Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Upaya pemelihara kesehatan anak ditujukan untuk mempersiapkan

generasi yang sehat dan berkualitas serta untuk menurunkan angka kematian

anak. Melalui indikator angka kematian yang berhubungan dengan anak yakni

Angka Kematian Bayi (AKB) Wolrd Health Organization (WHO) tahun 2018,

tingginya AKB merupakan masalah yang dihadapi oleh berbagai bangsa di

dunia khusus di wilayah Afrika yaitu 1 per 1.000 Kelahiran Hidup (KH), lebih

dari enam kali lebih tinggi dibandingkan dengan Eropa yaitu 8 per 1.000 KH

(WHO, 2018).

Program pembangunan SDGs (Sustainable Development Goals) yaitu

berisi 17 tujuan atau goals pada tahun 2030, dimana salah satu target dalam

goals ketiga yaitu mengakhiri kematian bayi yang dapat dicegah dengan

menurunkan AKB yaitu 12 per 1.000 KH (SDGs, 2018).

Pada hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun

2017 telah terjadi penurunan AKB berkisar 24 kematian per 1.000 kelahiran

hidup. Kematian Bayi terbanyak di indonesia disebabkan oleh asfiksia (37%),

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan prematuritas (34%), sepsis (12%),

hipotermi (7%), ikterus neonatorum (6%), postmatur (3%), dan kelainan

kongenital (1%) per 1.000 kelahiran hidup. Adapun AKB disebabkan oleh

beberapa faktor seperti bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) (26%), ikterus

(9%), Hipoglikemia (0,8) dan infeksi neonatorum (1,8) (Kemenkes RI, 2015).

1
2

Pada tahun 2018 di Provinsi Bengkulu dari 36.292 jumlah bayi, jumlah

lahir hidup sebanyak 35.131 bayi. AKB per 1.000 KH pada lima tahun terakhir

di Provinsi Bengkulu mengalami naik turun dimana pada tahun 2014 sebesar

11 per 1.000 KH dan tahun 2015 hingga 2016 turun sama menjadi 10 per 1.000

KH, kemudian tahun 2017 kembali turun 9 per 1.000 KH setelah itu tahun

2018 kembali turun menjadi 7 per 1.000 KH. Jika dibedakan menurut jenis

kelamin, AKB untuk laki-laki lebih besar dibanding bayi perempuan yaitu 8

per 1.000 KH sedangkan bayi perempuan sebesar 6 per 1.000 KH (Profil

Kesehatan Provinsi Bengkulu, 2018).

Berdasarkan data Profil Kesehatan Kabupaten Rejang Lebong tahun

2017 terdapat jumlah kematian bayi sebanyak 35 dari 4.603 Kelahiran Hidup

atau 7,6 orang per 1000 bayi lahir. faktor penyebab utama AKB yaitu BBLR,

Infeksi, Sepsis, ikterus neonatorum dan Kelainan Kongenital, dan lain–lain

(Dinkes Kabupaten Rejang Lebong, 2017).

Penelitian Puspita (2018 : 5), menyatakan bahwa ikterus patologis yaitu

ditandai dengan kulit yang menguning dan naiknya kadar bilirubin serum

diatas 12,90 mg/dl pada bayi aterm dan 15 mg/dl pada bayi preterm dalam 24

jam setelah kelahiran. Kadar bilirubin meningkat cepat sampai lebih dari 5

mg/dl, dan dapat berkelanjutan lebih dari seminggu pada bayi aterm penuh,

dan 2 minggu pada bayi preterm.


3

Menurut Khadijah, Rahmawati, dan Mahmudah (2015 : 22), dalam

jurnal penelitiannya menyatakan bahwa walaupun ikterus merupakan hal yang

lazim terjadi pada bayi baru lahir namun perlu diwaspadai karena jika tidak

ditangani dan berlanjut dengan kadar bilirubin indirek yang terlalu tinggi maka

dapat merusak sel-sel otak (Kern Ikterus). Kern ikterus ditandai dengan kadar

bilirubin darah (> 20 mg persen pada bayi cukup bulan atau > 18 mg persen

pada bayi berat lahir rendah).

Sangat penting bagi bidan untuk melakukan asuhan kebidanan dengan

pengetahuan terbaru mengenai tentang penyebab dan penanganan pada bayi

dengan ikterus fisiologis dan ikterus patologis sehingga sangat penting sekali

bagi peneliti untuk melakukan penelitiannya ini. Bidan merupakan ujung

tombak untuk menurunkan AKI dan AKB. Peran bidan dalam upaya

menurunkan AKB berdasarkan Permenkes No 28 Pasal 20 ayat 2 tentang izin

dan Penyelenggaraan Praktik Bidan yaitu dengan pemeriksaan fisik bayi baru

lahir, pemantauan tanda bahaya dan merujuk kasus yang tidak dapat ditangani

dalam kondisi stabil dan tepat waktu ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang

lebih memadai. Sehingga diharapkan bidan dapat mendeteksi adanya ikterus

patologis dan melakukan penanganan awal untuk mengatasi ikterus tersebut

(Permenkes No 28 Tahun 2017).

