Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Penyakit system saraf pusat yang bersifat progresif dan sering
menyebabkan relaps ini terus menimbulkan tantangan bagi para peneliti
untuk mencoba memahami patogenesis dan tatalaksananya sehingga
mencegah penyakit tersebut terus berkembang.
Multiple sklerosis (MS) adalah penyakit radang myelin system saraf
pusat yang disebabkan karena proses autoimun dan faktor genetik lainnya.
Sekitar 400.000 orang di Amerika Serikat dan 2,5 juta orang di seluruh dunia,
dengan prevalensi sekitar 1 kasusper 1000 orang dalam populasi dan rasio
perempuan dengan laki-laki 2:1 menderita penyakit ini. Sekitar 85% pasien
dengan multiple sklerosis sering bersifat relap satau hilang-timbul saja. Lebih dari
setengah dari pasien tersebut berkembang menjadi kecacatan dan berlanjut dari
serangan akut dan beralih ke progresif sekunde rdalam waktu 10 hingga 20 tahun
setelah terdiagnosis. Harapan hidup pasien dengan MS menjadi berkurang.
Dalam satu studi di Kanada, harapan hidup penderita berkurang sebesar 4
sampai 7 tahun, dan di Denmark berkurang hingga 10 sampai 12 tahun. Kualitas
hidup seorang pasien ini sangat dipengaruhi oleh gejala fisik yang timbul
termasuk kelelahan, kesakitan, dan kesulitan dengan mobilitas, dan masalah social
dan gangguan perasaan dan mood. Saat ini belum ada obat yang dapat mencegah
timbul dan menyembuhkan MS. Terapi yang diberikan hanya meminimalkan
timbulnya serangan, mengurangi efek serangan, dan memperpanjang masa
remisi.
Salah satu alasan mengapa MS sulit disembuhkan adalah sekali sistem
saraf pusat (SSP) rusak maka perbaikan neuron yang telah rusak akan sulit.
Berdasarkan hal tersebut, sampai saat ini eksperimental tentang penatalaksanaan
dan penggunaan obat yang mungkin dapat merangsang 'remyelinisasi' saraf
yang rusak dan memperlambat atau menghentikan proses kerusakan lebih lanjut
masih terus dilakukan.

1
1.2  Rumusan Masalah
1. Apakah Sklerosis Multipel itu ?
2. Bagaimanakah Etiologi Sklerosis Multipel ?
3. Bagaimanakah Klasifikasi Sklerosis Multipel ?
4. Bagaimanakah Patofisiologi Sklerosis Multipel ?
5. Bagaimanakah Manifestasai Klinis Sklerosis Multipel ?
6. Bagaimanakah Komplikasi Sklerosis Multipel ?
7. Bagaimanakah Pemeriksaan diagnostik Sklerosis Multipel ?
8. Bagaimanakah Penatalaksanaan  Sklerosis Multipel ?
9. Bagaimanakah Asuhan Keperawatan pada klien dengan Sklerosis
Multipel?

1.3  Tujuan Penulisan
Setelah pembahasan asuhan keperawatan klien dengan sclerosis multipel
mahasiswa/i  diharapkan mampu :
1. Menjelaskan Pengertian Sklerosis Multipel
2. Menjelaskan Etiologi Sklerosis Multipel
3. Menjelaskan Klasifikasi Sklerosis Multipel
4. Menjelaskan Patofisiologi Sklerosis Multipel
5. Menjelaskan Manifestasai Klinis Sklerosis Multipel
6. Menjelaskan Komplikasi Sklerosis Multipel
7. Menjelaskan Pemeriksaan diagnostik Sklerosis Multipel
8. Menjelaskan Penatalaksanaan  Sklerosis Multipel
9. Menjelaskan Asuhan Keperawatan  pada klien dengan Sklerosis Multipel

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Syaraf

No Nama bagian Fungsi


1. Inti sel Pengatur seluruh kegiatan sel
2. Dendrit Penghubung implus rangsang dari reseptor ke badan sel
3. Badan sel Penerima implus rangsang dari dendrit dan melanjutkan ke
akson
4. Akson Menghubungkan implus rangsang ke se saraf berikutnya
atau efektor (organ yang di saraf)
5. Selubung mielin Pelindung akson(neurit) dari kerusakan

6. Sel schawan Membentuk jaringan yang membantu menyediakan


makanan dan membantu regenerasi neurit (akson)
7. Nodus ranvier Mempercepat tramisi implus rangsang
Sinapsis Penghubung antara ujung akson suatu sel saraf dengan
dendrite sel saraf yang lain

3
a) Neuron
Sebuah neuron (sel saraf) biasanya terdiri dari tiga bagian utama, yaitu
badan sel, dendrit, dan akson.

