Anda di halaman 1dari 36

BAB II

PEMBAHASAN

A. definisi infeksi traktus genetalia

Radang atau infeksi pada alat-alat genetal dapat timbul secara akut
dengan akibat meninggalnya penderita atau penyakit bisa sembuh sama
sekali tanpa bekas atau dapat meninggalkan bekas seperti penutupan
lumen tuba.
 Definisi Trikomoniasis
Trikomoniasis adalah salah satu tipe dari Vaginitis,
merupakan penyakit infeksi protozoa yang disebabkan oleh
Trichomonas vaginalis, biasanya ditularkan melalui
hubungan seksual, terutama sebagai Penyakit Menular
Sexual (PMS) dan sering menyerang traktus urogenitalis
bagian bawah yang dapat bersifat akut atau kronik dan pada
wanita maupun pria, namun pada pria peranannya sebagai
enyebab penyakit masih diragukan.
 Definisi silifis
Sifilis adalah salah satu penyakit menular seksual. Penyakit
tersebut ditularkan melalui hubungan seksual, penyakit ini bersifat
Laten atau dapat kambuh lagi sewaktu-waktu selain itu bisa bersifat
akut dan kronis. Penyakit ini dapat cepat diobati bila sudah dapat
dideteksi sejak dini. Kuman yang dapat menyebabkan penyakit
sifilis dapat memasuki tubuh dengan menembus selaput lendir yang
normal dan mampu menembus plasenta sehingga dapat menginfeksi
janin. ( Soedarto, 1990 ).
Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh
Treponema pallidum. Penyakit menular seksual adalah penyakit
yang ditularkan melalui hubungan seksual. Penyakit ini sangat
kronik, bersifat sistemik dan menyerang hampir semua alat tubuh
dapat menyerupai banyak penyakit, mempunyai masa laten dan
dapat ditularkan dari ibu ke janin.
B. Etiologi Infeksi Taktus Genetalia
 Trikomoniasis

Etiologi dari penyakit trikomoniasis ini adalah Trichomonas


vaginalis. Trichomonas vaginalis ini termasuk dalam domain Eukarya,
kingdom Protista, filum Metamonada yang termasuk dalam protozoa yaitu
flagellata, Kelas Parabasilia, ordo Trichomonadida, genus Trichomonas dan
spesies Trichomonas vaginalis (Strous, 2008).

Sejumlah faktor telah dikaitkan dengan peningkatan risiko terlular


trikomoniasis, antara lain:

a) Multiple Sex Partners (pasangan seks lebih dari satu)


b) Merupakan keturunaan Afrika
c) Sebelumnya atau sedang terinfeksi PMS lain
d) Bakterial vaginosis
e) (derajat keasaman) pH vagina yang tinggi

Parasit Trichomonas vaginalis tersebar melalui hubungan seksual


yaitu hubungan penis dengan vagina atau vulva dengan vulva (daerah
kelamin luar vagina) jika kontak dengan pasangan yang terinfeksi. Wanita
dapat terkena penyakit ini dari infeksi pria atau wanita, tetapi pria biasanya
hanya mendapatkan dari wanita yang terinfeksi. Suatu salah pengertian yang
umum adalah infeksi ini dapat ditularkan melalui toilet duduk, handuk basah
atau kolam air panas. Hal ini tidak mungkin karena parasit tidak bisa hidup
lama di benda dan permukaannya (Center for Disease Control, 2011).

Sejak ditemukannya trikomoniasis sebagai penyakit menular


seksual, mereka yang kemungkinan besar menyebarkan trikomoniasis
adalah orang yang meningkatkan aktivitas seksual dan memiliki lebih dari
pasangan. Trikomoniasis kadang-kadang disebut “penyakit ping-pong”
karena pasangan seksual sering menyebarkan kembali. Penelitian telah
menunjukkan bahwa tingkat kesembuhan akan meningkat dan tingkat
kambuh turun ketika pengobatan dilakukan pada pasangan seksual dalam
waktu yang sama (Center for Disease Control, 2011).

Organisme T. vaginalis ada di dalam epitel skuamosa dan sangat


sedikit yang berasal dari endoserviks, sedangkan T. vaginalis yang terdapat
di dalam uretra ditemukan 90% dari kasus Trikomoniasis. Dan sangat
sedikit pula ditemukan pada epididimis dan prostat pada pria. Infeksi T.
vaginalis disertai oleh sejumlah besar polymorphonuclear neutrofil (PMNs)
yaitu mekanisme pertahanan diri tubuh yang bersama-sama dengan
makrofag, membunuh organisme tersebut yang disertai atau ditunjukkan
dengan keluarnya cairan dari vagina. Organisme T. vaginalis tidak invasif,
ada yang hidup bebas di dalam rongga vagina atau di dalam epitelnya.
Sekitar 50% kasus trikomoniasis terjadi perdarahan mikroskopis
(menggunakan teknik yang sesuai). IgA lokal biasanya terdeteksi, tetapi
konsentrasi serum antibodi tersebut masih rendah (Cook, 2009).

 Silifis

Etiologi dari Penyakit Sifilis, antara lain:Penyebab sifilis ditemukan oleh


SCHAUDINN dan HOFMAN ialah Treponema palidum yang termasuk
ordo Spirochaetaceae dan genus Treponema bentuknya spiral panjang
antara 6-15 um dan lebar 0,15 um terdiri atas 8-24 lekukan. Gerakannya
berupa rotasi sepanjang aksis dan maju seperti gerakan pembuka botol
membiak secara pembelahan melintang, pada stadium aktif terjadi setiap 30
jam. Pembiakan pada umumnya tidak dapat dilakukan diluar badan. Diluar
badan kuman tersebut mudah mati sedangkan dalam darah untuk transfusi
dapat hidup sampai 72 jam.

C. Manifestasi klinis
 Gejala umum yang ditimbulkan oleh TRIKOMONIASIS ini antara lain:
 Peradangan
Pada wanita, trikomoniasis dapat menyebabkan vaginitis
(peradangan pada vagina), sedangkan pada pria dapat menyebabkan
urethritis (peradangan pada saluran kencing) di dalam penis.
 Keluarnya nanah berwarna kuning kehijau-hijauan atau abu-abu dari
vagina (bahkan terkadang berbusa).
 Bau yang kuat dan rasa sakit pada saat kencing ataupun
berhubungan seksual.
 Iritasi atau gatal-gatal di sekitar vagina.
 Sakit perut bagian bawah (jarang ditemukan).
 Pada pria biasanya keluar nanah dari penis.

