Aul Makalah Hukum

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 29

BAB 3

PEMBAHASAN

3.1. KASUS-KASUS HUKUM

Indonesia merupakan Negara hukum, dinyatakan pula secara tertulis dalam


pasal 1 ayat 3 Undang- Undang Dasar 1945 hasil amandemen. Namun saat ini
istilah yang digunakan untuk menggambarkan hukum Indonesia adalah “runcing
kebawah , tumpul ke atas “.Kritik yang dilontarkan oleh masyarakat bahwa hukum
Indonesia hanya mengenal kekuasaan dan kekayaan. Kemenangan hanya akan
berpihak kepada orang yang memiliki jabatan yang tinggi dan kekayaa Sedangkan
rakyat biasa yang tidak memiliki jabatan dan uang yang banyak hanya dapat
berharap keadilan. Tetapi kenyataan yang ada keadilan tidak berpihak rakyat biasa.
Sejauh ini hukum tidak hanya dilakukan semata- mata untuk keadilan atau
menciptakan kedamaian di dalam Negara Lembaga Penegak hukum yang saling
menjatuhkan dengan memanfaatkan kasus- kasus yang ada untuk kepentingan
pribadi atau untuk kepentingan demi mendapatkan kekuasaan.tetapi hukum malah
digunakan untuk perdagangan bahkan politik untuk mendapatkan kekuasaan
shingga menyebabkan-menyebakan tindakan pelanggaran hukum yang di istilahkan
“MEMBELI HUKUM” seperti khaus suap yang melanggar pasal 209 ayat (1) KUHP
dengan pidana “penjara paling lama dua tahun delapan bulan dan denda paling
banyak empat ratus ribu rupiah”. Selain di atur dalam KUHP,suap juga di telah di
atur UU korupsi,yakni UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi jo UU No.20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU No.31 Tahun
1999 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi. Diatur bahwa ada beberapa
kategori suap menyuap , tepatnya dalam Pasal 5 ayat (1)huru a UU a quo.Berikut
adalah pengertian dan Kasus-Kasus suap di indonesia .

3.2 PENGERTIAN SUAP

Suap adalah suatu tindakan dengan memberikan sejumlah uang atau barang atau
perjanjian khusus kepada seseorang yang mempunyai otoritas atau yang dipercaya, contoh,
para pejabat, dan membujuknya untuk merubah otoritasnya demi keuntungan orang yang
memberikan uang atau barang atau perjanjian lainnya sebagai kompensasi sesuatu yang
dia inginkan untuk menutupi tuntutan lainnya yang masih kurang. Pengertian Suap.
disebut juga dengan sogok atau memberi uang pelicin. Adapun dalam bahasa
syariat disebut dengan risywah. Secara istilah adalah memberi uang dan sebagainya
kepada petugas (pegawai), dengan harapan mendapatkan kemudahan dalam suatu
urusan.
Dalam buku saku memahami tindak pidana korupsi “Memahami untuk Membasmi”
yang dikeluarkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dijelaskan bahwa cakupan
suap adalah (1) setiap orang, (2) memberi sesuatu, (3) kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara, (4) karena atau berhubungan dengan sesuatu yang
bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

Suap juga bisa berarti setiap harta yang diberikan kepada pejabat atas suatu
kepentingan, padahal semestinya urusan tersebut tanpa pembayaran. Sedangkan dalam
fikih, suap atau risywah cakupannya lebih luas. Sebagaimana dikatakan Ali ibn Muhammad
Al Jarjuni dalam kitab Ta’rifat,Beirut(1978), Dr. Yusuf Qordhawi mengatakan,
bahwa suap adalah sesuatu yang diberikan kepada seseorang yang memiliki
kekuasaan atau jabatan apapun untuk menyukseskan perkaranya dengan
mengalahkan lawannya sesuai dengan yang diinginkan atau memberikan peluang
kepadanya (seperti tender) atau menyingkirkan musuhnya.

Suap adalah pemberian yang diharamkan syariat, dan ia termasuk


pemasukan yang haram dan kotor. Suap ketika memberinya tentu dengan syarat
yang tidak sesuai dengan hukum atau syariat, baik syarat tersebut disampaikan
secara langsung maupun secara tidak langsung. Suap diberikan untuk mencari
muka dan mempermudah dalam hal yang batil. Suap pemberiannya dilakukan
secara sembunyi, dibangun berdasarkan saling tuntut-menuntut, biasanya diberikan
dengan berat hati. Adapun pemberian suap ini dilakukan melalui tiga cara, yaitu

a)    Uang dibayar setelah selesai keperluan dengan sempurna, dengan hati senang,
tanpa penundaan pemalsuan, penambahan atau pengurangan, atau pengutamaan
seseorang atas yang lainnya.
b)    Uang dibayar melalui permintaan, baik langsung maupun dengan isyarat atau
dengan berbagai macam cara lainnya yang dapat dipahami bahwa si pemberi
menginginkan sesuatu.
c)    Uang dibayar sebagai hasil dari selesainya pekerjaan resmi yang ditentukan si
pemberi uang.
Dalam artian lain penyuap dan penerima suap adalah Penyuap adalah orang
yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat
kekuasaan dan wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau
oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan
tersebut. Selain itu seseorang dianggap sebagai pemberi suap apabila memberi
atau menjajikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi
putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili. Setiap orang yang
memberi sesuatu kepada pegawai setelah ia menjabat atau diangkat menjadi
pegawai pada sebuah instansi dengan tujuan mengambil hatinya tanpa hak, baik
untuk kepentingan sekarang maupun untuk masa akan datang, yaitu dengan
menutup mata terhadap syarat yang ada untuknya, dan atau memalsukan data, atau
mengambil hak orang lain, atau mendahulukan pelayanan kepadanya daripada
orang yang lebih berhak, atau memenangkan perkaranya, dan sebagainya adalah
orang yang memberi suap.
Sedangkan penerima suap adalah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau
janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan
dengan jabatannya. Definisi suap didalam Undang-undang No. 11 tahun 1980
tentang Tindak Pidana Suap) Pasal 2 ... memberi atau menjanjikan sesuatu kepada
seseorang dengan maksud untuk membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau
tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau
kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, Pasal 3 ... menerima sesuatu
atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa pemberian
sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat
sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya
yang menyangkut kepentingan umum