Badan sel adalah bagian yang di dalamnya ditemukan nukleus dan


organel-organel yang lain. Sementara itu, dendrit adalah sejumlah besar tonjolan
dari badan sel, biasanya berbentuk menyerupai akar pohon atau antena untuk
meningkatkan luas permukaan yang memungkinkan penerimaan sinyal dari sel
saraf lain. Dendrit membawa sinyal ke arah badan sel. Pada sebagian besar
neuron, membran plasma badan sel dan dendrit mengandung reseptor-reseptor
protein untuk mengikat zat perantara kimiawi (neurotransmitter) dari neuron lain
Akson atau serat saraf adalah tonjolan tunggal, memanjang, berbentuk
pipa yang menghantarkan potensial aksi menjauhi badan sel dan berakhir di sel
saraf lain. Akson sering mengandung cabang-cabang sisi atau kolateral sepanjang
seratnya. Bagian dari badan sel yang merupakan tempat keluarnya akson dikenal
sebagai bukit akson ( axon hillock ). Bagian ini adalah tempat potensial aksi
bermula di sebuah neuron. Akson panjangnya bervariasi, mulai dari kurang dari 1
mm pada neuron-neuron yang hanya berhubungan dengan sel-sel tetangganya,
sampai lebih dari 1 m pada neuron-neuron yang berhubungan dengan bagian-
bagian sistem saraf yang jauh atau dengan organ perifer.
Pada bagian ujung dari akson biasanya akan didapati percabangan yang
cukup banyak (juga menyerupai akar pohon) yang disebut sebagai telodendrion.
Di setiap ujung percabangan atau telodendrion ini akan ditemukan bulatan-bulatan
kecil yang disebut button terminal atau terminal akson. Terminal-terminal ini

4
mengeluarkan zat perantara kimiawi yang secara simultan mempengaruhi banyak
sel lain yang berhubungan erat dengan terminal tersebut.
b) Neurotransmitter

Neurotransmiter adalh senyawa organik yang berfungsi sebagai pembawa


sinyal di neuron. Neurotrnsmiter terbungkus oleh vesikel sinapsis, sebelum
dilepaskan bertepatan dengan datangnya potensial rangsangan.
Neurotransmiter adalah bahan kimia endogen yang mengirimkan sinyal dari
neuron ke sel target. Pelepasan neurotransmitter dari vesikel biasanya mengikuti
kedatangan sebuah potensial aksi pada sinaps dan juga dapat mengikuti potensial
listrik.
Seluruh aktivitas kehidupan manusia yang berkenaan dengan otak diatur
melalui 3 cara, yaitu sinyal listrik pada neuron, zat kimiawi yang di sebut
neurotransmiter dan hormone yang dilepaskan ke dalam darah. Beberapa
neurotransmiter utama antara lain : dopamine, adrenalin, noradrenalin, histamine,
serotonin, melatonin, Acetylcholine (Ach), dll.

5
2.2 Definisi
Multiple Sclerosis adalah penyakit degeneratif system syaraf pusat (SSP)
kronis yang meliputi kerusakan myelin (material lemak dan protein ). Multiple
sclerosis secara umum dianggap sebagai auto imun dimana system imun tubuh
sendiri yang normalnya bertanggung jawab untuk mempertahankan tubuh
terhadap terhadap virus dan bakteri, dengan alasan yang tidak diketahui mulai
menyerang atau menghancurkan myelin yaitu lapisan pelindung syaraf yang
melindungi syaraf yang berfungsi untuk melancarkan pengiriman pesan dari otak
ke seluruh bagian tubuh. Ditandai dengan remisi dan ekaserbasi periodic. Multiple
sclerosis menghasilkan berbagai tanda dan gejala tergantung pada lokasi lesi,
biasanya disebut sebagai plaque.

2.3 Klasifikasi
Menurut Basic Neurologi (Mc. Graw Hill, 2000), ada beberapa kategori
multiple sclerosis berdasarkan progresivitasnya adalah :
 Relapsing Remitting Multiple Sclerosis
Ini adlah jenis MS yang klasik yang sering kali timbul pada akhir usia belasan
atau dua puluhan tahun diawali dengan suatu erangan hebat yang kemudian diikuti
dengan keembuhan semu. Yang dimaksud dengan kesembuhan semu adalah
setelah serangan hebat penderita terlihat pulih. Namun sebenarnya,tingkat
kepulihan itu tidak lagi sama dengan tingkat kepulihan sebelum terkena
serangan.sebenarnya kondisinya adalah sedikit demi sedikit semakin
memburuk.jika sebelum terkena serangan hebat pertama penderita memiliki
kemampuan motorik dan sensorik 100%, maka setelah serangan tersebut mungkin
hanya akan pulih 70-95% saja. Serangan berikut akan terus menurukan
kemampuan penderita sampai ke 0%. Setiap serangan tersebut berakibat semakin
memburuknya kondisi penderita. Interval waktu antara serangan satu dengan
serangan yang selanjutnya sama sekali tidak bisa diduga, bila dalam hitungan hari,
minggu bulan atau tahun. Hampir 70% penderita MS pada awalnya mengalami
kondisi ini, setelah beberapa kali mengalami serangan hebat, jenis MS ini akan
berubah menjadi Secondary Progressiv MS.

