Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

HARGA DIRI RENDAH

DISUSUN OLEH :

MERI SYAKILA

P07120317018

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN MATARAM

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN MATARAM

TAHUN AKADEMIK 2020

KONSEP TEORI

1
A. Pengertian
Harga diri rendah merupakan perasaaan yang berasal dari
penerimaan diri sendiri tanpa syarat walaupun melakukan kesalahan,
kekalahan, kegagalan, tetap merasa penting dan berharga. (Stuart, 2007).
Harga diri rendah merupakan rasa negatif terhadap diri sendiri
termasuk kehilangan percaya diri, tidak berharga, tidak berguna, tidak
berdaya, pesimis, tidak ada harapan dan putuasa (Depkes, 2000).
Harga diri rendah adalah penilaian individu tentang pencapaian diri
dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri, atau
cita-cita atau harapan langsung menghasilkan perasaan bahagia
(Keliat,2005).
Seseorang yang dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika ia
meyakini dan memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak
dapat berbuat apa – apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik,
tidak disukai dan kehilangan daya tarik terhadap hidup. Orang dengan
konsep diri negatif akan cenderung bersikap pesimistik terhadap
kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya. Akan ada dua pihak yang
bisa disalahkannya, entah itu menyalahkan diri sendiri (secara negatif)
atau menyalahkan orang lain (Rini, J.F, 2002).
B. Jenis-Jenis Konsep Diri
Konsep diri terdiri atas komponen-komponen berikut ini :
a. Citra tubuh (Body Image)
Citra tubuh (Body Image) adalah kumpulan dari sikap individu yang
disadari dan tidak disadari terhadap tubuhnya. Termasuk persepsi
masa lalu dan sekarang, serta perasaan tentang ukuran, fungsi,
penampilan, dan potensi. Yang secara berkesinambungan
dimodifikasi dengan persepsi dan pengalaman yang baru (Stuart &
Sundeen, 1998).

b. Ideal Diri (Self Ideal)


Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus
berperilaku sesuai dengan standar, aspirasi, tujuan atau nilai personal

2
tertentu (Stuart & Sundeen, 1998). Sering juga disebut bahwa ideal
diri sama dengan cita-cita, keinginan, harapan tentang diri sendiri.

c. Identitas Diri (Self Identifity)


Identitas adalah pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang
bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi,
dan keunikkan individu (Stuart & Sundeen, 1998). Pembentukan
identitas dimulai pada masa bayi dan terus berlangsung sepanjang
kehidupan tapi merupakan tugas utama pada masa remaja.

d. Peran Diri (Self Role)


Serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial
berhubungan dengan fungsi individu di berbagai kelompok
sosial. Peran yang diterapkan adalah peran dimana seseorang tidak
mempunyai pilihan. Peran yang diterima adalah peran yang terpilih
atau dipilih oleh individu (Stuart & Sundeen, 1998).

e. Harga Diri (Self Esteem)


Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang
diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang
sesuai dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang
berakar dalam penerimaan diri tanpa syarat, walaupun melakukan
kesalahan, kekalahan, tetap merasa sebagai seorang yang penting
dan berharga (Stuart & Sundeen, 1998).

C. Klasifikasi
Gangguan harga diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara:
1) Situsional
Harga diri rendah situasional adalah keadaan dimana individu
yang sebelumnya memiliki harga diri positif mengalami perasaan
negatif mengenai diri dalam berespon, terhadap suatu kejadian
(kehilangan, perubahan).
HDR yang terjadi akibat trauma secara tiba-tiba misalnya pasca-
operasi, kecelakaan, cerai, putus sekolah, PHK, atau perasaan malu

3
(karena menjadi korban pemerkosaan, dipenjara atau dituduh KKN).
Pada pasien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena
privacy yang kurang diperhatikan: pemeriksaan fisik yang
sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pemasangan
kateter, pemeriksaan perianal dan lain-lain), harapan akan
struktur,bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena karena
dirawat atau sakit atau penyakit, perlakuan petugas yang tidak
menghargai.

2) Kronis
Harga diri rendah kronik adalah keadaan dimana individu
mengalami evaluasi diri yang negatif mengenai diri atau kemampuan
dalam waktu lama. Perasaan negatif terhadap diri sudah berlangsung
lama yaitu sebelum sakit atau dirawat. Pasien ini mempunyai cara
berpikir yang negatif, kejadian sakit yang dirawat akan menambah
persepsi negatif terhadap dirinya.

