Disusun oleh :
Annisa Maulida P23139017017 Novia Widyawati P23139017077
Aulia Wica N P23139017024 Nurulhuda Tri P23139017084
Eka Novitasari P23139017039 Prilina Eka K P23139017086
Febriani Dwi K P23139017043 Puput Panca W P23139017087
Mila Oktaviantin P23139017064 Riskiyana P23139017096
Nabila Dwi R P23139017068 Tsany Asprilia P23139017110
Ni Made Budi A P23139017074 Widiya F P23139017112
HALAMAN JUDUL
JURUSAN FARMASI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA II
2020
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui,
Ketua Jurusan/Prodi DIII Farmasi
ii
DAFTAR ISI
iii
3.2 Profil Rumah Sakit ....................................................................................... 34
3.3 Visi, Misi, Tata Nilai Kerja, Falsafah, dan Motto ......................................... 35
3.4 Kode Darurat ............................................................................................... 36
3.5 Logo RSUD Budhi Asih............................................................................... 36
3.6 Struktur Organisasi ...................................................................................... 36
3.6.1 Struktur Organisasi RSUD Budhi Asih .................................................. 36
3.6.2 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi ..................................................... 37
3.7 Susunan Komite / Tim Farmasi Terapi RSUD Budhi Asih ........................... 37
BAB IV Kegiatan Praktek Kerja Lapangan ........................................................ 38
4.1 Gudang Perbekalan Farmasi ......................................................................... 38
4.2 Depo Farmasi Instalasi Gawat Darurat ......................................................... 39
4.3 Depo Farmasi Rawat Jalan ........................................................................... 39
4.4 Depo Farmasi Rawat Inap ............................................................................ 40
4.5 Depo Farmasi Unit Dispensing Dose ............................................................ 41
4.6 Depo Farmasi Bedah Sentral / OK ................................................................ 42
BAB V Pembahasan .......................................................................................... 43
5.1 Depo Farmasi Instalasi Gawat Darurat ......................................................... 47
5.2 Depo Farmasi Rawat Jalan ........................................................................... 48
5.3 Depo Farmasi Farmasi Rawat Inap ............................................................... 49
5.4 Depo Farmasi Unit Dispensing Dose ............................................................ 50
5.5 Depo Farmasi Bedah Sentral/OK.................................................................. 52
BAB VI Kesimpulan dan Saran.......................................................................... 54
6.1 Kesimpulan .................................................................................................. 54
6.2 Saran ........................................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 55
iv
DAFTAR LAMPIRAN
v
BAB I
Pendahuluan
1
kesehatan.
Pelayanan kesehatan di rumah sakit tidak terlepas dari pelayanan
kefarmasian. Oleh sebab itu, pelayanan kefarmasian merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan. Keberadaan pelayanan farmasi yang
baik akan memberikan dampak yang baik, seperti peningkatan mutu pelayanan
kesehatan, penurunan biaya kesehatan, dan peningkatan perilaku yang rasional
dari seluruh tenaga kesehatan, pasien, keluarga pasien, dan masyarakat lain.
Pelayanan kefarmasian di rumah sakit berada di bawah naungan Instalasi
Farmasi.1 Kegiatan yang dilakukan IFRS meliputi pengelolaan perbekalan
farmasi, pelayanan farmasi klinik, administrasi dan pengawasan. Pengelolaan
perbekalan farmasi meliputi pemilihan, perencanaan, pengadaan penerimaan,
penyimpanan, peracikan, pendistribusian, pengendalian, pelayanan informasi dan
pengembangan serta administrasi. Instalasi Farmasi dipimpin oleh seorang
Apoteker dan dibantu oleh D3 Farmasi sebagai tenaga teknis kefarmasian. Dalam
melaksanakan pekerjaan kefarmasian, peran dari tenaga teknis kefarmasian sangat
diperlukan karena merupkan ujung tombak dari terselenggaranya pekerjaan
kefarmasian.
Mengingat pentingnya peran petugas farmasi, maka dalam upaya
meningkatkan wawasan, pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan ahli madya
farmasi, maka Program D3 Farmasi Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan
Jakarta II bekerja sama dengan Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih
menyelenggarakan PKL (Praktik Kerja Lapangan) yang berlangsung dari tanggal
2 Desember – 30 Desember 2019. Dengan pelaksanaan PKL diharapkan
mahasiswa memiliki bekal pengetahuan khususnya tentang IFRS dan memahami
peranan tenaga farmasi dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya di
rumah sakit.
1.2. Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Menerapkan teori-teori yang diperoleh dari mata kuliah yang telah didapat
sehingga mahasiswa terampil dalam bidang peayanan farmasi di rumah sakit.
2
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Memahami tugas dan peran tenaga teknis kefarmasian dalam kegiatan
manajemen farmasi rumah sakit sesuai dengan etika dan ketentuan yang
berlaku di dalam sistem pelayanan kesehatan
2. Memahami tugas dan peran tenaga teknis kefarmasian dalam kegiatan farmasi
klinik di rumah sakit sesuai dengan etika dan ketentuan yang berlaku di dalam
sistem pelayanan kesehatan.
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Penulis
Menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa mengenai kegiatan
farmasi di rumah sakit.
1.3.2 Bagi RSUD Budhi Asih
Sebagai bahan evaluasi bagi RSUD tentang pelayanan kefarmasian yang
diterapkan sehingga dapat dijadikan bahan untuk perbaikkan pelayanan di RSUD
Budhi Asih.
1.3.3 Bagi Akademik
Menambah referensi pustaka mengenai kegiatan praktik kerja lapangan di
Rumah Sakit.
3
BAB II
4
publik dan rumah sakit privat. Rumah sakit publik dikelola oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah sakit publik
yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah diselenggarakan berdasarkan
pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Rumah sakit publik yang
dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah tidak dapat dialihkan menjadi rumah
sakit privat. Rumah sakit privat adalah rumah sakit yang dikelola oleh badan hukum
dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero.
Rumah sakit dapat ditetapkan menjadi rumah sakit pendidikan setelah
memenuhi persyaratan dan standar rumah sakit pendidikan yang ditetapkan oleh
Menteri setelah berkoordinasi dengan Menteri yang membidangi urusan
pendidikan. Rumah sakit pendidikan merupakan rumah sakit yang
menyelenggarakan pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang
pendidikan profesi kedokteran, pendidikan kedokteran berkelanjutan, dan
pendidikan tenaga kesehatan lainnya.2
Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan
fungsi rujukan, rumah sakit umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan
berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit. Setiap rumah sakit
wajib mendapatkan penetapan kelas dari Menteri, dan dapat ditingkatkan kelasnya
setelah lulus tahapan pelayanan akreditasi kelas dibawahnya. Klasifikasi rumah
sakit umum ditetapkan berdasarkan pelayanan, sumber daya manusia, peralatan,
sarana dan prasarana, serta administrasi dan manajemen. Rumah sakit harus
mempunyai kemampuan pelayanan sekurang-kurangnya pelayanan medik umum,
gawat darurat, pelayanan keperawatan, rawat jalan, rawat inap, operasi/bedah,
pelayanan medik spesialis dasar, penunjang medik, farmasi, gizi, sterilisasi, rekam
medik, pelayanan administrasi dan manajemen, penyuluhan kesehatan masyarakat,
pemulasaran jenazah, laundry, ambulance, pemeliharaan sarana rumah sakit,
serta pengolahan limbah.3
5
2.1.3.1 Klasifikasi Rumah Sakit Umum
Rumah sakit umum diklasifikasikan menjadi 4 kelas, antara lain:
a. Rumah sakit umum kelas A
Rumah sakit umum kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 pelayanan medik spesialis dasar, 5 pelayanan
spesialis penunjang medik, 12 pelayanan medik spesialis lain, dan 13 pelayanan
medik sub spesialis.