Gejala Klinis Pada Wanita


 Sekret vagina seropurulen, kuning – kuning hijau – merah, bau tidak
enak, berbusa
 Dinding vagina merah, sembab, ada jaringan granulasi (strawberry
apperance)
 Dispareunia, perdarahan pascacoital, perdarahan intermenstrual.
 Iritasi lipat paha dan sekitar genital
 Uretritis, bartholinitis, skenitis, sistisis

Gejala Klinis Pada Pria


 Menyerang uretra, prostat, preputium, vesikula seminalis,
epididimitis
 sakit saat buang air kecil
 Pada urine dijumpai benang-benang halus
 sakit dan pembengkakakn dalam skrotum

 gejala klinis sifilis


 Sifilis primer: Berlangsung selama 10 - 90 hari sesudah infeksi
ditandai oleh Chancre sifilis dan adenitis regional. Papula tidak
nyeri  tampak pada tempat sesudah masuknya Treponema
pallidum. Papula segera berkembang menjadi ulkus bersih, tidak
nyeri dengan tepi menonjol yang disebut chancre. Infeksinya
sebagai lesi primer akan terlihat ulserasi (chancre) yang soliter,
tidak nyeri, mengeras, dan terutama terdapat di daerah genitalia
disertai dengan pembesaran kelenjar regional yang tidak nyeri.
Chancre biasanya pada genitalia berisi Treponema pallidum yang
hidup dan sangat menular, chancre extragenitalia dapat juga
ditemukan pada tempat masuknya sifilis primer. Chancre biasanya
bisa sembuh dengan sendirinya dalam 4 – 6 minggu dan setelah
sembuh menimbulkan jaringan parut. Penderita yang tidak diobati
infeksinya berkembang ke manifestasi sifilis sekunder.
 Sifilis Sekunder : Terjadi sifilis sekunder, 2–10 minggu setelah
chancre sembuh. Manifestasi sifilis sekunder terkait dengan
spiroketa dan meliputi ruam, mukola papuler non pruritus, yang
dapat terjadi diseluruh tubuh yang meliputi telapak tangan dan
telapak kaki; Lesi pustuler dapat juga berkembang pada daerah
yang lembab di sekitar anus dan vagina, terjadi kondilomata lata
(plak seperti veruka, abu–abu putih sampai eritematosa). Dan plak
putih  disebut (Mukous patkes) dapat ditemukan pada membran
mukosa, gejala yang  ditimbulkan dari sifilis sekunder adalah
penyakit seperti flu seperti demam ringan, nyeri kepala, malaise,
anoreksia, penurunan berat badan, nyeri tenggorokan, mialgia, dan
artralgia serta limfadenopati menyeluruh sering ada. Manifestasi
ginjal, hati, dan mata dapat ditemukan juga, meningitis terjadi 30%
penderita. Sifilis sekunder dimanifestasikan oleh pleositosis dan
kenaikan cairan protein   serebrospinal (CSS), tetapi penderita tidak
dapat menunjukkan gejala neurologis sifilis laten.
 Relapsing sifilis : Kekambuhan penyakit sifilis terjadi karena
pengobatan yang tidak tepat dosis dan jenisnya. Pada waktu terjadi
kekambuhan gejala – gejala klinik dapat timbul kembali, tetapi
mungkin juga tanpa gejala hanya perubahan serologinya yaitu dari
reaksi STS  (Serologis Test for Syfilis) yang negatif menjadi positif.
Gejala yang timbul kembali sama dengan gejala klinik pada
stadium sifilis sekunder.

D. Patofisiologis
 Trikomoniasis
Pada gadis-gadis sebelum usia pubertas, dinding vagina yang sehat tipis
dan hypoestrogenic, dengan pH lebih besar dari 4,7, pemeriksaan
dengan pembiakan (kultur) akan menunjukkan beberapa
mikroorganisma. Setelah gadis menjadi dewasa, dinding vagina
menebal dan laktobasilus menjadi mikroorganisma yang dominan, PH
vagina menurun hingga kurang dari 4,5.
Laktobasilus penting untuk melindungi vagina dari infeksi, dan
laktobasilus adalah flora dari vagina yang dominan (walaupun bukan
merupakan stau-satunya flora vagina). Masa inkubasi sebelum
timbulnya gejala setelah adanya infeksi bervariasi antara 3-28 hari.
Selama terjadinya infeksi protozoa Trichomonas vaginalis, trikomonas
yang bergerak-gerak (jerky motile trichomonads) dapat dilihat dari
pemeriksaan dengan sediaan basah. PH vagina naik, sebagaimana
halnya dengan jumlah lekosit polymorphonuclear (PMN). Lekosit PMN
merupakan mekanisme pertahanan utama dari pejamu (host/manuasia),
dan mereka merespon terhadap adanya substansi kimiawi yang
dikeluarkan trichomonas. T vaginalis merusak sel epitel dengan cara
kontak langsung dan dengan cara mengeluarkan substansi sitotoksik. T
vaginalis juga menempel pada protein plasma pejamu, sehingga
mencegah pengenalan oleh mekanisme alternatif yang ada di pejamu
dan proteinase pejamu terhadap masuknya T vaginalis.
 Sifilis

Bakteri Treponema masuk ke dalam tubuh manusia mengalami kontak,


organisme dengan cepat menembus selaput lendir normal atau suatu lesi
kulit kecil dalam beberapa jam. Kuman akan memasuki limfatik dan darah
dengan memberikan manifestasi infeksi sistemik. Pada tahap sekunder, SSP
merupakan target awal infeksi, pada pemeriksaan menunjukkan bahwa lebih
dari 30 % dari pasien memiliki temuan abnormal dalam cairan cerebrospinal
(CSF). Selama 5-10 tahun pertama setelah terjadinya infeksi primer tidak
diobati, penyakit ini akan menginvasi meninges dan pembuluh darah,
sehingga dapat mengakibatkan neurosifilis meningovaskuler. Kemudian
parenkim otak dan sumsum tulang belakang mengalami kerusakan sehingga
terjadi kondiri parenchymatousneurosifilis. Terlepas dari tahap penyakit dan
lokasi lesi, hispatologi dari sifilis menunjukkan tanda- tanda
endotelialarteritis. Endotelialarteritis disebabkan oleh pengikatan
spirochaeta dengan sel endotel yang dapat sembuh dengan jaringan parut.
E. Penatalaksanaan
 Trikomoniasis boleh diobati dengan Metronidazole 2 gr
dosis tunggal, atau 2 x 0,5 gr selama 7 hari. Mitra seksual
turut harus diobati. Pada neonatus lebih dari 4 bulan diberi
metronidazole 5 mg/kgBB oral 3 x /hari selama 5 hari.
Prognosis penyakit ini baik yaitu dengan pengambilan
pengobatan secara teratur dan mengamalkan aktivitas
seksual yang aman dan benar (Slaven, 2007). Pencegahan
bagi trikomoniasis adalah dengan penyuluhan dan
pendidikan kepada masyarakat yang dimulai pada tahap
persekolahan. Mendiagnosis dan menangani penyakit ini
dengan benar. Pencegahan primer dan sekunder
trikomoniasis termasuk dalam pencegahan penyakit
menular seksual. Pencegahan primer adalah untuk
mencegah orang untuk terinfeksi dengan trikomoniasis dan
pengamalan perilaku koitus yang aman dan selamat.
Pencegahan tahap sekunder adalah memberi terapi dan
rehabilitasi untuk individu yang terinfeksi untuk mencegah
terjadi transmisi kepada orang lain (CDC, 2007).
 Penatalaksanaan sifilis secara umum meliputi skrining
pemeriksaan infeksi menular seksual (IMS) lain termasuk
HIV. Pasien harus diberikan penjelasan secara rinci
mengenai sifilis, termasuk implikasi jangka panjang
terhadap kesehatan diri dan pasangan serta keluarganya.
Terdapat sedikit studi yang memberikan informasi
mengenai lama puasa berhubungan seksual selama
pengobatan, tetapi pasien disarankan untuk menahan diri
untuk melakukan kontak seksual sampai lesi dari sifilis
primer (jika ada) benar-benar sembuh dan sampai 2 minggu
setelah selesai pengobatan. Data klinis mengenai dosis
optimal dan lama pengobatan serta efikasi jangka panjang
dari antimikroba lain selain penisilin masih kurang.
Rekomendasi pemberian antimikroba ini hanya berdasarkan
pertimbangan laboratorium, pendapat ahli, studi kasus serta
pengalaman klinis. Penatalaksanaan secara parenteral lebih
di pilih daripada secara oral karena terapi ini dapat diamati
dan bioavailabilitasnya di jamin.
F. Komplikasi

Wanita hamil yang terkena trikomoniasis mungkin akan mengalami


komplikasi sebagai berikut:

 Melahirkan sebelum waktunya atau prematur.