D. Etiologi
Harga diri rendah sering disebabkan karena adanya koping
individu yang tidak efektif akibat adanya kurang umpan balik positif,
kurangnya system pendukung kemunduran perkembangan ego,
pengulangan umpan balik yang negatif, difungsi system keluarga serta
terfiksasi pada tahap perkembangan awal (Townsend, M.C. 1998 : 366).
Menurut Carpenito, L.J (1998 : 82) koping individu tidak efektif
adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau beresiko
mengalami suatu ketidakmampuan dalam mengalami stessor internal atau
lingkungan dengan adekuat karena ketidakkuatan sumber-sumber (fisik,
psikologi, perilaku atau kognitif).
Sedangkan menurut Townsend, M.C (1998 : 312) koping individu
tidak efektif merupakan kelainan perilaku adaptif dan kemampuan
memecahkan masalah seseorang dalam memenuhi tuntutan kehidupan
dan peran. Adapun Penyebab Gangguan Konsep Diri Harga Diri Rendah,
yaitu :

4
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor yang mempengaruhi harga diri
Meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua tidak
realistis, kegagalan yang berulang, kurang mempunyai tanggung
jawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri
yang tidak realistis.
b. Faktor yang mempengaruhi peran.
Di masyarakat umumnya peran seseorang disesuai dengan
jenis kelaminnya. Misalnya seseorang wanita dianggap kurang
mampu, kurang mandiri, kurang obyektif dan rasional
sedangkan pria dianggap kurang sensitive, kurang hangat,
kurang ekspresif dibandingkan wanita. Sesuai dengan standar
tersebut, jika wanita atau pria berperan tidak sesuai lazimnya
maka dapat menimbulkan konflik diri maupun hubungan sosial.
c. Faktor yang mempengaruhi identitas diri.
Meliputi ketidak percayaan, tekanan dari teman sebaya dan
perubahan struktur sosial. Orang tua yang selalu curiga pada
anak akan menyebabkan anak menjadi kurang percaya diri, ragu
dalam mengambil keputusan dan dihantui rasa bersalah ketika
akan melakukan sesuatu. Control orang yang berat pada anak
remaja akan menimbulkan perasaan benci kepada orang tua.
Teman sebaya merupakan faktor lain yang berpengaruh pada
identitas. Remaja ingin diterima, dibutuhkan dan diakui oleh
kelompoknya.

d. Faktor biologis
Adanya kondisi sakit fisik yang dapat mempengaruhi kerja
hormon secara umum, yang dapat pula berdampak pada
keseimbangan neurotransmitter di otak, contoh kadar serotonin
yang menurun dapat mengakibatkan klien mengalami depresi

5
dan pada pasien depresi kecenderungan harga diri dikuasai oleh
pikiran-pikiran negatif dan tidak berdaya.

2. Faktor Prespitasi
Masalah khusus tentang konsep diri disebabkan oleh setiap
situasi yang dihadapi individu dan ia tidak mampu menyesuaikan.
Situasi atas stressor dapat mempengaruhi komponen.
Stressor yang dapat mempengaruhi gambaran diri adalah
hilangnya bagian tubuh, tindakan operasi, proses patologi penyakit,
perubahan struktur dan fungsi tubuh, proses tumbuh kembang
prosedur tindakan dan pengobatan. Sedangkan stressor yang dapat
mempengaruhi harga diri dan ideal diri adalah penolakan dan kurang
penghargaan diri dari orang tua dan orang yang berarti, pola asuh
yang tidak tepat, misalnya selalu dituntut, dituruti, persaingan
dengan saudara, kesalahan dan kegagalan berulang, cita-cita tidak
terpenuhi dan kegagalan bertanggung jawab sendiri. Stressor
pencetus dapat berasal dari internal dan eksternal:
a. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau
menyaksikan peristiwa yang mengancam kehidupan.
b. Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dan individu mengalaminya sebagai frustasi.

Ada tiga jenis transisi peran:


a. Transisi peran perkembangan adalah perubahan normative yang
berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap
perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan
norma-norma budaya, nilai-nilai serta tekanan untuk
menyesuaikan diri.
b. Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau
berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
c. Transisi peran sehat-sakit terjadi akibat pergeseran dari sehat ke
keadaan sakit. Transisi ini dapat dicetuskan oleh kehilangan
bagian tubuh, perubahan ukuran, bentuk, penampilan atau fungsi

6
tubuh, perubahan fisik yang berhubungan dengan tumbuh
kembang normal. Perubahan tubuh dapat mempengaruhi semua
komponen konsep diri yaitu gambaran diri, identitas diri, peran
dan harga diri.