6
 Primary Progresssiv Multiple Sclerosis
Pada jenis ini kondisi penderita terus memburuk. Ada saat – saat penderita
tidak mengalami penurunan kondisi ,namun jenis MS ini tidak mengenal istilah
kesembuhan semu. Tingkat progresivitanya beragam pada tingakatan yang paling
parah , penderita Ms jenis ini bisa berakhir dengan kematian.

 Secondary Progressiv Multiple Sclerosis


Ini adalah kondisi lanjut dari Relapsing Remitting MS .Pada jenis ini kondisi
penderita menjadi serupa pada kondisi penderita Primary Progresssiv MS.

 Benign Multiple Sclerosis


Pada jenis MS ini penderita mampu menjalani kehidupan seperti orang
sehat tanpa begantung pada siapapun.Serangan – serangan yang diderita pun
umumnya tidak pernah berat,sehingga para penderita sering tidak menyadari
bahwa dirinya menderita MS.

2.4  Etiologi
Penyebab MS belum diketahui secara pasti namun ada dugaan berkaitan
dengan virus dan mekanisme autoimun (Clark, 1991). Ada juga yang mengaitkan
dengan factor genetic.
Ada beberapa factor pencetus, antara lain :
1. Kehamilan (karena ibu kekurangan vitamin D pada saat hamil sehingga
menyebabkan sistem imun pada tubuh ibu berkurang sehingga
menyebabkan si anak mengalami kekurangan vitamin D sehingga virus
mudah menyerang)
2. Infeksi (terja
3. Stress emosional yang berlebih/depresi (karena stres bisa memicu
kerusakan pada otak, mengganggu kesehatan fisik, dan melemahkan
pertahanan pada sistem imun)
4. Kekurangan vitamin D, terutama terjadi pada orang yang kurang terpapar
sinar matahari atau tinggal di negara yang tidak mendapat sinar matahari
yang cukup)

7
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa penyebab Multiple Sclerosis
yang paling nyata adalah factor genetik (mirip kanker), tapi perkembangan dunia
kedokteran terbaru membantah kesimpulan ini. Penelitian terbaru membuktikan
bahwa Multiple SclerosisFaktor keturunan tampaknya berperan dalam terjadinya
sklerosis multipel. 
Faktor presifitasi yang mungkin termasuk infeksi , cedera fisik dan strees
emosional,kelelahan berlebihan kehamilan ataupun  seperti faktor ini :
1. Gangguan autoimun ( kemungkinan dirangsag / infeksi virus )
2. Kelainan pada unsur pokok lipid mielin
3. Racun yang beredar dalam CSS
4. Infeksi virus pada SSP ( morbili, destemper anjing )

2.5  Manifestasi Klinik
Tergantung pada area system saraf pusat mana yang terjadi demielinasi :
a. Gejala sensorik : paralise ekstremitas dan wajah, parestesia, hilang sensasi
sendi dan proprioseptif, hilang rasa posisi, bentuk, tekstur dan rasa getar.
b. Gejala motorik : kelemahan ekstremitas bawah, hilang koordinasi, tremor
intensional ekstremitas atas, ataxia ekstremitas bawah, gaya jalan goyah
dan spatis, kelemahan otot bicara dan facial palsy.
c. Deficit cerebral : emosi labil, fungsi intelektual memburuk, mudah
tersinggung, kurang perhatian, depresi, sulit membuat keputusan, bingung
dan disorientasi.
d. Gejala pada medulla kemampuan bicara melemah, pusing, tinnitus,
diplopia, disphagia, hilang pendengaran dan gagal nafas.
e. Deficit cerebellar : hilang keseimbangan, koordinasi, getar, dismetria.
 Traktus kortikospinalis : gangguan sfingter timbul keraguan, frekuensi dan
urgensi sehingga kapasitas spastic vesica urinaria berkurang, retensi akut
dan inkontinensia.
 Control penghubung korteks oblongata :dengan basal ganglia : euphoria,
daya ingat hilang, demensia.
 Traktus pyramidal dari medulla spinalis : kelemahan spastic dan
kehilangan refleks abdomen.

8
2.6  Patofisiologi
Multiple Sclerosis ditandai dengan inflamasi kronis, demylination dan
gliokis (bekas luka). Keadaan neuropatologis yang utama adalah reaksi
inflamatori, mediasi imune, demyelinating proses. Yang beberapa percaya bahwa
inilah yang mungkin mendorong virus secara genetik mudah diterima individu.
Diaktifkannya sel T merespon pada lingkungan, (ex: infeksi). T sel ini dalan
hubunganya dengan astrosit, merusak barier darah otak, karena itu memudahkan
masuknya mediator imun.
Faktor ini dikombinasikan dengan hancurnya digodendrosyt (sel yang
membuat mielin) hasil dari penurunan pembentukan mielin. Makrofage yang
dipilih dan penyebab lain yang menghancurkan sel. Proses penyakit terdiri dari
hilangnya mielin, menghilangnya dari oligodendrosyt, dan poliferasi astrosyt.
Perubahan ini menghasilkan karakteristik plak , atau sklerosis dengan plak yang
tersebar. Bermula pada sarung mielin pada neuron diotak dan spinal cord yang
terserang. Cepatnya penyakit ini menghancurkan mielin tetapi serat saraf tidak
dipengaruhi dan impulsif saraf akan tetap terhubung. Pada poin ini klien dapat
komplain (melaporkan) adanya fungsi yang merugikan (ex : kelemahan).
Bagaimanapaun mielin dapat beregenerasi dan hilangnya gejala
menghasilkan pengurangan. Sebagai peningkatan penyakit, mielin secara total
robek/rusak dan akson menjadi ruwet. Mielin ditempatkan kembali oleh jeringan
pada bekas luka, dengan bentuk yang sulit, plak sklerotik, tanpa mielin impuls
saraf menjadi lambat, dan dengan adanya kehancuranpada saraf, axone, impuls
secara total tertutup, sebagai hasil dari hilangnya fungsi secara permanen. Pada
banyak luka kronik, demylination dilanjutkan dengan penurunan fungsisaraf
secara progresif.