 Melahirkan bayi dengan berat badan yang rendah.
 Menularkan infeksi tersebut pada bayi saat melahirkan.
 Trikomoniasis juga membuat wanita lebih rentan terkena HIV.

Tanpa pengobatan, sifilis dapat membawa kerusakan


pada seluruh tubuh. Sifilis juga meningkatkan resiko infeksi
HIV, dan bagi wanita, dapat menyebabkan gangguan selama
hamil. Pengobatan dapat membantu mencegah kerusakan di
masa mendatang tapi tidak dapat memperbaiki kerusakan yang
telah terjadi.
1 Benjolan kecil atau tumor: Disebut gummas, benjolan-
benjolan ini dapat berkembang dari kulit, tulang, hepar, atau
organ lainnya pada sifilis tahap laten. Jika pada tahap ini
dilakukan pengobatan, gummas biasanya akan hilang.
2 Masalah Neurologi: Pada stadium laten, sifilis dapat
menyebabkan beberapa masalah pada nervous sistem,
seperti:
a) Stroke
b) Infeksi dan inflamasi membran dan cairan di sekitar otak
dan spinal cord (meningitis)
c) Koordinasi otot yang buruk
d) Numbness (mati rasa)
e) Paralysis
f) Deafness or visual problems
g) Personality changes
h) Dementia
3 Masalah kardiovaskular: Ini semua dapat meliputi bulging
(aneurysm) dan inflamasi aorta, arteri mayor, dan pembuluh
darah lainnya. Sifilis juga dapat menyebabkan valvular heart
desease, seperti aortic valve stenonis.
4 Infeksi HIV
Orang dewasa dengan penyakit menular seksual sifilis atau
borok genital lainnya mempunyai perkiraan dua sampai lima
kali lipat peningkatan resiko mengidap HIV. Lesi sifilis dapat
dengan mudah perdarahan, ini menyediakan jalan yang
sangat mudah untuk masuknya HIV ke aliran darah selama
aktivitas seksual.
5 Komplikasi kehamilan dan bayi baru lahir
Sekitar 40% bayi yang mengidap sifilis dari ibunya akan
mati, salah satunya melalui keguguran, atau dapat hidup
namun dengan umur beberapa hari saja. Resiko untuk lahir
premature juga menjadi lebih tinggi.
G. Pemeriksaan

Trikomoniasis sering kali tidak terdiagnosis. Tes diagnostik yang


paling umum digunakan adalah yang terbaik 60-70% sensitif menurut
Center for Disease Control. Baik wanita dan pria, penyedia pelayanan
kesehatan harus melakukan pemeriksaan fisik dan uji laboratorium untuk
mendiagnosis trikomoniasis, antara lain sebagai berikut:
a. Wet Mount
Wet mount adalah metode yang paling umum digunakan
untuk mendiagnosis trikomoniasis. Metode ini menujukkan
sensitivitas sebesar 60%. Untuk metode ini, spesimen ditempatkan
dalam medium kultur selama 2-7 hari sebelum diperiksa. Jika
trichomonads hadir dalam spesimen asli, mereka akan berkembang
biak dan lebih mudah untuk dideteksi. Hal ini baik sangat sensitif
dan sangat spesifik.
b. VPIII Tes Identifikasi Mikroba (BD)
VPIII Tes Identifikasi mikroba (BD) adalah uji yang
mengidentifikasi DNA mikroba yang ada pada kompleks penyakit
vaginitis. Identifikasi spesies Candida, Gardnerella vaginalis, dan
Trichomonas vaginalis dapat ditemukan dari sampel vagina tunggal.
Sensitivitas tes untuk mendeteksi T. vaginalis tinggi, dan dapat
memberikan hasil hanya dalam 45 menit.
c. Trichomonas Rapid Test
Trichomonas Rapid Test adalah tes diagnostik yang
mendeteksi antigen untuk trikomoniasis. Dengan memasukkan
sampel usap vagina ke dalam tabung reaksi dengan 0,5 ml buffer
khusus dengan beberapa perlakuan dan kemudian hasilnya dapat
dibaca dalam waktu 10 menit. Uji ini lebih sensitif dibandingkan uji
wet mount.
d. Polymerase Chain Reaction
Dalam Polymerase Chain Reaction (PCR), sampel
diperlakukan dengan enzim yang memperkuat daerah tertentu dari
DNA T. vaginalis. PCR telah terbukti sebagai metode diagnostik
yang paling akurat dalam studi baru-baru ini. Namun, PCR saat ini
hanya digunakan dalam penelitian, bukan pengaturan klinis.
e. Kalium Hidroksida (KOH) "Test Whiff"
Uji ini adalah teknik dasar yang dapat digunakan sebagai
bagian dari diagnosis klinis. Pengujian dilakukan dengan
mencampurkan usapan cairan vagina dengan larutan kalium
hidroksida 10%, kemudian menciumnya. Bau amina (amis) yang
kuat bisa menjadi indikasi trikomoniasis atau vaginosis bakteri.
f. Test pH vagina
Trichomonads tumbuh terbaik di lingkungan asam kurang,
dan pH vagina meningkat mungkin merupakan indikasi
trikomoniasis. Sebuah penyedia layanan kesehatan melakukan tes
dengan menyentuhkan kertas pH pada dinding vagina atau spesimen
usap vagina, kemudian membandingkannya dengan skala warna
untuk menentukan pH.
g. Pap Smear
Uji Pap Smear adalah pemeriksaan mikroskopis dari
spesimen. Hal ini terutama digunakan sebagai tes diagnostik untuk
screening berbagai kelainan serviks dan infeksi kelamin. Meskipun
kadang-kadang dapat mendeteksi trichomonads, uji diagnosa ini
memiliki tingkat kesalahan tinggi dan tidak cocok untuk screening
kecuali digunakan bersamaan dengan tes yang lebih sensitif.
a) Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan fisik : Keadaan umum, Kesadaran, status gizi, TB,
BB, suhu, TD, nadi, respirasi.
 Pemeriksaan sistemik : Kepala (mata, hidung, telinga,
gigi&mulut), leher (terdapat perbesaran tyroid atau tidak), tengkuk,
dada (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi), genitalia, ekstremitas
atas dan bawah.