E. Akibat
Harga diri rendah yang tidak teratasi dan dapat berisiko terjadi
isolasi sosial : menarik diri. Menarik diri merupakan percobaan untuk
menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan
orang lain (rawlins, 1993).
Tanda dan gejala berupa: apatis, ekspresi sedih, afek
tumpul,menghindar dari orang lain (menyendiri), komunikasi kurang atau
tidak ada. Pasien tidak tampak bercakap-cakap dengan pasien lainatau
perawat, tidak ada kontak mata, pasien sering menunduk,berdiam diri
dikamar atau pasien kurang mobilitas, menolak berhubungan dengan
orang lain, pasien memutuskan memutuskan percakapan atau pergi jika
diajak bercakap-cakap, tidak atau jarang melakukan kegiatan sehari-hari.

F. Tanda dan Gejala


1. Mengejek dan mengkritik diri.
2. Merasa bersalah dan khawatir, menghukum atau menolak diri
sendiri.
3. Mengalami gejala fisik, misal: tekanan darah tinggi, gangguan
penggunaan zat.
4. Menunda keputusan.
5. Sulit bergaul.
6. Menghindari kesenangan yang dapat memberi rasa puas.
7. Menarik diri dari realitas, cemas, panic, cemburu, curiga dan
halusinasi.
8. Merusak diri: harga diri rendah menyokong klieb untuk mengakhiri
hidup.
9. Merusak atau melukai orang lain.

7
10. Perasaan tidak mampu.
11. Pandangan hidup yang pesimitis.
12. Tidak menerima pujian.
13. Penurunan produktivitas.
14. Penolakan tehadap kemampuan diri.
15. Kurang memperhatikan perawatan diri.
16. Berpakaian tidak rapi.
17. Berkurang selera makan.
18. Tidak berani menatap lawan bicara.
19. Lebih banyak menunduk.
20. Bicara lambat dengan nada suara lemah.

Menurut Carpenito, L.J (1998 : 352); Keliat, B.A (1994 : 20)

a. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat


tindakan terhadap penyakit. Misalnya : malu dan sedih karena
rambut jadi botak setelah mendapat terapi sinar pada kanker
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya : ini tidak akan terjadi
jika saya segera ke rumah sakit, menyalahkan/ mengejek dan
mengkritik diri sendiri.
c. Merendahkan martabat. Misalnya : saya tidak bisa, saya tidak
mampu, saya orang bodoh dan tidak tahu apa-apa
d. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin
bertemu dengan orang lain, lebih suka sendiri.
e. Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya
tentang memilih alternatif tindakan.
f. Mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang
suram, mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.

G. Rentang respon

8
Keterangan:

1. Aktualisasi diri adalah pernyataan diri positif tentang latar belakang


pengalaman nyata yang sukses diterima.
2. Konsep diri positif adalah individu mempunyai pengalaman yang
positif dalam beraktualisasi.
3. Harga diri rendah adalah transisi antara respon diri adaptif dengan
konsep diri maladaptif.
4. Kerancuan identitas adalah kegagalan individu dalam kemalangan
aspek psikososial dan kepribadian dewasa yang harmonis.
5. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistis terhadap diri
sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak
dapat membedakan dirinya dengan orang lain.

H. Pohon Masalah
Pohon masalah yang muncul menurut Fajariyah (2012) :

9
I. Penatalaksanaan
Menurut hawari (2001), terapi pada gangguan jiwa skizofrenia
dewasa ini sudah dikembangkan sehingga penderita tidak mengalami
diskriminasi bahkan metodenya lebih manusiawi daripada masa
sebelumnya. Terapi yang dimaksud meliputi :
a. Psikofarmaka 
Adapun obat psikofarmaka yang ideal yaitu yang memenuhi syarat
sebagai berikut:
1) Dosis rendah dengan efektifitas terapi dalam waktu yang cukup
singkat
2) Tidak ada efek samping kalaupun ada relative kecil
3) Dapat menghilangkan dalam waktu yang relative singkat, baik
untuk gejala positif maupun gejala negative skizofrenia
4) Lebih cepat memulihkan fungsi kogbiti
5) Tidak menyebabkan kantuk
6) Memperbaiki pola tidur
7) Tidak menyebabkan habituasi, adikasi dan dependensi
8) Tidak menyebabkan lemas otot.

Berbagai jenis obat psikofarmaka yang beredar dipasaran yang


hanya diperoleh dengan resep dokter, dapat dibagi dalan 2 golongan
yaitu golongan generasi pertama (typical) dan golongan kedua

10
(atypical).Obat yang termasuk golongan generasi pertama misalnya
chlorpromazine HCL, Thoridazine HCL, dan Haloperidol. Obat yang
termasuk generasi kedua misalnya : Risperidone, Olozapine,
Quentiapine, Glanzapine, Zotatine, dan aripiprazole.

b. Psikoterapi
Therapy kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul
lagi dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter.
Maksudnya supaya ia tidak mengasingkan diri lagi karena bila ia
menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik.
Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama.
(Maramis,2005,hal.231).

