Anda di halaman 1dari 34

COVERNYA MANA???

KOK
LANGSUNG BAB 1??? SEKALIAN 1
BUAT DAFTAR ISI, DAFTAR TABEL,
DAFTAR BAGAN/ SKEMA, KATA HALAMAN UNTUK AWAL BAB
PENGANTAR, DAFTAR PUSTAKA. DI TENGAH BAWAH
BAB I
JADI SEKALIAN SAYA KOREKSI
Point A PENDAHULUAN
seharusnya Enter sekali lagi
berada pada A. Latar Belakang
garis merah,
jangan menjorok Penyakit kusta masih menjadi masalah kesehatan di beberapa wilayah
kmelewati garis
Indonesia dan beberapa negara lain di dunia. Penyakit kusta sangat
merah, harus
sejajar dengan ditakuti oleh masyarakat, keluarga, termasuk petugas kesehatan sendiri,
titik awal ruler. karena deformitas atau cacat tubuh. Namun, pada tahap awal kusta, gejala
Hal ini
yang timbul hanya berupa perubahan warna kulit seperti hipopigmentasi
mempengaruhi
yang lainnya (warna kulit menjadi lebih terang), hiperpigmentasi (warna kulit menjadi
sampai bawah. lebih gelap), dan eritomatosa (kemerahan pada kulit). Kusta merupakan
Tolong perbaiki
penyakit kronik dan penyebabnya ialah mycobacterium leprae yang
bersifat intraseluler obligat.

Permasalahan penyakit kusta bila dikaji lagi secara mendalam merupakan


masalah yang kompleks. Masalah yang dihadapi penderita bukan hanya
medis saja tetapi juga menyangkut masalah psikososial. Dampak
psikososial yang disebabkan oleh penyakit kusta sangat luas sehingga
menimbulkan keresahan bukan hanya bagi penderita sendiri tetapi juga
bagi keluarga, masyarakat dan negara. Masyarakat beranggapan bahwa
penyakit kusta merupakan penyakit keturunan dan bahkan menganggap
penyakit tersebut kutukan dari Tuhan. (Rahayu, 2011).

Kusta bukan penyakit keturunan masalah epidemiologi masih belum


terpecahkan, cara penularan belum diketahui secara pasti hanya
berdasarkan anggapan klasik yaitu melalui kontak lansung antar kulit
dengan kulit yang lama dan erat. Anggapan kedua adalah secara inhalasi,
sebab Mycrobacterium leprae masih dapat hidup beberapa hari dalam
droplet. Masa tunasnya sangat bervariasi antara 40 hari sampai 40 tahun,
rata-rata 3-5 tahun. Gancar (2009) menyebutkan bahwa Mycrobacterium
leprae mampu hidup diluar tubuh manusia dan dapat ditemukan pada
tanah atau debu disekitar lingkungan rumah penderita.

STIKes Faletehan
2

Upaya pengendalian penyakit kusta di dunia menetapkan tahun 2000


sebagai tonggak pencapaian eliminasi. Indonesia berhasil mencapai target
ini pada tahun yang sama. Sebagai upaya global, WHO yang didukung
The International Federation Of Anti-Leprosy Association (ILEP)
mengeluarkan Enchanced Global Strategy For Further Reducing The
Disease Burden Due Tu Leprosy (2011-2015). Berpedoman pada panduan
WHO dan Rencana Strategi Kementrian Kesehatan untuk tahun 2010-
2014 maka disusun kebijakan nasional pengendalian kusta di Indonesia
(Pedoman Nasional Pemberantasan Penyakit Kusta, 2012).

Penyakit kusta pada umumnya sering dijumpai di negara-negara yang


sedang berkembang sebagai akibat keterbatasan kemampuan negara dalam
pemberian pelayanan kesehatan yang baik dan memadai kepada
masyarakat. Saat ini jumlah penderita kusta di dunia sebanyak 641.091
orang. Indonesia masih menjadi penyumbang kasus baru kusta peringkat 3
di dunia setelah India dan Brazil. Menurut hasil riset Kemenkes RI tahun
2012, menyebutkan bahwa di Indonesia terdapat 17.012 kasus baru dan
1.822 atau 10,71 % diantaranya sudah ditemukan dalam keadaan cacat
tingkat 2 (cacat yang tampak) dan 1.904 kasus (11,2%) adalah anak-anak.
Keadaan ini menunjukan penularan penyakit kusta masih ada di
masyarakat dan keterlambatan penemuan kasus masih terjadi. Sedangkan
angka penemuan terbaru menurut Ditjen PPPL Kemenkes RI tahun 2013
penyakit kusta posisi tahun 2011 sebesar 8,3 per 100.000 penduduk. Dari
33 provinsi sebanyak 14 provinsi (42,4%) termasuk dalam beban kusta
tinggi dan 19 provinsi lainnya (57,6%) termasuk dalam beban kusta
rendah. Provinsi banten termasuk provinsi dengan beban kusta rendah
yaitu sebesar 4,58% per 100.000 penduduk. Jumlah penderita kusta pada
tahun 2012 di Kabupaten Lebak mencapai 55 orang. (Profil Kesehatan se-
Provinsi Banten, 2012).

Melihat uraian diatas, maka diperlukan sebuah edukasi yang dilakukan


dengan cara memberikan pendidikan kesehatan terhadap masyarakat agar
masyarakat memahami dan mengerti tentang kusta, mengetahui tanda dan

STIKes Faletehan
3

gejala, mengetahui cara pencegahan, tidak lagi mengucilkan penderita dan


keluarga, serta bisa menerima penderita dan keluarga dilingkungan
masyarakat.

Dengan adanya data tersebut penulis bermaksud melakukan penelitian


mengenai Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan
masyarakat tentang kusta di desa maja kabupaten lebak wilayah kerja
puskesmas DTP Maja.
Enter sekali lagi
B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, banyak masyarakat yang belum mengetahui


tanda dan gejala atau pengetahuan mengenai penyakit kusta. Oleh karena
itu peneliti ingin menggali lebih dalam, adakah Pengaruh pendidikan
kesehatan terhadap pengetahuan masyarakat tentang kusta di desa maja
kabupaten lebak wilayah kerja puskesmas DTP Maja.
Enter sekali lagi
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap
pengetahuan masyarakat tentang kusta di desa maja kabupaten lebak
wilayah kerja puskesmas DTP Maja.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan masyarakat tentang
kusta sebelum dilakukan intervensi di desa maja kabupaten
lebak wilayah kerja puskesmas DTP Maja.
POINT A, B, C RATA DENGAN
KATA TUJUAN KHUSUS,
SATU GARIS b. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan masyarakat tentang
kusta sesudah dilakukan intervensi di desa maja kabupaten
lebak wilayah kerja puskesmas DTP Maja.