b. Rumah sakit umum kelas B
Jenis rumah sakit khusus antara lain Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak,
Jantung, Kanker, Orthopedi, Paru, Jiwa, Kusta, Mata, Ketergantungan Obat, Stroke,
Penyakit Infeksi, Bersalin, Gigi dan Mulut, Rehabilitasi Medik, Telinga Hidung
Tenggorokan, Bedah, Ginjal, Kulit dan Kelamin. Klasifikasi dari unsur pelayanan
meliputi Pelayanan Medik Umum, Pelayanan Gawat Darurat sesuai
kekhususannya, Pelayanan Medik Spesialis Dasar sesuai kekhususan, Pelayanan
Spesialis Penunjang Medik, Pelayanan Medik Spesialis Lain, Pelayanan
Keperawatan, Pelayanan Penunjang Klinik, Pelayanan Penunjang Non Klinik.3
6
2.1.4 Struktur Organisasi Rumah Sakit
Struktur organisasi rumah sakit tergantung dari besarnya rumah sakit,
fasilitas yang dimiliki, dan kebijakan direktur rumah sakit. Umumnya terdiri dari
beberapa tingkat manajemen. Direktur rumah sakit mewakili tingkat teratas dari
manajemen rumah sakit. Direktur rumah sakit bertanggung jawab terhadap segala
kebijakan rumah sakit, mengatur segala kegiatan rumah sakit, keuangan, dan
sumber daya manusia di rumah sakit tersebut. Secara periodik, direktur rumah sakit
melaporkan perkembangan rumah sakit dalam mencapai misi dan tujuan rumah
sakit.1
Berdasarkan Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit,
organisasi rumah sakit paling sedikit terdiri atas Kepala Rumah Sakit atau Direktur
Rumah Sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis,
komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi
umum dan keuangan.2
7
2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit
2.2.1 Definisi
Instalasi Farmasi rumah sakit (IFRS) adalah suatu unit di bawah rumah
sakit yang merupakan fasilitas penyelenggaraan kefarmasian di bawah pimpinan
seorang apoteker dan memenuhi persyaratan secara hukum untuk mengadakan,
menyediakan, dan mengelola seluruh aspek penyediaan perbekalan kesehatan di
rumah sakit yang berintikan pelayanan produk yang lengkap dan pelayanan
farmasi klinik yang sifat pelayanannya berorientasi kepada kepentingan pasien.1
2.2.3 Fungsi
2.2.3.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi
8
pengendalian mutu pelayanan. Penjelasan mengenai kegiatan pengelolaan adalah
sebagai berikut:
a. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit.
b. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal.
c. Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan.
d. Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan di rumah sakit.
e. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang
berlaku.
f. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan
kefarmasian.
g. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah sakit.5
9
kanker.
c. Pemantauan dan pelaporan efek samping obat.
d. Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien, atau keluarga.
e. Memberi konseling kepada pasien/keluarga.
f. Melakukan penentuan kadar obat dalam darah.
g. Ronde atau visite pasien.
h. Melakukan pencatatan dan pelaporan setiap kegiatan.5
10
2.2.5 Tugas dan Tanggung Jawab IFRS
Tugas utama IFRS adalah pengelolaaan. Tugas tersebut mencakup
perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung
kepada pasien sampai dengan pengendalian semua perbekalan yang beredar dan
digunakan dalam rumah sakit, baik untuk pasien rawat inap, rawat jalan, maupun
untuk semua unit pengguna. IFRS harus menyediakan terapi obat yang optimal bagi
semua pasien dan menjamin pelayanan bermutu tinggi dan yang paling bermanfaat
dengan biaya minimal.
IFRS bertanggung jawab untuk mengembangkan suatu pelayanan farmasi
yang luas dan terkoordinasi dengan baik dan tepat. Di samping itu, IFRS juga
bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan berbagai bagian/unit diagnosis dan
terapi, unit pelayanan keperawatan, staf medik, dan rumah sakit keseluruhan
untuk kepentingan pelayanan pasien yang lebih baik.1
2.2.6 Sumber Daya Manusia Farmasi Rumah Sakit
Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian dilaksanakan oleh tenaga farmasi
profesional yang berwewenang berdasarkan undang-undang, memenuhi
persyaratan baik dari segi aspek hukum, strata pendidikan, kualitas maupun
kuantitas dengan jaminan kepastian adanya peningkatan pengetahuan, keterampilan
dan sikap keprofesian terus menerus dalam rangka menjaga mutu profesi dan
kepuasan pelanggan. Kualitas dan rasio kuantitas harus disesuaikan dengan beban
kerja dan keluasan cakupan pelayanan serta perkembangan dan visi rumah sakit.
Pengelolaan sumber daya manusia farmasi dimaksudkan demi terciptanya
pelayanan kefarmasian, antara lain sebagai berikut:
a. IFRS (Instalasi Farmasi Rumah Sakit) dipimpin oleh apoteker.
b. Pelayanan farmasi diselenggarakan dan dikelola oleh apoteker yang
mempunyai pengalaman minimal dua tahun di bagian farmasi rumah sakit.
c. Apoteker telah terdaftar di Kementerian Kesehatan dan mempunyai surat izin
kerja.
d. Pada pelaksanaannya apoteker dibantu oleh tenaga ahli madya farmasi (D3)
dan tenaga menengah farmasi (AA).
11
dan peraturan-peraturan farmasi baik terhadap pengawasan distribusi maupun
administrasi barang farmasi.
f. Setiap saat harus ada apoteker di tempat pelayanan untuk melangsungkan dan
mengawasi pelayanan farmasi dan harus ada pendelegasian wewenang yang
bertanggung jawab bila kepala farmasi berhalangan.
g. Adanya uraian tugas (job description) bagi staf dan pimpinan farmasi.
h. Adanya staf farmasi yang jumlah dan kualifikasinya disesuaikan dengan
kebutuhan.
i. Apabila ada pelatihan kefarmasian bagi mahasiswa fakultas farmasi atau tenaga
farmasi lainnya, harus ditunjuk apoteker yang memiliki kualifikasi
pendidik/pengajar untuk mengawasi jalannya pelatihan tersebut.
j. Penilaian terhadap staf harus dilakukan berdasarkan tugas yang terkait dengan
pekerjaan fungsional yang diberikan dan juga pada penampilan kerja yang
dihasilkan dalam meningkatkan mutu pelayanan.
12
Farmasi sistem satu pintu berupa alat medis habis pakai/peralatan non
elektromedik, antara lain alat kontrasepsi (IUD), alat pacu jantung, implan, dan
stent.
Sistem satu pintu adalah satu kebijakan kefarmasian termasuk
pembuatan formularium, pengadaan, dan pendistribusian Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bertujuan untuk
mengutamakan kepentingan pasien melalui Instalasi Farmasi. Dengan
demikian semua Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang beredar di Rumah Sakit merupakan tanggung jawab Instalasi
Farmasi, sehingga tidak ada pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit yang dilaksanakan selain
oleh Instalasi Farmasi.
Rumah Sakit harus menyusun kebijakan terkait manajemen pengunaan Obat
yang efektif. Kebijakan tersebut harus ditinjau ulang sekurangkurangnya
sekali setahun. Peninjauan ulang sangat membantu Rumah Sakit memahami
kebutuhan dan prioritas dari perbaikan sistem mutu dan keselamatan penggunaan
Obat yang berkelanjutan.
Rumah Sakit perlu mengembangkan kebijakan pengelolaan Obat untuk
meningkatkan keamanan, khususnya Obat yang perlu diwaspadai (high- alert
medication). High-alert medication adalah Obat yang harus diwaspadai
karena sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel
event) dan Obat yang berisiko tinggi menyebabkan Reaksi Obat yang Tidak
Diinginkan (ROTD). Kelompok Obat high-alert diantaranya:
1. Obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan
Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound Alike/LASA).
