DISUSUN OLEH :
MERI SYAKILA
P07120317018
JURUSAN KEPERAWATAN
KONSEP TEORI
1
A. Pengertian
Harga diri rendah merupakan perasaaan yang berasal dari
penerimaan diri sendiri tanpa syarat walaupun melakukan kesalahan,
kekalahan, kegagalan, tetap merasa penting dan berharga. (Stuart, 2007).
Harga diri rendah merupakan rasa negatif terhadap diri sendiri
termasuk kehilangan percaya diri, tidak berharga, tidak berguna, tidak
berdaya, pesimis, tidak ada harapan dan putuasa (Depkes, 2000).
Harga diri rendah adalah penilaian individu tentang pencapaian diri
dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri, atau
cita-cita atau harapan langsung menghasilkan perasaan bahagia
(Keliat,2005).
Seseorang yang dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika ia
meyakini dan memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak
dapat berbuat apa – apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik,
tidak disukai dan kehilangan daya tarik terhadap hidup. Orang dengan
konsep diri negatif akan cenderung bersikap pesimistik terhadap
kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya. Akan ada dua pihak yang
bisa disalahkannya, entah itu menyalahkan diri sendiri (secara negatif)
atau menyalahkan orang lain (Rini, J.F, 2002).
B. Jenis-Jenis Konsep Diri
Konsep diri terdiri atas komponen-komponen berikut ini :
a. Citra tubuh (Body Image)
Citra tubuh (Body Image) adalah kumpulan dari sikap individu yang
disadari dan tidak disadari terhadap tubuhnya. Termasuk persepsi
masa lalu dan sekarang, serta perasaan tentang ukuran, fungsi,
penampilan, dan potensi. Yang secara berkesinambungan
dimodifikasi dengan persepsi dan pengalaman yang baru (Stuart &
Sundeen, 1998).
2
tertentu (Stuart & Sundeen, 1998). Sering juga disebut bahwa ideal
diri sama dengan cita-cita, keinginan, harapan tentang diri sendiri.
C. Klasifikasi
Gangguan harga diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara:
1) Situsional
Harga diri rendah situasional adalah keadaan dimana individu
yang sebelumnya memiliki harga diri positif mengalami perasaan
negatif mengenai diri dalam berespon, terhadap suatu kejadian
(kehilangan, perubahan).
HDR yang terjadi akibat trauma secara tiba-tiba misalnya pasca-
operasi, kecelakaan, cerai, putus sekolah, PHK, atau perasaan malu
3
(karena menjadi korban pemerkosaan, dipenjara atau dituduh KKN).
Pada pasien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena
privacy yang kurang diperhatikan: pemeriksaan fisik yang
sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pemasangan
kateter, pemeriksaan perianal dan lain-lain), harapan akan
struktur,bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena karena
dirawat atau sakit atau penyakit, perlakuan petugas yang tidak
menghargai.
2) Kronis
Harga diri rendah kronik adalah keadaan dimana individu
mengalami evaluasi diri yang negatif mengenai diri atau kemampuan
dalam waktu lama. Perasaan negatif terhadap diri sudah berlangsung
lama yaitu sebelum sakit atau dirawat. Pasien ini mempunyai cara
berpikir yang negatif, kejadian sakit yang dirawat akan menambah
persepsi negatif terhadap dirinya.
D. Etiologi
Harga diri rendah sering disebabkan karena adanya koping
individu yang tidak efektif akibat adanya kurang umpan balik positif,
kurangnya system pendukung kemunduran perkembangan ego,
pengulangan umpan balik yang negatif, difungsi system keluarga serta
terfiksasi pada tahap perkembangan awal (Townsend, M.C. 1998 : 366).
Menurut Carpenito, L.J (1998 : 82) koping individu tidak efektif
adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau beresiko
mengalami suatu ketidakmampuan dalam mengalami stessor internal atau
lingkungan dengan adekuat karena ketidakkuatan sumber-sumber (fisik,
psikologi, perilaku atau kognitif).