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, suap diartikan sebagai pemberian


dlm bentuk uang atau uang sogok kepda pegawai negri.
Dalam arti yang lebih luas suap tidak hanya dalam uang saja, tetapi dapat
berupa pemberian brang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket
perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan Cuma-Cuma dan
fasilitas lainnya yang diberikan kepada pegawai negeri atau pejabat negara yang
pemberian tersebut dianggap ada hubungan dengan jabatanya dan berlawanan
dengan kewajiban atau tugasnya sebagai pegawai negeri atau pejabat negara.
Perbuatan suap dilakukan oleh seorang kepada pihak lain baik pegawai
negeri, pejabat negara maupun kepada pihak lain yang mempunyai
kewenangan/pengaruh. Pemberi suap memperoleh hak-hak, kemudahan atau
fasilitas tertentu.
Perbuatan suap pada hakekatnya bertentangan dengan norma sosial, agama
dan moral. Selain itu juga bertentangan dengn kepentingan umum serta
menimbulkan kerugian masyarakat dan membahayakan keselamatan negara.
Akan tetapi kenyataanya banyak perbuatan yang mengandung unsur suap belum
ditetapkan sebagai perbuatan pidana, misalnya pemilihan perangkat desa,
penyuapan dalam pertandingan olahraga, dan lain sebagainya.
Batasan untuk kepentingan umum ditegaskan dalam pasal 2, pasal 3 serta paragraf
ke 3 Undang-Undang No 11 tahun 1980 tentang suap, termasuk untuk kepentingan
umum kewenangan dan kewajiban yang ditentukan oleh kode etik profesi atau yang
ditentukan oleh organisasi masing-masing.
Aturan yang menunjuk adanya kekhususan, sebagaimana terdapat dalam
perumusan ancaman pidana yang menggunkan perumusan kumulatif ancaman
pidana penjara dan denda. Ex: ps 2 UU No 11 thn 1980 ( diperuntukan bagi pesuap
aktif ), ps 3 undang-undang No 11 tahun 1980 (diperuntukan bagi pesuap fasif)
Unsur Delik dalam Tinda Pidana Suap
Pasal 2 Undang-Undang 11 tahun 1980 tentang tindak pidana Suap yang
menyatakan. Barang siapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang
dengan maksud untuk membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak
berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau
kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena memberi suap
dengan pidana penjara selamalamanya 5 (lima) tahun dan denda sebanyak-
banyaknya Rp.15.000.000,- (lima belas juta rupiah).
Berdasarkan Pasal tersebut unsur-unsur perbuatan pidana suap terdiri dari:
a)    Barang siapa
b)    Memberi dan menjanjikan ssuatu kpda orang lain
c)    Dengan maksud membujuk supaya penerima suap berbuat atau tdak berbuat ssuai
dengan tugasnya yang bertentangan dengan kewenangannya dan kewajibanya
d)    Bertentangan dengan kepentingan umum
Dalam pasal 3 Undang-undang Tindak pidana suap yang menyebutkan
“Barangsiapa menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut
dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia
berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan
dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum,
dipidana karena menerima suap dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga)
tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp.15.000.000.- (lima belas juta rupiah)”.
Berdasarkan bunyi pasal diatas unsur perbuatan pidana suap terdiri dari:
a)    Barang siapa
b)    Menerima sesuatu atau janji
c)    Melakukan perbuatan atau tdk melakukn perbuatan yang bertentangan dengan
kewenangan atau kewajiban
d)    Menyangkut kepentingan umum
Unsur objekti dalam tindak pidana suap berupa pemberian atau janji untuk memberi
sejumlah uang atau dalam bentuk barang lainnya kepada orang yang mempunyai
kewenangan dan atau kekuasaan yangmenyangkut kepentingan umum (pesuap
aktif), serta penerima suap (pesuap pasif), apabila dia menduga atau patut diduga,
bahwa pemberian tsb terkait dengan jabatan atau kewenangan yang dimilikinya,
maka sudah dikatakan unsur objektif. Tindak pidana Suap sebegaimana dirumuskan
dalam pasal 2 dan 3 tersebut diatas menggunakan rumusan formil artinya yang
diancam pidana adlah perbuatan bukan akibatnya. Namun untuk menjatuhkan
saknsi pidana kepada pesuap aktif harus dibuktikan adanya unsur niat/kehendak
yang dituju oleh pembuat., sedangkan sebagai penerima cukup adanya dugaan/
kepatutan (kondisi objektif), bahwa penerima mengetahui/sudah layak mengetahui,
bahwa pemberian sesuatu atau janji itu berkaitan dengan kewenangan atau
kewajiban yang ia miliki. sebagaimana ditentukan dlm UU, pesuap aktif dan pasif
sama diancam dengan pidana penjara dana denda. Pembentuk undang-undang
memberikan ancaman pidana denda yang sama bagi keduanya yaitu Rp
15.000.000. pembentuk UU membedakan sanski pidananya, pesuap pasif diancam
pidana yang lebih berat (paling lama 5 tahun penjara) sedangkan pesuap aktif
ancaman pidananya paling lama 3 thn penjara.
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa suap adalah memberi sesuatu,
baik uang maupun barang kepada seseorang agar melakukan sesuatu bagi si
pemberi suap yang bertentangan dengan kewajibannya, baik permintaan itu
dilaksanakan ataupun tidak dilaksanakan. Dari sini dapat dipahami bahwa suap
adalah sebuah tindakan yang mengakibatkan sakit atau kerugian di pihak lain.