9
2.7  Pathway

Faktor predisposisi : virus, respon autoimun dan genetik

Edema dan degenerasi mielin

Diemialinisasi yang mengkerut menjadi plak

Lesi sclerosis multiple terjadi pada substansia SSP

Demielinasi

Terhentinya alur impuls saraf

Saraf optic dan Serebelum dan Serebrum Medula spinalis


khiasma batang otak

Gangguan Disfungsi serebral Lesi kortiko Gangguan


nistagmus spinalis sensorik
penglihatan kelemahan
spastio anggota
Hilangnya daya gerak
MK : Resiko tinggi ingat dan dimensia
Ataksia serebral
trauma gangguan otak

MK : Hambatan
MK : Kerusakan Mobilitas fisik
komunikasi verbal Disatria

MK : Perubahan
Perubahan Eforia : Kehilangan eliminasi
kemampuan kemampuan
merawat diri sendiri menyelesaikan masaah;
perubahan mengawasi
MK : Koping keluarga
keadaan yang kompleks
tidak efektif
dan berfikir abstrak;
MK : Defisit perawatan
diri
Perubahan proses
fikir, kerusakan
interaksi social,
koping tdk efektif

10
2.8  Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan neurologi (saraf) lengkap, meliputi pemeriksaan lengkap
mulai dari status mental, keseimbangan, kognitif, koordinasi gerak, tes
kelima panca indera, kekuatan tangan dan otot, serta refleks. Pemeriksaan
tersebut dapat memberi gambaran apakah telah terjadi kerusakan syaraf
dan terkadang dapat memberi petunjuk lokasi kerusakan, apakah
disusunan syaraf pusat/tepi atau selain otak dan syaraf tulang belakang.
2. Pemeriksaan darah untuk menyingkirkan penyakit autoimun lain, infeksi,
dll
3. MRI, merupakan pemeriksaan radiologi yang akan memberikan gambaran
lokasi MS pada otak dan syaraf tulang belakang, untuk menunjukkan
adanya plak-plak kecil dan bisa digunakan mengevaluasi perjalanan
penyakit dan efek dari pengobatan. Namun, hasil MRI yang normal tetap
tidak dapat menyingkirkan MS sehingga perlu dilakukan pemeriksaan
tambahan lain
4. Pemeriksaan cairan otak dan syaraf tulang belakang, yang diambil melalui
tulang belakang atau fungsi lumbal dan dilakukan dengan obat bius lokal,
hasilnya dapat menunjukkan adanya kelainan sistem imun atau antibodi,
dan juga untuk menyingkirkan adanya infeksi susunan saraf pusat yang
dapat menunjukkan gejala yang mirip.
5. Evoked potential, tes ini dilakukan dengan memberikan rangsangan
elektrik ataupun visual. Rangsangan visual dilakukan dengan melihat
semacam pola atau cahaya yang bergerak dan elektroda di tempatkan di
kepala. Sedangkan rangsangan elektrik dilakukan pada kedua tangan dan
kaki dengan elektroda pada tangan kaki. Elektroda ini akan mengukur
kecepatan rangsangan tersebut dihantarkan melalui sistem syaraf di tubuh
sehingga dapat menunjukkan jika hantaran sinyal syaraf di tubuh
melambat atau menandakan kerusakan syaraf.

11
2.9  Penatalaksaan
 Terapy simtomatik
1. Spasticity, spastisitas ringan dapat dikurangi dengan peregangan dan
program exercise seperti yoga, terapi fisik, atau terapi lainnya.
Medikasi diberikan ketika ada kekakuan, spasme, atau klonus saat
beraktivitas atau kondisi tidur. Baclofen, tizanidine, gabapentin,dan
benzodiazepine efektif sebagai agen antispastik.

2. Paroxysmal disorder. Pada berbagai kasus, penggunaan carbamazepin


memberikan respon yang baik pada spasme distonik. Nyeri
paroxysmal dapat diberikan antikonvulsan atau amitriptilin.

3. Bladder dysfunction. Urinalisis dan kultur harus dipertimbangkan dan


pemberianterapi infeksi jika dibutuhkan. Langkah pertama yang
dilakukan ada mendeteksi problemapakah kegagalan dalam
mengosongkan bladder atau menyimpan urin. Obat antikolinergik
Oxybutinin dan Tolterodin efektif untuk kegagalan dalam menyimpan
urin diluar adanya infeksi.