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas telah diuraikan bahwa Angka

Kematian Bayi masih jauh dari target SDGs, ikterus menjadi salah satu
4

penyulit yang berpotensial menyumbangkan Angka Kematian Bayi. Hal ini

terbukti dari data Profil Kesehatan Kabupaten Rejang Lebong tahun 2017,

dengan kejadian ikterus. Pentingnya penatalaksanaan awal dalam penanganan

asuhan kebidanan pada bayi dengan ikterus patologis dan penelitian terkini,

sehingga penulis menganggap penting dan terdorong untuk mengangkat studi

kasus tentang “Asuhan Kebidanan pada Bayi dengan Ikterus Patologis di

RSUD Curup Kabupaten Rejang Lebong Tahun 2020”.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah diatas, maka rumusan

masalah dalam penyusunan studi kasus ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana cara melakukan pengkajian bayi dengan Ikterus Patologis ?

2. Bagaiamana cara menyusun interpretasi data pada bayi dengan Ikterus

Patologis ?

3. Bagaimana cara merumuskan diagnosa potensial bayi dengan Ikterus

Patologis ?

4. Tindakan kebidanan apa yang sesuai dilakukan untuk menangani bayi

dengan Ikterus Patologis ?

5. Bagaimana cara melakukan evaluasi tindakan kebidanan pada bayi dengan

Ikterus Patologis ?

6. Bagaimana cara mendokumentasikan tindakan asuhan kebidanan pada bayi

dengan Ikterus Patologis ?


5

7. Bagaimana cara mengetahui kesenjangan antara teori dan praktek

penatalaksaan bayi dengan Ikterus Patologis ?

D. Batasan Masalah

Untuk membatasi meluasnya pembahasan maka laporan ini dibatasi

oleh satu pokok masalah saja yaitu “Asuhan Kebidanan pada Bayi dengan

Ikterus Patologis di RSUD Curup Kabupaten Rejang Lebong”.

E. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui dan melaksanakan Asuhan Kebidanan Bayi

dengan Ikterus Patologis dengan menggunakan pendekatan manajemen

kebidanan tujuh langkah Varney sesuai dengan wewenang kebidanan.

2. Tujuan Khusus

a. Penulis mampu:

1) Melakukan pengkajian bayi dengan Ikterus Patologis.

2) Menyusun interpretasi data yang meliputi diagnosa kebidanan,

masalah dan kebutuhan bayi dengan Ikterus Patologis.

3) Merumuskan diagnosa potensial bayi dengan Ikterus Patologis.

4) Melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana tindakan bayi dengan

Ikterus Patologis.
6

5) Melaksanakan evaluasi tindakan kebidanan pada bayi dengan Ikterus

Patologis.

6) Mendokumentasi tindakan asuhan kebidanan pada bayi dengan Ikterus

Patologis.

7) Mengetahui kesenjangan antara teori dan praktek di lapangan

mengenai penanganan bayi dengan Ikterus Patologis.

F. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Bagi Akademik

Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pengembangan ilmu

pengetahuan terutama tentang asuhan kebidanan pada bayi dengan ikterus

patologis.

2. Manfaat Bagi Tempat Penelitian

Diharapkan hasil studi kasus dapat dijadikan masukan dalam

meningkatkan mutu pelayanan tenaga kesehatan, terutama dalam

memberikan asuhan kebidanan pada bayi dengan ikterus patologis secara

tepat sesuai dengan standar yang telah ditentukan.

3. Manfaat Bagi Penelitian yang Diterapkan Langsung

a. Tempat Penelitian/Program

Diharapkan dapat menjadi motivasi, masukan dan informasi yang

bermanfaat dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan

terutama pada bayi dengan ikterus patologis yang dilakukan dengan

penanganan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.


7

b. Pendidikan

Diharapkan dapat menambah pengetahuan, wawasan dan dapat

dijadikan referensi sebagai bahan masukan bagi pihak yang ingin

mengembangkan asuhan kebidanan pada bayi dengan ikterus patologis

maupun yang berkaitan dengan informasi kesehatan ibu dan anak dan

juga sebagai bahan bacaan.

c. Peneliti Selanjutnya

Diharapkan dapat memberikan gambaran serta masukan dalam

mengembangkan asuhan lebih lanjut dan dapat menjadi referensi serta

pedoman untuk pihak yang ingin melanjutkan penelitian mengenai

“Asuhan Kebidanan ada Bayi dengan Ikterus Patologis”.

Anda mungkin juga menyukai