b) Pemeriksaan penunjang
Untuk menentukan diagnosis sifilis maka dilakukan
pemeriksaan klinik, serologi atau pemeriksaan dengan mengunakan
mikroskop lapangan gelap (darkfield microscope). Pada kasus tidak
bergejala diagnosis didasarkan pada uji serologis treponema dan non
protonema. Uji non protonema seperti VenerealDisease Research
Laboratory ( VDRL ). Untuk mengetahui antibodi dalam tubuh
terhadap masuknya Treponema pallidum. Hasil uji kuantitatif uji
VDRL cenderung berkorelasi dengan aktifitas penyakit sehingga amat
membantu dalam skrining, titer naik bila penyakit aktif (gagal
pengobatan atau reinfeksi) dan turun bila pengobatan cukup. Kelainan
sifilis primer yaitu chancre harus dibedakan dari berbagai penyakit
yang ditularkan melalui hubungan kelamin yaitu chancroid,
granuloma inguinale, limfogranuloma venerium, verrucae acuminata,
skabies, dan keganasan (kanker).
• Pemeriksaan laboratorium (kimia darah, ureum,
kreatinin, GDS, analisa urin, darah rutin)
h. pemeriksaan T Palidum
Cara pemeriksaannya adalah : mengambil serum dari lesi kulit
dan dilihat bentuk dan pergerakannya dengan microskop
lapangan gelap. Pemeriksaan dilakukan 3 hari berturut-turut jika
pada hasil pada hari 1 dan 2 negatif sementara itu lesi dikompres
dengan larutan garam saal bila negative bukan selalu berarti
diagnosisnya bukan sifilis , mungkin kumannya terlalu sedikit.
i. pemeriksaan TSS
TSS atau serologic test for sifilis . TSS dibagi menjadi 2 :

 Test non treponemal : pada test


ini digunakan antigen tidak spesifik yaitu kardiolopin yang
dikombinasikan dengan lesitin dan kolesterol, karena itu test
ini dsdapat memberi Reaksi Biologik Semu (RBS) atau
Biologic Fase Positif (BFP).
Contoh test non treponemal :

 Test fiksasi komplemen :


Wasseman (WR) kolmer
 Test flokulasi : VDRL
(Venereal Disease Research Laboratories). Kahn, RPR
(Rapid Plasma Reagin), ART (Automated Reagin Test),
dan RST (Reagin Screen Test).
 Tes treponemal
Test ini bersifat spesifik karena antigennya ialah treponema
atau ekstratnya dan dapat digolongkan menjadi 4 kelompok :

f) Tes immobilisasi : TPI (Treponemal Pallidium


Immbolization Test)
g) Test Fiksasi Komplemen : RPCF (Reiter Protein
Complement Fixation Test)
h) Tes Imunofluoresen : FTA-Abs (Fluorecent treponemal
Antibody Absorption Test), ada dua : IgM, IgG; FTA-
Abs DS (Fluorecent treponemal Antibody – Absorption
Double Staining)
i) Tes hemoglutisasi : TPHA (Treponemal pallidum
Haemoglutination Assay),19S IgM SPHA (Solid-phase
Hemabsorption Assay), HATTS (Hemagglutination
Treponemal Test for Syphilis), MHA-TP
(Microhemagglutination Assay for Antibodies to
Treponema pallidum).

H. Asuhan keperawatan
a) Pengkajian
1. Identitas Klien
2. Keluhan Utama
 Nyeri
 Luka
 Perubahan fungsi seksual

3. Riwayat Penyakit Riwayat Penyakit


 Riwayat penyakit sekarang : Keluhan Klien menderita infeksi
alat kelamin

 Dahulu: Riwayat keluarga mempunyai penyakit serupa,


gangguan reproduksi

4. Pemeriksaan fisik

1. Pemeriksaan bagian luar

 Rambut pubis, distribusi, bandingkan sesuai usia perkembangan


klien

 Kulit dan area pubis, adakah lesi, eritema, visura, leokoplakia


dan eksoria

 Labia mayora, minora, klitoris, meatus uretra terhadap


pemebengkakan ulkus, keluaran cairan dan nodul

2. Pemeriksaan Bagian Dalam

 Serviks: ukuran, laserasi, erosi, nodula, massa, keluaran dan


warnanya

 Raba dinding vagina: Nyeri tekan dan nodula.

 Serviks: posisi, ukuran, konsistensi, regularitas, mobilitas dan


nyeri tekan

 Uterus: ukuran, bentuk, konsistensi dan mobilitas

 Ovarium: ukuran, mobilitas, bentuk, konsistensi dan nyeri tekan

I. Dignosa keperawatan
1. Pengkajian
Perawat menghubungkan riwayat sifilis dengan kategori berikut :
1) Anamnesa
a) Ps mengeluh nyeri pada tulang.
b) Ps mengeluh tidak nafsu makan.
c) Ps mengeluh nyeri pada kepala.
d) Ps mengeluh kesemutan.
2) Pemeriksaan Fisik
1. Anoreksia dan BB menurun.
2. Demam subfebris.
3. Ulkus merah pada penis dan anus.
4. Arthritis dan paresis.

2. Diagnosa Keperawatan
 Hipertermi berhubungan dengan respons sistemik ulkus mole
 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya ulkus pada
genetalia

