Anda di halaman 1dari 115

LAPORAN PENDAHULUAN DAN LAPORAN STRATEGI

PELAKSANAAN PADA MASALAH GANGGUAN JIWA


DI RSJ MUTIARA SUKMA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Oleh :

BAIQ RIA SYAFRAINI


NIM : 011STYJ19

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI ILMU PROFESI NERS
TA. 2019/2020

0
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN WAHAM

A. Pengertian
Waham adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat terus-
menerus, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. (Budi Anna Keliat, 2006).
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian
realitas yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual
dan latar belakang budaya klien (Aziz R, 2003).

B. Rentang respon
Respon adaptif Respon maladaptif

Rentang perilaku klien dapat diidentifikasi sepanjang rentang respon


sehingga perawat dapat menilai apakah repson klien adaptif atau maladaptive.
Perilaku yang berhubungan  dengan respon biologis maladaptif :
1. Delusi
a. Waham meruypakan pikiran ( pandangan yang tidak rasional )
b. Berwujud sipat kemegahan diri
c. Pandangan yang tidak berdasarkan kenyataan
d. Gangguan berpikir, daya ingat, disorientasi, afek labil
2. Halusinasi
a. Pengalaman indera tanpa perangsang pada alat indera yang bersangkutan
b. Perasaan ada sesuatu tanpa adanya reangsangan sensorik, misalnya
penglihatan, rasa, bau, atau sensorium yang sepenuhnya merupakan
imajinasi
c. Mengalami dunia seperti dalam mimpi
3. Kerusakan proses emosi
a. Luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu singkat
b. Keadaan reaksi psikologis dan fisiologis seperti kegembiraan
c. Marah, amuk, depresi, tidak berespon

1
4. Perilaku yang tidak terorganisir
a. Tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan / lingkungan yang
tidak teratur
b. Kehilangan kendali terhadap impuls
5. Isolasi sosial
a. Menarik diri secara sosial
b. Menyendiri / mengasingkan diri dari kelompok

C. Jenis-Jenis Waham
1. Waham agama
Kenyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, di ucapkan
berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Contoh : “ kalau saya mau masuk surga saya harus mengunakan pakaian
putih setiap hari “, atau klien mengatakan bahwa diri nya adalah tuhan yang
dapat mengendalikan mahkluk nya
2. Waham kebesaran
Keyakinan secara berlebihan bahwa diri nya memiliki kekuatan
khusus atau kelebihan yang berbeda dengan orang lain, di ucapkan
berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Contoh : “ saya ini pejabat di departemen kesehatan lhooooo........”
“ saya punya tambang emas !”
3. Waham curiga
Keyakinan bahwa seseorang tau sekelompok orang berusaha
merugikan atau mencederai diri nya, di ucapkan berulang-ulang tetapi tidak
sesuai dengan kenyataan.
Contoh : “ saya tau ...........semua saudara saya ingin menghancurkan hidup
saya karena mereka semua iri dengan kesuksesan yang di alami saya”.
4. Waham somatik
Keyakinan seseorang bahwa tubuh tau bagian tubuh nya terganggu
atau terserang penyakit, di ucapkan berulag-ulang tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan.

2
Contoh :” klien selalu mengatakan bahwa diri nya sakit kanker,namun
setelah di lakukan pemeriksaa laboraturium tidak di temuka ada nya sel
kanker pada tubuh nya.
5. Waham nihilistik
Keyakinan seseorang bahwa diri nya sudah meninggal dunia, di
ucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai denga kenyataan
Contoh :” ini akan alam kubur nya, semua yang ada di sini adalah roh-roh”.
6. Waham sisip pikir : keyakinan klien bahwa ada pikiran orang lain yang
disisipkan ke dalam pikirannya.
7. Waham siar pikir : keyakinan klien bahwa orang lain mengetahui apa yang
dia pikirkan walaupun ia tidak pernah menyatakan pikirannya kepada orang
tersebut
8. Waham kontrol pikir : keyakinan klien bahwa pikirannya dikontrol oleh
kekuatan di luar dirinya.

D. Kategori Waham 
1. Waham sistematis: konsisten,  berdasarkan pemikiran mungkin  terjadi
walaupun hanya secara  teoritis.
2. Waham nonsistematis: tidak  konsisten, yang secara logis dan  teoritis tidak
mungkin

E. Fase- Fase Tejadinya Waham


Proses terjadinya waham meliputi 6 fase, yaitu :
1. Fase of human needm
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klien baik
secara fisik maupun psikis. Secara fisik klien dengan waham dapat terjadi
pada orang-orang dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas.
Biasanya klien sangat miskin dan menderita. Keinginan ia untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk melakukan kompensasi yang
salah. Ada juga klien yang secara sosial dan ekonomi terpenuhi tetapi
kesenjangan antara realiti dengan self ideal sangat tinggi

3
2. Fase lack of self esteem
Tidak adanya pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan
antara self ideal dengan self reality (keyataan dengan harapan) serta
dorongn kebutuhan yang tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan
sudah melampaui kemampuannya.
3. Fase control internal external
Klien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-
apa yang ia katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak
sesuai dengan keyataan, tetapi menghadapi keyataan bagi klien adalah suatu
yang sangat berat, karena kebutuhannya untuk diakui, kebutuhan untuk
dianggap penting dan diterima lingkungan menjadi prioritas dalam
hidupnya, karena kebutuhan tersebut belum terpenuhi sejak kecil secara
optimal. Lingkungan sekitar klien mencoba memberikan koreksi bahwa
sesuatu yang dikatakan klien itu tidak benar, tetapi hal ini tidak dilakukan
secara adekuat karena besarnya toleransi dan keinginan menjaga perasaan.
Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau konfrontatif
berkepanjangan dengan alasan pengakuan klien tidak merugikan orang lain.
4. Fase envinment support
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam
lingkungannya menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan klien
menganggap sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran
karena seringnya diulang-ulang. Dari sinilah mulai terjadinya kerusakan
kontrol diri dan tidak berfungsinya norma (super ego) yang ditandai dengan
tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong
5. Fase comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta
menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan
mendukungnya. Keyakinan sering disertai halusinasi pada saat klien
menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya klien sering menyendiri dan
menghindari interaksi sosial (isolasi sosial).

4
6. Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap
waktu keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang
muncul sering berkaitan dengan traumatik masa lalu atau kebutuhan-
kebutuhan yang tidak terpenuhi (rantai yang hilang). Waham bersifat
menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat menimbulkan ancaman
diri dan orang lain.

F. Penyebab
1. Factor predisposisi
a. Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan menggangu hubungan
interpersonal seseorang. Hal ini dapat meningkatkan stress dan ansietas
yang berakir dengan gangguan presepsi, klien menekankan perasaan nya
sehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif
b. Faktor sosial budaya
Seseorang yang merasa di asingkan dan kesepian dapat
menyebabkan timbul nya waham
c. Faktor psikologi
Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda bertentangan dapat
menimbulkan ansietas dan berakhir dengan pengingkaran terhadap
kenyataan
d. Faktor biologis
Waham di yakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran
ventrikel di otak atau perubahan pada sel kortikal dan lindik
2. Factor presipitasi
a. Faktor sosial budaya
Waham dapat di picu karena ada nya perpisahan dengan orang
yang berarti atau di asingkan dari kelompok
b. Faktor biokimia
Dopamin, norepinepin, dan zat halusinogen lain nya di duga dapat
menjadi penyebab waham pada seseorang

5
c. Faktor psikologis
Kecemasan yang memanjang dan terbatasan nya kemampuan
untuk mengatasi masalah sehingga klien mengembangkan koping untuk
menghindari kenyataan yang menyenagkan.

G. Tanda dan Gejala


1. Data subbyektif
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama,
kebesaran, curiga, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi
tidak sesuai dengan kenyataan (Keliat, 2009).
2. Data obyektif
a. Menolak makan
b. Tidak ada perhatian terhadap perawatan diri
c. Ekspresi muka sedih/ gembira/ ketakutan
d. Gerakan tidak terkontrol
e. Mudah tersinggung
f. Isi pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan
g. Tidak bisa membedakan antara kenyataan dan bukan kenyataan
h. Menghindar dari orang lain
i. Mendominasi pembicaraan
j. Berbicara kasar
k. Menjalankan kegiatan keagamaan secara berlebihan.    
     
H. Akibat
Akibat dari waham klien dapat mengalami kerusakan komunikasi
verbal. Tanda dan gejala: Pikiran tidak realistik, flight of ideas, kehilangan
asosiasi, pengulangan kata-kata yang didengar dan kontak mata yang kurang.
Akibat yang lain yang ditimbulkannya adalah beresiko mencederai
diri, orang lain dan lingkungan. Tanda dan gejala:
1. Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
2. Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah.

6
3. Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
4. Mata merah, wajah agak merah.
5. Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri/orang lain.
6. Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
7. Merusak dan melempar barang-barang.

I. Psikopatologi
Faktor Predisposisi (biologis, Faktor presipitasi (biologis,
Psikodinamik, Stress lingkungan,
Psikososial) Pemicu gejala)

Koping yang tdk efektif/Mekanisme pertahanan diri (-)

Respon maladaptive (R)

Konsep diri (-)

Individu jatuh dlm frustasi yang mendalam

Isos HDR

Kronis

Skizofrenia

Waham Halusinasi GOR

7
a. Kerusakan komunikasi verbal
b. Defisit Perawatan Diri,
c. Resti PK, KKV dan
d. Resti Mencederai Diri dan lingkungan

J. Diagnosa Keperawatan Utama


Perubahan isi pikir : waham

K. Fokus Intervensi Keperawatan


Diagnosa I : Perubahan isi pikir : waham
Tujuan umum : Klien tidak terjadi kerusakan komunikasi verbal
Tujuan khusus :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat


Kriteria evaluasi :
a. klien dapat memperkenalkan diri dan menyebutkan nama
b. klien mau mengungkapkan perasaannya.
Tindakan :
1) Bina hubungan. saling percaya: salam terapeutik, perkenalkan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kontrak yang jelas topik, waktu, tempat).
2) Jangan membantah dan mendukung waham klien: katakan perawat
menerima keyakinan klien "saya menerima keyakinan anda" disertai
ekspresi menerima, katakan perawat tidak mendukung disertai ekspresi
ragu dan empati, tidak membicarakan isi waham klien.
3) Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi: katakan
perawat akan menemani klien dan klien berada di tempat yang aman,
gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan tinggalkan klien sendirian.
4) Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan
perawatan diri
Rasional : Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk
kelancaran interaksi.

8
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
Kriteria evaluasi :
a. klien dapat mengetahui kemampuan yang dimilikinya
Tindakan :
1) Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis.
2) Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu
dan saat ini yang realistis.
3) Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk
melakukannya saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari - hari dan
perawatan diri).
4) Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai
kebutuhan waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa klien
sangat penting.
Rasional : Dengan mengetahui kemampuan yang dimiliki klien, maka
akan memudahkan perawat untuk mengarahkan kegiatan yang
bermanfaat bagi klien dari pada hanya memikirkannya
3. Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
Kriteria evaluasi :
a. klien dapat melakukan kebutuhannya yang harus dipenuhi
b. klien dapat melakukan kebutuhan dasarnya secara mandiri
Tindakan :
1) Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
2) Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di rumah
maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah).
3) Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham.
4) Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan
memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin).
5) Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan
wahamnya.
Rasional : Dengan mengetahui kebutuhan klien yang belum terpenuhi
perawat dapat merencanakan untuk memenuhinya dan lebih

9
memperhatikan kebutuhan kien tersebut sehungga klien merasa
nyaman dan aman.
4. Klien dapat berhubungan dengan realitas
Kriteria evaluasi :
a. klien mampu menerima keadaannya secara realistis
Tindakan :
1) Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain, tempat
dan waktu).
2) Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas.
3) Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien.
Rasional : Menghadirkan realitas dapat membuka pikiran bahwa
realita itu lebih benar dari pada apa yang dipikirkan klien sehingga
klien dapat menghilangkan waham yang ada
5. Klien dapat menggunakan obat dengan benar
Kriteria evaluasi :
a. Klien dan keluarga dapat menyebutkan manfaat, dosis dan efek
samping obat.
b. Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar.
c. Klien mendapat informasi tentang efek dan efek samping obat.
d. Klien dapat memahami akibat berhenti minum obat tanpa konsutasi.
e. Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar penggunaan obat.
Tindakan :
1) Diskusikan dengan kiten tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek dan
efek samping minum obat.
2) Bantu klien menggunakan obat dengan priinsip 5 benar (nama pasien,
obat, dosis, cara dan waktu).
3) Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan.
4) Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.
Rasional : Penggunaan obat yang secara teratur dan benar akan
mempengaruhi proses penyembuhan dan memberikan efek dan efek
samping obat

10
6. Klien dapat dukungan dari keluarga
Kriteria evaluasi :
a. Keluarga dapat saling percaya dengan perawat.
b. Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan tindakan untuk
mengendalikan halusinasi.
Tindakan :
1) Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang:
gejala waham, cara merawat klien, lingkungan keluarga dan follow
up obat.
2) Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga
Rasional : dukungan dan perhatian keluarga dalam merawat klien
akan mambentu proses penyembuhan klien

STRATEGI PELAKSANAAN
GANGGUAN PROSES PIKIR : WAHAM

SP 1 Pasien : Membina hubungan saling percaya; mengidentifikasi


kebutuhan yang tidak terpenuhi dan cara memenuhi kebutuhan;
mempraktekkan pemenuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi
Orientasi :
“Selamat pagi pak, perkenalkan nama saya Maezul, biasa dipanggil Maezul, saya
mahasiswa keperawatan dari Universitas Ngudi Waluyo yang akan praktek di ruangan
ini selama 2 minggu ke depan. Saya hari ini dinas pagi dari pukul 07.00-14.00, saya
yang akan merawat Bapak pagi ini.”
“Nama Bapak siapa? Senangnya dipanggil apa?” bagaimana perasaan bapak saat ini?
Apa yang bapak keluhkan? Coba ceritakan kegiatan keseharian bapak dirumah apa
saja? Harapan bapak yang belum terpenuhi sampai saat ini apa?
“Pak K, bisa kita berbincang-bincang tentang apa yang menjadi harapan bapak yang
belum terpenuhi sampai sekarang?”
“Berapa lama Pak K mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”
“Bapak mau kita berbincang-bincang di mana?”

Kerja:
“Saya mengerti Pak K merasa bahwa Pak K adalah seorang artis, tapi yang Bapak
rasakan tidak dirasakan oleh orang lain” menurut data sebenarnya bapak bukan
seorang artis, namun bapak adalah seorang karyawan swasta”. “sebenarnya bapak
merasakan kebutuhan bapak yang belum terpenuhi apa? Ohh bapak merasa diatur-atur
oleh keluarga bapak ya? Terus bapak pinginnya bagimana? Ohh bagus, jadi bapak
punya keinginan untuk mempunyai kegiatan di luar ya? Apa kegatannya? Bapak ingin
mengaji? Bapak bisa mengaji tidak? Coba bapak praktikkan cara mengaji! Waahh suara
bapak bagus sekali! Kalau begitu kenapa bapak tidak mengaji saja ketika ada waktu
luang? Jadi bapak mau mengaji kalau ada waktu luang? Bagus sekali bapak!

11
Terminasi :
“Bagaimana perasaan Bapak setelah berbincang-bincang dengan saya?” jadi apa saja
yang tadi kita obrolkan? Bagus bapak! Bagaimana perasaan bapak setelah tadi bapak
mengaji? Bapak jadi lebih tenang kan? Baik pak sekarang kita membuat jadwal latihan
untuk mengaji. Kita jadwalkan minimal 3 kali sehari ya pak? Bapak mau jam berapa
saja? Baik, jadi bapak akan mengaji minimal 3 kal sehari di jam 9, 14, dan 16 y pak?
Bagus bapak! Baik bapak bagaimana kalau besok kita bertemu lagi untuk berbincang-
bincang tentang hobi bapak, bapak maunya tempatnya dimana, jam berapa? bagaimana
kalau jam 9? berapa lama kita akan berlatih? Baiklah pak terimakasih, sampai ketemu
lagi besok ya pak.

` SP 2 Pasien : Mengidentifikasi kemampuan positif pasien dan membantu


mempraktekkannya
Orientasi :
“Selamat Pagi bapak K, masih ingat dengan saya ? saya perawat Maezul, bagaimana
perasaan Bapak saat ini? Apa yang bapak keluhkan? Bagus!”
“Apakah bapak sudah melakukan cara untuk memenuhi kebutuhan bapak dengan cara
mengaji sesuai jadwal kemarin? coba bapak praktikkan! Bagus sekali!
“Apakah Bapak sudah mengingat-ingat apa saja hobi atau kegemaran Bapak?”
“Bagaimana kalau kita bicarakan hobi tersebut sekarang?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang tentang hobi Bapak tersebut?”
“Berapa lama Bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20 menit tentang
hal tersebut?”

Kerja :
“Apa saja hobi bapak? Saya catat ya Pak, terus apa lagi?”
“Wah.., rupanya Bapak pandai main volley ya, tidak semua orang bisa bermain volley
seperti itu lho Pak”
“Bisa Bapak ceritakan kepada saya kapan pertama kali belajar main volley, siapa yang
dulu mengajarkannya kepada Bapak, dimana?”
“Bisa Bapak peragakan kepada saya bagaimana bermain volley yang baik itu?”
“Wah..baik sekali permainannya”
“Coba kita buat jadwal untuk kemampuan bapak ini ya, berapa kali sehari/seminggu
Bapak mau bermain volley?”
“Apa yang Bapak harapkan dari kemampuan bermain volley ini?”
“Ada tidak hobi atau kemampuan Bapak yang lain selain bermain volley?”

Terminasi :
“Bagaimana perasaan Bapak setelah kita bercakap-cakap tentang hobi dan kemampuan
Bapak?”. Jadi apa hobi bapak? Bagus!
Sekarang kita buat jadwal untuk mengaji, kita jadwalkan minimal 3 kali sehari sesuai
dengan jadwal kemarin. Selanjutnya cara mengembangkan hobi bapak yaitu volley, Kita
jadwalkan sehari sekali ya bapak, bapak maunya jam berapa pak? baik bapak
bagaimana kalau besok kita bertemu lagi untuk berbincang-bincang tentang cara minum
obat, bapak maunya tempatnya dimana , jam berapa ? bagaimana kalau jam 9 lagi?
berapa lama kita akan berlatih? Baiklah pak terimakasih, sampai ketemu lagi besok ya
pak.

SP 3 Pasien : Mengajarkan dan melatih cara minum obat yang benar


Orientasi :
“Selamat Pagi Pak K, masih ingat dengan saya? saya perawat Maezul, bagaimana
perasaan bapak hari ini?.” Apakah kemarin bapak sudah mengaji? coba praktikkan
mengaji!” “selanjutnya Apakah kemarin bapak sudah mempraktikan hobi bapak bermain
volly? Bagus!
“Sesuai dengan janji kemarin, bagaimana kalau sekarang kita membicarakan tentang
obat yang Bapak minum?”

12
“Dimana kita mau berbicara? Di kamar makan?”
“Berapa lama Bapak mau kita berbicara? 20 atau 30 menit?

Kerja :
“Bapak berapa macam obat yang diminum per Jam berapa saja obat diminum?”
“Bapak perlu minum obat ini agar pikirannya jadi tenang, tidurnya juga tenang”
“Obatnya ada tiga macam Pak, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya agar
tenang, yang putih ini namanya THP gunanya agar rileks, dan yang merah jambu ini
namanya HLP gunanya agar pikiran jadi teratur. Semuanya ini diminum 3 kali sehari
jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam”. “Bila nanti setelah minum obat mulut
Bapak terasa kering, untuk membantu mengatasinya abang bisa banyak minum dan
mengisap-isap es batu”.
“Sebelum minum obat ini Bapak dan ibu mengecek dulu label di kotak obat apakah
benar nama B tertulis disitu, berapa dosis atau butir yang harus diminum, jam berapa
saja harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar”
“Obat-obat ini harus diminum secara teratur dan kemungkinan besar harus diminum
dalam waktu yang lama. Agar tidak kambuh lagi sebaiknya Bapak tidak menghentikan
sendiri obat yang harus diminum sebelum berkonsultasi dengan dokter”.

Terminasi :
“Bagaimana perasaan Bapak setelah kita bercakap-cakap tentang obat yang bapak K
minum? Apa saja nama obatnya? Jam berapa minum obat?”
“Mari kita masukkan ke jadwal kegiatan Bapak.
Sekarang kita buat jadwal untuk mengaji, kita jadwalkan minmal 3 kali sehari sesuai
dengan jadwal kemarin. Selanjutnya cara mengembangkan hobi bapak yaitu volley. Kita
jadwalkan sehari sekali sesuai dengan jadwal kemarin ya pak? untuk jadwal minum obat
kita jadwalkan 3 kali sehari setelah makan selesai yaitu jam 7, 12, 17 ya pak? baik bapak
bagaimana kalau besok kita bertemu lagi untuk melihat jadwal yang telah dilaksanakan.
Bagaimana kalau seperti biasa jam 9 di tempat yang sama? ” kalau begittu saya pamit
dulu pak, selamat siang”

Kolaboratif
Pengobatan harus secepat mungkin harus diberikan, disini peran
keluarga sangat penting karena setelah mendapatkan perawatan di BPK RSJ
Propinsi Bali dan klien dinyatakan boleh pulang sehingga keluarga
mempunyai peranan yang sangat penting didalam hal merawat klien,
menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dan sebagai pengawas
minum obat (Maramis,2005, hal 213-232)
1. Farmakoterapi
a. Neuroleptika dengan dosis efektif tinggi bermanfaat pada penderita
dengan psikomotorik yang meningkat.
b. Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita skizoprenia
yang menahun, hasilnya lebih banyak jika mulai diberi dalam dua tahun
penyakit.

13
2. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang
grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui
electrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang listrik
dapat diberikan pada skizoprenia yang tidak mempan dengan terapi
neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
3. Psikoterapi dan Rehabilitasi 
4. Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena
berhubungan dengan praktis dengan maksud mempersiapkan klien
kembali ke masyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk
mendorong klien bergaul dengan orang lain, klien lain, perawat dan
dokter. Maksudnya supaya klien tidak mengasingkan diri karena dapat
membentuk kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan untuk mengadakan
permainan atau latihan bersama, seperti therapy modalitas yang terdiri dari
:
a. Therapy aktivitas
1) Therapy music
Focus : mendengar,memainkan alat musik, bernyanyi.
Yaitu menikmati dengan relaksasi musik yang disukai klien.
2) Therapy seni
Focus : untuk mengekspresikan perasaan melalui berbagai pekerjaan
seni.
3) Therapy menari
Focus pada : ekspresi perasaan melalui gerakan tubuh
4) Therapy relaksasi
Belajar dan praktek relaksasi dalam kelompok
Rasional : untuk koping / prilaku mal adaptif / deskriptif,
meningkatkan partisipasi dan kesenanga klien dalam kehidupan.
5) Therapy social
Klien belajar bersosialisasi dengan klien lain
6) Therapy kelompok
Group therapy (therapy kelompok)

14
a) Therapy group (kelompok terapiutik)
b) Adjunctive group activity therapy (therapy aktivitas kelompok)

15
DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk. 2003. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang: RSJD Dr.


