Anda di halaman 1dari 5

A. Pengambil-alihan (Akuisisi/takeover).

\
Akuisisi adalah pengambilan kepemilikan atau pengendalian atas saham atau
aset suatu perusahaan oleh perusahaan lain, dan dalam peristiwa ini baik
perusahaan pengambil alih atau yang diambil alih tetap eksis sebagai badan hukum
yang terpisah.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 27 Tahun 1998 tentang
Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas mendefinisikan
akuisisi sebagai perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang
perseorangan untuk mengambil alih baik seluruh atau sebagian besar saham
perseroan yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan
tersebut.
1. Jenis-jenis Akuisisi.
akuisisi dapat dibedakan dalam tiga kelompok besar, yaitu:
a. kuisisi horizontal, yaitu akuisisi yang dilakukan oleh suatu badan usaha
yang masih dalam bisnis yang sama.
b. Akuisisi vertikal, yaitu akuisisi pemasok atau pelanggan badan usaha
yang dibeli.
c. Akuisisi konglomerat, yaitu akuisisi badan usaha yang tidak ada
hubungannya sama sekali dengan badan usaha pembeli.

Klasifikasi berdasarkan obyek yang diakuisisi dibedakan atas dua, yaitu:

a. Akuisisi Saham.
Akuisisi saham merupakan salah satu bentuk akuisisi yang paling
umum ditemui dalam hampir setiap kegiatan akuisisi. Cara ini dilakukan
dengan membeli saham perusahaan yang ingin diakuisisi, baik dibeli
secara tunai ataupun menggantinya dengan sekuritas lain (saham atau
obligasi). Apabila perusahaan yang diakuisisi tersebut sahamnya
terdaftar di bursa efek maka sesuai dengan keputusan BAPEPAM tahun
1995, upaya penguasaan 20% atau lebih dari saham perusahaan tersebut
harus dilakukan dengan tender offer. Kemudian perusahaan yang
mengakuisisi tersebut harus mengumumkan di media massa (iklan)
bahwa perusahaan tersebut telah mengakuisisinya.
b. Akuisisi Aset.
Apabila sebuah perusahaan bermaksud memiliki perusahaan lain
maka ia dapat membeli sebagian atau seluruh aktiva atau aset perusahaan
lain tersebut. Jika pembelian tersebut hanya sebagian dari aktiva
perusahaan maka hal ini dinamakan akuisisi parsial. Akuisisi aset secara
sederhana dapat dikatakan merupakan jual beli (asset) antara pihak
yang melakukan akuisisi aset (sebagai pihak pembeli) dngan pihak yang
diakuisisi asetnya (sebagai pihak penjual) jika akuisisi dilakukan dengan
pembayaran uang tunai, atau perjanjian tukar menukar antara aset yang
diakuisisi dengan suatu kebendaan lain milik dan pihak yang melakukan
akuisisi jika akuisisi tidak dilakukan dengan cara tunai. Cara ini akan
menghindarkan perusahaan dari kemungkinan memiliki pemegang
saham minoritas.
B. Pemisahan Perseroan (Spin Off)
1. Pengertian dan Dasar Hukum.
Sebenarnya praktek spin off telah cukup lama dikenal sebagai satu
bagian konstruksi yang banyak digunakan dalam merestrukturisasi hukum, akan
tetapi hal ini baru dilegislasikan setelah diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas.1Dalam khazanah hukum, sebenarnya terdapat
kontruksi hukum lain yang sudah sangat dikenal dan mirip dengan mekanisme
spin off ini yaitu penggabungan Perseroan (merger). Karena kemiripannya ini
maka dalam beberapa istilah, spin off seringkali juga disebut dengan demerger.
Bentuk kemiripannya terutama adalah spin off menyebabkan beralihnya secara
hukum seluruh hak dan kewajiban perseroan yang melakukan pemisahan,
sebagaimana halnya dalam kontruksi hukum penggabungan (merger). 65
Meskipun pengaturan spin off dalam UU Perbankan Syariah ini secara spesifik
lebih ditujukan untuk menerapkan substansi UU Perbankan Syariah (menjamin
terpenuhinya prinsipprinsip syariah), khususnya terhadap Unit Usaha Syariah
1
4 Mulhadi, Hukum Perseroan dan Bentuk-Bentuk Badan Usaha Di Indonesia, ( Bogor : Ghalia
Indonesia, 2010), hal. 28.
(UUS) yang secara korporasi masih berada dalam satu entitas dengan Bank
Umum Konvensional, namun kontruksi hukum spin off ini dapat dimanfaatkan
oleh industri perbankan dalam melakukan restrukturisasi usahanya.
Dalam Pasal 1 angka 12 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas (UU PT), istilah spin off disebut dengan pemisahan. Dalam pasal
tersebut, pemisahan didefinisikan sebagai perbuatan hukum yang dilakukan
oleh perseroan untuk memisahkan usaha yang beralih karena hukum kepada 2
(dua) perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva perseroan beralih
karena hukum kepada 1(satu) perseroan atau lebih. Selanjutnya dalam Pasal 135
UU PT, pemisahan dibedakan antara pemisahan murni dan pemisahan tidak
murni. Pemisahan murni (zuivere splitsing/absolute division) yang
mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum
kepada 2 (dua) atau lebih perseroan lain yang menerima peralihan dan
perseroan yang melakukan pemisahan berakhir karena hukum, tanpa dilakukan
likuidasi terlebih dahulu. Sedangkan pemisahan tidak murni mengakibatkan