B. INFEKSI PASCA PARTUM


1. Definisi
Sepsis puerperal atau demam setelah melahirkan adalah
infeksi klinis pada saluran genital yang terjadi dalam 28 hari setelah
abortus atau persalinan. D itandai kenaikan suhu sampai 38⁰ atau
lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan, dengan
mengecualikan 24 jam pertama. Diukur peroral sedikitnya 4 kali
sehari disebut morbiditas puerperalis.
2. Epidemiologi
Sepsis puerperal terjadi pada sekitar 6% kelahiran di
Amerika Serikat dan kemungkinan besar merupakan penyebab
utama morbiditas dan mortilitas maternal di seluruh dunia.
3. Etiologi
Infeksi bisa timbul akibat akibat bakteria yang seringkali
ditemukan di dalam vagina (endogenus) atau akibat pemaparan pada
agen patogen dari luar vagina (eksogenus). Organisme yang paling
sering menginfeksi ialah organisme streptokokus dan bakteri
anaerobik.infeksi Staphylococcus aureus, gonococcus, koliformis,
dan klostridia jarang terjadi tetapi merupakan organisme patogen
serius yang menyebabkan infeksi pasca partum. Episiotomi atau
laserasi pada vagina atau serviks bisa membuka jalan timbulnya
sepsis.
4. Faktor Resiko
 Faktor resiko yang terjadi saat antenatal care :
 Keadaan anemia akibat malnutrisi
 Adanya kemungkinan infeksi parasit dalam abdomenal
 Terdapat bakteri komensalisme pada genetalia bawah :
a. Serviks
b. Vagina
c. Infeksi alat perkemihan
 Faktor resiko saat inpartu :
 Ketuban pecah pada saat pembukaan kecil (lebih dari 6 jam)
 Persalinan pervaginam operatif
 Persalinan yang lama dan melelahkan
 Kelahiran dengan bantuan alat
 Perdarahan
5. Manifestasi Klinis
Gejala infeksi puerperal bisa ringan atau berat. Suhu tubuh 38⁰ C
atau lebih selama 2 hari berturut – turut tidak terjadi 24 jam pertama
setelah kelahiran, harus dianggap disebabkan oleh infeksi
pascapartum.
Ibu menunjukkan gejala :
 Keletihan
 Letargi
 Kurang nafsu makan
 Menggigil
 Nyeri perineum atau distres di abdomen bawah
 Mual
 Muntah
6. Patofisiologi
Reaksi tubuh dapat berupa reaksi lokal dan dapat pula terjadi reaksi
umum. Pada infeksi dengan reaksi umum akan melibatkan syaraf
dan metabolik pada saat itu terjadi reaksi ringan limporetikularis
diseluruh tubuh, berupa proliferasi sel fagosit dan sel pembuat
antibodi (limfosit B). Kemudian reaksi lokal yang disebut inflamasi
akut, reaksi ini terus berlangsung selama menjadi proses
pengrusakan jaringan oleh trauma. Bila penyebab pengrusakan
jaringan bisa diberantas, maka sisa jaringan yang rusak disebut
debris akan difagositosis dan dibuang oleh tubuh sampai terjadi
resolusi dan kesembuhan. Bila trauma berlebihan, reksi sel fagosit
kadang berlebihan sehingga debris yang berlebihan terkumpul dalam
suatu rongga membentuk abses atau bekumpul dijaringan tubuh
yang lain membentuk flegman (peradangan yang luas dijaringan
ikat). (Sjamsuhidajat, R, 1997 ).
7. Klasifikasi
1. Infeksi uterus
 Endometritis
Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan
dalam dari rahim). infeksi ini dapat terjadi sebagai kelanjutan infeksi
pada serviks atau infeksi tersendiri dan terdapat benda asing dalam
rahim (Anonym, 2008).
Endometritis adalah infeksi yang berhubungan dengan
kelahiran anak, jarang terjadi pada wanita yang mendapatkan
perawatan medis yang baik dan telah mengalami persalinan melalui
vagina yang tidak berkomplikasi. Infeksi pasca lahir yang paling
sering terjadi adalah endometritis yaitu infeksi pada endometrium
atau pelapis rahim yang menjadi peka setelah lepasnya plasenta,
lebih sering terjadi pada proses kelahiran caesar, setelah proses
persalinan yang terlalu lama atau pecahnya membran yang terlalu
dini. Juga sering terjadi bila ada plasenta yang tertinggal di dalam
rahim, mungkin pula terjadi infeksi dari luka pada leher rahim,
vagina atau vulva.
Tanda dan gejalanya akan berbeda bergantung dari asal
infeksi, sedikit demam, nyeri yang samar-samar pada perut bagian
bawah dan kadang-kadang keluar dari vagina berbau tidak enak yang
khas menunjukkan adanya infeksi pada endometrium. Pada infeksi
karena luka biasanya terdapat nyeri dan nyeri tekan pada daerah
luka, kadang berbau busuk, pengeluaran kental, nyeri pada perut
atau sisi tubuh, gangguan buang air kecil. Kadang-kadang tidak
terdapat tanda yang jelas kecuali suhu tunbuh yang meninggi. Maka
dari itu setiap perubahan suhu tubuh pasca lahir harus segera
dilakukan pemeriksaan.
Infeksi endometrium dapat dalam bentuk akut dengan gejala
klinis yaitu nyeri abdomen bagian bawah, mengeluarkan keputihan,
kadang-kadang terdapat perdarahan dapat terjadi penyebaran seperti
meometritis (infeksi otot rahim), parametritis (infeksi sekitar rahim),
salpingitis (infeksi saluran tuba), ooforitis (infeksi indung telur),
dapat terjadi sepsis (infeksi menyebar), pembentukan pernanahan 
sehingga terjadi abses pada tuba  atau indung telur (Anonym, 2008).

Terjadinya infeksi endometrium pada saat persalinan, dimana


bekas implantasi plasenta masih terbuka, terutama pada persalinan
terlantar dan persalinan dengan tindakan pada saat terjadi keguguran,
saat pemasangan alat rahim yang kurang legeartis (Anonym, 2008).

Kadang-kadang lokia tertahan oleh darah, sisa-sisa plasenta


dan selaput ketuban. Keadaan ini dinamakan lokiametra dan dapat
menyebabkan kenaikan suhu. Uterus pada endometritis agak
membesar, serta nyeri pada perabaan dan lembek.

Pada endometritis yang tidak meluas, penderita merasa kurang


sehat dan nyeri perut pada hari-hari pertama. Mulai hari ke-3 suhu
meningkat, nadi menjadi cepat, akan tetapi dalam beberapa hari suhu
dan nadi menurun dan dalam kurang lebih satu minggu keadaan
sudah normal kembali.

Lokia pada endometritis, biasanya bertambah dan kadang-


kadang berbau. Hal ini tidak boleh dianggap infeksinya berat.
Malahan infeksi berat kadang-kadang disertai oleh lokia yang sedikit
dan tidak berbau.

Untuk mengatasinya biasanya dilakukan pemberian


antibiotik, tetapi harus segera diberikan sesegera mungkin agar
hasilnya efektif. Dapat pula dilakukan biakkan untuk menentukan
jenis bakteri, sehingga dapat diberikan antibiotik yang tepat.
 Miometritis (infeksi otot rahim)
Miometritis adalah radang miometrium. Sedangkan miometrium
adalah tunika muskularis uterus. Gejalanya berupa demam, uterus
nyeri tekan, perdarahan vaginal dan nyeri perut bawah, lokhea
berbau, purulen.
Metritis akut biasanya terdapat pada abortus septik atau infeksi
postpartum. Penyakit ini tidak brerdiri sendiri akan tetapi merupakan
bagian dari infeksi yang lebih luas yaitu merupakan lanjutan dari
endometritis. Kerokan pada wanita dengan endometrium yang
meradang dapat menimbulkan metritis akut. Pada penyakit ini
miometrium menunjukkan reaksi radang berupa pembengkakan dan
infiltarsi sel-sel radang. Perluasan dapat terjadi lewat jalan limfe atau
lewat tromboflebitis dan kadang-kadang dapat terjadi abses.
Metritis kronik adalah diagnosa yang dahulu banyak dibuat atas
dasar menometroragia dengan uterus lebih besar dari bisa, sakit
pnggang, dan leukore. Akan tetapi pembesaran uterus pada
multipara umumnya disebabkan oleh pemanbahan jaringan ikat
akibat kehamilan. Terapi dapat berupa antibiotik spektrum luas
seperti amfisilin 2gr IV per 6 jam, gentamisin 5 mg kg/BB,
metronidasol mg IV per 8 jam, profilaksi anti tetanus, efakuasi hasil
konsepsi.
 Parametritis (infeksi daerah di sekitar rahim).
Parametritis adalah radang dari jaringan longgar di dalam lig
latum. Radang ini biasanya unilatelar. Tanda dan gejala suhu tinggi
dengan demam tinggi, Nyeri unilateral tanpa gejala rangsangan
peritoneum, seperti muntah. Penyebab Parametritis yaitu :
a. Endometritis dengan 3 cara yaitu :
e) Per continuitatum : endometritis → metritis →
parametitis
f) Lymphogen
g) Haematogen : phlebitis → periphlebitis → parametritis
b. Dari robekan serviks
c. Perforasi uterus oleh alat-alat ( sonde, kuret, IUD )
2. Syok bakteremia
Infeksi kritis, terutama yuang disebabkan oleh bakteri yang
melepaskan endotoksin, bisa mempresipitasi syok bakteremia
(septic). Ibu hamil, terutama mereka yang menderita diabetes
mellitus atau ibu yang memakai obat imunosupresan, berada pada
tingkat resiko tinggi, demikian juga mereka yang menderita
endometritis selama periode pascapartum.
Demam yang tinggi dan mengigil adalh bukti patofisiologi
sepsis yang serius. Ibu yang cemas dapat bersikap apatis. Suhu tubuh
sering kali sedikit turun menjadi subnormal. Kulit menjadi dingin
dan lembab. Warna kulit menjadi pucat dan denyut nadi menjadi
cepat. Hipotensi berat dan sianosis peripheral bisa terjadi. Begitu
juga oliguria.
Temuan laboratorium menunjukkan bukti-bukti infeksi.
Biakan darah menunjukian bakteremia, biasanya konsisten dengan
hasil enteric gram negative. Pemeriksaan tambahan bisa
menunjukkan hemokonsentrasi, asidosis, dan koagulopati.
Perubahan EKG menunjukkan adanya perubahan yang
mengindikasikan insufisiensi miokard. Bukti-bukti hipoksia jantung,
paru-paru, ginjal, dan neurologis bisa ditemukan.
Penatalaksanaan terpusat pada antimicrobial, demikian juga
dukungan oksigen untuk menghilangkan hipoksia jaringan dan
dukungan sirkulasi untuk mencegah kolaps vascular. Fungsi jantung,
usaha pernafasan, dan fungsi ginjal dipantau dengan ketat.
Pengobatan yang cepat terhadap syok bakteremia membuat
prognosis menjadi baik. Dan morbiditas dan mortilitas maternal
diturunkan dengan mengendalikan distrees pernafasan, hipotensi
dan DIC (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).
3. Peritonitis