Amino Gondoutomo.
Keliat Budi A. 2009. Model Praktik Keperawatan Professional Jiwa. EGC :
Jakarta
Keliat, Budi Anna dkk. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi
2.Jakarta: EGC
Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta :
Salemba Medika
Nurjannah (2005), Buku Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa edisi 2 Moco
Media
Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .
Suliswati (2005),  Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa, EGC  ; Jakarta

16
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN

1. Masalah utama
Resiko perilaku kekerasan
2. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan emosi yang merupakan
campuran perasaan frustasi dan benci atau marah. Hal ini didasarkan keadaan
emosi yang mendalam dari setiap orang sebagai bagian penting dari keadaan
emosional kita yang dapat diproyeksikan ke lingkungan, kedalam diri atau
destruktif (Yoseph, Iyus, 2010).
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap
kecemasanatau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai
ancaman (Stuart & Sundeen, 2007).
Jadi dapat disimpulkan bahwa perilaku kekerasan adalah suatu keadaan
dimana seseorang melakukan tindakan baik verbal maupun non verbal yang
dapat membahayakan diri sendiri, orang lain dan lingkungan yang muncul
akibat perasaan jengkel / kesal / marah.
3. Manifestasi Klinis
Menurut Keliat (2006) adalah:
1. Klien mengatakan benci / kesal dengan seseorang
2. Suka membentak
3. Menyerang orang yang sedang mengusiknya jika sedang kesal
4. Mata merah dan wajah agak merah
5. Nada suara tinggi dan keras
6. Bicara menguasai
7. Pandangan tajam
8. Suka merampas barang milik orang lain
9. Ekspresi marah saat memnicarakan orang

17
4. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Psikologis
Psiconalytical Theory : teori ini mendukung bahwa perilaku
agresif merupakan akibat dari instructual drives. Freud berpendapat
bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh dua insting, pertama insting
hidup yang diekspresikan dengan seksualitas ; dan kedua : insting
kematian yang diekspresikan dengan agresifitas.
b. Faktor Sosial Budaya
Ini mengemukakan bahwa agresif tidak berbeda dengan respon-
respon yang lain. Agresif dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi,
dan semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin besar
kemungkinan untuk terjadi. Jadi seseorang akan berespon terhadap
keterbangkitan emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon yang
dipelajarinya. Kultur dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan,
adanya norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana
yang diterima atau tidak dapat diterima sehingga dapat membantu
individu untuk mengekspresikan marah dengan cara yang asertif.
c. Faktor biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agresif
mempunyai dasar biologis, penelitian neurobiologis mendapatkan bahwa
adanya pemberian stimulus elektris ringan pada hipotalamus (yang
berada ditengah sistem limbik).
2. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan berespon dengan marah apabila
merasa dirinya terancam. Ancaman tersebut dapat berupa injury secara
psikis, atau lebih dikenal dengan adanya ancaman terhadap konsep diri
seseorang, ketika seseorang merasa terancam, mungkin dia tidak menyadari
sama sekali apa yang menjadi sumber kemarahannya. Ancaman dapat
berupa internal ataupun eksternal, contoh stressor eksternal : serangan
secara psikis, kehilangan hubungan yang dianggap bermakna dan adanya
kritikan dari orang lain, sedangkan contoh dari stressor internal : merasa

18
gagal dalam bekerja, merasa kehilangan seseorang yang dicintai, dan
ketakutan terhadap penyakit yang diderita. Bila dilihat dari sudut pandang
perawat-klien, maka faktor yang mencetuskan terjadinya perilaku kekerasan
terbagi dua yaitu :
a. Klien : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidak berdayaan, kurang
percaya diri.
b. Lingkungan : ribut, kehilangan orang atau objek yang berharga, konflik
interaksi social.
5. Rentang Respon
Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif
dan melarikan diri atau respon melawan dan menentang. Respon melawan dan
menetang merupakan respon maladaptive, yaitu agresif-kekerasan perilaku
yang menampakkan mulai dari yang rendah sampai yang tinggi, yaitu:
1. Asertif: mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain dan
merasa lega
2. Frustasi: merasa gagal mencpai tujuan disebabkan karena tujuan yang tidak
realistis
3. Pasif: diam saja karena merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan yang
sedang dialami
4. Agresif: memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati orang
lain mengancam, memberi kata-kata ancaman tanpa niat menyakiti
5. Kekerasan: sering juga disebut gaduh - gaduh atau amuk. Perilaku
kekerasan ditandai dengan menyentuh orang lain dengan menakutkan,
memberi kata – kata ancaman, disertai melukai pada tingkat ringan, dan
yang paling berat adalah merusak secara serius. Klien tidak mampu
mengendalikan diri.

19
6. Psikopatologi
(Depkes, 2000) mengemukakan bahwa stress, cemas dan merah
merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus dihadapi oleh setiap
individu. Stress dapat menyebabkan kecamasan yang menimbulkan perasaan
tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan
kemarahan yang mengarah pada perilaku kekerasan.
Respon terhadap marah dapat diekspresikan secara eksternal maupun
internal. Secara eksternal dapat barupa perilaku kekerasan sedangkan secara
internal dapat berupa perilaku depresi dan penyakit fisik. Mengekspresiakan
marah dengan perilaku konstruktif dengan menggunakan kata- kata yang dapat
dimengerti dan diterima tanpa menyakiti orang lain, akan memberi perasaan
lega, menurunkan ketegangan, sehingga perasaan marah dapat diatasi.

7. Pohon Masalah
Resiko menciderai diri, orang lain dan lingkungan

Perilaku kekerasan

Gangguan persepsi sensori: Halusinasi

8. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


1. Masalah keperawatan
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perilaku kekerasan/amuk
c. Perubahan persepsi sensori : halusinasi….
2. Data yang perlu dikaji
a. Data Subjektif
1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang
2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah
3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya
b. Data Objektif

20
1) Mata merah, wajah agak merah
2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai
3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam
4) Merusak dan melempar barang-barang

I. Diagnosa Keperawatan
1. Perilaku kekerasan
2. Gangguan persepsi sensori: Halusinasi
3. Resiko tinggi menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

J. Rencana Tindakan Keperawatan


1. Diagnosa : Perilaku Kekerasan
a. Tujuan Umum
Klien tidak melakukan tindakan kekerasan baik kepada diri
sendiri, orang lain maupun lingkungan.
b. Tujuan Khusus
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
Kriteria evaluasi :
a) Klien mau membalas salam
b) Klien mau berjabat tangan
c) Kllien mau menyebut nama
d) Klien mau tersenyum
e) Klien ada kontak mata
f) Klien mau mengetahui nama perawat
g) Klien mau menyediakan waktu untuk perawat
Intervensi Keperawatan :
a) Beri salam dan panggil nama klien
b) Sebutkan nama perawat sambil berjabat tangan
c) Jelaskan maksud hubungan interaksi
d) Jelaskan kontrak yang akan dibuat
e) Beri rasa aman dan tunjukkan sikap empati
f) Lakukan kontak singkat tetapi sering

21
Rasionalisasi : Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk
hubungan selanjutnya.
2) Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
Kriteria Evaluasi :
a) Klien mengungkapkan perasaannya
b) Klien dapat mengungkapkan penyebab perasaan marah, jengkel/
kesal ( diri sendiri, orang lain dan lingkungan)
Intervensi keperawatan :
a) Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaanya
b) Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan marah,
jengkel/ kesal
Rasionalisasi : Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya
dapat membantu mengurangi stress dan penyebab
marah, jengkel/ kesal dapat diketahui.
3) Klien dapat mengidentifikasi tanda perilaku kekerasan
Kriteria evaluasi :
a) Klien dapt mengungkapkan tanda-tanda marah, jengkel/ kesal
b) Klien dapat menyimpulkan tanda-tanda marah, jengkel/ kesal yang
dialami
Intervensi keperawatan :
a) Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami soal marah, jengkel/
kesal.
b) Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien.
c) Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/ kesal yang dialami
klien.
Rasionalisasi :
a) Untuk mengetahui hal yang dialami dan dirasakan saat jengkel
b) Untuk mengetahui tanda-tanda klien jengkel/ kesal
c) Menarik kesimpulan bersama klien supaya kllien mengetahui
secara garis besar tanda- tanda marah / kesal.

22
4) Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
Kriteria evaluasi :
a) Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan klien.
b) Klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan
c) Klien mengetahui cara yang biasa dapat menyelesaikan masalah/
tidak
Intervensi :
a) Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan klien
b) Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan.
c) Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan
masalahnya selesai.
Rasionalisasi :
a) Mengeksplorasi perasaan klien terhadap perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan
b) Untuk mengetahui perilaku kekerasan yang biasa klien lakukan dan
dengan bantuan perawat bisa membedakan perilaku konstruktif
dengan destruktif.
c) Dapat membantu klien, dapat menggunakan cara yang dapat
menyelesaikan masalah.
5) Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
Kriteria evaluasi :
a) Klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang digunakan klien.
Intervensi keperawatan :
a) Bicarakan akibat/ kerugian dari cara yang telah dilakukan klien
b) Bersama klien simpulkan akibat cara yang digunakan oleh klien.
c) Tanyakan pada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru yang
sehat.

23
Rasionalisasi:
a) Membantu klien menilai perilaku kekerasan yang dilakukan.
b) Dengan mengetahui akibat perilaku kekerasan diharapkan klien
dapat mengubah perilaku destruktidf menjadi konstruktif.
c) Agar klien dapat mempelajari perilaku konstruktif yang lain.
6) Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon
terhadap kemarahan.
Kriteria evaluasi:
Klien dapat melakukan cara berespon terhdap kemarahan
secara konstruktif.
Intervensi:
a) Tanyakan pada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru yang
sehat
b) Berikan pujian bila klien mengetahui cara lain yang sehat.
c) Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.
(1) Secara fisik: tarik nafas dalam saat kesal, memukul kasur/
bantal, olah raga, melakukan pekerjaan yang penuh tenaga.
(2)Secara verbal: katakan pada perawat atau orang lain
(3)Secara sosial: latihan asertif, manajemen PK.
(4)Secara spiritual: anjurkan klien sembahyang, berdoa,/ ibadah
lain
Rasionalisasi:
a) Dengan mengidentifikasi cara yang konstruktif dalam berespon
terhadap kemarahan dapat membantu klien menemukan cara yang
baik untuk mengurangi kekesalannya sehingga klien tidak stress
lagi.
b) Reinforcement positif dapat memotivasi klien dan meningkatkan
harga dirinya.
c) Berdiskusi dengan klien untuk memilih cara yang lain dan sesuai
dengan kemampuan klien.

24
7) Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan
Kriteria evaluasi:
a) Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku
kekerasan.
(1) Fisik: tarik nafas dalam, olah raga, menyiram tanaman.
(2) Verbal: mengatakan langsung dengan tidak menyakiti.
(3) Spiritual : sembahyang, berdoa, ibadah lain
Intervensi keperawatan:
a) Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien.
b) Bantu klien mengidentifikasi manfaat cara yang dipilih
c) Bantu klien menstimulasi cara tersebut (role play).
d) Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasi
cara tersebut.
e) Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat
marah.
Rasionalisasi:
a) Memberikan stimulasi kepada klien untuk menilai respon perilaku
kekerasan secara tepat.
b) Membantu klien dalam membuat keputusan untuk cara yang telah
dipilihnya dengan melihat manfaatnya.
c) Agar klien mengetahui cara marah yang konstruktif
d) Pujian dapat meningkatkan motifasi dan harga diri klien.
e) Agar klien dapat melaksanakan cara yang telah dipilihnya jika
sedang kesal.
8) Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku
kekerasan.
Kriteria evaluasi:
Keluarga klien dapat:
a) Menyebutkan cara merawat klien yang berperilaku kekerasan
b) Mengungkapkan rasa puas dalam merawat klien

25
Intervensi keperawatan:
a) Identifikasi kemampuan keluarga klien dari sikap apa yang telah
dilakukan keluarga terhadap klien selama ini.
b) Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
c) Jelaskan cara-cara merawat klien.
d) Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien.
e) Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan
demonstrasi.
Rasionalisasi:
a) Kemampuan keluarga dalam mengidentifikasi akan
memungkinkan keluarga untuk melakukan penilaian terhadap
perilaku kekerasan
b) Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara merawat klien
sehingga keluarga terlibat dalam perawatan klien.
c) Agar keluarga dapat klien dengan perilaku kekerasannya
d) Agar keluarga mengetahui cara merawat klien melalui
demonstrasi yang dilihat keluarga secara langsung.
e) Mengeksplorasi perasaan keluarga setelah melakukan
demonstrasi.
9) Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program
pengobatan)
Kriteria evaluasi:
a) klien dapat menyebutkan obat- obatan yang diminum dan
kegunaan (jenis, waktu, dosis, dan efek)
b) klien dapat minum obat sesuai program terapi
Intervensi keperawatan:
a) Jelaskan jenis- jenis obat yang diminum klien (pada klien dan
keluarga)
b) Diskusikan menfaat minum obat dan kerugian jika berhenti
minum obat tanpa seijin dokter
c) Jelaskan prinsip benar minum obat (nama, dosis, waktu, cara
minum).

26
d) Anjurkan klien minta obat dan minum obat tepat waktu.
e) Anjurkan klien melapor kepada perawat/ dokter bila merasakan
efek yang tidak menyenangkan.
f) Berikan pujian pada klien bila minum obat dengan benar.
Rasionalisasi:
a) klien dan keluarga dapat mengetahui mana-mana obat yang
diminum oleh klien.
b) Klien dan keluarga dapat mengetahui kegunaan obat yang
dikonsumsi oleh klien.
c) Klien dan keluarga dapat mengetahui prinsip benar agartidak
terjadi kesalahan dalam mengkonsumsi obat.
d) Klien dapat memiliki kesadaran pentingnya minum obat dan
bersedia minum obat dengan kesadaran sendiri.
e) Mengetahui efek samping obat sedini mungkin sehingga tindakan
dapat dilakukan sesegera mungkin untuk menghindari
komplikasi.
10) Reinforcement positif dapat memotifasi keluarga dank lien serta
meningkatkan harga diri.

STRATEGI PELAKSANAAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN

SP 1 RPK
Fase Orientasi:
“Selamat Pagi pak, perkenalkan nama saya Maezul, senang dipanggil Maezul saya mahasiswa
Keperawatan dari UNW. Hari ini saya dinas pagi dari pkl. 07.00-14.00. Saya yang akan merawat
bapak selama bapak di rumah sakit ini. Nama bapak siapa, bapak senang dipanggil apa?”
“Bagaimana perasaan bapak hari ini?, apa keluhan bapak saat ini?
“Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang mengontrol marah dengan cara fisik ,
tarik nafas dalam dan pukul bantal .”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang?” Bagaimana kalau 10 menit?
“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang tamu?”

Fase Kerja :
“Baiklah bapak tadi bapak mengatakan sering marah, kalau saya boleh tau, apa yang sering
menyebabkan bapak marah?, saat bapak ingin marah biasanya apa tanda-tandanya? Apakah
bapak tau apa akibatnya kalau bapak marah? Lalu apa yang bapak rasakan setelah marah?
Apakah bapak merasa menyesal?

27
“Baiklah untuk mengontrol marah ada beberapa cara yaitu latihan fisik, tarik nafas dalam dan
pukul bantal/kasur, yang kedua latihan minum obat secara teratur, ketiga latihan berbicara yang
benar, keempat latihan melakukan kegiatan spiritual.
“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu yaitu dengan cara tarik nafas dalam dan memukul
bantal/kasur.
”caranya coba bapak tarik nafas melalui hiduung tahan sebentar kemudian keluarkan dari mulut
dilakukan shari 5 kali. Skarang saya akan mempraktekan bapak bisa melihat dulu
“coba sekarang bapak praktekan cara tarik nafas dalam tersebut seperti yang saya contohkan
tadi” bagus...
“nah sekarang kita akan latihan pukul bantal/kasur, jadi kalau bapak lagi kesal ingin memukul
seseorang, luapkan marahnya pada bantal dan kasur yang ada diruangan ini, caranya seperti ini,
bapak perhatikan saya dulu baru bapak bisa melakukan, sekarang bapak lakukan pukul bantal
dan kasur ya, bagus...nah sekarang bapak kan sudah bisa, kita buat jadwal kegiatannya ya, mau
jam berapa saja bapak melakukan latihan fisik tarik nafas dalam dan pukul bantal/kasur.

Fase Terminasi :
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita berbincang-bincang tentang cara mengontrol perasaan
marah dengan latihan fisik tarik nafas dalam dan pukul bantal/kasur?”
”coba bapak sebutkan kembali ada berapa cara mengontrol marah dengan latihan fisik.
Baguss bapak....
‘Sekarang kita buat jadwal latihannya ya bapak, berapa kali sehari bapak mau latihan napas
dalam?, jam berapa saja pak?”
Ya, bapak bisa melakukan tarik nafas dalam dan pukul bantal 5 kali sehari, jangan lupa
laksanakan semua latihan dengan teratur sesuai dengan jadwal ya bapak
”Baik pak, besok akan bertemu lagi dan kita latihan cara yang kedua yaitu dengan cara minum
obat yang benar dan teratur untuk mengontrol marah. Tempatnya mau dimana bapak? Apa mau
disini saja pak? Ohh baiklah pak, sampai jumpa besok ya pak, selamat istirahat.

28
SP 2 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan minum obat

29
Fase Orientasi :
“Selamat Pagi bapak“ bapak kelihatan rileks hari ini, masih ingat dengan saya pak? Saya perawat Maezul yang
kemarin mengajarkan cara mengontrol marah dengan tarik nafas dan pukul bantal, baik sekarang kita akan
bicara tentang pentingnya minum obat untuk mengontrol rasa marah atau jengkel yang bapak alami, berapa
lama bapak ingin berbincang-bincang.
“Bagaimana perasaan bapak saat ini, bagaimana dengan perasaan marah dan jengkel yang sering bapak
rasakan, apa yang bapak lakukan saat rasa jengkel/marah, lalu apa manfaat yang bapak rasakan dengan
melakukan mwmukul bantal/kasur.
“adakah hal yang menyebabkan bapak marah?”
“bagaimana dengan latihan nafas dalam dan pukul bantal? Apa sudah dilakukan? Boleh saya lihat jadwal
latihannya, wah bagus bapak ternyata bapak telah melakukan apa yang sudah saya ajarkan kemarin, nanti
kegitan ini terus bapak lakukan ya.
“sekarang kita akan diskusi tentang pentingnya minum obat dan latihan cara minum obat yang benr untuk
mengontrol rasa marah, saya akan menjelaskan tentang pentingnya minum obat dan cara minum obat yang
benar.

Fase Kerja :
“bapak obat itu ada tiga macam ya yang warnanya orange itu CPZ, yang warna putih ini namanya THP dan
yang merah jambu ini namanya HLP, jadi sebelum minum obat bapak lihat dulu label yang menempel dibungkus
obat, apakah benar nama bapak tertulis disitu. Selain itu bapak perlu memperhatikan jenis obatnya, berapa
dosis yang diminum, jam berapa saja obatnya harus diminum, misal diminum 3x sehari yaitu jam 07.00, 13.00
dan jam 19.00. Cara minum obatnya juga harus benar tidak boleh pake kopi, soda, susu tapi harus pakai air
putih atau teh manis boleh.
“bapak perlu minum obat ini secara teratur agar pikirannya jadi tenang dan tidurnya juga menjadi nyenyak.
Bila nanti setelah minum obat mulut bapak terasa kering, untuk membantu mengatasinya bisa menghisap es
batu, bila mata bapak terasa berkunang-kunang sebaiknya istirahat dan jangan beraktifitas dulu dan jangan
pernah berhenti minum obat sebelum berkonsultasi dengan dokter ya bapak.

Fase Terminasi :
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita berbincang-bincang tentang cara mengontrol perasaan marah dengan
cara minum obat yang benar?”
“coba bapak sebutkan kembali cara minum obat yang benar, ya bagus bapak, berarti bapak sudah tau cara
minum obat yang benar.
“sudah ada berapa cara mengontrol pearasaan marah yang bapak pelajari? Selanjutnya bapak harus tetap
latihan nafas dalam dan pukul bantal 3x sehari, minum obat secara benar 3x sehari jangan lupa laksanakan
semua latihan dengan teratur sesuai jadwal ya pak.
“baik bapak besok kita akan bertemu lagi, saya juga akan melatih cara mengontrol perasaan marah dengan
cara berikutnya yaitu berbicara yang baik. Bapak besok mau jam berapa? Dimana? Baik pak, sampai jumpa
besok dan selamat istirahat.

SP 3 : latihan bicara yang baik


Fase Orientasi :
“Selamat Pagi bapak“ bapak kelihatan lebih segar hari ini, masih ingat dengan saya pak? Saya perawat Maezul
yang kemarin mengajarkan cara mengontrol marah dengan tarik nafas dan minum obat.
“Bagaimana perasaan bapak saat ini, bagaimana dengan perasaan marah dan jengkel yang sering bapak
rasakan, apa yang bapak lakukan saat rasa jengkel/marah tersebut datang, lalu apa manfaat yang bapak
rasakan dengan melakukan hal tersebut.
“bagaimana dengan latihan nafas dalam dan minum obat? Apa sudah dilakukan? Boleh saya lihat jadwal
latihannya, wah bagus...bapak, ternyata bapak telah melakukan apa yang sudah saya ajarkan kemarin, nanti
kegitan ini terus bapak lakukan ya.
“sekarang kita akan diskusi tentang pentingnya berbicara yang baik untuk mengontrol rasa marah yang bapak
alami tujuannya agar bapak mampu mengungkapkan rasa marahnya dengan cara yang benar, nanti ada 3 cara
yaitu mengungkapkan marah, meminta dan menolak dimana enaknya kita brbincang-bincang? Berapa lama
bapak mau berbincang-bincang?

Fase kerja
‘baik bapak sekarang kita mulai ya...tadi kan ada 3 cara untuk mengontrol marah dengan bicara yang baik.

30
Yang pertama kita belajarmengungapkan rasa marah, contohnya bapak bisa mengatakan “saya tidak suka kamu
bicara seperti itu atau bersikap atau bersikap seperti itu...nanti saya bisa marah “ coba bapak praktekkan...iya
bagus sekali pak. Cara yang kedua meminta, “contohnya saya minta jangan diambil buku itu, nanti saya bisa
marah”, coba bapak praktekkan...iya bagus sekali pak. Nah yang terakhir denga menolak, jadi bapak kalau
misalnya tidak menyukai sesuatu bisa menolaknya tapi dengan bicara menolak yang baik, contohnya “saya
menolak untuk dijadikan ketua dalam kelompok acara kerja bakti, nanti saya bisa marah, coba bapak
praktekkan...iya bagus sekali pak. Nah sekarang kita buat jadwal kegiatannya ya pak, mau berapa kali dan jam
berapa aja melakukan latihan bicara yang baik.
Fase terminasi
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita berbincang-bincang tentang cara mengontrol perasaan marah dengan
latihan bicara yang baik?
“coba bapak sebutkan kembali cara bicara yang baik?
Ya bagus pak...
“sudah ada berapa cara mengontrol perasaan marah yang sudah bapak pelajari. Selanjutnya bapak harus tetap
latihan nafas dalam 5x/hari. Latihan pukul bantal/kasur 5x/hari. Minum obat secara benar 3x/hari. Dan latihan
bicara yang baik 3x/hari. Jangan lupa laksnakan semua latihan dengan teratur sesuai jadwal ya pak.
“baik pak...besok kita akan bertemu lagi, saya juga akan melatih cara mengontrol perasaan marah dengan cara
berikutnya yaitu spiritual. Bapak mau jam berapa? Dimana? Baik pak sampai jumpa besok dan selamat
istirahat.