c. Therapy Kejang Listrik ( Electro Convulsive Therapy)


ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall
secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode
yang dipasang satu atau dua temples. Therapi kejang listrik diberikan
pada skizofrenia yang tidak mempan denga terapi neuroleptika oral
atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik. (Maramis,
2005).

d. Keperawatan
Biasanya yang dilakukan yaitu Therapi modalitas/perilaku
merupakan rencana pengobatan untuk skizofrrenia yang ditujukan
pada kemampuan dan kekurangan klien.Teknik perilaku
menggunakan latihan keterampilan sosial untuk meningkatkan
kemampuan sosial.Kemampuan memenuhi diri sendiri dan latihan
praktis dalam komunikasi interpersonal.Therapi kelompok bagi
skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana dan masalah dalam
hubungan kehidupan yang nyata. (Kaplan dan Sadock,1998).
Therapy aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu therapy
aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi, theerapy aktivitas
kelompok stimulasi sensori, therapi aktivitas kelompok stimulasi

11
realita dan therapy aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat dan
Akemat,2005,hal.13).
Dari empat jenis therapy aktivitas kelompok diatas yang paling
relevan dilakukan pada individu dengan gangguan konsep diri harga
diri rendah adalah therapyaktivitas kelompok stimulasi persepsi.
Therapy aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah therapy
yang mengunakan aktivitas sebagai stimulasi dan terkait dengan
pengalaman atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok,
hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau
alternatif penyelesaian masalah.(Keliat dan Akemat,2005).

I. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Masalah atau Data Yang Perlu Dikaji

No MASALAH DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF


KEPERAWATAN
1. Gangguan konsep  Mengungkap ingin  Merusak diri sendiri
diri: harga diri diakui jati dirinya  Merusak orang lain
rendah  Mengungkapkan  Menarik diri dari
lagi tidak ada yang hubungan sosial
peduli  Tampak mudah
 Mengungkapkan tersinggung
tidak bisa apa-apa  Tidak mau makan
 Mengungkapkan atau tidak mau tidur
dirinya tidak  Perasaan malu
berguna  Tidak nyaman jika
 Mengkritik diri menjadi pusat
sendiri perhatian
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data diatas dapat ditegakkan diagnosa keperawatan dengan
rumusan diagnosis tunggal, yaitu:

12
Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

3. Intervensi keperawatan
a. Intervensi keperawatan pada pasien
Tujuan :
 Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki
 Pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
 Pasien dapat menetapkan atau memilih kegiatan yang sesuai
kemampuan
 Pasien dapat melatih kegiatan yang sudah dipilih sesuai
kemampuan
 Pasien dapat menyusun jadwal untuk melakukan kegiatan yang
sudah dilatih

Tindakan keperawatan :
1) Identifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki
oleh pasien.
Untuk membantu pasien mengidentifikasi kemampuan dan
aspek positif yang dimiliki, perawat dapat:
a) Mendiskusikan bahwa sejumlah kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki pasien seperti kegiatan pasien
dirumah sakit, dirumah, dalam keluarga dan lingkungan
terdekat pasien.
b) Berikan pujian yang realistis atau nyata dan dihindarkan
penilaian yang negatif setiap kali bertemu dengan pasien.

2) Bantu pasien menilai kemampuan yang dapat digunakan.


Tindakan yang dapat dilakukan adalah:
a) Mendiskusikan dengan pasien kemampuan yang masih
digunakan saat ini
b) Bantu pasien menyebutkannya dan memberi penguatan
terhadap kemampuan diri yang diungkapkan pasien.

13
c) Perhatikan respons yang kondusif dan menjadi pendengar
yang aktif.

3) Bantu pasien memilih atau menetapkan kemampuan yang akan


dilatih
Tindakan yang akan adapat dilakukan adalah :
a) Mendiskusikan dengan pasien beberapa kegiatan yang
dapat dilakukan dan dipilih sebagai kegiatan yang akan
pasien lakukan sehari-hari
b) Bantu pasien menetapkan kegiatan mana yang dapat
pasien lakukan secara mandiri,mana kegiatan yang
memerlukan bantuan minimal dari keluarga dan
kegiatan apa saja yang perlu bantuan penuh dari
keluarga atau lingkungan terdekat pasien. Berikan
contoh cara melaksanakan yang dapat dilakukan pasien.
Susun bersama pasien dan buat daftar kegiatan sehari-
hari untuk pasien.

4) Latih kemampuan yang dipilih pasien


Tindakan yang dapat dilakukan adalah :
a) Mendiskusikan dengan pasien untuk melatih kemampuan
yang dipilih
b) Bersama dengan pasien memperagakan kegiatan yang
ditetapkan
c) Berikan dukungan dan pujian pada setiap kegiatan yang
dapat dilakukan pasien

5) Bantu menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang dilatih.


