Delly Rizkia 2008
Delly Rizkia 2008
SKRIPSI
Oleh :
Rizkia Delly
03320193
YOGYAKARTA
2008
2
DAFTAR ISI
Halaman
INTISARI .................................................................................................. iv
A. PENGANTAR ..................................................................................... 1
E. PEMBAHASAN ................................................................................................ 15
F. KESIMPULAN . ................................................................................................ 19
G. SARAN................................................................................................................. 19
Rizkia Delly
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan positif antara dorongan
mencari sensasi (sensation seeking) dengan kenakalan pada remaja (juvenile delinkuen). Hipotesis
yang diajukan adalah ada hubungan positif antara dorongan mencari sensasi (sensation seeking)
dengan kenakalan pada remaja (Juvenile Delinkuen). Semakin tinggi dorongan mencari sensasi
seseorang maka kenakalannya semakin tinggi dan semakin rendah sensation seeking seseorang
maka kenakalanya juga rendah
Subyek dalam penelitian ini adalah pelajar SMU yang berjenis kelamin perempuan dan
laki-laki yang berusia 14 tahun sampai dengan 18 tahun. Adapun skala yang digunakan dalam
penelitian ini adalah hasil modifikasi skala sensation seeking dari Zuckerman (1979) yang
berjumlah 24 aitem, mengacu pada aspek yang dikemukakan oleh Zuckerman (dalam Rachmahana,
2002) dan skala kenakalan yang mengacu pada aspek yang dikemukakan oleh dan Jensen (dalam
Sarwono, 2002 ) yang berjumlah 38 aitem.
Metode analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis dengan menggunakan uji korelasi
product moment dari Spearman. Hasil analisis menunjukkan besarnya koefisien korelasi sebesar r =
0,812 ; dan p =0,000 ( p < 0,01 ) . Hal ini menunjukkan bahwa ada korelasi positif yang sangat signifikan
antara dorongan mencari sensasi dengan kenakalan pada remaja, sehingga hipotesis yang diajukan dapat
diterima. Sedangkan sumbangan efektif yang diberikan variabel dorongan mencari sensasi terhadap
variabel kenakalan pada remaja sebesar 85,8% % yang berarti masih ada 14,2
% faktor lain yang mempengaruhi tingkat kenakalan pada
1. Latar Belakang
Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa baik secara
psikologis maupun fisik. Perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada remaja adalah
psikologis muncul antara lain karena adanya perubahan-perubahan fisik pada diri
remaja. Sarwono (1988). Fase remaja terdiri atas remaja awal (11-14 tahun), remaja
pertengahan (14-17), dan remaja akhir berusia (17-20). Kapla & Sadock (dalam Indra.
Saat jaman berubah dengan cepat dan remaja tidak bisa menyelesaikan tugas
perkembangan dengan baik maka akan menyebabkan remaja sulit menyesuaikan diri
dengan lingkungan sekitar sehingga timbul rasa rendah diri, dikucilkan dari pergaulan,
akan cenderung berperilaku asosial ataupun anti sosial. Bahkan lebih ekstrim bisa
menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindak kriminal dan tindak
kekerasan. (Mu’tadin,2002)
Kasus narkoba yang berhasil diungkap jajaran Polda Jateng meningkat dalam
empat tahun terakhir. Pada periode 2004 – 2007, kasus narkoba di Jateng -rata-rata
mengalami kenaikan 16,82% tiap tahun. Jumlah tersangka rata-rata naik 2,45%.
Kenaikan ini disebabkan oleh tingkat kerawanan sosial yang tinggi di Jateng. Di
provinsi berpenduduk 32,4 juta jiwa ini, setidaknya 6,54% penduduknya berstatus
6
SMA 0,94%. ”Kondisi ini cenderung meningkatkan kenakalan remaja, mulai dari
tawuran, tindak kriminal, narkoba, dan pekerja seks anak. (SINDO, 30 agustus 2007)
menyimpang atau delinkuen pada remaja mengalami peningkatan dan banyak dari para
remaja tidak lagi hanya berperilaku delinkuen tapi sudah mengarah pada suatu tindak-
tinadakan yang anarkis, tindakan ini tidak hanya merugikan bagi remaja yang
Kartono (2005) delinkuen terjadi karena remaja gagal dalam mengontrol dorongan-
perbuatan delinkuen yang dianggap memiliki nilai lebih. Jika seorang remaja
melakukan suatu tindakan kejahatan yang mencolok dan mendapat reaksi sosial yang
sebagai cara pembelaan diri dan merasa mendapat perhatian dari orang lain.
individu yang berada dalam lingkungan kecil dengan statu ekonomi yang serba
eksperimen yang merangsang jiwa mereka dan adanya status ekonomi yang rendah,
delinkuen.
B. TINJAUN PUSTAKA
1. Kenakalan Remaja
pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan oleh anak remaja yang bersifat melawan
hukum, anti sosial, anti susila, dan menyalahi norma-norma agama. Sedangkan
menurut Moedikdo (dalam Asriyati 2003) bahwa kenakalan remaja adalah semua
keonaran dalam masyarakat dan melanggar norma hukum dan norma sosial yang ada.
Dan menurut Sarwono (1994) delinkuensi atau kenakalan remaja yaitu suatu perilaku
yang menyimpang dari norma-norma hukum pidana dan dilakukan oleh orang yang
belum dewasa.
dimotivasi oleh keinginan untuk mendapat perhatian, status sosial dan keinginan
kesadaran sosial dan kesadaran moral, tidak ada pembentukan ego dan super ego dalam
dorongan dan emosinya tidak terkendali lagi. Tingkah lakunya jadi liar, berlebih-
kepribadiannya menjadi khaotis dan menjurus pada psikotis sehingga remaja akan
kompensasi bagi segala kekurang pada dirinya, mereka merasa masyarakat luas dan
keluarga menolak dan memusihi dirinya, juga menghambat mereka untuk menjadi
dirinya dan bertingkah laku sesuai dengan keinginannya. Hal ini yang membuat remaja
sering merasa bingung, frustasi dan mengalami kebingungan dan kemudian mereka
saling bersimpati dan membentuk suatu gang yang bertujuan untuk mencari
jiwa mereka. Dari permainan yang tadinya netral atau biasa-biasa saja dan
terkendali, dan diluar kontrol orang dewasa dan berubah menjadi tindak kekerasan dan
kejahatan.
perampok, pembunuhan.
mencopet, memeras.
3. Sensation Seeking
Rachmana, 2002) adalah sebuah sifat (trait) yang ditandai oleh kebutuhan berbagai
macam sensasi dan pengalaman-pengalaman yang baru, luar biasa dan kompleks, serta
kesediaan untuk mengambil resiko, baik fisik, sosial, hukum maupun finansial, untuk
Cahandra, Khrisna, Benegal dan Ramakrisna (2003) dorongan mencari sensasi adalah
Steinhauer, S.R (2002) berpendapat bahwa individu pencarian sensasi sering bertujuan
untuk mendapatkan kegairahan dan meningkatkan rangsangan yang optimal dan akan
cenderung mencari stimulus baru dan luar biasa, mungkin saja berbahaya bagi orang
lain dan yang akan menimbulkan kecemasan dan perasaan tidak menyenangkan.
karena dipengaruhi oleh faktor psikologis seperti status ekonomi, IQ, dan impulsivitas.
Kebutuhan akan taraf arousal yang optimal ini akan selalu mempengaruhi
kinerja seseorang individu dalam berbagai situasi yang dihadapi, seorang individu
akan tetap melakukan berbagai hal untuk mendapatkan stimulus dan situasi baru yang
10
didasari oleh dorongan utama walaupun saat itu kebutuhan biologis telah terpenuhi..
(Franken 1982)
Menurut Rachmana (2002) teori arousal atau tentang motivasi bahwa dalam
agar setaraf dengan tingkat arousal yang ideal. Individu akan merasa tidak nyaman
ketika pada tingkat arousalnya terlalu rendah ( pada saat seseorang mengantuk atau
merasa bosan) atau terlalu tinggi (ketika muncul rasa takut, cemas atau rasa panik yang
kuat)
Yaitu keinginan untuk terlibat dalam aktivitas fisik, beresiko tinggi dan
bahaya (danger) serta sesuatu yang baru dan luar biasa (novelty) seperti
misalnya olah raga resiko tinggi atau aktivitas lain yang berkaitan dengan
aspek penyimpangan
bepergian melalui aktivitas seni atau musik atau aktivitas yang menolak
tersebut menyimpang dari kebiasaan umum atau tidak disetujui oleh teman,
lingkungan mereka. Perilaku ini biasanya tanpa aktivitas sosial yang bebas
Yaitu penolakan terhadap hal-hal yang bersifat rutin, berulang, mudah ditebak
seseorang individu merasa bosan, maka individu mencari cara untuk membuat
C. METODELOGI PENELITIAN
2. Subyek Penelitian
Pemalang dengan ciri-ciri berjenis kelamin laki-laki atau perempuan yang berusia
Penelitian ini menggunakan dua macam data yang dikumpulkan dari subyek,
yaitu data tentang Sensation Seeking dan data tentang Kenakalan Remaja. Data
data. Terdapat dua skala yang akan digunakan dalam penelitian yaitu skala Mencari
1. Sensation Seeking
modifikasi dari Zuckerman(1979). Alat ukur ini terdiri dari 40 aitem yang
perilaku tanpa ikatan dan mudah merasa bosan. Apabila hasil skor skala tinggi, maka
2. Kenakalan Remaja
Alat ukur yang akan digunakan untuk mengungkap perilaku Kenakalan Remaja
adalah skala berperilaku Kenakalan Remaja. Alat ukur tersebut berupa angket yang
(dalam Sarwono, 2002) yang terdiri dari 40 aitem. Adapun aspek-aspek tersebut adalah
menimbulkan korban materi, delinkuensi yang merugikan dirinya dan orang lain,
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan analisis
statistik yang digunakan secara kuantitatif. Penguji hipotesis pada penelitian ini
menggunakan uji bivariate correlation dengan teknik korelasi dari Spearman yang
D. HASIL PENELITIAN
1. Uji Asumsi
Sebelum melakukan analisis data, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang
meliputi uji normalitas dan uji linieritas. Uji normalitas dan uji linieritas merupakan
syarat sebelum dilakukan pengetesan nilai korelasi, dengan maksud agar kesimpulan
yang ditarik tidak menyimpang dari kebenaran yang seharusnya ditarik (Hadi, 1996).
a. Uji Normalitas.
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah sebaran dari skor jawaban
Smirnov Test dari program SPSS 12.0 for windows untuk skala Sensation Seeking
diperoleh K-SZ = 1,667dengan p = 0,029 karena nilai p<0,05 berarti skala tersebut
tidak normal. Sementara itu skala Delinkuen K-SZ = 1,456 ; p = 0.008 karena nilai
14
p<0,05 maka skala tersebut tidak normal. Dari hasil uji normalitas menunjukkan
bahwa skala Sensation seeking dan Delinkuen tidak normal b. Uji Linieritas.
Dari hasil uji linieritas skala Sensation Seeking terhadap skala Delinkuen
dengan program SPSS 12.0 for windows diperoleh hasil F = 468,586 dengan p=0,00.
2. Uji Hipotesis.
Berdasarkan uji asumsi yang telah dilakukan, dimana sebaran skor variabel
Senasation Seeking dan Delinkuen adalah tidak normal, dan uji linieritas adalah linier,
karena uji normalitasnya tidak normal maka pengujian hipotesis menggunakan korelasi
Speraman.
Dengan menggunakan uji korelasi dari Spearman yang terdapat pada program
SPSS 12.0 for windows dengan menggunakan teknik bivariate correlation, diperoleh
hasil bahwa besarnya koefisien korelasi sebesar r = 0,812 ; dan p =0,000. Karena nilai
r-nya positif maka korelasi antara Sensation Seeking dengan Delinkuen adalah positif
dan nilai p<0,05 maka korelasi keduanya dikatakan signifikan. Hal ini berarti ada
sebesar 0,858 sehingga sumbangan efektif yang dapat diberikan variabel Sensation
15
lainnya.
3. Analisis Tambahan
Peneliti juga melakukan analasis regresi untuk melihat aspek yang paling
kenakalan remaja dan dari hasil tersebut menunjukkan bahwa aspek yang paling
menonjol adalah aspek perilaku tanpa ikatan yaitu 76,9%, kemudian mencari
seeking untuk melihat perbedaan delinkuen dilihat dari jenis kelamin, dari hasil
E. PEMBAHASAN
hubungan antara Sensation Seeking dengan Delinkuen. Berdasarkan hasil dari uji
hipotesis yang telah dilakukan, didapatkan bahwa terdapat korelasi atau hubungan
positif yang signifikan antara Dorongan Mencari Sensasi (Sensation Seeking) dengan
Kenakalan Remaja yang berarti bahwa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
diterima. Artinya semakin tinggi tingkat Sensation seeking pada seseorang maka
16
dapat memicu timbulnya perilaku Delinkuen pada remaja. Subyek dalam penelitian ini
mempunyai Sensation seeking yang rendah. Hal ini dibuktikan dengan hasil rata-rata
empiriknya yaitu 38,4 < X = 52,8 (kategori rendah) sebanyak 33 orang (44%).
Demikian juga pada perilaku Delinkuen yang memiliki rata-rata empirik sebesar 60,8
< X = 83,6 (kategori rendah) sebanyak 37 orang (51,39%), yang berarti subyek
Dari hasil penelitian juga dapat terlihat sumbangan efektif yang diberikan
variabel Sensation Seeking terhadap variabel Delinkuen yang sangat besar yaitu 85,8
% sedangkan sumbangan lain tersisa 14,2 % merupakan sumbangan faktor lain yang
dapat menjadi pemicu munculnya Delinkuen pada remaja yaitu faktor keluarga,
lingkungan, sekolah, status ekonomi. Hal Ini berarti menunjukkan bahwa perilaku
(2003) yang menyatakan bahwa dorongan sensasi (Sensation seeking) yang tinggi pada
Seseorang jika memiliki dorongan sensasi tinggi (Sensation Seeking) tinggi akan
berani mengambil resiko baik fisik, sosial, hukum maupun finansial sebagai suatu
harga yang harus dibayar atau ditebus jika mereka ingin memperoleh reward dari
17
suatu pengalaman tertentu salah satunya caranya adalah dengan berperilaku Delinkuen
. (Zuckerman 1994).
ketidakpuasan pada diri remaja terhadap apa yang dimiliki dan rasa bosan yang
melanda diri remaja dan tekanan yang melanda remaja sehingga mereka sering
menentang aturan-aturan yang resmi yang ada pada masyarakat atau norma-norma
yang ada untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan dengan berani mengambil
resiko untuk membuktikan pada masyarakat bahwa dirinya patut untuk dihargai.
(Alit,1994).
Dari analisis tambahan dengan analisi regresi yang telah dilakukan jika dilihat
dari aspek yang terdapat pada alat ukur dorongan mencari sensasi yaitu pencarian
gairah dan petualangan, pencarian pengalaman baru, perilaku tanpa ikatan dan mudah
merasa bosan. Sesuai data yang diperoleh dan telah dianalisis, dari keempat aspek
tersebut berdasarkan hasil alat ukur yang telah dibagikan pada subyek diperoleh hasil
bahwa aspek perilaku tanpa ikatan memiliki nilai yang tertinggi yaitu sebesar 76,9%
hal ini dapat memperlihatkan bahwa individu yang mempunyai perilaku tanpa ikatan
pendapat Zuckerman (1994) Seseorang pencari sensasi memiliki sifat terbuka, tidak
konvensional dan tidak suka tergantung dengan oranng lain. Individu pencari sensasi
sering melakukan sesuatu yang mereka tahu tidak disetujui oleh teman-teman mereka.
18
Mereka bahkan sering melanggar komitmen jika menemukan sesuatu yang lebih
perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam kenakalan remaja dari hasil anakova
tidak ada perbedaan perilaku delinkuen antara laki-laki dan perempuan, dan ketika
hasil F = 501,347 (p=0.000) hal ini berarti menunjukkan bahwa ketika dilakukan
perbedan antara laki-laki dan perempuan dalam kenakalan remaja. Sesuai dengan
pendapat Durkin (1995) menyatakan hal yanng sama bahwa perempuan banyak yang
menghindari perilaku delinkuen, hal ini karena perempuan diharapkan oleh masyarakat
lebih berperilaku sosial. Sementara pada anak laki-laki lebih cenderung mudah terlibat
dalam berperilaku delinkuen karena perilaku itu wajar jika dilakukan oleh laki-laki.
Hal ini juga terlihat bahwa individu delinkuen memilki karakteristik kuat, keras,
F. KESIMPULAN
sensation seseorang maka semakin tinggi pula perilaku delinkuennya, dan sebaliknya
jika sensation seeking seseorang rendah maka perilaku delinkuennya juga rendah.
G. SARAN
sebagai berikut :
1. Bagi Sekolah.
atau guru menciptakan kondisi atau suasana sekolah yang menyenangkan sehingga
Bagi peneliti selanjutnya akan lebih baik jika dalam penelitian selanjutnya
mengunakan aitem-aitem yang familiar yang mudah dikenal oleh banyak orang dan
Daftar Pustaka
Alit, I.G.K. 1994. Perilaku Remaja dan Permasalahannya berikut Hukum Pidana
bagi Remaja. Jakarta: Yayasan Penerus Nilai-Nilai Luhur Perjuangan 1945.
Chandra, P.S., Krishna, V.A.S., Benegal, V., Ramakrisna, J.2003. High-Risk Sexual
Behavior and Sensation seeking among Heavy Alcohol Users. Department
Of Psychiatry & Health Education, National Institute of Mental Health &
Neuroscience (NIMHANS). Bengalore. India.
Fadillah, Haris. 2005. Kota Pelajar Yogyakarta dan Jakarta. Majalah Mingguan
Gemari.
Franken, R.E 1982. Human Motivation. California: Brooks Cole Publishing Company.
Indra, J., Haniman, F., Moeljohardjono, H. 2000. Perbedaan Konsep dan Perilaku
Kenakalan Remaja Antara Pelajar Dari SMU/K (SLTA) yang Mendapat
Peringkat Tinggi Dengan SMU/K Yang Mendapatkan Peringkat Rendah di
Kotamadya Surabaya. Anima, Indonesia Psychological Journal 15/III.