Sp 4 Latihan Mengontrol Perilaku Kekerasan Secara Spiritual


Fase Orintasi
“selamat pagi pak, masih ingat dengan saya pak? Saya perawat Maezul yang kemarin merawat bapak, sesuai
dengan janji saya, hari ini saya datang lagi.
“bagaimana perasaan bapak?
“pak tujuan saya ngobrol dengan bapak adalah unutuk membantu menyelesaikan masalah bapak kaitannya
dengan perasaan marah yang bapak alami.
“kemarin kita sudah belajar latihan mengontrol marah dengan cara tarik nafas dalam, memukul kasur dan
bantal, minum obat dan bicara baik-baik.
“coba sekarang kita lakukan lagi apa yang sudah kita pelajari dahulu, apabila ada perasaan marah atau ada
orang yang membuat bapak marah maka kita: bagaimana menarik nafas dalam? (klien mempraktekkan nafas
dalam dan menarik nafas dari mulut dan menghembuskan dari mulut) bagus pak...bagaimana dengan memukul
bantal? (klien mempraktekan) ya bagus sekali pak... apa yang harus diperhatikan dalam minum obat? (klien
menjawab 5 benar minum obat yaitu benar orang, obat, waktu, dosis dan cara) bagus pak...pintar...
Bagaimana kita bicara baik pada orang yang membuat marah kita. (klien mengatakan “saya tidak suka kamu
bicara sepeti itu atau bersikap seperti itu...nanti saya bisa marah) bagus sekali pak...
“bapak ternyata masih ingat dengan apa yang sudah saya ajarkan. “bagaimana pak, latihan apa yang sudah
dilakukan? Apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur? Bagus sekali...bagaimana rasa
marahnya”
“bagaimana kalau sekarang kita berbincang-bincang tentang llatihan spiritual untuk mengontrol
marah/jengkel? Bagaimana kalau ditempat tadi?
“berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?

Fase Kerja
“coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa bapak lakukan.
Bagus...baik yang mana yang mau dicoba?
“nah...kalau bapak sedang marah coba bapak langsung duduk dan tarik nafas dalam dari hidung sambil
menghembuskan nafas dari mulut ucapkan “astaghfirullahal adzim” baik pak, saya akan berikan contohnya
terlebih dahulu. (perawat mempragakan duduk dan tarik nafas dalam dari hidung sambil mengehembuskan
nafas dari mulut ucapkan “astaghfirullahal adzim” sekali lagi ya pak, (perawat mempragakan lagi)
“sekarang coba bapak yang melakukan (klien mempragakan)...coba lagi pak.
“nah sekarang coba lakukan sebanyak 3x (klien mempragakan sebanyak 3x)...bagus pak, bagus sekali...
“jika tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks, jika tidak reda juga, ambil air wudhu kemudian
sholat”.
“bapak bisa melakukan sholat secara teratur untuk meredakan kemarahan...coba bapak sebutkan sholat 5
waktu? Bagus...mau coba yang mana? Coba sebutkan caranya (untuk yang muslim.

31
Fase terminasi
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita berbincang-bincang tentang cara mengontrol perasaan marah dengan
latihan spiritual?
“jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari? Bagus...
“mari kita masukkan kegiatan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik tari nafas dalam, pukul batal 5x/hari ,
minum obat secara benar 3x/ hari, bicara yang baik setiap berbicara dengan orang lain , istighfar dan sholat.
Baik kita masukkan ke jadwal ya.... (sesuai kesepakatan pasien)
Coba bapak sebutkan lagi cara ibadah yang dapat lakukan bila bapak merasa marah
Setelah ini coba bapak lakukan jadwal sholat ssesuaai jadwal yang telah kita buat tadi
“besok kita ketemu lagi ya pak nanti kita bicarakan keempat cara mengontrol rasa marah, tarik nafas dalam,
pukul bantak/kasur, minum obat secara benar , bicara baik, dan cara spiritual.... mau jam berapa pak.?
Nanti kita akan membicarakan empat cara untuk mengontrol rasa marah bapak, apakah bapak setuju.?
Sekarang saya persilahkan untuk melanjutkan bapak, sampai jumpa....

32
BAB III
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO BUNUH DIRI

A. Masalah Utama
Resiko bunuh diri
B. Pengertian
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh
pasien untuk mengakhiri kehidupannya. Menurut Maris, Berman, Silverman,
dan Bongar (2000), bunuh diri memiliki 4 pengertian, antara lain :
1. Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional
2. Bunuh diri dilakukan dengan intensi
3. Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
4. Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak langsung (pasif),
misalnya dengan tidak meminum obat yang menentukan kelangsungan hidup atau
secara sengaja berada di rel kereta api.
Tanda dan gejala :
a. Sedih
b. Marah
c. Putus asa
d. Tidak berdaya
e. Memeberikan isyarat verbal maupun non verbal

C. Penyebab
Secara universal : karena ketidakmampuan individu untuk
menyelesaikan masalah. Terbagi menjadi:
1. Faktor Genetik
2. Faktor Biologis lain
3. Faktor Psikososial & Lingkungan

33
Faktor genetik (berdasarkan penelitian):
a. 1,5 – 3 kali lebih banyak perilaku bunuh diri terjadi pada individu yang
menjadi kerabat tingkat pertama dari orang yang mengalami gangguan
mood/depresi/ yang pernah melakukan upaya bunuh diri.
b. Lebih sering terjadi pada kembar monozigot dari pada kembar dizigot.
Faktor Biologis lain:
Biasanya karena penyakit kronis/kondisi medis tertentu, misalnya:
a. Stroke
b. Gangguuan kerusakan kognitif (demensia)
c. DiabetesPenyakit arteri koronaria
d. Kanker
e. HIV / AIDS
Faktor Psikososial & Lingkungan:
a. Teori Psikoanalitik / Psikodinamika: Teori Freud, yaitu bahwa
kehilangan objek berkaitan dengan agresi & kemarahan, perasaan negatif
thd diri, dan terakhir depresi.
b. Teori Perilaku Kognitif: Teori Beck, yaitu Pola kognitif negatif yang
berkembang, memandang rendah diri sendiri
c. Stressor Lingkungan: kehilangan anggota keluarga, penipuan, kurangnya
sistem pendukung sosial
Akibat
Resiko bunuh diri dapat megakibatkan sebagai berikut :
1. Keputusasaan
2. Menyalahkan diri sendiri
3. Perasaan gagal dan tidak berharga
4. Perasaan tertekan
5. Insomnia yang menetap
6. Penurunan berat badan
7. Berbicara lamban, keletihan
8. Menarik diri dari lingkungan social
9. Pikiran dan rencana bunuh diri
10. Percobaan atau ancaman verbal

34
POHON MASALAH

Resiko mencederai diri sendiri, orang


lain dan lingkungan

Resiko bunuh diri core problem

Harga diri rendah

D. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


1. Pengkajian Faktor Resiko Perilaku bunuh Diri
Jenis kelamin: resiko meningkat pada pria
Usia: lebih tua, masalah semakin banyak
Status perkawinan: menikah dapat menurunkan resiko, hidup sendiri
merupakan masalah.
Riwayat keluarga: meningkat apabila ada keluarga dengan percobaan
bunuh diri / penyalahgunaan zat.
Pencetus ( peristiwa hidup yang baru terjadi): Kehilangan orang yang
dicintai, pengangguran, mendapat malu di lingkungan social.
Faktor kepribadian: lebih sering pada kepribadian introvert/menutup diri.
Lain – lain: Penelitian membuktikan bahwa ras kulit putih lebih beresiko
mengalami perilaku bunuh diri.
2. Masalah keperawatan
Resiko Perilaku bunuh diri
DS : menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada gunanya hidup.

DO : ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba
bunuhdiri.

 Koping maladaptive

35
DS : menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada
harapan.

DO : nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat mengontrol impuls.

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa 1 : Resiko bunuh diri
Tujuan umum : Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
a. Perkenalkan diri dengan klien
b. Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
c. Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
d. Bersifat hangat dan bersahabat.
e. Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
2. Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
Tindakan :
a. Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan (pisau, silet,
gunting, tali, kaca, dan lain lain).
b. Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.
c. Awasi klien secara ketat setiap saat.
3. Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Tindakan:
a. Dengarkan keluhan yang dirasakan.
b. Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan
keputusasaan.
c. Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana
harapannya.
d. Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan,
kematian, dan lain lain.
e. Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan
keinginan untuk hidup.

36
4. Klien dapat meningkatkan harga diri
Tindakan:
a. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.
b. Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.
c. Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal: hubungan antar
sesama, keyakinan, hal hal untuk diselesaikan).
5. Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
Tindakan:
a. Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang
menyenangkan setiap hari (misal : berjalan-jalan, membaca buku favorit,
menulis surat dll.)
b. Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia sayang, dan
pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan tentang
kegagalan dalam kesehatan.
c. Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang
mempunyai suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan telah
mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut
dengan koping yang efektif
Diagnosa 2 : Gangguan konsep diri: harga diri rendah
Tujuan umum : Klien tidak melakukan kekerasan
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama
perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
b. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
c. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Tindakan:
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
c. Utamakan pemberian pujian yang realitas

37
3. Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri sendiri
dan keluarga
Tindakan:
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke
rumah
4. Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai kemampuan
yang dimiliki
Tindakan :
a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan.
b. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.
c. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
a. Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
b. Beri pujian atas keberhasilan klien
c. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
b. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
d. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

Diagnosa 3 : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan


Tujuan umum :
Pasien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuan khusus :
1. Pasien mendapatkan perlindungan dari lingkungannya
2. Pasien mampu mengungkapkan perasaannya
3. Pasien mampu meningkatkan harga dirinya

38
4. Pasien mampu menggunakan cara penyelesaiaan
masalah yang baik
Tindakan :
a. Mendikusikan cara mengatasi keinginan mencederai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan
b. Meningkatkan harga diri pasien dengan cara :
1) Memberikan kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya
2) Memberikan pujian jika pasien dapat mengatakan perasaan yang
positif
3) Meyakinkan pasien bahawa dirinya penting
4) Mendiskusikan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh
pasien
5) Merencanakan yang dapat pasien lakukan
Tingkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara :
a) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
b) Mendiskusikan dengan pasien efektfitas masing-masing cara
penyelesian masalah
c) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah
yang lebih baik

F. RENCANA TINDAKAN KPERAWATAN


Ancaman atau percobaan bunuh diri
1. Intervensi pada pasien
Tujuan keperawatan
Pasien tetap aman dan selamat.
Tindakan keperawatan
Melindubgi pasien dengan cara:
a. Temani pasien terus-menerus sampai pasein dapat
dipindahkan ke tempat yang aman
b. Jauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya: pisau,
silet, gelas, dan tali pinggang)

39
c. Periksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya
jika pasien mendapatkan obatnya.
d. Dengan lembut, jelaskan pada pasien bahwa anda akan
melindungi pasien sampai tidak ada keinginan

STRATEGI PELAKSANAAN RESIKO BUNUH DIRI

1. Kondisi Klien
Sedih, marah, putus asa, tidak berdaya, memberikan isyarat verbal
maupun non verbal

2. Diagnosa Keperawatan
Resiko Bunuh Diri

3. Tujuan
a. Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya
b. Pasien dapat mengungkapkan perasaanya
c. Pasien dapat meningkatkan harga dirinya
d. Pasien dapat menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik
4. Tindakan Keperawatan
a. Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu
dengan meminta bantuan dari keluarga atau teman.
b. Meningkatkan harga diri pasien, dengan cara:
1) Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya.
2) Berikan pujian bila pasien dapat mengatakan perasaan yang positif.
3) Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting
4) Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh
pasien
e) Merencanakan aktifitas yang dapat pasien lakukan
c. Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara:
1) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
2) Mendiskusikan dengan pasien efektifitas masing-masing cara
penyelesaian masalah

40
3) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang
lebih baik

5. Strategi Pelaksanaan
SP 1: Percakapan untuk melindungi pasien dari percobaan bunuh diri

Melindungi pasien dari percobaan bunuh diri.

a. Orientasi :
”Selamat pagi Pak, kenalkan saya Maezul, biasa di pangil Maezul, saya
mahasiswa Keperawatan Universitas ngudi waluyo yang bertugas di ruang ini, saya
dinas pagi dari jam 7 pagi – 2 siang .” siapa nama bapak , bapak senang dipanggil
apa?

”Bagaimana perasaan A hari ini? ”. Apaah A merasakan keinginan untuk


meninggal?”. ”Apakah A merasakan adanya isyarat untuk bunuh diri?”. ”
Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang apa yang A rasakan selama ini.
Dimana dan berapa lama kita bicara?”

b. Kerja :
”Bagaimana perasaan A setelah ini terjadi? Apakah dengan bencana ini A
paling merasa menderita di dunia ini? Apakah A pernah kehilangan kepercayaan
diri? Apakah A merasa tidak berharga atau bahkan lebih rendah dari pada orang
lain? Apakah A merasa bersalah atau mempersalahkan diri sendiri? Apakah A sering
mengalami kesulitan berkonsentrasi? Apakah A berniat unutuk menyakiti diri
sendiri? Ingin bunuh diri atau berharap A mati? Apakah A pernah mencoba bunuh
diri? Apa sebabnya, bagaimana caranya? Apa yang A rasakan?”

”Baiklah, tampaknya A membutuhkan pertolongan segera karena ada


keinginan untuk mengakhiri hidup. Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar A ini
untuk memastikan tidak ada benda – benda yang membahayakan A)”

”Karena A tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri


hidup A, saya tidak akan membiarkan A sendiri”

”Apa yang A lakukan jika keinginan bunuh diri muncul?”

”Kalau keninginan itu muncul, maka akan mengatasinya A harus langsung


minta bantuan kepada perawat di ruangan ini dan juga keluarga atau teman yang
sedang besuk. Jadi A jangan sendirian ya, katakan kepada teman perawat, keluarga
atau teman jika ada dorongan untuk mengakhiri kehidupan.”

”Saya percaya A dapat mengatasi masalah.”

c. Terminasi :
”Bagaimana perasaan A sekarang setelah mengetahui cara mengatasi
perasaan ingin bunuh diri?”. ” Coba A sebutkan dan praktikkan lagi cara yang
sudah kita pelajari tadi dengan cara minta tolong kepada perawat ruangan atau
keluarga untuk menemani A!”. Bagus sekali A. ”Sekarang kita akan buat jadwal
untuk lebih mengontrol keinginan untuk bunuh diri dengan cara yang tadi yaitu
dengan cara minta tolong kepada perawat atau keluarga untuk menemani A ketika
ada isyarat untuk bunuh diri”. Cara ini dilakukan minimal 3 kali sehari, A mau jam

41
berapa saja? baik kalau begitu besok kita ketemu lagi untuk membahas tentang rasa
syukur atas pemberian yang diberikan tuhan. ”tempatnya mau dimana? Mau jam
berapa?”.

SP 2 : Percakapan untuk meningkatkan harga diri pasien isyarat


bunuh diri

a. Orientasi :
Selamat pagi A, masih ingat dengan saya? ya betul sekali,
“Bagaimana perasaan A hari ini masih adakah dorongan untuk mengakhiri
kehidupan? apakah kemarin A sudah minta tolong perawat atau keluarga untuk
menemani A ketika ada isyarat bunuh diri sesuai jadwal kemarin? coba
dipraktikkan pak! bagus.. “sesuai janji kita kemarin sekarang kita akan
membahas tentang rasa syukur atas pemberian tuhan yang masih bapak miliki,
mau berapa lama? Bagaimana kalau 15 menit? dimana?

b. Kerja :
Apa saja dalam hidup A yang perlu di syukuri, siapa saja kira kira
yang sedih dan rugi jika A meningga? Coba A ceritakan hal-hal yang baik
dalam kehidupan A! keadaan yang bagaimana yang membuat A merasa puas?
Bagus! ternyata kehidupan A masih ada yang baik yang patut A syukuri. Coba A
sebutkan kegiatan apa yang masih dapat A lakukan selama ini? bagaimana
kalau A mencoba melakukan kegiatan tersebut? mari kita latihan bersama!

c. Terminasi :
bagaimana perasaan A sekarang? Bisa A sebutkan kembali apa saja
yang patut A syukuri dalam kehidupan A? ingat dan ucapkan hal-hal yang baik
dalam kehidupan A, jika terjadi dorongan untuk mengakhiri kehidupan . bagus
A sekarang kita buat jadwal kegiatan untuk minta tolong perawat atau keluarga
untuk menemani A jika ada isyarat untuk bunuh diri, jadwalnya sesuai dengan
kemarin ya dilakukan minimal 3 kali sehari. selanjutnya jadwal untuk
melakukan hal-hal yang baik yaitu mengaji kita jadwalkan minimal 3x sehari, A
mau jam berapa? Baik jadi jadwal megaji akan A lakukan minimal 3 kali sehari
yaitu jam 10, 14 dan 16 ya? kalau begitu kita akan bertemu lagi besok ya?
untuk membahas kemampuan yang A miliki, kemampuan dalam menyelesaikan
masalah , A mau jam berapa ? bagaimana kalau jam 10 ?

SP 3 : Percakapan untuk meningkatkan kemampuan dalam


menyelesaikan masalah pada pasien isyarat bunuh diri .

a. Orientasi:
Selamat pagi A masih ingat dengan saya? saya perawat Maezul,
bagaimana perasaan A saat ini ? masih adakah keinginan bunuh diri? ketika ada
isyarat bunuh diri apakah A sudah minta bantuan perawat dan keluarga untuk
menemani? coba praktikkan! Bagus sekali! selanjutnya apakah A sudah mengaji
ketika ada isyarat untuk bunuh diri? coba praktikkan! Bagus! sekarang kita akan
berdiskusi tentang bagaimana cara mengatasi masalah A selama ini. Tempat nya mau
dimana ? mau berapa lama ..

b. Kerja :

42
Coba ceritakan situasi yang menyebabkan bapak A ingin bunuh diri .
selain bunu diri apalagi kira kira jalan keluarnya ? waw ... banyak juga ya bapak
A .. nah sekarang coba kita diskusikan tindakan yang menguntungkan dan merugikan
dari seluruh cara tersebut. Masi kita pilih cara mengatasi cara yang paling
menguntungkan menurut bapa cara yang mana ? ya saya juga setuju dengan pilihan
bapak, sekarang kita buatrencana kegiatan untuk mengatasi perasaan bapak ketika
baak mau bunuh diri dengan cara tersebut.

c. Terminasi :
Bagaimana perasaan A setelah kita bercakap-cakap? apa cara mengatasi
masalah yang A gunakan coba A latih dengan cara menyapu yang A pilih tadi,
bagus! sekarang kita buat jadwal untuk mengontrol isyarat bunuh diri. Yang pertama
untuk minta tolong perawat atau keluarga untuk menemani A dilakukan minimal 3x
sehari sesuai dengan jadwal kemarin, jadwal untuk cara yang kedua yaitu mengaji,
dilakukan minimal 3x sehari sesuai jadwal kemarin, dan cara yang ketiga yaitu
menyapu kita jadwalkan 2x sehari ya, A mau jam berapa? baik, berarti A mau
jadwalnya menyapu jam 9 pagi dan 3 sore ya? Baik, besok kita ketemu lagi ya untuk
melihat jadwal yang kita buat, tempatnya mau dimana? bagaimana kalau jam 10
saja? Sampai jumpa besok ya.

43
Daftar Pustaka

Carpenito, L.J, 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan (terjemahan). Edisi


8, Jakarta: EGC.

Keliat, B.A. 1997. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Keliat, B.A. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Keliat A. Budi, Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.


Jakarta: EGC.

44
BAB IV
LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI

A. Pengertian
Defisit Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia
didalam memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan
hidupnya,kesehatannya dan kesejahteraannya sesuai dengan kondisi
kesehatannya.Klien dinyatakan terganggu perawatan dirinya jika tidak dapat
melakukan perawatan dirinya. (Aziz R., 2003)
Defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang
mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi
aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi (hygiene), berpakaian
atau berhias, makan, dan BAB atau BAK (toileting) (Fitria, 2009).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan
aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).

B. Jenis
1. Kurang perawatan diri : Mandi / kebersihan
Kurang perawatan diri (mandi) adalah gangguan kemampuan untuk
melakukan aktivitas mandi/kebersihan diri.
2. Kurang perawatan diri : Mengenakan pakaian / berhias.
Kurang perawatan diri (mengenakan pakaian) adalah gangguan
kemampuan memakai pakaian dan aktivitas berdandan sendiri.
3. Kurang perawatan diri : Makan
Kurang perawatan diri (makan) adalah gangguan kemampuan untuk
menunjukkan aktivitas makan.
4. Kurang perawatan diri : Toileting
Kurang perawatan diri (toileting) adalah gangguan kemampuan untuk
melakukan atau menyelesaikan aktivitas toileting sendiri (Nurjannah :
2004, 79 ).

45
C. Tanda dan Gejala
Adapun tanda dan gejala defisit perawatan diri menurut Fitria (2009)
adalah sebagai berikut :
1. Mandi/Hygiene
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan
badan,memperoleh atau mendapatkan sumber air,mengatur suhu atau
aliran air mandi,mendapatkan perlengkapan mandi,mengeringkan
tubuh,serta masuk dan keluar kamar mandi
2. Berpakaian/berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil potongan
pakaian ,menanggalkan pakaian,serta memperoleh atau menukar
pakaian.Klien juga memiliki ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian
dalam,memilih pakaian,mengambil pakaian dan mengenakan sepatu
3. Makan
Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan,
mempersiapkan makanan, melengkapi makanan, mencerna makanan
menurut cara yang diterima masyarakat, serta mencerna cukup makanan
dengan aman
4. Eliminasi
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan
jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari jamban, memanipulasi
pakaian untuk toileting, membersihkan diri setelah BAB/BAK dengan
tepat,dan menyiram toilet atau kamar kecil
D. Penyebab
1. Factor predisposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun

46
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk
perawatan diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan
dalam perawatan diri.
2. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas,
lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang
mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal
hygiene adalah:
a. Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan
diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak
peduli dengan kebersihan dirinya.
b. Praktik Sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
c. Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi,
sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya.
d. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan
yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien
penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
e. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan.

47
f. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.
g. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri
berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.

E. Rentang Respon

Adaptif Maladaptif

Pola perawatan Kadang melakukan Tidak melakukan


diri seimbang
Keterangan : perawatan diri perawatan diri saat stress
kadang tidak

1. Pola perawatan diri seimbang, saat klien mendapatkan stressor dan


mampu berperilaku adaptif,  maka pola perawatan yang dilakukan
klien seimbang, klien masih melakukan perawatan diri.
2. Kadang perawatan diri kadang tidak, saat klien mendapatkan stressor
kadang klien tidak memperhatikan perawatan dirinya.
3. Tidak melakukan perawatan diri, klien menyatakan dia tidak peduli
dan tidak bisa melakukan perawatan diri saat stres.
F. Akibat
1. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang
sering terjadi adalah : Gangguan integritas kulit, gangguan membran
mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada
kuku.
2. Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah
gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai,
kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.