Tindakan yang dapat dilakukan adalah :
a) Memberi kesempatan pada pasien untuk mencoba
kegiatan yang telah dilatihkan
b) Beri pujian atas kegiatan yang dapat dilakukan pasien
setiap hari

14
c) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan tingkat toleransi dan
perubahan setiap kegiatan
d) Susun jadwal untuk melaksanakan kegiatan yang telah
dilatih
e) Berikan kesempatan mengungkapkan perasaannya setelah
pelaksanaan kegiatan

b. Intervensi keperawatan pada keluarga


Keluarga diharapkan dapat merawat pasien dengan harga diri rendah
dirumah dan menjadi system pendukung yang efektif bagi pasien

Tujuan :
 Keluarga membantu pasien mengidentifikasi kemampuan yang
dimiliki pasien
 Keluarga memfasilitasi kemampuan yang masih dimilik pasien
 Keluarga memotivasi pasien utnuk melakukan kegiatan yang
sudah dilatihkan dan memberikan pujian atas keberhasilan
pasien
 Keluarga mampu menilai perkembangan perubahan
kemampuan pasien

Tindakan keperawatan :
1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat
pasien dirumah
2) Jelaskan kepada keluarga tentang harga diri rendah yang ada
pada pasien
3) Diskusikan dengan keluarga kemampuan yang dimiliki pasien
dan berikan pujian bagi pasien atas kemampuannya
4) Jelaskan cara-cara merawat pasien dengan harga diri rendah
5) Peragakan cara merawat pasien dengan masalah harga diri
rendah
6) Berikan kesempatan pada keluarga untuk mempraktikan cara
merawat pasien dengan harga diri rendah sebagaimana yang
telah perawat peragakan sebelumnya

15
7) Bantu keluarga menyusun rencana kegiatan pasien dirumah.

16
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

SP 1 Pasien:

Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien,


membantu pasien menilai kemampuan yang masih dapat digunakan ,
membantu pasien memilih atau menetapkan kemampuan yang akan dilatih,
melatih kemampuan yang telah dilatih dalam rencana harian.

Orientasi :

“selamat pagi, bagaimana keadaan P hari ini? P terlihat segar”

“bagaimana,jika kita bercakap- cakap tentang kemampuan dan kegiatan yang


pernah P lakukan? Setelah itu kita akan nilai kegiatan mana yang masih dapat P
lakukan di rumah sakit. Setelah kita nilai,kita akan pilih satu kegiatan untuk kita
latih.”

“Dimana kita duduk? Bagaimana jika diruang tamu ? berapa lama? Bagaiman jika
20 menit. “

Kerja :

“ P, apa saja kemampuan yang P miliki? Bagus,ada lagi? Saya buat daftarnya ya!
Apalagi kegiatan rumah yang biasa P lakukan? Bagaimana dengan merapikan
kamar ? menyapu ? mencuci piring?”

“Wah bagus sekali ada 5 kemampuan dan kegiatan yang P miliki”

“ Dari kelima kegiatan tadi,mana yang masih bisa P lakukan dirumah sakit……?
Oke…… (misalnya saja pasien memilih tiga kegiatan). Nah , dari ketiganya tadi
mana yang mau dilaksanakan terlebih dahulu. ( misalnya pasien memilih
merapikan tempat tidur). Baik ,kita akan merapikan tempat tidur. Kita lihat tempat
tidur P apakah sudah rapi!”

“ P jika kita ingin merapikan tempat tidur,sebelumnya,mari kita pindahkan dulu


bantal dan selimutnya . bagus! Sekarang kita angkat spreinya dan rapikan
kasurnya. Nah,sekarang kita pasang lagi spreinya,kita mulai dari arah atas. Ya,

17
bagus! Sekarang bagian kaki, tarik dan masukkan. Bagus! Sekarang bagian
pinggirnya kita masukkan. Sekarang ambil bantal, rapikan dan letakkan di sebelah
atas. Mari kita lipat selimut. Nah, sekarang letakkan dibagian kaki. Bagus!”

“P sudah bisa merapikan tempat tidur sendiri dengan baik sekali. Coba perhatikan
apakah berbeda dengan sebelum dirapikan?”

“Coba P lakukan dan jangan lupa memberikan tanda M pada daftar ini jika P bisa
melakukan secara mandiri dan tanpa disuruh; B dengan bantuan atau harus
diingatkan baru melakukan; serta T jika tidak dilakukan.

Terminasi:

“Bagaimana perasaan P setelah kita bercakap-cakap dan memperagakan


merapikan tempat tidur? Ternyata P memiliki banyak kemampuan dan kegiatan
yang masih dapat dilakukan di rumah sakit ini. Salah satunya adalah merapikan
tempat tidur sebagaimana yang P telah praktikkan tadi dengan baik sekali. Nah,
kemampuan ini juga dapat dilakukan setelah pulang ke rumah.”

“Sekarang mari kita masukkan dalam jadwal harian. P mau berapa kali sehari
merapikan tempat tidur? Bagus . . . pagi mau jam berapa? Dan sore jam berapa?”

“Besok pagi kita latih lagi kemampuan yang kedua. P masih ingat kemampuan
apa lagi yang masih bisa P lakukan selain merapikan tempat tidur tadi? Ya bagus .
. .Cuci piring. Jika begitu kita akan melaksanakan kegiatan mencuci piring besok
jam 8 pagi di dapur ruangan ini sehabis makan pagi. Sampai jumpa.”

SP 2 Pasien:

Melatih pasien melakukan kegiatan lain sesuai dengan kemampuan.

Orientasi:

“Selamat pagi, bagaimana perasaan P pagi ini? Wah tampak cerah.”

“Bagaimana P, sudah dicoba merapikan tempat tidur sore kemarin atau tadi pagi?
(bila sudah dilakukan berikan pujian bila belum dilakukan bantu lagi). Sekarang
kita akan melakukan kegiatan yang kedua. Masih ingat kegiatan itu P?”

18
“Ya benar. Kita akan mencuci piring di dapur ruangan ini.”

“Waktunya sekitar 15 menit. Mari kita ke dapur.”

Kerja

“P sebelum kita mencuci piring, kita persiapkan dulu perlengkapannya, yaitu


sabut untuk membersihkan piring, sabun khusus untuk mencuci piring, dan air
untuk membilas. P bisa menggunakan air yang mengalir di keran ini. Jangan lupa
menyiapkan tempat sampah untuk membuang sisa makanan.”

“Sekarang saya perlihatkan dulu caranya ya.”

“Setelah semua perlengkapan tersedia, P ambil satu piring kotor, lalu buang sisa
kotoran yang ada di piring ketempat sampah. Kemudian P membersihkan piring
tadi dengan sabut yang sudah diberi sabun khusus untuk mencuci piring. Setelah
selesai di sabuni, bilas dengan air bersih sampai tidak ada lagi busa sabun sedikit
pun di piring tersebut. Setelah itu, P bisa mengeringkan piring yang sudah dicuci
di rak yang sudah ada di dapur. Nah, selesai.”

“Nah, sekarang coba P yang melakukan.”

“Bagus sekali, P dapat mempraktikkan mencuci piring dengan baik. Sekarang


dilap tangannya.”

Terminasi:

“Bagaimana perasaan P setelah mencuci piring?”

“Bagaimana jika kegiatan mencuci piring ini dijadikan kegiatan sehari-hari nya P?
Mau berapa kali sehari P mencuci piring? Bagus sekali P mencuci piring 3 kali
sehari setelah makan.”

“Besok kita akan latihan kemampuan yang ketiga, setlah merapikan tempat tidur
dan mencuci piring. Masih ingat kegiatan apakah itu? Ya benar, kegiatan
mengepel lantai.”

“Mau jam berapa, sama dengan sekarang? Oke sampai jumpa.”

19
SP 1 Keluarga:

Mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien di


rumah, menjelaskan tentang pengertian, tanda dan gejala harga diri rendah,
menjelaskan cara merawat pasien dengan harga diri rendah, memperagakan
cara merawat pasien dengan harga diri rendah, dan memberi kesempatan
kepada keluarga untuk mempraktikkan cara merawat.

Orientasi:

“Selamat pagi!”

“Bagaimana perasaan Bapak / Ibu pagi ini?”

“Bagaimana jika pagi ini kita bercakap-cakap tentang cara merawat P. Berapa
lama waktu Bapak / Ibu? 30 menit? Baik mari kita duduk di ruangan wawancara.”

Kerja:

“Apa yang Bapak / Ibu ketahui tentang masalah P?”

“Ya memang benar Bapak / Ibu P itu memang terlihat tidak percaya diri sering
menyalahkan dirinya dan mengatakan bahwa dirinya adalah orang paling bodoh
sedunia. Dengan kata lain anak Bapak / Ibu memiliki masalah harga diri rendah
ditandai dengan munculnya pikiran yang selalu negatif tentang diri sendiri. Bila
keadaan P terus menenrus seperti itu, P bisa mengalami masalah lebih berat lagi,
misalnya P malu bertemu dengan orang lain dan memilih untuk mengurung diri.”

“Sampai disini Bapak / Ibu mengerti tentang harga diri rendah?”