STIKes Faletehan
4

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Tempat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat meningkatkan Pengaruh pendidikan


kesehatan terhadap pengetahuan masyarakat tentang kusta di desa maja
kabupaten lebak wilayah kerja puskesmas DTP Maja.
2. Bagi Institusi Pendidikan STIKes Faletehan
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi peneliti.
Sebagai dokumentasi hasil penelitian sehingga dapat dijadikan
perbandingan dengan peneliti yang akan datang.
3. Bagi Peneliti
Mendapatkan pengalaman dan pengetahuan dalam melakukan
penelitian serta dalam mencari permasalahan, pengolahan data, dan
juga menganalisa data.
Enter sekali lagi
E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan oleh Donny Irawan untuk mengetahui Pengaruh


pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan masyarakat tentang kusta.
Penelitian dimulai bulan Januari 2015 di desa maja kabupaten lebak
wilayah kerja puskesmas DTP Maja. Desain penelitian ini quasi
eksperimen dengan metode One Group Pretest Postest, dimana
memungkinkan peneliti mengukur pengaruh pendidikan kesehatan
(intervensi) pada kelompok quasi eksperimen dengan cara
membandingkan kelompok tersebut sebelum dan sesudah dilakukan
intervensi pengambilan data dengan mengunakan kuesioner.

STIKes Faletehan
5
HALAMAN UNTUK AWAL BAB
DI TENGAH BAWAH
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Enter sekali lagi
A. Penyakit Kusta

1. Definisi
Penyakit kusta adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh
Mycrobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat, artinya
bakteri tersebut harus berada di dalam sel makhluk hidup untuk dapat
berkembang biak. Kusta merupakan penyakit yang ditakuti karena
dapat menyebabkan luka yang sukar sembuh, perubahan bentuk
anggota gerak dan wajah serta kerusakan saraf dan otot (Sandjaja,
2014). Program penyakit kusta yaitu tentang pemberantasan dan
pencegahan terhadap penyakit kusta adalah salah satu bentuk kegiatan
di Puskesmas untuk membantu kinerja dinas kesehatan dalam
mencapai target eliminasi penyakit kusta dan meningkatkan
pengetahuan kesehatan bagi masyarakat.

Tanda-tanda seseorang menderita penyakit kusta diantaranya, kulit


mengalami bercak putih seperti panu pada awalnya sedikit, tetapi
semakin lama semakin lebar dan banyak, adanya bintil-bintil merah
yang tersebar pada kulit , ada bagian tubuh yang tidak berkeringat, rasa
kesemutan pada badan atau pada bagian raut muka, muka berbenjol-
benjol dan tegang yang disebut facies leomina (muka singa), dan mati
rasa karena kerusakan saraf tepi, gejalanya memang tidak selalu
tampak. Justru sebaiknya waspada jika ada keluarga yang menderita
luka yang lama dan tak kunjung sembuh dan luka yang ditekan tidak
terasa sakit. Gejala-gejala umum pada kusta, reaksi panas dari derajat
rendah sampai menggigil, noreksia, nausea, kadang-kadang disertai
vomitus, chepalgia, kadang disertai iritasi, orchitis, pleuritis, nepritis
dan hepatospleenmegali, neuritis ( Kemenkes RI, 2011 ).

Kurangnya pengetahuan, serta kepercayaan yang keliru terhadap kusta


mengakibatkan dampak yang ditimbulkan terhadap penderita kusta

STIKes Faletehan
6

merasa rendah diri, merasa tekanan batin, takut terhadap penyakit,


terjadinya kecacatan, takut menghadapi keluarga dan masyarakat
karena sikap penerimaan mereka yang kurang wajar, segan berobat
karena malu, apatis. Terhadap keluarga adalah keluarga menjadi panik,
berusaha mencari pertolongan termasuk dukun dan pengobatan
tradisional, keluarga merasa takut diasingkan oleh masyarakat
disekitarnya, berusaha menyembunyikan penderita dari keluarga
karena takut tertular. Terhadap masyarakat adalah pada umumnya
masyarakat mengenal penyakit kusta dari tradisi kebudayaan dan
agama, sehingga pendapat tentang kusta merupakan penyakit yang
sangat menular dan tidak dapat diobati, penyakit keturunan, kutukan
Tuhan najis dan menyebabkan kecacatan. Sebagai akibat kurangnya
informasi atau pengetahuan tentang kusta maka penderita sulit untuk
diterima ditengah-tengah masyarakat, masyarakat menjauhi keluarga
dan penderita, serta takut dan menyingkirkannya.

2. Etiologi
Penyakit kusta disebabkan oleh Mycobacterium Leprae yang
merupakan bakteri yang berbentuk batang dan tahan asam. Bakteri ini
perlu sel inang untuk berkembang biak berukuran 0,3 hingga 1
mikrometer dan panjang 1 hingga 8 mikrometer. Bakteri ini di
temukan pada manusia, binatang amadilo dan pada tempat-tempat
tertentu seperti pada tumbuhan Sphagnum moss. (A.Sandjaja, 2014).

3. Epidemiologi
Sumber infeksi kusta adalah penderita dengan banyak basil yaitu tipe
Multibasiler (MB). Cara penularan belum diketahui secara pasti, hanya
berdasarkan anggapan yang klasik ialah melalui kontak langsung yang
lama dan erat antara kulit. Anggapan kedua adalah secara inhalasi
sebab M Leprae masih bisa hidup dalam beberapa hari dalam droplet.
Masa tunas kusta bervariasi, 40 hari sampai 40 tahun. Kusta
menyerang semua umur, anak-anak sampai dewasa. Faktor sosial
ekonomi memegang peran, makin rendah sosial ekonomi makin subur

STIKes Faletehan
7

penyakit kusta, sebaliknya sosial ekonomi tinggi membantu


penyembuhan. Sehubungan dengan iklim, kusta tersebar di berbagai
daerah tropis yang panas dan lembab terutama di Asia, Afrika dan
Amerika Latin. Jumlah kasus terbanyak di India, Brazil, Bangladesh
dan Indonesia.

4. Klasifikasi
WHO (1982) yang kemudian disempurnakan pada tahun 1997 dalam
mengklasifikasikan penderita kusta hanya dibagi dalam 2 tipe yaitu:
Paucibacillary (PB) dan Multibacillary (MB). Dasar klasifikasi ini
adalah negatif dan positifnya basil tahan asam (BT) dalam skin
smear.