48
3. Kurangnya kemampuan untuk mandi sendiri
a. Tidak dapat atau tidak ada keinginan untuk membasuh tubuh atau
bagaian tubuh
b. Ketidakmampuan merasakan kebutuhan terhadap tindakan kebersihan
4. Kurangnya kemampuan untuk berdandan
a. Kegagalan kemampuan untuk memakai atau melepaskan pakaian
b. Ketidakmampuan untuk mengancingkan pakaian
c. Ketidakmampuan untuk berdandan diri yang memuaskan
d. Tidak dapat untuk memperoleh atau mengganti aksesori pakaian
5. Kurangnya kemampuan untuk makan sendiri
a. Tidak dapat memotong makanan atau membuka
b. Tidak dapat membawa makanan ke mulut
6. Kurangnya kemampuan untuk ke kamar mandi atau toiletting
a. Tidak dapat atau tidak ada keinginan untuk ke kamar mandi atau ke
kamar kecil
b. Tidak dapat atau tidak ada keinginan untuk melaksanakan kebersihan
yang benar
c. Tidak dapat menyiram toilet atau mengosongkan WC
d. Tidak dapat mengenakan pakaian sewaktu di kamar mandi

G. Psikopatologi
Banyak faktor yang mendukung timbulnya gangguan jiwa yang
merupakan perpaduan dari beberapa aspek yang saling mendukung yang
meliputi Biologis, psikologis, sosial budaya. Tidak seperti pada penyakit
jasmaniah, sebab- sebab gangguan jiwa adalah kompleks. Pada seseorang
dapat terjadi penyebab satu atau beberapa faktor dan biasanya jarang berdiri
sendiri. Melalui psikodinamika, akan dikaitkan beberapa faktor baik internal
maupun eksternal individu dengan menggunakan model stress adaptasi Struart
& Laraia, sedangkan psikopatologi pada defisit perawatan diri terdapat pada
konteks penilaian terhadap stressor sebagai tanda dan gejalanya (Stuart &
Laraia, 2005).

49
H. Pathway

Predisposisi : Perkembangan, Presipitasi : Body Image, Praktik


Biologis, Kemampuan realitas Sosial, Status Sosial, Ekonomi,
kurang, Sosial. Pengetahuan, Budaya, Kebiasaan
seseorang, Kondisi fisik atau psikis

Dampak Fisik Dampak Psikologis

Penurunan kemampuan dan motifasi merawat diri

Defisit Perawatan Diri


(mandi,toileting,
makan,berhias)

Akibat

G3 kebersihan diri Ketidakmampuan Ketidakmampuan Ketidakmampuan


berhias/berdandan makan secara BAB/BAK
Badan tidk terawat, mandiri
rambut kotor Wajah kusut,
rambut acak2kan

G3 penampilan Tergantung dgn


diri orang lain

50
I. Diagnose Keperawatan Utama
Defisit Perawatan Diri
J. Fokus Intervensi Keperawatan
Menurut Damaiyanti dan Iskandar (2012) tindakan mandiri
keperawatan pada pasien dengan defisit perawatan diri yaitu:
1. Menjelaskan pentingnya kebersihan diri.
2. Menjelaskan cara menjaga kebersihan diri.
3. Membantu pasien mempraktikan cara menjaga kebersihan diri.
4. Menjelaskan cara makan yang baik.
5. Membantu pasien mempraktikan cara makan yang baik.
6. Menjelaskan cara eliminasi yang baik.
7. Membantu pasien mempraktikan cara eliminasi yang baik.
8. Menjelaskan cara berdandan.
9. Membantu pasien mempraktikan cara berdandan.
10. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
Fokus intervensi keperawatan dalam hal ini terdiri dari dua, yaitu:
a. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan pasien melakukan
perawatan diri.
b. Membantu pasien dengan keterbatasan dan melakukan perawatan yang
tidak dapat dilakukan pasien.
c. Kemampuan perawatan diri pasien skizofrenia mengalami penurunan
yang disebabkan karena gangguan kemauan pada pasien. Pasien banyak
mengalami kelemahan kemauan dan tidak dapat mengambil keputusan
perawatan diri.
d. Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri
1) Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.
2) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
3) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
4) Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri
e. Melatih pasien berdandan/berhias
Untuk pasien laki-laki latihan meliputi :
1) Berpakaian

51
2) Menyisir rambut
3) Bercukur
Untuk pasien wanita, latihannya meliputi :
1) Berpakaian
2) Menyisir rambut
3) Berhias
f. Melatih pasien makan secara mandiri
1) Menjelaskan cara mempersiapkan makan
2) Menjelaskan cara makan yang tertib
3) Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan
4) Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
g. Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
1) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
2) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
3) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK

STRTEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

SP1 Pasien:
Mendiskusikan pentingnya kebersihan diri
Orientasi
“Selamat pagi, kenalkan saya perawat Maezul”
”Namanya ibuk siapa, senang dipanggil siapa?”
”Saya dinas pagi di ruangan ini pk. 07.00-14.00. Selama di rumah sakit ini saya yang akan
merawat ibuk?”
“Baik, apa yang terjadi dirumah sehingga ibuk di bawa kesini?”
” apa yang sudah dilakukan ibu dirumah? ”
“Dari tadi suster lihat ibu menggaruk-garuk badannya, gatal ya?”
” Bagaimana kalau kita bicara tentang kebersihan diri ,supaya ibu tahu apa penting dan
manfaat merawat diri secara mandiri”
“ Bagai mana kalau kita berbincang bincang sealama 30 menit”?,
“dimana?disini saja?”
Kerja
Apakah ibu sudah mandi hari ini? Berapa kali ibu mandi ? mandi dilakukan dua kali sehari
pada saat siang dan sore hari Menurut ibu apa kegunaannya mandi ? apa saja yang ibu
lakukan ketika mandi?”Betul, mengosok gigi,keramas.nahh...berapa kali sehari kita harus
melakukannya? Saat mandi,mengosok gigi dan keramas ? menggosok gigi dilakukaan dua
kali pagi dan malam hari,dan keramas dlakukaan satu minggu sekali.
”ibu apa manfaatnya kalau kita menjaga kebersihan diri? Yaa, betul sekali.. manfaat
merawat diri bagi diri sendiri adalah menambah kepercayaan diri,badan menjadi
segar,terhindar dari penyakit.”nahh, manfaat untuk orang lain apa ibu ? ”manfaat untuk
orang yaitu , orang lain akan merasa nyaman saat dekat dengan kita, Kira-kira tanda-tanda

52
orang yang tidak merawat diri dengan baik seperti apa ya...?, badan gatal, mulut bau, apa
lagi...? Kalau kita tidak teratur menjaga kebersihan diri masalah apa menurut ibu yang bisa
muncul ?” Betul ada kudis, kutu,kuman...dsb.

Terminasi
“apa yang ibu rasakan setelah kita bercakap cakap?”
‘ coba ibu jelaskan kembali apa manfaat dan pentingnya merawat dir?”
“apa akibat jika kita tidak merawat diri?”
“berapa kali sehari kita harus melakukan mandi,kapan kita harus menggosok gigi dan
keramas?”
“ baik ibu, bagamana kalau kita bertemu lagi besok, jam berapa? Baik, jam 09.00 wib ya?
Dimana? Disisni? Kita besok akan bercakap-cakap tentang cara mandi yang benar
yaa.sampai bertemu besok ibu.

SP 2 Pasien : Percakapan cara menjaga kebersihan diri:


Orientasi
“Selamat pagi ibu?
“Masih ingat dengan saya?
“saya perawat a yang kemarin menjelaskan manfaat mandi,
“Bagaimana perasaan ibu hari ini? Bagaimana apakah masih ingat pentingnya mandin?” coba
,apa manfaat mandi ?yaa bagus, ibu masih mengingatnya yaa.
“Hari ini kita akan berbicara tentang cara mandi yang baik dan benar, mau dimana kita
mengobrolnya. Bagaimana kalau di ruang tamu ? kurang lebih setengah jam”.

Kerja
“apa saja yang kita perlukan untuk mandi ? Ya benar sekali, sabun,handuk,sikat gigi sampho.
Dan pakaian ganti setelah mandi. Bagaimana cara ibu mandi? Coba ibu ceritakan cara mandi
yang benar?.... ya bagus...gosok gigi dimulai membersikan sikat gigi, kemudian menaruh pasta
gigi kesikat gigi, berkumur, kemudian digosokan secara merata di gigi. Mulai dari gigi depan,
gigi samping, gigi dalam, gerahang minimal 8 kali gosokan. Baik,, kalau keramas, bagaimana
caranya?....bagus sekali....mulai dengan membasuh rambut, meuangkan shampo secukupnya
ketangan, menggosokan kerambut secara merata, jika sudah dibilas dengan air bersih sapai
bersih dan tidak terasa ada shamponya. Baik, kalau mandi bagaimana?,....bagus sekali.... badan
sudah dibasahi air, sabun dibasahi air, dan disabunkan keseluruh tubuh secara merata, sesudah
itu dibilas dengan air bersih sehingga tidak terasa sabunya. Sesudah itu apalagi?...iya....pakai
handuk sampai kering. Kemudian?...ya betul....ganti baju yang baru dan sesuai setelah selesai
mandi. Nah selanjutnya apa lagi “., yaa betul, jangan lua kita menyisir rambut supaya rapi.

Terminasi
“ apa yang ibu rasakan setelah kita berbicara tentang cara cara mandi yang baik dan benar ?”
“coba ibu mari kita ulang kembali pembicaraan kita tadi ,Apa saja alat alat yang harus siapkan
untuk mandi ?bagaimana langkah-langkah mandi? Bagus sekali semuua sudah disebutkan dengan
baik. Selanjutnya jangan lupa ibu untuk melakukan kegiatan yang kita lakukan sesuai jadwal
ya.mandinya 2 kali sehari, gosok gigi 2 kali sehari, keramas 2 hari sekali, dan gunting kuku 1 kali
semunggu. Nah dan tambahkan lagi untuk menyisir rambut 2 kali sehari.

“ Baiklah besok kita akan bertemu lagi yaa , saya akan membantu ibu untuk melakukan cara
mandi yang baik dan benar. Saya akan datang jam 09.00 wib pagi. Sekarang saya permisi dulu,
selama pagi!

53
SP 3 Pasien: melatih dan membantu cara membersihkan diri

Orientasi
“Selamat pagi,
“masih ingat denga saya?
“saya perawat Maezul yang ibu kemarin menjelaskan manfaat mandi dan cara cara mandi yang
baik dan benar.” “bagaimana perasaaan ibu hari ini ?
masih ingat kan ibu, manfaat mandi untuk kamu dan orang lain,coba ,apa manfaat mandi?benar
sekali. apakah hari ini ibu sudah mandi dan melakukan cara cara mandi yang baik dan benar
seperti yang sudah saya ajarkan kemarin ?“ , saya lihat ibu sudah bersih ya,bajunya juga cantik
tetapi rambutnya belum rapi,. Tapi sudah Bagus sekali, kalau gosok giginya bagaimana apakah
sudah bisa melakukan sendiri? “ohh, gosok giginya hanya di bagian gigi depan saja ya, yang
saya ajarkan kemarin cara mengsok giginya lupa yaa... kermasnya belum dilakukaan ya
“kalau berpakaiannya bagaimana?dilakuakn sendiri, bagus sekali. Masih ingat apa yang mau
kita bicara kan hari ini?
Hari ini saya akan membantu ibu untuk merawat diri, berapa lama ibu? 30 menit ya ibu?
”Bagaimana kalau sekarang kita ke kamar mandi, suster akan membimbing ibu melakukannya

Kerja
” nahhh baiklah ibu, kalau kita mau mandi apa saja yang kita butuhkan ? Jadi harus ada
sabun,shampoo,sikat gigi,pasta gigi,handuk,dan pakaian ganti ya,coba ibu suster akan membantu
cara membersihkan diri dengan benar, Sekarang ibu siram seluruh tubuh ibu termasuk rambut
lalu ambil shampoo gosokkan pada kepala ibu sampai berbusa lalu bilas sampai bersih.. bagus
sekali.. Selanjutnya ambil sabun, gosokkan di seluruh tubuh secara merata lalu siram dengan air
sampai bersih, jangan lupa sikat gigi pakai odol.. giginya disikat mulai dari arah atas ke bawah.
Gosok seluruh gigi ibu mulai dari depan sampai belakang. Bagus, lalu kumur-kumur sampai
bersih. Terakhir siram lagi seluruh tubuh T sampai bersih lalu keringkan dengan handuk.
“Apa yang ibu lakukan setelah selesai mandi ?”ya benar,ganti baju?
“sekarang, pilihlah pakaian yang bersih dan kering.ganti pakaian yang bersih 2x/hari. Sekarang
coba ibu ganti baju.. Ya, bagus seperti itu”.
“Apakah ibu menyisir rambut? Coba kita praktekkan, lihat ke cermin, ambil sisirnya ibu, sisirkan
ke rambut ,nahh bagus…sekali!
Apakah ibu biasa memakai bedak? Nah kalo iya, ayok sekarang kita lanjutkan dengan meriasa
muka. Iya bedaknya dipakai tipis saja dan rata yang kesemua muka. Nah kan cantik kalau begitu.
ibu kelihatan lebih berseri. Setelah memakai bedak, biasanya memakai apalagi? Oh iya lipstik ya,
coba suter mau lihat ibu memakai lipstik. caranya di poles tipis saja lipstiknya. Nah sekarang
coba lihat lagi diri ibu dikaca, cantikan? Mana lebih cantik dengan yang sebelum mandi tadi?”
“ Bagaimana rasanya setelah ibu mandi ? lebih bersih dan rapi ya...”

Terminasi
“ bagaimana perasaan setelah kita belajar cara mandi”.
“ Alat apa saja yang digunakan untuk mandi? Setelah mandi apa yang sebaiknya kita
lakukan?”coba sebutkan cara mandi secara urut sesuai yang saya ajarkan tadi..
“ Bagus sekali, bisa mengingat dengan baik apa yang harus kita lakukan dan jangan lupa untuk
melakukan sesuai dengan yang sudah saya ajarkan tadi ya. Melakukan mandi, keramas, gosok
gigi ,berganti pakaan setelah mandi,menyisir rambut sesuai dengan mandi sehari 2 kali, sikat
gigi 2 kali perhari, cuci rambut 2 kali perminggu, berdandan dan mengganti pakaian 2 kali sehari
sehabis mandi pagi dan sore harinya.
Bagaimana kalau hari Jumat saya datang lagi ya untuk membuat jadwal merawat diri, jamnya
seperti biasanya jam 09.00 wib saya disini lagi. Selamat pagi T.

54
SP 4 Pasien : Percakapan membantu membuat jadwal

Orientasi
“Selamat siang ibu,”
” Wow...masih rapi ya ibu”.
“Masih ingat denga saya?
“Saya perawat Maezul yang mengajarkan ibu kemarin tentang perawatan diri, cara
mandi,mengosok gigi,keramas,berganti pakaian setelah mandi,dan menyisir rambut kepada ibu”
“Bagaimana perasaaan ibu hari ini ?bagaimana masih ingat dengan apa yang telah saya ajarkan
kemarin? Coba sebutkan apa saja yang sudah saya ajarkan di pertemuan sebelumnya.
Yaa..bagus.. jadi ibu sudah ingat dengan apa yang sudah di ajarkan sebelumnya.
Bagaimana kalau ibu membuat jadwal, supaya mudah di ingat dan kegiatan nya terjadwaal..

Fase Kerja
“Baik ibu , tuliskan jadwal di kertas ini yaa, , mandi sehari 2 kali ibu mau mandi saat pagi hari
jam berapa dan sore jam berapa ?baik, pagi jam 06.00 dan sore jam 16.00 yaa, sikat gigi 2 kali
perhari dilakukan saat mandi ya dan malam hari ibu mau melakukan pada jam berapa,nah
tuliskan di kertas ini pada jam 20.30 sebelum tidur , cuci rambut 2 kali perminggu mau keramas
pada hari apa?,iya tuliskan di sni hari sabtu . tuliskan juga jadwal menyisir rambut yaa, tuliskan
menyisir rambut setiap setelah mandi .mengganti pakaian 2 kali sehari sehabis mandi pagi dan
sore.
Mari ibu, Jadwal yang di tulis ini di tempel di tembok dekat tempat tidur yaa. Nach... lakukan ya
ibu..., dan beri tanda kalau sudah dilakukan Spt M ( mandiri ) kalau dilakukan tanpa disuruh, B
( bantuan ) kalau diingatkan baru dilakukan dan T ( tidak ) tidak melakukani?

Terminasi
Bagaimana perasaanya setelah kita membut jadwal untuk kegatan mandi ibu? Lakukan sesuai
dengan jadal yang sudah di tulis , mandi sehari 2 kali, sikat gigi 2 kali perhari, cuci rambut 2 kali
perminggu, menyisir rambut dan mengganti pakaian 2 kali sehari sehabis mandi pagi dan sore
hari ya.. Bagaimana bisa dilakukaan dengan jadwal ,?
“Baiklah ibu besok saya akan datang lagi untuk mengevaluasi semua kegiatan dan latihan
perawatan diri yang sudah kita diskusikan,untuk jam nya seperti biasa yaa, untuk jam nya seperti
biasa”. Baiklah ibu sampai bertemu besok.

55
DAFTAR PUSTAKA

Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan jiwa.Kaplan Sadoch. 1998. Sinopsis


Psikiatri. Edisi 7. Jakarta : EGC
Fitria, Nita. (2009). Prinsip Dasar Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta :
Salemba Medika.
Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Nurjanah, Intansari S.Kep. 2004. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa.
Yogyakarta : Momedia
Stuart, GW and Laraia. 2005. Principles and practice of psychiatric nursing, 8ed.
Elsevier Mosby : Philadelphia.

56
BAB V
LAPORAN PENDAHULUAN
HARGA DIRI RENDAH

A. Pengertian
Harga diri rendah merupakan perasaan negative terhadap diri sendiri
termasuk kehilangan rasa percaya diri, tidak berharga, tidak berguna, tidak
berdaya, pesimis, tidak ada harapan dan putusasa (Maryam et.al, 2007).
Harga diri rendah adalah evaluasi diri atau perasaan negative
tentangdirisendiri yang mungkin diekspresikan secara langsung atau tidak
langsung (Kim, 2006).
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berdaya, tidak berarti dan rendah
diri berkepanjangan akibat evaluasi negative terhadap diri sendiri dan
kemampuan diri (WHO Perwakilan Indonesia, 2006).
Rentang respon
Respon perilaku klien harga diri rendah dapat diidentifikasikan sepanjang
rentang respon adaptif dan rentang inaladaptif yang dapat dijelaskan sebagai
berikut: (rentangresponneurobiologik Stuart, 1998 )

B. Rentan Respon
Respon adaptif Respon
maladapfif

1. Pikiran logis 1. Distorsi pikiran 1. Gangguan Pikir


A.
2. Persepsi akurat 2. Ilusi (waham / halusinasi)
3. Emosi konsisten 3. Reaksi emosi 2. Sulit berespon
dengan pengalaman berlebihan atau kurang 3. Perilaku disorganisasi
B. Pathway
4. Perilaku sesuai 4. Perilaku aneh 4. Isolasi sosial
5. Berhubungan sosial 5. Menarik diri

57
C. Penyebab
Harga diri sering disebabkan karena koping individu yang tidak efektif
akibat kurang adanya umpan balik positif, kurangnya system pendukung,
kemuduran perkembangan ego, pengulangan umpan balik yang negative,
disfungsi system keluarga serta terfiksasi pada tahap perkembangan awal
(Townsend, 2008).
Faktor – factor yang mempengaruhi konseo diri adalah sebagai berikut :
1. Faktor
Predisposisi
a. Faktor biologis
Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua,
harapan orang tua yang tidak realistis, keggalan yang berulang kali,
kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada
orang tua, dan ideal diri yang tidak realistic.
b. Faktor sosial budaya
Faktor yang mempengaruhi performa peran adalah streotipik peran
gender, tuntutan peran kerja, dan harapan peran budaya.
c. Faktor psikologis
Faktor yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi
ketidakpercayaan orangtua, tekanan dari kelompok sebaya, dan
perubahan struktur sosial (Stuart, 2006).
d. Faktor Presipitasi
1) Ketegangan adalah stres yang berhubungan dengan frustasi yang
dialami individu dalam peran atau posisi yang diharapkan.
2) Konflik peran adalah ketidaksesuaian peran antara yang dijalankan
dengan yang diinginkan.
3) Peran yang tidak jelas adalah kurangnya pengetahuan individu
tentang peran yang dilakukannya.
4) Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya
anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
5) Transisi peran sehat-sakit sebagai pergeseran dari keadaan sehat ke
keadaan sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan oleh :

58
a) Kehilangan bagian tubuh
b) Perubahan ukuran, bentuk, penampilan dan fungsi
tubuh.
c) Perubahan fisik berhubungan dengan tumbuh
kembang normal.
d) Prosedur medis dan keperawatan.

