PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kolelithiasis berasal dari kata “ kole ” yang artinya empedu, “ lithia ” yang
artinya batu, dan “ sis “ yang berarti adalah proses. Sebuah ukuran batu empedu
bisa bervariasi dan dapat sekecil butiran pasir atau seperti bola golf.
Kolelitiasis adalah pembentukan batu empedu yang biasanya terbentuk dalam
kandung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu
(Brunner & Suddarth, 2001). Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah
kesehatan yang penting di negara barat sedangkan di Indonesia baru
mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu
masih terbatas.
Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti,
karena belum ada penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu tanpa
gejala dan ditemukan secara pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG,
atau saat operasi untuk tujuan yang lain.
i
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang kelompok angkat dalam makalah ini, antara lain :
ii
1. Bagaimana konsep kolelitiasis?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan kolelitiasis?
C. Tujuan
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Fisiologi Kandung empedu
4
2. Korpus vesikafelea, bagian dari kandung empedu yang didalamnya berisi
getah empedu. Getah empedu adalah suatu cairan yang disekeresi oleh sel hati
sebanyak 500-1000 cc setiap harinya, sekresinya berjalan terus menerus,
jumlah produksi cairan empedu dapat meningkat pada saat mencerna lemak.
3. Leher kandung empedu. Merupakan saluran pertama tempat masuknya getah
empedu ke badan kandung empedu lalu berkumpul dan dipekatkan dalam
kandung empedu.
4. Duktus sistikus. Panjangnya kurang lebih 3 ¾ cm. berjalan dari leher kandung
empedu dan bersambung dengan duktus hepatikus membentuk saluran
empedu ke duodenum.
5. Duktus hepatikus, saluran yang keluar dari leher.
6. Duktus koledokus saluran yang membawa empedu ke duodenum.
2. Fungsi kandung empedu
5
bila diperlukan bagi pencernaan. Fungsi empedu adalah ekskretorik seperti eksresi
bilirubin dan sebagai pembantu proses pencernaan melalui emulsifikasi lemak
oleh garam-garam empedu.
Garam garam empedu disintesis oleh hepatosit dari kolestrol. Setela
terjadi konyungasi atau pengikat dengan asam-asam amino (taurin dan gilisin),
garam empedu diekskresikan kedalam empedu. Bersamaan dengan kolestrol dan
letisin, garam empedu diperlukan untuk emulsifikasi lemak dalam intestinum.
Proses ini sangat penting untuk proses pencernaan dan penyerapan efisien.
Kemudian garam empedu akan diserap kembali, terutama dalam ileum distal, ke
dalam dalam portal untuk kembali ke hati dan sekali lagi dieksresikan kedalam
empedu. Lintasan hepatosit-empedu-intestinum dan kembali lagi kepada hepatosit
dinamakan sirkulasi enterohepatik. Akibat adanya sirkulasi enterohepatik, maka
dari seluruh garam empedu yang masuk kedalam intestinum, hanya sebagian kecil
yang akan diekskresikan ke dalam fases. Keadaaan ini menurunkan kebutuhan
terhadap sinstesi akitf garam empedu oleh sel-sel hati.
Getah empedu adalah suatu cairan yang disekresi setiap hari oleh sel hati yang
dihasilkan setiap hari 5000-1000 cc, sekresinya berjalan terus menerus, jumlah
prouksi meningkat sewaktu mencerna lemak. Empedu berwarna kuning
kehijauan \yang terdiri dari 97 % air, pigmen empedu dan garam-garam empedu.
a. Pigmen empedu, terdiri dari biliverdin. Pigmen ini merupakan hasil penguraian
hemoglobin yang dilepas dari sel darah merah terdisintegrasi. Pigmen utamanya
adalah bilirubin yang memberikan warna kuning pada urine dan feses. Warna
kekuningan pada jaringan (jaundice) merupakan akibat dari peningkatan kadar
bilirubin darah dan ini merupakan indikasi kerusakan fungsi hati, peningkatan
destruksi sel darah merah, atau obstruksi duktus empedu oleh batu empedu.
6
tersebut direabsorbsi dari ileum bagian bawah kembali kehati dan didaur ulang
kembali, peristiwa ini disebut sebagai sirkulasi enterohepatika garam empedu.
Fungsi dari garam empedu dalam usus halus adalah :
1. Definisi
Batu empedu tidak lazim dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda
tetapi insidensnya semakin sering terjadi pada individu usia diatas 40 tahun.
Sesudah itu insidens kolelitasis semangkin meningkat hingga suatu tingkat yang
diperkirakan bahwa pada usia75 tahun satu dari tiga orang akan memiliki batu
empedu.