3.3 . ALASAN KENAPA SUAP LANGGENG DI INDONESIA

1. Sudah Tradisi

Suap dan korupsi bukanlah nilai-nilai yang diajarkan oleh nenek moyang kita.
Tapi suap seakan sudah mendarah daging dan jadi tradisi terutama bagi kelompok
orang-orang berduit. Jika menengok dari sejarah, budaya suap dan korupsi sudah
sering ditemui sejak zaman kolonialisme dulu. Para penjajah menyuap pejabat-
pejabat pribumi untuk mendapatkan apa yang mereka mau. Kebiasaan buruk itu
ternyata ditiru. Parahnya, malah keterusan hingga saat ini.

2. Haus Kejayaan

Manusia bisa saja silau dengan kejayaan mulai dari kekayaan, keuasaan
bahkan juga jabatan. Demi mendapatkannya orang-orang rela melakuan apa saja
bahkan menempuh jalan “belakang” jika perlu. Yaitu dengan memberikan sesuatu
bisa berupa uang atau benda-benda lain agar niatnya dapat dilaksanakan. Hal
paling sepele dan sering kita temui adalah praktik suap yang dilakukan olah para
pelanggar lalu lintas pada polisi yang menangkapnya agar kasusnya tak sampai
jatuh ke meja pengadilan.

3. Lingkungan Yang Mendukung

Bukan sebuah rahasia lagi jika praktik suap mulai dari institusi kecil sampai ke
kalangan pejabat-pejabat tinggi negara adalah sebuah jaringan yang terorganisir.
Lingkungan yang paling rentan terhdap kasus suap adalah pengadilan, tentu saja
yang menjadi target suap adalah para hakim. erkadang jika terdakwa tidak ada
inisiatif untuk memberikan suap, justru oknum-oknum hakim yang tidak “bersih”
malah menawari si terdakwa. Bahkan tak jarang ada terdakwa yang justru takut
hukumannya akan tambah berat jika tidak menerima tawaran tersebut

4. Hukum Yang Bisa Dibeli

Lalu bagaimana dengan oknum-oknum yang ditangkap dan terbukti


melakukan suap? Sudah pasti mereka akan diadili. Tapi sekali lagi, hukum di
Indonesia adalah hukum yang bisa dibeli dengan uang. Bukan berarti hukumnya
yang salah, tapi oknum-oknum penegaknya yang membuat hukum jadi tak mempan
bagi orang-orang yang berduit. Dengan menyuap para hakim atau bahkan para
penjaga penjara dengan iming-iming sejumalah uang, maka para terdakwa bisa
menikmati hidup mewah bahkan di penjara sekalipun. Lebih-lebih masa hukuman
dapat dipersingkat dan segera menghirup udara bebas.

5. Lemah Iman

Iman Yang Lemah otamatis akan membuat seseorang akan jauh dari Tuhan
YME. Hal itu merupakan faktor utama yang menyebabkan seseorang dengan mudah
melakukan dan menerima suap. Mengesampingkan fakta bahwa apa yang mereka
lakukan itu adalah perbuatan dosa. Tidak ada rasa takut sama sekali akan
perbuatan itu. Karena jika iya, mereka tidak akan pernah melakukan suap apalagi
sampai melakukan korupsi karena perbuatan itu dapat menyeretnya ke neraka.

Itulah kenapa budaya suap menyuap masih saja langgeng di Indonesia.


Semoga informasi tersebut dapat membuat kita semua sadar untuk menghindari hal
itu. Karena nasib bangsa ini tentu berada di tangan kita. Apakah nantinya akan
menjadi negeri yang lebih baik lagi atau justru semakin terpuruk dan lebih korup lagi.

3.4. CONTOH-CONTOH KASUS SUAP DI INDONESIA

1. SEMARANG, Indonesia — Bupati Klaten nonaktif, Sri Hartini menjalani,


sidang perdana dakwaan kasus suap penataan struktur organisasi dan tata kerja
(SOTK) di Pengadilan Tipikor Semarang, Jawa Tengah, pada Senin 22 Mei.

Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Tipikor Antonius Widjantono, Sri
Hartini didakwa menerima gratifikasi dan uang suap hingga miliaran rupiah.

"Saudari Sri Hartini saat menjabat Bupati Klaten melakukan perencanaan menerima
gratifikasi serta uang imbalan dalam program penataan Struktur Organisasi dan Tata
Kerja (SOTK) tahun anggaran 2016 dan 2017 di lingkungan Pemkab," kata Antonius
di persidangan.

Ia mengatakan nilai suap yang diberikan kepada Sri Hartini bervariasi tergantung
kenaikan pangkat yang diinginkan oleh tiap pegawai negeri sipil. Ia pun menyebut
bahwa uang suap itu sebagai dana syukuran karena tiap pegawai telah diberi
kenaikan pangkat.

Ia mengatakan seorang pegawai bernama Suwito yang menjabat sebagai Sekretaris


Pemkab Klaten menjadi perantara penerimaan uang suap.

"Ada permintaan kepada Suwito untuk mengumpulkan uang syukuran yang


diusulkan oleh Bupati. Misalnya, saat Suryanto diusulkan jadi Kabid Bina Marga dan
Beni Agustina naik pangkat jadi Kabid Jembatan Bina Marga, keduanya diminta
menyetorkan uang kepada Bupati," ungkapnya.
Selain itu, Sri Hartini juga kedapatan menerima sejumlah uang suap lainnya dari
puluhan pegawai negeri. Ia menyatakan total nilai suap yang berada ditangan Sri
Hartini mencapai Rp 2,94 Miliar.

