Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit ginjal kronis  merupakan masalah kesehatan
masyarakat di seluruh dunia dan sekarang dikenal sebagai kondisi
umum yang dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit jantung dan
gagal ginjal kronis .
Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori yang luas
yakni kronik dan akut. Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan
gagl ginjal yang progresif dan lambat (biasanya berlangsung beberapa
tahun), sebaliknya gagal ginjal akut terjadi dalam beberapa hari atau
beberapa minggu. Pada kedua kasus tersebut, ginjal kehilangan
kemampuannya untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan
tubuh dalam keadaan asupan makanan normal. Meskipun
ketidakmampuan fungsional terminal sama pada kedua jenis gagal
ginjal ini, tetapi gagal ginjal akut mempunyai gambaran khas dan akan
dibahas secara terpisah.
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit
yang merusak massa nefron ginjal. Sebagian besar penyakit ini
merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral, meskipun lesi
obstruktif pada traktus urinarius juga dapat menyebabkan gagal ginjal
kronik. Pada awalnya, beberapa penyakit ginjal terutama menyerang
glomerulus (glomerulonefritis), sedangkan jenis yang lain terutama
menyerang tubuls ginjal (pielonefritis atau penyakit polikistik ginajl)
atau dapat juga mengganggu perfusi darah pada parenkim ginjal
(nefrosklerosis). Namun, bila proses penyakit tidak dihambat, maka
pada semua kasus seluruh nefron akhirnya hancur dan diganti dengan
jaringan parut.
Meskipun penyebabnya banyak, manifestasi klinis gagal ginjal
kronik sangat mirip satu sama lain karena gagal ginjal progresif dapat

1
didefinisikan secara sederhana sebagai defisiensi jumlah total nefron
yang berfungsi dan kombinasi gangguan yang tidak pasti tidak adapat
dielakkan lagi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan gagal ginjal kronik?
2. Bagaimana etiologi gagal ginjal kronik?
3. Bagaimana perjalanan klinisnya ?
4. Apa tanda dan gejalanya?
5. Bagaimana pendekatan diagnostiknya?
6. Apa komplikasi  gagal ginjal kronik?

C. Tujuan
1. Mengetahui defenisi dari gagal ginjal kronik.
2. Mengatahui epidemiologi, etiopatogenesis, dan klasifikasi gagal
ginjal kronik.
3. Mengetahui gambaran klinik dan patofisiologi serta pemeriksaan
fisik
4. Mengetahui diagnosis dan terapi untuk gagal ginjal kronik.
5. Mengetahui komplikasi dan prognosis dar gagal ginjal kronik.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal progresif yang
berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen
lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak
dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal). (Nursalam, 2006)
Gagal ginjal kronik adalah suatu sindrom klinis yang
disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun,
berlangsung progresif dan cukup lanjut. Hal ini terjadi apabila laju
filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 50 mL/menit. (Suhardjono, dkk,
2001)
Adapun kriteria penyakit ginjal kronik adalah :
1. Kerusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, berupa
kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan
laju filtrasi glomerulus (LGF), berdasarkan :
a. Kelainan patologik atau
b. Pertanda kerusakan ginjal, termasuk kelainan pada komposisi
darah atau urin, atau kelainan pada pemerikasaan
pencitaraan.
2. LFG <60 ml/menit/1,73 m2 yang terjadi selama 3 bulan atau lebih,
dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
Dari beberapa pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa
gagal ginjal kronis adalah adanya kerusakan fungsi ginjal secara
progresif sehingga tubuh akan mengalami gangguan karena ginjal
tidak mampu mempertahnkan substansi tubuh dalam keadaan
nomal.

3
B. Etiologi
Penyebab GGK termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit
vaskuler (nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen
(luris sutemik), agen nefrotik (amino glikosida), penyakit endokrin
(diabetes). (Doenges, 1999; 626)
Penyebab GGK menurut Price, 1992; 817, dibagi menjadi delapan
kelas, antara lain:
Infeksi misalnya pielonefritis kronik
a. Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
b. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis
c. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus
sistemik, poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif
d. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal
polikistik,asidosis tubulus ginjal
e. Penyakit metabolik misalnya
DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis
f. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati
timbale
g. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli
neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah:
hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher
kandung kemih dan uretra
C. Manifestasi Klinik
1. Manifestasi klinik menurut (Long, 1996 : 369) :
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental,
berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresi
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah,
nafas dangkal atau sesak nafas baik waktu ada kegiatan atau
tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada
tapi mungkin juga sangat parah.

