Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Medis

1. Pengertian

Sinusitis adalah merupakan penyakit infeksi sinus yang disebabkan oleh

kuman atau virus. Sinusitis adalah suatu keradangan yang terjadi pada sinus.

Sinus sendiri adalah rongga udara yang terdapat di area wajah yang

terhubung dengan hidung

Sinusitis didenifisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Sinus

paranasal merupakan salah satu organ tubuh yang sulit dideskripsikan

karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu, umumnya disertai

atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis, bila mengenai

beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus

paranasal disebut pansinusitis (Mangunkusumo & Soetjipto dalam Soepardi

dkk, 2012).

Menurut Parag & Julian (2012), istilah rinosinusitis saat ini lebih akurat

di gunakan ketimbang rinitis atau sinusitis, rinosinusitis diartikan sebagai

peradangan hidung dan sinus paranasal yang ditandai oleh dua gejala atau

lebih, Penyakit yang timbul sampai 12 minggu di kelompokkan sebagai akut

dan bila lebih dari waktu itu dinamakan kronik, penyebab utamanya adalah

salesma (common cold) yang merupakan infeksi virus yang selanjutnya

diikuti oleh infeksi bakteri


Sinusitis sendiri dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu

a. Sinusitis akut : Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlangsung

selama 3 minggu.Macam-macam sinusitis akut : sinusitis maksila akut,

sinusitis emtmoidal akut, sinus frontal akut, dan sinus sphenoid akut.

b. Sinusitis kronis : Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung

selama 3-8 minggu tetapi dapat juga berlanjut sampai berbulan-bulan

bahkan bertahun-tahun.

2. Etiologi

Faktor-faktor resiko penyebab kekambuhan rinosinusitis Menurut Metson &

Mardon (2006), terdapat beberapa faktor resiko penyebab kekambuhan

rinosinusitis, antara lain :

a. Faktor alergi makanan

Meskipun relatif jarang, alergi makanan yang memicu rinosinusitis

ternyata cukup sering dijumpai. Petunjuk bahwa alergi semacam ini

mungkin ada adalah jika potsnasal drip menjadi keluhan utama. Jika

seseorang merasa tergangganggu oleh pengeluaran lendir seperti ini atau

berkumpulnya secara terus menerus dibelakang tenggerokan, terutama

ketika bangun tidur, berarti seseorang tersebut munkin memang mederita

alergi makanan tetapi tidak menyadarinya.

Penyebab alergi makanan masih belum diketahui secara pasti, namun

pada sebagian kasus efeknya lebih ringan. Gejala yang timbul secara

perlahan dan kurang mencolok, sampai ke tahap dimana orang tidak lagi

memperkirakan adanya hubungan antara makanan dan reaksi yang


ditimbulkannya. Contoh makanan yang sering menimbulkan alergi susu,

gandum, telur, udang, kepiting, ikan laut, kacang tanah, coklat, kiwi,

jeruk.

b. Faktor alkohol

Berbagai jenis minuman beralkohol jelas menjadi pantangan bagi

penderita sinusitis sebab sama halnya seperti kafein bisa menyebabkan

dehidrasi. Sedangkan cairan sangat dibutuhkan oleh tubuh agar lendir

bisa mengalir dan terbuang dari dalam saluran sinus. Tidak jarang orang

dengan sinusitis mengalami infeksi baru atau kekambuhan gejala dalam

waktu 24 jam setelah minum-minuman beralkohol. Masalahnya bukan

terletak pada alkohol itu sendiri, tetapi pada zat pencemar yang dikenal

sebagai congener, yaitu produk sampingan dari proses peragian atau

penuaan.

Congener menentukan rasa atau aroma minuman, tetapi sebagian

memiliki sifat histamin. Serupa apa yang terjadi dengan apa yang terjadi

pada reaksi alergi terhadap serbuk sari atau debu, orang yang peka

terhadap zat pencemar ini dapat menyebabkan dan mengalami membran

hidung, sinus membengkak, iritasi, mudah trinfeksi, penyumbatan

hidung, pengeluaran lendir (meler, ingusan), dan sakit kepala. Jenis

alkohol yang menyebabkan kekambuhan sinusitis yaitu biasanya seperti

minuman bir, anggur dan wine.


c. Rokok

Jumlah rokok ternyata berpengaruh terhadap kekambuhan rinitis

alergi hal ini di sebabkan karena semakin banyak jumlah rokok yang di

konsumsi semakin sering pula penderita terpapar asap rokok yang

mengandung zat-zat kimia yang diketahui sebagai salah satu faktor

pencetus kekambuhan rinitis alergi. Selain merusak paru-paru,

rinosinusitis terjadi oleh karena kerusakan mukosilier pada muksa sinus

paranasal, akibat dari hawa panas rokok saat terjadi penghisapan kedalam

hidung.