2. Elektrolit konsentrasi tinggi (misalnya kalium klorida 2meq/ml atau yang lebih
pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0,9%, dan magnesium
sulfat =50% atau lebih pekat).
3. Obat-Obat sitostatika.
13
Kegiatan :
1. Pemilihan
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai ini berdasarkan:
a. formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi;
b. standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
telah ditetapkan;
c. pola penyakit;
d. efektifitas dan keamanan;
e. opengobatan berbasis bukti;
f. mutu;
g. harga; dan
h. ketersediaan di pasaran.
Formularium Rumah Sakit disusun mengacu kepada Formularium
Nasional. Formularium Rumah Sakit merupakan daftar Obat yang disepakati
staf medis, disusun oleh Komite/Tim Farmasi dan Terapi yang ditetapkan oleh
Pimpinan Rumah Sakit.
Formularium Rumah Sakit harus tersedia untuk semua penulis Resep,
pemberi Obat, dan penyedia Obat di Rumah Sakit. Evaluasi terhadap Formularium
Rumah Sakit harus secara rutin dan dilakukan revisi sesuai kebijakan dan
kebutuhan Rumah Sakit.
Penyusunan dan revisi Formularium Rumah Sakit dikembangkan
berdasarkan pertimbangan terapetik dan ekonomi dari penggunaan Obat agar
dihasilkan Formularium Rumah Sakit yang selalu mutakhir dan dapat memenuhi
kebutuhan pengobatan yang rasional.
Kriteria pemilihan Obat untuk masuk Formularium Rumah Sakit:
a. mengutamakan penggunaan Obat generik;
b. memiliki rasio manfaat-risiko (benefit risk ratio) yang paling menguntungkan
penderita;
c. mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas;
14
d. praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan;
e. praktis dalam penggunaan dan penyerahan;
f. menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan olehpasien;
g. memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi berdasarkan
biaya langsung dan tidak lansung; dan
h. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman (evidence
based medicines) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan dengan harga
yang terjangkau.
Dalam rangka meningkatkan kepatuhan terhadap formularium Rumah
Sakit, maka Rumah Sakit harus mempunyai kebijakan terkait dengan
penambahan atau pengurangan Obat dalam Formularium Rumah Sakit dengan
mempertimbangkan indikasi penggunaaan, efektivitas, risiko, dan biaya.
2. Perencanaan Kebutuhan
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan
jumlah dan periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin
terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien.
Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan Obat dengan
menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar
perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi,
kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran
yang tersedia.
Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:
a. anggaran yang tersedia;
b. penetapan prioritas;
c. sisa persediaan;
d. data pemakaian periode yang lalu;
e. waktu tunggu pemesanan; dan
f. rencana pengembangan.
15
3. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan
perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan,
jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar
mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari
pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan
dan dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan
spesifikasi kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran.
Untuk memastikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai sesuai dengan mutu dan spesifikasi yang dipersyaratkan maka jika
proses pengadaan dilaksanakan oleh bagian lain di luar Instalasi Farmasi harus
melibatkan tenaga kefarmasian.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai antara lain:
a. Bahan baku Obat harus disertai Sertifikat Analisa.
b. Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS).
c. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus
mempunyai Nomor Izin Edar.
d. Masa kadaluarsa (expired date) minimal 2 (dua) tahun kecuali
untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai tertentu (vaksin, reagensia, dan lain-lain), atau pada kondisi tertentu
yang dapat dipertanggung jawabkan.
Rumah Sakit harus memiliki mekanisme yang mencegah kekosongan stok
Obat yang secara normal tersedia di Rumah Sakit dan mendapatkan Obat saat
Instalasi Farmasi tutup.
Pengadaan dapat dilakukan melalui:
a. Pembelian
Untuk Rumah Sakit pemerintah pembelian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai harus sesuai dengan ketentuan pengadaan barang
dan jasa yang berlaku.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian adalah:
16
1. Kriteria Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BahanMedis Habis Pakai,
yang meliputi kriteria umum dan kriteria mutu Obat.
2. Persyaratan pemasok.
3. Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
4. Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan waktu.
b. Produksi Sediaan Farmasi
Instalasi Farmasi dapat memproduksi sediaan tertentu apabila:
1. Sediaan Farmasi tidak ada di pasaran;
2. Sediaan Farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri;
3. Sediaan Farmasi dengan formula khusus;
4. Sediaan Farmasi dengan kemasan yang lebih kecil/repacking;
5. Sediaan Farmasi untuk penelitian; dan
6. Sediaan Farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan/harus dibuat baru
(recenter paratus).
Sediaan yang dibuat di Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan mutu
dan terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di Rumah Sakit
tersebut.
c. Sumbangan/Dropping/Hibah
Instalasi Farmasi harus melakukan pencatatan dan pelaporan terhadap
penerimaan dan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai sumbangan/dropping/hibah.
Seluruh kegiatan penerimaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai dengan cara sumbangan/dropping/hibah harus disertai
dokumen administrasi yang lengkap dan jelas. Agar penyediaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dapat membantu pelayanan
kesehatan, maka jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai harus sesuai dengan kebutuhan pasien di Rumah Sakit. Instalasi
Farmasi dapat memberikan rekomendasi kepada pimpinan Rumah Sakit untuk
mengembalikan/menolak sumbangan/dropping/hibah Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak bermanfaat bagi
17
kepentingan pasien Rumah Sakit.
4. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis,
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak
atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen terkait
penerimaan barang harus tersimpan dengan baik.
5. Penyimpanan
Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu dilakukan penyimpanan
sebelum dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas
dan keamanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai sesuai dengan persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian yang
dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya,
kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai.
a. Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan Obat diberi label
yang secara jelas terbaca memuat nama, tanggal pertama kemasan dibuka,
tanggal kadaluwarsa dan peringatan khusus.
b. Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan kecuali untuk
kebutuhan klinis yang penting.
c. Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan pasien
dilengkapi dengan pengaman, harus diberi label yang jelas dan disimpan pada
area yang dibatasi ketat (restricted) untuk mencegah penatalaksanaan yang kurang
hati-hati.
d. Sediaan Farmasi, alat Kesehatan, dan BMHP yang dibawa oleh pasien harus
disimpan secara khusus dan dapat diidentifikasi.
e. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang lainnya
yang menyebabkan kontaminasi.
Instalasi Farmasi harus dapat memastikan bahwa Obat disimpan secara
18
benar dan diinspeksi secara periodik.
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
harus disimpan terpisah yaitu:
a. Bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api dan diberi
tanda khusus bahan berbahaya.
b. Gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat, dan diberi penandaaan
untuk menghindari kesalahan pengambilan jenis gas medis. Penyimpanan
tabung gas medis kosong terpisah dari tabung gas medis yang ada isinya.
Penyimpanan tabung gas medis di ruangan harus menggunakan tutup demi
keselamatan.
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk
sediaan, dan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai dan disusun secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired
First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO) disertai sistem informasi
manajemen. Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai yang penampilan dan penamaan yang mirip (LASA, Look Alike
Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan
khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan Obat.
Rumah Sakit harus dapat menyediakan lokasi penyimpanan Obat
emergensi untuk kondisi kegawatdaruratan. Tempat penyimpanan harus
mudah diakses dan terhindar dari penyalahgunaan dan pencurian.
Pengelolaan Obat emergensi harus menjamin:
a. jumlah dan jenis Obat sesuai dengan daftar Obat emergensi yang telah dtetapkan;
b. tidak boleh bercampur dengan persediaan Obat untuk kebutuhan lain;
c. bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera diganti;
d. dicek secara berkala apakah ada yang kadaluwarsa; dan
e. dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain.