4
2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain :
Hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem
renin - angiotensin – aldosteron), gagal jantung kongestif dan
udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat
iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia,
mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan
tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi)
3. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Kardiovaskuler : Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema
pulmoner, perikarditis pitting edema (kaki, tangan, sacrum),
edema periorbital friction rub pericardial, pembesaran vena
leher
b. Integumen : Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering
bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis
dan kasar
c. Pulmoner : Krekels, sputum kental dan liat, nafas dangkal,
pernafasan kussmaul
d. Gastrointestinal : Nafas berbau ammonia, ulserasi dan
perdarahan mulut, anoreksia, mual, muntah, konstipasi dan
diare, perdarahan saluran cerna
e. Neurologi : Kelemahan dan keletihan, konfusi/ perubahan
tingkat kesadaran, disorientasi, kejang, kelemahan pada
tungkai, rasa panas pada telapak kaki, perubahan perilaku
f. Muskuloskeletal : Kram otot, kekuatan otot hilang,kelemahan
pada tungkai Fraktur tulang, Foot drop
g. Reproduktif : Amenore, Atrofi testekuler

Tanda dan gejala yang sering dijumpai pada gagal ginjal kronis,
sebagai berikut :

Kardiovaskuler :
a. Hipertensi

5
b. Pitting edema (kaki, tangan,    sakrum)
c. Edema periorbital
d. Friction rub perikardial
e. Pembesaran vena leher    Gastrointestinal :
f. Napas berbau amonia
g. Ulserasi dan perdarahan pada mulut
h. Anoreksia, mual dan muntah
i. Konstipasi dan diare
j. Perdarahan pada saluran GI

Integumen :
a. Warna kulit abu-abu mengkilat
b. Kulit kering, bersisik
c. Pruritus
d. Ekimosis
e. Kuku tipis dan rapuh
f. Rambut tipis dan rapuh    Neurologi :
g. Kelemahan dan keletihan
h. Konfusi
i. Disorientasi
j. Kejang
k. Kelemahan pada tungkai
l. Rasa panas pada telapak kaki
m. Perubahan perilaku

Pulmoner :
a. Krekels
b. Sputum kental dan liat
c. Napas dangkal
d. Pernapasan kussmaul    Muskuloskeletal :
e. Kram otot

6
f. Kekuatan otot hilang
g. Fraktur tulang
h. Foot drop

Reproduktif :
a. Amenore
b. Atrofi testikuler
c. Penurunan libido
d. Impotensi
e. Infertilitas     Tulang dan sendi
f. Hiperparatiroidisme
g. Defisiensi vitamin D
h. Gout
i. Pseudogout
j. Kalsiifikasi ekstra tulang.

Penjelasan gejala-gejala klinik yang lain dari gagal ginjal kronis :

Hipertensi
Hipertensi sering ditemukan dan dapat diakibatkan oleh
meningkatnya produksi renin dan angiotensin, atau akibat
kelebihan volume yang disebabkan olleh retensi garam dan air.
Keadaan ini dapat mencetuskan gagal jantung dan mempercepat
kemerosotan GFR bila tidak dikendalikan dengan baik.

Kelainan kardiopulmoner
Gagal jantung kongestif dan edema paru-paru terjadi akibat
kelebihan kelebihan volume. Aritma jantung  dapat terjadi akibat
hiperkalemia. Perikarditis uremia mungkin terjadi pada penderita
uremia dan juga dapat muncul pada pasien yang sudah mendapat
dialisis.

7
Kelainan hematologi
Selain anemia, pasien dengan gagal ginjal memiliki waktu
perdarahan yang lebih lama dan kecenderungan untuk berdarah,
meskipun waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial, dan
hitung trombosit normal. Mukosa gastrointestinal adalah tempat
yang paling lazim untuk perdarahan uremia.

Efek gastrointestinal
Anoreksia, mual, dan muntah-muntah terjadi pada uremia.
Perdarahan gastrointestinal sering ditemukan dan dapat
diakibatkan oleh bgastritis erosif dan angiodisplasia. Kadar amilase
serum dapat meningkat sampai tiga kali kadar normal karena
menurunnya bersihan ginjal.

Osteodistrofi ginjal
Hiperparatiroidisme menyebabkan osteitis fibrosa kistika dengan
pola radiologik yang klasik berupa resorpsi tulang subperiostial
(yang paling mudah dilihat pada falangs distal dan falangs
pertengahan jari kedua dan ketiga), osteomalasia, dan kadang-
kadang osteoporosis.

Efek neuromuscular
Neuropati uremia terutama melibatkan tungkai bawah dapat
menyebabkan gejala “restless leg”, mati rasa, kejang, dan foot drop
bila berat. Penurunan status jiwa, hiperrefleksia, klonus, asteriksis,
koma, dan kejang mungkin terjadi pada uremia yang telah parah.

Efek imunologis
Pasien dengan gagal ginjal dapat sering mengalami infeksi
bakterial yang berat karena menurunnya fungsi limfosit dan
granulosit akibat beredarnya toksin uremia yang tidak dikenal.

