Anda di halaman 1dari 3

Stop Diskriminasi ODHA di Tempat Kerja

dengan Upaya P2HA


Selasa, 3 Desember 2019 | 13:34 WIB

 
Komentar

 Lihat Foto
Shutterstock

Ilustrasi HIV/Aids, Hari Aids Sedunia

Penulis: Ellyvon Pranita

 | 
Editor: Shierine Wangsa Wibawa

KOMPAS.com - Menteri Kesehatan Periode 2012-2014, Dr Nafsiah Mboi, SpA MPH


mengatakan sangat penting bagi Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) untuk tidak
mendapatkan stigma dan diskriminasi di tempat kerja.

Hal itu diungkapkannya dalam acara "HIV/AIDS Stigma & Discrimination in the
Workplace:Time to Stop!" yang diadakan di Indonesian Medical Education and Research
Institute (IMERI) Universitas Indonesia, Jakarta, Senin (2/12/2019).

Nafsiah mengatakan, HIV/AIDS itu kebanyakan diderita mereka yang di usia produktif dan
reproduktif, dan itu di usia kerja, baik di lapangan dan di kantor, dan mereka ini rentan
mendapatkan cap atau stigma serta terdiskriminasi dari lingkungan kerjanya.

Oleh karena itu, Nafsiah mengingatkan bahwa perusahaan ataupun tempat kerja perlu
melaksanakan Upaya Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS (UP2HA).

Baca juga: ODHA Rentan Alami Gangguan Mental, Begini Agar Mereka Tak Depresi

"Upaya P2HA ini dapat dilakukan di tempat kerja, dengan tujuan menciptakan pekerja yang
sehat dan produktif meskipun ODHA, juga no stigma atau diskriminasi terhadap ODHA dan
siapa saja. Karena kadang bukan cuma ODHA yang didiskriminasi soalnya," ujarnya.

Berikut lima poin penting yang disampaikan Nafsiah dalam Upaya P2HA yang dapat
dilakukan di tempat kerja.

1. Penerapan kebijakan Permenaker 68/2004 dan juknis yang perlu diperbaharui, karena
dalam pasal 3 mengenai pekerja atau buruh dengan HIV/AIDS memiliki hak, untuk
mendapatkan layanan kesehatan kerja yang sama dengan pekerja atau buruh lainnya, sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

"Karena ya pengusaha itu wajib melakukan UP2HA di tempat kerja, juga memberikan
perlindungan kepada ODHA dari tindak dan perlakuan diskriminatif itu wajib kalau dari
kebijakannya dan itu memang seharusnya begitu, meskipun kerjanya di lapangan ataupun di
kantor, sama saja berlaku," jelasnya.

2. Action atau pelaksanaan upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS tersebut


sebaiknya merupakan kerjasama dengan berbagai pemangku kebijakan seperti pemerintah
daerah, dinas kesehatan dan juga puskesmas.

Baca juga: Pentingnya Konseling dengan Psikiater untuk Kesehatan Mental ODHA

3. Pendidikan yang berkesinambungan, yaitu dapat dilakukan secara internal (peer education)
atau pendidikan sebaya, atau melalui kerjasama masyarakat seperti CSR perusahaan dan
Gerakan Masyarat Sehat (Germas).
"Edukasinya bukanlah betapa bahayanya itu HIV/AIDS. Tapi lebih kepada mereka ( ODHA)
itu tidak sebegitu buruknya seperti rumor, atau hoaks-hoaks yang bertebaran itu. Jadi lebih
kepada menghilangkan stigma buruk terhadap ODHA dan menghilangkan juga diskriminasi
kepada mereka," ujarnya.

4. Layanan komprehensif berkesinambungan, yang dapat dilaksanakan melalui kerjasama


dengan LKB Puskesmas.

"Bisa diberikan edukasi penggunaan kondom meskipun suami-istri, kalau salah satu
pasangannya ada yang ODHA. Terus bisa dengan melakukan konseling pribadi atau
kelompok untuk mengurangi tingkat stres atau depresi menghadapi stigma dan diskriminasi
lingkungan, dan lain sebagainya," kata dia.

5. Monitoring dan evaluasi, baik secara internal perusahaan dan juga dengan eksternal yaitu
melalui puskesmas setempat mengenai data perkembangan atau informasi kesehatan ODHA
per triwulan.

SCROLL UNTUK LANJUT BACA

"Monitoring dan evaluasi ini sendiri akan membantu ODHA lebih percaya diri dan
mengetahui apa yang terjadi pada dirinya dan yang seharusnya ia lakukan, dan juga
perusahaan dapat melihat produktivitas pekerjanya yang mengalami ODHA itu," tuturnya.

Anda mungkin juga menyukai