Diluar kasus suap, hakim menyatakan Sri Hartini juga melakukan gratifikasi dengan
total nilai mencapai Rp 9,17 Miliar.

Kerugian negara Rp 12 M

Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Avni Carolina
lantas membeberkan secara gamblang gratifikasi yang dilakukan sang bupati.

Menurutnya, gratifikasi tersebut berasal dari ratusan kepala desa, guru-guru dan
pegawai Dinas Pendidikan yang berkaitan dengan berbagai hal di bidang
pemerintahan.

"Gratifikasi diterima Sri Hartini dari 148 kepala desa berkaitan dengan pengelolaan
dana bantuan keuangan desa. Seorang kepala desa mengaku memberi dana
setoran mulai Rp 7,5 juta hingga Rp 200 juta," jelasnya. "Namun dalam pemberian
gratifikasi sama sekali tidak melaporkan kepada KPK.”

Jaksa mendakwa Sri Hartini melanggar Pasal 12a Undang-undang Nomor 31 tahun
1999 yang diubah dan ditambahkan dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 64 ayat 1 Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana.

Kemudian dalam dakwaan kedua yang bersangkutan dijerat Pasal 12b Undang-
undang Nomor 31 tahun 1999 yang diubah dan ditambahkan dengan Undang-
undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Total kerugian negara akibat tindakan gratifikasi dan suap jabatan mencapai Rp 12
Miliar dan terdakwanya hanya satu atas nama Sri Hartini," paparnya.

Sri Hartini dikenai dakwaan dengan perbuatan berlanjut karena sudah berulang kali
menerima uang syukuran dan gratifikasi dari tiap pegawai maupun kepala desa.
"Dua dakwaan itu akan kami buktikan di sidang," katanya.
Menurutnya dalam sidang kasus suap jabatan terdapat hampir 500 saksi yang
bersedia hadir. Akan tetapi, ia mengaku akan memilah nama-nama yang dianggap
krusial dengan alasan memperpendek waktu persidangan. "Dalam berkas ada 500
orang tapi akan dipilah dan tidak seluruhnya," ujarnya.

Usai mendengar dakwaan jaksa, Bupati Klaten nonaktif Sri Hartini mengatakan tidak
akan mengajukan eksepsi. "Saya tidak akan mengajukan eksepsi bapak hakim,
karena dirasa tidak perlu melakukan upaya tersebut," sergahnya.

Didampingi dua tim pengacara

Deddy Suwadi, kuasa hukum Sri Hartini menilai dakwaan jaksa kurang tepat. Sebab,
kliennya selama menjabat sebagai bupati tergolong sangat pasif.

"Padahal yang tahu kenaikan pangkat kan dari BKD, tapi kenapa malah ditimpakan
kepada bupati. Itu juga (tindakan suap-menyuap jabatan) sudah jadi tradisi lama di
Klaten," katanya.

Deddy menambahkan ada dua tim kuasa hukum dari Jakarta dan Kota Gudeg
Yogyakarta yang mendampingi kliennya.

Ia menerangkan kliennya kemungkinan masih akan menjalani pemeriksaan lanjutan


dari KPK lantaran statusnya sebagai terdakwa suap jabatan yang terjaring operasi
tangkap tangan (OTT) oleh lembaga antirasuah. —Rappler.com

2. Jakarta, CNN Indonesia -- Kasus suap yang dilakukan pengusaha untuk


memperlancar urusan bisnis dan proyeknya kembali terjadi. Kali ini dugaan suap
terjadi pada proyek hunian bernilai investasi Rp278 triliun yang sedang
dikembangkan oleh Lippo Group.Meikarta
Minggu (14/10) lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi
tangkap tangan (OTT) terhadap Direktur Operasional Grup Lippo, konsultan Grup
Lippo Taryadi dan Fitra Djaja Purnama, dan pegawai kelompok perusahaan tersebut
Henry Jasmen.

Selain mereka, KPK juga menangkap Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin,


Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Bekasi Sahat MBJ Nahor, Kepala Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Bekasi Dewi
Trisnawati dam Kepala Bidang Tata Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat (PUPR) Bekasi.

Mereka ditangkap tangan karena dugaan kasus suap senilai Rp13 miliar dalam
proses pengurusan sejumlah izin yang diperlukan dalam pembangunan fase
pertama proyek Meikarta seluas 84,6 hektare. Saat ini, KPK terus mengembangkan
penyidikan kasus tersebut.

Kamis ini, KPK bahkan menggeledah rumah bos Grup Lippo James Riady.


Pengamat Tata Kota Yayat Supriyatna menilai kasus, termasuk dugaan suap yang
menimpa pembangunan proyek Meikarta terjadi karena sampai saat ini masih ada
perbedaan pola pikir antara pelaku usaha dan birokrasi dalam proses perizinan.

Untuk membangun sebuah kawasan hunian, seperti Meikarta, memang banyak izin


yang harus dipenuhi. Izin tersebut, antara lain prinsip, lokasi termasuk Analisa
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), pemanfaatan penggunaan tanah hingga
Izin Mendirikan Bangunan (IMB). 

Setiap daerah, biasanya, memiliki ketentuan khusus terkait kriteria bangunan,


misalnya ketentuan tinggi bangunan dan standar keamanan untuk mencegah
kebakaran. Dalam beberapa kasus, pemerintah daerah bahkan belum mengatur
ketentuan teknis tertentu untuk membangun suatu proyek properti.