8
Efek dermatologis
Pruritus sering ditemukan pada pasien dengan gagal ginjal kronis.

Obat
Banyak obat nefrotoksik dapat memperburuk fungsi ginjal dan
harus dihindari (NSAID, aminoglikosida). Dosis obat-obat mungkin
terpaksa diatur pada pasien dengan gagal ginjal.
Uremia berkepanjangan merupakan hasil akhir semua penyakit
ginjal. Adapun manifestasi sisemik utama pada gagal ginjal kronik
dan uremia sebagai berikut :
Cairan dan Elektrolit :
1. Dehidrasi
2. Edema
3. Hiperkalemia
4. Asidosis metabolik    Kalsium Fosfat dan Tulang :
5. Hiperfosfatemia
6. Hipokalsemi
7. Hiperparatiroidisme sekunder
8. Osteodistrofi renal

Kardiopulmonal :
1. Hipertensi
2. Gagal Jantung kongestiv
3. Edema Paru
4. Perikarditis uremik    Gastrointestinal :
5. Nausea dan vomitus
6. Perdarahan
7. Esofagitis, gastritis, kolitis

Neuromuskuler :
1. Miopati

9
2. Neuropati perifer
3. Ensefalopati     Dermatologik :
4. Warna pucat
5. Pruritis
6. Dermatitis
7. Hematologik :
8. Anemia
9. Diatesis perdarahan   

D. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk
glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak
(hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan
memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode
adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari
nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih
besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik
disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak
bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik
dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan
muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal
telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian
nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah
itu.( Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah.
Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin
banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat.
Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth,
2001 : 1448).

10
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi lima
stadium yaitu:
1. Stadium 1
Bila kadar gula tidak terkontrol, maka glukosa akan dikeluarkan
lewat ginjal secara berlebihan. Keadaan ini membuat ginjal
hipertrofi dan hiperfiltrasi. Pasien akan mengalami poliuria.
Perubahan ini diyakini dapat menyebabkan glomerulusklerosis
fokal, terdiri dari penebalan difus matriks mesangeal dengan
bahan eosinofilik disertai penebalan membran basalin kapiler.
2. Stadium 2
Insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak,
Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum
meningkat.
3. Stadium 3
Glomerulus dan tubulus sudah mengalami beberapa kerusakan.
Tanda khas stadium ini adalah mikroalbuminuria yang menetap,
dan terjadi hipertensi.
4. Stadium 4
Ditandai dengan proteinuria dan penurunan GFR. Retinopati dan
hipertensi hampir selalu ditemui.
5. Stadium 5
Adalah stadium akhir, ditandai dengan peningkatan BUN dan
kreatinin plasma disebabkan oleh penurunan GFR yang cepat.
Sesuai dengan test kreatinin klirens, maka GGK dapat di
klasifikasikan menjadi 4, dengan pembagian sebagai berikut :
1. 100-76 ml/mnt, disebut insufisiensi ginjal berkurang.
2. 75-26 ml/mnt, disebut insufisiensi ginjal kronik.
3. 25-5 ml/mnt, disebut gagal ginjal kronik.
4. < 5 ml/mnt, disebut gagal ginjal terminal.

11
E. Pemeriksaan Penunjang :
1. Pemeriksaan laboratorium :
Sementara massa nefron dan fungsi ginjal berkurang, ginjal
menjadi tidak mampu mengatur cairan, elektrolit, dan sekresi
hormon.
a. Natrium
Bila GFR turun di bawah 20-25 mL/menit, ginjal menjadi tidak
mampu mengekskresi beban natrium ataupun menyimpan
natrium; ini sering menyebabkan retensi natrium dengan akibat
edema, hipertensi dan gagal jantung kongestif. Sejumlah kecil
pasien (1-2%) menderita nefropati “membuang garam” (salt
wasting nephropathy), yang mengakibatkan kekurangan
natrium meskipun diet natrium tak dibatasi. Pasien ini biasanya
memilki penyakit ginjal interstisial yang mendasari dan mungkin
membutuhkan tambahan garam dalam diet untuk
mempertahankan keseimbangan natrium.
b. Air
Sementara fungsi ginjal memburuk, kemampuan ginjal untuk
memekatkan dan mengencerkan urin menjadi terganggu, dan
kadar urin menjadi isotonik. Tetapi, mekanisme rasa haus yang
masih utuh biasanya dapat mempertahankan keseimbangan air
sampai perjalanan penyakit telah lanjut. Pembatasan air yang
berat dapat mengakibatkan hipernatremia, menurunnya
ekskresisolut, dan kenaikan BUN dan kreatinin serum;
sementara asupan air yang terlalu banyak menyebabkan
hiponatremia.
c. Kalium
Keseimbangan kalium dipertahankan oleh peningkatan sekresi
di tubulus distal dan peningkatan ekskresi gastrointestinal lewat
peningkatan kadar aldosteron. Tetapi, bila GFR turun sampai
10 mL/menit pasien dapat mengalami hiperkalemia kalau