6. Pendistribusian
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka
menyalurkan/menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
19
Habis Pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien
dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu.
Rumah Sakit harus menentukan sistem distribusi yang dapat menjamin
terlaksananya pengawasan dan pengendalian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai di unit pelayanan.
Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara:
a. Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (floor stock)
1) Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan lBahan Medis Habis
Pakai untuk persediaan di ruang rawat disiapkan dan dikelola oleh Instalasi Farmasi.
2) Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
disimpan di ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah yang sangat dibutuhkan.
3) Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang mengelola (di
atas jam kerja) maka pendistribusiannya didelegasikan kepada penanggung jawab
ruangan.
4) Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat floor stock
kepada petugas farmasi dari penanggung jawab ruangan.
20
Sistem distribusi Unit Dose Dispensing (UDD) sangat dianjurkan untuk
pasien rawat inap mengingat dengan sistem ini tingkat kesalahan pemberian
Obat dapat diminimalkan sampai kurang dari 5% dibandingkan dengan sistem
floor stock atau Resep individu yang mencapai 18%.
Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh
pasien dengan mempertimbangkan:
a. efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada; dan
b. metode sentralisasi atau desentralisasi.
21
b. menyiapkan Berita Acara Pemusnahan;
c. mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak
terkait;
d. menyiapkan tempat pemusnahan; dan
e. melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan
serta peraturan yang berlaku.
8. Pengendalian
Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan
penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
Pengendalian penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai dapat dilakukan oleh Instalasi Farmasi harus bersama
dengan Komite/Tim Farmasi dan Terapi di Rumah Sakit.
Tujuan pengendalian persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai adalah untuk:
a. penggunaan Obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit;
b. penggunaan Obat sesuai dengan diagnosis dan terapi; dan
c. memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi
d. kelebihan dan kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, dan kehilangan
serta pengembalian pesanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai.
Cara untuk mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai adalah:
a. melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow moving);
b. melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu tiga bulan
berturut-turut (death stock);
c. Stok opname yang dilakukan secara periodik dan berkala.
9. Administrasi
a. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaanSediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakaiyang meliputi perencanaan
22
kebutuhan, pengadaan, penerimaan, pendistribusian, pengendalian
persediaan, pengembalian, pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai. Pelaporan dibuat secara
periodik yang dilakukan Instalasi Farmasi dalam periode waktu tertentu (bulanan,
triwulanan, semester atau pertahun).
Jenis-jenis pelaporan yang dibuat menyesuaikan dengan peraturan yang
berlaku.
Pencatatan dilakukan untuk:
1. persyaratan Kementerian Kesehatan/BPOM;
2. dasar akreditasi Rumah Sakit;
3. dasar audit Rumah Sakit; dan
4. dokumentasi farmasi.
Pelaporan dilakukan sebagai:
1. komunikasi antara level manajemen;
2. penyiapan laporan tahunan yang komprehensif mengenai kegiatan di Instalasi
Farmasi; dan
3. laporan tahunan.
b. Administrasi Keuangan
Apabila Instalasi Farmasi harus mengelola keuangan maka perlu
menyelenggarakan administrasi keuangan.
Administrasi keuangan merupakan pengaturan anggaran, pengendalian
dan analisa biaya, pengumpulan informasi keuangan, penyiapan laporan,
penggunaan laporan yang berkaitan dengan semua kegiatan Pelayanan
Kefarmasian secara rutin atau tidak rutin dalam periode bulanan, triwulanan,
semesteran atau tahunan.
c. Administrasi Penghapusan
Administrasi penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak
terpakai karena kadaluwarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar dengan cara
membuat usulan penghapusan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang berlaku.
23
2.3.1.2 Pelayanan Farmasi Klinik 6
Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang
diberikan Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi
dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena Obat, untuk tujuan
keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of life)
terjamin.
Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi:
1. pengkajian dan pelayanan Resep;
2. penelusuran riwayat penggunaan Obat;
3. rekonsiliasi Obat;
4. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
5. konseling;
6. visite;
7. Pemantauan Terapi Obat (PTO);
8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
9. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
10. dispensing sediaan steril; dan
11. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD);
Kegiatan:
1. Pengkajian dan Pelayanan Resep
Pengkajian Resep dilakukan untuk menganalisa adanya masalah
terkait Obat, bila ditemukan masalah terkait Obat harus dikonsultasikan kepada
dokter penulis Resep. Apoteker harus melakukan pengkajian Resep sesuai
persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk
pasien rawat inap maupun rawat jalan.
Persyaratan administrasi meliputi:
a. nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan pasien;
b. nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter;
c. tanggal Resep; dan
d. ruangan/unit asal Resep.
Persyaratan farmasetik meliputi:
24
a. nama Obat, bentuk dan kekuatan sediaan b. dosis dan Jumlah Obat;
b. stabilitas; dan
c. aturan dan cara penggunaan.
Persyaratan klinis meliputi:
a. ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan Obat;
b. duplikasi pengobatan;
c. alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD);
d. kontraindikasi; dan
e. interaksi Obat.
Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan,
penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
termasuk peracikan Obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi.
Pada setiap tahap alur pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya
kesalahan pemberian Obat (medication error).
2. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat
Penelusuran riwayat penggunaan Obat merupakan proses untuk
mendapatkan informasi mengenai seluruh Obat/Sediaan Farmasi lain yang
pernah dan sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari
wawancara atau data rekam medik/pencatatan penggunaan Obat pasien.
3. Rekonsiliasi Obat
Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan
dengan Obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah
terjadinya kesalahan Obat (medication error) seperti Obat tidak diberikan,
duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi Obat. Kesalahan Obat (medication error)
rentan terjadi pada pemindahan pasien dari satu Rumah Sakit ke Rumah Sakit
lain, antar ruang perawatan, serta pada pasien yang keluar dari Rumah Sakit ke
layanan kesehatan primer dan sebaliknya.
25
dokter; dan
c. mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya instruksi dokter.
Tahap proses rekonsiliasi Obat yaitu:
a. Pengumpulan data
b. Komparasi
c. Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan ketidaksesuaian
dokumentasi.
4. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan
pemberian informasi, rekomendasi Obat yang independen, akurat, tidak bias,
terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker kepada dokter, Apoteker,
perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar Rumah Sakit.
PIO bertujuan untuk:
a. menyediakan informasi mengenai Obat kepada pasien dan
tenaga kesehatan di lingkungan Rumah Sakit dan pihak lain di luar Rumah Sakit;
b. menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan
dengan Obat/Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai,
terutama bagi Komite/Tim Farmasi dan Terapi;
c. menunjang penggunaan Obat yang rasional.
Kegiatan PIO meliputi:
a. menjawab pertanyaan;
b. menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter;
c. menyediakan informasi bagi Tim Farmasi dan Terapi sehubungan dengan
penyusunan Formularium Rumah Sakit;
d. bersama dengan Tim Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS)
melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap;
e. melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga
kesehatan lainnya; dan
f. melakukan penelitian.
26
5. Konseling
Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau
saran terkait terapi Obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau
keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di semua
fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas inisitatif Apoteker, rujukan dokter,
keinginan pasien atau keluarganya. Pemberian konseling yang efektif
memerlukan kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap Apoteker.
Pemberian konseling Obat bertujuan untuk mengoptimalkan hasil terapi,
meminimalkan risiko reaksi Obat yang tidak dikehendaki (ROTD), dan
meningkatkan cost-effectiveness yang pada akhirnya meningkatkan keamanan
penggunaan Obat bagi pasien (patient safety).
6. Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan
Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati
kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait Obat,
memantau terapi Obat dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki, meningkatkan
terapi Obat yang rasional, dan menyajikan informasi Obat kepada dokter,
pasien serta profesional kesehatan lainnya.
27
7. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup
kegiatan untuk memastikan terapi Obat yang aman, efektif dan rasional bagi
pasien.
Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi dan
meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD).
Kegiatan dalam PTO meliputi:
a. pengkajian pemilihan Obat, dosis, cara pemberian Obat, respons terapi, Reaksi Obat
yang Tidak Dikehendaki (ROTD);
b. pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat; dan
c. pemantauan efektivitas dan efek samping terapi Obat.
Tahapan PTO:
a. pengumpulan data pasien;
b. identifikasi masalah terkait Obat;
c. rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat;
d. pemantauan; dan
e. tindak lanjut.
Faktor yang harus diperhatikan:
a. kemampuan penelusuran informasi dan penilaian kritis terhadap bukti terkini dan
terpercaya (Evidence Best Medicine)
b. kerahasiaan informasi; dan
c. kerjasama dengan tim kesehatan lain (dokter dan perawat).
28
tidak dikenal, frekuensinya jarang;
b. menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal dan yang baru saja
ditemukan;
c. mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi angka
kejadian dan hebatnya ESO;
d. meminimalkan risiko kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki; dan
e. mencegah terulangnya kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki.
Kegiatan pemantauan dan pelaporan ESO:
a. mendeteksi adanya kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki (ESO);
b. mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai risiko tinggi
mengalami ESO;
c. mengevaluasi laporan ESO dengan algoritme Naranjo;
d. mendiskusikan dan mendokumentasikan ESO di Tim/Sub Komite/Tim
Farmasi dan Terapi;
e. melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional.
Faktor yang perlu diperhatikan:
a. kerjasama dengan Komite/Tim Farmasi dan Terapi dan ruang rawat; dan
b. ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.
29
a. indikator peresepan;
b. indikator pelayanan; dan
c. indikator fasilitas.
30
2) mengemas ke dalam kantong khusus untuk nutrisi.
c. Penanganan Sediaan Sitostatik
Penanganan sediaan sitostatik merupakan penanganan Obat kanker
secara aseptis dalam kemasan siap pakai sesuai kebutuhan pasien oleh tenaga
farmasi yang terlatih dengan pengendalian pada keamanan terhadap lingkungan,
petugas maupun sediaan obatnya dari efek toksik dan kontaminasi, dengan
menggunakan alat pelindung diri, mengamankan pada saat pencampuran,
distribusi, maupun proses pemberian kepada pasien sampai pembuangan limbahnya.
Secara operasional dalam mempersiapkan dan melakukan harus sesuai
prosedur yang ditetapkan dengan alat pelindung diri yang memadai.
Kegiatan dalam penanganan sediaan sitostatik meliputi:
1) melakukan perhitungan dosis secara akurat;
2) melarutkan sediaan Obat kanker dengan pelarut yang sesuai;
3) mencampur sediaan Obat kanker sesuai dengan protokol pengobatan;
31
2.4 Komite/Tim Farmasi dan Terapi
Dalam pengorganisasian Rumah Sakit dibentuk Komite/Tim Farmasi dan
Terapi yang merupakan unit kerja dalam memberikan rekomendasi kepada
pimpinan Rumah Sakit mengenai kebijakan penggunaan Obat di Rumah Sakit yang
anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili semua spesialisasi yang ada di
Rumah Sakit, Apoteker Instalasi Farmasi, serta tenaga kesehatan lainnya apabila
diperlukan. Komite/Tim Farmasi dan Terapi harus dapat membina hubungan
kerja dengan komite lain di dalam Rumah Sakit yang berhubungan/berkaitan
dengan penggunaan Obat.
Komite/Tim Farmasi dan Terapi dapat diketuai oleh seorang dokter atau
seorang Apoteker, apabila diketuai oleh dokter maka sekretarisnya adalah
Apoteker, namun apabila diketuai oleh Apoteker, maka sekretarisnya
adalah dokter.
Komite/Tim Farmasi dan Terapi harus mengadakan rapat secara teratur,
sedikitnya 2 (dua) bulan sekali dan untuk Rumah Sakit besar rapat diadakan
sekali dalam satu bulan. Rapat Komite/Tim Farmasi dan Terapi dapat mengundang
pakar dari dalam maupun dari luar Rumah Sakit yang dapat memberikan
masukan bagi pengelolaan Komite/Tim Farmasi dan Terapi, memiliki
pengetahuan khusus, keahlian-keahlian atau pendapat tertentu yang bermanfaat
bagi Komite/Tim Farmasi dan Terapi.
Komite/Tim Farmasi dan Terapi mempunyai tugas:
1. mengembangkan kebijakan tentang penggunaan Obat di Rumah Sakit;
2. melakukan seleksi dan evaluasi Obat yang akan masuk dalam formularium
Rumah Sakit;
3. mengembangkan standar terapi;
4. mengidentifikasi permasalahan dalam penggunaan Obat;
5. melakukan intervensi dalam meningkatkan penggunaan Obat yang rasional;
6. mengkoordinir penatalaksanaan Reaksi Obat yangmTidak Dikehendaki;
7. mengkoordinir penatalaksanaan medication error;
8. menyebarluaskan informasi terkait kebijakan penggunaan Obat di Rumah Sakit.
32
BAB III
Pada tahun 1997 berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No.
10 tahun 1997, RSUD Budhi Asih ditetapkan sebagai Unit Swadana Daerah.
Dengan terbitnya UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan PP
Nomor: 23 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
(PPK-BLU),Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Jo. 21
33
Tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Badan
Layayan Umum Daerah serta Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 165
Tahun 2012 tentang Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah
serta Peraturan, maka pengelolaan keuangan rumah sakit harus mengacu kepada
ketentuan tersebut.
34
Luas Tanah : 6.381 m2
Luas Bangunan : 21.977 m2
Ambulans : 4 unit
Ambulans Jenazah : 1 unit 7
35
3.4 Kode Darurat
Ada 7 kode darurat di RSUD Budhi Asih:
1. Code Blue (Kegawatdaruratan Medis)
2. Code Red (Kebakaran)
3. Code Grey (Gangguan Keamanan)
4. Code Pink (Penculikan Bayi)
5. Code Purple (Evakuasi)
6. Code Green (Gempa Bumi)
7. Code Black (Ancaman Bom)
DIREKTUR
KOMITE
SP I
1. KOMITE MEDIK
2. KOMITE KEPERAWATAN
3. KOMITE NAKES LAINNYA
4. KOMITE MUTU & MANAJEMEN RISIKO
WADIR KEUANGAN 5. KOMITE ETIK & HUKUM RS
WADIR PELAYANAN
& UMUM 6. KOMITE ETIK PENDIDIKAN
7. KOMITE PPI
K.A. BAG UMUM & K.A. BAG KEUANGAN & KABID. PELAYANAN KABID. PELAYANAN
K.A. BAG SDM KABID. PELAYANAN MEDIS
PEMASARAN PERENCANAAN PENUNJANG MEDIS KEPERAWATAN
KSP PEMASARAN & KSP PERENCANAAN K.A. INSTALASI PELAYANAN K.A. INSTALASI REKAM MEDIS SATUAN PELAYANAN
KSP ADM KEPEGAWAIAN
KEHUMASAN PROGRAM & ANGGARAN RANAP INFORMASI KESEHATAN KEPERAWATAN RAWAT
JALAN, IGD, NICU
KSP KESEKRETARIATAN KSP PERBENDAHARAAN & K.A. INSTALASI PELAYANAN
KSP PEMBERDAYAAN PEGAWAI K.A. INSTALASI RADIOLOGI
& LOKAL VERIFIKASI RAJAL SATUAN PELAYANAN
KEPERAWATAN RAWAT INAP
KSP RUMAH TANGGA & KSP DIKLAT & K.A. INSTALASI PELAYANAN
KSP AKUNTANSI K.A. INSTALASI FARMASI
PERLENGKAPAN PENGEMBANGAN PEGAWAI GAWAT DARURAT SATUAN PELAYANAN
KEPERAWATAN RAWAT
KSP PEMELIHARAAN K.A. INSTALASI PELAYANAN K.A. INSTALASI INTENSIF & IBS
KSP MOBILISASI DANA
SARAN PRASARANA RS KHUSUS LABORATORIUM
K.A. INSTALASI
PENUNJANG KHUSUS
36
3.6.2 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi
37
BAB IV
38
4.2 Depo Farmasi Instalasi Gawat Darurat
Kegiatan yang dilakukan:
1. Mengenal alur pengadaan dari perencanaan lalu pembuatan defekta ditujukan
untuk gudang farmasi dan pengantaran perbekalan farmasi dari gudang.