Hal ini membuka ruang untuk pemberian diskresi dari kepala daerah maupun
instansi terkait. Pelaku usaha yang ingin perizinan proyek mereka bisa berjalan
secepat mungkin, dan bahkan kalau perlu tidak mengurusnya dan birokrasi tamak
sering memanfaatkan celah tersebut untuk bermain.
Pengusaha yang selalu menganggap waktu adalah uang dan tidak mau
proyeknya terhambat menggunakan cara kotor agar bisnis mereka jalan. Maklum,
dalam menjalankan bisnis hunian, semakin lama berjalan biaya yang mereka pikul
akan semakin besar. 
Peningkatan biaya bisa timbul akibat biaya pinjaman yang terus naik. "Karena kalau
semakin lama, argo pinjaman terus naik," katanya kepada CNNIndonesia.com, Rabu
(18/10).

Di sisi lain, pengembang juga sering terikat komitmen dan jadwal pembangunan
dengan vendor material dan konsumen. Sekali molor, hancur reputasi bisnis
mereka. 

Pun begitu dengan birokrasi yang memang tamak. Karena ingin mendapatkan uang
besar dengan cara haram, mereka sering memanfaatkan celah tersebut untuk
mempermainkan pengusaha.

CEO Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda mengatakan tak kaget melihat
proyek terbesar Group Lippo itu akhirnya tersandung masalah suap. Menurutnya,
persoalan perizinan masih menjadi masalah klasik di sektor properti di Indonesia.

Selain prosedur yang rumit, izin sampai saat ini masih belum transparan. Ali
mengatakan idealnya, proses perizinan proyek properti tak lebih dari tiga bulan.
Namun, dalam praktiknya, proses perizinan di Indonesia bisa memakan waktu lebih
dari tiga bulan bahkan bertahun-tahun.

"Pelaku usaha ingin mempercepat izinnya tetapi di sisi lain banyak mekanisme
perizinan yang belum simpel, karena itulah masalah terjadi," ujarnya.

Reformasi

Atas masalah itulah, baik Yayat maupun Ali, meminta pemerintah untuk segera
melakukan perbaikan. Yayat mengatakan agar kejadian yang terjadi pada
Meikarta tidak berulang, pemerintah dimintanya segera menerbitkan peraturan
presiden berisi percepatan penyusunan rencana detail tata ruang dan zonasi
daerah. 
Perpres tersebut diperlukan untuk mencegah terjadinya kekosongan hukum maupun
pemberian diskresi dalam pemberian perizinan di daerah yang bisa dimanfaatkan
oleh birokrat culas. Dari sisi pengembang, imbauan yang sama juga dia sampaikan.

Pengembang diminta mematuhi semua ketentuan yang ada. Yayat mengatakan


kadang masih ada pengembang yang bandel dan melanggar aturan dalam
menjalankan bisnis mereka. 

Sementara itu, Ali meminta pemerintah untuk menciptakan sistem perizinan yang
transparan agar celah suap bisa ditutup. Tak kalah penting, ia juga meminta
pemerintah menerapkan mekanisme pengawasan ketat.

Saat ini, sistem online yang telah diterapkan pemerintah di beberapa proses


perizinan tidak disertai mekanisme pengawasan jelas. Perbaikan proses tersebut
selain menutup celah permainan kotor dalam pengurusan izin juga akan menjadikan
persaingan usaha di sektor properti semakin sehat.
Pasalnya kalau merujuk pada praktek yang berlaku saat ini, faktor kedekatan
dengan pejabat dan besarnya uang pelicin akan mempengaruhi keberhasilan
pengembang dalam menjalankan bisnisnya di suatu daerah.

"Pemda biasanya memberikan izin ke pengembang-pengembang yang sudah dekat


dan biasanya pengembang besar yang sudah biasa menggunakan 'jasanya'. Kalau
tanpa kedekatan, pengurusan izin bisa berbelit-belit dan lebih lama," ujarnya.

(agt/bir)

3.5. KORUPSI DI INDONESIA

a.Pengertian Korupsi

Korupsi atau rasuah (Bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang
bermakna busuk,rusak , menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan
pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat
dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan
kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan
keuntungan sepihak.

Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi
unsur-unsur sebagai berikut:

1. perbuatan melawan hukum,

2. penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,

3. memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan

4. merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Jenis tindak pidana korupsi di antaranya, namun bukan semuanya, adalah

1. memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan),


2. penggelapan dalam jabatan,
3. pemerasan dalam jabatan,
4. ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara),
dan
5. menerima grstifikasi (bagi pegawai negeri /penyelenggara negara).

Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan
jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan
rentan korupsi dalam praktiknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling
ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan
menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan
sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptrokasi , yang arti harafiahnya
pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada
sama sekali.

Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau
berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal
seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak
terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat
solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kejahatan.

Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang
dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang
legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.

b. Pendukung Munculnya Korupsi

1. Konsentrasi kekuasaan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung


jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim
yang bukan demokratik.
2. Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah
3. Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar
dari pendanaan politik yang normal.
4. Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
5. Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman
lama".
6. Lemahnya ketertiban hukum.
7. Lemahnya profesi hukum.
8. Kurangnya kebebsan berpendapat atau kebebasan media masa
9. Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.

mengenai kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri dibanding dengan


kebutuhan hidup yang makin hari makin meningkat pernah di kupas oleh B
Soedarsono yang menyatakan antara lain " pada umumnya orang menghubung-
hubungkan tumbuh suburnya korupsi sebab yang paling gampang dihubungkan
adalah kurangnya gaji pejabat-pejabat....." namun B Soedarsono juga sadar bahwa
hal tersebut tidaklah mutlak karena banyaknya faktor yang bekerja dan saling
memengaruhi satu sama lain. Kurangnya gaji bukanlah faktor yang paling
menentukan, orang-orang yang berkecukupan banyak yang melakukan korupsi.
Namun kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri memang faktor yang paling
menonjol dalam arti merata dan meluasnya korupsi di Indonesia, hal ini
dikemukakan oleh Guy J Parker dalam tulisannya berjudul "Indonesia 1979: The
Record of three decades (Asia Survey Vol. XX No. 2, 1980 : 123). Begitu pula J.W
Schoorl mengatakan bahwa " di Indonesia di bagian pertama tahun 1960 situasi
begitu merosot sehingga untuk sebagian besar golongan dari pegawai, gaji sebulan
hanya sekadar cukup untuk makan selama dua minggu. Dapat dipahami bahwa
dalam situasi demikian memaksa para pegawai mencari tambahan dan banyak di
antaranya mereka mendapatkan dengan meminta uang ekstra untuk pelayanan
yang diberikan". ( Sumber buku "Pemberantasan Korupsi karya Andi Hamzah, 2007)

1. Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan
perhatian yang cukup ke pemilihan umum.
2. Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau "sumbangan
kampanye".

b. Kasus Korupsi Di Indonesia

Pada 17 Oktober 2006, Kejaksaan Agung Republik Indonesia mulai


menayangkan foto dan menyebarkan data para buronan tindak pidana korupsi yang
putusan perkaranya telah berkekuatan hukum tetap. Data dan foto 14 belas koruptor
tersebut direncanakan ditayangkan di televisi dan media massa dengan frekuensi
seminggu sekali.

Mereka adalah:

1. Haryanto - Dirut PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI)


2. Toni Saputra - Direksi Bank Harapan Sentosa (BHS)
3. Sunarto - Presdir Bank Moderen
4. Alvin Adam – KasusBLBI
5. Hardiman - Direksi BHS
6. Hendro Bambang Sumantri- Kasus BLBI
7. Eddy Dejunaedi- Kasus BLBI
8. Ede Utovo- Kasus BLBI
9. Toni Suherman- Kasus BLBI
10. Bambang Sutresno- Wadirut Bank Surya
11. Andrian Kiki Ariawan- Direksi Bank Surya
12. Harry Matalataalias Hariram Ramchmand Melwani - Kasus BLBI
13. Nader Taher- Dirut PT Siak Zamrud Pusako
14. Dharmono K Lawi- Kasus BLBI

Di atas adalah kasus-kasus korupsi yang ada di indonesia.

b. Hukum Korupsi Di Indonesia

1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
XI/MPR/1998
tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme;
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI.


KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:


1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik
merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
2. Pegawai Negeri adalah meliputi :
a. pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang tentang
Kepegawaian;
3
b. pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum
Pidana;
c. orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah;
d. orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan
dari keuangan negara atau daerah; atau
e. orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan
modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat.
3. Setiap orang adalah orang perseorangan atau termasuk korporasi.

TINDAK PIDANA KORUPSI

Pasal 2

(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan


memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun
dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak
Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan
dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Pasal 3

Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain
atau suatu
korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada
padanya
karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara
paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda
paling
sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.
1.000.000.000,00
(satu milyar rupiah).

Pasal 4

Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak


menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 dan Pasal 3.

Pasal 5

Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 209
Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1
(satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling sedikit Rp
50.000.000,00 (Lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua
ratus
lima puluh juta rupiah).

Pasal 6

Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 210
Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 3
(tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.
750.000.000,00
(tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 7
Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 387
atau Pasal 388 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana
penjara
paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling sedikit
Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak 350.000.000,00 (tiga ratus
lima
puluh juta rupiah).
Pasal 8
Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 415
Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 3
(tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp
5
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak 750.000.000,00
(tujuh
ratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 9
Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
416
Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1
(satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp
50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah) dan paling banyak 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta
rupiah).
Pasal 10
Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
417
Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 2
(dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling sedikit Rp
100.000.000,00
(seratus juta rupiah) dan paling banyak 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta
rupiah).
Pasal 11
Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
418
Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1
(satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp
50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah) dan paling banyak 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta
rupiah).
Pasal 12
Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
419,
Pasal 420, Pasal 423, Pasal 425, atau Pasal 435 Kitab Undang-undang Hukum
Pidana,
dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4
(empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak 1.000.000.000,00 (satu
milyar
rupiah).
Pasal 13
Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan
mengingat
kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau
oleh
pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda
paling banyak
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 14
Setiap orang yang melanggar ketentuan Undang-undang yang secara tegas
menyatakan
bahwa pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang tersebut sebagai tindak
pidana.
korupsi berlaku ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini.
Pasal 15
Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau pemufakatan
jahat untuk
melakukan tindak pidana korupsi, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana
dimaksud Pasal 2, Pasal 3, Pasa
l 5 sampai dengan Pasal 14.
Pasal 16
Setiap orang di luar wilayah negara Republik Indonesia yang memberikan
bantuan,
kesempatan, sarana, atau keterangan untuk terjadi` tindak pidana korupsi dipidana
dengan pidana yang sama sebagai pelaku tindak pidana korupsi sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14.
Pasal 17
Selain dapat dijatuhi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3,
Pasal 5
sampai dengan Pasal 14, terdakwa dapat dijatuhi pidana tambahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18.
Pasal 18
(1) Selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-
Undang Hukum
Pidana, sebagai pidana tambahan adalah :
a. perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau
barang
tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana
7
korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana di mana tindak pidana korupsi
dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut;
b. pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan
harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi;
c. penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu)
tahun;
d. pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh
atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh
Pemerintah kepada terpidana.
(2) Jika terpidana tidak membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1)
huruf b paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh
jaksa
dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
(3) Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk
membayar
uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, maka dipidana
dengan
pidana penjara yang lamanya tidak melebihi ancaman maksimum dari pidana
pokoknya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan lamanya pidana
tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan.
Pasal 19
(1) Putusan pengadilan mengenai perampasan barang-barang bukan
kepunyaan
terdakwa tidak dijatuhkan, apabila hak-hak pihak ketiga yang beritikad baik akan
dirugikan.
(2) Dalam hal putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
termasuk juga
barang pihak ketiga yang mempunyai itikad baik, maka pihak ketiga tersebut dapat
mengajukan surat keberatan kepada pengadilan yang bersangkutan, dalam waktu
paling lambat 2 (dua) bulan setelah putusan pengadilan diucapkan di sidang terbuka
untuk umum.
(3) Pengajuan surat keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak
menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan.
8
(4) Dalam keadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), hakim meminta
keterangan
penuntut umum dan pihak yang berkepentingan.
(5) Penetapan hakim atas surat keberatan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) dapat
dimintakan kasasi ke Mahkaman Agung oleh pemohon atau penuntut umum.
Pasal 20
(1) Dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu
korporasi, maka
tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan atau
pengurusnya.
(2) Tindak pidana Korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana
tersebut
dilakukan oleh orang-orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan
hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun
bersama-sama.
(3) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, maka
korporasi
tersebut diwakili oleh pengurus.
(4) Pengurus yang mewakili korporasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
dapat
diwakili oleh orang lain.
(5) Hakim dapat memerintahkan supaya pengurus korporasi menghadap
sendiri di
pengadilan dan dapat pula memerintahkan supaya pengurus tersebut dibawa ke
sidang pengadilan.
(6) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan
untuk
menghadap dan penyerahan surat panggilan tersebut disampaikan kepada
pengurus
di tempat tinggal pengurus atau di tempat pengurus berkantor.
(7) Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya pidana
denda, dengan
ketentuan maksimum pidana ditambah 1/3 (satu pertiga).