Pedoman tema untuk menentukan klasifikasi / tipe penyakit kusta


menurut WHO adalah sebagai berikut :

Tanda Paucibacillary Basiler Multibacillary Baciler

Gejala (PB) (MB)

1. Lesi kulit (macula yang  1-5 Lesi  >5 Lesi


datar, papul yang  Hipopegmentasi/  Distribusi lebih
meninggi,infiltrat,plak aritema. simetris.
eritem,nodus)  Distribusi tidak
2. Kerusakan saraf simetris
(menyebabkan hilangnya  Hilangnya sensasi
sensasi/kelemahan otot yang jelas.
yang dipersarapi oleh  Hanya satu cabang  Hilangnya sensasi
sarap yang terkena) saraf. yang kurang jelas.
 Banyak cabang
saraf.

Sumber : Direktorat jendral pengendalian penyakit dan penyehatan


lingkungan, 2005.

STIKes Faletehan
8

5. Dampak penyakit Kusta


Microbacterium Leprae menyerang saraf tepi tubuh manusia.
Terjadinya cacat pada kusta disebabkan oleh kerusakan fungsi saraf
tepi, baik karena kuman kusta maupun karena terjadinya peradangan
POINT A DAN HURUF K
PADA KATA KERUSAKAN (neuritis)sewaktu keadaan reaksi lepra. Enter sekali lagi
TERLALU MENJOROK KE a. Tingkat Cacat pada penderita Kusta
DALAM TIDAK SEJAJAR
Kerusakan saraf pada penderita kusta meliputi :
GARIS MERAH
1) Kerusakan fungsi sensorik.
Kelainan fungsi sensorik ini menyebabkan terjadinya kurang
atau mati rasa (anastesi). Akbat kurang atau mati rasa pada
telapak tangan dan kaki dapat terjadi luka. Sedangkan pada
kornea mata akan mengakibatkan kuarng atau hilangnya reflek
kedip sehingga mata mudah kemasukan kotoran dan benda-
benda asing yang akan menyebabkan infeksi mata serta
mengakibatkan kebutaan.
2) Keruskan fungsi motorik
Kekutan otot tangan dan kaki dapat menjadi lemah atau
lumpuh dan lama-lama otot akan mengecil (atrofi) karena tidak
digunakan. Jari-jari tangan dan kaki menjadi bengkok (clow
hand / clow toes) dan ahirnya dapat terjadi kekakuan pada
sendi. Bila terjadi kelemahan atau kekakuan pada mata,
mengakibatkan kelopak mata tidak dapat dirapatkan.
3) Kerusakan fungsi otonom
Terjadinya gangguan kelenjar keringat, kelenjar minyak dan
gangguan kelenjar sirkulasi darah sehingga kulit menjadi
kering, menebal, mengeras dan akhirnya dapat pecah-pecah.
Pada umumnya apabila terjadi kerusakan fungsi saraf tidak
ditangani secara tepat dan cepat maka akan terjadi cacat ke
tingkat yang lebih berat. Tujuan pencegahan cacat adalah
jangan sampai ada cacat yang timbul atau bertambah berat.
Tingkat Kecacatan Penderita Kusta Enter sekali lagi

Tingkat Kecacatan Mata Tangan/Kaki

STIKes Faletehan
9

0 Tidak ada kelainan pada Tidak ada anastesi


mata, penglihatan masih Tidak ada cacat yang terlihat
normal. akibat kusta

1 Ada kelainan pada mata, Ada anastesi tetapi tidak ada


penglihatan kuarang cacat yang kelihatan
terang (masih bias
menghitung jari pada jarak
6 meter)

2 Penglihatan kurang jelas Ada cacat atau kerusakan yang


(tidak dapat menghitung terlihat.
jari pada jarak 6 meter)

Sumber : Direktorat jendral pengendalian penyakit dan


penyehatan lingkungan, 2005

Keterangan :
Kata keterangan seharusnya 1. Cacat tingkat 0 berarti tidak ada cacat.
sejajar garis dengan point 2. Cacat tingkat 1 adalah cacat yang disebabkan oleh kerusakan
1,2,3 saraf sensorik yang tidak terlihat seperti kehilangan rasa raba
pada telapak tangan dan telapak kaki. Cacat tingkat 1 pada
telapak kaki beresiko terjadinya ulkus plantaris.
3. Cacat tingkat 2 berarti cacat atau kerusakan yang terlihat.

b. Upaya pencegahan cacat pada penderita kusta


Huruf K pada kata Komponen pencegahan cacat terdiri dari:
komponen terlalu
1) Penemuan dini penderita sebelum cacat.
menjorok ke dalam, tidak
berada pada satu garis 2) Pengobatan penderita dengan Multi Drug Therapy (MDT).
lurus 3) Deteksi dini adanya reaksi kusta dengan cara pemeriksaan
fungsi saraf secara rutin.
4) Penanganan reaksi.
5) Penyuluhan.
6) Perawatan diri.
7) Penggunaan alat bantu.
8) Rehabilitasi medis (operasi rekontrusksi)
Penderita harus mengerti bahwa pengobatan MDT dapat
membunuh kuman kusta. Tetapi cacat pada mata, tangan dan kaki

STIKes Faletehan
10

yang terlanjur cacat akan tetap permanen sehingga harus


dilakukan perawatan diri dengan rajin agar cacatnya tidak
bertambah berat.

c. Batasan cacat pada penderita kusta.


Menurut WHO dalam srinvasan (2004, batasan kusta adalah :
1) Impairment, kehilangan atau abnormalitas struktur dan fungsi
yang bersifat fisikologik atau anatomi.
2) Disability, keterbatasan empairment untuk melakukan kegiatan
dalam batas-batas kehidupan yang normal bagi manusia.

3) Handicap, kemunduran pada individu yang membatasi atau


menghalangi penyelesain tugas normal yang bergantung pada
umur, jenis kelamin, dan faktor sosial budaya.

d. Jenis Cacat pada penderita kusta


Cacat yang timbul akibat penyakit kusta dapat dikelompokkan
menjadi 2 (dua), yaitu :
1) Cacat Primer.
Pada kelompok ini cacat disebabkan langsung oleh aktifitas
penyakit, terutama kerusakan akibat respon jaringan terhadap
Microbacterium Leprae.
2) Cacat Sekunder.

Terjadi akibat cacat primer, terutama kerusakan akibat saraf


sensorik, motorik dan otonom. Contoh yaitu ulkus jaringan
tangan atau jari putus.