Sedangkan menurut Townsend, M.C (1998 : 312) koping individu
tidak efektif merupakan kelainan perilaku adaptif dan kemampuan
memecahkan masalah seseorang dalam memenuhi tuntutan kehidupan
dan peran. Adapun Penyebab Gangguan Konsep Diri Harga Diri Rendah,
yaitu :
4
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor yang mempengaruhi harga diri
Meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua tidak
realistis, kegagalan yang berulang, kurang mempunyai tanggung
jawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri
yang tidak realistis.
b. Faktor yang mempengaruhi peran.
Di masyarakat umumnya peran seseorang disesuai dengan
jenis kelaminnya. Misalnya seseorang wanita dianggap kurang
mampu, kurang mandiri, kurang obyektif dan rasional
sedangkan pria dianggap kurang sensitive, kurang hangat,
kurang ekspresif dibandingkan wanita. Sesuai dengan standar
tersebut, jika wanita atau pria berperan tidak sesuai lazimnya
maka dapat menimbulkan konflik diri maupun hubungan sosial.
c. Faktor yang mempengaruhi identitas diri.
Meliputi ketidak percayaan, tekanan dari teman sebaya dan
perubahan struktur sosial. Orang tua yang selalu curiga pada
anak akan menyebabkan anak menjadi kurang percaya diri, ragu
dalam mengambil keputusan dan dihantui rasa bersalah ketika
akan melakukan sesuatu. Control orang yang berat pada anak
remaja akan menimbulkan perasaan benci kepada orang tua.
Teman sebaya merupakan faktor lain yang berpengaruh pada
identitas. Remaja ingin diterima, dibutuhkan dan diakui oleh
kelompoknya.
d. Faktor biologis
Adanya kondisi sakit fisik yang dapat mempengaruhi kerja
hormon secara umum, yang dapat pula berdampak pada
keseimbangan neurotransmitter di otak, contoh kadar serotonin
yang menurun dapat mengakibatkan klien mengalami depresi
5
dan pada pasien depresi kecenderungan harga diri dikuasai oleh
pikiran-pikiran negatif dan tidak berdaya.
2. Faktor Prespitasi
Masalah khusus tentang konsep diri disebabkan oleh setiap
situasi yang dihadapi individu dan ia tidak mampu menyesuaikan.
Situasi atas stressor dapat mempengaruhi komponen.
Stressor yang dapat mempengaruhi gambaran diri adalah
hilangnya bagian tubuh, tindakan operasi, proses patologi penyakit,
perubahan struktur dan fungsi tubuh, proses tumbuh kembang
prosedur tindakan dan pengobatan. Sedangkan stressor yang dapat
mempengaruhi harga diri dan ideal diri adalah penolakan dan kurang
penghargaan diri dari orang tua dan orang yang berarti, pola asuh
yang tidak tepat, misalnya selalu dituntut, dituruti, persaingan
dengan saudara, kesalahan dan kegagalan berulang, cita-cita tidak
terpenuhi dan kegagalan bertanggung jawab sendiri. Stressor
pencetus dapat berasal dari internal dan eksternal:
a. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau
menyaksikan peristiwa yang mengancam kehidupan.
b. Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dan individu mengalaminya sebagai frustasi.
6
tubuh, perubahan fisik yang berhubungan dengan tumbuh
kembang normal. Perubahan tubuh dapat mempengaruhi semua
komponen konsep diri yaitu gambaran diri, identitas diri, peran
dan harga diri.
E. Akibat
Harga diri rendah yang tidak teratasi dan dapat berisiko terjadi
isolasi sosial : menarik diri. Menarik diri merupakan percobaan untuk
menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan
orang lain (rawlins, 1993).
Tanda dan gejala berupa: apatis, ekspresi sedih, afek
tumpul,menghindar dari orang lain (menyendiri), komunikasi kurang atau
tidak ada. Pasien tidak tampak bercakap-cakap dengan pasien lainatau
perawat, tidak ada kontak mata, pasien sering menunduk,berdiam diri
dikamar atau pasien kurang mobilitas, menolak berhubungan dengan
orang lain, pasien memutuskan memutuskan percakapan atau pergi jika
diajak bercakap-cakap, tidak atau jarang melakukan kegiatan sehari-hari.
7
10. Perasaan tidak mampu.
11. Pandangan hidup yang pesimitis.
12. Tidak menerima pujian.
13. Penurunan produktivitas.
14. Penolakan tehadap kemampuan diri.
15. Kurang memperhatikan perawatan diri.
16. Berpakaian tidak rapi.
17. Berkurang selera makan.
18. Tidak berani menatap lawan bicara.
19. Lebih banyak menunduk.
20. Bicara lambat dengan nada suara lemah.
G. Rentang respon
8
Keterangan:
H. Pohon Masalah
Pohon masalah yang muncul menurut Fajariyah (2012) :
9
I. Penatalaksanaan
Menurut hawari (2001), terapi pada gangguan jiwa skizofrenia
dewasa ini sudah dikembangkan sehingga penderita tidak mengalami
diskriminasi bahkan metodenya lebih manusiawi daripada masa
sebelumnya. Terapi yang dimaksud meliputi :
a. Psikofarmaka
Adapun obat psikofarmaka yang ideal yaitu yang memenuhi syarat
sebagai berikut:
1) Dosis rendah dengan efektifitas terapi dalam waktu yang cukup
singkat
2) Tidak ada efek samping kalaupun ada relative kecil
3) Dapat menghilangkan dalam waktu yang relative singkat, baik
untuk gejala positif maupun gejala negative skizofrenia
4) Lebih cepat memulihkan fungsi kogbiti
5) Tidak menyebabkan kantuk
6) Memperbaiki pola tidur
7) Tidak menyebabkan habituasi, adikasi dan dependensi
8) Tidak menyebabkan lemas otot.
10
(atypical).Obat yang termasuk golongan generasi pertama misalnya
chlorpromazine HCL, Thoridazine HCL, dan Haloperidol. Obat yang
termasuk generasi kedua misalnya : Risperidone, Olozapine,
Quentiapine, Glanzapine, Zotatine, dan aripiprazole.
b. Psikoterapi
Therapy kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul
lagi dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter.
Maksudnya supaya ia tidak mengasingkan diri lagi karena bila ia
menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik.
Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama.
(Maramis,2005,hal.231).
d. Keperawatan
Biasanya yang dilakukan yaitu Therapi modalitas/perilaku
merupakan rencana pengobatan untuk skizofrrenia yang ditujukan
pada kemampuan dan kekurangan klien.Teknik perilaku
menggunakan latihan keterampilan sosial untuk meningkatkan
kemampuan sosial.Kemampuan memenuhi diri sendiri dan latihan
praktis dalam komunikasi interpersonal.Therapi kelompok bagi
skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana dan masalah dalam
hubungan kehidupan yang nyata. (Kaplan dan Sadock,1998).
Therapy aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu therapy
aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi, theerapy aktivitas
kelompok stimulasi sensori, therapi aktivitas kelompok stimulasi
11
realita dan therapy aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat dan
Akemat,2005,hal.13).
Dari empat jenis therapy aktivitas kelompok diatas yang paling
relevan dilakukan pada individu dengan gangguan konsep diri harga
diri rendah adalah therapyaktivitas kelompok stimulasi persepsi.
Therapy aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah therapy
yang mengunakan aktivitas sebagai stimulasi dan terkait dengan
pengalaman atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok,
hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau
alternatif penyelesaian masalah.(Keliat dan Akemat,2005).
12
Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
3. Intervensi keperawatan
a. Intervensi keperawatan pada pasien
Tujuan :
Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki
Pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
Pasien dapat menetapkan atau memilih kegiatan yang sesuai
kemampuan
Pasien dapat melatih kegiatan yang sudah dipilih sesuai
kemampuan
Pasien dapat menyusun jadwal untuk melakukan kegiatan yang
sudah dilatih
Tindakan keperawatan :
1) Identifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki
oleh pasien.
Untuk membantu pasien mengidentifikasi kemampuan dan
aspek positif yang dimiliki, perawat dapat:
a) Mendiskusikan bahwa sejumlah kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki pasien seperti kegiatan pasien
dirumah sakit, dirumah, dalam keluarga dan lingkungan
terdekat pasien.
b) Berikan pujian yang realistis atau nyata dan dihindarkan
penilaian yang negatif setiap kali bertemu dengan pasien.
13
c) Perhatikan respons yang kondusif dan menjadi pendengar
yang aktif.
14
c) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan tingkat toleransi dan
perubahan setiap kegiatan
d) Susun jadwal untuk melaksanakan kegiatan yang telah
dilatih
e) Berikan kesempatan mengungkapkan perasaannya setelah
pelaksanaan kegiatan
Tujuan :
Keluarga membantu pasien mengidentifikasi kemampuan yang
dimiliki pasien
Keluarga memfasilitasi kemampuan yang masih dimilik pasien
Keluarga memotivasi pasien utnuk melakukan kegiatan yang
sudah dilatihkan dan memberikan pujian atas keberhasilan
pasien
Keluarga mampu menilai perkembangan perubahan
kemampuan pasien
Tindakan keperawatan :
1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat
pasien dirumah
2) Jelaskan kepada keluarga tentang harga diri rendah yang ada
pada pasien
3) Diskusikan dengan keluarga kemampuan yang dimiliki pasien
dan berikan pujian bagi pasien atas kemampuannya
4) Jelaskan cara-cara merawat pasien dengan harga diri rendah
5) Peragakan cara merawat pasien dengan masalah harga diri
rendah
6) Berikan kesempatan pada keluarga untuk mempraktikan cara
merawat pasien dengan harga diri rendah sebagaimana yang
telah perawat peragakan sebelumnya
15
7) Bantu keluarga menyusun rencana kegiatan pasien dirumah.
16
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
SP 1 Pasien:
Orientasi :
“Dimana kita duduk? Bagaimana jika diruang tamu ? berapa lama? Bagaiman jika
20 menit. “
Kerja :
“ P, apa saja kemampuan yang P miliki? Bagus,ada lagi? Saya buat daftarnya ya!
Apalagi kegiatan rumah yang biasa P lakukan? Bagaimana dengan merapikan
kamar ? menyapu ? mencuci piring?”
“ Dari kelima kegiatan tadi,mana yang masih bisa P lakukan dirumah sakit……?
Oke…… (misalnya saja pasien memilih tiga kegiatan). Nah , dari ketiganya tadi
mana yang mau dilaksanakan terlebih dahulu. ( misalnya pasien memilih
merapikan tempat tidur). Baik ,kita akan merapikan tempat tidur. Kita lihat tempat
tidur P apakah sudah rapi!”
17
bagus! Sekarang bagian kaki, tarik dan masukkan. Bagus! Sekarang bagian
pinggirnya kita masukkan. Sekarang ambil bantal, rapikan dan letakkan di sebelah
atas. Mari kita lipat selimut. Nah, sekarang letakkan dibagian kaki. Bagus!”
“P sudah bisa merapikan tempat tidur sendiri dengan baik sekali. Coba perhatikan
apakah berbeda dengan sebelum dirapikan?”
“Coba P lakukan dan jangan lupa memberikan tanda M pada daftar ini jika P bisa
melakukan secara mandiri dan tanpa disuruh; B dengan bantuan atau harus
diingatkan baru melakukan; serta T jika tidak dilakukan.
Terminasi:
“Sekarang mari kita masukkan dalam jadwal harian. P mau berapa kali sehari
merapikan tempat tidur? Bagus . . . pagi mau jam berapa? Dan sore jam berapa?”
“Besok pagi kita latih lagi kemampuan yang kedua. P masih ingat kemampuan
apa lagi yang masih bisa P lakukan selain merapikan tempat tidur tadi? Ya bagus .
. .Cuci piring. Jika begitu kita akan melaksanakan kegiatan mencuci piring besok
jam 8 pagi di dapur ruangan ini sehabis makan pagi. Sampai jumpa.”
SP 2 Pasien:
Orientasi:
“Bagaimana P, sudah dicoba merapikan tempat tidur sore kemarin atau tadi pagi?
(bila sudah dilakukan berikan pujian bila belum dilakukan bantu lagi). Sekarang
kita akan melakukan kegiatan yang kedua. Masih ingat kegiatan itu P?”
18
“Ya benar. Kita akan mencuci piring di dapur ruangan ini.”
Kerja
“Setelah semua perlengkapan tersedia, P ambil satu piring kotor, lalu buang sisa
kotoran yang ada di piring ketempat sampah. Kemudian P membersihkan piring
tadi dengan sabut yang sudah diberi sabun khusus untuk mencuci piring. Setelah
selesai di sabuni, bilas dengan air bersih sampai tidak ada lagi busa sabun sedikit
pun di piring tersebut. Setelah itu, P bisa mengeringkan piring yang sudah dicuci
di rak yang sudah ada di dapur. Nah, selesai.”
Terminasi:
“Bagaimana jika kegiatan mencuci piring ini dijadikan kegiatan sehari-hari nya P?
Mau berapa kali sehari P mencuci piring? Bagus sekali P mencuci piring 3 kali
sehari setelah makan.”
“Besok kita akan latihan kemampuan yang ketiga, setlah merapikan tempat tidur
dan mencuci piring. Masih ingat kegiatan apakah itu? Ya benar, kegiatan
mengepel lantai.”
19
SP 1 Keluarga:
Orientasi:
“Selamat pagi!”
“Bagaimana jika pagi ini kita bercakap-cakap tentang cara merawat P. Berapa
lama waktu Bapak / Ibu? 30 menit? Baik mari kita duduk di ruangan wawancara.”
Kerja:
“Ya memang benar Bapak / Ibu P itu memang terlihat tidak percaya diri sering
menyalahkan dirinya dan mengatakan bahwa dirinya adalah orang paling bodoh
sedunia. Dengan kata lain anak Bapak / Ibu memiliki masalah harga diri rendah
ditandai dengan munculnya pikiran yang selalu negatif tentang diri sendiri. Bila
keadaan P terus menenrus seperti itu, P bisa mengalami masalah lebih berat lagi,
misalnya P malu bertemu dengan orang lain dan memilih untuk mengurung diri.”
“Setelah kita mengerti bahwa masalah P ini dapat menjadi masalah yang serius,
maka kita perlu memberikan perawatan yang baik untuk P.”
“Menurut Bapak / Ibu apa saja kemampuan yang dimiliki P? Ya benar. Dia juga
mengatakan hal yang sama (bila memang sama dengan yang di ungkapkan
sebelumnya).”
20
“Selama di rumah sakit P ini telah berlatih melakukan dua kegiatan, yaitu
merapikan tempat tidur dan mencuci piring. Serta telah di buat jadwal untuk
melakukannya. Untuk itu Bapak/Ibu dapat meningkatkan P untuk melakukan
kegiatan itu sesuai jadwal dan jangan lupa memberikan pujian bila ia sudah
melakukannya secara mandiri agar harga dirinya meningkat. Jangan lupa juga
membantu menyiapkan peralatan yang dibutuhkan untuk kegiatan tersebut. Ajak
pula memberikan checklist pada jadwal kegiatannya.”
Selain itu bila P sudah tidak lagi dirawat di rumah sakit, Bapak/Ibu masih tetap
perlu memantau perkembangan P. Jika masalah harga dirinya kembali muncul dan
tidak tertangani lagi, Bapak/Ibu bisa membawanya ke puskesmas atau ke rumah
sakit.”
“Nah, bagaimana jika sekarang kita praktikkan cara memberikan pujian pada P?”
“Temui P dan tanyakan kegiatan yang sudah dia lakukan, lalu berikan pujian
dengan mengatakan: Bagus sekali P, kamu sudah semakin terampil mencuci
piring.”
Terminasi:
“Bagus sekali, Bapak/Ibu sudah dapat menjelaskan dengan baik. Nah, setiap kali
Bapak/Ibu kemari lakukan yang seperti itu. Nanti di rumah juga demikian.”
“Bagaimana jika kita bertemu kembali dua hari mendatang untuk latihan cara
memberi pujian langsung kepada P?”
21
SP 2 keluarga:
Orientasi:
“Bapak/Ibu masih ingat latihan merawat anak Bapak/Ibu seperti yang kita pelajari
dua hari yang lalu?”
“Waktunya 20 menit.”
Kerja:
“Hari ini saya datang bersama kedua orang tua P. Seperti yang sudah saya katakan
sebelumnya, orang tua P juga ingin merawat P agar P cepat pulih.”
“Nah Pak/Bu, sekarang Bapak/Ibu bisa memperaktikkan apa yang sudah kita latih
beberapa hari yang lalu, yaitu cara memberikan pujian terhadap perkembangan
anak Bapak/Ibu.”
“Baiklah, sekarang saya dan orang tua P akan ke ruangan perawat dulu.”
22
(perawat dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan
keluarga).
Terminasi:
“Mulai sekarang Bapak/Ibu sudah bisa melakukan cara merawat tadi kepada P.”
“Tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan pengalaman Bapak/Ibu
melakukan cara merawat yang sudah Bapak/Ibu pelajari.”
“Selamat pagi.”
SP 3 Keluarga:
Orientasi:
“Karena hari ini P sudah boleh pulang, maka kita akan membicarakan jadwal P
selama di rumah.”
Kerja:
“Pak/Bu ini jadwal P selama di rumah sakit. Coba perhatikan apakah semua dapat
dilaksanakan di rumah? Jadwal yang sudah dibuat selama P di rumah sakit ini
tolong dilanjutkan di rumah, baik jadwal kegiatan maupun jadwal minum
obatnya.”
23
Segera hubungi perawat KJ di Puskesmas Janur I, puskesmas terdekat dari rumah
Bapak/Ibu. Ini nomor telepon puskesmasnya: 0531-xxx.”
Terminasi:
“ini ada jadwal harian P untuk dibawa pulang. Ini surat rujukan untuk merawat P
di puskesmas Janur I. Jangan lupa kontrol ke puskesmas sebelum obatnya habis
atau jika ada gejala yang tampak. Silakan selesaikan administrasinya.”
Evaluasi
24
dengan harga diri rendah
2 Menyebutkan tiga cara merawat pasien dengan
HDR (memberikan pujian, menyediakan fasilitas
untuk pasien dan melatih pasien melakukan
kemampuan)
3 Mampu mempraktikkan cara merawat pasien
4 Melakukan follow-up sesuai rujukan
2. Kemampuan Perawat
Nama Perawat :
Ruangan :
25
rumah termasuk jadwal minum obat (discharge
planning)
2 Menjelaskan follow-up pasien setelah pulang
26
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan
rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negative terhadap diri
sendiri dan kemampuan diri. Berikut ini adalah tanda dan gejala harga diri
rendah :
1. Mengkritik diri sendiri
2. Perasaan tidak mampu
3. Pandangan hidup yang pesimis
4. Penurunan produktivitas
5. Penolakan terhadap kemampuan diri
B. Saran
Bermutu atau tidaknya pelayanan Keperawatan di suatu Rumah
Sakit sangat bergantung pada kerjasama antar Perawat itu sendiri. Apabila
tidak adanya suatu hubungan yang baik antara sesama anggota dan klien
maka akan sulit membangun kepercayaan masyarakat dalam Asuhan
Keperawatan yang diberikan. Agar kinerja dalam keperawatan berjalan
dengan efektif maka seorang perawat juga perlu memahami setiap karakter
yang berbeda dari setiap klien. Selain dapat memberikan hasil kerja yang
terbaik, dalam memberikan Asuhan Keperawatan juga dapat dilakukan
dengan lancar.
27
DAFTAR PUSTAKA
Stuart & Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3. Jakarta: EGC.
Keliat, Budi Anna dkk. 1998. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
EGC.
28