seluruh aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada 2(dua)
perseroan lain atau lebih yang menerima peralihan dan perseroan yang
melakukan pemisahan usaha tersebut berakhir karena hukum.
2. Jenis-Jenis Spin Off.
Dalam pemisahan perseroan dikenal ada 2 (dua) macam pemisahan, kedua
jenis pemisahan tersebut dipengaruhi oleh cara pemisahan dengan
memperhatikn kuntitas usaha yang dipisahkan oleh perseroan. Hal ini diatur
dalam dalam Pasal 135 UU Nomor 40 Tahun 2007 (UUPT).
a. Pemisahan murni(absolute division).
Pemisahan murni adalah pemisahan usaha perseroan yang
mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva perseroan yang beralih karena
hukum kepada 2 (dua) perseroan atau lebih yang menerima peralihan dan
akibatnya perseroan yang melakukan pemisahan tersebut menjadi berakhir
karena hukum.
Pada umumnya sebuah perseroan melakukan pemisahan murni karena
dilatarbelakangi oleh beberapa faktor antara lain adalah :
1) Usaha kurang menguntungkan.
Usaha yang kurang mendatangkan keuntungan menjadi latar
belakang perseroan untuk menjual usaha tersebut. Biasanya hal ini
dialami oleh perseroan yang mempunyai hanya satu usaha. Sudah
diatasi dengan berbagai cara yang dilakukan, tetapi tetap saja tidak
dapat menghasilkan keuntungan. Sebuah perseroan tidak mungkin
akan mempertahankan usaha yang terus merugi, dan tidak seimbang
dengan besarnya pengeluaran biaya operasi. Jika usaha itu
permodalannya dibiayai oleh pihak ketiga kemudian menjadi macet
pengembaliannya, dapat berakibat akan kepailitan apabila
mempunyai utang lebih dari satu kreditur.
2) Kurang mampu mengelola usaha.
Latar belakang lain yang menjadikan perseroan melakukan
pemisahan murni adalah karena kurang mampu mengelola usahanya.
Perseroan tidak memiliki management yang tidak baik, tidak
mempunyai tenaga yang cerdas, cekatan, dan terampil untuk
mengurus usaha. Karena usaha tidak diurus secara professional
mengakibatkan usaha tidak dapat berjalan dengan lancar dan kurang
menghasilkan keuntungan. Dengan usaha yang tidak menguntungkan
lebih baik dialihkan daripada dipertahankan karena akan
mengakibatkan keuangan perseroan menjadi tidak sehat.
3) Perseroan sudah hampir berakhir.
Jika sebuah perseroan sudah mendekati akhir, keputusan RUPS
tidak akan memperpanjang jangka waktu pendirian perseroan
sedangkan usaha masih berjalan dengan keuntungan yang biasa-biasa
saja. Dengan pertimbangan daripada nantinya perseroan bubar karena
jangka waktunya habis dan harus menempuh proses likuidasi, lebih
baik perseroan melakukan pemisahan usaha saja. Dengan pemisahan
tersebut berakibat perseroan berakhir lebih cepat dari waktunya dan
tanpa perlu melakukan likuidasi karena kewajiban terhadap pihak
ketiga menjadi tanggung dan perseroan yang menerima pemisahan
usaha.
b. Pemisahan tidak murni.
Pemisahan tidak murni adalah pemisahan perseroan yang mengakibatkan
sebagian aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada 1 (satu)
perseroanlain atau lebih yang menerima peralihan dan perseroan yang
melakukan pemisahan tersebut tetap ada. Dalam pemisahan ini tidak sampai
mengakibatkan perseroan yang pemisahan menjadi bubar, karena harta
kekayaan yang dialihkan hanya sebagian saja.Perseroan tersebut masih
mempunyai harta kekayaan sehingga masih dapat menjalankan usaha.
Berbeda dengan pemisahan murni yang berakibat perseroan yang
melakukan pemisahan menjadi bubar, karena harta kekayaannya dialihkan
seluruhnya.
Latar belakang sebuah perseroan melakukan pemisahan tidak murni
antara lain karena usaha perseroan kurang menguntungkan atau karena
perseroan kurang mampu mengelola usaha. Dengan pertimbangan daripada
usaha tersebut ditutup lebih baik dijual kepada perseroan lain. Perlu disebut
di sini suatu jenis pemisahan khusus yaitu pemisahan hibrida”(hybride
splitsing) dimana terjadi peralihan karena hukum dari seluruh aktiva dan
pasiva perseroan yang melakukan pemisahan kepada satu atau lebih
perseroan lain yang didirikan dalam rangka pemisahan oleh perseroan yang
melakukan pemisahan.

Anda mungkin juga menyukai

  • Best
    Best
    Dokumen10 halaman
    Best
    Izza Alif Robbany
    Belum ada peringkat
  • Badan Wakaf Indonesia
    Badan Wakaf Indonesia
    Dokumen4 halaman
    Badan Wakaf Indonesia
    Izza Alif Robbany
    Belum ada peringkat
  • Badan Wakaf 1
    Badan Wakaf 1
    Dokumen8 halaman
    Badan Wakaf 1
    Izza Alif Robbany
    Belum ada peringkat
  • Bab I-1
    Bab I-1
    Dokumen22 halaman
    Bab I-1
    Izza Alif Robbany
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka Spi
    Daftar Pustaka Spi
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka Spi
    Izza Alif Robbany
    Belum ada peringkat
  • HKM Islm
    HKM Islm
    Dokumen6 halaman
    HKM Islm
    Izza Alif Robbany
    Belum ada peringkat