Setelah terjadi kerusakan oleh hawa panas dari rokok yang mengenai

silia-silia tersebut menjadi hilang, asap rokok mengganggu fungsi

rambut halus (silia) di saluran hidung dan sinus yang mengatur bekerja

menyapu keluar lendir dan kotoran. Jika silia tidak berfungsi dengan

baik, lendir dan bakteri akan menumpuk di sinus dan menyebabkan

infeksi, sakit kepala, bersin-bersin, pengeluaran lendir (meler/ingusan).

d. Tempat Kerja/linkungan

Insidensi sinusitis dan asma terus meningkat, meskipun penyebab

dari peningkatan ini masih belum jelas, teori menyatakan bahwa hal

tersebut disebabkan karena orang bekerja di bangunan dimana mereka

tidak dapat membuka jendela untuk membiarkan udara masuk, udara

interior dapat didaur ulang secara terus menerus. Akibatnya, udara

tersebut cenderung menjadi lebih kering. Jika bangunan tercemar oleh

polutan dalam ruang, misalnya : jamur kapang dan spora serat dari karpet
dan sofa, serta bahan kimia dalam insulasi dan mesin fotocopy, sistem

ventilasi berfungsi sebagai alat untuk mendaur ulang zat-zat pencemar

tesebut. Udara yang tercemar dapat mengiritasi lapisan dalam hidung,

sinus, mempermudah infeksi.

Reaksi ini dapat disebabkan respons alergik sejati dimana sisitem

kekebalan tubuh memicu pelepasan berbagai faktor peradangan.Keluhan

biasanya berupa napas berbau, ada ingus kental yang berwarna hijau, ada

kerak (krusta) hijau, ada gangguan penghidung (meler/ingusan), sakit

kepala dan hidung merasa tersumbat. Hal ini juga dapat terjadi akibat

peradangan langsung dimana suatau bahan kimia, miasalnya,

“membakar” atau mengiritasi selaput lendir di hidung.

e. Faktor pewangi

Parfum yang berbau menyengat atau kolanye adalah bahaya lain yang

bagi orang penderita sinustis karena dapat menyebabkan kekambuhan

dan ini disebut sebagai sick cubicle syndrom, ini biasanya terjadi jika

seseorang tersebut sering terpapar, mencium atau setelah memakai

wangi-wangian menyengat yang menyebabkan iritasi sehingga dapat

memicu terjadi kekambuhan rinosinusitis. Gejala yang sering timbul

yaitu sering mengalami bersin-bersin yang terus menerus, sakit kepala,

dan hidung gatal-gatal


Sedangkan menurut Irawati, Kasakeyan & Rusmono (2012), berdasarkan

jenis alergennya, penyebab rinosinusitis dapat digolongkan menjadi dua

kelompok, yakni penyebab spesifik dan non spesifik.

a. Penyebab Spesifik

Sebagian besar anggota kelompok ini merupakan alergen hirupan

(inhalan), dimana alergen inhalan merupakan alergen yang sering

ditemukan, biasanya terbagi ke dalam 2 jenis berdasarkan kemampuan

hidup dalam lingkungannya, yaitu perenial dan seasonal. a) Alergen

perenial Merupakan alergen yang ada sepanjang tahun dan sulit

dihindari. Contoh: Debu rumah, tungau debu rumah, serpihan kulit

binatang, jamur, kecoa

b. Penyebab Nonspesifik

Penyebab nonspesifik rinosinusitis diantaranya iklim, hormonal, psikis,

infeksi, dan iritasi. Perubahan iklim akan menyebabkan perubahan

lingkungan. Udara lembab, perubahan suhu, dan angin secara tidak

langsung berpengaruh terhadap penyebaran debu rumah dan serbuk sari

bunga, disamping memberi suasana yang baik untuk tumbuhnya berbagai

macam jamur.

3. Patofisiologi

Kesehatan rinosinusitis dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan

lancarnya klirens mukosiliar (mucocciliary clearance) di dalamKompleks

Osteo Meatal (KOM). Mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan

zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap


kuman yang masuk bersama udara pernapasan. Organ-organ yang

membentuk Kompleks Osteo Meatal (KOM) letaknya berdekatan dan bila

terjadi edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia

tdak dapata bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan

negatif di dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi,

mula-mula serous. Kondisi ini biasanya disebut sebagai rinosinusitis non

bacterial, dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan. Bila

kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus media baik untuk

tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi puluren. Keadaan ini

disebut sebagai rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan terpai

antibiotik.

Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada faktor predoposisi),

inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia, dan bakteri anaerob berkembang.

Mukosa makin membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus

berputar sampai akhirnya sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi

kronik aitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip atau kista. Pada

keadaan ini mengkin diperlukan tindakan operasi.


4. Patway

Alkohol, bakteri, jamur, rokok,


pewangi lingkungan, makan,
psikis

Masuk ke dalam tubuh

Infeksi pada saluran napas


atas
Merusak silia

Inflamasi

Inflamasi Edema, transudasi Peradangan pada


cairan sinus
Pelepasan mediator
kimia Merangsang
Mukosa pada sal uran
nosiseptor
napas
Protaglandin
Thalamus
Obstruksi jalan napas
Merangsang
hipotalamus Cortes serebri
Ketidakefektifan
Set point meningkat bersihan jalan napas Nyeri dipesepsikan

Reaksi menggigil Merangsang saraf Nyeri Akut


simpatis
Peningkatan suhu Perubahan sel
tubuh RAS teraktivasi penghasil silia dan
mucus
Hipertermi REM menurun
Akumulasi sekret

Perubhan status Klien terjaga


kesehatan Fungsi pengecapan
terganggu
Gangguan pola tidur
Koping inefektif Anoreksia

Kebutuhan nutrisi kurang


Ansietas
dri kebutuhan tubuh
5. Manifestasi Klinis

Keluhan utama rinosinusitis akut adalah hidung tersumbat disertai nyeri/

rasa tekanan pada muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke

tenggorok (post nasal drip). Dapat disertai gejala sistemik seperti demam

dan lesu. Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena

merupakan ciri khas sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di

tempat lain (referred pain). Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri

di antara atau di belakang ke dua bola mata menandakan sinisitis etmoid,

nyeri di dahi atau seluruh kepala menandakan sinusitis frontal,. Pada

sinusitis sfenoid, nyeri dirasakan di verteks, oksipital, belakang bola mata

dan daerah mastoid. Pada sinusitis maksila kadang-kadang ada nyeri alih ke

gigi dan telinga.

Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post nasal

drip yang menyebabkan batuk dan sesak pada anak. Keluhan sinusitis

kronik tidak khas sehingga sulit diagnosis. Kadang-kadang hanya 1 atau 2

dari gejala-gejala dibawah ini yaitu sakit kepala kronik, post nasal drip,

batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan

kronik muara tuba Eustachius, gangguan ke paru seperti bronkitis

(sinobronkitis), bronkiektasis dan yang panting adalah serangan asma yang

meningkat dan sulit diobati. Pada anak, mukopus yang tertelan dapat

menyebabkan gastroenteritis (Mangunkusumo & Soetjipto, 2012).

Keluhan biasanya berupa napas berbau, ada ingus kental yang berwarna

hijau, ada kerak (krusta) hijau, ada gangguan penghidung, sakit kepala dan
hidung merasa tersumbat. Pada pemeriksaan hidung didapatkan rongga

hidungsangat lapang, konka inferior dan media menjadi hiprotofi atau atrofi,

ada sekret parulen dan krusta yang berwarna hijau. Pemeriksaan penunjang

untuk membantu menegakkan diagnosis adalah pemeriksaan histopatologik

yang berasal dari biopsi konka media, pemeriksaan mikrobilogi dan uji

resistensi kuman dan tomografi komputer (CT scan) sinus paranasal

(Wardani & Mangunkusumo, 2012).

6. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan naso-

endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini.

Tanda khas ialah adanya pus meatus medius ( pada sinusitis maksila dan

etmoid anterior dan frontal). Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan

hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan dan kemerahan di daerah

kantus medius.

Pemeriksaan pembantu yang penting adalah foto polos atau CT scan.

Foto polos posisi Waters, PA dan lateral, umumnya hanya mampu menilai

kondisi sinus-sinus besar seperti sinus maksila dan frontal. Kelainan akan

terlihat perselubungan, batas udara-cairan ( air fluid level) atau penebalan

mukosa. CT scan sinus merupakan gold standard diagnosis rinosinusitis

karena mampu menilai anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam

hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya. Namaun karena

mahal hanya dikerjakan sebagai penunjang diagnosis rinosinusitis kronik


yang tidak membaik dengan pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan

operator saat melakukan operasi sinus.