4. Bowel symptom. Konstipasi merupakan masalah umum pada


pasien MS dan harus diterapi sesegera mungkin untuk menghindari
komplikasi. Inkontinensia fekal cukup jarang. Namun bila ada,
penambahan serat dapat memperkeras tinja sehingga dapat membantu
spingter yang inkompeten dalam menahan pergerakan usus.
Penggunaan antikolinergik atau antidiare cukup efektif pada
inkontinensia dan diare yang terjadi bersamaan.

5. Sexual symptom. Masalah seksual yang muncul antara lain penurunan


libido, gangguan disfungsi ereksi, penurunan lubrikan, peningkatan
spastisitas, rasa sensasi panas dapat terjadi. Pada beberapa pasien
MS, gangguan disfungsi ereksi dapat diatasi dengan sildenafil.

6. Neurobehavior manifestation. Depresi terjadi lebih dari separuh dari


pasien dengan MS. Pasien dengan depresi ringan dan transien dapat
dilakukan terapi suportif. Pasien dengan depresi berat sebaiknya
diberikan Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs) yang
memiliki efek sedative yang lebih kecil disbanding antidepresan lain.
Amitriptilin dapat digunakan bagi pasien yang memiliki kesulitan
tidur atau memiliki sakit kepala.

7. Fatigue. Kelelahan dapat diatasi dengan istirahat cukup atau


penggunaan medikasi. Amantadine 100 mg dua kali perhari cukup
efektif. Modafinil, obat narcolepsy yang bekerja sebagai stimulant
SSP telah ditemukan memiliki efek yang bagus pada pasien MS.

12
 Terapy Relaps :
1. Kortikosteroid, ACTH, prednisone sebagai anti inflamasi dan dapat
meningkatkan konduksi saraf.
2. Imunosupresan : siklofosfamid (Cytoxan), imuran, interferon,
Azatioprin, betaseron.
3. Baklofen sebagai antispasmodic
 Disease Modifying Therapy : terapi yang diberikan untuk meminimalkan
timbulnya serangan
 Terapi fisik untuk mempertahankan tonus dan kekuatan otot

2.10  Terapi
1. Obat
Secara medis tidak ada yang menyembuhkan Multiple Sclerosis 100%.
Obat – obatan yang ada hanyalah menghambat interval serangan, sedikit
mengurangi tingkat keparahan serangan,memperlambat progreifitas atau
perburukan MS. Obat yang biasa I berikan dokter adalah obat yang dapat
mengurangi atau menghilangkan satu atau dua gejala saja. Misalnya, jika gejala
yang muncul adalah akit kepala maka dokter akan memberikan obat sakit kepala.
Ada obat yang tidak menyembuhkan namun berfungsi untuk memperlambat
kerusakan yaitu Interferon beta-1a atau kortikosteroid. Interferon bias disuntikan
1-3 kali seminggu secara teratur seumur hidup. Penggunaan interferon biasanya
menimbulkan gejala – gejala influenza, seperti sakit kepala, demam dan myalgia
(nyeri otot/sendi). Gejala mirip flu ini akan timbul 4-6 jam etelah injeksi dan
gejala ini akan menetap selama beberapa jam.efek samping yang lain adalah moon
face, wajah terlihat menjadi bulat seperti bulan ,gemuk)badan gemuk,insomnia
(sulit tidur),euporia(perasaan gembira berlebihan),dan perasaan tertekan (depresi
ringan).
2. Bed Rest
Penderita MS membutuhkan banyak istirahat terutama setelah mengalami
serangan baik serangan kecil maupun erangan hebat.lamanya istirahat tergantung
kondisi penderita,semakin hebat serangan yang di alami semakin lama waktu

13
istirahat yang diperlukan.istirahat ini bisa dilakukan di rumahsakit atau dirumah
sendiri.
        
3. Pengobatan Dengan Transplantasi Sel Induk
Ilmu kedokteran yang terus berkembang membawa harapan besar bagi
penderita MS.Berinduk pada pengalaman penderita MS Amerika yang telah
menjalani pengobatan dengan transplantasi sel induk dari sum –sum tulang
belakangnya sendiri (sebelum pengobatan tersebut kehidupan penderita dari
amerika terjebak dalam kursi roda lumpuh total setelah pengobatan meskipun
tidak 100% sembuh,ia akhirnya dapat menggunakan kakinya untuk berjalan).
Pengobatan dengan sel induk ini memang tidak menjajikan kesembuhan
100%,serta mengharuskan penderita MS rela merogoh sakunya dengan sangat
dalam,namun setidaknya pengobatan ini mungkin dapat menjadi harapan baru
bagi sebagian kecil penderita MS.