6. Patofisiologi Kusta

Beberapa hipotesis telah dikemukakan seperti adanya kontak dekat dan


penularan lewat udara. Terdapat bukti bahwa tidak semua orang yang
terinfeksi oleh kuman Microbacterium Leprae menderita kusta, iklim
cuaca (panas dan lembab), diet, status gizi, sosial ekonomi dan genetik
juga ikut berperan setelah dilakukan penelitian dan pengamatan pada

STIKes Faletehan
11

keluaraga atau lingkungan masyarakat. Belum diketahui pula mengapa


bisa terjadi tipe kusta yang berbeda pada setiap individu.

Penyakit kusta dipercaya bahwa penyebarannya disebabkan oleh


kontak langsung antara orang yang terinfeksi dengan orang yang sehat.
Dalam sebuah penelitian terhadap insiden, tingkat infeksi untuk kontak
lepra lepramatosa beragam dari 6,2 per 1000 pertahun di cebu, pilipina
hingga 55,8 per 1000 per tahun di India Selatan.

Dua pintu keluar Microbacterium leprae dari tubuh manusia


diperkirakan adalah dari kulit dan mukosa hidung. Telah dibuktikan
bahwa kasus lepramatosa menunjukan adanya sejumlah organisme di
dermis kulit. Belum dapat dibuktikan bahwa organisme tersebut dapat
berpindah ke permukaan kulit. Walaupun telah ditemukan bakteri
tahan asam di epidermis, Weddel, et, al. Melaporkan bahwa mereka
tidak menemukan bakteri tahan asam di epidermis. Dalam penelitian
terbaru Job Etal menemukan adanya sejumlah Microbacterium leprae
yang besar di lapisan keratin superficial kulit dipenderita kusta
lepromatosa.Hal ini membentuk sebuah dugaan bahwa organisme
tersebut dapat keluar melalui kelenjar keringat.

Pentingnya mukosa hidung dalam penularan Microbacterium leprae


telah ditemukan oleh Schaffer pada tahun 1898. Jumlah bakteri dari
lesi mukosa hidung pada kusta lepromatosa, menurut Shepard antara
10.000 sampai 10.000.000 bakteri. Pedle y melaporkan bahwa
sebagian besar pasien lepromatosa memperlihatkan adanya bakteri di
sekret hidung penderita. Devey dan rees mengindikasi bahwa sekret
hidung pasien lepramatosa dapat memproduksi 10.000.000 organisme
per hari.

Pintu masuk dari Microbacterium lepra ke tubuh manusia masih


menjadi tanda Tanya. Saat ini masih diperkirakan kulit dan pernafasan
atas menjadi gerbang masuknya bakteri. Masa inkubasi kusta belum
dapat dikemukakan, beberapa peneliti mencoba mengukur masa

STIKes Faletehan
12

inkubasi kuman kusta, masa inkubasi kusta dilaporkan beberapa


minggu, berdasaran adanya kasus kusta pada bayi. Masa inkubasi
maksimum dilaporkan 30 tahun. Hal ini dilaporkan berdasarkan
pengamatan pada veteran perang yang pernah ter ekspose di daerah
endemic dan kemudian berpindah ke daerah non endemic, secara
umum telah ditetapkan masa inkubasi rata-rata dari kusta 3-5 tahun.

7. Faktor-faktor yang menyebabkan kejadian Kusta


Enter sekali lagi
a. Agent
Mycobacterium leprae menyerang saraf tepi, kulit dan jaringan
tubuh lainnya kecuali susunan saraf pusat. Kusta adalah penyakit
yang disebabkan oleh bakteri M. leprae yang menyerang kulit,
saraf tepi di tangan maupun kaki dan selaput lendir pada hidung,
tenggorokan dan mata. Kuman kusta dapat bertahan hidup pada
tempat yang sejuk, lembab, gelap tanpa sinar matahari sampai
bertahun-tahun lamanya. Kuman Tuberculosis dan leprae jika
terkena cahaya matahari akan mati dalam waktu 2 jam. Seperti
halnya bakteri lain pada umumnya, akan tumbuh dengan subur
pada lingkungan dengan kelembaban yang tinggi. Air membentuk
lebih dari 80% volume sel bakteri dan merupakan hal esensial
untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel bakteri.
Kelembaban udara yang meningkat merupakan media yang baik
untuk bakteri-bakteri pathogen. Pengetahuan mengenai sifat-sifat
agent sangat penting untuk pencegahan dan penanggulangan
penyakit, sifat-sifat tersebut termasuk ukuran, kemampuan
berkembang biak, kematian agent atau daya tahan terhadap
pemanasan atau pendinginan.

b. Host
Manusia merupakan reservoir untuk penularan kuman
seperti Mycobacterium Tuberculosis dan Morbus Hansen, kuman
tersebut dapat menularkan pada 10-15 orang. Menurut penelitian
pusat ekologi kesehatan (1991), tingkat penularan kusta di

STIKes Faletehan
13

lingkungan keluarga penderita kusta cukup tinggi, dimana seorang


penderita rata-rata dapat menularkan kepada 2-3 orang di dalam
rumahnya. Di dalam rumah dengan ventilasi baik, kuman ini dapat
hilang terbawa angin dan akan lebih baik jika ventilasi ruangannya
menggunakan pembersih udara yang bisa menangkap kuman. Hal
yang perlu diketahui tentang host atau penjamu.

c. Environment
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri host baik
benda mati, benda hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang
terbentuk akibat interaksi semua elemen-elemen termasuk host
yang lain. Lingkungan terdiri dari lingkungan fisik dan non fisik,
lingkungan fisik terdiri dari keadaan geografis (dataran tinggi atau
rendah, persawahan dan lain- lain), kelembaban udara, suhu,
lingkungan tempat tinggal. Adapun lingkungan non fisik meliputi
sosial (pendidikan, pekerjaan), budaya (adat, kebiasaan turun
temurun), ekonomi (kebijakan mikro dan local) dan politik (suksesi
kepemimpinan yang mempengaruhi kebijakan pencegahan dan
penanggulangan suatu penyakit).
Enter sekali lagi
B. Pendidikan Kesehatan.

1. Pengertian Pendidikan Kesehatan


Pendidikan kesehatan adalah proses untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam memeliharan dan meningkatkan kesehatan. Sedang
dalam keperawatan, pendidikan kesehatan merupakan suatu bentuk
intervensi keperawatan yang mandiri dalam membantu klien baik
individu, kelompok maupun masyarakat dalam mengatasi
kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran yang didalamnya perawat
berperan sebagai perawat pendidik. Dengan kata lain, pendidikan
kesehatan adalah suatu usaha untuk menyediakan kondisi psikologis
dan sasaran agar mereka berperilaku sesuai dengan tutunan nilai-nilai
kesehatan (Notoatmojo, 2007).