Peritonitis nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis,


tetapi dapat juga ditemukan bersama-sama dengan salpingo-ooforitis
dan sellulitis pelvika. Selanjutnya, ada kemungkinan bahwa abses
pada sellulitis pelvika mengeluarkan nanahnya ke rongga
peritoneum dan menyebabkan peritonitis.

Peritonitis, yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas


pada daerah pelvis. Gejala-gejalanya tidak seberapa berat seperti
pada peritonitis umum. Penderita demam, perut bawah nyeri, tetapi
keadaan umum tetap baik. Pada pelvioperitonitis bisa terdapat
pertumbuhan abses. Nanah yang biasanya terkumpul dalam kavum
douglas harus dikeluarkan dengan kolpotomia posterior untuk
mencegah keluarnya melalui rektum atau kandung kencing.

Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat


patogen dan merupakan penyakit berat. Suhu meningkat menjadi
tinggi, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, ada defense
musculaire. Muka penderita, yang mula-mula kemerah-merahan,
menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin; terdapat apa yang
dinamakan facies hippocratica. Mortalitas peritonitis umum tinggi.

4. Infeksi saluran kemih


Infeksi saluran kemih (ISK) terjadi pada sekitar 10% wanita
hamil, kebanyakan terjadi pada masa prenatal. Mereka yang
sebelumnya mengalami ISK memiliki kecenderungan mengidap ISK
lagi sewaktu hamil. Servisitis, vaginitis, obstruksi ureter yang
flaksid, refluks vesikoureteral, dan trauma lahir mempredisposisi
wanita hamil untuk menderita ISK, biasanya dari escherichia coli.
Wanita dengan PMS kronis, trutama gonore dan klamidia, juga
memiliki resiko. Bakteriuria asimptomatik terjadi pada sekitas 5%
nsampai 15% wanita hamil. Jika tidak diobati akan terjadi
pielonefritis pada kira-kira 30% pada wanita hamil. Kelahiran dan
persalinan premature juga dapat lebih sering terjadi.
Biakan dan tes sensitivitas urin harus dilakukan di awal
kehamilan, lebih disukai pada kunjungan pertama, specimen diambil
dari urin yang diperoleh dengan cara bersih. Jika didiagnosis ada
infeksi, pengobatan dengan antibiotic yang sesuai selama dua sampai
tiga minggu, disertai peningkatan asupan air dan obat antispasmodic
traktus urinarius.
5. Septicemia dan piemia
Pada septicemia kuman-kuman yang ada di uterus, langsung
masuk ke peredaran darah umum dan menyebabkan infeksi umum.
Adanya septicemia dapat dibuktikan dengan jalan pembiakan
kuman-kuman dari darah. Pada piemia terdapat dahulu
tromboflebitis pada vena-vena diuterus serta sinus-sinus pada bekas
tempat plasenta. Tromboflebitis ini menjalar ke vena uterine, vena
hipogastrika, dan/atau vena ovarii (tromboflebitis pelvika). Dari
tempat-tempat thrombus itu embolus kecil yang mengandung
kuman-kuman dilepaskan. Tiap kali dilepaskan, embolus masuk
keperedaran darah umum dan dibawa oleh aliran darah ketempat-
tempat lain, antaranya ke paru-paru, ginjal, otak, jantung, dan
sebagainya, dan mengakibatkan terjadinya abses-abses ditempat-
tempat tersebut. Keadaan ini dinamakan piemia.

Kedua-duanya merupakan infeksi berat namun gejala-gejala


septicemia lebih mendadak dari piemia. Pada septicemia, dari
permulaan penderita sudah sakit dan lemah. Sampai tiga hari
postpartum suhu meningkat dengan cepat, biasanya disertai
menggigil. Selanjutnya, suhu berkisar antara 39 - 40°C, keadaan
umum cepat memburuk, nadi menjadi cepat (140 - 160 kali/menit
atau lebih). Penderita meninggal dalam enam sampai tujuh hari
postpartum. Jika ia hidup terus, gejala-gejala menjadi seperti piemia.
Pada piemia, penderita tidak lama postpartum sudah merasa
sakit, perut nyeri, dan suhu agak meningkat. Akan tetapi gejala-
gejala infeksi umum dengan suhu tinggi serta menggigil terjadi
setelah kuman-kuman dengan embolus memasuki peredaran darah
umum. Suatu ciri khusus pada piemia   ialah   berulang-ulang   suhu 
meningkat  dengan  cepat  disertai menggigil, kemudian diikuti oleh
turunnya suhu. Ini terjadi pada saat dilepaskannya embolus dari
tromboflebitis pelvika. Lambat laun timbul gejala abses pada paru-
paru, pneumonia dan pleuritis. Embolus dapat pula menyebabkan
abses-abses di beberapa tempat lain.

Pemeriksaan Penunjang
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah : Hemoglobin dan Hematokrit 12-24 jam post partum (jika
Hb < 10 g% dibutuhkan suplemen FE), eritrosit, leukosit,
Trombosit.
b. Klien dengan Dower Kateter diperlukan culture urine.

c. Pemeriksaan Mikroskopis Urine : guna pemeriksaan mikroskopis


urine adalah untuk melihat kelainan ginjal dan salurannya (stadium,
berat ringannya penyakit)
d. Pemeriksaan protein urine : Ditemukan protein dalam urine tetapi
kelainan yang terjadi tidak menandakan adanya indikasi penyakit.
Normalnya tidak boleh sampai + 1.
e. Pemeriksaan glukosa urin : Pada keadaan normal tidak ditemukan
glukosa disalam urine. Karena molekul glukosa besar dan ginjal
akan menyerap kembali hasil filtrasi dari glumerulus (Normal : 1
-25 mg/ dL )