Pada pemeriksaan siluminasi sinus yang sakit akan menjadi suram atau

gelap. Pemeriksaan ini sudah jarang digunakan karena sangat terbatas

kegunaannya. Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan

dengan mengambil sekret dari meatus medius/superior, untuk mendapat

antibiotik yang tepat guna. Lebih baik lagi bila diambil sekret yang keluar

dari fungsi sinus maksila. Sinuskopi dilakukan dengan fungsi menembus

dinding medial sinus maksila melalui meatus inferior, dengan alat endoskop

bisa dilihat kondisi sinus maksila yang sebenarnya, selanjutnya dapat

dilakukan irigasi sinus untuk terapi (Mangunkusumo & Soetjipto, 2012).

7. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Keperawatan

Penatalaksanaan keperawtan yang dapat dilakukan yaitu dengan control

lingkungan. Kontrol lingkungan ini sangat berperan pada rinosinusitis di

negara tropis seperti Indonesia adalah tungau debu rumah, serpihan kulit

binatang, dan alergen kecoa. Untuk tungau debu, menutupi matras dan

bantal dengan sarung yang dari bahan khusus dapat membantu

mengurangi paparan. Sprei harus dicuci setiap dua minggu sekali di air

panas (>55˚) untuk membunuh tungau yang mungkin ada. Usahakan

sesedikit mungkin menggunakan furnitur dengan bahan kain/kain

berbulu.
Sedangkan untuk alergen di luar rumah seperti serbuk sari, pasien

sebaiknya mengurangi aktivitas di luar rumah selama jumlah serbuk sari

yang menjadi alergen sedang tinggi. Apabila memiliki alergi terhadap

binatang tertentu, cara terbaik adalah dengan tidak memelihara binatang

tersebut dan menghindarinya secara total.

b. Penatalaksanaan Medik

Terapi Farmakologis untuk rinosinusitis saat ini termasuk antihistamin,

dekongestan, kortikosteroid, imunotheraphy dan tindakan pembedahan.

Untuk rinitis intermiten sedang-berat dan rinitis persisten ringan, terapi

yang disarankan adalah antihistamin oral atau intranasal, antihistamin

oral bersama dekongestan, kortikosteroid intranasal, dan

chromones.Rinitis persisten sedang-berat membutuhkan kortikosteroid

intranasal sebagai terapi lini pertama, dan tambahan kortikosteroid atau

dekongestan kerja cepat jika terjadi sumbatan. Jika gejala tidak

berkurang maka bisa ditambahkan antihistamin oral dan dekongestan dan

atau ipratropium.

1) Antihistamin

Antihistamin merupakan preparat farmakologik yang paling sering

dipakai sebagai lini pertama pengobatan rinitis alergi. Antihistamin

yang digunakan adalah antagonis H-1, yang bekerja secara inhibitor

kompetitif pada reseptor H-1 yang terdapat di ujung saraf dan epitel

kelenjar pada mukosa, sehingga efektif menghilangkan gejala rinore

dan bersin akibat dilepaskannya histamin pada rinitis alergi.


Antihistamin dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan antihistamin

generasi-1 (klasik) dan generasi-2 (non sedatif). Antihistamin

generasi1 terbukti secara klinis efektif mengurangi gejala bersin dan

rinore, tetapi mempunyai efek samping sedatif karena dapat

menembus sawar otak. Antihistamin generasi kedua seperti astemizol,

loratadin, setirizin, dan terfenadin dapat menutup kelemahan

antihistamin lama karena bersifat non-sedatif dan mempunyai masa

kerja yang panjang.

2) Dekongestan

Pada rinosinusitis, pengaruh berbagai mediator akan menyebabkan

vasodilatasi pembuluh darah yang menimbulkan buntu hidung.

Dekongestan merupakan obat yang bersifat agonis alfa adrenergik

yang dapat berikatan dengan reseptor alfa adrenergik yang ada di

dalam mukosa rongga hidung dan menyebabkan vasokonstriksi

pembuluh darah konka, akibatnya mengurangi buntu hidung.

Dekongestan dapat digunakan secara sistemik (oral), yakni efedrin,

fenil propanolamin, dan pseudo-efedrin atau secara topikal dalam

bentuk tetes hidung maupun semprot hidung yaitu fenileprin, efedrin,

dan semua derivat imidazolin. Penggunaan secara topikal ini lebih

cepat dibanding penggunaan sistemik.

3) Kortikosteroid

Kortikosteroid adalah obat anti inflamasi yang kuat dimana

penggunaan secara sistemik dapat dengan cepat mengatasi inflamasi


yang akut sehingga hanya untuk penggunaan jangka pendek yakni

pada gejala hidung buntu yang berat. Yang sering dipakai adalah

kortikosteroid topikal (beklometosa, budesonid, flusolid, flutikason,

mometasonfuroat dan triamsinolon).