12
sistemnya diberi tekanan oleh beban kalium akibat peningkatan
konsumsi buah, sayur-mayur, atau garam kalium (pengganti
garam) ; pemberian obat tertentu misalnya antagonis-
aldosteron (spironolakton, triamterin) dan penghambat enzim
pengubah angiotensin (ACEis); asidosis metabolik; atau
asidosis tubulus ginjal tipe IV.
d. Keseimbangan Asam-Basa
Asidosis hiperkloremik. Asidosis metabolik hiperkloremik tanpa
celah anion (nonanion gap) dapat terjadi pada awal gagal
ginjal, terutama pada pasien dengan penyakit tubulointestinal
yang kronik. Ini terjadi karena ginjal tidak mampu meningkatkan
produksi amonia dan ekskresi ion hidrogen.
    Asidosis dengan kenaikan celah anion. Asidosis  metabolik
celah anion terjadi akibat akumulasi anion fosfat dan sulfat
yang tak terukur.
e. Kalsium, Fosfor, dan Mangnesium
Hipokalsemia terjadi akibat menurunnya produksi 1,25-
dihidroksikolekalsiferol (vitamin D) oleh ginjal, yang
menyebabkan berkurangnya absorpsi kalsium oleh sistem
gastrointestinal. Sementara GFR menurun, ekskresi fosfat juga
berkurang, mengakibatkan peningkatan fosfor serum.
Hiperfosfatemi juga menybabkan kadar ion kalsium dalam
serum. Hipokalsemia merangsang absorpsi sekresi hormon
patiroid (PTH), yang mengakibatkan penyakit tulang
hiperparatiroid (oeteitis fibrosa). Hipermagnesemia biasanya
ringan dan asimptomatis. Pemberian laksatif, enema, atau
antasida yang mengandung magnesium dapat menyebabkan
hipermagnesia simptomatis yang mengakibatkan gejala
neuromuskuler (letargi, kelemahan, paralisis, kegagalan
pernapasan).

13
f. Anemia
Anemia terutama terjadi akibat menurunnya sintesis
eritropoietein pada ginjal. Sediaan apus darah tepi
mengungkapkan anemia normokromik, normostik dengan
sedikit sel burr dan sel helmet. Besi, feritin, dan transferin
dalam serum biasanya normal kecuali kalau terdapat
perdarahan gastrointestinal, atau terjadi kehilangan darah
selama dialisis. Terapi penggantian dengan eritropoietin
rekombinan manusia dapat memperbaiki anemia.
1) Darah : ureum, kreatinin, elektrolit, serta osmolaritas.
2) Urin : ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas, dan berat
jenis.
3) Kenaikan sisa metabolisme proteinureum kreatinin dan
asam urat.
4) Gangguan keseimbangan asa m basa : asidosis
metabolik.
5) Gangguan keseimbangan elektrolit : hiperkalemia,
hipernatremia atau hiponatremia, hipokalsemia dan
hiperfosfatemia. 
6) Volume urine biasanya kurang dari 400 ml/24 jam yang
terjadi dalam 24 jam setelah ginjal rusak.
7) Warna urine : kotor, sedimen kecoklatan menunjukan
adanya darah, Hb, Mioglobin, porfirin.
8) Berat jenis urine : kurang dari 1,020 menunjukan penyakit
ginjal, contoh : glomerulonefritis, piolonefritis dengan
kehilangankemampuan untuk memekatkan; menetap
pada 1,010menunjukan kerusakan ginjal berat.
9) PH. Urine : lebih dari 7 ditemukan pada ISK., nekrosis
tubular ginjal, dan gagal ginjal kronik.
10) Osmolaritas urine : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan
kerusakan ginjal, dan ratio urine/serum sering 1:1.

14
11) Klierens kreatinin urine : mungkin secara bermakna menurun
sebelum BUN dan kreatinin serum menunjukan peningkatan
bermakna.
12) Natrium Urine : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40
mEq/L bila ginjal tidak mampu mengabsorbsi natrium.
13) Bikarbonat urine : Meningkat bila ada asidosis metabolik.
14) SDM urine : mungkin ada karena infeksi, batu, trauma,
tumor, atau peningkatan GF.
15) Protein : protenuria derajat tinggi (3-4+) sangat menunjukan
kerusakan glomerulus bila SDM dan warna tambahan juga
ada. Proteinuria derajat rendah (1-2+) dan SDM menunjukan
infeksi atau nefritis interstisial. Pada NTA biasanya ada
proteinuria minimal.
16) Warna tambahan : Biasanya tanpa penyakit ginjal ataui
infeksi. Warna tambahan selular dengan pigmen kecoklatan
dan sejumlah sel epitel tubular ginjal terdiagnostik pada NTA.
Tambahan warna merah diduga nefritis glomular.

Darah :

1. Hb. : menurun pada adanya anemia.


2. Sel Darah Merah : Sering menurun mengikuti peningkatan
kerapuhan/penurunan hidup.
3. PH : Asidosis metabolik (kurang dari 7,2) dapat terjadi
karena penurunan kemampuan ginjal untuk mengeksresikan
hidrogen dan hasil akhir metabolisme.
4. BUN/Kreatinin : biasanya meningkat pada proporsi ratio 10:1
5. Osmolaritas serum : lebih beras dari 285 mOsm/kg; sering
sama dengan urine.
6. Kalium : meningkat sehubungan dengan retensi seiring
dengan perpindahan selular ( asidosis) atau pengeluaran
jaringan (hemolisis sel darah merah).

