan ahli Hadist. Guru yang mengajarkan
beliau diantaranya adalah Imam Jasas Sadiq, Muhammad bin Syahab Azhari, Yahya
bin Saeb dan Rabi Rayi. Karya yang terklenalnya adalah Muwatta (kumpuln hadist),
berisi tentang fiqih islam, akhlak dan aqidah.

8
Murid yang pernah belajar dengannya adalah imam Syafii, Syofyan Tsauri,
Imam Hanafi dan masih banyak lagi. Beliau memiliki prinsip jika ilmu di hampiri
buakan menhampiri maka jika beliau di panggil untuk mengajar sekalipun oleh
khalifah maka akan ditolaknya.
3. Imam Syafii
Abu Abdullah bin Muhammad bin Idris lahir di Gaza pada 767 M, beliau di
besarkan oleh ibunya dalam keadaan miskin. Beliau menghafal Muwatta di hadapan
imam Malik dan menerimanya sebagai murid. Karena kepintarannya beliau dianggap
pendiri usul fiqih.
4. Imam Hambali
Imam Ahmad bin Hambal seorang tokoh Islam sekaligus pembangkit umat.
Beliau dilahirkan di Baghdad pada I Rabiulawal 164 H (Desember 780 M). Ia
mempelajari Hadits di Baghdad dari Qadi Abu Yusuf. Guru utamanya adalah Sofyan
bin Uyayna, tokoh ahli mahzab Hejaz. Menjadi murid Imam Syafii sejak 795 M.
Imam Ahmad sangat mementingkan Hadits. Karya besarnya adalah Musnad,
sebuah ensikplopedi yang memuat 2.800 sampai 2.900 Hadits Nabi. Karyanya yang
lain adalah Kitab us Salah (kitab tentang sholat), Ar-radd-alal-Zindika (sebuah
sanggahan tentang Mutazilah yang dikarangnya saat dipenjara) Kitab us Sunnah.
5. Imam Abu Ishaq As Syirazi (W. 476 H.)
Ibrahim bin Ali bin Yusuf Jamaluddin al Firusabadi as Syirazi, Dilahirkan
pada tahun 383 H. di desa Firuz Abad, Syirazi, Persia. Ia sebagai dosen Universitas
Nidzamiyah di Baghdad. Banyak kitab-kitab karangan beliau antara lain Al Muhazab,
At Tanbih, At Tabsyirah Al Luma’, Tazkirah al Masulin dan sebagainya.
6. Imam Nawawi (Wafat: 676 H.)
Muhyiddin Abi Zakaria Yahya bin Syaraf An Nawawi dilahir-kan pada tahun
630 H. di Nawa, sebuah negeri dekat Damaskus (Damsyik) Suriah. Imam Nawawi
putra terbaik telah berhasil menyelesaikan kitab karangannya sebanyak 30 judul kitab
diantaranya yaitu, Minhajut Thalibin, Riyadhus Shalihin, Al Azkar, Matan Arba’in,
Al Majmu’. Syarah Hadits Muslim, AL Idlah, At Tibyan, Al Irsyad, Bustanul ‘Arifin,
Al Isyarat, Mir’atuz Zaman, At Tahqiq dan lainnya. Selama hidupnya ia belum pernah
menikah karena sibuk dengan penyusunan kitab-kitabnya itu hingga akhir hayat pada
tahun 676 H. dalam usia 46 tahun.
7. Syaikh Al- Bajuri (Wafat: 1276 H.)

9
Ibrahim bin Muhammad al Bajuri, lahir di Bajur, Mesir. Setelah selesai kuliah
di Universitas Al Azhar Kairo kemudian menjadi seorang dosen. Guru-gurunya ialah
Syaikh Abdullah as Syarqawi, Dawud al Qal’awi, Muhammad al Fadhali dan ulama
lainnya. Kitab-kitab karangannya ialah Hasyiyah Al Bajuri, Tahqiqul Maqam, Hasyi-
yah Sanusi, Tuhfatul Murid Hasyiyah Matan Sulam, Tuhfatul Basyar, Tuhfatul
Khairiyah, Hasyiyah Banat S’ad, Fathul Khabir, Ad Durarul Hasan, Fathur Rabbi
Bariyah, Fathul Fatah (Qhordawi, 2009)

2.5 Ruang Lingkup Kajian Fiqih

1. Ibadah
Dalam bab ini dibicarakan dan dibahas masalah masalah yang dapat
dikelompokkan ke dalam kelompok persoalan yaitu: Thaharah (bersuci), sholat,
puasa, zakat, zakat fitrah, haji, mengurus jenazah, jihad, nadzar, kurban, sayid
(perburuan), zabiyah (penyembelihan), aqiqah, makan dan minum.
2. Ahwalusy Syakhshiyyah
Dalam bab ini dibicarakan dan dibahas masalah-masalah yang dapat
dikelompokkan ke dalam kelompok persoalan pribadi (perorangan), kekeluargaan,
harta warisan, yang meliputi persoalan:nikah, khitbah (lamaran), Mu’asyaroh
(bergul), talak, khulu, fasakh, li’an, zhihar, iddah, rujuk, radla’ah, hadlanah,
wasiat, warisan, hajru dan perwalian.
3. Muamalah Madaniyah
Biasanya disebut muamalah saja. Dalam bab ini dibicarakan dan dibahas
masalah-masalah yang dikelompokkan ke dalam kelompok persoalan harta
kekayaan, harta milik, harta kebutuhan, cara mendapatkan dan menggunakan,
yang meliputi masalah: jual-beli, khiyar, riba, sewa-menyewa, hutang-piutang,
gadai, syufiah, tasharuf, salam (pesan), jaminan, pinjam-meminjam, hiwalah,
syarikah, wad’ah, luqathah, gashab, qismah, hibah dan hadiyah, dan perwalian

4. Muamalah Maliyah
Biasa disebut baitul mal. Dalam bab ini dibicarakan dan dibahas
masalah-masalah yang dapat dikelompokkan ke dalam kelompok persoalan
harta kekayaan milik bersama, baik masyarakat kecil atau besar seperti negara.
Pembahasan di sini meliputi: status milik bersama baitul mal, sumber baitul

10
mal, cara pengelolaan, macam macam pengelolaan baitul mal, kepengurusan
baitul mal

5. Jinayah dan ’Uqubah (pelanggaran dan hukuman)


Biasanya dalam kitab-kitab fiqh ada yang menyebut jinayah saja.
Dalam bab ini di bicarakan dan dibahas masalah-masalah yang dapat
dikelompokkan ke dalam kelompok persoalan pelanggaran, kejahatan,
pembalasan, denda, hukuman dan sebagainya. Pembahasan ini meliputi:
pelanggaran, kejahatan, qishas (pembalasan), diyat (denda), hukuman
pelanggaran dan kejahatan, hukuman melukai, hokum pembunuhan, hokum
murtad, hokum zina, hokum qozaf, hokum pencuri, hokum peminum arak,
ta’zir, membela diri, peperangan, pemberontakan, harta rampasan perang, dan
jizyah
6. Murafa’ah atau Mukhashamah
Dalam bab ini dibicarakan dan dibahas masalah-masalah yang dapat
dikelompokkan ke dalam kelompok persoalan peradilan dan pengadilan.
Pembahasan pada bab ini meliputi: peradilan dan pendidikan, hakim dan qodi,
gugatan, pembaktian dakwah, saksi, sumpah dan lain-lain.
7. Ahkamud Dusturiyyah
Dalam bab ini dibicarakan dan dibahas masalah-masalah yang dapat
dikelompokkan ke dalam kelompok persoalan ketatanegaraan. Pembahasan ini
meliputi: kepala Negara dan waliyul amri, syarat menjadi kepala Negara dan
waliyul amri, hak dan kewajiban waliyul amri, hak dan kewajiban rakyat,
musyawarah dan demokrasi dan batas-batas toleransi dan persamaan`
8. Ahkamud Dualiyah (hukum internasional)
Dalam bab ini dibicarakan dan dibahas masalah-masalah yang dapat
dikelompokkan ke dalam kelompok masalah hubungan internasional.
Pembicaraan pada bab ini meliputi: hubungan antar Negara sesame islam
maupun non-islam daik dalam situasi damai maupun perang, penyerbuan,
masalah tawanan, upeti, pajak, ramapasan, perjanjian dan pernyataan bersama,
dan perlindungan (Ruswandi, 2015).

2.6 Manfaat dan Tujuan Fikih dalam Kehidupan Sehari-hari

11
Dengan memahami fikih, kamu akan mengetahui dan memahami hukum atau tata
cara yang berkaitan dengan perbuatan seorang muslim mukallaf, baik dalam hubungannya
dengan Allah (hablum minallah) maupun dengan manusia (hablum minawas). Selain itu,
kamu juga dapat melaksanakan ibadah kepada Allah dan ibadah sosial. Pengalaman tersebut
semoga dapat menumbuhkan ketaatan dalam menjalankan hukum Islam, disiplin, dan
tanggung jawab sosial yang tinggi dalam kehidupan pribadi maupun sosial.
(Hasbiyallah:2008)

Bagi orang yang masih bertaklid, ushul fiqh kurang mendapat perhatian karena
mereka telah merasa cukup dengan apa yang telah tersaji dalam karya fiqh klasik.
Mempelajari ilmu ushul fiqh akan menjadi sebuah kebutuhan yang mendesak jika telah
dihadapkan oleh persoalan-persoalan baru yang tidak terdapat hukumnya dalam
perbendaharaan buku fiqh klasik, atau dengan kata lain menguasai ushul fiqh sangat
dibutruhkan dalam konteks pembaharuan hukum Islam. Tanpanya agenda pembaruan Islam
akan menjadi bumerang, karena akan melahirkan cara berpikir yang rancu yang tidak
dilandasi oleh kaidah berpikir hukum yang benar.

Dengan demikian, seorang mujtahid akan mampu memahami nas-nas syariah baik
yang bersifat jali (jelas) dan khafi (tersembunyi) serta mampu menyimpulkan hukum yang
dikandungnya sebagaimana ia mampu memberlakukan qiyas, istihsan, maslahah, istishab,
dan sebagainya untuk memperoleh hukum dari kejadian yang baru.

Menurut Satria Effendi, sedikitnya ada tiga tujuan penting mempelajari ushul fiqh:

a. Mengetahui dasar mujtahid masa silam dalam membentuk fiqh nya sehingga dapat
diketahui kebenaran pendapat fiqh yang berkembang. Dengan pengetahuan ini
akan memberi ketenangan dalam mengamalkan pendapat mereka.
b. Memahami ayat-ayat ahkam dan hadis ahkam dna mampu mengistinbat suatu
hukum yang berdasar kepada keduanya. Begitu pentingnya ilmu ushul fiqh, maka
pantas dan wajar jika ulama terdahulu lebih mengutamakan studi ushul fiqh
dibanding fiqh. Karena dengan ushul fiqh seseorang mampu memproduk fiqh.
c. Mampu secara benar melakukan perbandingan mazhab fiqh, studi komparatif di
antara pendapat ulama fiqh dari berbagai mazhab. Karena ushul fiqh merupakan
alat untuk melakukan perbandingan mazhab fiqh.

12
Tujuan-tujuan mempelajari ushul fiqh yaitu memlihara agama Islam dari
penyimpangan dan penyalahgunaan dalil-dalil syara’, sehingga terhindar dari kecerobohan
yang menyesatkan. (Shidiq:2017)

2.7 Menyikapi Perbedaan Pendapat

Menurut Kiai Sahal, menyikapi perbedaan pandangan yng ada diinternal uma Islam
membutuhkan fikih al-ikhtilah (fikih perbedaan) untuk menetralisir pebedaan. Fikih al-
ikhtilaf adalah etika, wawasan, dan solusi untuk menetralisir ketegangan antar-kelompok
Islam yang mengancam persatuan dan kesatuan umat. Beberapa etika dalam perbedaan
pendapat adalah:

a. Memulai dengan prasangka baik terhadap sesama muslim


b. Menghargai pendapat orang lain sepanjang ada dalilnya.
c. Tidak memaksakan kehendak bahwa pendapatnya paling benar.
d. Mengakui adanya perbedaan dalam masalah cabang (furu’iyyah) dan tidak
membesarkannya. (Asmani:2015)

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Fiqh telah lahir setelah Nabi SAW wafat yaitu pada periode sahabat. Saat itu fiqh
telah digunakan para sahabat namun ilmu tersebut belum dinamakan ushul fiqh. Sedang
ushul fiqh adalah kajian tentang ketentuan serta tata cara dan usaha yang sistematis dalam
menghasilkan perangkat peraturan yang terinci. Dalam perkembangan nya yang terkahir
ushul fiqh menggabungkan dua sistem untuk menyusun ushul fiqh, yaitu aliran Syafi’iyyah
dan Hanafiyyah. Perbedaan aliran ini muncul sebagai akibat dari perubahan zaman dan juga
adanya perkembangan ilmu pengetahuan.

3.2 Saran

Para ijtihad mempunyai dalil-dalil tersendiri untuk menjawab setiap persoalan sosial
yang muncul pada masing-masing aliran yang dianutnya. Walaupun demikian, kita tidak
boleh merasa yang paling benar dengan dalil yang kita punya. Ada baiknya kita menghargai

13
pendapat dari ijtihad yang memiliki aliran dan mazhab yang berbeda dengan kita. Sikap
menghargai adalah untuk mencegah perpecahan antar sesama umat muslim.

DAFTAR PUSTAKA

Asmani, Jamal Ma’mur. 2015. Mengembangkan Fikih Sosial Elaborasi Lima Ciri
Utama. Jakarta : PT Elex Media Komputindo.

Hasbiyallah. 2008. Fikih. Bandung : Grafindo Media Pratama.

Nurhayati. 2018. Fiqih dan Ushul Fiqh. Jakarta: Prenadamedia Group.

Ruswandi, Agus. 2015. Al-Islami. Bandung : Uninus

Shidiq, Sapiudin. 2011. Ushul Fiqh. Jakarta : PT Balebat Dedikasi Prima.

Syarifuddin, Amir. 2013. Garis-garis Besar Fiqh. Jakarta : Kencana


Prenadamedia Group.

Susanto. 2010. Panduan Lengkap Penyusun Proposal. Jakarta : Visimedia

Qharrdawi, Yusuf. 2009. Fiqih Jihad. Bandung : Mizan Pustaka

14

Anda mungkin juga menyukai