3.7. Upaya Pemberantasan Korupsi Di Indonesia


Berikut beberapa macam cara upaya pemerintah dalam melanjutkan tingkat
jumlah pemberantasan korupsi di Indonesia:

1. Upaya Pencegahan

Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam melakukan


pemberantasan korupsi adalah melalui tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan
ini dimaksudkan agar masyarakat memiliki benteng diri yang kuat guna terhindar dari
perbuatan yang mencerminkan tindakan korupsi di dalam kehidupan sehari-hari
mereka. Upaya pencegahan tindakan korupsi dilakukan oleh permerintah
berdasarkan nilai-nilai dasar pancasila agar dalam tindakan pencegahannya tidak
bertentangan dengan nilai-nilai dari Pancasila itu sendiri. Adapun tindakan
pencegahan yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka melakukan upaya
pemberantasan korupsi di wilayah negara Indonesia diantaranya:

a. Penanaman Semangat Nasional

Penanaman semangat nasional yang positif dilakukan oleh pemerintah


Indonesia dalam bentuk penyuluhan atau diksusi umum terhadap nilai-nilai
Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia. Kepribadian yang berdasarkan
Pancasila merupakan kepribadian yang menjunjung tinggi semangat nasional dalam
penerapan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Dengan adanya penanaman
semangat nasional Pancasila dalam diri masyarakat, kesadaran masyarakat akan
dampak korupsi bagi negara dan masyarakat akan bertambah. Hal ini akan
mendorong masyarakat Indonesia untuk menghindari berbagai macam bentuk
perbuatan korupsi dalam kehidupan sehari-hari demi kelangsungan hidup bangsa
dan negaranya.

b. Melakukan Penerimaan Pegawai Secara Jujur dan Rerbuka

Upaya pencegahan sebagai bentuk upaya pemberantasan korupsi yang


dilakukan oleh pemerintah dapat dilakukan melalui penerimaan aparatur negara
secara jujur dan terbuka. Kejujuran dan keterbukaan dalam penerimaan pegawai
yang dilakukan oleh pemerintah menunjukkan usaha pemerintah yang serius untuk
memberantas tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan suap menyuap dalam
penerimaan pegawai. Pemerintah yang sudah berupaya melakukan tindakan
pencegahan dalam penerimaan pegawai perlu disambut baik oleh masyarakat
terutama dalam mendukung upaya pemerintah tersebut.

Jika pemerintah telah berupaya sedemikian rupa melakukan tindakan


pencegahan korupsi dalam penemerimaan aparatur negara tapi masyarakat masih
memberikan peluang terjadinya korupsi, usaha pencegahan yang dilakukan oleh
pemerintah dapat menjadi sia-sia. Selain itu, jika perilaku masyarakat yang
memberikan peluang terjadinya tindakan korupsi dalam penerimaan pegawai
diteruskan, maka tidak dapat dipungkiri praktik tindakan korupsi akan berlangsung
hingga dapat menimbulkan konflik diantara masyarakat maupun oknum pemerintah

c. Himbauan Kepada Masyarakat

Himbauan kepada masyarakat juga dilakukan oleh pemerintah dalam upaya


melakukan pencegahan sebagai bentuk upaya pemberantasan korupsi di kalangan
masyarakat. Himbauan biasanya dilakukan oleh pemerintah melalui kegiatan-
kegiatan penyuluhan di lingkup masyarakat kecil dan menekankan bahaya laten
adanya korupsi di negara Indonesia. Selain itu, himbauan yang dilakukan oleh
pemerintah kepada masyarakat menekankan pada apa saja yang dapat memicu
terjadinya korupsi di kalangan masyarakat hingga pada elite pemerintahan.

d. Pengusahaan Kesejahteraan Masyarakat

Upaya pemerintah dalam memberantas korupsi juga dilakukan melalui upaya


pencegahan berupa pengusahaan kesejahteraan masyarakat yang dilakukan
pemerintah. Pemerintah berupa mensejahterakan masyarakat melalui pemberian
fasilitas umum dan penetapan kebijakan yang mengatur tentang kesejahteraan
rakyat. Kesejahteraan rakyat yang diupayakan oleh pemerintah tidak hanya
kesejahteraan secara fisik saja melain juga secara lahir batin. Harapannya, melalui
pengupayaan kesejahteraan masyarakat yang dapat meningkatkan kesejahteraan
hidup dapat memberikan penguatan kepada masyarakat untuk meminimalisir
terjadinya perbuatan korupsi di lingkungan masyarakat sehingga dapat mewujudkan
masyakarat yang madani yang bersih dari tindakan korupsi dalam kehidupan sehari-
hari.
e. Pencatatan Ulang Aset

Pencatan ulang aset dilakukan oleh pemerintah dalam rangka memantau


sirkulasi aset yang dimiliki oleh masyarakat. Pada tahun 2017 ini, pemerintah
menetapkan suatu kebijakan kepada masyarakatnya untuk melaporkan aset yang
dimilikinya sebagai bentuk upaya pencegahan tindakan korupsi yang dapat terjadi di
masyarakat. Pencatatan aset yang dimiliki oleh masyarakat tidak hanya berupa aset
tunai yang disimpan di bank, tetapi juga terhadap aset kepemilikan lain berupa
barang atau tanah. Selain itu, pemerintah juga melakukan penelurusan asal aset
yang dimiliki oleh masyarakat untuk mengetahui apakah aset yang dimiliki oleh
masyarakat tersebut mengindikasikan tindak pidana korupsi atau tidak.

2. Upaya Penindakan

Upaya penindakan dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap pelaku


tindak pidana korupsi. Dalam pelaksanaan upaya penindakan korupsi, pemerintah
dibantu oleh sebuah lembaga independen pemberantasan korupsi yaitu KPK
(Komisi Pemberantasan Korupsi) Penindakan yang dilakukan oleh KPK semenjak
KPK berdiri pada tahun 2002 telah membuahkan hasil yang dapat disebut sebagai
hasil yang memaksimalkan. Upaya penindakan yang dilakukan oleh KPK terhadap
tindak pidana korupsi merupakan upaya yang tidak main-main dan tidak pandang
bulu.

Siapapun yang terindikasi melakukan tindak pidana korupsi akan ditindak


oleh lembaga independen ini tanpa terkecuali. Dalam melaksanakan
tugasnya, KPK membutuhkan peranan lembaga peradilan dalam
menegakkan keadilan di Indonesia terutama yang berkaitan dengan tindak
pidana korupsi. Tentunya pelaksanaan proses peradilan dilakukan sesuai
dengan mekanisme sistem peradilan di Indonesia dan berdasarkan hukum
dan undang-undang yang berlaku. Penindakan yang dilakukan pemerintah
melalui KPK terhadap pelaku tindak pidana korupsi dimaksudkan agar
memberikan efek jera kepada para pelakunya dan secara tidak langsung
memberikan shock therapy pada orang-orang yang berniat untuk melakukan
tindak pidana korupsi baik itu di dalam pemerintahan maupun di dalam
kehidupan sehari-hari.

3. Upaya Edukasi

Upaya edukasi yang dilakukan pemerintah dalam usahanya untuk


memberantas korupsi adalah upaya yang dilakukan melalui proses pendidikan.
Proses pendidikan di Indonesia dilakukan dalam tiga jenis yaitu pendidikan formal,
informal, dan non formal. Melalui proses edukasi, masyarakat diberikan pendidikan
anti korupsi sejak dini agar masyarakat sadar betul akan bahaya korupsi bagi
negara-negara khususnya negara Indonesia.

Selain itu, melalui edukasi yang diberikan oleh pemerintah, peranan


mahasiswa dalam pemberantasan korupsi juga dapat dimaksimalkan sehingga para
mahasiswa ini dapat memberikan contoh yang baik bagi adik-adiknya maupun bagi
masyarakat umum terhadap cara pemberantasan korupsi dari dalam diri masing-
masing. Upaya edukasi yang dilakukan oleh pemerintah juga termasuk sebagai
upaya membangun karakter bangsa di era globalisasi untuk memberantas
pertumbuhan budaya korupsi yang dapat merugikan kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.

Itulah beberapa upaya pemerintah dalam melakukan upaya pencengahan


pemberantasan korupsi. Sebagai masyarakat yang mencintai Indonesia, sudah
sepantasnya kita menanamkan budaya anti korupsi sedini mungkin di dalam
kehidupan sehari-hari kita agar kita terhindar dari bentuk-bentuk tindakan korupsi
yang semakin hari semakin merajelela. Kiranya artikel ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca sekalian.
BAB 4

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Kesimpulan dan evaluasi dari kaasus-kasus hukum di atas/ Bahwa masih


banyaknya para pejabat yang masih sering menyalah gunakan jabatan untuk
memperkaya diri. Dan juga lemahnya iman yang di miliki para pejabat dan penegak
hukum sehingga hukum di iondonesia sangat lemah dengan penegakan hukum
yang jujur dan adil. Sehingga para pelanggar hukum dengan leluasa untuk
melakukan tindakan-tindakan seprtti suap dan korupsi. Dengan adanya suap para
pelanggar hukum bisa lebih ringan untuk hukuman yang di tetapkan sesual KIHP
dan UU yang ada. Andai saja penegakan hukum di indonesia juga bersih dan adil
maka indonesia juga dengan kasus-kasus seperti itu berkurang.

B. SARAN

Saran untuk hukum di indonesia hanya satu para penegak hukumnya


mempunyai iman yang kuat dan adil tanpa au menirima suap maka indoensia benar-
benar bisa di sebut negara hukum.

Anda mungkin juga menyukai