“Bagus sekali bapak / Ibu sudah mengerti.”

“Setelah kita mengerti bahwa masalah P ini dapat menjadi masalah yang serius,
maka kita perlu memberikan perawatan yang baik untuk P.”

“Menurut Bapak / Ibu apa saja kemampuan yang dimiliki P? Ya benar. Dia juga
mengatakan hal yang sama (bila memang sama dengan yang di ungkapkan
sebelumnya).”

20
“Selama di rumah sakit P ini telah berlatih melakukan dua kegiatan, yaitu
merapikan tempat tidur dan mencuci piring. Serta telah di buat jadwal untuk
melakukannya. Untuk itu Bapak/Ibu dapat meningkatkan P untuk melakukan
kegiatan itu sesuai jadwal dan jangan lupa memberikan pujian bila ia sudah
melakukannya secara mandiri agar harga dirinya meningkat. Jangan lupa juga
membantu menyiapkan peralatan yang dibutuhkan untuk kegiatan tersebut. Ajak
pula memberikan checklist pada jadwal kegiatannya.”

Selain itu bila P sudah tidak lagi dirawat di rumah sakit, Bapak/Ibu masih tetap
perlu memantau perkembangan P. Jika masalah harga dirinya kembali muncul dan
tidak tertangani lagi, Bapak/Ibu bisa membawanya ke puskesmas atau ke rumah
sakit.”

“Nah, bagaimana jika sekarang kita praktikkan cara memberikan pujian pada P?”

“Temui P dan tanyakan kegiatan yang sudah dia lakukan, lalu berikan pujian
dengan mengatakan: Bagus sekali P, kamu sudah semakin terampil mencuci
piring.”

“Coba Bapak/Ibu praktikkan sekarang.”

Terminasi:

“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah percakapan kita ini?’

“Dapatkah Bapak/Ibu jelaskan kembali masalah yang dihadapi oleh P dan


bagaimana cara merawatnya?”

“Bagus sekali, Bapak/Ibu sudah dapat menjelaskan dengan baik. Nah, setiap kali
Bapak/Ibu kemari lakukan yang seperti itu. Nanti di rumah juga demikian.”

“Bagaimana jika kita bertemu kembali dua hari mendatang untuk latihan cara
memberi pujian langsung kepada P?”

“Jam berapa Bapak/Ibu datang? Baik, saya tunggu. Sampai jumpa.”

21
SP 2 keluarga:

Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien dengan masalah


harga diri rendah langsung kepada pasien

Orientasi:

“Selamat pagi Pak/Bu.”

“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu pagi ini?”

“Bapak/Ibu masih ingat latihan merawat anak Bapak/Ibu seperti yang kita pelajari
dua hari yang lalu?”

“Baik, hari ini kita akan memperaktikkannya langsung kepada P.”

“Waktunya 20 menit.”

“Sekarang mari kita temui P.”

Kerja:

“Selamat pagi P. Bagaimana perasaan P hari ini?”

“Hari ini saya datang bersama kedua orang tua P. Seperti yang sudah saya katakan
sebelumnya, orang tua P juga ingin merawat P agar P cepat pulih.”

(kemudian perawat berbicara dengan keluarga sebagai berikut)

“Nah Pak/Bu, sekarang Bapak/Ibu bisa memperaktikkan apa yang sudah kita latih
beberapa hari yang lalu, yaitu cara memberikan pujian terhadap perkembangan
anak Bapak/Ibu.”

(selanjutnya perawat mengobservasi keluarga mempraktikkan cara merawat


pasien seperti yang telah dilatih pada pertemuan sebelumnya)

“Bagaimana perasaan P setelah berbincang-bincang dengan orang tua P?”

“Baiklah, sekarang saya dan orang tua P akan ke ruangan perawat dulu.”

22
(perawat dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan
keluarga).

Terminasi:

“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita latihan tadi.”

“Mulai sekarang Bapak/Ibu sudah bisa melakukan cara merawat tadi kepada P.”

“Tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan pengalaman Bapak/Ibu
melakukan cara merawat yang sudah Bapak/Ibu pelajari.”

“Waktunya seperti sekarang.”

“Selamat pagi.”

SP 3 Keluarga:

Membuat perencanaan pulang bersama keluarga.

Orientasi:

“Selamat pagi Pak/Bu?”

“Karena hari ini P sudah boleh pulang, maka kita akan membicarakan jadwal P
selama di rumah.”

“Berapa lama Bapak/Ibu ada waktu? Mari kita bicarakan di kantor.”

Kerja:

“Pak/Bu ini jadwal P selama di rumah sakit. Coba perhatikan apakah semua dapat
dilaksanakan di rumah? Jadwal yang sudah dibuat selama P di rumah sakit ini
tolong dilanjutkan di rumah, baik jadwal kegiatan maupun jadwal minum
obatnya.”

“Hal-hal yang perlu diperhatikan selanjutnya adalah perilaku yang ditampilkan


oleh P selama di rumah. Misalnya jika P terus-menerus menyalahkan dirinya
sendiri di rumah dan terus-menerus menyalahkan diri sendiri serta tidak mau
minum obat atau memperlihatkan perilaku yang membahayakan orang lain.

23
Segera hubungi perawat KJ di Puskesmas Janur I, puskesmas terdekat dari rumah
Bapak/Ibu. Ini nomor telepon puskesmasnya: 0531-xxx.”

“Selanjutnya Perawat KJ tersebut yang akan memantau perawatan P selama di


rumah.”

Terminasi:

“Bagaimana Pak/Bu apakah ada yang belum jelas?”.

“ini ada jadwal harian P untuk dibawa pulang. Ini surat rujukan untuk merawat P
di puskesmas Janur I. Jangan lupa kontrol ke puskesmas sebelum obatnya habis
atau jika ada gejala yang tampak. Silakan selesaikan administrasinya.”

Evaluasi

1. Kemampuan pasien dan keluarga


Nama pasien :
Ruangan :
Nama Perawat :

Petunjuk: berikan tanda check () bila pasien atau keluarga mampu


melakukan keterampilan di bawah ini. Tuliskan tanggal setiap melakukan
sepervisi

No Kemampuan Tgl Tgl


A PASIEN
1 Menyebutkan kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
2 Menilai kemampuan yang masih dapat digunakan
3 Memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan
minat
4 Melatih kemampuan yang telah dipilih
5 Melaksanakan kemampuan yang telah dilatih
6 Melakukan kegiatan sesuai jadwal
B KELUARGA
1 Menjelaskan pengertian serta tanda-tanda orang

24
dengan harga diri rendah
2 Menyebutkan tiga cara merawat pasien dengan
HDR (memberikan pujian, menyediakan fasilitas
untuk pasien dan melatih pasien melakukan
kemampuan)
3 Mampu mempraktikkan cara merawat pasien
4 Melakukan follow-up sesuai rujukan

2. Kemampuan Perawat
Nama Perawat :
Ruangan :

No Kemampuan Tgl Tgl


A PASIEN
SP 1 Pasien
1 Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki pasien
2 Membantu pasien menilai kemampuan pasien yang
masih dapat digunakan
3 Membantu pasien sesuai kemampuan yang dipilih
4 Memberikan pujian yang wajar terhadap
keberhasilan pasien
5 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
SP 1 Keluarga
1 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga
dalam merawat pasien
2 Menjelaskan pengertian, tanda gejala harga diri
rendah yang dialami pasien serta proses terjadinya
3 Menjelaskan cara-cara merawat pasien dengan HDR
SP 2 Keluarga
1 Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat
pasien dengan HDR
2 Melatih keluarga cara merawat langsung kepada
pasien HDR
SP 2 Keluarga
1 Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di

25
rumah termasuk jadwal minum obat (discharge
planning)
2 Menjelaskan follow-up pasien setelah pulang

26
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan
rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negative terhadap diri
sendiri dan kemampuan diri. Berikut ini adalah tanda dan gejala harga diri
rendah :
1. Mengkritik diri sendiri
2. Perasaan tidak mampu
3. Pandangan hidup yang pesimis
4. Penurunan produktivitas
5. Penolakan terhadap kemampuan diri

Selain tanda dan gejala tersebut, kita dapat juga mengamati


penampilan seseorang dengan harga diri rendah yang tampak kurang
memerhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapi, selera makan
menurun, tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak menunduk, dan
bicara lambat dengan nada suara lemah.

B. Saran
Bermutu atau tidaknya pelayanan Keperawatan di suatu Rumah
Sakit sangat bergantung pada kerjasama antar Perawat itu sendiri. Apabila
tidak adanya suatu hubungan yang baik antara sesama anggota dan klien
maka akan sulit membangun kepercayaan masyarakat dalam Asuhan
Keperawatan yang diberikan. Agar kinerja dalam keperawatan berjalan
dengan efektif maka seorang perawat juga perlu memahami setiap karakter
yang berbeda dari setiap klien. Selain dapat memberikan hasil kerja yang
terbaik, dalam memberikan Asuhan Keperawatan juga dapat dilakukan
dengan lancar.

27
DAFTAR PUSTAKA

Jaya, Kusnandi. 2015. Keperawatan Jiwa. Tangerang Selatan: Binarupa Aksara.

Stuart & Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3. Jakarta: EGC.

Keliat, Budi Anna dkk. 1998. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
EGC.

28

Anda mungkin juga menyukai