STIKes Faletehan
14

2. Peran Pendidikan Kesehatan.


Secara umum peranan dari pendidikan kesehatan adalah merupakan
intervensi faktor perilaku sehingga perilaku individu, kelompok,
keluarga atau masyarakat sesuai dengan nilai-nilai kesehatan
(Notoatmojo, 2007).

3. Tempat Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan


Menurut dimensi pelaksanaannya, pendidikan kesehatan dapat di
kelompokan menjadi lima, yaitu:
1) Pendidikan kesehatan pada tatanan keluarga (Rumah tangga).
2) Pendidikan kesehatan pada tatanan sekolah, dilakukan di sekolah
dengan sasaran murid.
3) Pendidikan kesehatan di tempat-tempat umum yang mencakup
terminal, bus, stasiun, bandar udara, tempat-tempat olahraga dan
sebagainya.
4) Pendidikan kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan, seperti
rumah sakit, Puskesmas, poliklinik, rumah sakit bersalin, dan
sebagainya.

5) Pendidikan kesehatan di tempat-tempat kerja dengan sasaran buruh


atau karyawan yang bersangkutan.

4. Tingkat Pelayanan Kesehatan


Lima tingkat pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan dapat
dilakukan berdasarkan lima tingkat pencegahan atau lima tingkat
pelayanan (five levels of prevention) menurut (leavel &clark) yaitu :
1. Promosi kesehatan / Peningkatan kesehatana.
a. Peningkatan gizi
b. Peningkatan dan perbaikan kesehatan individu
c. Perbaikan hygine dan sanitasi lingkungan
d. Olahraga teratur
e. Edukasi kesehatan
f. Perkawinan yang tepat

STIKes Faletehan
15

2. Perlindungan khusus
a. Pemberian imunisasi
b. Isolasi penderita penyakit
c. Pengendalian tempat-tempat tercemar
3. Diagnosis dini
a. Melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin
b. Pengawasan terhadap penyakit-prnyakit tertentu
c. Pemberian pelayanan kesehatan yang tepat
d. Meningkatan keteraturan pengobatan terhadap penderita
4. Pembatasan cacat
a. Pencegahan terhadap komplikasi kecacatan
b. Perbaikan fasilitas kesehatan yang dapat menunjang dan
mengurangi faktor resiko
c. Penyempurnaan pengobatan sehingga tidak menimbulkan
komplikasi
5. Pemulihan / Rehabilitasi.
a. Mengembangkan lembaga-lembaga rehabilitasi dengan
mengikutsertakan masyarakat
b. Penyuluhan dan usaha-usaha berkelanjutan yang harus
dilakukan setelah sembuh dari penyakit
c. Mengusahakan tempat rehabilitasi khusus sehingga penderita
yang telah cacat mampu mempertahankan diri
d. Pendidikan kesehatan serta pemberian motivasi hidup

5. Metode dalam Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan pada hakekatnya adalah suatu kegiatan atau


usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat,
kelompok atau individu. Dengan harapan bahwa adanya pesan
tersebut, masyarakat, kelompok atau individu dapat memperoleh
pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik. Akhirnya pengetahuan
tersebut diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilakunya. Dengan

STIKes Faletehan
16

kata lain, dengan adanya pendidikan tersebut dapat membawa akibat


terhadap perubahan perilaku sasaran.

Pendidikan kesehatan juga sebagai suatu proses dimana proses tersebut


mempunyai masukan (input) dan keluaran (output). Di dalam suatu
proses pendidikan kesehatan yang menuju tercapainya tujuan
pendidikan yakni perubahan perilaku, dipengaruhi oleh banyak faktor.
Faktor-faktor yang mempengaruhi suatu proses pendidikan di samping
masukannya sendiri juga metode materi atau pesannya, pendidik atau
petugas yang melakukannya dan alat-alat bantu / alat peraga
pendidikan. Agar tercapai suatu hasil yang optimal maka faktor-faktor
tersebut harus bekerjasama secara harmonis.

Hal ini berarti bahwa untuk masukan (sasaran pendidikan) tertentu,


harus menggunakan cara tertentu pula, materi juga harus disesuaikan
dengan sasaran, demikian juga alat bantu pendidikan disesuaikan.
Untuk sasaran kelompok, metodenya harus berbeda dengan sasaran
massa dan sasaran individual. Untuk sasaran massa pun harus berbeda
dengan sasaran individual dan sebagainya.Metode Pendidikan
Kesehatan.

6. Alat Bantu Pendidikan kesehatan

Alat bantu pendidikan adalah alat-alat yang digunakan oleh pendidik


dalam menyampaikan bahan pendidikan / pengajaran. Alat bantu ini
lebih sering disebut sebagai alat peraga karena berfungsi untuk
membantu dan memperagakan sesuatu di dalam proses pendidikan /
pengajaran. Seseorang atau masyarakat di dalam proses pendidikan
dapat memperoleh pengalaman / pengetahuan melalui berbagai
macam alat bantu pendidikan. Elgar Dale membagi alat peraga tersebut
menjadi 11 macam dan menggambarkan tingkat intensitas tiap-tiap alat
alat tersebut di dalam sebuah kerucut :

1. Kata-kata

STIKes Faletehan
17

2. Tulisan
3. Rekaman
4. Radio
5. Film
6. Televisi
7. Pameran
8. Field trip
9. Demonstrasi
10. Benda tiruan

11. Benda asli

7. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar, pengetahuan manusia
diperoleh dari mata dan telinga (Notoatmodjo, 2011).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting


dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Karena dari
pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasarkan oleh
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari
oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) mrngungkapkan bahwa
sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), dalam
diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yang disebut AIETA,
yaitu:
a. Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari
dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus
(objek).
b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut.
Di sini sikap subjek sudah mulai timbul.

STIKes Faletehan
18

c. Evaluation (menimbang – nimbang) terhadap baik dan


tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap
responden sudah lebih baik lagi.
d. Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai
dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
e. Adaption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus
(Notoatmodjo, 2011).
Enter sekali lagi
 Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo, 2011, pengetahuan mempunyai enam

Poin a, b, c harus tingkatan, yaitu :


sejajar satu garis lurus
dengan kalimat di a. Tahu (Know)
atasnya, ini terlalu Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
menjorok ke dalam
dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat
ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik
dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah
diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah.

b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan
dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang
yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real
(sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi

STIKes Faletehan
19

atau penggunaan hukum – hukum, rumus, metode, prinsip, dan


sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi
atau suatu objek ke dalam komponen – komponen, tetapi masih
di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu
sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan
(membuat bagan), membedakan, memisahkan,
mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian – bagian di dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi –
formulasi yang ada.7

f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Penilaian – penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang
ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria – kriteria yang
ada (Notoatmodjo, 2011).

 Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari
subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin
kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan -
tingkatan diatas (Notoatmodjo, 2007).

 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan


Poin a, b, c harus
sejajar satu garis lurus
dengan kalimat di
atasnya, ini terlalu STIKes Faletehan
menjorok ke dalam
20

Menurut Lukman yang dikutip oleh Hendra (2008), ada beberapa


faktor yang memperngaruhi pengetahuan, yaitu:
a. Umur
Singgih (1998), mengemukakan bahwa makin tua umur
seseorang maka proses – proses perkembangan mentalnya
bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya
proses perkembangan mental ini tidak secepat ketika berumur
belasan tahun. Selain itu, Abu Ahmadi (2001), juga
mengemukakan bahwa daya ingat seseorang itu salah satunya
dipengaruhi oleh umur. Dari uraian ini maka dapat disimpulkan
bahwa bertambahnya umur dapat berpengaruh pada
pertambahan pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada
umur – umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan
penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang.
Untuk keperluan perbandingan maka WHO menganjurkan
pembagian – pembagian umur sebagai berikut :
1. Menurut tingkat kedewasaan :
0 – 14 tahun : bayi dan anak - anak
15 – 49 tahun : orang muda dan dewasa
50 tahun ke atas : orang tua
2. Interval 5 tahun :
Kurang dari 1 tahun,
1 – 4 tahun,
5 – 9 tahun,
10 – 14 tahun dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Depkes RI yang dikutip oleh Hardiwinoto, pembagian
kategori umur, yaitu :
1. Masa balita : 0 – 5 tahun,
2. Masa kanak – kanak : 5 – 11 tahun,
3. Masa remaja awal : 12 – 16 tahun,
4. Masa remaja akhir : 17 – 25 tahun,
5. Masa dewasa awal : 26 – 35 tahun,

STIKes Faletehan
21

6. Masa dewasa akhir : 36 – 45 tahun,


7. Masa lansia awal : 46 – 55 tahun,
8. Masa lansia akhir : 56 – 65 tahun,
9. Masa manula : 65 – sampai atas (Depkes RI, 2009).

b. Intelegensi

Intelegensi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk belajar


dan berpikir abstrak guna menyesuaikan diri secara mental
dalam situasi baru. Intelegensi merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi hasil dari proses belajar. Intelegensi bagi
seseorang merupakan salah satu modal untuk berpikir dan
mengolah berbagai informasi secara terarah sehingga ia
menguasai lingkungan (Khayan,1997). Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa perbedaan intelegensi dari seseorang akan
berpengaruh pula terhadap tingkat pengetahuan.

c. Lingkungan

Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi


pengetahuan seseorang. Lingkungan memberikan pengaruh
pertama bagi seseorang, di mana seseorang dapat mempelajari
hal – hal yang baik dan juga hal – hal yang buruk tergantung
pada sifat kelompoknya. Dalam lingkungan seseorang akan
memperoleh pengalaman yang akan berpengaruh pada cara
berpikir seseorang.

d. Sosial budaya

Sosial budaya mempunyai pengaruh pada pengetahuan


seseorang. Seseorang memperoleh suatu kebudayaan dalam
hubungannya dengan orang lain, karena hubungan ini
seseorang mengalami suatu proses belajar dan memperoleh
suatu pengetahuan.

STIKes Faletehan
22

e. Pendidikan

Menurut Notoatmodjo (1997), pendidikan adalah suatu


kegiatan atau proses pembelajaran untuk mengembangkan atau
meningkatkan kemampuan tertentu sehingga sasaran
pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Menurut Wied hary A.
(1996), menyebutkan bahwa tingkat pendidikan turut pula
menentukan mudah atau tidaknya seseorang menyerap dan
memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada umumnya
semakin tinggi pendidikan seseorang makin baik pula
pengetahuannya.

f. Informasi

Menurut Wied Hary A. (1996), informasi akan memberikan


pengaruh pada pengetahuan seseorang. Meskipun seseorang
memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika ia mendapatkan
informasi yang baik dari berbagai media misalnya televisi,
radio atau surat kabar, maka hal itu akan dapat meningkatkan
pengetahuan seseorang. Enter sekali lagi
Informasi tidak terlepas dari sumber informasinya. Menurut
Notoatmodjo (2003) dalam Rahmahayani (2010), sumber
informasi adalah asal dari suatu informasi atau data yang
diperoleh. Sumber informasi ini dikelompokkan dalam tiga
golongan, yaitu :

1. Sumber informasi dokumenter


Merupakan sumber informasi yang berhubungan dengan
dokumen resmi maupun dokumen tidak resmi. Dokumen
resmi adalah bentuk dokumen yang diterbitkan maupun
yang tidak diterbitkan di bawah tanggung jawab instansi
resmi. Dokumen tidak resmi adalah segala bentuk dokumen
yang berada atau menjadi tanggung jawab dan wewenang
badan instansi tidak resmi atau perorangan. Sumber primer

STIKes Faletehan
23

atau sering disebut sumber data dengan pertama 10 dan


hukum mempunyai wewenang dan tanggung jawab
terhadap informasi tersebut.

2. Sumber kepustakaan
Kita telah mengetahui bahwa di dalam perpustakaan
tersimpan berbagai bahan bacaan dan informasi dan
berbagai disiplin ilmu dari buku, laporan – laporan
penelitian, majalah, ilmiah, jurnal, dan sebagainya.
3. Sumber informasi lapangan
Sumber informasi akan mempengaruhi bertambahnya
pengetahuan seseorang tentang suatu hal sehingga
informasi yang diperoleh dapat terkumpul secara
keseluruhan ataupun sebagainya. (Rahmahayani 2010).

g. Pengalaman
Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut
dapat diartikan bahwa pengalaman merupakan sumber
pengetahuan atau pengalaman itu suatu cara memperoleh
kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu, pengalaman pribadi
pun dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh
pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang
kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan
permasalahan yang dihadapi pada masa lalu (Notoatmodjo,
1997 dalam Rahmahayani, 2010).

STIKes Faletehan
24

HALAMAN UNTUK AWAL BAB


DI TENGAH BAWAH
BAB III
KERANGKA KONSEP
Enter sekali lagi

A. Kerangka konsep

Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara


konsep - konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan
dilakukan (Notoatmojo, 2005). Adapun variabel yang diteliti adalah pengaruh
pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan tentang kusta di Desa Maja
Kabupaten Lebak wilayah kerja Puskesmas Maja. Variabel yang menjadi kajian
dalam penelitian dapat divisualisasikan dalam skema kerangka konsep sebagai
berikut:
Skema 3.1
Kerangka Konsep Penelitian

B. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan penjelasan yang berdasarkan kenyataan atau


penjelasan di lapangan yang meliputi penjelasan tentang variabel tersebut, cara
ukur, ala tukur, hasil ukur, dan skala ukur. Variabel – variabel dalam penelitian ini
akan di jelaskan dalam definisi sebagai berikut.

STIKes Faletehan
25

Tabel 3.1
Definisi Operasioanal

NO Variabel Definisi Cara Alat Hasil Ukur Skala


Operasioanal Ukur Ukur Ukur
1. Pengetahu Segala sesuatu Mengisi Kusion Nilai skor, dari Ordinal
an yang diketahui pertanyaan er
15 pertanyaan
dan di pahami yang ada
oleh masyarakat dalam a. Baik jika
tentang penyakit kuesioner
kusta setelah di hasil yang
berikan di
pendidikan
dapatkan
(51%-
100%)
b. Kurang
jika nilai
yang di
dapatkan (

50%)

C. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah sebuah pertanyaan tentang hubungan yang diharapkan antara dua
variable atau lebih yang di uji secara empiris. Biasanya hipotesis terdiri dari
pertanyaan terhadap adanya atau tidak adanya hubungan antara dua variabel,
yaitu variable bebas (Independen) dan variable terkait (dependen) (Notoatmojo,
2005).

Ha :Ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan tentang kusta


di Desa Maja Kabupaten Lebak wilayah kerja Puskesmas Maja 2016.

Ho :Tidak adanya pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan


tentang kusta di Desa Maja Kabupaten Lebak wilayah kerja Puskesmas
Maja 2016.

STIKes Faletehan
26

STIKes Faletehan
27

HALAMAN UNTUK AWAL BAB


BAB IV DI TENGAH BAWAH

METODE PENELITIAN
3 spasi

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis Quasi Experimant dengan “pre dan post test
group design” yaitu penelitian yang dilakukan terhadap suatu kelompok sebanyak
dua kali yaitu sebelum eksperimen dan sesudah eksperimen. Pengukuran yang
dilakukan sebelum eksperiment (O1) disebut pre test dan pengukuran sesudah
eksperimen (O2) disebut post test. Perbedaan O1 dan O2 yakni O1-O2 diasumsikan
merupakan efek dari treatment atau eksperimen (Arikunto, 2005).

Skema 4.1
Bentuk rancangan penelitian

Pre test Intervensi Post test

(Pendidikan Kesehatan)

O1 X O2

B. Lokasi Dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Maja Kabupaten Lebak wilayah kerja


Puskesmas Maja .

2. Waktu Penelitian

STIKes Faletehan
28

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Desember 2015 – Januari tahun


2016.
Enter sekali lagi
C. Populasi Dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti


(Notoatmojo, 2010). Populasi yang diteliti adalah masyarakat Desa Maja
berjumlah 100 orang.

2. Sampel

Sampel adalah bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari
karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Metode penelitian sampel dalam
penelitian ini menggunakan tekhnik consecutive sampling. Dimana
pengambilan sampel ini dilakukan dengan memilih sampel yang memenuhi
kriteria penelitian sampai kurun waktu tertentu sehingga jumlah sampel
terpenuhi. (Hidayat, 2012). Dalam menentukan jumlah sampel penelitian
yang dibutuhkan, digunakan perhitungan menurut Hidayat (2011) sebagai
berikut:

n=

Keterangan:
n = Besar sempel yang diperlukan
N = Besar populasi
d = Tingkat kepercayaan atau ketepatan yang diinginkan yaitu 0,1
P = Porporasi kejadian, jika tidak jika tidak diketahui porporasinya,
ditetapkan 0,5
Z(1-a/2)² = Nilai Z pada derajat kemaknaan (ditentukan 95%=1,96)

STIKes Faletehan
29

= 49 responden dan ditambahkan 10% untuk menghindari adanya sampel


yang drop out atau sampel error. Jadi sampel yang harus diambil 54
Responden.

Berdasarkan perhitungan sample di atas, diketahui jumlah sample pada


penelitian ini sebanyak 54 responden. cara pengambilan sample
menggunakan consecutive sampling (Dimana pengambilan sampel ini
dilakukan dengan memilih sampel yang memenuhi kriteria penelitian
sampai kurun waktu tertentu sehingga jumlah sampel terpenuhi. (Hidayat,
2012) yaitu sebanyak 54.

D. Kriteria Inklusi

1. Bersedia dijadikan responden dan menandatangani surat persetujuan


menjadi responden.
2. Masyarakat yang tinggal di Desa Maja Kabupaten Lebak yang sudah
mendapatkan penyuluhan maupun yang belum mendapatkan penyuluhan.

E. Pengumpulan Data

STIKes Faletehan
30

1. Alat Pengumpulan data

Pengumpulan data primer pada penelitian ini dilakukan dengan angket


(sebagai instrumen penelitian). Angket adalah suatu cara pengumpulan data
atau penelitian tentang suatu masalah yang umumnya banyak menyangkut
kepentingan umum berbentuk formulir yang berisikan pertanyaan-pertanyaan,
yang diajukan secara tertulis kepada sejumlah subjek untuk mendapatkan
tanggapan, jawaban, informasi dan sebagainya (Notoatmojo, 2005).

Angket yang digunakan dalam bentuk pertanyaan tertutup dengan


menggunakan multiple choice yang terdiri dari 20-25 pertanyaan seputar
penyakit kusta. Bentuk multiple choice ini menyediakan beberapa pilihan
(a,b,c, dan d) dan responden hanya memilih salah satu jawaban yang menurut
responden dirasa benar sesuai dengan pengetahuannya.

2. Teknik Pengumpulan Data

Tes (pengumpulan data) dalam penelitian ini dilakukan dengan dua cara yaitu
pre-test dan post-test. Pre-test dilakukan sebelum pendidikan kesehatan
dilakukan. Pre-test ini data awal tingkat pengetahuan masyarakat sebelum
materi pendidikan kesehatan diberikan. Setelah proses pendidikan kesehatan
dilakukan, maka masyarakat diuji kembali dengan post-tes. Pengumpulan
data dalam penelitian ini dimulai dengan pre-test yang dilakukan sebelum
memberikan materi pendidikan kesehatan, kemudian post-test yang diberikan
antara 3 kali dalam 2 minggu setelah dilakukan pendidikan kesehatan dengan
jenis dan soal yang sama. Sehingga dapat dilihat peningkatan pengetahuan
masyarakat tentang pengetahuan tentang kusta dibandingkan dengan sebelum
diberikan pendidikan kesehatan. Kemudian, jawaban responden dari test
tersebut diberikan sekor yaitu nilai 1 untuk jawaban benar dan 0 untuk
jawaban salah atau ganda atau tidak diisi.