Kolelitiasis adalah batu yang terdapat di saluran empedu utama atau di
duktus koledokus (koledokolitiasis), di saluran sistikus (sistikokolitiasis) jarang
sekali di temukan dan biasanya bersamaan dengan batu di dalam kandung
empedu, dan di saluran empedu intrahepatal atau hepatolitiasis. (Hadi Sujono,
2002 hlm 778).
Batu empedu adalah batu yang berbentuk lingkaran dan oval yang di
temukan pada saluran empedu. Batu empedu ini mengandung kolesterol, kalsium
7
bikarbonat, kalsium bilirubinat atau gabungan dari elemen-elemen
tersebut. (Grace, Pierce. dkk, 2006, hlm 121)
2. Etiologi
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang
dibentuk pada bagian saluran empedu lain. Etiologi batu empedu masih belum
diketahui sepenuhnya, akan tetapi tampaknya predisposisi terpenting adalah
gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi
empedu, statis empedu, dan infeksi kandung empedu.
8
bakteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi. Akan tetapi, infeksi
mungkin sering timbul sebagai akibat dari terbentuknya batu empedu.
9
3. MANIFESTASI KLINIS/TANDA DAN GEJALA
Sebanyak 75% orang yang memiliki batu empedu tidak memperlihatkan
gejala. Batu empedu bisa terjadi secara tersembunyi karena tidak menimbulkan
rasa nyeri dan hanya menyebabkan gastrointestinal yang ringan. Batu tersebut
mungkin ditemukan secara kebetulan pada saat dilakukan pembedahan atau
evaluasi untuk gangguan yang tidak berhubungan sama sekali.
Penderita penyakit kandung empedu akibat batu empedu dapat mengalami dua
jenis gejala yaitu gejala yang disebabkan oleh kandung empedu itu sendiri dan
gejala yang terjadi akibat obstruksi pada lintasan empedu oleh batu empedu.
Gejalanya bisa bersifat akut atau kronis. Gangguan epigastrium, seperti rasa
penuh, distensi abdomen dan nyeri yang samar pada kuadran kanan atas abdomen
10
dapat terjadi. Gangguan ini dapat terjadi setelah individu mengkonsumsi makanan
yang berlemak atau yang digoreng.
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan
mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan panas dan mungkin teraba
massa padat dan pada abdomen. Pasien dapat mengalamikolik bilier disertai nyeri
hebat pada abdomen kuadran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu
kanan. Rasa nyeri ini biasanya disertai dengan mual dan muntah dan bertambha
hebat dalam waktu beberapa jam sesudah makan makanan dalam porsi besar.
Pasien akan membolak-balik tubuhnya dengan gelisah karena tidak mampu
menemukan posisi yang nyaman baginya. Pada sebagian pasien, rasa nyeri bukan
bersifat kolik melainkan persisten.
Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan oleh kontraksi kandung empedu
yang tidak dapat mengalirkan empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu
keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi, bagian
fundus kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah kartilago
kosta sembilan dan sepuluh kanan. Sentuhan ini menimbulkan nyeri tekan yang
mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam, dan
menghambat pengembangan rongga dada.
Nyeri pada kolestitid akut dapat berlangsung sangat hebat sehingga diperlukan
preparat analgesik yang kuat seperti meperidin. Pemberian morfin dianggap dapat
meningkatkan spasme sfingter Oddi sehingga perlu dihindari.
b. Ikterus
11
mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejala gatal-gatal
yang mencolok pada kulit.
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin berwarna sangat
gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu,
dan biasanya pekat disebuat clay colored.
d. Defisiensi vitamin
Jika batu empedu terlepas dan tidak lagi menyumbat duktus sistikus, kandung
empedu akan mengalirkan isinya keluar dan proses inflamasi segera mereda
dalam waktu yang relatif singkat. Jika batu empedu terus menyumbat saluran
tersebut, penyumbatan ini dapat mengakibatkan abses, nekrosis, dan perforasi
disertai peritonitis generalisata.
e. Regurgitasi gas: flatus dan sendawa
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun,
semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar
kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain:
• Jenis kelamin
12
Usia
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih
tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar
kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu
serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.
Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah
operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari
empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
Riwayat Keluarga
Aktifitas Fisik
13
Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak
terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati
intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam
kandung empedu.
a. Radiologi
14
15
b. Radiografi: Kolesistografi
Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG
meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu
dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian,
memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral kolesistografi
tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan
media kontras ke kandung empedu yang mengalami obstruksi. (Smeltzer dan
Bare, 2002).
d. Sonogram
f. Pemeriksaan Laboratorium
16
1) Kenaikan serum kolesterol
2) Kenaikan fosfolipid
6) Penurunan urobilirubin
8) Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di
duktus utama (Normal: 17 - 115 unit/100ml)
Manajemen terapi :
17
yang dimasak, nasi atau ketela, daging tanpa lemak, kentang yang dilumatkan,
sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi atau teh. Makanan seperti telur,
krim, daging , gorengan, keju dan bumbu-bumbu yang berlemak, sayuran yang
membentuk gasserta alkohol harus dihindari. Penatalaksanaan diet merupakan
bentuk terapi utama pada pasien yang hanya mengalami intoleransi terhadap
makanan berlemak dan mengeluarkan gejala gastrointestinal ringan.
Zat pelarut batu empedu hanya digunakan untuk batu kolesterol pada
pasien yang karena sesuatu hal sebab tak bisa dibedah. Batu-batu ini terbentuk
karena terdapat kelebihan kolesterol yang tak dapat dilarutkan lagi oleh garam-
garam empedu dan lesitin. Untuk melarutkan batu empedu tersedia
Kenodeoksikolat dan ursodeoksikolat. Mekanisme kerjanya berdasarkan
penghambatan sekresi kolesterol, sehigga kejenuhannya dalam empedu berkurang
dan batu dapat melarut lagi. Therapi perlu dijalankan lama, yaitu : 3 bulan sampai
2 tahun dan baru dihentikan minimal 3 bulan setelah batu-batu larut. Recidif dapat
terjadi pada 30% dari pasien dalam waktu 1 tahun , dalam hal ini pengobatan
perlu dilanjutkan.
18
3. Disolusi medis
4. Disolusi kontak
19
6. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
Pada litotripsi intrakorporeal, batu yang ada dalam kandung empedu atau
doktus koledokus dapat dipecah dengan menggunakan grlombang ultrasound,
laser berpulsa atau litotripsi hidrolik yang dipasang pada endoskop, dan diarahkan
langsung pada batu. Kemudian fragmen batu atau derbis dikeluarkan dengan cara
irigasi dan aspirasi. Prosedur tersebut dapat diikuti dengan pengangkatan kandung
empedu melalui luka insisi atau laparoskopi. Jika kandung empedu tidak di
angkat, sebuah drain dapat dipasang selama 7 hari.
B. Penatalaksanaan Bedah
1. Kolesistektomi terbuka
2. Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan
sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90%
batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko
kematian dibanding operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan
20
mengurangi komplikasi pada jantung dan paru. Kandung empedu diangkat
melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut.
21
Kontraindikasi untuk kolesistektomi laparoskopi antara lain :
a. Berisiko tinggi terhadap anastesi umum.
b. Obesitas berat.
c. Ada tanda perforasi kandung empedu seperti : abses,
peritonitis dan fistula.
d. Batu empedu raksasa atau diduga keganasan.
e. Penyakit hati stadium akhir yang disertai hipertensi portal
dan koagulopati berat.
f. SAGES guideline juga menambahkan kontraindikasi yakni :
syok septik akibat kolangitis, pankreatitis akut, peralatan dan
tenaga ahli yang tidak memadai, serta baru saja mendapat
prosedur bedah abdominal lainnya. Drainase perkutaneus
Untuk pasien yang kontraindikasi/berisiko tinggi terhadap
prosedur bedah, maka terapi Drainase perkutaneus
kolesistostomi transhepatik (yang dipandu USG) merupakan
pilihan terapi definitif dikombinasikan dengan pemberian
antibiotik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sebagian
besar pasien kolesistitis akalkulus akut dapat diterapi dengan
drainase perkutaneus saja, akan tetapi SAGES guideline
menganjurkan bahwa terapi ini hanya bersifat sementara
sampai pasien dapat menerima kolesistektomi.
Terapi Endoskopik
Endoskopi memiliki kelebihan yakni sebagai alat bantu untuk
mendiagnosis juga dapat sebagai terapi. Beberapa prosedur
endoskopik untuk kolesistitis :
a. Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP).
Terapi ini dapat memvisualisasikan anatomi sekaligus dapat
menyingkirkan batu empedu pada duktus biliaris komunis.
b. Endoscopic ultrasound-guided transmural cholecystostomy.
Penelitian menunjukkan bahwa terapi ini aman sebagai
terapi awal, interim maupun definitif untuk pasien dengan
22
kolesistitis akut berat yang berisiko tinggi terhadap prosedur
kolesistektomi.
c. Endoscopic gallbladder drainage.