2. Menerima perbekalan farmasi yang baru datang dari gudang perbekalan farmasi
dengan cara menyesuaikan Surat Pesanan dengan barang fisik.
3. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai tempatnya berdasarkan bentuk sediaan
seperti solid, semi solid maupun liquid dan berdasrkan jenis sediaan farmasi.
Disusun secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired First Out
(FEFO) dan First In First Out (FIFO). Perbekalan farmasi yang memiliki
penamaan yang mirip (LASA, Look Alike Sound Alike) dilakukan pemisahan
dengan memberi space/jarak dan pemisahan obat High Alert atau obat yang perlu
pengawasan tinggi. Suppositoria dan obat-obat yang tidak stabil pada suhu
kamar disimpan di lemari pendingin. Penyimpanan obat Narkotika dan
Psikotropika di lemari khusus sesuai persyaratan yang ditentukan, yaitu salah
satunya menggunakan lemari dengan double lock.
4. Mengisi stock wadah obat yang sudah habis untuk mempermudah penyiapan
obat.
5. Mengenal sistem distribusi perbekalan farmasi yaitu individual prescription,
floor stock, dan sistem paket. Paket berupa infus set dan catheter set.
6. Menyiapkan obat sesuai resep meliputi menghitung dosis, meracik, memberi
etiket dan mengemasnya.
7. Mengenal alur pelayanan pasien masuk IGD (berdasarkan jaminan/umum) lalu
pemeriksaan dokter dan input resep elektronik/Electronic Health Record (EHR),
petugas farmasi menerima lalu memverifikasi resep, dispensing dan melakukan
PIO/penyerahan perbekalan farmasi ke pasien atau perawat.
39
dengan bukti fisik resep.
3. Skrinning resep, yaitu input resep manual ke dalam sistem informasi farmasi
dengan menu resep sesuai status pasien (umum/jaminan)
4. Mengenal alur pengadaan dari perencanaan lalu pembuatan defekta ditujukan
untuk gudang farmasi dan pengantaran perbekalan farmasi dari gudang.
5. Menerima perbekalan farmasi yang baru datang dari gudang perbekalan
farmasi dengan cara menyesuaikan Surat Pesanan dengan barang fisik.
6. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai tempatnya berdasarkan bentuk sediaan
seperti solid, semi solid maupun liquid dan berdasrkan jenis sediaan farmasi.
Berdasrkan kelompok obat generik maupun paten dan disusun secara alfabetis
dengan menerapkan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In First
Out (FIFO). Perbekalan farmasi yang memiliki penamaan yang mirip (LASA,
Look Alike Sound Alike) dilakukan pemisahan dengan memberi space/jarak dan
pemisahan obat High Alert atau obat yang perlu pengawasan tinggi.
Suppositoria dan obat-obat yang tidak stabil pada suhu kamar disimpan di
lemari pendingin. Penyimpanan obat Narkotika dan Psikotropika di lemari
khusus sesuai persyaratan yang ditentukan, yaitu salah satunya menggunakan
lemari dengan double lock.
7. Mengisi stock wadah obat yang sudah habis untuk mempermudah penyiapan
obat.
8. Menyiapkan obat sesuai resep meliputi menghitung dosis, meracik, memberi
etiket dan mengemasnya.
9. Pengisian obat CaCO3 kedalam cangkang kapsul.
10. Mengenal sistem distribusi perbekalan farmasi yaitu individual prescription.
40
3. Penenmpelan label obat High Alert sesuai ukuran.
4. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai tempatnya berdasarkan bentuk sediaan
seperti solid, semi solid maupun liquid dan berdasrkan jenis sediaan farmasi.
Berdasrkan kelompok obat generik maupun paten dan disusun secara alfabetis
dengan menerapkan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In First
Out (FIFO). Perbekalan farmasi yang memiliki penamaan yang mirip (LASA,
Look Alike Sound Alike) dilakukan pemisahan dengan memberi space/jarak dan
pemisahan obat High Alert atau obat yang perlu pengawasan tinggi. Suppositoria
dan obat-obat yang tidak stabil pada suhu kamar disimpan di lemari pendingin.
Penyimpanan obat Narkotika dan Psikotropika di lemari khusus sesuai
persyaratan yang ditentukan, yaitu salah satunya menggunakan lemari dengan
double lock.
5. Mengisi stock wadah obat yang sudah habis untuk mempermudah penyiapan
obat.
6. Menyiapkan obat sesuai resep meliputi menghitung dosis, meracik, memberi
etiket dan mengemasnya.
7. Mengenal sistem distribusi perbekalan farmasi yaitu individual prescription dan
sistem unit dosis dikombinasikan floor stock.
8. Menyiapkan obat sesuai sistem unit dosis, yaitu setiap resep dikerjakan dan
dikemas dalam kemasan yang dibagi tiap waktu penggunaan pagi, siang, sore
dengan tertera nama obat didepan kemasan/plastik klip.
9. Mengantar perbekalan farmasi yang telah disiapkan ke ruang rawat untuk psien
CITO.
41
obat.
4. Mengenal sistem distribusi perbekalan farmasi yaitu sistem unit dosis
dikombinasikan floor stock.
5. Mengisi resep obat di lembar kardek sesuai aturan pakai minum yang dibutuhkan
selama 24 jam.
6. Menyiapkan obat sesuai sistem unit dosis, yaitu setiap resep dikerjakan dan
dikemas dalam kemasan yang dibagi tiap waktu penggunaan pagi, siang, sore
dan malam dengan tertera nama obat didepan kemasan/plastik klip.
7. Mengantar perbekalan farmasi yang telah disiapkan ke ruang rawat.
8. Mengambil amprahan yang berada di depo farmasi rawat inap.
42
BAB V
Pembahasan
43
Kegiatan manajemen farmasi meliputi pengelolaan perbekalan farmasi, terdiri
dari :
1. Pemilihan
Pemilihan adalah seleksi obat adalah kegiatan untuk menyeleksi obat-obat
yang akan digunakan di RSUD Budhi Asih oleh Sub Komite Farmasi dan Terapi.
Pemilihan berdasarkan penggunaan yang ada di RSUD Budhi Asih.
2. Perencanaan
Perencanaan kebutuhan perbekalan farmasi dilakukan oleh Instalasi
Farmasi berdasarkan formularium RSUD Budhi Asih. Perencanaan perbekalan
farmasi dilakukan dengan metode kombinasi, yaitu metode morbiditas berdasarkan
pola penyakit dan metode konsumsi berdasarkan pemakaian sebelumnya.