2.11 Komplikasi
1. Kesulitan menelan
2. Kesulitan berfikir
3. Osteoporosis
4. Infeksi saliran kemih

14
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1  Pengkajian
Pengkajian keperawatan menunjukan masalah yang actual dan potensial
berkaitan dengan penyakitnya, yang mencakup masalah neurologic, komplikasi
sekunder, dan pengaruh penyakit terhadap pasien dan keluarga.
Gerakan dan kemampuan berjalan pasien saat di observasi untuk
menentukan apakah ada bahaya jatuh. Pengkajian fungsi dilakukan baik ketika
pasien cukup istrahat dan ketika mengalami keletihan. Perlu dikaji adanya
kelemahan, spastisitas, kerusakan penglihatan, dan inkontensia.
Bidang pengkajian lainnya mencakup : Bagaimana MS mempengaruhi
gaya hidup pasien? Seberapa baik koping pasien?

3.2  Diagnosa keperawatan
1. Resiko Aspirasi
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, paresis, dan
spastisitas.
3. Resiko Cedera berhubungan dengan kerusakan sensori dan penglihatan.
4. Perubahan eliminasi berhubungan dengan lesi kortiko spinalis
5. Defisit perawatan diri (makan, minum, berpakaian, higiene) berhubungan
dengan perubahan kemampuan merawat diri sendiri, kelemahan fisik
spastis.

3.3  Intervensi
N
Diagnosa NOC NIC
o
1. Resiko aspirasi  Status respirasi : Frekuensi aspirasi
ventilasi  Monitor tingkat
Definisi : Resiko  Kontrol aspirasi kesadaran, refleks
masuknya sekresi batuk dan kemampuan
gastrointestinal, Kriteria hasil menelan
sekresi orofaring,  Klien dapat  Monitor status paru,
kotoran/debu, atau bernafas dengan pelihara jalan nafas
cairan ke dalam mudah, tidak  Lakukan suction jika
saluran

15
irama, frekuensi diperlukan
trakeobronkial bernafas normal  Cek nasogastrik
Faktor resiko  Pasien mampu sebelum makan
 Penurunan menelan,  Hindari makan kalau
refleks muntah mengunyah tanpa residu masih banyak
terjadi aspirasi,  Potong makanan
 Penurunan
dan mampu menjadi potongan-
refleks batuk
melakukan oral potongan kecil
 Gangguan
hygiene
menelan
 Jalan nafas paten,
 Pemberian makan
mudah bernafas,
melalui NGT
tidak merasa
 rahang kaku tercekik dan tidak
ada suara nafas
abnormal
2. Hambatan Joint Movement : Exercise therapy :
mobilitas fisik Active ambulation
  Mobility level    Monitoring vital sign
Definisi :   Self care : ADLs sebelum/sesudah latihan
Keterbatasan pada   Transfer dan lihat respon pasien
pergerakan fisik performance saat latihan
tubuh atau satu atau    Konsultasikan dengan
lebih Kriteria Hasil: terapi fisik tentang
ekstremitas secara   \Klien meningkat rencana ambulasi sesuai
mandiri dan terarah. dalam aktivitas dengan kebutuhan
fisik    Bantu klien untuk
Batasan    Mengerti tujuan dan menggunakan tongkat
Karakteristik : peningkatan saat berjalan dan cegah
 Penurunan waktu mobilitas terhadap cedera
reaksi  Memverbalisasikan    Ajarkan pasien atau
 Kesulitan perasaan dalam tenaga kesehatan lain
membolak-balik meningkatkan tentang teknik ambulasi
posisi kekuatan dan    Kaji kemampuan pasien
 Dispnea setelah kemampuan dalam mobilisasi
beraktivitas berpindah    Latih pasien dalam
 Perubahan cara  Memperagakan pemenuhan kebutuhan
berjalan penggunaan alat ADLs secara mandiri
  Keterbatasan  Bantu untuk sesuai kemampuan
kemampuan mobilisasi (walker)    Dampingi dan Bantu
melakukan pasien saat mobilisasi
keterampilan dan bantu penuhi
motorik kebutuhan ADLs
 Keterbatasan pasien.
rentang    Berikan alat bantu jika
pergerakan sendi klien memerlukan.
   Ajarkan pasien
Faktor Yang bagaimana merubah
Berhubungan : posisi dan berikan