Mutignani dkk, menyimpulkan dalam penelitiannya terhadap 35
orang pasien kolesistitis akut bahwa terapi ini efektif untuk
kolesistitis akut namun sifatnya hanya sementara saja.
Cholesistektomy
Kolesistektomi
Dalam prosedur ini kandung empedu diangkat setelah arteri dan duktus
sistikus diligasi. Kolesistektomi dilakukan pada sebagian besar kasus kolesistis
akut dan kronis. Sebuah drain (Penrose) ditempatkan dalam kandung empedu dan
dibiarkan menjulur keluar lewat luka operasi untuk mengalirkan darah, cairan
serosanguinus dan getah empedu ke dalam kasa absorben.
Minikolesistektomi
23
Merupakan prosedur bedah untuk mengeluarkan kandung empedu lewat
luka insisi selebar 4cm. kolesistektomi Laparoskopik (atau endoskopik),
dilakukan lewat luka insisi yang kecil atau luka tusukan melalui dinding abdomen
pada umbilicus. Pada prosedur kolesistektomi endoskopik, rongga abdomen ditiup
dengan gas karbon dioksida (pneumoperitoneum) umtuk membantu pemasangan
endoskop dan menolong dokter bedah melihat struktur abdomen. Sebuah
endoskop serat optic dipasang melalui luka insisi umbilicus yang kecil. Beberapa
luka tusukan atau insisi kecil tambahan dibuat pada dinding abdomen untuk
memasukkan instrumen bedah lainnya ke dalam bidang operasi.
. Koledokostomi
6.KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis :
1. Asimtomatik
2. Obstruksi duktus sistikus
3. Kolik bilier
4. Kolesistitis akut
5. Perikolesistitis
6. Peradangan pankreas (pankreatitis)
7. Perforasi
8. Kolesistitis kronis
9. Hidrop kandung empedu
10. Empiema kandung empedu
11. Fistel kolesistoenterik
12. Batu empedu sekunder (Pada 26% penderita, saluran menciut kembali
dan batu empedu muncul lagi)
24
13. Ileus batu empedu (gallstone ileus)
Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan
menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam
kandung empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat
menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus sistikus secara
menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka
mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu dikelilingi dan
ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga membentuk suatu
fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat
terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis
sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel
kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi kandung empedu yang berakibat
terjadinya peritonitis generalisata.
Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada
saat kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus
koledokus kemudian menetap asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik.
Batu yang menyumbat di duktus koledokus juga berakibat terjadinya ikterus
obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan pankretitis.
25
7. WOC
Sumber : https://www.scribd.com/document/359612925/woc
1. Pengkajian
1. Identitas Klien
26
meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan
alamat.
3. Keluhan Utama
4. Riwayat Kesehatan
27
Tanda : Distensi abdomen.
d) Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia,mual.
Tanda : adanya penurunan berat badan.
e) Nyeri/Kenyamanan
Gejala :Nyeri abdomen atas, dapat menyebar kepunggung atau
bahu kanan. Kolik epigastrium tengah sehubungan dengan makan.
Tanda :Nyeri lepas, otot tegang atau kaku biala kuadran kanan atas
ditekan; tanda murphy positif.
f) Keamanan
Tanda:Ikterik, dengan kulit berkeringat dan gatal
(Pruiritus).Kecenderungan perdarahan (kekurangan vitamin K).
g) Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Kecenderungan keluarga untuk terjadi batu
empedu.Adanya kehamilan/melahirkan; riwayat DM, penyakit inflamasi
usus, diskrasias darah.
Pertimbangan : DRG menunjukan rerata lama dirawat: 3,4 hari.
Rencana pemulangan:Memerlukan dukungan dalam perubahan
diet/penurunan berat badan.
6. Pemeriksaan Diagnostik
• Ultrasonografi digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis
kolelitiasis dan membedakan antara obstruktif dan non obstruktif ikterus
(Ignatavicius, 1991).
• Pemeriksaan diagnostik tambahan menurut LeMone, 2000, yaitu:
• Darah lengkap : Menunjukkan WBC (sel darah putih) tinggi akibat
infeksi dan peradangan
• Kadar bilirubin serum diukur untuk memastikan obstruksi adanya
dalam sistem saluran empedu
• X-ray perut, yang disebut plat datar, dilakukan untuk batu yang
divisualisasikan ke layar monitor.
• Kolesistogram oral dilakukan dalam situasi darurat.
28
• Gallbladder nonacute scan, juga disebut HIDA scan, dilakukan
melalui teknik kedokteran nuklir untuk menilai kolesistitis akut
7. Pengkajian 11 gordon
1. Pola persepsi dan penanganan kesehatan
Adanya tindakan medis serta perawatan dirumah sakit akan
mempengaruhi persepsi pasien tentang kebiasaan merawat diri
yang dikarenakan tidak semua pasien memahami proses dan
perjalanan penyakitnya, sehingga pasien dapat mencari bantuan
kesehatan alternatif sebelum ke pelayanan kesehatan. pasien juga
dapat mengonsumsi obat tradisional penghilang sakit dan meminta
pendapat pada praktisi pengobatan alternatif
2. Pola nutrisi dan metabolik
Pola nutrisi metabolik pada pasien yang mengalami kolelitiasis
kepala akan terganggu. Akibat dari proses penyakitnya pasien
merasakan tubuhnya menjadi lemah dan nafsu makan menurun.
Perut terasa kembung dan ada rasa mual dan muntah. Pasien dapat
mengalami penurunan berat badan dalam beberapa bulan selama
sakit
3. Pola eliminasi
Pola ini menggambakan karakteristik dan masalah saat BAK/BAB
sebelum dan saat dirawat di RS serta penggunaan alat bantu
eliminasi saat pasien di rawat di RS. Pada pasien kolelitiasis, warna
urin yang bewarna sangat gelap dan fases yang tampak kelabu dan
pekat.
4. Pola latihan-aktivitas
Sehubungan dengan adanya kelemahan fisik dan nyeri, akan
menyebabkan aktivitas pasien terbatas dan berkurangnya
kemampuan dalam melakukan aktivitas fisik tersebut. Pasien
membutuhkan bantuan dalam memenuhi kebutuhan aktivitas dan
latihan.
5. Pola istirahat dan tidur
29
Adanya nyeri pada kepala dan perubahan lingkungan atau dampak
hospitalisasi akan menyebabkan masalah dalam pemenuhan
kebutuhan tidur dan istrirahat tidur dapat terganggu akibat nyeri
yang dirasakan.
6. Pola konsep diri dan persepsi diri
Pada pasien kolelitiatis umumnya tidak ada gangguan pada pola
kognitif dan perseptual mereka.
7. Pola kognitif- perseptual
Pada pola ini emosi pasien biasanya tidak stabil, konsep dirinya
terganggu karena penyakit yang dialaminya.
8. Pola peran dan hubungan
Pasien akan mengalami perubahan dalam peran dan tanggung
jawabnya karena pasien tidak dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya baik dalam keluarga maupun masyarakat. Hal tersebut
berdampak pada hubungan interpersonal.
9. Pola reproduksi- seksual
Nyeri dan kelelahan dapat mempengaruhi pemenuhan pola
reproduksi dan seksual
10. Pola pertahanan diri dan toleransi stres
Pasien yang belum mengerti penyakitnya akan merasa stres dan
akan sering bertanya tentang penyakitnya. Kebanyakan pasien
mengalami cemas.
11. Pola keyakinan dan nilai
Pasien tidak mengalami gangguan pada pola ini. Pasien masih bisa
melakukan ibadah, tetapi jika sudah mengalami nyeri hebat maka
pola ini akan terganggu.
30
(00132) hal 445 a. Mengenali kapan 198)
Definisi : nyeri terjadi Aktivitas-aktivitas :
Pengalaman sensori dipertahankan pada 4 a. Lakukan pengkajian
dan emosional tidak ditingkatkan ke 2. nyeri komprehensif
menyenangkan b. Menggambarkan yang meliputi lokasi,
berkaitan dengan faktor penyebab karakteristik,
kerusakan jaringan dipertahankan pada 3 onset/durasi, frekuensi,
aktual atau potensial, ditingkatkan ke 2. kualitas, intensitas atau
atau yang c. Menggunakan beratnya nyeri dan
digambarkan sebagai jurnal harian untuk faktor pencetus.
kerusakan(internasio memonitor gejala dari b. Pastikan perawatan
nal assosiation for waktu ke waktu analgesik bagi pasien
the study of pain), dipertahankan pada 4 dilakukan dengan
awitan yang tiba-tiba ditingkatkan ke 2. pemantauan yang ketat.
atau lambat dengan d. Menggunakan c. Gunakan strategi
intensitas ringan tindakan pencegahan komunikasi terapeutik
hingga berat, dengan dipertahankan pada 4 untuk mengetahui
berakhirnya dapat ditingkatkan ke 2. pengalaman nyeri dan
diantisipasi atau e. Menggunakan sampaikan penerimaan
diprediksi, dan tindakan pengurangan pasien terhadap nyeri.
dengan durasi nyeri tanpa analgesik d. Gali pengetahuan dan
kurang dari 3 bulan. dipertahankan pada 3 kepercayaan pasien
ditingkatkan ke 1. mengenai nyeri.
f. Menggunakan e. Pertimbangkan
analgesik yang pengaruh budaya
direkomendasikan terhadap respon nyeri
dipertahankan pada 4 f. Tentukan akibat dari
ditingkatkan ke 2. pengalaman nyeri
g. Melaporkan teerhadap kualitas
perubahan terhadap hidup pasien misalnya
gejala nyeri pada tidur, nafsu makan,
profesional kesehatan pengertian, perasaan,
31
dipertahankan pada 3 hubungan, performa
ditingkatkan ke 1. kerja, dan tanggung
h. Melaporkan gejala jawab peran.
yang tidak terkontrol g. Gali bersama pasien
pada profesional faktor-faktor yang dapat
kesehatan menurunkan atau
dipertahankan pada 3 memperberat nyeri.
ditingkatkan ke 1. h. Berikan informasi
i. Menggunakan mengenai nyeri, seperti
sumber daya yang penyebab nyeri, berapa
tersedia dipertahankan lama nyeri akan
pada 3 ditingkatkan ke dirasakan, dan
1. antisipasi dari
j. Mengenali apa yang ketidaknyamanan
terkait dengan gejala akibat prosedur.
nyeri dipertahankan i. Kurangi atau
pada 4 ditingkatkan ke eliminasi faktor-faktor
2. yang dapat
k. Melaporkan nyeri mencetuskan atau
yang terkontrol meningkatkan nyeri.
dipertahankan pada 3 j. Ajarkan prinsip-
ditingkatkan ke 1. prinsip manajemen
2.Tingkat nyeri(kode nyeri.
2102, hal 577) k. Pertimbangan tipe
Indikator : dan sumber nyeri ketika
a. Nyeri yang memilih strategi
dilaporkan penurunan nyeri.
dipertahankan pada 2 l. Dorong pasien untuk
ditingkatkan ke 4. menggunakan obat-
b. Panjang episode obatan penurun nyeri
nyeri dipertahankan adekuat.
pada 1 ditingkatkan ke m. Dorong pasien untuk
32
3. memonitor nyeri dan
c. Ekspresi wajah menangani nyeri
nyeri dipertahankan dengan tepat.
pada 2 ditingkatkan ke n. Mulai dan modifikasi
4. tindakan pengontrol
d. Mengeluarkan nyeri berdasarkan
keringat respon pasien.
dipertahankan pada 3 o. Dukung
ditingkatkan ke 5. istirahat/tidur yang
e. Berkeringat adekuat untuk
berlebihan membantu penurunan
dipertahankan pada 3 nyeri.
ditingkatkan ke 5. p. Dorong pasien untuk
f. Fokus menyempit mendiskusikan
dipertahankan pada 2 pengalaman nyerinya,
ditingkatkan ke 4. sesuai kebutuhan.
g. Ketegangan otot 2. Pemberian
dipertahankan pada 3 analgesik( kode 2210,
ditingkatkan ke 5. hal 247)
h. Kehilangan nafsu Aktivitas-aktivitas:
makan dipertahnakan a. Tentukan lokasi,
pada 3 ditingkatkan ke karakteristik, kualitas
5. dan keparahan nyeri
i. Mual dipertahankan sebelum mengobati
pada 2 ditingkatkan ke pasien.
5. b. Cek perintah
j. Intoleransi makanan pengobatan meliputi
dipertahankan pada 3 obat, dosis, frekuensi
ditingkatkan ke 5. obat analgesik yang
k. Berkeringat diresepkan.
dipertahankan pada 3 c. Cek adanya riwayat
ditingkatkan ke 5. alergi obat.
33
d. Evaluasi kemampuan
pasien untuk berperan
serta dalam pemilihan
analgetik, rute dan dosis
dan keterlibatan pasien,
sesuai kebutuhan.
e. Tentukan
pilihan obat analgesik
(narkotik, non narkotik,
atau NSAID)
berdasarkan tipe dan
keparahan nyeri.
f. Tentukan
analgesik sebelumnya,
rute pemberian dan, dan
dosis untuk mencapai
hasil pengurangan nyeri
yang optimal.
g. Pilih rute
intravena dari pada rute
intramuskular, untuk
injeksi pengobatan
nyeri yang sering , jika
memungkinkan.
h. Berikan
analgesik sesuai waktu
paruhnya, terutama
pada nyeri yang hebat.
i. Berikan
kebutuhan kenyamanan
dan aktivitas lain yang
dapat membantu
34
relaksasi untuk
memfasilitasi
penurunan nyeri.
j. Berikan analgesik
tambahan dan atau
pengobatan jika
diperlukan untuk
meningkatkan efek
pengurangan nyeri.
k. Ajarkan tentang
penggunaan analgesik,
strategi untuk
menurukan efek
samping , dan harapan
terkait dengan
keterlibatan dalam
keputusan pengurangan
nyeri.
3. Bantuan pasien
untuk mengontrol
pemberian
analgesik( kode 2400,
hal 74)
• Berkolaborasi
dengan dokter, pasien
dan anggota keluarga
dalam memilih jenis
narkotik yang akan
digunakan
•
Rekomendasikan
pemberian aspirin dan
35
obat-obat anti-infla-
masi nonsteroid sebagai
pengganti narkotik,
sesuai kebutuhan
• Rekomendasikan
penghentian pemberian
opioid melalui jalur lain
• Hindari
penggunaan meperidine
hydrochloride
(Demerol)
• Pastikan bahwa
pasien tidak alergi
terhadap analgesik yang
akan diberikan
• Instruksikan
pasien dan keluarga
untuk memonitor
intensitas, kualitas dan
durasi nyeri
• Instruksikan
pasien dan keluarga
untuk memonitor laju
per- napasan dan
tekanan darah
• Pasang akses
nasogastrik, vena,
subkutan atau spinal,
sesuai kebutuhan
Validasi bahwa pasien
dapat menggunakan alat
PCA (misalnya.,
36
mampu berkomunikasi,
memahami penjelasan
dan mengikui
• Kolaborasi
dengan pasien dan
keluarga untuk memilih
tipe alat infus PCA
yang sesuai
• Instruksikan
pasien dan anggota
keluarga mengenai
bagaiman. cara
menggunakan alat PCA
• Bantu pasien
dan keluarga untuk
menghitung konsentrasi
yang tepat antara obat
dan cairan, menetapkan
jumlah cairan yang
mengalir setiap jam
melalui alat PCA
• Bantu pasien
dan keluarga untuk
memberikan dosis bolus
analgesik yang tepat
Instruksikan pasien dan
keluarga untuk
mengatur laju dasar
infus yang tepat pada
alat PCA
• Bantu pasien
dan keluarga untuk
37
hentian yang tepat pada
alat PCA
• Bantu pasien
dan keluarga untuk
mengatur dosis tepat
yang dibutuhkan pada
alat PCA
• Konsultasikan
dengan pasien, anggota
keluarga dan dokter
untuk menyesuaikan
interval
penghentian,laju dasar
dan dosis yang
dibutuhkan sesuai
dengan respon pasien.
4.Manajemen
sedasi( kode 2260, hal
207)
Aktivitas aktivitas
A. Review riwayat
kesehatan klien dan
hasil pemeriksaan
diagnostik untuk
mempertimbangkan
apakah klien memenuhi
kri-teria untuk
dilakukan pembiusan
parsial oleh perawat
yang telah teregristasi
B. Tanyakan klien
atau keluarga mengenai
38
pengalaman pembius
parsial sebelumnya
C. Periksa alergi
terhadap obat
D. Pertimbangkan
intake cairan dan intake
terakhir makan
E. Review obat-
obatan lain yang
dikomsumsi dan
verifikasi ada tidaknya
kontraindikasi terhadap
pembiusan
F. Instruksikan
klien dan/atau keluarga
mengenal efek
pembiusan
G. Evaluasi tingkat
kesadaran klien dan
reflexs protektif
sebelum pembiuasan
H. Pastikan
peralatan resusitasi
gawat darurar tersedia
di tempat, khususnya
sumber pemberian
oksigen 100%, obat
obatan
kegawatdaruratan dan
dan defribilator
I. Inisiasi
pemasangan infus
39
J. Berikan obat
obatan sesuai protokol
yang diresepkan dokter,
saturasi oksigen dan
EKG sesuai dengan
panduan protokol
K. Monitor klien
mengenai efek lanjut
obat termasuk agitasi,
depresi pernafasan ,
hipotensi, mengantuk
berlebihan, hipoksimia,
aritmia, apnea, atau
eksaserbia dari kondisi
sebelumnya
L. Pastikan
ketersediaan dan
pemberian antagonis
sesuai dengan prosedur
protokol dan diresepkan
dokter dengan benar.
Halaman 207 kode
2260
Intervensi tambahan :
1.Terapi
Relaksasi(kode 6040,
hal 446)
2. Peningkatan
latihan( kode 0200, hal
74)
3. Terapi
latihan:kontrol
40
otot( kode 0226, hal
439)
4. Terapi musik( kode
4400, hal 443)
5. Pengaturan
posisi( kode 0840, hal
306)
41
b. Asupan protein garam, menyediakan
dipertahankan pada 3 pengganti gula;
ditingkatkan ke 5 menambah atau
c. Asupan lemak mengurangi kalori,
dipertahankan pada 3 menambah atau
ditingkatkan ke 5 mengurangi vitamin,
d. Asupan karbohidrat mineral atau suplemen)
dipertahankan pada 3 e. Beri obat-obatan
ditingkatkan ke 5 sebelum makan
e. Asupan serat (misalnya., penghilang
dipertahankan pada 3 rasa sakit, antiemetik),
ditingkatkan ke 5 jika diperlukan
f. Asupan vitamin f. Anjurkan pasien
dipertahankan pada 3 mengenai modifikasi
ditingkatkan ke 5 diet yang diperlukan.
g. Asupan mineral g. Pastikan diet
dipertahankan pada 3 mencakup makanan
ditingkatkan ke 5 tinggi kandungan serat
h. Asupan zat besi untuk mencegah
dipertahankan pada 3 konstipasi
ditingkatkan ke 5
i. Asupan kalsium 2.Bantuan
dipertahankan pada 3 peningkatan Berat
ditingkatkan ke 5 Badan( kode 1240, hal
j. Asupan natrium 78)
dipertahankan pada 3 Aktivitas-aktivitas :
ditingkatkan ke 5 1. Kaji penyebab mual
muntah dan tangani
dengan tepat
2. Berikan obat-obatan
untuk meredakan mual
dan nyeri sebelum
42
makan
3. Berikan makanan
yang sesuai instruksi
dokter untuk pasir; diet
umum, teksturnya
lembut, memblende
atau menghaluskan
makanan melalui selang
NGT atau PEG, atau
memberikan makanan
total parental.
4. Ciptakan lingkungan
yang menyenangkan
dan menenangkan
5. Sediakan suplemen
makanan jika
diperlukan
6. Gambarkan dalam
grafik kenaikan berat
badan pasien dan buat
rencana yang sesuai.
3. Manajemen
gangguan makan(kode
1030, hal 179)
Aktivitas-aktivitas :
1)Timbang berat badan
klien secara rutin(pada
hari yang sama dan
setelah BAK/BAB)
2)Monitor tanda-tanda
fisiologis(tanda-tanda
vital, elektrolit) jika
43
diperlukan
3)Rundingkan dengan
ahli gizi dalam
menentukan asupan
kalori harian yang
diperlukan untuk
mempertahankan berat
badan yang sudah
ditentukan
4)Ajarkan dan dukung
konsep nutrisi yang
baik dengan klien(dan
orang terdekat klien
dengan tepat)
5)Kembangkan
hubungan yang
mendukung dengan
klien
6)Berikan dukungan
terhadap peningkatan
berat badan dan
perilaku yang
meningkatkan berat
badan
7)Monitor perilaku
klien yang berhubungan
denga pola makan,
penambahan, dan
kehilangan berat badan
8)Batasi aktivitas fisik
sesuai kebutuhan untuk
meningkatkan berat
44
badan
9)Monitor berat badan
klien secara rutin
10) Berikan arahan dan
dukungan jika
diperlukan
Intervensi tambahan :
1)Manajemen
energi( kode 0180, hal
177)
2. Pemberian
makan( kode 1050, hal
250)
3. Manajemen saluran
cerna( kode 0430, hal
206)
4.
Pengajaran:Peresapaa
n diet( kode 5614, hal
296)
5. Pemasangan
infus( kode 4190, hal
243)
BAB III
45
PENUTUP
A. Kesimpulan
B.Saran
DAFTAR PUSTAKA
46
NANDA NIC-NOC. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berlandaskan
Diagnosa Medis Edisi Revisi Jilid 2. Jakarta: EGC.
Brunner, Suddarth . 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi
8. Jakarta : EGC(hal 1207-1219)
Pearce, Evelyn C. Anatomi dan Fisiologis Untuk Para Medis, cetakan
kedua puluh Sembilan. Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama,2006.p. (141-142)
Holla, karen . Ensiklopedis Keperawatan. Jakarta. Penerbit buku
kedokteran EGC. 2009 .( Hal 578-579)
Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit, edisi 6, Jakarta : EGC.(hal 477-502)
Herdman, T. Heather. 2018. NANDA-I diagnosis keperawatan : definisi
dan klasifikasi 2018-2020 Jakarta : EGC
Merdawati, Leni, Hema Malini. 2019. Keperawatan Medikal Bedah II.
Depok: Raja Grafindo Persada. (hal 78-87)
47