D. Manifestasi Klinis
Menurut Capernito (2008), tanda dan gejala perilaku yang
berhubungan dengan harga diri rendah adalah:
1. Data subjektif
a) Mengkritik diri sendiri dan orang lain
b) Perasaan dirinya sangat penting yang berlebih-lebihan
c) Perasaan tidak mampu
d) Rasa bersalah
e) Sikap negatif pada diri sendiri
f) Sikap pesimis pada kehidupan
g) Keluhan sakit fisik
h) Pandangan hidup yang terpolarisasi.
i) Menolak kemampuan diri sendiri
j) Pengurangan diri sendiri atau mengejek diri sendiri
k) Perasaan cemas dan takut
l) Merasionalisasi penolakan atau menjauh dari umpan balik
positif
m) Mengungkapkan kegagalan pribadi
n) Ketidakmampuan menetukan tujuan
2. Data objektif
a) Produktifitas menurun
b) Perilaku destruktif pada diri sendiri
c) Perilaku destruktif pada orang lain
d) Penyalahgunaan zat
e) Menarik diri dari hubungan sosial

59
f) Ekspresi wajah malu dan bersalah
g) Menunjukkan tanda depresi (sukar tidur dan sukar
makan)
h) Tampak mudah tersinggung atau mudah marah
E. Psikopatologi

Faktor predisposisi (biologis, Faktor presipitasi (lingkungan, Faktor perilaku


psikologis, sosiokultural) interaksi dengan orang lain)

Ketidak mampuan menyesuaikan


diri terhadap adaptif dan situasi

Koping individu tidak efektif (malu)

Merasa bersalah pada diri sendiri

Merasa tidak berguna/ketidakberdayaan

Mengasingkan diri

Kurang percaya diri

Sukar mengambil keputusan

Gangguan Gangguan Gangguan peran Gangguan pada Gangguan pada


gambaran diri identitas diri diri ideal diri Harga diri

Gangguan Konsep Diri

Harga Diri Rendah

60
F. Pengkajian Fokus
1. Isolasi sosial : menarik diri (Kusumawati, 2010)
a. Data Obyektif: Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri,
berdiam diri di kamar, banyak diam.
b. Data Subyektif: Ekspresi wajah kosong, tidak ada kontak mata, suara
pelan dan tidak jelas.
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
a. Data Subyektif: Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak
tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan
malu terhadap diri sendiri
b. Data Obyektif: Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh
memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri
hidup.
3. Gangguan citra tubuh
a. Data subyektif : Mengungkapkan tidak ingin hidup lagi,
Mengungkapkan sedih karena keadaan tubuhnya, Klien malu bertemu
dan berhadapan dengan orang lain, karena keadaan tubuhnya yang
cacat
b. Data obyektif : Ekspresi wajah sedih, Tidak ada kontak mata ketika
diajak bicara, Suara pelan dan tidak jelas, Tampak menangis

G. Diagnosa Keperawatan
1. Harga diri rendah

H. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa : Harga diri rendah.
Tujuan umum : Kien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal.
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya

61
Kriteria hasil : Klien dapat menjawab salam, kilen mau bersalaman, klien
mau menyebutkan nama, kontak mata tidak mudah teralih, klien
kooperatif.
Intervensi :
Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan prinsip komunikasi
terapeutik :
a. Sapa klien dengan ramah secara verbal dan nonverbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
Rasional : Komunikasi teraupetik akan memberikan kenyamanan pada
klien, sehingga klien dapat mengutarakan segala
permasalahannya.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Kriteria hasil : klien mengungkapkan aspek positif yang dimilikinya dan
melakukan kemampuan yang masih dapat digunakan.
Intervensi :
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
b. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien.
c. Utamakan memberi pujian yang realistik.
Rasional : Pengetahuan klien tentang kemampuan dan aspek positif yang
klien miliki dapat meningkatkan harga diri klien.
3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
Kriteria hasil : adanya kemampuan yang masih dapat dilakukan oleh klien
serta adanya kepercayaan klien atas kemampuan tersebut
Intervensi :
a. Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilakukan
b. Bantu klien menyebutkan dan memberi penguatan terhadap
kemampuan diri yang diungkapkan klien

62
c. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya
d. Perlihatkan respon yang kondusif dan menjadi pendengar yang aktif
Rasional : Mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat dilakukan oleh
klien akan memotivasi klien dalam melakukan aktivitas sesuai
kemampuan.
4. Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki.
Kriteria hasil : klien dapat beraktivitas sehari-hari sesuai kemampuan
yang dimilikinya.
Intervensi :
a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan
setiap hari.
b. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
c. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien
lakukan.
Rasional : Perencanaan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
klien dengan tujuan untuk membangkitkan harga diri klien
kembali.
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kemampuannya.
Kriteria hasil : klien mencoba melakukan kegiatan yang telah
direncanakan, kegiatan dirumah sudah terencanakan.
Intervensi :
a. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan.
b. Diskusikan pelaksanaan kegiatan dirumah
Rasional : Memberikan kesempatan pada klien dalam melakukan aktivitas
sesuai kemampuan dan disesuaikan dengan perencanaan yang
telah dibuat.
6. Keluarga : Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Kriteria hasil : keluarga mampu merawat klien memberikan dukungan
penuh untuk klien.
Intervensi :

63
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
dengan harga diri rendah.
b. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah.
Rasional : Memberi informasi kepada pasien tentang sistem pendukung
agar klien dapat memanfaatkannya.

STRATEGI PELAKSANAAN
HARGA DIRI RENDAH

A. Tindakan keperawatan untuk pasien


1. Kondisi Pasien
Ds : Pasien mengatakan tidak berguna
Do : Pasien tampak berbicara sendiri, tampak senang / sedih,
menyendiri, tatapan mata kosong

2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan konsep diri : harga diri rendah

3. Tujuan
a. Pasien dapat menilai aspek positf
b. Pasien dapat meningkatkan harga dirinya
c. Pasien dapat berorientasi kepada realitas secara bertahap
d. Pasien dapat memenuhi kebutuhan dasar
e. Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan

4. Tindakan
a. Bina Hubungan Saling Percaya, salam terapeutik, perkenalkan diri
dengan sopan, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang
tenang dan buat kontrak yang jelas (waktu, tempat, topic).
b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya
c. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien

64
d. Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seorang yang berharga
dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri

B. Strategi Tindakan Pelaksanaan


SP 1 Klien
Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien,
membantu klien menilai kemampuan yang masih dapat digunakan,
membantu klien memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih,
melatih kemampuan yang sudah dipilih dan menyusun jadwal
pelaksanaan kemampuan yang telah dilatih dalam rencana harian
Fase Orientasi :
“Selamat pagi, Perkenalkan nama saya Maezul, saya biasa dipanggil Maezul, saya mahasiswa
keperawattan UNW yang sedang praktik diruangan ini., Nama mbak siapa? Senang dipanggil
siapa? Bagaimana keadaan mbak A hari ini ?
”Bagaimana, kalau kita bercakap-cakap tentang kemampuan dan kegiatan yang pernah mbak A
lakukan? Setelah itu kita akan nilai kegiatan mana yang masih dapat mbak A lakukan. Setelah kita
nilai, kita akan pilih satu kegiatan untuk kita latih”. Apa mbak bersedia untuk mengikuti kegiatan
ini? Baik, kalau mbak bersedia kita bisa melakukan kegiatannya dimana?
Bagaimana kalau di ruang tamu ? Berapa lama ? Bagaimana kalau 20 menit ?

Fase Kerja :
”Mbak A, bagaimana kalau sekarang kita latihan tentang aspek positif dan kemampuan yang mbak
miliki selama ini? Baik, sebelumnya apa yang membuat mbak A bisa dirawat di rumah sakit ini ?
Siapa yang membuat mbak A bisa bertahan dirawat di rumah sakit ini? jadi kedua orangtua mbak
A yang menginginkan mbak A berobat dirumah sakit ini untuk kesembuhan mbak A? Selama
mbak A dirawat apa ada keluarga lain yang sering menjenguk mbak A kesini? Selain orangtua dan
keluarga siapa yang mendukung mbak A menjalani pengobatan untuk kesembuhan mbak A? Baik,
berarti semua keluarga dan tetangga mbak A sangat mengharapkan mbak A untuk sembuh seperti
sedia kala ya mbak A. Bagus sekali, mbak A memiliki aspek positif yang sangat baik.Selanjutnya,
apa saja kemampuan yang mbak A miliki? Bagus, apa lagi? Saya buat daftarnya ya. Apa kegiatan
rumah tangga yang biasa mbak A lakukan? Bagaimana dengan merapihkan kamar? Menyapu ? “
Wah, bagus sekali ada lima kemampuan dan kegiatan yang mbak A miliki “.
”Mbak A dari lima kegiatan/kemampuan ini, yang mana yang masih dapat dikerjakan di rumah
sakit ? Coba kita lihat, yang pertama bisakah, yang kedua.......sampai 5 (misalnya ada 3 yang
masih bisa dilakukan). Bagus sekali ada 3 kegiatan yang masih bisa dikerjakan di rumah sakit ini.
”Sekarang, coba mbak A pilih satu kegiatan yang masih bisa dikerjakan di rumah sakit ini”. ”O
yang nomor satu, merapihkan tempat tidur? Kalau begitu, bagaimana kalau sekarang kita latihan
merapikan tempat tidur mbak A”. Mari kita lihat tempat tidur mbak A Coba lihat, sudah rapikah
tempat tidurnya?”
“Nah kalau kita mau merapikan tempat tidur, mari kita pindahkan dulu bantal dan selimutnya.
Bagus! Sekarang kita angkat spreinya, dan kasurnya kita balik. ”Nah, sekarang kita pasang lagi
spreinya, kita mulai dari arah atas, ya bagus !. Sekarang sebelah kaki, tarik dan masukkan, lalu
sebelah pinggir masukkan. Sekarang ambil bantal, rapihkan, dan letakkan di sebelah atas/kepala.
Mari kita lipat selimut, nah letakkan sebelah bawah/kaki. Bagus !”
“mbak A sudah bisa merapihkan tempat tidur dengan baik sekali. Coba perhatikan bedakah dengan
sebelum dirapikan? Bagus ” “ Coba mbak A lakukan dan jangan lupa memberi tanda M (mandiri)
kalau mbak A lakukan tanpa disuruh, tulis B (bantuan) jika diingatkan bisa melakukan, dan mbak
A tulis T jika tidak melakukan.

65
Fase Terminasi :
“Bagaimana perasaan mbak A setelah kita bercakap-cakap dan latihan merapikan tempat tidur ?
Yah, ternyata mbak A banyak memiliki kemampuan yang dapat dilakukan di rumah sakit ini.
Salah satunya, merapikan tempat tidur, yang sudah mbak A praktekkan dengan baik sekali. Nah
kemampuan ini dapat dilakukan juga di rumah setelah pulang.”
”Sekarang, mari kita masukkan pada jadwal harian. Mbak A mau berapa kali sehari merapikan
tempat tidur? Bagus, dua kali yaitu pagi-pagi jam berapa ? Lalu sehabis istirahat, jam 16.00”
”Besok pagi kita latihan lagi kemampuan yang kedua. mbak A masih ingat kegiatan apa lagi yang
mampu dilakukan di rumah selain merapihkan tempat tidur? Ya bagus, cuci piring.. kalau begitu
kita akan latihan mencuci piring besok, mbak A maunya jam berapa? bagaimana kalau jam 8 pagi
di dapur ruangan ini sehabis makan pagi Sampai jumpa besok ya mbak A”
SP 2 PASIEN:
Melatih pasien melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan kemampuan pasien.

Orientasi :
“Selamat pagi, masih ingat dengan saya? Saya perawat Maezul yang kemarin merawat
mbak A. bagaimana perasaan mbak A pagi ini ? Wah, tampak cerah ya, apa hari ini ada
keluarga yang mau menjenguk mbak A? Kelihatan ya mbak A tampak senang sekali.”

”Bagaimana mbak A, sudah dicoba merapikan tempat tidur sore kemarin/ Tadi pagi?
Bagus, coba saya lihat tempat tidurnya sudah rapi atau belum (kalau sudah dilakukan,
kalau belum bantu lagi). Sesuai janji kita kemarin, sekarang kita akan latihan kemampuan
kedua. Masih ingat apa kegiatan itu mbak A?”

”Ya benar, kita akan latihan mencuci piring di dapur”

”Waktunya sekitar 15 menit. Mari kita ke dapur!”

Kerja :
“ mbak A, sebelum kita mencuci piring kita perlu siapkan dulu perlengkapannya, yaitu
sabut/tapes untuk membersihkan piring, sabun khusus untuk mencuci piring, dan air untuk
membilas., mbak A bisa menggunakan air yang mengalir dari kran ini. Oh ya jangan lupa
sediakan tempat sampah untuk membuang sisa-makanan.

“Sekarang saya perlihatkan dulu ya caranya”

“Setelah semuanya perlengkapan tersedia, mbak A ambil satu piring kotor, lalu buang
dulu sisa kotoran yang ada di piring tersebut ke tempat sampah. Kemudian mbak A
bersihkan piring tersebut dengan menggunakan sabut/tapes yang sudah diberikan sabun
pencuci piring. Setelah selesai disabun, bilas dengan air bersih sampai tidak ada busa
sabun sedikitpun di piring tersebut. Setelah itu mbak A bisa mengeringkan piring yang
sudah bersih tadi di rak yang sudah tersedia di dapur. Nah selesai…

“Sekarang coba mbak A yang melakukan…”

“Bagus sekali, mbak A dapat mempraktekkan cuci pring dengan baik. Sekarang dilap
tangannya

Terminasi :

”Bagaimana perasaan mbak A setelah latihan cuci piring ?”

“Bagaimana jika kegiatan cuci piring ini dimasukkan ke dalam jadwal kegiatan sehari-
hari

mbak A mau berapa kali untuk mencuci piring? Bagus sekali mbak A mencuci piring tiga
kali setelah makan.”

66
”Besok kita akan latihan untuk kemampuan ketiga, setelah merapihkan tempat tidur dan
cuci piring. Masih ingat kegiatan apakah itu? Ya benar kita akan latihan mengepel”

”mbak A besok mau jam berapa ? Sama dengan sekarang ? Sampai jumpa besok ya”

Latihan dapat dilanjutkan untuk kemampuan lain sampai semua


kemampuan dilatih. Setiap kemampuan yang dimiliki akan menambah
harga diri pasien.

1. Tindakan keperawatan pada keluarga


Keluarga diharapkan dapat merawat pasien dengan harga diri rendah di
rumah dan menjadi sistem pendukung yang efektif bagi pasien.
a. Tujuan :

1) Keluarga membantu pasien mengidentifikasi kemampuan yang


dimiliki pasien
2) Keluarga memfasilitasi pelaksanaan kemampuan yang masih
dimiliki pasien
3) Keluarga memotivasi pasien untuk melakukan kegiatan yang
sudah dilatih dan memberikan pujian atas keberhasilan pasien
4) Keluarga mampu menilai perkembangan perubahan kemampuan
pasien
b. Tindakan keperawatan :

1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat


pasien
2) Jelaskan kepada keluarga tentang harga diri rendah yang ada
pada pasien
3) Diskusi dengan keluarga kemampuan yang dimiliki pasien dan
memuji pasien atas kemampuannya
4) Jelaskan cara-cara merawat pasien dengan harga diri rendah
5) Demontrasikan cara merawat pasien dengan harga diri rendah
6) Beri kesempatan kepada keluarga untuk mempraktekkan
caramerawat pasien dengan harga diri rendah seperti yang telah
perawat demonstrasikan sebelumnya
7) Bantu keluarga menyusun rencana kegiatan pasien di rumah

67
SP 1 KELUARGA
Mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien di
rumah, menjelaskan tentang pengertian, tanda dan gejala harga diri
rendah, menjelaskan cara merawat pasien dengan harga diri rendah,
mendemonstrasikan cara merawat pasien dengan harga diri rendah, dan
memberi kesempatan kepada keluarga untuk mempraktekkan cara
merawat.

Orientasi :
“Selamat pagi ibu/bp!”perkenalkan nama saya Maezul yang merawat pasien mbak A.Nama
ibu/bp siapa ya?senang dipanggil siapa?

“Bagaimana keadaan Bapak/Ibu hari ini ?”

“Bagaimana kalau pagi ini kita bercakap-cakap tentang cara merawat mbak A? Berapa
lama untuk waktunya Bp/Ibu?30 menit? Baik, mari kita duduk di ruangan wawancara!”

Kerja :
“Apa yang bapak/Ibu ketahui tentang masalah mbak A”
“Ya memang benar sekali Pak/Bu, mbak A itu memang terlihat tidak
percaya diri dan sering menyalahkan dirinya sendiri. Misalnya pada
mbak A, sering menyalahkan dirinya dan mengatakan dirinya adalah orang
paling bodoh sedunia. Dengan kata lain, anak Bapak/Ibu memiliki
masalah harga diri rendah yang ditandai dengan munculnya pikiran
pikiran yang selalu negatif terhadap diri sendiri. Bila keadaan mbak A ini
terus menerus seperti itu, mbak A bisa mengalami masalah yang lebih berat
lagi, misalnya mbak A jadi malu bertemu dengan orang lain dan memilih
mengurung diri”
“Sampai disini, bapak/Ibu mengerti apa yang dimaksud harga diri
rendah?”
“Bagus sekali bapak/Ibu sudah mengerti”
“Setelah kita mengerti bahwa masalah mbak A dapat menjadi masalah
serius, maka kita perlu memberikan perawatan yang baik untuk mbak A”
”Bpk/Ibu, apa saja kemampuan yang dimiliki mbak A? Ya benar, dia juga
mengatakan hal yang sama (kalau sama dengan kemampuan yang
dikatakan mbak A)
” mbak A itu telah berlatih dua kegiatan yaitu merapihkan tempat tidur dan
cuci piring. Serta telah dibuat jadwal untuk melakukannya. Untuk itu,
Bapak/Ibu dapat mengingatkan mbak A untuk melakukan kegiatan tersebut
sesuai jadwal. Tolong bantu menyiapkan alat-alatnya, ya Pak/Bu. Dan
jangan lupa memberikan pujian agar harga dirinya meningkat. Ajak
pula memberi tanda cek list pada jadwal kegiatannya”.
”Selain itu, bila mbak A sudah tidak lagi dirawat di Rumah sakit, bapak/Ibu
tetap perlu memantau perkembangan mbak A. Jika masalah harga dirinya
kembali muncul dan tidak tertangani lagi, bapak/Ibu dapat membawa
mbak A ke puskesmas”
”Nah bagaimana kalau sekarang kita praktekkan cara memberikan
pujian kepada mbak A”

68
”Temui mbak A dan tanyakan kegiatan yang sudah dia lakukan lalu berikan
pujian yang yang mengatakan: Bagus sekali mbak A, kamu sudah semakin
terampil mencuci piring”
”Coba Bapak/Ibu praktekkan sekarang. Bagus”

Terminasi :
”Bagaimana perasaan Bapak/bu setelah percakapan kita ini?”
“Dapatkah Bapak/Ibu jelaskan kembali maasalah yang dihadapi mbak A
dan bagaimana cara merawatnya?”
“Bagus sekali bapak/Ibu dapat menjelaskan dengan baik. Nah setiap
kali Bapak/Ibu kemari lakukan seperti itu. Nanti di rumah juga
demikian.”
“Bagaimana kalau kita bertemu lagi dua hari mendatang untuk
latihan cara memberi pujian langsung kepada mbak A”
“Jam berapa Bp/Ibu datang? Baik saya tunggu.Sampai jumpa.”

SP 2 Keluarga :Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien


dengan masalah harga diri rendah langsung kepada pasien

Orientasi:
“Selamat pagi Pak/Bu”
” Bagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini?”
”Bapak/IBu masih ingat latihan merawat anak BapakIbu seperti
yang kita pelajari dua hari yang lalu?”
“Baik, hari ini kita akan mampraktekkannya langsung kepada mbak A.”
”Waktunya 20 menit”.
”Sekarang mari kita temui mbak A”

Kerja:
”Selamat pagi mbak A. Bagaimana perasaan mbak A hari ini?”
”Hari ini saya datang bersama orang tua mbak A. Seperti yang sudah
saya katakan sebelumnya, orang tua mbak A juga ingin merawat mbak A agar
mbak A cepat pulih.”
(kemudian saudara berbicara kepada keluarga sebagai berikut)
”Nah Pak/Bu, sekarang Bapak/Ibu bisa mempraktekkan apa yang
sudah kita latihkan beberapa hari lalu, yaitu memberikan pujian
terhadap perkembangan anak Bapak/Ibu”
(Saudara mengobservasi keluarga mempraktekkan cara merawat
pasien seperti yang telah dilatihkan pada pertemuan sebelumnya).
”Bagaimana perasaan mbak A setelah berbincang-bincang dengan
Orang tua mbak A?”
”Baiklah, sekarang saya dan orang tua mbak A ke ruang perawat dulu”
(Saudara dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan
terminasi dengan keluarga)
Terminasi:
“ Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita latihan tadi?”
« «Mulai sekarang Bapak/Ibu sudah bisa melakukan cara merawat
tadi kepada mbak A »
« Tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan
pengalaman Bapak/Ibu melakukan cara merawat yang sudah kita

69
pelajari. Waktu dan tempatnya sama seperti sekarang Pak/Bu »
« Sampai jumpa »

SP 3 KELUARGA : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga

Orientasi:
“Selamat pagi Pak/Bu”
”Karena hari ini hari terakhir kunjungan saya, maka kita akan
membicarakan jadwal mbak A selama di rumah”
”Berapa lama Bpk/Ibu ada waktu? Mari kita bicarakan di kantor
Kerja:
”Pak/Bu ini jadwal kegiatan mbak A selama di rumah sakit. Coba
diperhatikan, apakah semua dapat dilaksanakan di
rumah?”Pak/Bu, jadwal yang telah dibuat selama mbak A dirawat
dirumah sakit tolong dilanjutkan dirumah, baik jadwal kegiatan
maupun jadwal minum obatnya”
”Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku
yang ditampilkan oleh mbak A selama di rumah. Misalnya kalau mbak A terus
menerus menyalahkan diri sendiri dan berpikiran negatif terhadap
diri sendiri, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku
membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi lagi maka bawa
segera ke Rs untuk pengobatan lanjut
”Selanjutnya perawat Maezul tersebut yang akan memantau
perkembangan mbak A selama di rumah

Terminasi:
”Bagaimana Pak/Bu? Ada yang belum jelas? Ini jadwal kegiatan
harian . Ini surat rujukan untuk perawat Maezul di PKM Inderapuri.
Jangan lupa kontrol ke PKM sebelum obat habis atau ada gejala
yang tampak. Silakan selesaikan administrasinya!”

70
DAFTAR PUSTAKA

Dalami e. suliswati, rochimah, suryati, KR danlestari W. (2009). Asuhan


Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Cetakan1. Jakarta : Tras
Info Media
FKUI dan WHO (2006). Modul Praktek Keperawatan Professional Jiwa (MPKP
Jiwa). Cetakan 1. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan WHO.
Hartono, y. (2010). Buku ajar keperawata njiwa.cetakan1. Jakarta : Salemba
Medika
Kim et.al.(2006). Diagnose keperawatan (terjemahan). Edisi 7. Jakarta : EGC
Maryam et.al, (2007). Kebutuhan Dasar Manusia Berdasarkan Hierarki Maslow
Dan Penerapannya Dalam Keperawatan. Cetakan1. Jakarta : Semesta
Medika
Stuart.G.W. (2007). Buku saku keperawatan jiwa (terjemahan). Edisi 5. Jakarta :
EGC

71
BAB VI
LAPORAN PENDAHULUAN
MENARIK DIRI (ISOLASI SOSIAL)

A. Pengertian
Isolasi sosial adalah suatu sikap di mana individu menghindari diri dari
interaksi dengan orang lain (Fitria, 2009). Sedangkan menurut Depkes RI
(2000) dalam Direja (2011) mengatakan kerusakan interaksi sosial merupakan
suatu gangguan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang
tidak fleksibel menimbulkan perilaku maladaftif dan mengganggu fungsi
seseorang dalam hubungan sosial.
Isolasi Sosial adalah kondisi kesepian yang diekspresikan oleh individu
dan dirasakan sebagai hal yang ditimbulkan oleh orang lain dan sebagai suatu
keadaan negatif yang mengancam. Dengan karakteristik :tinggal sendiri dalam
ruangan, ketidakmampuan untuk berkomunikasi, menarik diri, kurangnya
kontak mata. Ketidak sesuaian atau ketidak matangan minat dan aktivitas
dengan perkembangan atau terhadap usia. Preokupasi dengan pikirannya
sendiri, pengulangan, tindakan yang tidak bermakna. Mengekspresikan
perasaan penolakan atau kesepian yang ditimbulkan oleh orang lain.
Mengalami perasaan yang berbeda dengan orang lain, merasa tidak aman
ditengah orang banyak. (MaryC. Townsend, Diagnose Kep. Psikiatri, 1998;
hal 252)
Isolasi social adalah suatu sikap dimana individu menghindari diri dari
interaksi dengan orang lain individu merasa bahwa ia kehilangan akrab yang
tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi atau
kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan
orang lain, yang dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada
perhatian dan tidak sanggup membagi pengamatan dengan orang lain
(Balitbang, 2007).

72
B. Rentang respon
Respon adatif Respon maladatif

Menyendiri Merasa sendiri Menarik diri

Otonomi Dependensi curiga


Ketergantungan

Bekerjasama Manipulasi curiga

Interdependen

(Sumber : Townsend
(1998))
C. Penyebab
Seseorang yang menarik diri pada mulanya berperilaku merasa dirinya
tidak berharga (harga diri rendah) sehingga merasa tidak nyaman untuk
berhubungan dengan orang lain. Individu tersebut kesulitan dalam
menumbuhkan rasa percaya dirinya, tidak mampu mempertahankan hubungan
dalam masyarakat, diisolasi sosial dan ketergantungan yang berlebihan pada
orang lain(Stuart & Sundeen, 1995).
1. Faktor Predisposisi
a) Faktor tumbuh kembang
Pada setiap tahapan individu ada tugas perkembangan yang harus
dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Bila ada
tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan
menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan
menimbulkan masalah. Tabel 3.1 tugas perkembangan hubungan
dengan pertumbuhan interpersonal.