Penatalaksanaan

 Masa Persalinan
j) Hindari pemeriksaan dalam berulang, lakukan bila ada indikasi
dengan sterilitas yang baik, apalagi bila ketuban telah pecah.
k) Hindari partus terlalu lama dan ketuban pecah lama.
l) Jagalah sterilitas kamar bersalin dan pakailah masker, alat-alat harus
suci hama.
m) Perlukaan-perlukaan jalan lahir karena tindakan baik pervaginam
maupun perabdominal dibersihkan, dijahit sebaik-baiknya dan
menjaga sterilitas.
n) Pakaian dan barang-barang atau alat-alat yang berhubungan dengan
penderita harus terjaga kesuci-hamaannya.
o) Perdarahan yang banyak harus dicegah, bila terjadi darah yang
hilang harus segera diganti dengan transfusi darah.
p) Masa Nifas
q) Luka-luka dirawat dengan baik jangan sampai kena infeksi, begitu
pula alat-alat dan pakaian serta kain yang berhubungan dengan alat
kndung kencing harus steril.
r) Penderita dengan infeksi nifas sebaiknya diisolasi dalam ruangan
khusus, tidak bercampur dengan ibu sehat.
s) Tamu yang berkunjung harus dibatasi.
 Masa Kehamilan
Mengurangi atau mencegah faktor-faktor predisposisi seperti
anemia, malnutrisi dan kelemahan serta mengobati penyakit-penyakit yang
diderita ibu. Pemeriksaan dalam jangan dilakukan kalau tidak ada indikasi
yang perlu. Begitu pula koitus pada hamil tua hendakn hendaknya dihindari
atau dikurangi dan dilakukan hati-hati karena dapat menyebabkan pecahnya
ketuban, kalau ini terjadi infeksi akan mudah masuk dalam jalan lahir.

 Pencegahan infeksi postpartum :


 Anemia diperbaiki selama kehamilan. Berikan diet yang baik.
Koitus pada kehamilan tua sebaiknya dilarang.
 Membatasi masuknya kuman di jalan lahir selama persalinan.
Jaga persalinan agar tidak berlarut-larut. Selesaikan persalinan
dengan trauma sesedikit mungkin. Cegah perdarahan banyak
dan penularan penyakit dari petugas dalam kamar bersalin.
Alat-alat persalinan harus steril dan lakukan pemeriksaan
hanya bila perlu dan atas indikasi yang tepat.
 Selama nifas, rawat higiene perlukaan jalan lahir. Jangan
merawat pasien dengan tanda-tanda infeksi nifas bersama
dengan wanita sehat yang berada dalam masa nifas.

 Penanganan umum
1. Antisipasi setiap kondisi (faktor predisposisi dan masalah
dalam proses persalinan) yang dapat  berlanjut menjadi
penyulit/komplikasi dalam masa nifas.
2.Berikan pengobatan yang rasional dan efektif bagi ibu yang
mengalami infeksi nifas.
3.Lanjutkan pengamatan dan pengobatan terhadap masalah atau
infeksi yang dikenali pada saat kehamilan ataupun persalinan.
4.Jangan pulangkan penderita apabila masa kritis belum
terlampaui.
5.Beri catatan atau instruksi tertulis untuk asuhan mandiri di
rumah dan gejala-gejala yang harus diwaspadai dan harus
mendapat pertolongan dengan segera.
6.Lakukan tindakan dan perawatan yang sesuai bagi bayi baru
lahir, dari ibu yang mengalami infeksi pada saat persalinan. Dan
Berikan hidrasi oral/IV secukupnya.
 Pengobatan secara umum
 Sebaiknya segera dilakukan pembiakan (kultur) dan sekret
vagina, luka operasi dan darah serta uji kepekaan untuk
mendapatkan antibiotika yang tepat dalam pengobatan.,
 Berikan dalam dosis yang cukup dan adekuat.
 Karena hasil pemeriksaan memerlukan waktu, maka berikan
antibiotika spektrum luas (broad spektrum) menunggu hasil
laboratorium.
 Pengobatan mempertinggi daya tahan tubuh penderita, infus
atau transfusi darah diberikan, perawatan lainnya sesuai
dengan komplikasi yang dijumpai.
 Penanganan infeksi postpartum :
1.Suhu harus diukur dari mulut sedikitnya 4 kali sehari.
2. Berikan terapi antibiotik, Perhatikan diet. Lakukan transfusi
darah bila perlu, Hati-hati bila ada abses, jaga supaya nanah
tidak masuk ke dalam rongga perineum.

Asuhan Keperawatan

Pengkajian

 Data demografi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, agama, suku


bangsa, alamat.
 Keluhan utama : adanya nyeri perubahan fungsi seksual, luka.
 Riwayat penyakit dahulu : apakah klien dan keluarga pernah
menderita penyakit yang sama.
 Riwayat penyakit sekarang : klien mengalami infeksi alat kelamin
 Riwayat seksual, termasuk riwayat PMS sebelumnya, jumlah
pasangan seksual pada saat ini, frekuensi aktifitas seksual secara
umum.
 Gaya hidup, penggunaan obat intravena atau pasangan yang
menggunakan obat intravena; merokok, alcohol, gizi buruk, tingkat
stress yang tinggi.
 Pemeriksaan fisik bagian luar,
1. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan Umum : Tingkat energi, self esteem, tingkat
kesadaran.
 BB, TB, LLA, Tanda Vital normal (RR konsisten, Nadi
cenderung bradi cardy, suhu 36,2-38, Respirasi 16-24)
 Kepala : Rambut, Wajah, Mata (conjunctiva), hidung,
Mulut, Fungsi pengecapan; pendengaran, dan leher.
 Breast : Pembesaran, simetris, pigmentasi, warna kulit,
keadaan areola dan puting susu, stimulation nepple erexi.
Kepenuhan atau pembengkakan, benjolan, nyeri, produksi
laktasi/kolostrum. Perabaan pembesaran kelenjar getah
bening diketiak.
 Abdomen : teraba lembut , tekstur Doughy (kenyal),
musculus rectus abdominal utuh (intact) atau terdapat
diastasis, distensi, striae. Tinggi fundus uterus, konsistensi
(keras, lunak, boggy), lokasi, kontraksi uterus, nyeri,
perabaan distensi blas.
 Anogenital : Lihat struktur, regangan, udema vagina,
keadaan liang vagina (licin, kendur/lemah) adakah hematom,
nyeri, tegang. Perineum : Keadaan luka episiotomy,
echimosis, edema, kemerahan, eritema, drainage. Lochia
(warna, jumlah, bau, bekuan darah atau konsistensi , 1-3 hr
rubra, 4-10 hr serosa, > 10 hr alba), Anus : hemoroid dan
trombosis pada anus.
 Muskoloskeletal : Tanda Homan, edema, tekstur kulit, nyeri
bila dipalpasi, kekuatan otot.