Perencanaan kebutuhan diajukan kepada Ka. IFRS untuk disetujui setelah itu
dajukan ke Kabid Pelayanan Penunjang Medis untuk disetujui kemudian
perencanaan kebutuhan diajukan ke bagian PPBJ (Panitia Pengadaan Barang dan
Jasa). Perencanaan atau Rancangan Kebutuhan Obat (RKO) dilakukan dalam
jangka waktu 2 minggu dan 1 tahun.
3. Pengadaan
Pengadaan dilakukan 2 minggu sekali berdasarkan stok akhir yang dapat
dilihat pada buku defecta dan kartu stok barang dan disesuaikan dengan sisa barang
yang tercatat di komputer.
Pengadaan dilakukan melalui pembelian langsung. Untuk Obat Prekursor,
Psikotropika, dan Narkotika membuat Surat Pesanan (SP) secara manual dan di
tanda tangani oleh Ka. IFRS lalu surat diberikan ke distributor dan diproses oleh
distributor. Untuk SP diluar obat prekursor, psikotropika dan narkotika bisa
menyusul dengan dikirimkan foto SP nya.
4. Penerimaan
Penerimaan dilakukan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi,
jumlah, mutu, waktu penyerahan dan hargayang tertera dalam SP dengan kondisi
fisik yang diterima. Setelah sesuai faktur diterima dan ditandatangani oleh Apoteker
yang bertugas.
44
5. Penyimpanan
Penyimpanan perbekalan farmasi dilakukan berdasarkan bentuk sediaan
seperti solid, semi solid maupun liquid dan berdasrkan jenis sediaan farmasi
maupun alat kesehatan. Disusun secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First
Expired First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO). Perbekalan farmasi yang
memiliki penamaan yang mirip (LASA, Look Alike Sound Alike) dan pemisahan
obat High Alert atau obat yang perlu pengawasan tinggi. Suppositoria dan obat-obat
yang tidak stabil pada suhu kamar disimpan di lemari pendingin, pengontrolan
jumlah barang yang masuk dan keluar dengan menggunakan kartu stok.
Penyimpanan obat Narkotika dan Psikotropika di lemari khusus sesuai persyartan
yang ditentukan, yaitu salah satunya menggunakan lemari dengan double lock.
45
perbekalan.
7. Pemusnahan
Pemusnahan perbekalan farmasi dilakukan setiap setahun sekali setelah
stock opname oleh tim pemusnahan.
1. Tim pemusnahan dibentuk oleh Ka. Bag. Umum yang terdiri dari farmasi,
apoteker, ttk, umum, keuangan, kesehatan lingkungan, spi dan saksi-saksi
2. Untuk obat NPP dimusnahkan didepan saksi, dimana saksi tersebut diundang
dari sudin dan dibuat berita acara yang ditembuskan hingga BPOM
3. Jika yang dimusnahkan sedikit maka dimusnahkan di RS Budhi Asih sampai
sediaan rusak, hancur dan tidak bisa digunakan lagi, lalu diberikan kepada
pihak ketiga. Tetapi tidak wajib ikut ke pihak ketiga
4. Jika yang dimusnahkan banyak, maka dari pihak Budhi Asih ikut ke pihak
ketiga untuk melihat sediaan dihancurkan di alat insenerator sampai rusak,
hancur dan tidak bisa digunakan lagi
5. Untuk pemusnahan dilakukan sesuai bentuk sediaan obat. Jika cairan maka
dialirkan ke saluran pembuangan, tetapi untuk antibiotik dipisahkan.
6. Untuk sediaan tablet bisa di blender, sediaan salep dikeluarkan dari
bungkusnya, lalu semua bungkus sediaan di rusak.
7. Untuk obat expired date:
a. Laporan slow moving kepada dokter, dalam 3 bulan dapat habis/tidak.
b. Tidak dapat habis = retur ke distributor dengan memberikan copy faktur
pajaknya dan obat yang kedaluwarsa.
c. Tidak dapat diretur = dimusnahkan.
8. Pengendalian
Pengendalian perbekalan farmasi dilakukan dengan cara melakukan
evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow moving) dan stok opname tiap 2
x dalam setahun disaksikan oleh Kepala IFRS. Kepala IFRS meneliti kartu gudang
serta menandatangani kartu barang yang diperiksa.
9. Administrasi
Pencatatan dan pelaporan kegiatan dibuat secara periodik khususnya obat
narkotika dan psikotropika. Narkotika yang dikelola harus dicatat dalam buku
46
register narkotik yang berisi persediaan pada awal dan akhir bulan, penambahannya
terdiri dari pembelian, dan pengurangan yang disebabkan penyerahan atas dasar
resep, pembulatan atau pengoahan, pemusnahan dan lain-lain. Pencatatan setiap
penggunaan atau pengeluaran narkotika wajib dilaporkan. Laporan narkotika dibuat
setiap bulannya yang ditujukan kepada Kepala Suku Dinas Pelayanan Kesehatan
Jakarta Timur dengan tembusan: DinKes Privinsi, Kepala Balai Besar BPOM
Jakarta, dan IFRS RSUD Budhi Asih (arsip).
Pencatatan Psikotropika dilakukan setiap pemasukan dan penggunaan,
dilaporkan setahun sekali. Laporan ditandatangani oleh Kepala IFRS dengan
mencantumkan nama jelas, nomor SIK dan stempel IFRS. Laporan ditujukan
kepada Kepala Suku Dinas Pelayanan Kesehatan Jakarta Timur dengan tembusan:
DinKes Provinsi, Kepala Balai BPOM Jakarta, dan IFRS RSUD Budhi Asih (arsip).
47
obat/alkes yang dibutuhkan dalam kondisi mendesak. Jika defekta cito terjadi pada
saat gudang tutup, pihak IGD harus menghubungi petugas gudang untuk
menanyakan ketersediaan barang yang akan diminta. Jika barang tersebut ada stok
di gudang, gudang dapat dibuka. Jika terjadi kekosongan barang di gudang, IGD
dapat melakukan peminjaman barang ke depo lain yang mempunyai stok.
Kegiatan yang dilakukan selama PKL di Depo Farmasi Rawat Jalan antara
lain mengamati dan melaksanakan pelayanan resep, meliputi prosedur administrasi
resep yang masuk berdasarkan status pasien dan proses pengerjaan resep, dimulai
dari penerimaan resep, penyiapan obat, hingga penyerahan obat kepada pasien.
Depo Farmasi Rawat Jalan di Budhi Asih terdapat di gedung A dan B.
5.2.1 Pelayanan resep
Pelayanan resep yang diberikan oleh Depo Farmasi Rawat Jalan adalah
resep pasien-pasien rawat jalan, baik pasien jaminan maupun pasien umum. Depo
Farmasi Rawat Jalan Gedung A melayani pasien dari poli jantung, poli paru, poli
mata, poli kulit, poli anak, poli gigi , dan poli bedah (ortopedi, saraf, umum, urologi)
sedangkan gedung B melayani poli penyakit dalam, poli penyakit jiwa, poli
neurologi (saraf), poli THT, dan poli rehabmedik.
48
5.2.2 Pengadaan dan distribusi perbekalan farmasi
49
keranjang untuk tiap pasien. Setelah semua obat diambil, dilakukan pengemasan
obat ke dalam bentuk dosis unit serta pemberian etiket. Tahap selanjutnya adalah
pemeriksaan ulang resep yang telah dikerjakan. Orang yang melakukan
pemeriksaan berbeda dengan orang yang mengerjakan resep. Hal tersebut
dilakukan dengan tujuan sebagai pengecekan ganda untuk menghindari
medication error. Kemudian obat diantarkan ke ruang rawat dan dilakukan proses
serah terima obat dengan perawat. Keseluruhan proses tersebut ditandai dengan
melakukan check list dan menuliskan nama petugas yang mengerjakan etiket,
mengambil obat, dan melakukan serah terima pada keterangan V (verifikasi), H
(harga), D (dispensing), S (serah) pada lembar resep. Alur pelayanan resep secara
umum adalah resep diterima oleh depo kemudian obat disiapkan di depo dan
diserahkan kepada pasien ataupun perawat.
5.3.2 Pengadaan dan distribusi perbekalan farmasi
Resep diterima oleh petugas depo dari keluarga pasien ataupun perawat,
kemudian diperiksa ketersediaan perbekalan farmasi yang diminta. Apabila tidak
tersedia, petugas depo akan melakukan permintaan (defekta) ke gudang perbekalan
farmasi yang dilakukan pada hari selasa dan jumat. Daftar barang yang akan diminta
dimasukkan ke dalam SIF, kemudian gudang akan menyiapkan perbekalan farmasi
yang diminta. Petugas akan mengambil barangataupun barang akan diantarkan,
serta memeriksa kesesuaian dengan daftar defekta dan tanggal kadaluarsa dari
barang. Kemudian daftar defekta yang telah sesuai dimasukkan ke dalam SIF.
Sistem distribusi obat yang digunakan adalah sistem dosis unit yang
dikombinasikan dengan floor stock. Dengan sistem dosis unit, setiap resep
dikerjakan dan dikemas dalam kemasan yang dibagi tiap waktu penggunaan, yaitu
pagi, siang dan sore.
50
Edelweis Barat: untuk perawatan pasien Penyakit Dalam – Infeksi Paru
dan Infeksi TBC
Edelweis Timur: untuk perawatan pasien Penyakit Dalam - Infeksi Isolasi
Mutiara Barat&Timur: untuk perawatan pasien Umum – Non Bedah
2. UDD Lt.6
Ada 4 ruangan yang menjadi tanggung jawab UDD 6, diantaranya ruang:
Dahlia Barat : untuk perawatan pasien Penyakit Dalam - Non Infeksi
Dahlia Timur : untuk perawatan pasien Penyakit Dalam - Non Infeksi
Emerald Barat&Timur: untuk perawatan pasien anak
3. UDD 7
Tempat pemulihan pasien pasca-operasi seperti operasi THT, Gigi,
Appendix, dll dan terdapat 3 ruangan, diantaranya ruang Zamrud, Cempaka
Barat dan Cempaka Timur
5. UDD 8
Bougenville Barat : untuk perawatan pasien Kelas III -Kebidanan
Safir Barat : untuk perawatan pasien Kelas I & II - Umum
Safir Timur : untuk perawatan pasien Umum Kelas 2– VIP
Aster Barat : untuk perawatan pasien Stroke / Neurologi
Aster Timur : untuk perawatan pasien Jantung
Penulisan resep menggunakan formulir resep resmi dari RSUD Budhi Asih.
Resep dituliskan pada lembar daftar pemberian obat harian. Daftar pemberian obat
dimiliki oleh bagian perawat dan farmasi lalu daftar pemberian obat ditelaah
kembali oleh farmasis. Proses pengerjaan resep dimulai dengan melakukan
verifikasi resep yang mencakup legalitas resep, kesesuaian sediaan farmasetika,
kesesuaian obat yang diresepkan dengan jenis jaminan pasien (untuk pasien
jaminan) dan pertimbangan klinis. Setelah seluruh resep selesai diverifikasi,
selanjutnya dilakukan pengambilan obat dari rak dan obat dimasukkan ke dalam
keranjang-keranjang untuk tiap pasien. Setelah semua obat diambil, dilakukan
pengemasan obat ke dalam bentuk dosis unit serta pemberian etiket. Mengisi trolley
obat sesuai kebutuhan pasien. Tahap selanjutnya adalah pemeriksaan ulang resep
yang telah dikerjakan dan perbekalan farmasi siap diantarkan menggunakan trolley
51
obat.
52
h. Dokter/ paramedis/ pasien saat masuk ruang OK harus mengganti
(memakai/ pakaian, alas kaki, khusus di OK)
i. Selain petugas dan pasien yang bersangkutan tidak diperbolehkan masuk
wilayah OK
j. Sebelum di operasi status pasien harus sudah masuk dibagian administrasi
OK untuk diregister
k. Pembersihan OK diharuskan setiap selesai operasi
l. Untuk pembersihan umum dilakukan sekali dalam seminggu
53
BAB VI
6.1 Kesimpulan
1. Peran dan tanggung jawab tenaga teknis kefarmasian di Instalasi Farmasi
Rumah Sakit (IFRS) RSUD Budhi Asih yaitu melakukan kegiatan
pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan farmasi klinik. Pengelolaan
perbekalan farmasi dimulai dari proses pemilihan, perencanaan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan, pengendalian
hingga administrasi
2. Peran dan tanggung jawab tenaga teknis kefarmasian di IFRS adalah menjamin
berjalannya fungsi farmasi klinik yang profesional, antara lain
melakukan pengkajian dan pelayan resep, rekonsiliasi obat, PIO, konseling,
visite pasien, monitoring/review penggunaan obat, monitoring efek samping
obat dan pemberian edukasi bagi staf farmasi.
6.2 Saran
1. Sistem manajemen perbekalan farmasi sudah cukup baik, tetapi masih terdapat
kendala dalam perencanaan pengadaan perbekalan farmasi karena tidak semua
depo pengguna mampu melakukan perencanaannya dengan baik.
2. Kegiatan farmasi klinik meliputi skrining resep, medication history taking,
monitoring terapi obat, ronde/visite pasien, bedside counseling, pelayanan
informasi obat. Kegiatan tersebut sudah terlaksana dengan baik, tetapi belum
semua pasien mendapatkannya karena keterbatasan sumber daya tenaga teknis
kefarmasian.
3. Perluasan IFRS untuk menunjang pelayanan kesehatan yang lebih efektif.
54
DAFTAR PUSTAKA
1. Siregar CJP. Farmasi Rumah Sakit. Jakarta: Kedokteran EGC. 2004; 37-42.
2. Departemen Kesehatan RI. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44
Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Jakarta; DepKes RI. 2009.
3. Departemen Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
340/Menkes/per/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit. Jakarta: DepKes RI.
2010.
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 tentang
Tenaga Kesehatan. Jakarta. 1996.
5. Departemen Kesehatan RI. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmas di Rumah
Sakit. Jakarta; DepKes RI. 2004.
6. Departemen Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 72 Tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Jakarta: DepKes
RI. 2016.
7. Profil Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih. Data diperoleh melalui situs
internet http://rsudbudhiasihjakarta.go.id/ diakses pada 12 Januari 2020.
8. RSUD Budhi Asih. Keputusan Direktur RSUD Budhi Asih Nomor 1313 Tahun
2018. Jakarta: RSUD Budhi Asih. 2018
55
Lampiran 1.
Resep yang Berlaku di RSUD Budhi Asih
Resep Putih
56
Resep Merah Muda
57
Resep Hijau (Copy Resep RSUD Budhi Asih)
58
Resep Narkotika
59
Lampiran 2.
Surat Pesanan Narkotika
60
Lampiran 3.
Surat Pesanan Psikotropika
61
Lampiran 4.
SEP (Surat Eligibilitas Peserta/Pasien)
62
Lampiran 5.
Etiket RSUD Budhi Asih
Etiket Putih
Etiket Biru
Etiket Elektrik
63
Lampiran 6.
Kemasan obat RSUD Budhi Asih
Plastik Klip
64
Lampiran 7.
Kartu Persediaan/Stock
65
Lampiran 8.
Bukti Pengiriman Barang Antar Ruangan
66
Lampiran 9.
Check List Temperatur Lemari Es
67