15
7. Natrium : Biasanya meningkat tetapi dengan bervariasi
8. Ph; kalium, dan bikarbonat menurun.
9. Klorida, fosfat dan magnesium meningkat.
10. Protein : penurunan pada kadar serum dapat menunjukan
kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan,
penurunan pemasukan, dan penurunan sintesis,karena
kekurangan asam amino esensial

2. Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi :
a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak.
b. Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering
tidak bisa melewati filtrat glomerulus, di samping
kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras
terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan.
c. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai dengan
indikasi.
d. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang
menegcil, korteks yang menipis, adanya hidronefritis atau
batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi.
e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila
ada indikasi

3. Pemeriksaan Lainnya
DPL, ureum, kreatinin, UL, Tes klirens kreatinin (TTK) ukur,
elektrolit (Na, K, Cl, Ca, P, Mg), profil lipid, asam urat serum, gula
darah, AGD, SI, TIBC,feritin serum, hormon PTH, albumin,
globulin, USG ginjal, pemeriksaan imunologi, hemostatis lengkap,
foto polos abdomen, renogram, foto toraks, EKG, ekokardiografi,
biopsi ginjal, HbsAg, Anti HCV, Anti HIV.

16
F. Pencegahan
Obstruksi dan infeksi saluran kemih dan penyakit hipertensi
sangat lumrah dan sering kali tidak menimbulkan gejala yang
membawa kerusakan dan kegagalan ginjal. Penurunan kejadian yang
sangat mencolok adalah berkat peningkatan perhatian terhadap
peningkatan kesehatan. Pemeriksaan tahunan termasuk tekanan
darah dan pemeriksaan urinalisis.
Pemeriksaan kesehatan umum dapat menurunkan jumlah
individu yang menjadi insufisiensi sampai menjadi kegagalan ginjal.
Perawatan ditujukan kepada pengobatan masalah medis dengan
sempurna dan mengawasi status kesehatan orang pada waktu
mengalami stress (infeksi, kehamilan). (Barbara C Long, 2001)

G. Komplikasi
1. Hiperkalemia, yang diakibatkan karena adanya penurunan
ekskresi asidosis metabolic, Perikardistis efusi pericardial dan
temponade jantung.
2. Hipertensi yang disebabkan oleh retensi cairan dan natrium, serta
malfungsi system renin angioaldosteron.
3. Anemia yang disebabkan oleh penurunan eritroprotein, rentang
usia sel darah merah, dan pendarahan gastrointestinal akibat
iritasi.
4. Penyakit tulang. Hal ini disebabkan retensi fosfat kadar kalium
serum yang rendah, metabolisme vitamin D, abnormal, dan
peningkatan kadar aluminium.
5. Retensi cairan, yang dapat menyebabkan pembengkakan pada
lengan dan kaki, tekanan darah tinggi, atau cairan di paru-paru
(edema paru)
6. Kerusakan permanen pada ginjal (stadium akhir penyakit ginjal),
akhirnya ginjal membutuhkan dialysis atau transplantasi ginjal
untuk bertahan hidup

17
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi :
a. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
b. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid
ccondition)
c. Memperlambat pemburukan (progression) fungsi ginjal.
d. Pencegahan dan teerapi terhadap komplikasi
e. Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
Perencanaan tatalaksana penyakit ginjal kronik sesuai dengan
derajatnya, dapat dilihat pada tabel dibawah
Rencana Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik Sesuai dengan
Derajatnya
Derajat    LFG (ml/mnt/1,73)    Rencana Tatalaksana
1. ≥ 90    Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi
pemburukan (progression) fungsi ginjal, memperkecil resiko
kardiovaskuler.
2. 60-89    Menghambat pemburukan (progression) fungsi ginjal.
3. 30-59    Evaluasi dan terapi komplikasi.
4. 15-29    Persiapan terapi pengganti ginjal
5. < 15    Terapi penggati ginjal.

Tatalaksana konservatif

Tujuan tatalaksana konservatif adalah memanfaatkan fungsi ginjal


yang masih sisa setepat mungkin, menghindarkan faktor-faktor
yang memperberat dan mencoba melambatkan progresi gagal
ginjal.
Gagal ginjal kronis dapat diobati dengan manajemen konservatif
insufisiensi ginjal dan dengan terapi pengganti ginjal dengan
dialisis atau transplantasi. Pengobatan konservatif terdiri dari
langkah-langkah untuk mencegah atau menghambat penurunan

18
yang tersisa fungsi ginjal dan membantu tubuh dalam
mengkompensasi kerugian yang ada.