16
 Intoleransi bantuan jika diperlukan.
aktivitas
 Gangguan
neuromuskular,
Nyeri, dll
       
3. Risk Kontrol Environment
Resiko Cidera Kriteria Hasil : Management
  Klien terbebas dari (Manajemen
Definisi : Beresiko cedera lingkungan)
mengalami cedera   Klien mampu    Sediakan Iingkungan
sebagai akibat menjelaskan yang aman untuk pasien
kondisi lingkungan cara/metode untuk    Identifikasi kebutuhan
yang berinteraksi mencegah keamanan pasien, sesuai
dengan sumber injury/cedera dengan kondisi fisik dan
adaptif dan sumber   Klien mampu fungsi kognitif pasien dan
defensif individu menjelaskan faktor riwayat penyakit
resiko dari terdahulu pasien
Faktor Resiko : lingkungan/perilaku    Menghindarkan
Eksternal personal lingkungan yang
   Biologis (mis,   Mampu berbahaya (misalnya
tingkat imunisasi memodifikasi gaya memindahkan perabotan)
komunitas, hidup untuk    Memasang side rail
mikroorganisme) mencegah injury tempat tidur
  Zat kimia (mis,   Menggunakan    Menyediakan tempat
racun, polutan, obat, fasilitas kesehatan tidur yang nyaman dan
agenens farmasi, yang ada bersih
alkohol, nikotin,   Mampu mengenali    Menempatkan saklar
pengawet, kosmetik, perubahan status lampu ditempat yang
pewarna) kesehatan mudah dijangkau pasien.
  Manusia (mis,    Membatasi pengunjung
agens nosokomial,    Menganjurkan keluarga
pola ketegangan, untuk menemani pasien.
atau faktor kognitif,    Mengontrol lingkungan
afektif, dan dari kebisingan
psikomotor)    Memindahkan barang-
  Cara pemindahan barang yang dapat
   Nutrisi (mis, membahayakan
desain, struktur, dan    Berikan penjelasan
pengaturan pada pasien dan keluarga
komunitas, atau pengunjung adanya
bangunan, dan/atau perubahan status
peralatan) kesehatan dan penyebab
penyakit.

4. Activity Intolerance Self-Care Assistance :


Defisit perawatan  Mobility : physical Toileting
diri eliminasi impaired   Pertimbangkan budaya

17
 Fatique level pasien ketika
Definisi : Hambatan  Anxiety self control mempromosikan aktivitas
kemampuan untuk  Ambulation perawatan diri
melakukan atau  Self care Deficit   Pertimbangkan usia
menyelesaikan Toileting pasien ketika
aktivitas  Self Care Deficit mempromosikan aktivitas
Eliminasi sendiri. Hygiene perawatan diri
 Urinary incontinence   Lepaskan pakaian yang
Batasan : functional penting untuk
Karaktersitik memungkinkan
 Ketidakmampuan Kriteri hasil : penghapusan
melakukan hygiene   Pengetahuan   Membantu pasien ke
eliminasi yang tepat perawatan Ostomy : toilet / commode / bedpan
 Ketidakmampuan tingkat pemahaman / fraktur pan / urinoir
menyiram toilet atau yang ditunjukkan pada selang waktu
korsi buang air tentang pemeliharaan tertentu
(commode) ostomi untuk   Pertimbangkan respon
 Ketidakmampuan eliminasi pasien terhadap
naik ketoilet atau   Perawatan diri : kurangnya privasi
commode ostomi : tindakan   Menyediakan privasi
 Ketidakmampuan pribadi untuk selama eliminasi
memanipulasi mempertahankan   Memfasilitasi
pakaian untuk ostomi untuk kebersihan toilet setelah
eliminasi eliminasi selesai eliminasi
 Ketidakmarnpuan   Perawatan diri :   Ganti pakaian pasien
berdiri dari toilet Aktivitas kehidupan setelah eliminasi
atau commode sehari-hari (ADL)   Menyiram toilet /
 Ketidakmampuan mampu untuk membersihkan
untuk duduk di toilet melakukan aktivitas penghapusan alat
atau commode perawatan fisik dan (commode, pispot)
pribadi secara mandiri   Memulai jadwal ke
Faktor Yang atau dengan alat bantu toilet, sesuai
Berhubungan   Memulai pasien / tepat
 Gangguan kognitif lain dalam toilet rutín
 Penurunan motivasi   Memulai mengelilingi
 Kendala lingkungan kamar mandi, sesuai dan
 Keletihan dibutuhkan
  Menyediakan alat bantu
(misalnya, kateter
eksternal atau urinal),
sesuai
         Memantau integritas
kulit pasien.

5. Defisit perawatan Activity Intolerance Self-Care Assistance:


diri mandi Mobility: physical
        Bathing / Hygiene
Impaired          Pertimbangkan
Definisi : hambatan        Self Care Deficit budaya pasien ketika