73
Tahap Perkembangan Tugas

Masa bayi Menetapkan rasa percaya

Masa bermain Mengembangkan otonomi dan awal perilaku mandiri

Masa prasekolah Belajar menunjukan inisiatif, rasa tanggung jawab, hati


nurani

Masa sekolah Belajar berkopetensi, bekerjasama dan berkomporomi

Masa praremaja Menjalin hubungan intim dengan teman sesame jenis


kelamin.

Masa remaja Menjadi intim dengan teman lawan jenis atau


bergantung dengan orang tua.

Masa dewasa muda Menjadi saling bergantung antara orang tua dengan
teman, mencari pasangan, menikah dan mempunyai
anak.

Masa tengah baya Belajar menerima hasil kehidupan yang sudah dilalui

Masa dewasa tua Berduka karena kehilangan dan mengembangkan


perasaan keterkaitan dengan budaya.

Sumber : Stuart and Sunden(1995)

b) Faktor komunikasi dalam kelurga


Gangguan komunikasi dalam keluarga maupun faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang
termasuk dalam masalah berkomunikasi sehingga menimbulkan
ketidak jelasanya itu suatu keadaan yang mana seseorang anggota
keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam watu
bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang
menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga.
c) Faktor social budaya
Isolasi social atau mengasingkan diri dari lingkungan social
merupakan suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam
hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh norma- norma yang salah
dianut oleh keluarga, dimana setiap anggota keluarga yang tidak
produktif seperti usia lanjut, penyakit kronis, dan penyandang cacat
diasingkan dari lingkungan sosial.
d) Faktor biologis

74
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat
mempengaruhi terjadinya gangguan social adalah otak, misalnya pada
pasien skizoprenia yang mengalami masalah dalam hubungan social
memiliki struktur yang abnormal pada otak seperti atrofi otak, serta
perubahan ukuran dalam be ntuk sel-sel dalam limbik dan daerah
kortika.
2. Faktor presipitasi
Terjadinya gangguan hubungan social juga dapat ditimbulkan oleh faktor
internal dan eksternal seseorang, faktor stressor presipitasi dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
a) Faktor eksternal
Contohnya adalah stressor social budaya, yaitu stress yang ditimbulkan
oleh factor social budaya seperti budaya.
b) Faktor internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress yang terjadi akibat
ansietas yang berkepanjangan yang terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya. ansietas ini
dapat terjadi akibat tuntunan untuk berpisah pada orang terdekat atau
tidak terpenuhinya kebutuhan individu.

D. Manifestasi Klinis
Perilaku yang biasa ditunjukkan oleh klien menarik diri adalah tidak napsu
makan atau makan berlebihan, berat badan menurun atau meningkat secara
drastis, kemunduran kesehatan fisik, tidur berlebihan, tinggal di tempat tidur
berlebihan, tidak mempedulikan lingkungan, tidak memperhatikan perawatan
dirinya, penampilan kurang rapih, mondar –mandir atau sikap mematung,
melakukan gerakan secara berulang – ulang, dan keinginan seksual yang
menurun (Depkes RI, 1995). Menarik diri terjadi karena perasaan tidak
berharga, yang biasanya dialami klien dengan latar belakang lingkungan yang
penuh dengan permasalahan, ketegangan, kekecewaan dan kecemasan (Depkes
RI, 1988).

75
Menurut WHO dan FKUI, 2006, tanda dan gejala menarik diri secara
subyektif diantaranya: klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak orang
lain, klien merasa tidak aman berada dengan orang lain, klien mengatakan
hubungan tidak berarti dengan orang lain, klien merasa bosan dan lambat
menghabiskan waktu, klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat
keputusan, klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup, klien merasa tidak
berguna. Sedangkan secara obyektif: klien tidak memiliki teman dekat, tidak
komunikatif, melakukan tindakan berulang dan tidak bermakna, asyik dengan
pikirannya sendiri, tidak ada kontak mata, tampak sedih dan afek tumpul.Tanda
gejala isolasi sosial menurut Fitria (2009) yaitu :
1. Kurang spontan
2. Apatis (acuh terhadap lingkungan)
3. Menarik diri dari lingkungannya
4. Ekspresi wajah kurang berseri
5. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.
6. Kuramg komunikasi verbal.
7. Asupan makanan dan minuman terganggu.
8. Aktivitas menurun.
9. Rendah diri.

E. Psikopatologi

Faktor Tumbang Bilogis Stressor Sosbud Psikologis LingkunganSosi


al

Individu memiliki Kelebihan Perceraian, Kecemasan yang


tugas pada setiap dopamin, perpisahan dengan tinggi Diasingkan
tahap tumbangnya MAO orang yang dicintai, menurunkan lingkungan
yang harus dilalui menurun, LH kehilangan pasangan, kemampuan social budaya
dengan baik, jika rendah, kesepian karena individu karena individu
tidak akan Hipotiroidism ditinggal jauh, berhubungan mengalami
menghambat masa e. dirawat di RS atau dengan orang lain, kegagalan.
perkembangan dipenjara. ketergantunganber
selanjutnya. lebihan pada
orang lain.

76
Merasa diri tidak berharga
Harga diri rendah

Tidak nyaman berhubungan dengan orang lain


MenarikDiri

Tidak mampu beradaptasi terhadap stimulus dari dalam dan luar


secara adekuat

Perubahan persepsi terhadap stimulus

Halusinasi

F. Penatalaksanaan
1. Terapi Psikofarmaka
a. Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan
menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan
tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: faham,
halusinasi. Gangguan perasaan  dan perilaku yang aneh atau tidak
terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak
mampu bekerja, berhubungan sosial dan melakukan kegiatan
rutin.Mempunyai efek samping gangguan otonomi (hypotensi)
antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi,
hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi,
gangguan irama jantung. Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut,
akathsia sindrom parkinson). Gangguan endoktrin (amenorhe).
Metabolic (Soundiee). Hematologik, agranulosis. Biasanya untuk

77
pemakaian jangka panjang. Kontraindikasi terhadap penyakit hati,
penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
b. Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi
mental serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek
samping seperti gangguan miksi dan parasimpatik, defeksi, hidung
tersumbat mata kabur , tekanan infra meninggi, gangguan irama
jantung. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah,
epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
c. Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan
idiopatik, sindrom Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan
fenotiazine. Memiliki efek samping diantaranya mulut kering,
penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi, konstipasi,
takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine. Kontraindikasi terhadap
hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut sempit,
psikosis berat psikoneurosis (Andrey, 2010).
2. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat
diberikan strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-
masing strategi pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu, perawat
mengidentifikasi penyebab isolasi social, berdiskusi dengan pasien
mengenai keuntungan dan kerugian apabila berinteraksi dan tidak
berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara berkenalan, dan
memasukkan kegiatan latihan berbiincang-bincang dengan orang lain ke
dalam kegiatan harian. Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien, memberi kesempatan pada pasien mempraktekkan
cara berkenalan dengan satu orang, dan membantu pasien memasukkan
kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan
harian. Pada SP tiga, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien,
memberi kesempatan untuk berkenalan dengan dua orang atau lebih dan

78
menganjurkan pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan hariannya
(Purba, dkk. 2008)

3. Terapi kelompok
Menurut (Purba, 2008), aktivitas pasien yang mengalami
ketidakmampuan bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan menjadi
tiga yaitu:
a. Activity Daily Living (ADL)
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan sehari-hari yang meliputi :
1) Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien sewaktu
bangun tidur.
2) Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua
bentuk tingkah laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB dan
BAK.
3) Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam
kegiatan mandi dan sesudah mandi.
4) Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
keperluan berganti pakaian.
5) Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu,
sedang dan setelah makan dan minum.
6) Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan
dengan kebutuhan kebersihan diri, baik yang berhubungan dengan
kebersihan pakaian, badan, rambut, kuku dan lain-lain.
7) Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti dan
dapat menjaga keselamatan dirinya sendiri, seperti, tidak
menggunakan/menaruh benda tajam sembarangan, tidak merokok
sambil tiduran, memanjat ditempat yang berbahaya tanpa tujuan
yang positif.
8) Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk
pergi tidur. Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini
perlu diperhatikan karena sering merupakan gejala primer yang

79
muncul padagangguan jiwa. Dalam hal ini yang dinilai bukan
gejala insomnia (gangguan tidur) tetapi bagaimana pasien mau
mengawali tidurnya.
b. Tingkah laku sosial
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan
sosial pasien dalam kehidupan bermasyarakat yang meliputi :
1) Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk
melakukan hubungan sosial dengan sesama pasien, misalnya
menegur kawannya, berbicara dengan kawannya dan sebagainya.
2) Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk
melakukan hubungan sosial dengan petugas seperti tegur sapa,
menjawab pertanyaan waktu ditanya, bertanya jika ada kesulitan
dan sebagainya.
3) Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu berbicara
dengan orang lain seperti memperhatikan dan saling menatap
sebagai tanda adanya kesungguhan dalam berkomunikasi.
4) Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan kemampuan
bergaul dengan orang lain secara kelompok (lebih dari dua orang).
5) Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
ketertiban yang harus dipatuhi dalam perawatan rumah sakit.
6) Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata
krama atau sopan santun terhadap kawannya dan petugas maupun
orang lain.
7) Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang
bersifat mengendalikan diri untuk tidak mengotori lingkungannya,
seperti tidak meludah sembarangan, tidak membuang puntung
rokok sembarangan dan sebagainya.

G. Masalah Keperawatan Yang Mungkin Muncul


a. Isolasi sosial
b. Harga diri rendah kronis
c. Perubahan persepsi sensori : Halusinasi

80
H. Data yang perlu dikaji
Masalah
Data Yang Perlu Dikaji
Keperawatan

Isolasi social Subjektif


1. Klien mengatakan malas bergaul dengan orang lain.
2. Klien mengatakan dirinya tidak ingin ditemani perawat dan meminta untuk
sendirian.
3. Klien mengatakan tidak mau berbicara dengan orang lain.
4. Tidak mau berkomunikasi.
5. Data tentang klien biasanya didapat dari keluarga yang mengetahui
keterbatasan klien (suami, istri, anak, ibu, ayah, atau teman terdekat).
Objektif
1. Kurang spontan
2. Apatis (acuh terhadap lingkungan)
3. Ekspresi wajah kurangberseri
4. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.
5. Tidak atau kurang komunikasi verbal.
6. Mengisolasi diri.
7. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya.
8. Asupan makanan dan minuman terganggu.
9. Retensi urin dan feses.
10. Aktivitas menurun.
11. Kurang energi (tenaga)
12. Rendah diri.
13. Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus atau janin (kususnya pada posisi
tidur).

I. Intervensi
 Dx1 : Perubahan persepsi sensori : halusinasi b/d menarik diri.
Tujuan umum : Tidak terjadi perubahan persepsi sensori : halusinasi.

Tujuan khusus :

a. Dapat membina hubungan saling percaya


Kriteria evaluasi :

1. Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, adanya


kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau
menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan perawat, mau
mengutarakan masalah yang dihadapi.
Intervensi Keperawatan :

1. Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi


teraupetik.

81
2. Sapa klien dengan ramah baik vebal maupun non verbal.

3. Perkenalkan diri dengan sopan

4. Tanyakan nama lengkap klien dan nama kesukaan klien.

5. Jelaskan tujuan pertemuan.

6. Jujurdanmenepetijanji.

7. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.

8. Ciptakan lingkungan yang tenang dan bersahabat.

9. Beri perhatian dan penghargaan : temani klien walau tidak


menjawab.

10. Dengarkan dengan empati beri kesempatan bicara, jangan buru –


buru, tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.

Rasionalisasi :

Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan


interaksi selanjutnya

b. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri.


Kriteria evaluasi :

Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri.

Intervensi keperawatan :

1. Kaji pengetahuan klien tantang perilaku menarik diri dan tanda-


tandanya.
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan pearasaan
penyebab menarik diri tidak mau bergaul.
3. Diskusikan pada klien tentang perilaku menarik diri, tanda serta
penyebab yang muncul.
4. Berikan reinforcement positif terhadap kemampuan klien dalam
mengungkapkan perasaannya.
Rasionalisasi :

82
Diketahuinya penyebab akan dapat dihubungkan dengan factor
presipitasi yang dialami klien.

c. Klien dapat menyebabkan keuntungan berhubungan dengan orang lain


dan kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain.
Kriteria Evaluasi :

Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain


dan kerugian berhubungan dengan orang lain.

IntervensiKeperawatan :

1. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat keuntungan berhubungan


dengan orang lain serta kerugiannya bila tidak berhubungan
dengan orang lain.
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
tentang berhubungan dengan orang lain
3. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang kerugian bila tidak berhubungan denagn orang lain.
4. Diskusikan bersama tentan keuntungan berhubungan dengan orang
lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
5. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
pearasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain.
Rasionalisasi :

a. Mengidentifikasi sejauh mana keuntungan yang klien rasakan bila


berhubungan dengan orang lain.
b. Mengidentifikasi kerugian yang klien rasakan bila tidak
berhubungan dengan orang lain.

83
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
MENARIK DIRI (ISOLASI SOSIAL)

A. Proses Keperawatan
Kondisi Klien
Data subjektif:
1. Klien mengatakan malas berinteraksi dengan orang lain.
2. Klien mengatakan orang-orang jahat dengan dirinya
3. Klien merasa orang lain tidak selevel.
Data objektif:
1. Klien tampak menyendiri
2. Klien terlihat mengurung diri
3. Klien tidak mau bercakap-cakap dengan orang lain.

B. Diagnosa Keperawatan
Isolasi Sosial
C. Tujuan
1. Umum
Klien dapat berinteraksi dengan orang lain
2. Khusus:
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
b. Klien dapat menyepakatkan penyebab isolasi sosial
c. Klien mampu menyepakatkan keuntungan dan kerugian berhubungan dengan
orang lain
d. Klien dapat melaksanakan hupakngan social secara bertahap
e. Klien mampu menjelaskan perasaan setelah berhubungan dengan orang lain
f. Klien mendapat dukungan keluarga dalam memperluas hubungan sosial
g. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik

84
D. Intervensi Keperawatan
1. Membina hupakngan saling percaya
2. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien
3. Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain.
4. Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian berinteraksi dengan orang lain
5. Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang
6. Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan orang
lain dalam kegiatan harian

SP 1 Pasien: Membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal penyebab


isolasi sosial, membantu pasien mengenal keuntungan berhubungan dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain, dan mengajarkan pasien
berkenalan  

Orientasi (Perkenalan):
“Selamat pagi ”
“Saya mas Maezul , Saya senang dipanggil Maezul, Saya mahasiswa Universitas Ngudi Waluyo yang akan
merawat Ibu.”
“Siapa nama Ibu? Senang dipanggil siapa?”
“Apa keluhan ibu hari ini?”
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga dan teman-teman ibu ?” Mau dimana kita
bercakap-cakap?”
“Bagaimana kalau di ruang tamu? Mau berapa lama, bu?”
“Bagaimana kalau 15 menit”

Kerja:
”Apa yang ibu rasakan selama ibu dirawat disini?
“O.. ibu merasa sendirian?”
:Siapa saja yang ibu kenal di ruangan ini ?”
 “Apa saja kegiatan yang biasa ibu lakukan dengan teman yang ibu kenal ?”
“Apa yang menghambat ibu dalam berteman atau bercakap-cakap dengan pasien yang  lain?”
”Menurut ibu apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman ? Wah benar, ada teman
bercakap-cakap. Apa lagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa)
“Nah kalau kerugiannya tidak mampunyai teman apa ya bu ? Ya, apa lagi ? (sampai pasien dapat
menyebutkan beberapa) Jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya.
“Kalau begitu maukah ibu belajar bergaul dengan orang lain ?
”Bagus. Bagaimana kalau sekarang  kita belajar berkenalan dengan orang lain”
“Begini lho ibu ?, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita dan nama
panggilan yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh: Nama Saya T, senang dipanggil T. Asal saya dari
jawa, hobi memasak”
“Selanjutnya ibu menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya begini: Nama ibu
siapa? Senang dipanggil apa? Asalnya dari mana/ Hobinya apa?”
“Ayo ibu dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan ibu. Coba berkenalan dengan saya!”
“Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali”
“Setelah ibu berkenalan dengan orang tersebut ibu bisa melanjutkan percakapan tentang hal-hal yang
menyenangkan ibu bicarakan. Misalnya tentang cuaca, tentang hobi, tentang keluarga, pekerjaan dan
sebagainya.”

85
Terminasi:
”Bagaimana perasaan ibu setelah kita  latihan berkenalan?”
” ibu tadi sudah mempraktekkan cara berkenalan dengan baik sekali”
”Selanjutnya ibu dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya tidak ada. Sehingga
ibu lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. Apakah mau dipraktekkan ke pasien yang lain. Mau
jam berapa mencobanya. Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan hariannya.”
”Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini  untuk mengajak ibu berkenalan dengan teman saya,
perawat N. Bagaimana, ibu mau kan?”
”Baiklah, sampai jumpa.”

SP 2 Pasien : Mengajarkan pasien berbicara dengan melakukan kegiatan harian yang


biasa dilakukan (misalnya : gosok gigi) 
Orientasi :
“Selamat pagi bu! ”
“ masih ingat dengan saya ? betul bu....!
“Bagaimana perasaan ibu hari ini?
“Sudah dingat-ingat lagi pelajaran kita tetang berkenalan »Coba sebutkan lagi sambil bersalaman
dengan perawat !
“Bagus sekali, ibu masih ingat. Nah  seperti janji saya, saya akan mengajarkan ibu melakukan
kegiatan ke dua yaitu latihan berbicara dengan gosok gigi ya bu. Tidak lama kok, sekitar 5 menit
“baiklah bu, sesuai kesepakatan kita kemarin kita latihan berbicara dengan kegiatan yang biasa ibu
lakukan seperti gosok gigi. Sambil melakukan kegiatan itu ibu berbicara sampai selesai ya bu.
“Ayo kita temui perawat T disana »

Kerja :
“Baiklah bu, ibu bisa praktekkan latihan berbicara dengan melakukan kegiatan gosok gigi sesuai
kesepakatan kita kemarin ya bu. Contohnya seperti ini bu, ambil sikat gigi dan pasta gigi, menuangkan
pasta gigi ke sikat gigi, berkumur – kumur, kemudian menggosok gigi, setelah selesai berkumur lagi.
Seperti itu bu.
“Apa ibu bisa melakukannya ?” baiklah coba dipraktekan yang saya ajarkan ke ibu ! bagus banget bu,
ibu bisa melakukan yang saya ajarkan.

Terminasi:
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita melakukan kegiatan baru seperti gosok gigi sambil melatih
berbicara ibu”
”ibu tampak bagus  sekali saat melakukan kegiatan gosok gigi tadi” 
”Pertahankan terus  apa yang sudah ibu lakukan tadi. Jangan lupa untuk dilakukan setiap harinya ya
bu. Mari kita masukkan pada jadwalnya. Mau berapa kali sehari? Bagaimana kalau 2 kali. Baik nanti ibu
coba sendiri. Besok kita latihan lagi ya, mau jam berapa? Jam 10? Sampai besok bu.”

SP 3 Pasien : Melatih Pasien berbicara dengan kegiatan lain selain gosok gigi
(misalnya : menyapu)
Orientasi:
“Selamat pagi bu!
“Masih ingat kan dengan saya ?
“Bagaimana perasaan ibu hari ini?
”Apakah ibu bercakap-cakap dan berbicara sambil melakukan kegiatan gosok gigi selalu dilakukan ?”
”Bagaimana perasaan ibu setelah bercakap-cakap dengan perawat T dan berbicara sambil melakukan
kegiatan gosok gigi yang kita jadwalkan kemarin?”
”Bagus sekali ibu bisa melakukan apa yang kita jadwalkan kemarin”
”Kalau begitu ibu mau melatih berbicara dengan melakukan kegiatan yang lain seperti menyapu ?”
”Bagaimana kalau sekarang kita coba peraktekan caranya bu ?”
”seperti biasa kira-kira 10 menit”
”Mari kita ke halaman yang akan kita sapu bu”

86
Kerja:
"Baiklah bu, sebelum kita melakukan cara yang ketiga saya contohkan dulu ya bu. Caranya seperti ini
bu, pertama mengambil sapu lidi dan bak sampahnya, kemudian menyapu sampahnya dikumpulkan jadi
satu, lalu stelah dikumpulkan dimasukkan ke bak sampah, kemudian setelah selesai menaruh sapu lidi dan
bak sampah ditempat yang biasa. Seperti itu caranya bu, tidak jauh beda dengan cara berbicara sambil
melakukan kegiatan gosok gigi, selalu di ingat ya bu saat melakukan kegiatan tersebuat dibarengi dengan
berbicara ya bu.
“Apakah ibu bisa melakukan kegiatan kita yang ketiga ini ?” ibu bisa mempraktekkan cara yang saya
ajarkan itu ya bu
“Bagus bu, ibu melakukannya dengan baik sekali !”
Terminasi:
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita melakukan kegiatan yang lain seperti menyapu sambil melatih
berbicara ibu”
”ibu tampak bagus  sekali saat melakukan kegiatan menyapu tadi” 
”Pertahankan terus  apa yang sudah ibu lakukan tadi. Jangan lupa untuk dilakukan setiap harinya ya
bu. Mari kita masukkan pada jadwalnya. Mau berapa kali sehari? Bagaimana kalau 1 kali. Baik nanti ibu
coba sendiri. Besok kita latihan lagi ya, mau jam berapa? Jam 10? Sampai besok bu.”

SP 4 Pasien : Melatih Pasien berbicara saat melakukan kegiatan sosial (seperti :


berbelanja, senam dan gotong royong)
Orientasi:
“Selamat pagi bu!
“Masih ingat kan dengan saya ?
“Bagaimana perasaan ibu hari ini?
”Apakah ibu bercakap-cakap dan berbicara sambil melakukan kegiatan gosok gigi dan menyapu
selalu dilakukan ?”
”Bagus sekali ibu bisa melakukan apa yang kita jadwalkan kemarin”
”Kalau begitu ibu mau melatih berbicara dengan melakukan kegiatan sosial seperti berbelanja ?”
”Bagaimana kalau sekarang kita coba peraktekan caranya bu ?”
”seperti biasa kira-kira 5 menit”
”Mari kita ke halaman yang akan kita sapu bu”

Kerja:
"Baiklah bu, sebelum kita melakukan cara yang keempat saya contohkan dulu ya bu. Caranya seperti
ini bu, misalnya kita mau beli minuman dingin, kita berbicara ke penjual seperti ini ya bu. Ibu saya mau
beli es teh, harganya berapa bu? Owh iya bu ini uangnya, terima kasih bu. Nah seperti itu caranya bu,
apakah ibu bisa mempraktekannya sekarang? Baiklah silahkan dipraktekkan bu !
Bagus sekali bu, ibu bisa melakukannya dengan baik.