Tatalaksana konservatif gagal ginjal kronik meliputi diet retriksi


asupan kalium, fosfat, natrium, dan air untuk menghindari
hiperkalemia, penyakit tulang dan hipervolemia. Hipervolemia
ringan dapat menyebabkan hipertensi, dan mengarah ke penyakit
vaskuler dan hipertrofi ventrikel kiri. Hipervolemia berat
menyebabkan edema paru. Tekanan darah yang tidak dapat
dikontrol dengan balans cairan ketat seharusnya diobati dengan
inhibitor ACE, bloker reseptor angiotensin, β-blocker, atau
vasodilatasor. Anemia seharusnya diobati dengan eritropoietin,
setelah dipastikan tidak ada perdarahan dari saluran pencernaan
atau menstruasi berlebihan serta kadar besi, folat, dan vitamin
B12 adekuat.

Hemodialisis, Peritoneal Dialisis, dan Transplantasi Ginjal.


Gagal ginjal mencapai titik ketika ginjal tidak bisa lagi
mengekskresikan air dan ion pada tingkat yang menjaga
keseimbangan zat tubuh, juga tidak dapat mengekskresikan
limbah produk secepat mereka diproduksi.

Perubahan diet dapat meminimalkan masalah ini. Sebagai contoh,


menurunkan asupan kalium mengurangi jumlah kalium untuk
dibuang, tetapi perubahan tersebut tidak dapat menghilangkan
masalah. Teknik yang digunakan untuk melakukan fungsi
ekskretoris ginjal adalah hemodialisis dan peritoneal dialisis.
Istilah "dialisis" umum berarti zat terpisah menggunakan
membran.

Ginjal buatan adalah suatu alat yang menggunakan proses yang


disebut hemodialysis untuk menghilangkan kelebihan zat dari
darah. Selama hemodialisis, darah dipompa dari salah satu arteri

19
pasien melalui pipa yang dikelilingi oleh cairan khusus dialisis.
Tabung kemudian melakukan darah kembali ke pasien dengan
cara vena. Pipa umumnya terbuat dari plastik yang sangat
permeabel untuk sebagian zat terlarut tetapi relatif kedap protein
dan benar-benar kedap darah sel-karakteristik cukup mirip dengan
kapiler. Cairan dialisis sama dengan konsentrasi larutan garam
dengan konsentrasi ion atau lebih rendah dibandingkan dalam
plasma normal, dan tidak mengandung kreatinin, urea, atau zat
lain untuk benar-benar dihapus dari plasma.
Pasien dengan gagal ginjal akut reversibel mungkin memerlukan
hemodialisis hanya untuk beberapa hari atau minggu. Pasien
dengan gagal ginjal kronis ireversibel memerlukan pengobatan
untuk sisa hidup mereka, bagaimanapun, kecuali mereka
menerima ginjal transplantasi. Pasien tersebut menjalani
hemodialisis beberapa kali seminggu, sering di rumah. Cara lain
untuk menghilangkan zat-zat yang berlebihan dari darah adalah
dialisis peritoneal, yang menggunakan lapisan rongga perut
pasien sendiri (peritoneum) sebagai membran dialisis. Fluida
diinjeksikan, melalui jarum dimasukkan melalui dinding perut, ke
dalam rongga ini dan diperbolehkan untuk tinggal di sana selama
berjam-jam, di mana zat terlarut berdifusi ke cairan dari darah
seseorang. Cairan dialisis ini kemudian dihapus dengan
memasukkan kembali jarum dan diganti dengan cairan yang baru.
Prosedur ini dapat dilakukan oleh seorang pasien yang secara
bersamaan beberapa hari tiap kali melakukan aktivitas normal.
Pengobatan pilihan untuk kebanyakan pasien dengan gagal ginjal
permenen adalah transplantasi ginjal. Penolakan dari transplantasi
ginjal oleh tubuh penerima adalah potensi masalah dengan
transplantasi, tetapi langkah besar telah dibuat dalam mengurangi
frekuensi penolakan.

20
HemodialisaHemodialisis. berasal dari kata hemo=darah,dan
dialisa=pemisahan atau filtrasi. Pada prinsipnya hemodialisa
menempatkan darah berdampingan dengan cairan dialisat atau
pencuci yang dipisahkan oleh suatu membran atau selaput semi
permeabel. Membran ini dapat dilalui oleh air dan zat tertentu atau
zat sampah. Proses ini disebut dialysis yaitu proses berpindahnya
air atau zat, bahan melalui membran semi permeabel ( Pardede,
1996 ).

Terapi hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi


pengganti untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun
tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium,
hidrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui
membran semi permeabel sebagai pemisah darah dan cairan
dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis
dan ultra filtrasi (Setyawan, 2001).

Tujuan Hemodialisa:
Sebagai terapi pengganti, kegiatan hemodialisa mempunyai tujuan
:
a. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin
dan asam urat
b. Membuang kelebihan air.
c. Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh.
d. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
e. Memperbaiki status kesehatan penderita.

Proses Hemodialisa
Dalam kegiatan hemodialisa terjadi 3 proses utama seperti berikut
:
a. Proses Difusi yaitu berpindahnya bahan terlarut karena
perbedaan kadar di dalam darah dan di dalam dialisat.