18
kemampuan untuk Hygiene mempromosikan aktivitas
melakukan atau Sensory perception,
        perawatan diri.
menyeIesaikan Auditory disturbed.          Pertimbangkan usia
mandi / aktivitas Kriterta hasil : pasien ketika
perawatan diri untuk          Perawatan diri : mempromosikan aktivitas
diri sendiri . Aktivitas kehidupan perawatan diri
sehari-hari (ADL)          Menentukan jumlah
Batasan mampu untuk dan jenis bantuan yang
karakterstik : melakukan aktivitas dibutuhkan
         Ketidakmampua perawatan fisik dan          Tempat handuk,
n untuk mengakses pribadi secara mandiri sabun, deodoran, alat
kamar mandi atau dengan alat bantu pencukur, dan aksesoris
         Ketidakmampua          Perawatan diri lainnya yang dibutuhkan
n mengeringkan Mandi : mampu untuk di samping tempat tidur
tubuh membersihkan tubuh atau di kamar mandi
         Ketidakmampua sendiri secara mandiri          Menyediakan artikel
n mengambil dengan atau tanpa alat pibadi yang diinginkan
perlengkapan mandi bantu (misalnya, deodoran,
         Ketidakmampua          Perawatan diri sekat gigi, sabun mandi,
n menjangkau hygiene : mampu sampo, lotion, dan produk
sumber air untuk aromaterapi)
         Ketidakmampua mempertahankan          Menyediakan
n mengatur air mandi kebersihan dan lingkungan yang
         Ketidakmampua penampilan yang rapi terapeutik dengan
n membasuh tubuh secara mandiri dengan memastikan hangat,
atau tanpa alat bantu santai, pengalaman
Faktor Yang          Perawatan diri pribadi, dan personal
Berhubungan : Hygiene oral : mampu          Memfasilitasi gigi
         Gangguan untuk merawat mulut pasien menyikat
kognitif dan gigi secara          Memfasilitasi diri
         Penurunan mandiri dengan atau mandi pasien, sesuai
motivasi tanpa alat bantu          Memantau
         Kendala          Mampu pembersihan kuku,
lingkungan mempertahankan menurut kemampuan
         Ketidakmampua mobilitas yang perawatan diri pasien
n merasakan bagian diperlukan untuk ke          Memantau integritas
tubuh kamar mandi dan kulit pasien
         Ketidakmampua menyediakan          Menjaga kebersihan
n merasakan perlengkapan mandi ritual
hubungan spasial          Membersihkan          Memfasilitasi
         Gangguan dan mengeringkan pemeliharaan rutin yang
muskoloskeletal tubuh biasa pasien tidur, isyarat
         Gangguan neuro          Mengungkapkan sebelum tidur, alat
muskular secara verbal peraga, dan benda-benda
         Nyeri kepuasan tentang asing (misalnya, untuk
         Gangguan kebersihan tubuh dan anak-anak, cerita,
persepsi hygiene oral selimut / mainan, goyang,
         Ansietas berat dot, atau favorit, untuk

19
orang dewasa, sebuah
buku untuk membaca atau
bantal dari rumah),
sebagaimana sesuai
         Mendorong orang tua
/ keluarga partisipasi,
dalam kebiasaan tidur
biasa

3.4 Evaluasi

Tujuan yang diharapkan :

1. Beradaptasi terhadap gangguan mobilisasi dan spastisitas


a) Berpartsipasi dalam latihan gaya berjalan dan program rehabilitasi
b) Mengembangkan program yang seimbang antara istirahat dan latihan
c) Menggunakan alat-alat bantu
2. Cidera dapat dihindari
a) Menggunakan petunjuk visual untuk mengompensasi penurunan sensasi
sentuhan atau posisi
b) Mengungkapan bantuan yang diperlukan
3. Mencapai atau dapat mempertahankan peningkatan kontrol berkemih dan
aspirasi
a) Memantau sendiri adanya retensi urine dan melakukan kateter intermiten
dengan sendiri bila diperlukan
b) Mengidentifikasi tanda dan gejala infeksui saluran kemih
c) Mempertahankan asupan cairan dan makanan yang berserat adekuat
4. Mengompensasi disfungsi kognitif
a) Menggunakan daftar untuk mengompensasi ingatan yang hilang
b) Mendiskusikan masalah dengan konselor atau orang yang dipercayakan
5. Mendemonstrasikan strategi koping yangdiperbaiki
a) Mempertahankan sensasi terhadap kontrol
b) Membuat rencana untuk mengubah gaya hidup
c) Mengungkapkan keinginan untuk melanjutkan saran dan tugas
perkembangan masa dewasa
6. Beradaptasi terhadap perubahan fungsi seksual
a) Mampu mendiskusikan masalah dengan pasangan hidup dan tenaga
profesional yang tepat
b) Mengidentifikasi alternatif pengertian terhadap seksialitas
1)

20
BAB IV
PENUTUP

4.1  Kesimpulan
Multiple Sklerosis merupakan  penyakit pada sistem Persyarafan  yang
ditandai dengan lemah, mati rasa, hilnganya fungsi pendengaran dan penglihatan
yang biasanya terjdi pada umur 18-40 tahun dan kapan saja. Multiple Sklerosis
timbul karena pola makan yang tidak teratur, pola diet, penggunaan obat,
konsumsi alkohol, merokok dan kurang beraktifitas. Klien perluh diberikan
pendidikan kesehatan tentang pencegahan,dan pengobatan agar dapat menjaga
kesehatannya.

4.2  Saran
Seorang perawat harus senantiasa menggunakan metode keperawatan
profesional dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien dengan Multiple
Sklerosis serta  memberikan pendidikan kesehatan untuk mencapai kondisi
kesehatan yang optimal.

21
DAFTAR PUSTAKA

Mc. Graw Hill. 2000. Keperawatan Medikal Bedah Basic Neurologi. Jakarta. PT:
Ghanesa
Mutaqin Arif. 2008. Asuhan keperawatan klien dangan gangguan system
persyarafan ed 6 vol.2. Salemba medical. Jakarta
Brunner & suddarth.2002. keperawatan medikal bedah  ed 8 vol.3 EGC. Jakarta
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:
MediAction.

22

Anda mungkin juga menyukai