3. Pelaksanaan Pendidikan kesehatan

Pelaksanaan pendidikan kesehatan dilakukan di salah satu balai desa atau


tempat pertemuan masyarakat yang ada di Desa Maja Kabupaten Lebak

STIKes Faletehan
31

wilayah kerja Puskesmas DTP Maja. Para responden yang berjumlah 54


orang dikumpulkan di ruangan tersebut untuk melakukan pre-test dengan
waktu selama 20 menit. Setelah pre-test selesai responden langsung di
berikan pendidikan kesehatan tentang penyakit kusta. Pendidikan kesehatan
akan dilaksanakan selama 3 kali dalam 2 minggu. Pendidikan kesehatan akan
dilakukan dengan menggunakan alat bantu berupa leaflet dan powerpoint
dengan waktu selama 30 menit. Setelah dilakukan pendidikan kesehatan,
peneliti melakukan evaluasi kepada responden yang mengikuti penyuluhan
pendidikan kesehatan. Kuesioner post-test akan di berikan 1 hari setelah
peneliti melakukan pendidikan kesehatan.

F. Uji Instrument

Uji instrument dilakukan dengan uji validitas dan reabilitas terhadap kuesioner
yang di susun, karena pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner yang dibuat peneliti
belum baku. Uji ini akan dilakukan pada masyarakat di Desa maja Kabupaten
Lebak wilayah kerja Puskesmas DTP Maja pada bulan Januari tahun 2016.

1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukan alat ukur itu benar-benar
mengukur apa yang diukur (Notoatmojo, 2005). Uji validitas yang digunakan
dalam penelitian ini adalah tehnik korelasi “product moment” yang rumusnya
sebagai berikut:
TIDAK RATA PADA
SATU GARIS INI,
DIPERBAIKI
SAMPAI KE
BAWAH R=

Keterangan
N = Besar populasi
X = Pertanyaan

STIKes Faletehan
32

Y = Sekor total
XY = Sekor pertanyaan dikali skor total

Keputusan uji
Bila r hitung > r table Artinya variabel valid

Bila r hitung < r table Artinya variabel tidak valid

Uji validitas akan dilakukan di Desa Maja Kabupaten Lebak wilah kerja
Puskesmas DTP maja kepada 20 orang responden. Uji validitas ini
menggunakan system komputerasi pengolahan data dengan menggunakan
teknik product moment of correlation. Instrument yang diuji terdiri dari
pertanyaan tentang pengetahuan masyarakat 20 pertanyaan tentang
penyakit kusta serta tanda dan gejalanya 14 pertanyaan. Pada uji validitas
didapatkan nilai r tabel sebesar 0,444. Untuk instrument pengetahuan
dinyatakan valid dengan nilai terendah 0,604.

2. Uji Reliabilitas

Reliabelitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat


pengukuran dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Notoatmojo, 2005). Uji
reabelitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
one shot atau sekali ukur. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan
sistem komputer suatu variabel dikatakan reliabel jika r alpha > r table.
Pengujian reabilitas dimulai dengan menguji validitas terlebih dahulu, jadi
jika sebuah pertanyaan tidak valid, maka pertanyaan tersebut dibuang.
Setelah pertanyaan sudah valid, analisa dilanjutkan dengan uji realibilitas.

Untuk mengetahui reliabilitas instrument caranya adalah dengan melihat


nilai angka cronbach. Hasil uji reabilitas di peroleh nilai alpha cronbach
0,966, artinya nilai accept table atau dapat diterima, sehingga dapat
dinyatakan bahwa seluruh pertanyaan dalam kuesioner ini reliabil.
Enter sekali lagi
G. Teknik Pengelolaan Data

STIKes Faletehan
33

Dalam pengolahan data menggunakan bantuan komputer, proses pengolahan data


menggunakan perangkat lunak komputer Product Service Solution. Langkah-
langkah pengolahan data sebagai berikut:

1. Editing : mengecek alat penelitian yang telah terkumpul, hal-hal yang ditinjau
kembali adalah: kelengkapan identitas responden, kelengkapan jumlah
angket dan kelengkapan isi atau jawaban responden pada angket. Bila terjadi
kekurangan maka angket dikembalikan kepada responden untuk dilengkapi.

2. Coding: memberikan kode untuk tiap variabel yang diteliti sebagai data dan
kode untuk tiap responden sesuai jumlah responden sesuai jumlah responden.

3. Score: memberikan sekor untuk setiap jawban yang diberikan responden,


sekor pengetahuan bersifat dikotomi yaitu jawaban yang salah diberi angka 0,
dan jawaban yang benar diberi angka 1.

4. Proccessing: setelah dilakukan pengkodean dan pemberian sekor, maka


selanjutnya adalah memproses data agar dapat dianalisa. Pemprosesan
dilakukan dengan cara meng-entry data dari kuesioner ke paket program
komputer.

5. Cleaning: (pembersihan data) merupakan kegiatan pengecekan kembali data


yang sudah di-entry apakah ada kesalahan ataau tidak.

H. Analisa Data

Data tahap ini data dengan teknik analisa kuantitatif diolah dengan analisis
kuantitatif. Pengolahan data sejak pemasukan data sampai analisis disamping
menggunakan rumus juga menggunakan bantuan system komputerisasi yaitu
program perangkat lunak (software) pengolahan data.

1. Analisa univariat

Dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Pada umunya dalam
analisa ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel

STIKes Faletehan
34

(Notoatmojo, 2005). Untuk menganalisa univariat menggunakan rumus


sebagai berikut:

TIDAK RATA PADA


SATU GARIS LURUS Keterangan :
P = proporasi (persentase)
n = jumlah kejadian pervariabel

N = jumlah total kejadian

2. Analisa Bivariat

Untuk menghitung efektifitas atau kemaknaan pre test dan post test dari
penyuluhan tersebut, maka digunakan uji beda dua mean dependen atau uji T
dependen (paired sample test), dengan tujuan untuk menguji perbedaan mean
antara dua kelompok data dependen, yaitu responden yang sama diukur dua
kali (pre dan post). Adapun rumus dari uji T dependen ini adalah :

TIDAK RATA PADA


Dimana : SD_d =
SATU GARIS LURUS

(Sabri L et all, 2005)


Keterangan :
d = Rata-rata deviasi/ selisih pre test dengan post test
SD_d = Setandar deviasi dari deviasi/selisih pre testdan post test

n = Subyek pada sample

STIKes Faletehan

Anda mungkin juga menyukai