21
Semakian tinggi perbedaan kadar dalam darah maka semakin
banyak bahan yang dipindahkan ke dalam dialisat.
b. Proses Ultrafiltrasi yaitu proses berpindahnya air dan bahan
terlarut karena perbedaan tekanan hidrostatis dalam darah
dan dialisat.
c. Proses Osmosis yaitu proses berpindahnya air karena tenaga
kimia, yaitu perbedaan osmolaritas darah dan dialisat
( Lumenta, 1996 ).

Frekuensi Hemodialisa.

Frekuensi, tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang


tersisa, tetapi sebagian besar penderita menjalani dialisa
sebanyak 3 kali/minggu. Program dialisa dikatakan berhasil jika :

a. Penderita kembali menjalani hidup normal.


b. Penderita kembali menjalani diet yang normal.
c. Jumlah sel darah merah dapat ditoleransi.
d. Tekanan darah normal.
e. Tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif
( Medicastore.com, 2006 )
Dialisa bisa digunakan sebagai pengobatan jangka panjang
untuk gagal ginjal kronis atau sebagai pengobatan sementara
sebelum penderita menjalani pencangkokan ginjal. Pada
gagal ginjal akut, dialisa dilakukan hanya selama beberapa
hari atau beberapa minggu, sampai fungsi ginjal kembali
normal.

Dialisis peritoneal

Dialisis peritoneal menggunakan prinsip yang sama difusi,


osmosis ultrafiltrasi, dan yang berlaku untuk hemodialisis.
Membran serosa tipis dari peritoneumrongga berfungsi sebagai

22
membran dialisis. Sebuah kateter silastic adalah operasi
ditanamkan di rongga peritoneal bawah umbilikus untuk
menyediakan akses. Kateter terowongan melalui jaringan
subkutan dan keluar di sisi perut. Proses dialisis melibatkan
menanamkan dialisis steril solusi (biasanya 2 L) melalui kateter
selama jangka waktu sekitar 10 menit. Pada akhir waktu tinggal,
cairan dialisis terkuras keluar dari rongga peritoneum oleh
gravitasi menjadi steril tas. Glukosa dalam larutan dialisis rekening
untuk menghilangkan air. Larutan dialisis komersial tersedia di
1,5%, 2,5%, dan konsentrasi dekstrosa 4,25%. Solusi dengan
dekstrosa lebih tinggi meningkatkan tingkat osmosis,
menyebabkan lebih banyak cairan untuk dihapus. Metode yang
paling umum adalah kontinu rawat jalan peritoneal dialisis
(CAPD), prosedur perawatan diri orang yang mengelola prosedur
dialisis dan jenis larutan (yaitu, dekstrosa konsentrasi) digunakan
di rumah.

Transplantasi

Tingkat keberhasilan sangat meningkat telah membuat


transplantasi ginjal menjadi pilihan pengobatan bagi banyak
pasien dengan gagal ginjal kronis. Ketersediaan organ donor terus
membatasi jumlah transplantasi yang dilakukan setiap tahun.
Organ donor yang diperoleh dari mayat dan donor hidup terkait
(misalnya, orang tua, saudara). Keberhasilan transplantasi
tergantung terutama pada tingkat histokompatibilitas, organ yang
memadai pelestarian, dan manjemen imunologi.

Terapi Nonfarmakologis :

1. Pengaturan asupan protein


Pasien non dialisis 0,6-075 gram/kgBB ideal/hari sesuai
dengan CCT dan toleransi pasien.

23
Pasien hemodialisis 1-1,2 gram/kgBB/hari
Pasien peritoneal dialisis 1,3 Kal/kgBB/hari
2. Pengaturan asupan kalori : 35Kal/kgBB ideal/hari
3. Pengaturan asupan lemak : 30-40% dari kalori total dan
mengandung jumlah yang sama antara asam lemak bebas
jenuh dan tidak jenuh.
4. Pengaturan asupan karbohidrat : 50-60% dari kalori total.
5. Garam (NaCl) : 2-3 gram/hari
6. Kalium : 40-70 mEq/kgBB/hari
7. Fosfor : 5-10mg/kgBB/hari. Pasien HD ;17mg/hari.
8. Kalsium : 1400-1600 mg/hari
9. Besi : 10-18 mg/hari
10. Magnesium : 200-300 mg/hari
11. Asam folat pasien HD :5 mg
12. Air : jumlah urin 24 jam + 500 ml (invesible water)
13. Pada CAPD air disesuaikan dengan jumlah dialisat yang
keluar. Kenaikan berat badan di antara waktu HD <5% BB
kering.

Farmakologis :

1. Kontrol tekanan darah :


Penghambat ACE atau antagonis reseptor Angiotensin II->
evaluasi kreatinin dan kallium serum, bila terdapat
peningkatan kreatinin >35% atau timbul hiperkalemi harus
dihentikan.
Penghambat kalsium dan diuretik
Pada pasien DM, kontrol gula darah -> hindari pemakaian
metformin dan obat-obat sulfonilurea dengan masa kerja
panjang. Target HbAlC untuk DM tipe 1 0,2 di atas nilai normal
tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6%.
Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl

24
2. Kontrol hiperfosfatemi : kalsium karbonat atau kalsium asetat
3. Kontrol osteodistrofi renal : Kalsitriol
Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO320-22 mEq/l
Koreksi hiperkalemi
4. Kontrol dislipidemia dengan target LDL<100 mg/dl, dianjurkan
golongan statin

Terapi pengganti ginjal

I. Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP). Terapi diet rendah protein
menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi toksik azotemia
tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan
keseimbangan negatif nitrogen
Tujuan program diet rendah protein(DRE)
a. mempertahankan kkeadaan nutrisi optimal
b. mengurangi atau mencegah akumulasi toksin azotemia
c. mencegah memburuknya ginjal (LFG) akibat proses
glomerulosklerosis

Pasien kelompok GGK dengan LFG ≤ 5 ml per hari dan sindrom


nefrotik dapat diberikan diuretika untuk memperlancar diuresis, misal
furosemide. Takaran furosemide 40-80 mg per hari, dapat dinaikkan
40 mg per hari (interval 2 hari) sampai jumlah takaran maksimal 3
gram per hari.

Diet Rendah Protein untuk Penyakit Ginjal Kronik:


Selain faktor keturunan, diabetes, hipertensi, infeksi, batu ginjal, gaya
hidup dan pola makan juga sangat berpengaruh kejadian penyakit
ginjal kronik yang berakibat pada gagal ginjal. Agar kondisi ginjal tidak
semakin parah, perlu dilakukan diet khusus bagi pederita penyakit
ginjal kronik.

25
Penyakit ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) adalah keadaan
dimana terjadi penurunan fungsi ginjal yang menahun disebabkan
oleh berbagai penyakit ginjal. Penyakit ini bersifat progresif dan
umumnya tidak dapat pulih kembali (irreversible). Gejalanya biasanya
ditandai dengan menurunnya nafsu makan, mual, pusing, muntah,
rasa lelah, sesak nafas, edema pada tangan dan kaki serta uremia.
Apabila Tes Kliren Kreatinin (TKK) <> 5,5 mEq), oliguria atau anuria.
Cairan dibatasi, yaitu sebanyak jumlah urin sehari ditambah
pengeluaran melalui keringat dan pernafasan (± 500 ml)Vitamin
cukup, bila perlu diberikan suplemen piridoksin, asam folat, vitamin C
dan vitamin D.

26
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah kerusakan faal ginjal yang hampir
selalu tak dapat pulih, dan dapat disebabkan berbagai hal. Istilah
uremia telah dipakai sebagai nama keadaan ini selama lebih dari satu
abad, walaupun sekarang kita sadari bahwa gejala gagal ginjal kronik
tidak seluruhnya disebabkan retensi urea dalam darah.
Adapun kriteria penyakit ginjal kronik adalah :
1. Kerusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, berupa
kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan
laju filtrasi glomerulus (LGF), berdasarkan :
a. Kelainan patologik atau
b. Pertanda kerusakan ginjal, termasuk kelainan pada komposisi
darah atau urin, atau kelainan pada pemerikasaan
pencitaraan.
2. LFG <60 ml/menit/1,73 m2 yang terjadi selama 3 bulan atau lebih,
dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
Banyak hal yang dapat menyebabkan gagal ginjal kronik. Banyak
penyakit ginjal yang mekanisme patofisiologinya bermacam-
macam tetapi semuanya sama-sama menyebabkan destruksi
nefron yang progresif pada tabel dibawah dapat dilihat dua
golongan utama penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan
gagal ginjal kronik.

B. Saran
Sebagai tindakan pencegahan sebaiknya kita banyak melakukan
olahraga, menjaga asupan nutrisi yang adekuat serta istirahat yang
teratur.
Semoga dengan pembelajaran ini kita sebagai mahasiswa

27
keperawatan, akan lebih mudah mengetahui seluk beluk penyakit
Gagal Ginjal Kronik, bagaimana gejala hingga komplikasinya sehingga
kita mampu  memberikan asuhan keperawatan yang tepat untuk
pasien penderita gagal ginjal kronik kelak.

28
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif,Amin Huda.Hardi Kusuma.2013.Aplikasi NANDA NIC-NOC.edisi


revisi.Yogyakarta:Media Action Publishing
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah.
Jakarta : EGC
Fransisca, Nursalam. 2006. Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba
Medika
Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Perioperatif. Jakarta : Salemba
Medika
Arora P.et al.”Care of Elderly patiens with Chronic KidnyDisease”Int Urol
Nephrol.18 Maret 2014/15.30 WIB
satyaexcel.blogspot.com/2012/10/makalah-penyakit-gagal-ginjal-
kronik.html.diakses tgl 29 mei 2017
http://www.academia.edu/5662054/Makalah_Farmakoterapi_GagalGinjal_
Kronikdiakses tgl 29 mei 2017

http://wwwnitamelliq.blogspot.com/2010/05/makalah-gagal-ginjal-
kronik.html.diakses tgl 29 mei 2017

29

Anda mungkin juga menyukai