4) Imunoterapi

Imunoterapi terdapat beberapa jenis, diantaranya desensitasi,

hiposensitasi & netralisasi. Desensitasi dan hiposensitasi membentuk

blocking antibody. Keduanya untuk alergi inhalan yang gejalanya

berat, berlangsung lama dan hasil pengobatan lain belum memuaskan.

5) Pembedahan

Tindakan konkotomi (pemotongan konka inferior) perlu dipikirkan

bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan

dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25 % atau triklor asetat

( Ilavarase, 2011).

8. Komplikasi

Komplikasi rinosinusitis telah menurun secara nyata setelah ditemukan

antibiotik. Komplikasi berat biasanya terjadi pada rinosinusitis akut atau

rinosinusitis kronis eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau

intrakranial. Kelainan orbita, disebabkan oleh sinus paranasal yang

berdekatan dengan mata (orbita). Yang paling sering adalah rinosinusitis

etmoid, kemudian rinosinusitis frontal dan maksila. Penyebaran infeksi

terjadi melalui tromboflebitis perkontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul


adalah edema palebra, selulitis orbita, abses subperiostal, abses orbita dan

selanjutnya dapat terjadi trombosis sinus kavernosus.

Kelainan intrakranial, dapat berupa manginitis, abses ekstradural atau

subdural, abses otak dan trombosis sinus kavernosus. Komplikasi dapat juga

tejadi pada rinosinuitis kronis, berupa :

a. Osteomielitis dan abses subperiostal, paling sering timbul akibat

rinosnusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-anak. Pada

osteomielitis rinosinusitis maksila dapat timbul fistula oroantral atau

fistula pada pipi.

b. Kelainan paru, seperti bronkitis kronik dan bronkiektatis. Adanya

kelainan rinosinusitis paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut

rinosinusitis bronkitis. Selain itu dapat juga menyebabkan kambuhnya

asma bronkial yang sukar dihilangkan sebelum sinusitisnya

disembuhkan.
B. Konsep Dasar Keperawatan

1. Pengkajian

a. Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan

b. Riwayat Penyakit sekarang : penderita mengeluah hidung

tersumbat,kepala pusing, badan terasa panas, bicara bendengung.

1) Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh nyeri kepala sinus,

tenggorokan.

2) Riwayat penyakit dahulu :

a) Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau

trauma

b) Pernah mempunyai riwayat penyakit THT

c) Pernah menderita sakit gigi geraham

d) Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota

keluarga yang lalu yang mungkin ada hubungannya dengan

penyakit klien sekarang.

c. Riwayat spikososial

1) Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih)

2) Interpersonal : hubungan dengan orang lain.

d. Pola fungsi kesehatan

1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Untuk mengurangi flu biasanya klien menkonsumsi obat tanpa

memperhatikan efek samping.


2) Pola nutrisi dan metabolisme

Biasanya nafsumakan klien berkurang karena terjadi gangguan pada

hidung

3) Pola istirahat dan tidur

Selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering

pilek

4) Pola Persepsi dan konsep diri

Klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan

konsepdiri menurun

5) Pola sensorik

Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek

terus menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).

e. Pemeriksaan fisik

1) Sirkulasi

Gejala : Riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit

vaskuler perifer, atau stasis vaskuler (peningkatan risiko pembentukan

thrombus)

2) Integritas Ego

Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apati. Factor-faktor stress

multiple, misalnya financial, hubungan, gaya hidup. Tanda : tidak

dapat beristirahat ketegangan/peka rangsang. Stimulasi simpatis.


3) Makanan/Cairan

Gejala : infusiensi pancreas/DM (predisposisi untuk

hipoglikemia/ketoasidosi), malnutrisi (termasuk obesitas). Membrane

mukosa yang kering (pembatasan pemasukan/periode puasa

praoperasi).

4) Pernapasan

Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.

5) Keamanan

Gejala : alergi atau sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan

larutan. Defisiensi imun (peningkatan risiko infeksi sistemik dan

penundaan penyembuhan). Munculnya kanker/terapi kanker terbaru.

Riwayat keluarga tentang hipertermia malignan/reaksi anestesi.

Riwayat penyakit hepatic (efek dari detokfikasi obat-obatan dan dapat

mengubah koagulasi). Riwayat transfusi darah/reaksi transfusi.

Tanda : munculnya proses infeksi yang melelahkan, demam.

6) Penyuluhan/Pembelajaran

Gejala : Penggunaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi,

kardiotonik glikosid, antidisritmia. Bronkodilator, diuretic,

dekongestan, analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer

dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional.

Penggunaan alcohol. (resiko akan kerusakan ginjal yang

mempengaruhi koagulasi dan pilihan anestesi dan juga potensial bagi

penarikan diri pascaoperasi).


2. Diagnosa Keperawatan

a. Ketidakegektifan bersihan jalan napas b/d penumpukan secret di jalan

napas

b. Nyeri akut b/d dekstruksi dinding hidung

c. Hipertermi b/d proses inflamasi

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d kurang nafsu

makan

e. Gangguan pola tidur b/d penurunan kwalitas tidur

f. Ansietas b/d perubahan status kesehatan

3. Intervensi

N Diagnosa NOC NIC

o
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1. Pastikan kebutuhan

bersihan jalan napas tindakan keperawatan oral/ trakeal

Faktor yang selama .. jam sucsioning

berhubungan : diharapkan jalan 2. Auskultasi suara

1. Spasme jalan napas napas paten dengan napas sebelumvdan

2. Mukuosa jalan napas criteria hasil : sesudah sucsioning

berlebihan 1. Mendemostrasika 3. Monitor status

3. Materi asing di jalan n batuk efektif oksigen

napas 2. Suara napas bersih 4. Posisikan pasien

4. Jalan napas alergik 3. Klien tidak untuk

5. Infeksi merasa tercekik memaksimalkan

6. Disfungsi 4. Irama napas pengembangan


neuromuscular normal rongga dada

5. Mampu 5. Berikan terapi

mengidentifikasik oksigen sesuai

an dan mencegah kebutuhan

factor yang dapat 6. Kolaboras pemberian

menghambat jalan bronkodilator

napas 7. Buka jalan napas,

gunakan tehnik chin

lift atau jaw trust


2. Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Lakukan pengkajian
Faktor yang tindakan keperawatan nyeri komprehensif
berhubungan : selama…….. pasien yang meliputi lokasi,
1. Agens cedera akan meperlihatkan karasteristik, dan
biologis (mis,  Pain level durasi nyeri
infeksi, iskemia,  Pain control 2. Minta pasien untuk
neoplasma)  Comfort level menilai nyeri
2. Agens cereda fisik Dengan kriteria atauketidaknyamana
(mis, abses, hasil : n pada skala 0-10.
amputasi, luka bakar, 1. Mampu 3. Observasi isyarat non
terpotong, mengontrol verbal
mengangkat berat, nyeri, (mampu ketidaknyamanan,
prosedur bedah, menggunakan khususnya pada
trauma, olahraga teknik mereka yang tidak
berlebihan) nonfarmakolog mampu
3. Agens cedera i untuk berkomunikasi
kimiawi (mis., luka mengurangi efektif
bakar, kapsaisin, nyeri, mencari 4. Berikan informasi
metilen klorida, bantuan) tentang nyeri, seperti
agens mustard) 2. Melaporkan penyebab nyeri,
bahwa nyeri berapa lama akan
berkurang berlangsung dan
dengan antisipasiketidaknya
menggunakan manan akibat
manajemen prosedur
nyeri 5. Observasi TTV
3. Mampu 6. Gali bersama pasien
mengenali faktor yang dapat
nyeri (skala menurunkan atau
nyeri, memperberat
intensitas, keadaannya
frekuensi dan 7. Ajarkan teknik non
tanda nyeri) farmakologis
4. Menyatakan (relaksasi napas
rasa nyaman dalam).
setelah nyeri 8. Kendalikan factor
berkurang lingkungan yang
5. Tanda vital dapat mempengaruhi
dalam rentang respon pasien
normal terhadap
6. Tidak ketidaknyamanan
mengalami 9. Kolaborasi dengan
gangguan tidur dokter anti analgetik
Batasan
karakterisitk :
Subjektif :
1. Melaporkan
nyeri secara
verbal dengan
isyarat
2. Melaporkan
nyeri
Objektif :
1. Posisi untuk
menahan/menghi
ndari nyeri
2. Gangguan tidur
3. Terfokus pada
diri sendiri
4. Respon autonom
(seperti
diaphoresis,
perubahan
tekanan darah,
perubahan nafas,
nadi dan dilatasi
pupil)
5. Perubahan
autonomic dalam
tonus otot
(mungkin dalam
rentang dari
lemah ke kaku)
6. Tingkahlaku
agresif (contoh :
gelisah,
merintih,
menangis,
waspada,
iritabel, napas
panjang/berkelu
h kesah)
3. Hipertermia Setelah dilakuan 1. Pantau status hidrasi

Faktor yang tindakan keperawatan 2. Obsrvasi tanda-tanda

berhubungan: .. jam diharapkan vital

1. Obat atau anastesi Termoregulasi : 3. Kaji ketepatan jenis

2. Ketidakmampuan keseimbangan antara pakaian yang dipakai

atau penurunan produksi panas, 4. Pantau suhu tubuh

kemampuan dalak peningkatan panas minimal tiap 2 jam

berkeringat dan kehilangan panas 5. Anjurkan asupan

3. Peningkkatan laju Dengan criteria cairan oral minimal 2

metabolism hasil : liter/hari

4. Penyakit atau trauma 1. Tidak ada 6. Kolaborasi pemberian

5. Aktivitas yang gangguan antipiretik

berlebihan dehidrasi

2. Tidak ada

gangguan

berkeringat saat

panas

3. Menunjukan

metode yang tepat

untuk mengukur

suhu

4. Melaporkan tanda

dan gejala dini


hipertermi
4. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan 1. Kaji adanya alergi

nutrisi kurang dari tindakan makanan

kebutuhan tubuh keperawtan .. jam 2. Kolaborasi dengan

Faktor yang diharapkan nutrisi ahli gizi untuk

berhubungan : terpenuhi dengan menentukan jumlah

1. Ketidakmampuan Kriteria Hasil : kalori dan nutrisi

untuk menelan  Adanya yang dibutuhkan

2. Penyakit kronis peningkatan pasien

3. Mual dan muntah berat badan 3. Anjurkan pasien

4. Kurang nafsu sesuai dengan untuk mengingkatkan

makan tujuan intake Fe

5. Kurang  Berat badan 4. Anjurkan pasien

pengetahuan dasar ideal sesuai untuk meningkatkan

mengenai nutirisi dengan tinggi protein dan vitamin C

6. Intoleransi makanan badan 5. Yakinkan diet yang

 Mampu dikonsumsi

mengidentifik mengandung tinggi

asi kebutuhan serat untuk mencegah

nutrisi konstipasi

 Tidak ada 6. Berikan makanan

tanda-tanda yang terpilih (sudah

malnutrisi dikonsultasikan

 Menunjukkan dengan ahli gizi)


peningkatan 7. Ajarkan pasien

fungsi bagaimana membuat

pengecapan catatan makanan

dari menelan harian

 Tidak terjadi 8. Monitor jumlah

penurunan nutrisi dan

berat badan kandungan kalori

yang berarti 9. Berikan informasi

tentang kebutuhan

nutrisi

10.Kaji kemampuan

pasien untuk

mendapatkan nutrisi

yang dibutuhkan
5. Gangguan pola tidur Setelah dilakukan 1. Kaji pola tidur klin

Faktor yang tindakan 2. Beri posisi yang

berhubungan : keperawatan… jam nyaman

1. Kelembapan perawatan ganggun 3. Ciptakan lingkungan

lingkungan pola tidur dapat yang nyaman

2. Suhu lingkungan teratasi dengan 4. Ajarkan mangement

3. Kurang kendali tidur kriteria hasil nyeri (teknik

4. Bising  Jumlah jam tidur relaksasi nafas

5. Gangguan(terapeutui dalam batas dalam)

k, pemantauan dan normal (6-8 jam) 5. Beri HE tentang


pemeriksaan  Pola tidur, pentingnya pola tidur

laboratorium kualitas dalam yang adekuat

batas normal

 Perasaan segar

dan fress sesudah

tidur/istirahat

Batasan

karakteristik :

Subjektif :

1. Ketidakpuasan

dengan tidur

2. Menyatakan

terbangun

3. Menyatakan

tidak istirahat

yang cukup

Objektif

1. Perubahan pola

tidur normal

2. Sering menguap

3. Lesu

4. Lingkar hitam

dibawah mata
6. Ansietas Setelah dialkukan 1. Kaji pennyebab
Faktor yang tindakan ansietas
berhubungan : keperawtan… jam 2. Libatkan keluarga
1. Ancaman kematian pasien akan untuk mendampingi
2. Ancaman pada status memperlihatkan : pasien
terkini  Pengendalian diri 3. Identifikasi tingkat
3. Hubungan terhadap kecemasan
keluarga/hereditas kecemasan 4. Jelaskan semua
4. Kebutuhan yang  Tindakan personal prosedur, termasuk
tidak dipenuhi untuk mengatasi sensasi yabg biasa
5. Konflik tentang stressor yang dirasakan selama
tujuan hidup membebenai prosedur
6. Krisis maturasi dan sumber-sumber 5. Bantu pasien
krisis situasi individu mengenal situasi
7. Pajanan pada toksin Dengan kriteria yang menimbulkan
8. Transmisi dan hasil : kecemasan
penularan 1. Klien mampu 6. Dorong pasien untuk
interpersonal mengidentifi kasi mengungkapkan
9. Ancaman atau dan perasaan, ketakutan,
perubahan pada stats mengungkapkan persepsi
pean (mis.,status gejala cemas 7. Sediakan iforamasi
ekonomi, 2. Mengidentifikasi, factual terkait
lingkungan, status mengungkapkan diagnosis, terapi dan
kesehatan, fungsi dan menunjukan prognosis
peran, status peran) teknik untuk 8. Caba tehnik
10. Stres mengontrol cemas imajinasi terbimbing
3. Vital sign dalam dan relaksai progresif
batas normal 9. Kolaborasi
4. Postur tubuh, pemberian obat anti
ekspresi wajah, cemas
bahasa tubuh dan
tingkat aktifitas
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan
Batasan
karakteristik
Perilaku
1. Gelisah
2. Gerakan ekstra
3. Insomnia
4. Kontak mata yang
buruk
Afektif
1. Berfokus pada
sendiri
2. Distres
3. Gelisah
4. Gugup
Fisiologi
1. Gemetar
2. Peningkatan
keringat
3. Peningkatan
ketegangan
4. Wajah tegang
Kognitif
1. Bloking pikiran
2. Cenderung
menyalahkan
orang lain
3. Gangguan
konsentrasi
4. Gangguan
perhatian
5. Konfusi
6. Lupa, melamun

C. Contoh Kasus

Dari artikel penelitian tersebut menunjukan bawha angka sinusitis di

Amerika Serikat, 1 dari 7 orang dewasa terkena sinusitis dengan lebih dari 30

juta penderita ditanggung setiap tahunnnya. Di sana, sinusitis sering terjadi

pada awal musim gugur hingga awal musim semi. Berdasarkan data National

Ambulatory Medical Care Survey (NAMCS), kira-kira 14% orang dewasa


dilaporkan memiliki episode sinusitis setiap tahunnya dan didiagnosis ke-5

terbanyak berdasarkan peresepan antibiotik, serta 0,4% didiagnosa rawat jalan.

Sedangkan di Indonesia penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25

dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat

jalan di rumah sakit. Dari beberapa penelitian sebelumnya menunjukan bahwa

penyebab sinusitis terbanyak adalah jenis kelamin perempuan disbanding laki-

laki, kelompok umur tertentu (21-30 tahun), infeksi, alergi, iklim, factor

lingkunga dan ketidakseimbangan pada sistim saraf otonom yang menimbulkan

perubahan-perubahan pada mukosa sinus. Keluhan utama pasien berupa hidung

tersumbat dan disertai dengan nyeri tekan pada pipi dan ingus purulen, bisa

diertai dengan gejala sistemik seperti demam. Pada sinusitis maksilaris kronis

terdapat rasa penuh pada pipi dan nyeri ketok pada gigi. Dan gejala lainnya

adalah sakit kepala, hipomia/anosmia, dan halitosis.

Sedangkan pada penelitian ini yang dilakukan di Poliklinik THT Rumah

Sakit TK II Putri Hijau Kesdam I/ Bukit Barisan Medan Periode 1 Januari

sampai 31 Desember 2016, menunjukan bahwa usia yang paling banyak

mengalami sinusitis maksilaris kronis adalah yang berusia 26-35 tahun dengan

dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki, dengan

etiologi rhinogen (tersumbatnya kompleks osteo meatal) dan dentogen (dimana

anatomi sinus maksilaris yang sedemikian rupa sehingga menyebabkan mudah

terinfeksi). Keluhan utama pasien sekret mukopurulen yang berbau busuk

hidung tersumbat, nyeri tekan pada pipi, bisa disertai gejala sistemik seperti

demam dan nyeri ketok gigi.


Penatalaksanaan sinusitis maksilaris kronis dengan farmakologi lebih

dahulu dilakukan karena sesuai dengan Perhimpunan Dokter Spesialis THT-

KL Indonesia ( Guideline THT di Indonesia) dimana penatalaksanaan sinusitis

maksilaris kronis dengan farmakologi diberikan selama 7 hari ( dengan

pemberian antibiotik dan terapi tambahan) dan jika ada perubahan maka

pemberian antibiotik dapat diteruskan selama 7-14 hari, namun jika masih

tidak ada perbaikan maka harus dievaluasi faktor penyebab yang mendasari

terrjadinya sinusitis maksilaris kronis tersebut, bisa juga dilakukan tindakan

operasi.

Anda mungkin juga menyukai