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan memberikan gambaran tentang masalah atau
status kesehatan klien yang nyata (actual) dan kemungkinan akan terjadi
(resiko) dimana pemecahannya dalam batas wewenang perawat. Diagnosa
yang mungkin muncul antara lain :
a. nyeri akut berhubungan dengan distensi abdomen, after pains,
distensi kandung kemih.
b. Risiko penyebaran infeksi berhubungan dengan rauma
persalinan, jalan lahir, dan infeksi nasokomial.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat, anoreksia, mual, muntah, dan
pembatasan medis.
d. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan, retensi urine.
e. Aktivitas intoleran berhubungan dengan efek anesthesia,
terpasang infus.
f. Kurang pengetahuan tentang cara perawatan diri dan bayi
berhubungan dengan kurang informasi.
g. Cemas berhubungan dengan kurang informasi tentang status
kesehatan bayi, peralihan sebagai orang tua.
Intervensi Keperawatan
Rencana keperawatan merupakan mata rantai penetapan kebutuhan
pasien dan pelaksanaan tindakan keperawatan. Dengan demikian rencana
asuhan keperawatan adalah petunjuk tertulis yang menggambarkan secara
tepat mengenai rencana tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien
sesuai dengan kebutuhan berdasarkan diagnosa keperawatan, rencana
asuhan keperawatan pada klien post partum menurut (Dongoes, 1994 : 417).
a. nyeri berhubungan dengan luka insisi, distensi abdomen, after
pains, distensi kandung kemih.
Tujuan :
Dalam waktu 3 hari, rasa nyeri berkurang atau hilang
Kriteria evaluasi :
3) Tanda-tanda vital normal (nadi 60-80 x/menit,
respirasi 18-24 x/menit),
4) Tidak meringis,
5) Kegiatan tidak terganggu dengan rasa nyeri.
6) Skala nyeri
Intervensi Rasional
a. Tentukan skala nyeri dan 1. Untuk mengenal indikasi
intensitas nyeri, pantua tekanan kemajuan atau
darah, nadi dan pernafasan penyimpangan dari hasil
setiap 4 jam. yang diharapkan.
b. Anjurkan klien untuk 2. Relaksasi dan nafas dalam
menggunakan teknik relaksasi dapat mengurangi
dan nafas dalam serta teknik ketegangan otot dan
distraksi (untuk nyeri ringan menghambat rangsang nyeri
dan sedang). serta menambah pemasukan
oksigen. Distraksi
mengganggu stimulus nyeri
tetapi tidak mengubah
intensitas nyeri, paling baik
untuk periode pendek.
c. Anjurkan posisi tidur miring. 3. Mempermudah pengeluaran
gas
d. Berikan obat analgetik sesuai 4. Analgetik bersifat
order menghambat reseptor nyeri,
sehingga persepsi nyeri
berkurang/hilang
b. Resiko Penyebaran Infeksi berhubungan dengan trauma
persalinan, jalan lahir, dan infeksi nasokomial.
Tujuan :
Dalam 3 hari setelah proses persalinan, infeksi tidak
terjadi
Kriteria evaluasi :
A. Tanda-tanda vital dalam batas normal (nadi 60-80
x/menit, suhu tidak lebih dari 38 0C),
B. Insisi kering
C. Lochea tidak berbau busuk
D. Uterus tidak lembek
E. Dolor : 1 - 2
F. Kalor : 36’5 – 37’2 C
G. Rubbor : Normal
H. Function laesa : normal

Intervensi Rasional
6 Lakukan perawatan luka dengan j. Akan meminimalkan dan
teknik aseptic dan anti septic. mencegah kontaminasi dan
atau masuknya
mikroorganisme.
7 Observasi adanya tanda-tanda k. Akan memudahkan
infeksi pada daerah luka : dolor, intervensi lebih dini dan
kalor, rubor dan function laesa. intervensi selanjutnya.
8 Berikan antibiotic sesuai order l. Antibiotik bersifat
dan kolaborasi untuk bakterisida dan adanya
pemeriksaan leukosit. leukositosis merupakan
salah satu tanda infeksi.
9 Anjurkan untuk makan m. Protein dan viatamin C
makanan tinggi protein, vitamin dibutuhkan untuk
C dan zat besi. pertumbuhan jaringan dan
zat besi untuk pembentukan
hemoglobin.

c. Gangguan pola eliminasi urine berhubungan dengan retensi


urine.
Tujuan :
Dalam waktu 2 hari pola eliminasi urine tidak
terganggu.
Kriteria Evaluasi :
1. Klien dapat Buang air kecil setelah diangkat kateter
2. Terhindar dari infeksi system urine.
Intervensi Rasional
1. Rawat perineum dan kateter  Mencegah agar
secara rutin dan teratur. tidak mendukung
pertumbuhan bakteri.
2. Tempatkan kantung kencing  Untuk mencegah
bila dipasang kateter lebih refluk, sehingga tidak
rendah dari pasien. tumbuh bakteri
3. Ajarkan teknik merangsang  Klien biasanya
kencing setelah diangkat kateter bisa buang air kecil setelah
seperti siram daerah kandung 6-8 jam setelah
kemih dengan air dan anjurkal pengangkatan kateter. Posisi
klien duduk. duduik dapatmenimbulkan
4. Angkat kateter sesuai ketentuan rasa penuh sehingga klien
biasanya 6-12 jam post operasi terangsang untuk kencing.
 Untuk
menghindari pertumbuhan
bakteri.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Radang atau infeksi pada alat-alat genetal dapat timbul secara akut
dengan akibat meninggalnya penderita atau penyakit bisa sembuh sama
sekali tanpa bekas atau dapat meninggalkan bekas seperti penutupan
lumen tuba. Salah satu dari infeksi tersebut adalah pelviksitis,
serviksitis, adneksitis dan salpingitis. Sepsis puerperal atau demam
setelah melahirkan adalah infeksi klinis pada saluran genital yang
terjadi dalam 28 hari setelah abortus atau persalinan. Ditandai kenaikan
suhu sampai 38⁰ atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca
persalinan, dengan mengecualikan 24 jam pertama. Pada umumnya
penyakit penyakit yang terjadi memiliki tanda dan gejala serta
penanganan masing masing , untuk mencegahnya diperlukan kebersihan
diri dari setiap masing masing individu.
B. SARAN

Dengan makalah ini penulis berharap, mahasiswa dapat memahami konsep


teori beserta asuhan keperawatan pada infeksi postpartum, karena
infeksi postpartum rentan ditemui terutama pada wanita yang
mengalami gangguan pada sistem imun, sebagai tim medis harus
berusaha semaksimal mungkin untuk mencegah terjadinya infeksi pada
postpartum, sehingga secara tidak langsung dapat mengurangi
morbiditas dan mortalitas.

DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo,Sarwono, 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina


Pustaka

Prof.Dr.I.B.G Manuaba, S.p.O.G (k), dr.I.A Chandranita Manuaba,S.p.O.G


dkk. Pengantar Kuliah Obtetri.2010.Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Lilis Lisnawati, S.ST.,M.Keb. Asuhan kebidanan terkini kegawatdaruratan
maternal dan neonatal. 2014. Jakarta : CV. Trans info Media

Prof.Dr. Hanifah Wikjoksastro Sp.OG, Prof.Dr. Sarwono Prawirohardjo


Sp.OG. Ilmu Kandungan. 2010. Jakarta : Yayasan bina pustaka
sarwono

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/109/jtptunimus-gdl-
masrikhahr-5415-3-babii.pdf

http://eprints.umm.ac.id/23438/1/jiptummpp-gdl-dwimirayun-
42754-2-babi.pdf

Siregar, RS. 1991. Penyakit Jamur Kulit. Palembang: Lab Ilmu Penyakit


Kulit dan Kelamin FK UNSRI/RSU Palembang.

Suprihatin, SD. 1982. Candida dan Kandidiasis pada Manusia.Fakultas


Kedokteran Universitas Airlangga. Jakarta
Manuaba, I.B.G dkk. 2003. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC
Bobak, dkk. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai