Anda di halaman 1dari 21

HUBUNGAN ANTARA DORONGAN MENCARI SENSASI (SENSATION SEEKING)

DENGAN KENAKALAN REMAJA (JUVENILE DELIKUEN)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Program Studi Psikologi

Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia

Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Guna Memperoleh

Derajat Sarjana S1 Psikologi

Oleh :

Rizkia Delly
03320193

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2008
2

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... ii

DAFTAR ISI ............................................................................................. iii

INTISARI .................................................................................................. iv

A. PENGANTAR ..................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1

B. TINJAUN PUSTAKA ....................................................................... 7

1. Kenakalan Remaja ................................................................ 7

2. Dorongan Mencari Sensasi .................................................. 9

C. METODELOGI PENELITIAN ....................................................... 11

1. Identifikasi Variabel-Variabel Penelitian ............................... 11

2. Subyek Penelitian ................................................................. 12

3. Metode Pengumpulan Data .................................................. 12

4. Metode Analisis Data .......................................................... 13

D. HASIL PENELITIAN ........................................................................ 13

1. Uji Asumsi ......................................................................... 13

a. Uji Normalitas ................................................................. 13

b. Uji Linieritas .................................................................... 14

2. Uji Hipotesis ........................................................................... 14


3

3. Analisis Tambahan ............................................................................... 15

E. PEMBAHASAN ................................................................................................ 15

F. KESIMPULAN . ................................................................................................ 19

G. SARAN................................................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 20


4
Hubungan Antara Dorongan Mencari Sensasi (Sensation Seeking) dengan

Kenakalan pada Remaja (Juvenile Delinkuen)

Rizkia Delly

Thobagus Muh Nu’man, S.Psi,

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan positif antara dorongan
mencari sensasi (sensation seeking) dengan kenakalan pada remaja (juvenile delinkuen). Hipotesis
yang diajukan adalah ada hubungan positif antara dorongan mencari sensasi (sensation seeking)
dengan kenakalan pada remaja (Juvenile Delinkuen). Semakin tinggi dorongan mencari sensasi
seseorang maka kenakalannya semakin tinggi dan semakin rendah sensation seeking seseorang
maka kenakalanya juga rendah
Subyek dalam penelitian ini adalah pelajar SMU yang berjenis kelamin perempuan dan
laki-laki yang berusia 14 tahun sampai dengan 18 tahun. Adapun skala yang digunakan dalam
penelitian ini adalah hasil modifikasi skala sensation seeking dari Zuckerman (1979) yang
berjumlah 24 aitem, mengacu pada aspek yang dikemukakan oleh Zuckerman (dalam Rachmahana,
2002) dan skala kenakalan yang mengacu pada aspek yang dikemukakan oleh dan Jensen (dalam
Sarwono, 2002 ) yang berjumlah 38 aitem.
Metode analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis dengan menggunakan uji korelasi
product moment dari Spearman. Hasil analisis menunjukkan besarnya koefisien korelasi sebesar r =
0,812 ; dan p =0,000 ( p < 0,01 ) . Hal ini menunjukkan bahwa ada korelasi positif yang sangat signifikan
antara dorongan mencari sensasi dengan kenakalan pada remaja, sehingga hipotesis yang diajukan dapat
diterima. Sedangkan sumbangan efektif yang diberikan variabel dorongan mencari sensasi terhadap
variabel kenakalan pada remaja sebesar 85,8% % yang berarti masih ada 14,2
% faktor lain yang mempengaruhi tingkat kenakalan pada

remaja. Kata Kunci : Sensation Seeking, Juvenile Delinkuen.


5
A. PENGANTAR

1. Latar Belakang

Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa baik secara

psikologis maupun fisik. Perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada remaja adalah

merupakan gejala primer dalam pertumbuhan remaja. Sementara perubahan-perubahan

psikologis muncul antara lain karena adanya perubahan-perubahan fisik pada diri

remaja. Sarwono (1988). Fase remaja terdiri atas remaja awal (11-14 tahun), remaja

pertengahan (14-17), dan remaja akhir berusia (17-20). Kapla & Sadock (dalam Indra.

J, Haniman. F dan Moeljohardjono. H 2000)

Saat jaman berubah dengan cepat dan remaja tidak bisa menyelesaikan tugas

perkembangan dengan baik maka akan menyebabkan remaja sulit menyesuaikan diri

dengan lingkungan sekitar sehingga timbul rasa rendah diri, dikucilkan dari pergaulan,

akan cenderung berperilaku asosial ataupun anti sosial. Bahkan lebih ekstrim bisa

menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindak kriminal dan tindak

kekerasan. (Mu’tadin,2002)

Kasus narkoba yang berhasil diungkap jajaran Polda Jateng meningkat dalam

empat tahun terakhir. Pada periode 2004 – 2007, kasus narkoba di Jateng -rata-rata

mengalami kenaikan 16,82% tiap tahun. Jumlah tersangka rata-rata naik 2,45%.

Kenaikan ini disebabkan oleh tingkat kerawanan sosial yang tinggi di Jateng. Di

provinsi berpenduduk 32,4 juta jiwa ini, setidaknya 6,54% penduduknya berstatus
6

pengangguran.Angka putus sekolah juga tinggi, yakni SD 0,75%,SMP 1,24%,dan

SMA 0,94%. ”Kondisi ini cenderung meningkatkan kenakalan remaja, mulai dari

tawuran, tindak kriminal, narkoba, dan pekerja seks anak. (SINDO, 30 agustus 2007)

Dari kasus diatas memperlihatkan bahwa dari tahun ketahun perilaku

menyimpang atau delinkuen pada remaja mengalami peningkatan dan banyak dari para

remaja tidak lagi hanya berperilaku delinkuen tapi sudah mengarah pada suatu tindak-

tinadakan yang anarkis, tindakan ini tidak hanya merugikan bagi remaja yang

mengalaminya tetapi juga bagi masyarakat.

Ada banyak faktor yang penyebabkan remaja berperilaku delinkuen. Menurut

Kartono (2005) delinkuen terjadi karena remaja gagal dalam mengontrol dorongan-

dorongan instinktifnya, dan menyalurkan dorongan-dorongan primitifnya lewat

perbuatan delinkuen yang dianggap memiliki nilai lebih. Jika seorang remaja

melakukan suatu tindakan kejahatan yang mencolok dan mendapat reaksi sosial yang

hebat dari lingkunganya maka remaja akan semakin mengintensifkan perbuatannya

sebagai cara pembelaan diri dan merasa mendapat perhatian dari orang lain.

Penelitian yang dilakukan oleh Lynam ( dalam Steinhauer, Raine A, Loeber R,

Stouthhamer M, 2003) bahwa Status ekonomi mempengaruhi perilaku delinkuen,

individu yang berada dalam lingkungan kecil dengan statu ekonomi yang serba

terbatas akan lebih mungkin mengekspresikan dorongan mencari sensasi dalam

tindakan anti sosial dibandingkan prososial seperti perilaku delinkuen.

Dari hal diatas dapat memperlihatkan bahwa remaja berperilaku delinkuen

sebagai cara untuk mengekspresikan dorongan mencari sensasinya, seperti keinginan


7

untuk mencoba-coba mencari pengalaman baru yang menggairahkan, dan melakukan

eksperimen yang merangsang jiwa mereka dan adanya status ekonomi yang rendah,

adanya ketidakmampuan remaja mengelola masalah yang membuat remaja berperilaku

delinkuen.

B. TINJAUN PUSTAKA

1. Kenakalan Remaja

Menurut Sudarsono, (2004) kenakalan remaja adalah perbuatan atau

pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan oleh anak remaja yang bersifat melawan

hukum, anti sosial, anti susila, dan menyalahi norma-norma agama. Sedangkan

menurut Moedikdo (dalam Asriyati 2003) bahwa kenakalan remaja adalah semua

perbuatan penyelewengan dari norma-norma tertentu yang dapat menimbulkan

keonaran dalam masyarakat dan melanggar norma hukum dan norma sosial yang ada.

Dan menurut Sarwono (1994) delinkuensi atau kenakalan remaja yaitu suatu perilaku

yang menyimpang dari norma-norma hukum pidana dan dilakukan oleh orang yang

belum dewasa.

Seorang remaja berperilaku delinkuen menurut Kartono (2005) karena

dimotivasi oleh keinginan untuk mendapat perhatian, status sosial dan keinginan

mendapatkan penghargaan dari lingkungan masyarakat, remaja tersebut tidak memiliki

kesadaran sosial dan kesadaran moral, tidak ada pembentukan ego dan super ego dalam

dirinya. Mental dan kemaunnya menjadi lemah hingga impuls-impuls, dorongan-

dorongan dan emosinya tidak terkendali lagi. Tingkah lakunya jadi liar, berlebih-

lebihan, fungsi-fungsi psikisnya tidak bisa diintegrasikan, hingga


8

kepribadiannya menjadi khaotis dan menjurus pada psikotis sehingga remaja akan

mudah terlibat dalam kenakalan remaja. (Kartono,2005)

Remaja delinkuen biasanya membuat suatu gang tersendiri untuk mencari

kompensasi bagi segala kekurang pada dirinya, mereka merasa masyarakat luas dan

keluarga menolak dan memusihi dirinya, juga menghambat mereka untuk menjadi

dirinya dan bertingkah laku sesuai dengan keinginannya. Hal ini yang membuat remaja

sering merasa bingung, frustasi dan mengalami kebingungan dan kemudian mereka

saling bersimpati dan membentuk suatu gang yang bertujuan untuk mencari

pengalaman baru yang menggairahkan dan melakukan eksperimen yang merangsang

jiwa mereka. Dari permainan yang tadinya netral atau biasa-biasa saja dan

menyenangkan hati, lama-kelamaan perbuatan mereka semakin liar dan tidak

terkendali, dan diluar kontrol orang dewasa dan berubah menjadi tindak kekerasan dan

kejahatan.

a. Aspek-Aspek kenakalan remaja mencakup

1. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik seperti perkelahian, perkosaan,

perampok, pembunuhan.

2. Kenakalan yang menimbulkan korban materi seperti mencuri, merusak,

mencopet, memeras.

3. Kenakalan yang merugikan dirinya dan orang lain seperti pelacuran,

penyalahgunaan obat terlarang, kebut-kebutan dijalan raya.

4. Kenakalan yang melawan status seperti membolos, membantah orang tua,

kabur dari rumah


9

3. Sensation Seeking

Dorongan mencari sensasi atau sensation seeking menurut Zuckerman (dalam

Rachmana, 2002) adalah sebuah sifat (trait) yang ditandai oleh kebutuhan berbagai

macam sensasi dan pengalaman-pengalaman yang baru, luar biasa dan kompleks, serta

kesediaan untuk mengambil resiko, baik fisik, sosial, hukum maupun finansial, untuk

memperoleh suatu pengalaman seperti melakukan kebut-kebutan di jalan, mencopet,

mabuk-mabukan, pemerasan, tawuran pelajar dan lain sebagainya. Sedangkan Menurut

Cahandra, Khrisna, Benegal dan Ramakrisna (2003) dorongan mencari sensasi adalah

suatu kecenderungan individu untuk mencari pengalaman baru, meningkatkan

kegairahan dan mencari rangsangan yang optimal.

Menurut Gatzke-Kopp, L.M., Raine, A., Loeber, R., Stouthamer-Loeber, M.,

Steinhauer, S.R (2002) berpendapat bahwa individu pencarian sensasi sering bertujuan

untuk mendapatkan kegairahan dan meningkatkan rangsangan yang optimal dan akan

cenderung mencari stimulus baru dan luar biasa, mungkin saja berbahaya bagi orang

lain dan yang akan menimbulkan kecemasan dan perasaan tidak menyenangkan.

Dalam penelitiannya juga mereka mengatakan bahwa seseorang berperilaku delinkuen

karena dipengaruhi oleh faktor psikologis seperti status ekonomi, IQ, dan impulsivitas.

Kebutuhan akan taraf arousal yang optimal ini akan selalu mempengaruhi

kinerja seseorang individu dalam berbagai situasi yang dihadapi, seorang individu

akan tetap melakukan berbagai hal untuk mendapatkan stimulus dan situasi baru yang
10

didasari oleh dorongan utama walaupun saat itu kebutuhan biologis telah terpenuhi..

(Franken 1982)

Menurut Rachmana (2002) teori arousal atau tentang motivasi bahwa dalam

berperilaku individu selalu berusaha mempertahankan tingkat arousal yang dimiliki

agar setaraf dengan tingkat arousal yang ideal. Individu akan merasa tidak nyaman

ketika pada tingkat arousalnya terlalu rendah ( pada saat seseorang mengantuk atau

merasa bosan) atau terlalu tinggi (ketika muncul rasa takut, cemas atau rasa panik yang

kuat)

a. Aspek-aspek Sensation Seeking

Aspek perlaku sensation seeking berdasarkan konsep Zukerman (dalam

Rachmana, 2000) komponen-komponen yang terdapat pada sensation seeking yaitu :

1. Pencarian Gairah dan Petualangan (thrill and adventure seeking)

Yaitu keinginan untuk terlibat dalam aktivitas fisik, beresiko tinggi dan

mengandung unsur petualangan, yang mengandung aspek kecepatan (speed)

bahaya (danger) serta sesuatu yang baru dan luar biasa (novelty) seperti

misalnya olah raga resiko tinggi atau aktivitas lain yang berkaitan dengan

aspek penyimpangan

2. Pencarian Pengalaman baru ( experience seeking)

Yaitu kecenderungan untuk melakukan aktivitas tertentu yang bertujuan untuk

mendapatkan pengalaman baru melalui pikiran dan sensasi, dengan cara

bepergian melalui aktivitas seni atau musik atau aktivitas yang menolak

kebiasaan umum, kejutan (surprise) dan individu terdorong untuk


11

mengeksploitasi stimulus-stimulus yang mengandung sejumlah informasi baru

misalnya bergabung dengan kelompok homoseksual atau komunitas seniman

3. Perilaku tanpa ikatan ( disinhibition)

Yaitu sesuatu yang dilakukan karena individu mengetahui bahwa perilaku

tersebut menyimpang dari kebiasaan umum atau tidak disetujui oleh teman,

lingkungan mereka. Perilaku ini biasanya tanpa aktivitas sosial yang bebas

(tanpa ikatan) seperti mabuk bersama secara berlebih, berganti-ganti pasangan

intim atau berpesta diluar batas.

4. Mudah merasa bosan ( beredom susceptibility).

Yaitu penolakan terhadap hal-hal yang bersifat rutin, berulang, mudah ditebak

atau penolakan terhadap orang-orang yang dianggap membosankan. Pada saat

seseorang individu merasa bosan, maka individu mencari cara untuk membuat

mereka merasa tertarik atau segera mencari aktivitas-aktivitas baru

penambahan stimulasi ini merupakan salah satu cara untuk meningkatkan

kegembiraan dan kepuasan..

C. METODELOGI PENELITIAN

1. Identifikasi Vriabel-Variabel Penelitian

a. Variabel tergantung : Kenakalan Remaja (Juvenile Delinkuen)

b. Variabel bebas : Dorongan Mencari Sensai (Sensation Seeking)


12

2. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah siswa-siswi Siswa SMU Muhammadiyah 2

Pemalang dengan ciri-ciri berjenis kelamin laki-laki atau perempuan yang berusia

antara 14-18 tahun.

3. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan dua macam data yang dikumpulkan dari subyek,

yaitu data tentang Sensation Seeking dan data tentang Kenakalan Remaja. Data

penelitian ini diperoleh dengan menggunakan skala sebagai instrument pengumpulan

data. Terdapat dua skala yang akan digunakan dalam penelitian yaitu skala Mencari

Sensation Seeking dan skala Kenakalan Remaja.

1. Sensation Seeking

Alat ukur untuk mengungkap dorongan mencari sensasi (Sensation Seeking)

modifikasi dari Zuckerman(1979). Alat ukur ini terdiri dari 40 aitem yang

mengungkap aspek-aspek pencarian gairah dan petualangan, pencarian pengalaman,

perilaku tanpa ikatan dan mudah merasa bosan. Apabila hasil skor skala tinggi, maka

sensation seekingnya tinggi.

2. Kenakalan Remaja

Alat ukur yang akan digunakan untuk mengungkap perilaku Kenakalan Remaja

adalah skala berperilaku Kenakalan Remaja. Alat ukur tersebut berupa angket yang

disusun berdasarkan aspek-aspek yang mempengaruhi perilaku Delinkuen dari Jensen

(dalam Sarwono, 2002) yang terdiri dari 40 aitem. Adapun aspek-aspek tersebut adalah

delinkuensi yang menimbulkan korban fisik, delinkuensi yang


13

menimbulkan korban materi, delinkuensi yang merugikan dirinya dan orang lain,

delinkuensi yang melawan status.

3. Metode Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan analisis

statistik yang digunakan secara kuantitatif. Penguji hipotesis pada penelitian ini

menggunakan uji bivariate correlation dengan teknik korelasi dari Spearman yang

terdapat pada program statistic SPSS 12 for windows XP.

D. HASIL PENELITIAN

1. Uji Asumsi

Sebelum melakukan analisis data, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang

meliputi uji normalitas dan uji linieritas. Uji normalitas dan uji linieritas merupakan

syarat sebelum dilakukan pengetesan nilai korelasi, dengan maksud agar kesimpulan

yang ditarik tidak menyimpang dari kebenaran yang seharusnya ditarik (Hadi, 1996).

a. Uji Normalitas.

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah sebaran dari skor jawaban

subyek normal atau tidak dengan menggunakan teknik one-sample Kolmogorof-

Smirnov Test dari program SPSS 12.0 for windows untuk skala Sensation Seeking

diperoleh K-SZ = 1,667dengan p = 0,029 karena nilai p<0,05 berarti skala tersebut

tidak normal. Sementara itu skala Delinkuen K-SZ = 1,456 ; p = 0.008 karena nilai
14

p<0,05 maka skala tersebut tidak normal. Dari hasil uji normalitas menunjukkan

bahwa skala Sensation seeking dan Delinkuen tidak normal b. Uji Linieritas.

Dari hasil uji linieritas skala Sensation Seeking terhadap skala Delinkuen

dengan program SPSS 12.0 for windows diperoleh hasil F = 468,586 dengan p=0,00.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara Sensation seeking dengan

Delinkuen bersifat linier.

2. Uji Hipotesis.

Berdasarkan uji asumsi yang telah dilakukan, dimana sebaran skor variabel

Senasation Seeking dan Delinkuen adalah tidak normal, dan uji linieritas adalah linier,

karena uji normalitasnya tidak normal maka pengujian hipotesis menggunakan korelasi

Speraman.

Dengan menggunakan uji korelasi dari Spearman yang terdapat pada program

SPSS 12.0 for windows dengan menggunakan teknik bivariate correlation, diperoleh

hasil bahwa besarnya koefisien korelasi sebesar r = 0,812 ; dan p =0,000. Karena nilai

r-nya positif maka korelasi antara Sensation Seeking dengan Delinkuen adalah positif

dan nilai p<0,05 maka korelasi keduanya dikatakan signifikan. Hal ini berarti ada

hubungan yang signifikan antara Sensation seeking dengan Delinkuen, dengan

demikian hipotesis yang diajukan peneliti diterima.

Pada oefisien determinasi ( R squared ) Sensation Seeking terhadap Delinkuen

sebesar 0,858 sehingga sumbangan efektif yang dapat diberikan variabel Sensation
15

seeking terhadap variabel Delinkuen adalah 85,8 % sedangkan 14,2% sumbangan

lainnya.

3. Analisis Tambahan

Peneliti juga melakukan analasis regresi untuk melihat aspek yang paling

menonjol dalam variabel dorongan mencari sensasi yang mempengaruhi perilaku

kenakalan remaja dan dari hasil tersebut menunjukkan bahwa aspek yang paling

menonjol adalah aspek perilaku tanpa ikatan yaitu 76,9%, kemudian mencari

pengalaman baru sebesar 2,1% dan pencari petualangan sebesar 6,4%..

Selain menggunakan analisiss regresi, dalam penelitian ini juga melakukan

analisi tambahan dengan menggunakan Anakova dengan cara mengontrol sensation

seeking untuk melihat perbedaan delinkuen dilihat dari jenis kelamin, dari hasil

tersebut diperoleh nilai F = 501,347 (p=0.000) menunjukkan bahwa ada perbedaan

antara laki-laki dan perempuan dalam berperilaku delinkuen.

E. PEMBAHASAN

Tujuan diadakan penelitian ini adalah ingin mengetahui secara empirik

hubungan antara Sensation Seeking dengan Delinkuen. Berdasarkan hasil dari uji

hipotesis yang telah dilakukan, didapatkan bahwa terdapat korelasi atau hubungan

positif yang signifikan antara Dorongan Mencari Sensasi (Sensation Seeking) dengan

Kenakalan Remaja yang berarti bahwa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini

diterima. Artinya semakin tinggi tingkat Sensation seeking pada seseorang maka
16

perilaku Delinkuen juga tinggi sedangakan semakin rendah Sensation seekingnya

maka perilaku Delinkuennya juga semakin rendah.

Hubungan antara kedua variabel ini menunjukkan bahwa Sensation seeking

dapat memicu timbulnya perilaku Delinkuen pada remaja. Subyek dalam penelitian ini

mempunyai Sensation seeking yang rendah. Hal ini dibuktikan dengan hasil rata-rata

empiriknya yaitu 38,4 < X = 52,8 (kategori rendah) sebanyak 33 orang (44%).

Demikian juga pada perilaku Delinkuen yang memiliki rata-rata empirik sebesar 60,8

< X = 83,6 (kategori rendah) sebanyak 37 orang (51,39%), yang berarti subyek

penelitian memiliki perilaku Delinkuen yang rendah juga.

Dari hasil penelitian juga dapat terlihat sumbangan efektif yang diberikan

variabel Sensation Seeking terhadap variabel Delinkuen yang sangat besar yaitu 85,8

% sedangkan sumbangan lain tersisa 14,2 % merupakan sumbangan faktor lain yang

dapat menjadi pemicu munculnya Delinkuen pada remaja yaitu faktor keluarga,

lingkungan, sekolah, status ekonomi. Hal Ini berarti menunjukkan bahwa perilaku

Delinkuen sangat dipengaruhi oleh tingkat Sensation Seeking seseorang.

Menurut penelitian Chandra PS, Krisna V, AS, Bengal V & Ramakrisna

(2003) yang menyatakan bahwa dorongan sensasi (Sensation seeking) yang tinggi pada

seseorang akan membuat seseorang mudah terlibat dengan pemakain dan

penyalahgunaan obat-abatan terlarang, judi dan minum-minuman keras (Delinkuen).

Seseorang jika memiliki dorongan sensasi tinggi (Sensation Seeking) tinggi akan

berani mengambil resiko baik fisik, sosial, hukum maupun finansial sebagai suatu

harga yang harus dibayar atau ditebus jika mereka ingin memperoleh reward dari
17

suatu pengalaman tertentu salah satunya caranya adalah dengan berperilaku Delinkuen

. (Zuckerman 1994).

Remaja Delinkuen akan cenderung berani melanggar aturan sosial dan

mengembanggakan bentuk-bentuk perilaku menyimpang untuk mendapat perhatian

dan penghargaan lingkungan masyarakat. (Kartono,1998). Hal ini karena adanya

ketidakpuasan pada diri remaja terhadap apa yang dimiliki dan rasa bosan yang

melanda diri remaja dan tekanan yang melanda remaja sehingga mereka sering

menentang aturan-aturan yang resmi yang ada pada masyarakat atau norma-norma

yang ada untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan dengan berani mengambil

resiko untuk membuktikan pada masyarakat bahwa dirinya patut untuk dihargai.

(Alit,1994).

Dari analisis tambahan dengan analisi regresi yang telah dilakukan jika dilihat

dari aspek yang terdapat pada alat ukur dorongan mencari sensasi yaitu pencarian

gairah dan petualangan, pencarian pengalaman baru, perilaku tanpa ikatan dan mudah

merasa bosan. Sesuai data yang diperoleh dan telah dianalisis, dari keempat aspek

tersebut berdasarkan hasil alat ukur yang telah dibagikan pada subyek diperoleh hasil

bahwa aspek perilaku tanpa ikatan memiliki nilai yang tertinggi yaitu sebesar 76,9%

hal ini dapat memperlihatkan bahwa individu yang mempunyai perilaku tanpa ikatan

akan akan mempengaruhi seseorang berperilaku kenakalan remaja sesuai dengan

pendapat Zuckerman (1994) Seseorang pencari sensasi memiliki sifat terbuka, tidak

konvensional dan tidak suka tergantung dengan oranng lain. Individu pencari sensasi

sering melakukan sesuatu yang mereka tahu tidak disetujui oleh teman-teman mereka.
18

Mereka bahkan sering melanggar komitmen jika menemukan sesuatu yang lebih

menarik untuk dilakukan. Kecenderungan untuk tidak membiarkan orang lain

mencampuri atau mempengaruhi keinginannya seringkali perilakunya menimbulkan

konflik sehingga menyebabkannya mudah terlibat dalam perilaku kenakalan remaja.

Analisis tambahan dengan menggunakan Anakova untuk mengetahui

perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam kenakalan remaja dari hasil anakova

tidak ada perbedaan perilaku delinkuen antara laki-laki dan perempuan, dan ketika

dilakukan kontrol terhadap dorongan mencari sensasi (sensation seeking) diperoleh

hasil F = 501,347 (p=0.000) hal ini berarti menunjukkan bahwa ketika dilakukan

kontrol terhadap dorongan mencari sensasi (sensation seeking) menunjukkan ada

perbedan antara laki-laki dan perempuan dalam kenakalan remaja. Sesuai dengan

pendapat Durkin (1995) menyatakan hal yanng sama bahwa perempuan banyak yang

menghindari perilaku delinkuen, hal ini karena perempuan diharapkan oleh masyarakat

lebih berperilaku sosial. Sementara pada anak laki-laki lebih cenderung mudah terlibat

dalam berperilaku delinkuen karena perilaku itu wajar jika dilakukan oleh laki-laki.

Hal ini juga terlihat bahwa individu delinkuen memilki karakteristik kuat, keras,

tangguh, berani yang merupakan stereotip peran jenis maskulin.


19

F. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan, bahwa ada hubungan positif yang

signifikan antara sensation seeking dengan perilaku delinkuen. Semakin tinggi

sensation seseorang maka semakin tinggi pula perilaku delinkuennya, dan sebaliknya

jika sensation seeking seseorang rendah maka perilaku delinkuennya juga rendah.

G. SARAN

Berkaitan dengan hasil penelitian ini, maka peneliti mengajukan saran-saran

sebagai berikut :

1. Bagi Sekolah.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil bahwa sensation seeking

memberikan pengaruh terhadap perilaku delinkuen pada remaja, maka untuk

mencegah terjadinya kenakalan (delinkuen) pada siswa-siswi sebaiknya sekolah

atau guru menciptakan kondisi atau suasana sekolah yang menyenangkan sehingga

siswa tidak merasa bosan jika berada disekolah..

2. Bagi peneliti selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya akan lebih baik jika dalam penelitian selanjutnya

mengunakan aitem-aitem yang familiar yang mudah dikenal oleh banyak orang dan

sesuai dengan kebiasaan dan kebudayaan kita.


20

Daftar Pustaka

Alit, I.G.K. 1994. Perilaku Remaja dan Permasalahannya berikut Hukum Pidana
bagi Remaja. Jakarta: Yayasan Penerus Nilai-Nilai Luhur Perjuangan 1945.

Asfriyati, SKM. 2003. Pengaruh Keluarga Terhadap Kenakalan Anak . Sumatra


Utara. USU digital library

Azwar, S. 2003. Validitas dan Reliabilitas. Jogjakarta: Pustaka Pelajar.

Chandra, P.S., Krishna, V.A.S., Benegal, V., Ramakrisna, J.2003. High-Risk Sexual
Behavior and Sensation seeking among Heavy Alcohol Users. Department
Of Psychiatry & Health Education, National Institute of Mental Health &
Neuroscience (NIMHANS). Bengalore. India.

Durkin, K. 1995. Developmental Social Psychology : Fom Infancy to Old Age.


Massachusetts : Blackwell Publisher, Inc.

Fadillah, Haris. 2005. Kota Pelajar Yogyakarta dan Jakarta. Majalah Mingguan
Gemari.

Franken, R.E 1982. Human Motivation. California: Brooks Cole Publishing Company.

Gatzke-kopp, M.L, Raine,A., Loeber, R., Stouthamer-Louber, M., Steinhauer, R.S.


2002. Serious Delinquent Behavior, Sensation seeking, and Elektrodermal
Arousal. Journal of Abnormal Child Psychology, 30, 5, 477-486.

Hurlock. 2003. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang


Kehidupan. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Indra, J., Haniman, F., Moeljohardjono, H. 2000. Perbedaan Konsep dan Perilaku
Kenakalan Remaja Antara Pelajar Dari SMU/K (SLTA) yang Mendapat
Peringkat Tinggi Dengan SMU/K Yang Mendapatkan Peringkat Rendah di
Kotamadya Surabaya. Anima, Indonesia Psychological Journal 15/III.

Kartono. 2005. Kenakalan Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Monk, F.J., Knoers, A.M.P dan Haditono, S.R.1995. Psikologi Perkembangan.


Yogyakarta : Gadjah Mada Universiti Press
21

Mu’tadin, Zainudin. Msi. SPsi. 2002. Mengembangkan Ketrampilan Sosial pada


Remaja. www.e-psikologi.com.

Rachmahana, S. R. 2002. Dorongan Mencari Sensasi Dan Perilaku Pengambilan


Resiko Pada Mahasiswa. Psikologika 14/V11. Yogyakarta: Universitas Islam
Indonesia.

Sarwono, S.W. 1994. Psikologi Remaja. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Schultz, D. & Ellen, S 1994. Theories of Personality. California: Brooks/Cole


Setiawan, Roni. 2005. Kata Akhir Fraksi Terhadap Raperda Tentang Satpol
PP. http://pks-majalengka.or.id..

Sobur,A. 2003. Psikologi Umum. Bandung: CV. Pustaka Setia

Zuckerman, M. 1994. Behavioral Expressions and Biosocial Bases of Sensation


seeking. New York: Cambridge University Press.

Anda mungkin juga menyukai