Terminasi:
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita melakukan kegiatan yang lain seperti bebelanja sambil melatih
jiwa sosial ibu”
”ibu tampak bagus  sekali saat melakukan kegiatan sosial (bebelanja) tadi” 
”Pertahankan terus  apa yang sudah ibu lakukan tadi. Jangan lupa untuk dilakukan setiap harinya ya
bu. Mari kita masukkan pada jadwalnya. Mau berapa kali sehari? Bagaimana kalau 1 kali. Baik nanti ibu
coba sendiri. Besok kita latihan lagi ya, mau jam berapa? Jam 11 ? Sampai besok bu.”

Tindakan Keperawatan untuk Keluarga


1. Tujuan:
Setelah tindakan keperawatan keluarga mampu merawat pasien isolasi  sosial
2. Tindakan:
Melatih Keluarga Merawat Pasien Isolasi sosial. Keluarga merupakan sistem
pendukung utama bagi pasien untuk dapat membantu pasien mengatasi masalah
87
isolasi sosial ini, karena keluargalah yang selalu bersama-sama dengan pasien
sepanjang hari. Tahapan melatih keluarga agar mampu merawat pasien isolasi sosial
di rumah meliputi:
a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.
b. Menjelaskan tentang :
1) Masalah isolasi sosial dan dampaknya pada pasien.
2) Penyebab isolasi sosial.
3) Cara-cara merawat pasien dengan isolasi sosial, antara lain:
a) Membina hubungan saling percaya dengan pasien dengan cara bersikap
peduli dan tidak ingkar janji.
b) Memberikan semangat dan dorongan kepada pasien untuk bisa melakukan
kegiatan bersama-sama dengan orang lain yaitu dengan tidak mencela
kondisi pasien dan memberikan pujian yang wajar.
c) Tidak membiarkan pasien sendiri di rumah.
d) Membuat rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan pasien.
4) Memperagakan cara merawat pasien dengan isolasi sosial
5) Membantu keluarga mempraktekkan cara merawat yang telah dipelajari,
mendiskusikan yang dihadapi.
6) Menjelaskan perawatan lanjutan

SP 1 Keluarga :   Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang masalah isolasi  


sosial, penyebab isolasi sosial, dan cara merawat pasien dengan 
isolasi sosial  
Peragakan kepada pasangan saudara komunikasi dibawah ini :
Orientasi:
“Selamat pagi  Pak”
”Perkenalkan saya perawat Maezul saya mahasiswa keperawatan dari STIKES Ngudi Waluyo
Ungaran saya yang merawat, anak bapak”
”Nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa?”
” Bagaimana perasaan Bapak hari ini? Bagaimana keadaan anak sekarang?”
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang masalah anak Bapak dan cara perawatannya”
 ”Kita diskusi di sini saja ya? Berapa lama Bapak punya waktu? Bagaimana kalau setengah  jam?”

Kerja:
”kira-kira bapak tahu apa yang terjadi dengan anak bapak? Apa yang sudah dilakukan?”
“Masalah yang dialami oleh anak disebut isolasi sosial. Ini adalah salah satu gejala penyakit yang
juga dialami oleh pasien-pasien gangguan jiwa yang lain”.
” Tanda-tandanya antara lain tidak mau bergaul dengan orang lain, mengurung diri, kalaupun
berbicara hanya sebentar dengan wajah menunduk”
”Biasanya masalah ini muncul karena memiliki pengalaman yang mengecewakan   saat berhubungan
dengan orang lain, seperti sering ditolak, tidak dihargai atau berpisah dengan orang–orang terdekat”

88
“Apabila masalah isolasi sosial ini tidak diatasi maka seseorang  bisa mengalami halusinasi, yaitu
mendengar suara atau melihat bayangan yang sebetulnya tidak ada.”
“Untuk menghadapi keadaan yang demikian Bapak dan anggota keluarga lainnya harus sabar
menghadapi anak bapak. Dan untuk merawat anak bapak, keluarga perlu melakukan beberapa hal. Pertama
keluarga harus membina hubungan saling percaya dengan anak bapak  yang caranya adalah bersikap peduli
dengan anak bapak  dan jangan ingkar janji. Kedua, keluarga perlu memberikan semangat dan dorongan
kepada anak bapak untuk bisa melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang lain. Berilah pujian yang
wajar dan jangan mencela kondisi pasien.”
"Selanjutnya jangan biarkan S sendiri. Buat rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan anak bapak.
Misalnya sholat bersama, makan bersama, rekreasi bersama, melakukan kegiatan rumah tangga bersama.” 
”Nah bagaimana kalau sekarang kita latihan untuk melakukan semua cara itu”
” Begini contoh komunikasinya, Pak:  anak bapak, bapak lihat sekarang kamu sudah bisa  bercakap-
cakap dengan orang lain.Perbincangannya juga lumayan lama. Bapak senang sekali melihat perkembangan
kamu, Nak. Coba kamu bincang-bincang dengan saudara yang lain. Lalu bagaimana kalau mulai sekarang
kamu sholat berjamaah. Kalau di rumah sakit ini, kamu sholat di mana? Kalau nanti di rumah, kamu sholat
bersana-sama keluarga atau di mushola kampung. Bagiamana anak bapak, kamu mau coba kan, nak ?”
”Nah coba sekarang Bapak peragakan cara komunikasi seperti yang saya contohkan”
”Bagus, Pak. Bapak telah memperagakan dengan baik sekali”
”Sampai sini ada yang ditanyakan Pak”
Terminasi:
“Baiklah waktunya  sudah habis. Bagaimana perasaan Bapak setelah kita latihan tadi?”
“Coba Bapak  ulangi lagi apa yang dimaksud dengan isolasi sosial dan tanda-tanda orang yang
mengalami isolasi sosial"
"Selanjutnya bisa Bapak sebutkan kembali cara-cara merawat anak bapak yang mengalami masalah
isolasi sosial"
"Bagus sekali Pak, Bapak bisa menyebutkan kembali cara-cara perawatan tersebut"
"Nanti kalau ketemu S coba Bp/Ibu lakukan. Dan tolong ceritakan kepada semua keluarga agar
mereka juga melakukan hal yang sama."
"Bagaimana kalau kita betemu tiga hari lagi untuk latihan langsung kepada S ?"
"Kita ketemu disini saja ya Pak, pada jam yang sama"

SP 2 Keluarga : Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan 


masalah isolasi sosial langsung dihadapan pasien

Orientasi:
“Selamat pagi Pak/Bu”
” Bagaimana perasaan Bpk/Ibu hari ini?”
”Bapak masih ingat latihan merawat anak Bapak seperti yang kita pelajari  berberapa hari yang lalu?”
“Mari praktekkan langsung ke klien! Berapa lama waktu Bapak/Ibu Baik kita akan coba 30 menit.” 
”Sekarang mari kita temui anak bapak” 
Kerja:
”Selamat pagi mba. Bagaimana perasaan mba hari ini?”
”Bpk/Ibu mba datang besuk. Beri salam! Bagus. Tolong mba tunjukkan jadwal kegiatannya!”
 (kemudian saudara berbicara kepada keluarga sebagai berikut)
”Nah Pak, sekarang Bapak bisa mempraktekkan apa yang sudah kita latihkan beberapa hari lalu”
(Saudara mengobservasi keluarga mempraktekkan cara merawat pasien seperti yang telah dilatihkan
pada pertemuan sebelumnya).
”Bagaimana  perasaan mba setelah berbincang-bincang dengan Orang tua mba?”
”Baiklah,  sekarang saya dan orang tua ke ruang perawat dulu”
 (Saudara dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan keluarga)
Terminasi:
“ Bagaimana perasaan Bapak/Ibu  setelah kita latihan tadi? Bapak/Ibu sudah bagus.”
"Mulai sekarang Bapak sudah bisa melakukan cara merawat tadi kepada anak bapak"
"Tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan pengalaman Bapak melakukan cara merawat
yang sudah kita pelajari. Waktu dan tempatnya sama seperti sekarang  Pak"
"Sampai jumpa"

89
SP 3 Keluarga : Menjelaskan perawatan lanjutan
Orientasi:
“Selamat pagi Pak/Bu”
”Karena rencana anak bapak mau pulang, maka perlu kita bicarakan perawatan lanjutan di rumah.”
”Bagaimana kalau kita membicarakan perawatan lanjutan  tersebut disini saja”
”Berapa lama kita bisa bicara? Bagaimana kalau 30 menit?”
Kerja:
”Bpk/Ibu, ini jadwal anak bapak yang sudah dibuat. Coba dilihat, mungkinkah dilanjutkan? Di rumah
Bpk/Ibu yang menggantikan perawat. Lanjutkan jadwal ini di rumah, baik jadwal kegiatan  maupun jadwal
minum obatnya”
”Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh anak Bapak
selama di rumah. Misalnya kalau anak bapak terus menerus tidak mau bergaul dengan orang lain, menolak
minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera lapor ke
rumah sakit atau bawa anak bapak ke rumah sakit”
Terminasi:
”Bagaimana Pak/Bu? Ada yang belum jelas? Ini jadwal kegiatan harian anak bapak. Jangan lupa
kontrol ke rumah sakit sebelum obat habis atau ada gejala yang tampak. Silakan selesaikan
administrasinya!”

90
DAFTAR PUSTAKA

Balitbang (2007). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Ed I, EGC, Jakarta.

DEPKES RI, (2000).PedomanPerawatanPsikiatrik, Ed I, DEPKES RI, Jakarta.

Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan
Tindakan Keperawatan. Selemba Medika. Jakarta

Keliat, B.A, dkk.,(2006). Modul Praktek Keperawatan Profesional Jiwa, FKUI dan WHO,
Jakarta.

Stuart, G.W, dan Sundeen, S.J. (1995). Principles and Practice of Psychiatric Nursing, 1st
ed. St. Louis: Mosby Year Book.

Townsend, M.C, (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikitari
(terjemahan), Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
BAB VII
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

A. Pengertian
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indra
(Isaacs, 2002). Sedangkan menurut Direja (2011) halusinasi adalah hilangnya
kemampuan manusia dalam membedakan rangasangan internal (pikiran) dan
rangsangan eksternal (dunia luar). Kien memberi persepsi atau pendapat tentang
lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien
mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang berbicara.
Menurut Maramis (2005) halusinasi merupakan gangguan atau perubahan
persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarrya tidak terjadi. Suatu
penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar.
Menurut Stuart (2007) halusinasi adalah kesan respon dan pengalaman sensori yang
salah (Stuart, 2007).
Beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpukan bahwa halusinasi adalah
persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau
rangsangan yang nyata. Berbeda dengan ilusi dimana klien mengalami persepsi yang
salah terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus
eksternal yang terjadi. Stimulus internal dipersepsikan sebagai sesuatu yang nyata oleh
pasien.

B. Penyebab
Faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
1. Faktor Predisposisi
a) Genetic
Setelah diketahui secara genetik bahwa halusinasi di turunkan melalui
kromoson-kromoson namun demikian yang beberapa yang menjadi faktor
penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak
gen halusinasi ada kromozom no 6 dengan kontribusi genetik tambahan no 4, 8,
15, dan 22 (Dan Carpenter, 2002) anak kembar identik memiliki kemungkinan
mengalami halusinasi sebesar 50% jika salah satunya mengalami halusinasi
sementara dizigote peluangnya sebesar 15%, orang anak yang salah satunya orang
tua yang mengalami halusinasi, sementara bila kedua orang tuanya halusinasi
maka peluangnya mencapai 35% (Rasmun,2001).
b) Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian yang berikut
(1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih
luas dalam perkembangan halusinasi. Lesi pada daerah frontal, temporal dan
limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
(2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan
dan masalah-masalah pada sistem reseptor dopamin dikaitkan dengan
terjadinya halusinasi.
(3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya
atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anaMaezul otak klien dengan
halusinasi kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anaMaezul otak
tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
c) Neuraotransmiter
Halusinasi juga di sebabkan adanya kehidupan seimbang neurotransmitter
dopamine berlebihan tidak seimbang dengan kadar serolonine
d) Abnormal perkembangan saraf
e) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan
kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi
gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam
rentang hidup klien.
f) Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan
yang terisolasi disertai stres.
2. Faktor Prespitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan
tidak berdaya. Menurut Stuart (2007). faktor presipitasi terjadinya gangguan
halusinasi adalah:
a) Biologis (mekanisme penghantar listrik yang abnormal)
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang
diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b) Stres Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stres yang berinteraksi terhadap stresor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c) Sumber Koping (proses pengolahan informasi yang berlebih)
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stresor.

C. Manifestasi Klinik
Klien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk terpaku
dengan pandangan mata pada satu arah tertentu tersenyum atau berbicara sendiri, secara
tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang
menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi yang
dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan). Berikut ini merupakan gejala
klinis berdasarkan halusinasi:
1. Tahap 1 : Memberi rasa nyaman tingkat ansietas sedang secara umum halusinasi
merupakan suatu kesenangan
Gejala klinis:
a) Data Subjektif
(1) Mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan.
(2) Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan ansietas.
(3) Pikiran dan pengalaman sensori masih ada dalam kontrol kesadaran (jika
kecemasan dikontrol)
b) Data Objektif
(1) Menyeriangai, tersenyum sendiri/tertawa tidak sesuai
(2) Menggerakkan bibir tanpa bicara/tanpa suara
(3) Gerakan mata cepat
(4) Bicara lambat
(5) Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
2. Tahap 2 : Menyalahkan, tingkat kecemasan berat secara umum halusinasi
menyebabkan rasa antipasti/ bersifat menjijikkan
Gejala klinis:
a) Data Subjektif
(1) Pengalaman sensori menakutkan
(2) Mulai merasa kehilangan kontrol
(3) Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut
(4) Menarik diri dari orang lain
(5) Non Psikotik
b) Data Objektif
(1) Cemas, peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah
(2) Konsentrasi menurun, rentang perhatian menyempit
(3) Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan realita
3. Tahap 3 : Mengontrol tingkat kecemasan berat pengalaman sensori tidak dapat ditolak
lagi (halusinasi bersifat mengendalikan)
Gejala klinis:
a) Data Subjektif
(1) Pasien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya.
(2) Isi halusinasi menjadi antraktif
(3) Kesepian bila sensori berakhir
(4) Psikotik
b) Data Objektif
(1) Cenderung mengikuti halusinasi
(2) Kesulitan berhubungan dengan orang lain
(3) Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
(4) Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti petunjuk)
4. Tahap 4 : Menguasai tingkat kecemasan panik secara umum diatur dan dipengaruhi
oleh waham (halusinasi bersifat menaklukkan)
Gejala klinis:
a) Data Subjektif
(1) Pengalaman sensori menjadi ancaman
(2) Halusinasi dapat berlangsung selama beberapa jam atau hari (jika tidak
diintervensi)
(3) Psikotik
b) Data Objektif
(1) Perilaku panik
(2) Pasien mengikuti halusinasi
(3) Tidak mampu mengendalikan diri
(4) Tindakan kekerasan, agitasi menarik diri atau ketakutan
(5) Tidak mampu mengikuti perintah nyata dan perintah yang kompleks
(6) Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang
(7) Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

D. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dna ketakutan klien akibat
halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan dilakukan secara individual dan
usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa pasien disentuh atau dipegang.
Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke
kamar atau mendekati klien, bicaralah dengan klien. Begitu juga bila akan
meninggalkannya hendaknya klien diberitahu. Klien diberitahu tindakan yang
akan dilakukan. Di ruangan itu hendaknya disediakan sarana yang dapat
merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas,
misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan.
2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali klien menolak obat yang diberikan sehubungan dengan rangsangan
halusinasi yang diterimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif.
Perawat harus mengamati agar obat yang diberikan betul ditelannya, serta reaksi
obat yang diberikan.
3. Menggali permasalahan klien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah
klien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi
masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga
klien atau orang lain yang dekat dengan klien.
4. Memberi aktivitas pada klien
Klien diajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah
raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu
mengarahkan klien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang
lain. Klien diajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga klien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data klien agar ada
kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalnya dari
percakapan dengan klien diketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-
laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak
terdengar jelas. Perawat menyarankan agar klien jangan menyendiri dan
menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini
hendaknya diberitahukan pada keluarga klien dan petugas lain agar tidak
membiarkan klien sendirian dan saran yang diberikan tidak bertentangan.
Farmako:
1. Anti psikotik:
a. Chlorpromazine (Promactile, Largactile)
b. Haloperidol (Haldol, Serenace, Lodomer)
c. Stelazine
d. Clozapine (Clozaril)
e. Risperidone (Risperdal)
2. Anti parkinson:
a. Trihexyphenidile, Arthan
E. Psikopatologi
Etiologi

Idiopatik dan Faktor predisposisi : Faktor presipitasi :


fungsi otak
- Biologi : gangguan perkembangan dan - Bermusuhan
fungsi otak - Tekanan isolasi
- Psikologis: keluarga dan lingkunag, - Putus asa
penolakan /tindakan kekerasan - Tidak berdaya
- Sosio budaya : perang, kerusakan, - Perasaan tidak
bencana alam berguna

Keadaan terjaga normal Gangguan kepribadian dan rusaknya


daya menilai realitas
Otak dibombardir oleh aliran
stimulus eksternal/internal Adanya keinginan yang
menggambarkan kenyamanan
Otak memproses input

Keinginan diproyeksikan keluar


Input akan menghibisi presepsi
yang lebih dalam dan muncul ke Input

alam bawah sadar dilemahkan/tidak ada

Materi-materi yang ada


unconsicisus/preconscious dilepaskan

Gangguan Presepsi Sensori Halusinasi


F. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
2. Perubahan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran.
3. Isolasi sosial : Menarik diri

G. Intervensi Keperawatan
Diagnosa I : Perubahan Sensori Persepsi Halusinasi 
Tujuan umum : klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran hubungan
interaksi seanjutnya
Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik dengan cara :
1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Jujur dan menepati janji
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7) Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
2. Klien dapat mengenal halusinasinya
Tindakan :
a. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
b. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya: bicara dan tertawa
tanpa stimulus memandang ke kiri/ke kanan/ kedepan seolah-olah ada teman
bicara.
c. Bantu klien mengenal halusinasinya
1) Tanyakan apakah ada suara yang didengar
2) Apa yang dikatakan halusinasinya
3) Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu , namun perawat sendiri
tidak mendengarnya.
4) Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti itu
5) Katakan bahwa perawat akan membantu klien
d. Diskusikan dengan klien :
1) Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi
2) Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore, malam)
e. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi (marah, takut,
sedih, senang) beri kesempatan klien mengungkapkan perasaannya
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
Tindakan :
a. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (
tidur, marah, menyibukkan diri dll)
b. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat ber pujian
c. Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi:
1) Katakan “ saya tidak mau dengar”
2) Menemui orang lain
3) Membuat jadwal kegiatan sehari-hari
4) Meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa jika klien tampak bicara
sendiri
d. Bantu  klien memilih  dan melatih cara memutus halusinasinya secara bertahap
e. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih
f. Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil
g. Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi, realita, stimulasi persepsi
4. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya
Tindakan :
a. Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi
b. Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada saat kunjungan rumah):
1) Gejala halusinasi yang dialami klien
2) Cara yang dapat dilakukan klien dan keuarga untuk memutus halusinasi
3) Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah, diberi kegiatan,
jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama
4) Beri informasi waktu follow up atau kenapa perlu mendapat bantuan :
halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai diri atau orang lain
5. Klien memanfaatkan obat dengan baik
Tindakan :
a. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat
minum obat
b. Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya
c. Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping minum
obat yang dirasakan
d. Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi
e. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 6 benar.

Diagnosa II : Isolasi Sosial Menarik Diri


Tujuan umum : klien tidak terjadi perubahan sensori persepsi: halusinasi
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan diri, jelaskan
tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kesepakatan dengan jelas
tentang topik, tempat dan waktu.
b. Beri perhatian dan penghaargaan: temani klien walau tidak menjawab.
c. Dengarkan dengan empati: beri kesempatan bicara, jangan terburu-buru,
tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.
2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Tindakan :
a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya
b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik
diri atau mau bergaul
c. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta
penyebab yang muncul
d. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian
tidak berhubungan dengan orang lain.
Tindakan :
a. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan
orang lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan prang lain
2) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang
Lain
3) Beri reinforcement positif terhadap
4) kemampuanmengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan
dengan orang lain
b. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan orang
lain
2) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang
lain
3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial
Tindakan :
a. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
b. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui tahap :
1) K – P
2) K – P – P lain
3) K – P – P lain – K lain
4) K – Kel/Klp/Masy
c. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai
d. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
e. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu
f. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
g. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan
5. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain
Tindakan :
a. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang
lain
b. Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan dengan orang
lain
c. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan
manfaat berhubungan dengan oranglain
6. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga
Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
1) Salam, perkenalan diri
2) Jelaskan tujuan
3) Buat kontrak
4) Eksplorasi perasaan klien
b. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
1) Perilaku menarik diri
2) Penyebab perilaku menarik diri
3) Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
4) Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
c. Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien untuk
berkomunikasi dengan orang lain
d. Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien minimal
satu kali seminggu
e. Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga

Kriteria Evaluasi Intervensi


Setelah ….x pertemuan, SP I
pasien dapat ·      Bantu pasien mengenal halusinasi (isi, waktu terjadinya,
menyebutkan : frekuensi, situasi pencetus, perasaan saat terjadi halusinasi.
- Isi, waktu, frekuensi, - Latih mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
situasi pencetus, - Tahapan tindakannya meliputi
perasaan. - Jelaskan cara menghardik halusinasi.
- Mampu - Peragakan cara menghardik
memperagakan cara - Minta pasien memperagakan ulang.
dalam mengontrol - Pantau penerapan cara ini, beri penguatan perilaku pasien
halusinasi - Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
Setelah ….x pertemuan, SP 2
pasien mampu : - Evaluasi kegiatan yang lalu (cara mengontrol halusinasi dengan
- Menyebutkan kegiatan menghardik)
yang sudah dilakukan. - Latih pasien minum obat secara teratur untuk mengontrol
- Mengetahui jenis obat halusinasi
dan kapan waktu - Menjelaskan kepada pasien jenis obat yang di minum
minum obat - Menjelaskan kepada pasien kapan waktu minum obat
- Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien

Setelah ….x pertemuan SP 3


pasien mampu : - Evaluasi kegiatan yang lalu (cara menghardik dan minum obat).
- Menyebutkan kegiatan - Latih pasien mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
yang sudah dilakukan. Tahapannya :
- Memperagakan cara - Jelaskan pentingnya bercakap-cakap untuk mengatasi halusinasi.
bercakap-cakap - Mencari teman untuk diajak bercakap-cakap
kepada orang lain - Latih pasien melakukan bercakap-cakap.
ketika mendengar - Susun jadwal bercakap-cakap (minimal 3x perhari)
suara-suara. - Masukkan kegiatan bercakap-cakap dalam jadwal kegiatan
pasien
Setelah ….x  pertemuan, SP 4
pasien mampu : - Evaluasi kegiatan yang lalu (cara menghardik, minum obat dan
- Menyebutkan kegiatan bercakap-cakap)
yang sudah dilakukan. - Latih pasien mengontrol halusinasi dengan melaksanakan
aktivitas terjadwal
Tahapannya:
- Jelaskan cara menghardik halusinasi.
- Jelaskan akibat bila putus obat.
- Jelaskan pengobatan (5B).
- Pentingnya bercakap-cakap untuk mengontrol halusinasi
- Masukkan dalam jadwal harian pasien
- Pantau pelaksanaan aktivitas yang sudah di jadwalkan.

Setelah ….x pertemuan SP 1


keluarga - Identifikasi masalah keluarga dalam merawat pasien.
- Mampu menjelaskan - Jelaskan tentang halusinasi :
tentang halusinasi  Pengertian halusinasi.
 Jenis halusinasi yang dialami pasien.
 Tanda dan gejala halusinasi.
 Cara merawat pasien halusinasi (cara berkomunikasi,
pemberian obat & pemberian aktivitas kepada pasien).
 Sumber-sumber pelayanan kesehatan yang bisa dijangkau.
- Bermain peran cara merawat.
- Rencana tindak lanjut keluarga, jadwal keluarga untuk merawat
pasien
Setelah ….x pertemuan SP 2
keluarga mampu : - Evaluasi kemampuan keluarga (SP 1).
- Menyelesaikan - Latih keluarga merawat pasien.
kegiatan yang sudah - RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat pasien
dilakukan
- Memperagakan cara
merawat pasien

Setelah ….x pertemuan SP 3


keluarga mampu : - Evaluasi kemampuan keluarga (SP 2)
- Menyebutkan kegiatan - Latih keluarga merawat pasien.
yang sudah dilakukan. - RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat pasien
- Memperagakan cara
merawat pasien serta
mampu membuat RTL

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Halusinasi

Halusinasi Pasien Keluarga

SP I p SP I k

1. Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien 1. Mendiskusikan masalah yang


2. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien dirasakan keluarga dalam merawat
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien pasien
4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan
pasien gejala halusinasi, dan jenis halusinasi
5. Mengidentifikasi situasi yang yang dialami pasien beserta proses
menimbulkan halusinasi terjadinya
6. Mengidentifikasi respons pasien 3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien
terhadap halusinasi halusinasi
7. Melatih pasien cara kontrol halusinasi
dengan menghardik
8. Membimbing pasien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian.

SP II p

1. Memvalidasi masalah dan latihan SP II k


sebelumnya.
2. Melatih pasien cara kontrol halusinasi 1. Melatih keluarga mempraktekkan cara
dengan berbincang dengan orang lain merawat pasien dengan halusinasi
3. Membimbing pasien memasukkan 2. Melatih keluarga melakukan cara
dalam jadwal kegiatan harian. merawat langsung kepada pasien
halusinasi

SP III p
SP III k
1. Memvalidasi masalah dan latihan
1. Membantu keluarga membuat jadwal
sebelumnya.
aktivitas di rumah termasuk minum
2. Melatih pasien cara kontrol halusinasi
obat (discharge planning)
dengan kegiatan (yang biasa dilakukan
2. Menjelaskan follow up pasien setelah
pasien).
pulang
3. Membimbing pasien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian.

SP IV p

1. Memvalidasi masalah dan latihan


sebelumnya.
2. Menjelaskan cara kontrol halusinasi dengan
teratur minum obat (prinsip 5 benar minum
obat).
4. Membimbing pasien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian.

STRATEGI PELAKSANAAN (SP)

Masalah Utama : Halusinasi Pendengaran

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien:
a. Petugas mengatakan bahwa klien sering menyendiri di kamar
b. Klien sering ketawa dan tersenyum sendiri
c. Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang membisiki dan isinya tidak
jelas serta melihat setan-setan.
2. Diagnosa keperawatan:
Gangguan persepsi sensori: halusinasi dengar
3. Tujuan
a. Tujuan umum
Klien dapat mengontrol halusinasi
b. Tujuan khusus
1) Klien dapat mengenal halusinasi yang dialaminya
2) Klien dapat menjelaskan cara-cara mengontrol halusinasi
3) Klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara pertama :
menghardik, dan sp seterusnya
B. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Tindakan Keperawatan untuk Pasien
Tujuan tindakan untuk pasien meliputi:

1) Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya


2) Pasien dapat mengontrol halusinasinya
3) Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
C. Intervensi Keperawtan
1. Membantu pasien mengenal halusinasi
2. Menjelaskan cara-cara mengontrol halusinasi
3. Mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara :
a. Menghardik halusinasi
b. Menggunakan obat secara teratur
c. Bercakap-cakap dengan orang lain
d. Melakukan aktifitas yang terjadwal.
SP 1 Pasien : Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-cara
mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara
pertama: menghardik halusinasi

ORIENTASI:

”Selamat pagi bapak, Saya Mahasiswa keperawatan Universitas Ngudi Waluyo yang akan merawat bapak
Nama Saya Maezul, senang dipanggil Maezul. Nama bapak siapa?Bapak Senang dipanggil apa”

”Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apa keluhan bapak saat ini”

”Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama ini bapak dengar tetapi tak tampak
wujudnya? Di mana kita duduk? Di teras? Berapa lama? Bagaimana kalau 30 menit”

KERJA:

”Apakah bapak mendengar suara tanpa ada ujudnya?Apa yang dikatakan suara itu?”

” Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling sering bapak D dengar suara?
Berapa kali sehari bapak alami? Pada keadaan apa suara itu terdengar? Apakah pada waktu sendiri?”
” Apa yang bapak rasakan pada saat mendengar suara itu?”

”Apa yang bapak lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu suara-suara itu hilang?
Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah suara-suara itu muncul?

” bapak , ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama, dengan menghardik suara-suara
tersebut. Kedua, dengan cara minum obat secara teratur. Ketiga, bercakap-cakap dengan orang lain. Keempat,
melakukan kegiatan yang sudah terjadwa”

”Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik”.

”Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung bapak bilang, pergi saya tidak mau dengar,
… Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-ulang

sampai suara itu tak terdengar lagi. Coba bapak peragakan! Nah begitu, … bagus! Coba lagi! Ya bagus bapak
D sudah bisa”

TERMINASI:
”Bagaimana perasaan bapak D setelah melakukan cara menghardik halusinasi?” Kalau suara-suara itu
muncul lagi, silakan coba cara tersebut ! bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya minimal 1 hari 3x? Mau
jam berapa saja latihannya? (Saudara masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal
kegiatan harian pasien). Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan mengendalikan suara-
suara dengan cara yang kedua, yaitu dengan minum obat. Jam berapa pak?Bagaimana kalau dua jam lagi?
Berapa lama kita akan berlatih?Dimana tempatnya”
”Baiklah, sampai jumpa.”

SP 2 Pasien: Melatih pasien minum obat secara teratur

Orientasi:
“Selamat pagi bapak masih ingat dengan saya pak? Saya Maezul mahasiswa dari UNW. Bagaimana perasaan
bapak hari ini? Apakah suara-suaranya masih muncul ? Apakah cara menghardik halusinasi kemarin sudah di
laksanakan? Coba bapak praktekkan. Bagus (jika benar). Baik hari ini kita akan mendiskusikan tentang obat-
obatan yang bapak minum. Kita akan diskusi selama 20 menit sambil menunggu makan siang. Di sini saja ya
bapak?”

Kerja:
“bapak adakah bedanya setelah minum obat secara teratur. Apakah suara-suara berkurang/hilang ? Minum
obat sangat penting supaya suara-suara yang bapak dengar dan mengganggu selama ini tidak muncul lagi.
Berapa macam obat yang bapak minum ? (Perawat menyiapkan obatpasien) Ini yang warna orange (CPZ) 3
kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam gunanya untuk menghilangkan suara-suara. Ini yang putih
(THP)3 kali sehari jam nya sama gunanya untuk rileks dan tidak kaku. Sedangkan yang merah jambu (HP) 3
kali sehari jam nya sama gunanya untuk pikiran biar tenang. Kalau suara-suara sudah hilang obatnya tidak
boleh diberhentikan. Nanti konsultasikan dengan dokter, sebab kalau putus obat, bapak akan kambuh dan sulit
untuk mengembalikan ke keadaan semula. Kalau obat habis bapak bisa minta ke dokter untuk mendapatkan
obat lagi. bapak juga harus teliti saat menggunakan obat-obatan ini. Pastikan obatnya benar, artinya bapak
harus memastikan bahwa itu obat yang benar-benar punya bapak Jangan keliru dengan obat milik orang lain.
Baca nama kemasannya. Pastikan obat diminum pada waktunya, dengan cara yang benar. Yaitu diminum
sesudah makan dan tepat jamnya bapak juga harus perhatikan berapa jumlah obat sekali minum, dan harus
cukup minum 10 gelas per hari”

Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang obat? Sudah berapa cara yang kita latih
untuk mencegah suara-suara? Coba praktekkan 2 cara menggontrol halusinasi, dengan menghardik pak,! Iya
bagus pak betul. Sekarang coba sebutkan berapa kali bapak minum obat dan kapan waktunya ?, iya benar
pak,!. Mari kita masukkan jadwal menghardik dan minum obatnya pada jadwal kegiatan bapak kita jadwalkan
3x sehari setelah selesai makan. Jangan lupa pada waktunya minta obat pada perawat atau pada keluarga
kalau di rumah. Nah makanan sudah datang. Besok kita ketemu lagi untuk berlatih cara yang ketiga yaitu
dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00. sampai jumpa.”

SP 3 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga:


Bercakap-Cakap Dengan Orang Lain
Orientasi:

“Selamat pagi bapak masih ingat dengan saya? Saya Maezul mahasiswa dari UNW. Bagaimana perasaan
bapak hari ini? Apakah suara-suaranya masih muncul ? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih yaitu
dengan menghardik, coba di praktekkan pak. Yang kedua dengan cara apa pak? Coba praktekkan, bagus pak.
Sesuai janji kita tadi saya akan latih cara ketiga untuk mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan
orang lain. Kita akan latihan selama 20 menit. Mau di mana pak? Di sini saja?

Kerja:

“Cara ketiga untuk mencegah/mengontrol halusinasi yang lain adalah dengan bercakap-cakap dengan orang
lain. Jadi kalau bapak mulai mendengar suara-suara, langsung saja cari teman untuk diajak ngobrol. Minta
teman untuk ngobrol dengan bapak Contohnya begini; … tolong, saya mulai dengar suara-suara. Ayo ngobrol
dengan saya! Atau kalau ada orang dirumah misalnya istri,anak bapak katakan: bu, ayo ngobrol dengan bapak
sedang dengar suara-suara. Begitu bapak Coba bapak lakukan seperti saya tadi lakukan. Ya, begitu. Bagus!
Coba sekali lagi! Bagus! Nah, latih terus ya bapak!”

Terminasi:

“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan ini? Jadi sudah ada berapa cara yang bapak pelajari untuk
mencegah suara-suara itu? Bagus, cobalah ketiga cara ini kalau bapak mengalami halusinasi lagi. Coba
praktekkan bercakap-cakap yang tadi sudah kita pelajari pak, ! bagus betul begitu pak,! Nah sekarang
praktikkan dan sebutkan cara menghardik dan minum obat pak, iya benar sekali bagus pak,! Bagaimana kalau
kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian bapak. Mau jam berapa latihan bercakap-cakap? Kalau 3x sehari
bagaimana pak? Mari kita masukkan juga menghardik 3x sehari ya pak, lalu minum obat juga 3x sehari pak,
Nah nanti lakukan secara teratur serta sewaktu-waktu suara itu muncul! Besok pagi saya akan ke mari lagi.
Bagaimana kalau kita latih cara yang keempat yaitu melakukan aktivitas terjadwal? Mau jam berapa?
Bagaimana kalau jam 10.00? Mau di mana/Di sini lagi? Sampai besok ya. Selamat pagi”

SP 4 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara keempat:


Melaksanakan Aktivitas Terjadwal
Orientasi: “Selamat pagi bapak masih ingat dengan saya? Saya Maezul mahasiswa dari UNW. Bagaimana
perasaan bapak hari ini? Apakah suara-suaranya masih muncul ? Apakah sudah dipakai ketiga cara yang
telah kita latih kemarin? Coba bapak praktekan cara mengontrol halusinasi dengan menghardik? Bagus pak!
Coba sebutkan cara yang kedua minum obat.benar pak. Bagus! Dan yang cara ketiga bercakap-cakap dengan
orang lain bagaimana pak? Bagus! Sesuai janji kita, hari ini kita akan belajar cara yang keempat untuk
mencegah halusinasi yaitu melakukan kegiatan terjadwal. Mau di mana kita bicara? Baik kita duduk di ruang
tamu. Berapa lama kita bicara? Bagaimana kalau 30 menit? Baiklah.”

Kerja: “Apa saja kegiatan yang biasa bapak lakukan? Bapak, apabila suara-suara itu mulai muncul bapak
bisa mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan yang biasa bapak lakukan. Misalnya bapak biasa
berjalan-jalan ditaman atau dengan bersih-bersih taman. Pagi-pagi apa kegiatannya, terus jam berikutnya
(terus ajak sampai didapatkan kegiatannya sampai malam). Wah banyak sekali kegiatannya. Mari kita latih dua
kegiatan hari ini (latih kegiatan tersebut). Bagus sekali bapak bisa lakukan. Kegiatan ini dapat bapak lakukan
untuk mencegah suara tersebut muncul. Kegiatan yang lain akan kita latih lagi agar dari pagi sampai malam
ada kegiatan.

Terminasi: “Bagaimana perasaan bapak setelah kita berdiskusi tentang mengontrol hasusinasi dengan
aktivitas terjadwal? Coba sebutkan pak aktivitas apa yang bisa bapak lakukan saat suara-suara itu muncul,
iyaap betul pak.! Sekarang praktikkan cara pertama yang menghardik pak, iyaa benar sekali bapak, lalu cobat
sebutkan berapa kali sehari bapak minum obat dan kapan waktunya,? Iya betul lagi pak,! Sekarang praktikkan
cara bercakap-cakap pak, iyap bener pak.!. Mari kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian bapak Coba
lakukan sesuai jadwal ya!(Saudara dapat melatih aktivitas yang lain pada pertemuan berikut sampai terpenuhi
seluruh aktivitas dari pagi sampai malam) Bagaimana kalau menjelang makan siang nanti, kita membahas cara
minum obat yang baik serta guna obat. Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 12.00 pagi?Di ruang makan
ya! Sampai jumpa.”

2. Tindakan Keperawatan Kepada Keluarga


a. Tujuan:
1) Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien baik di di rumah sakit
maupun di rumah

2) Keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien.

b.Tindakan Keperawatan
Keluarga merupakan faktor penting yang menentukan keberhasilan asuhan
keperawatan pada pasien dengan halusinasi. Dukungan keluarga selama pasien di
rawat di rumah sakit sangat dibutuhkan sehingga pasien termotivasi untuk
sembuh. Demikian juga saat pasien tidak lagi dirawat di rumah sakit (dirawat di
rumah).Keluarga yang mendukung pasien secara konsisten akan membuat pasien
mampu mempertahankan program pengobatan secara optimal. Namun demikian
jika keluarga tidak mampu merawat pasien, pasien akan kambuh bahkan untuk
memulihkannya lagi akan sangat sulit. Untuk itu perawat harus memberikan
pendidikan kesehatan kepada keluarga agar keluarga mampu menjadi pendukung
yang efektif bagi pasien dengan halusinasi baik saat di rumah sakit maupun di
rumah.
Tindakan keperawatan yang dapat diberikan untuk keluarga pasien halusinasi
adalah:
1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
2) Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi
yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi,
dan cara merawat pasien halusinasi.
3) Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara merawat
pasien dengan halusinasi langsung di hadapan pasien
4) Beri pendidikan kesehatan kepada keluarga perawatan lanjutan pasien

SP 1 Keluarga : Pendidikan Kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis


halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi dan
cara-cara merawat pasien halusinasi.

Peragakan percakapan berikut ini dengan pasangan saudara.


ORIENTASI:
“Selamat pagi Bapak/Ibu!”“Saya Maezul saya mahasiswa keperawatan dari Universitas Ngudi Waluyo
perawat yang merawat Bapak”
“Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Apa pendapat Ibu tentang Bapak?”
“Hari ini kita akan berdiskusi tentang apa masalah yang Bapak alami dan bantuan apa yang Ibu bisa
berikan.”
“Kita mau diskusi di mana? Bagaimana kalau di ruang tamu? Berapa lama waktu Ibu? Bagaimana kalau 30
menit”
KERJA:
“Apa yang Ibu rasakan menjadi masalah dalam merawat bapak Apa yang Ibu lakukan?”
“Ya, gejala yang dialami oleh Bapak itu dinamakan halusinasi, yaitu mendengar atau melihat sesuatu yang
sebetulnya tidak ada bendanya.
”Tanda-tandanya bicara dan tertawa sendiri,atau marah-marah tanpa sebab”
“Jadi kalau anak Bapak/Ibu mengatakan mendengar suara-suara, sebenarnya suara itu tidak ada.”
“Kalau Bapak mengatakan melihat bayangan-bayangan, sebenarnya bayangan itu tidak ada.”
”Untuk itu kita diharapkan dapat membantunya dengan beberapa cara. Ada beberapa cara untuk membantu
ibu agar bisa mengendalikan halusinasi. Cara-cara tersebut antara lain: Pertama, dihadapan Bapak, jangan
membantah halusinasi atau menyokongnya. Katakan saja Ibu percaya bahwa anak tersebut memang
mendengar suara atau melihat bayangan, tetapi Ibu sendiri tidak mendengar atau melihatnya”.
”Kedua, jangan biarkan Bapak melamun dan sendiri, karena kalau melamun halusinasi akan muncul lagi.
Upayakan ada orang mau bercakap-cakap dengannya. Buat kegiatan keluarga seperti makan bersama, sholat
bersama-sama. Tentang kegiatan, saya telah melatih Bapak untuk membuat jadwal kegiatan sehari-hari.
Tolong Ibu pantau pelaksanaannya, ya dan berikan pujian jika dia lakukan!”
”Ketiga, bantu Bapak minum obat secara teratur. Jangan menghentikan obat tanpa konsultasi. Terkait dengan
obat ini, saya juga sudah melatih Bapak untuk minum obat secara teratur. Jadi Ibu dapat mengingatkan
kembali. Obatnya ada 3 macam, ini yang orange namanya CPZ gunanya untuk menghilangkan suara-suara
atau bayangan. Diminum 3 X sehari pada jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam. Yang putih namanya THP
gunanya membuat rileks, jam minumnya sama dengan CPZ tadi. Yang biru namanya HP gunanya
menenangkan cara berpikir, jam minumnya sama dengan CPZ. Obat perlu selalu diminum untuk mencegah
kekambuhan”
”Terakhir, bila ada tanda-tanda halusinasi mulai muncul, putus halusinasi Bapak dengan cara menepuk
punggung Bapak. Kemudian suruhlah Bapak menghardik suara tersebut. Bapak sudah saya ajarkan cara
menghardik halusinasi”.
”Sekarang, mari kita latihan memutus halusinasi Bapak. Sambil menepuk punggung Bapak, katakan: bapak,
sedang apa kamu?Kamu ingat kan apa yang diajarkan perawat bila suara-suara itu datang? Ya..Usir suara
itu, bapak Tutup telinga kamu dan katakan pada suara itu ”saya tidak mau dengar”. Ucapkan berulang-ulang,
pak”
”Sekarang coba Ibu praktekkan cara yang barusan saya ajarkan”
”Bagus Bu

TERMINASI:
“Bagaimana perasaan Ibu setelah kita berdiskusi dan latihan memutuskan halusinasi Bapak?”
“Sekarang coba Ibu sebutkan kembali tiga cara merawat bapak?”
”Bagus sekali Bu. Bagaimana kalau dua hari lagi kita bertemu untuk mempraktekkan cara memutus halusinasi
langsung dihadapan Bapak?”
”Jam berapa kita bertemu?”
Baik, sampai Jumpa. Selamat pagi
SP 2 Keluarga: Melatih keluarga praktek merawat pasien langsung dihadapan pasien
Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara merawat pasien dengan
halusinasi langsung dihadapan pasien.

ORIENTASI:
“Selamat pagi”
“Bagaimana perasaan Ibu pagi ini?”
”Apakah Ibu masih ingat bagaimana cara memutus halusinasi Bapak yang sedang mengalami halusinasi?
Bagus!”
” Sesuai dengan perjanjian kita, selama 20 menit ini kita akan mempraktekkan cara memutus halusinasi
langsung dihadapan Bapak”.
”mari kita datangi bapak”

KERJA:
”Selamat pagi pak” ”pak, istribapak sangat ingin membantu bapak mengendalikan suara-suara yang sering
bapak dengar. Untuk itu pagi ini istri bapak datang untuk mempraktekkan cara memutus suara-suara yang
bapak dengar. pak nanti kalau sedang dengar suara-suara bicara atau tersenyum-senyum sendiri, maka Ibu
akan mengingatkan seperti ini” ”Sekarang, coba ibu peragakan cara memutus halusinasi yang sedang bapak
alami seperti yang sudah kita pelajari sebelumnya. Tepuk punggung bapak lalu suruh bapak mengusir suara
dengan menutup telinga dan menghardik suara tersebut” (saudara mengobservasi apa yang dilakukan
keluarga terhadap pasien)Bagus sekali!Bagaimana pak? Senang dibantu Ibu? Nah Bapak/Ibu ingin melihat
jadwal harian bapak. (Pasien memperlihatkan dan dorong istri/keluarga memberikan pujian) Baiklah,
sekarang saya dan istri bapak ke ruang perawat dulu” (Saudara dan keluarga meninggalkan pasien untuk
melakukan terminasi dengan keluarga)

TERMINASI:
“Bagaimana perasaan Ibu setelah mempraktekkan cara memutus halusinasi langsung dihadapan Bapak?”
”Dingat-ingat pelajaran kita hari ini ya Bu. ibu dapat melakukan cara itu bila Bapak mengalami halusinas”.
“bagaimana kalau kita bertemu dua hari lagi untuk membicarakan tentang jadwal kegiatan harian Bapak. Jam
berapa Ibu bisa datang?Tempatnya di sini ya. Sampai jumpa.”

SP 3 Keluarga : Menjelaskan perawatan lanjutan

ORIENTASI
“Selamat pagi Bu, sesuai dengan janji kita kemarindan sekarang ketemu untuk membicarakan jadual bapak
selama dirumah”
“Nah sekarang kita bicarakan jadwal bapak di rumah? Mari kita duduk di ruang tamu!”
“Berapa lama Ibu ada waktu? Bagaimana kalau 30 menit?”
KERJA
“Ini jadwal kegiatan bapak yang telah disusun. Jadwal ini dapat dilanjutkan. Coba Ibu lihat mungkinkah
dilakukan. Siapa yang kira-kira akan memotivasi dan mengingatkan?” Bu jadwal yang telah dibuat tolong
dilanjutkan, baik jadwal aktivitas maupun jadwal minum obatnya”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh bapak selama di
rumah.Misalnya kalau bapak terus menerus mendengar suara-suara yang mengganggu dan tidak
memperlihatkan
perbaikan, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi
segera bawa kerumah sakit untuk dilakukan pemeriksaan ulang dan di berikan tindakan”

TERMINASI
“Bagaimana Ibu? Ada yang ingin ditanyakan? Coba Ibu sebutkan cara-cara merawat bapak Bagus(jika ada
yang lupa segera diingatkan oleh perawat. Ini jadwalnya. Sampai jumpa”
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Direja, 2011. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha Medika
Keliat. B.A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI . Jakarta : EGC
Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah
Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005 – 2006. Jakarta : Prima
Medika.
Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.
Tarwoto dan Wartonah. 2000. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai