Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kolelithiasis berasal dari kata “ kole ” yang artinya empedu, “ lithia ” yang
artinya batu, dan “ sis “ yang berarti adalah proses. Sebuah ukuran batu empedu
bisa bervariasi dan dapat sekecil butiran pasir atau seperti bola golf.
Kolelitiasis adalah pembentukan batu empedu yang biasanya terbentuk dalam
kandung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu
(Brunner & Suddarth, 2001). Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah
kesehatan yang penting di negara barat sedangkan di Indonesia baru
mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu
masih terbatas.
Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti,
karena belum ada penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu tanpa
gejala dan ditemukan secara pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG,
atau saat operasi untuk tujuan yang lain.

Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi batu


tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu
menjadi batu saluran empedu dan disebut sebagai batu saluran empedu sekunder.
Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk primer di dalam
saluran empedu intra-atau ekstra-hepatik tanpa melibatkan kandung empedu.
Pada sekitar 80% dari kasus, kolesterol merupakan komponen terbesar dari batu
empedu. Biasanya batu - batu ini juga mengandung kalsium karbonat, fosfat atau
bilirubinat, tetapi jarang batu- batu ini murni dari satu komponen saja.

i
B.   Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang kelompok angkat dalam makalah ini, antara lain :

ii
1. Bagaimana konsep kolelitiasis?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan kolelitiasis?

C. Tujuan

1.  Tujuan Umum

1. Mengetahui konsep kolelitiasis.


2. Menegetahui asuhan keperawatan pada klien dengan kolelitiasis.

2.    Tujuan Khusus

1. Mengetahui anatomi dan fisiologi kandung empedu.


2. Mengetahui definisi kolelitiasis.
3. Mengetahui klasifikasi batu empedu.
4. Mengetahui etiologi kolelitiasis.
5. Mengetahui manifestasi klinis kolelitiasis.
6. Mengetahui patofisiologi kolelitiasis.
7. Mengetahui pemeriksaan diagnostic kolelitiasis.
8. Mengetahui penatalaksanaan kolelitiasis.
9. Mengetahui komplikasi kolelitiasis.
10. Mengetahui tentang web of causation dari kolelitiasis.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Fisiologi Kandung empedu

Kandung empedu (vesika felea), merupakan organ berbentuk seperti buah


per, berongga dan menyerupai kantong dengan panjang 7,5 hingga 10 cm, terletak
dalam suatu cekungan yang dangkal pada permukan inferior hati di mana organ
tersebut terikat pada hati oleh jaringan ikat yang longgar. Kapasitas kantong
empedu adalah 30 hingga 50 ml empedu. Kandung empedu dihubungkan dengan
duktus koledokus lewat duktus sistikus .

1. Bagian-bagian dari kandung empedu, terdiri atas :

1. Fundus vesikafelea, merupakan bagian kandung empedu yang paling akhir


setelah korpus vesikafelea.

4
2. Korpus vesikafelea, bagian dari kandung empedu yang didalamnya berisi
getah empedu. Getah empedu adalah suatu cairan yang disekeresi oleh sel hati
sebanyak 500-1000 cc setiap harinya, sekresinya berjalan terus menerus,
jumlah produksi cairan empedu dapat meningkat pada saat mencerna lemak.
3. Leher kandung empedu. Merupakan saluran pertama tempat masuknya getah
empedu ke badan kandung empedu lalu berkumpul dan dipekatkan dalam
kandung empedu.
4. Duktus sistikus. Panjangnya kurang lebih 3 ¾ cm. berjalan dari leher kandung
empedu dan bersambung dengan duktus hepatikus membentuk saluran
empedu ke duodenum.
5. Duktus hepatikus, saluran yang keluar dari leher.
6. Duktus koledokus saluran yang membawa empedu ke duodenum.
2. Fungsi kandung empedu

Kandung empedu berfungsi sebagai depot penyimpanan bagi empedu. Di


antara saat-saat makan, ketika sfingter Obdi tertutup, empedu yang diproduksi
oleh hepatosit akan memasuki kandung empedu. Selama penyimpanan sebagian
besar air dalam empedu diserap melalui dinding kandung empedu sehingga
empedu dalam kandung empedu lebih pekat lima hingga sepuluh kali dari
konsentrasi saat disekresikan pertama kalinya oleh hati. Cairan empedu yang
dihasilkan oleh hati mengandung 97% air, sedangkan kadar rata-rata air yang
terkandung dalam cairan empedu yang telah tersimpan didalam kandung empedu
adalah 89%. Ketika makanan masuk kedalam duodenum akan terjadi kontraksi
kandung empedu dan relaksasi sfingter Oddi yang memungkinkan empedu
mengalir masuk ke dalam intestinum. Respons ini diantarai oleh sekresi hormon
kolesistokinin-pankreozimin (CCK-PZ) dari dinding usus.
3. Pembentukan empedu

Empedu dibentuk secara terus menerus oleh hepatosit dan dikumpulkan


dalam kanalikulus serta saluran empedu. Empedu terutama tersusun dari air dan
elektrolit, seperti natrium, kalium, kalsium, klorida serta bikarbonat, dan juga
mengandung dalam jumlah yang berarti beberapa substansi seperti lesitin,
kolestrol, bilirubin serta garam-garam empedu. Empedu dikumpulkan dan
disimpan dalam kandung empedu untuk kemudian dialirkan kedalam intestinum

5
bila diperlukan bagi pencernaan. Fungsi empedu adalah ekskretorik seperti eksresi
bilirubin dan sebagai pembantu proses pencernaan melalui emulsifikasi lemak
oleh garam-garam empedu.
Garam garam empedu disintesis oleh hepatosit dari kolestrol. Setela
terjadi konyungasi atau pengikat dengan asam-asam amino (taurin dan gilisin),
garam empedu diekskresikan kedalam empedu. Bersamaan dengan kolestrol dan
letisin, garam empedu diperlukan untuk emulsifikasi lemak dalam intestinum.
Proses ini sangat penting untuk proses pencernaan dan penyerapan efisien.
Kemudian garam empedu akan diserap kembali, terutama dalam ileum distal, ke
dalam dalam portal untuk kembali ke hati dan sekali lagi dieksresikan kedalam
empedu. Lintasan hepatosit-empedu-intestinum dan kembali lagi kepada hepatosit
dinamakan sirkulasi enterohepatik. Akibat adanya sirkulasi enterohepatik, maka
dari seluruh garam empedu yang masuk kedalam intestinum, hanya sebagian kecil
yang akan diekskresikan ke dalam fases. Keadaaan ini menurunkan kebutuhan
terhadap sinstesi akitf garam empedu oleh sel-sel hati.

4. Komposisi Getah Empedu

Getah empedu adalah suatu cairan yang disekresi setiap hari oleh sel hati yang
dihasilkan setiap hari 5000-1000 cc, sekresinya berjalan terus menerus, jumlah
prouksi meningkat sewaktu mencerna lemak. Empedu berwarna kuning
kehijauan \yang terdiri dari 97 % air, pigmen empedu dan garam-garam empedu.

a. Pigmen empedu, terdiri dari biliverdin. Pigmen ini merupakan hasil penguraian
hemoglobin yang dilepas dari sel darah merah terdisintegrasi. Pigmen utamanya
adalah bilirubin yang memberikan warna kuning pada urine dan feses. Warna
kekuningan pada jaringan (jaundice) merupakan akibat dari peningkatan kadar
bilirubin darah dan ini merupakan indikasi kerusakan fungsi hati, peningkatan
destruksi sel darah merah, atau obstruksi duktus empedu oleh batu empedu.

b. Garam-garam empedu, yang terbentuk dari asam empedu yang berkaitan


dengan kolesterol dan asam amino. Setelah diekskresi kedalam usus garam

6
tersebut direabsorbsi dari ileum bagian bawah kembali kehati dan didaur ulang
kembali, peristiwa ini disebut sebagai sirkulasi enterohepatika garam empedu.
Fungsi dari garam empedu dalam usus halus adalah :

a. Emulsikan lemak, garam empedu mengemulsi globules lemak


besar dalam usus halus g kemudian dijadikan globules lemak lebih
kecil dan area permukaan yang lebih luas untuk kerja enzim.
b. Absorbsi lemak, garam empedu juga membantu mengabsorbsi zat
terlarut lemak dengan cara memfasilitasi jalurnya menembus
membran sel.
c. Pengeluaran kolesterol dari tubuh, garam empedu berikatan dengan
kolesterol dan lesitin untuk membentuk agregasi kecil yang disebut
micelle yang akan dibuang melalui feses.
B. Landasan teoritis penyakit :

1. Definisi

Kolelitiatis (kalkulus/kalkuli, batu empedu) biasanya terbentuk dalam


kandung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu; batu
empedu memiliki bentuk ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi.

Batu empedu tidak lazim dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda
tetapi insidensnya semakin sering terjadi pada individu usia diatas 40 tahun.
Sesudah itu insidens kolelitasis semangkin meningkat hingga suatu tingkat yang
diperkirakan bahwa pada usia75 tahun satu dari tiga orang akan memiliki batu
empedu.
Kolelitiasis adalah batu yang terdapat di saluran empedu utama atau di
duktus koledokus (koledokolitiasis), di saluran sistikus (sistikokolitiasis) jarang
sekali di temukan dan biasanya bersamaan dengan batu di dalam kandung
empedu, dan di saluran empedu intrahepatal atau hepatolitiasis. (Hadi Sujono,
2002 hlm 778). 

Batu empedu adalah batu yang berbentuk lingkaran dan oval yang di
temukan pada saluran empedu. Batu empedu ini mengandung kolesterol, kalsium

7
bikarbonat, kalsium bilirubinat atau gabungan dari elemen-elemen
tersebut. (Grace, Pierce. dkk, 2006, hlm 121)

2. Etiologi

Kasus batu empedu sering ditemukan di Amerika Serikat, yaitu sekitar


20% dari penduduk dewasa. Setiap tahunnya, ada beberapa ratus ribu yang
menderita pembedahan saluran empedu. Batu empedu relatif jarang terjadi pada
usia dekade dua, namun wanita yang meminum obat kontrasepsi oral atau hamil
lebih berisiko menderita batu empedu. Faktor risiko lain yang menyebabkan batu
empedu adalah obesitas, pertambahan usia, jenis kelamin dan makanan yang
mengandung kalori rendah lemak.

Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang
dibentuk pada bagian saluran empedu lain. Etiologi batu empedu masih belum
diketahui sepenuhnya, akan tetapi tampaknya predisposisi terpenting adalah
gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi
empedu, statis empedu, dan infeksi kandung empedu.

1. Perubahan komposisi empedu


Sejumlah penyelidikan menunjukkan bahwa hati penderita batu empedu
kolesterol menyekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol.
Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu untuk
membentuk batu empedu.
2. Statis empedu
Statis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi
progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur tersebut.
Gangguan kontraksi kandung empedu atau spasme sfingter Oddi dapat
menyebabkan statis. Faktor hormonal(terutama selama kehamilan) dapat
dikaitkan dengan perlambatan pengosongan kandung empedu dan
menyebabkan tingginya insidensi dalam kelompok ini.
3. Infeksi kandung empedu
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan
batu empedu. Mukus meningkatkan viskositas empedu, dan unsur sel atau

8
bakteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi. Akan tetapi, infeksi
mungkin sering timbul sebagai akibat dari terbentuknya batu empedu.

Batu di dalam kandung empedu. Sebagian besar batu tersusun dari


pigmen-pigmen empedu dan kolesterol, selain itu juga tersusun oleh bilirubin,
kalsium dan protein.
Macam-macam batu yang terbentuk antara lain:
1. Batu empedu kolesterol, terjadi karena : kenaikan sekresi kolesterol dan
penurunan produksi empedu.
     Faktor lain yang berperan dalam pembentukan batu:
a. Infeksi kandung empedu
b. Usia yang bertambah
c. Obesitas
d. Wanita
e. Kurang makan sayur
f. Obat-obat untuk menurunkan kadar serum kolesterol
2.  Batu pigmen empedu , ada dua macam:
- Batu pigmen hitam : terbentuk di dalam kandung empedu dan
disertai hemolisis kronik/sirosis hati tanpa infeksi
- Batu pigmen coklat  :  bentuk lebih besar , berlapis-lapis, ditemukan
disepanjang saluran empedu, disertai bendungan dan infeksi
3. Batu saluran empedu
Sering dihubungkan dengan divertikula duodenum didaerah vateri. Ada
dugaan bahwa kelainan anatomi atau pengisian divertikula oleh makanan akan
menyebabkan obstruksi intermiten duktus koledokus dan bendungan ini
memudahkan timbulnya infeksi dan pembentukan batu.
Batu di dalam kandung empedu. Sebagian besar batu tersusun dari pigmen-
pigmen empedu dan kolesterol, selain itu juga tersusun oleh bilirubin, kalsium dan
protein.
Macam-macam batu yang terbentuk antara lain:
Contoh batu empedu :

9
3. MANIFESTASI KLINIS/TANDA DAN GEJALA
Sebanyak 75% orang yang memiliki batu empedu tidak memperlihatkan
gejala. Batu empedu bisa terjadi secara tersembunyi karena tidak menimbulkan
rasa nyeri dan hanya menyebabkan gastrointestinal yang ringan. Batu tersebut
mungkin ditemukan secara kebetulan pada saat dilakukan pembedahan atau
evaluasi untuk gangguan yang tidak berhubungan sama sekali.

Penderita penyakit kandung empedu akibat batu empedu dapat mengalami dua
jenis gejala yaitu gejala yang disebabkan oleh kandung empedu itu sendiri dan
gejala yang terjadi akibat obstruksi pada lintasan empedu oleh batu empedu.
Gejalanya bisa bersifat akut atau kronis. Gangguan epigastrium, seperti rasa
penuh, distensi abdomen dan nyeri yang samar pada kuadran kanan atas abdomen

10
dapat terjadi. Gangguan ini dapat terjadi setelah individu mengkonsumsi makanan
yang berlemak atau yang digoreng.

Adapun gejala batu empedu sebagai berikut :

a. Rasa nyeri dan kolik bilier.

Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan
mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan panas dan mungkin teraba
massa padat dan pada abdomen. Pasien dapat mengalamikolik bilier disertai nyeri
hebat pada abdomen kuadran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu
kanan. Rasa nyeri ini biasanya disertai dengan mual dan muntah dan bertambha
hebat dalam waktu beberapa jam sesudah makan makanan dalam porsi besar.
Pasien akan membolak-balik tubuhnya dengan gelisah karena tidak mampu
menemukan posisi yang nyaman baginya. Pada sebagian pasien, rasa nyeri bukan
bersifat kolik melainkan persisten.

Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan oleh kontraksi kandung empedu
yang tidak dapat mengalirkan empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu
keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi, bagian
fundus kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah kartilago
kosta sembilan dan sepuluh kanan. Sentuhan ini menimbulkan nyeri tekan yang
mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam, dan
menghambat pengembangan rongga dada.

Nyeri pada kolestitid akut dapat berlangsung sangat hebat sehingga diperlukan
preparat analgesik yang kuat seperti meperidin. Pemberian morfin dianggap dapat
meningkatkan spasme sfingter Oddi sehingga perlu dihindari.

b. Ikterus

Ikterus dapat dijumpai diantara penderita penyakit kandung empedu dengan


persentase yang kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus.
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan gejala
yang khas, yaitu getah empedu yang tidak dibawa ke dalam duodenum akan
diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan membra

11
mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejala gatal-gatal
yang mencolok pada kulit.

c. Perubahan warna urin dan feses

Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin berwarna sangat
gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu,
dan biasanya pekat disebuat clay colored.

d. Defisiensi vitamin

Obstruksi aliran empedu juga menganggu absopsi vitamin A, D, E dan K yang


larut lemak. Karena itu, pasien memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin
ini jika di obstruksi bilier berjalan lama. Defisiensi vitamin K dapat menganggu
pembekuan darah yang normal.

Jika batu empedu terlepas dan tidak lagi menyumbat duktus sistikus, kandung
empedu akan mengalirkan isinya keluar dan proses inflamasi segera mereda
dalam waktu yang relatif singkat. Jika batu empedu terus menyumbat saluran
tersebut, penyumbatan ini dapat mengakibatkan abses, nekrosis, dan perforasi
disertai peritonitis generalisata.
e. Regurgitasi gas: flatus dan sendawa

Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun,
semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar
kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain:

• Jenis kelamin

Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis


dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh
terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang
menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis.
Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan
kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung
empedu.

12
 Usia

Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya


usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.

 Berat Badan (BMI)

Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih
tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar
kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu
serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.

 Makanan

Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah
operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari
empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.

 Riwayat Keluarga

Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar


dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga.

 Aktifitas Fisik

Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya


kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit
berkontraksi.

 Penyakit Usus Halus

Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn


disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.

 Nutrisi Intravena Jangka Lama

13
Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak
terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati
intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam
kandung empedu.

4. Pemeriksaan penunjang dan Diagnostik

Pemeriksaan sinar X-abdomen, dapat dilakukan jika terdapat kecurigaan


akan penyakit kandung empedu dan untuk menyingkirkan gejala lain. Namun
demikian hanya 15%-20% batu empedu yang mengalami cukup klasifikasi untuk
dapat tampak melalui pemeriksaan sinar-x.

a. Radiologi

Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur


diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan
akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Disamping
itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini
akan memberikan hasil yang paling akurat dengan akurasi 95%. jika pasien sudah
berpuasa pada malam harinya sehingga kandung empedunya berada dalam keadan
distensi. Penggunaan ultra sound berdasarkan pada gelombang suara yang
dipantulkan kembali. Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung
empedu atau duktus koleduktus yang mengalami dilatasi.

- Pemeriksaan pencitraan radionuklida atau koleskintograf dalam prosedur


ini preparat radioaktif disuntikkan secara intravena. Preparat ini kemudian
di ambil oleh hepatosit dan dengan cepat dieksresikan ke dalam siste
billier . Selanjutnya dilakukan pemindahan saluran empedu untuk
mendapatkan gambaran kantung empedu dan percabangan billier .
Pemeriksaan ini lebih mahal daripada USG , memerlukan waktu yang
lebih lama untuk mengerjakannya, membuat pasien terpajan sinar
radiasi ,dan tidak dapat mendeteksi batu empedu.
Contoh foto rontgen penderita batu empedu :

14
15
b. Radiografi: Kolesistografi

Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG
meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu
dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian,
memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral kolesistografi
tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan
media kontras ke kandung empedu yang mengalami obstruksi. (Smeltzer dan
Bare, 2002).

c. Kolangiografi Transhepatik perkutan

Pemeriksaan ini meliputi penyuntikan bahan langsung ke dalam


percabangan billier . Intervensi keperawatan meskipun angka komplikasi setelah
prosedur pemeriksaan ini cukup rendah ,pasien harus di observasi dengan ketat
akan adanya gejala perdarahan,peritonitis dan seotikemia . Rasa nyeri dan tanda
tanda yang menunjukkan komplikasi ini harus segera dilaporkan . Antibiotik
harus diberikan seperti yang diresepkan untuk memperkecil resiko sepsis dan syok
septik.

d. Sonogram

Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding


kandung empedu telah menebal. (Williams 2003)

e. ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi)

Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang


hanya dapat dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi
endoskop serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai
duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus koleduktus
serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus
tersebut untuk menentukan keberadaan batu di duktus dan memungkinkan
visualisassi serta evaluasi percabangan bilier.(Smeltzer,SC dan Bare,BG 2002).

f. Pemeriksaan Laboratorium

16
1) Kenaikan serum kolesterol

2) Kenaikan fosfolipid

3) Penurunan ester kolesterol

4) Kenaikan protrombin serum time

5) Kenaikan bilirubin total, transaminase (Normal < 0,4 mg/dl)

6) Penurunan urobilirubin

7) Peningkatan sel darah putih: 12.000 - 15.000/iu (Normal : 5000 -


10.000/iu)

8) Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di
duktus utama (Normal: 17 - 115 unit/100ml)

5. Penatalaksanaan medis dan keperawatan

Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan non


bedah dan bedah. Ada juga yang membagi berdasarkan ada tidaknya gejala yang
menyertai kolelitiasis, yaitu penatalaksanaan pada kolelitiasis simptomatik dan
kolelitiasis yang asimptomatik.

A. Penatalaksanaan Non bedah

1. Penatalaksanaan pendukung dan diet

Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu


sembuh dengan istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan
antibiotik. Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi
yang lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk
(Smeltzer,SC dan Bare,BG 2002).

Manajemen terapi :

1. Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein


Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk kedalam susu
skim. Makanan berikut ini ditambahkan jika pasien dapat menerimanya: buah

17
yang dimasak, nasi atau ketela, daging tanpa lemak, kentang yang dilumatkan,
sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi atau teh. Makanan seperti telur,
krim, daging , gorengan, keju dan bumbu-bumbu yang berlemak, sayuran yang
membentuk gasserta alkohol harus dihindari. Penatalaksanaan diet merupakan
bentuk terapi utama pada pasien yang hanya mengalami intoleransi terhadap
makanan berlemak dan mengeluarkan gejala gastrointestinal ringan.

2. Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.

3. Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign

4. Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi


syok.

5. Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)


2. Farmako Therapi

Pemberian asam ursodeoksikolat dan kenodioksikolat digunakan untuk


melarutkan batu empedu terutama berukuran kecil dan tersusun dari kolesterol.

Zat pelarut batu empedu hanya digunakan untuk batu kolesterol pada
pasien yang karena sesuatu hal sebab tak bisa dibedah. Batu-batu ini terbentuk
karena terdapat kelebihan kolesterol yang tak dapat dilarutkan lagi oleh garam-
garam empedu dan lesitin. Untuk melarutkan batu empedu tersedia
Kenodeoksikolat dan ursodeoksikolat. Mekanisme kerjanya berdasarkan
penghambatan sekresi kolesterol, sehigga kejenuhannya dalam empedu berkurang
dan batu dapat melarut lagi. Therapi perlu dijalankan lama, yaitu : 3 bulan sampai
2 tahun dan baru dihentikan minimal 3 bulan setelah batu-batu larut. Recidif dapat
terjadi pada 30% dari pasien dalam waktu 1 tahun , dalam hal ini pengobatan
perlu dilanjutkan.

18
3. Disolusi medis

Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu dengan


pemberian obat-obatan oral. Ursodeoxycholic acid lebih dipilih dalam pengobatan
daripada chenodeoxycholic karena efek samping yang lebih banyak pada
penggunaan chenodeoxycholic seperti terjadinya diare, peningkatan
aminotransfrase dan hiperkolesterolemia sedang.

4. Disolusi kontak

Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk menghancurkan batu


kolesterol dengan memasukan suatu cairan pelarut ke dalam kandung empedu
melalui kateter perkutaneus melalui hepar atau alternatif lain melalui kateter
nasobilier. Larutan yang dipakai adalah methyl terbutyl eter. Larutan ini
dimasukkan dengan suatu alat khusus ke dalam kandung empedu dan biasanya
mampu menghancurkan batu kandung empedu dalam 24 jam.

5. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)


Prosedur non invasive ini menggunakan gelombang kejut berulang
(Repeated Shock Wave) yang diarahkan pada batu empedu didalam kandung
empedu atau duktus koledokus dengan maksud memecah batu tersebut menjadi
beberapa sejumlah fragmen. (Smeltzer,SC dan Bare,BG 2002). Gelombang kejut
dihasilkan dalam media cairan oleh percikan listrik, yaitu piezoelelektrik, atau
oleh muatan elektromagnetik. Energy ini di salurkan ke dalam tubuh lewat
redaman air atau kantong yang berisi cairan. Gelombang kejut yang
dikonvergensikan tersebut diarahkan kepada batu empedu yang akan
dipecah.Setelah batu dipecah secara bertahap, pecahannya akan bergeraj spontan
dikandung empedu atau doktus koledokus dan dikeluarkan melalui endoskop atau
dilarutkan dengan pelarut atau asam empedu yang diberikan perora

19
6. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)

Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan,


lambung dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran
empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot
sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang menyumbat saluran akan
berpindah ke usus halus. ERCP dan sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada
90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000 penderita yang meninggal dan 3-7%
mengalami komplikasi, sehingga prosedur ini lebih aman dibandingkan
pembedahan perut.
7. Litotripsi Intrakorporeal.

Pada litotripsi intrakorporeal, batu yang ada dalam kandung empedu atau
doktus koledokus dapat dipecah dengan menggunakan grlombang ultrasound,
laser berpulsa atau litotripsi hidrolik yang dipasang pada endoskop, dan diarahkan
langsung pada batu. Kemudian fragmen batu atau derbis dikeluarkan dengan cara
irigasi dan aspirasi. Prosedur tersebut dapat diikuti dengan pengangkatan kandung
empedu melalui luka insisi atau laparoskopi. Jika kandung empedu tidak di
angkat, sebuah drain dapat dipasang selama 7 hari.

B. Penatalaksanaan Bedah

1. Kolesistektomi terbuka

Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga


kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi
adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas
yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum
untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.

2. Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan
sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90%
batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko
kematian dibanding operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan

20
mengurangi komplikasi pada jantung dan paru. Kandung empedu diangkat
melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut.

 Antiemetik : prometazin (phenergan) oral/rectal, prochlorperazine


(compazine).

 Analgesik : oxycodone/acetaminophen (percocet) oral. Kolesistektomi


Kolesistektomi laparoskopi merupakan terapi bedah standar untuk
kolesistitis. Kolesistektomi dini yang dilakukan dalam 72 jam setelah
pasien masuk rumah sakit, memberikan keuntungan dari sisi medis
maupun sosioekonomi. Pada pasien yang hamil, kolesistektomi
laparoskopi dinyatakan aman untuk semua umur kehamilan namun paling
aman pada trimester kedua. kolesistektomi laparoskopik dilihat dari
laparoskop. sumber wikipedia. CT Scan yang dilakukan 72 jam sebelum
operasi sangat membantu mendeteksi adanya  kolesistitis gangrenosa yang
ditandai dengan : defek pada dinding kandung empedu, cairan di
perikolesistik dan tidak ditemukan adanya batu empedu. Asosiasi dokter
bedah gastrointestinal dan endoskopi Amerika (SAGES) telah
mengeluarkan guideline pada tahun 2010 mengenai aplikasi klinik dari
bedah laparoskopi saluran empedu ini. Guideline ini mencakup petunjuk
kapan melakukan tindakan, prosedur operasi dan manajemen pasien post
operasi.
Berikut beberapa poin lainnya :
a. Antibiotik preoperatif hanya diberikan untuk mengurangi  risiko
infeksi luka bedah pada pasien berisiko tinggi dan hanya
menggunakan satu dosis preoperatif saja.
b. Kolangiografi intraoperatif dapat membantu mengenali cedera
yang mungkin terjadi dan menurunkan risiko cedera saluran
empedu.
c. Bila cedera duktus biliaris ditemukan, pasien harus dirujuk pada
dokter spesialis hepatobiliari terlebih dahulu sebelum
melakukan perbaikan, kecuali bila dokter bedahnya telah
memiliki pengalaman reparasi duktus biliaris yang memadai.

21
Kontraindikasi untuk kolesistektomi laparoskopi antara lain :
a. Berisiko tinggi terhadap anastesi umum.
b. Obesitas berat.
c. Ada tanda perforasi kandung empedu seperti : abses,
peritonitis dan fistula.
d. Batu empedu raksasa atau diduga keganasan.
e. Penyakit hati stadium akhir yang disertai hipertensi portal
dan koagulopati berat.
f. SAGES guideline juga menambahkan kontraindikasi yakni :
syok septik akibat kolangitis, pankreatitis akut, peralatan dan
tenaga ahli yang tidak memadai, serta baru saja mendapat
prosedur bedah abdominal lainnya. Drainase perkutaneus
Untuk pasien yang kontraindikasi/berisiko tinggi terhadap
prosedur bedah, maka terapi Drainase perkutaneus
kolesistostomi transhepatik (yang dipandu USG) merupakan
pilihan terapi definitif dikombinasikan dengan pemberian
antibiotik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sebagian
besar pasien kolesistitis akalkulus akut dapat diterapi dengan
drainase perkutaneus saja, akan tetapi SAGES guideline
menganjurkan bahwa terapi ini hanya bersifat sementara
sampai pasien dapat menerima kolesistektomi.
 Terapi Endoskopik
Endoskopi memiliki kelebihan yakni sebagai alat bantu untuk
mendiagnosis juga dapat sebagai terapi. Beberapa prosedur
endoskopik untuk kolesistitis :
a. Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP).
Terapi ini dapat memvisualisasikan anatomi sekaligus dapat
menyingkirkan batu empedu pada duktus biliaris komunis.
b. Endoscopic ultrasound-guided transmural cholecystostomy.
Penelitian menunjukkan bahwa terapi ini aman sebagai
terapi awal, interim maupun definitif untuk pasien dengan

22
kolesistitis akut berat yang berisiko tinggi terhadap prosedur
kolesistektomi.
c. Endoscopic gallbladder drainage.
Mutignani dkk, menyimpulkan dalam penelitiannya terhadap 35
orang pasien kolesistitis akut bahwa terapi ini efektif untuk
kolesistitis akut namun sifatnya hanya sementara saja. 

 Cholesistektomy

Merupakan tindakan pembedahan yang dilakukan atas indikasi


cholesistitis atau pada cholelitisis, baik akut /kronis yang tidak sembuh dengan
tindakan konservatif .

Tujuan perawatan pre operasi pada bedah cholesistectomy :

-   Meningkatkan pemahaman klien dan keluarga tentang prosedur operasi.

-   Meningkatkan kesehatan klien baik fisik maupun psikologis

-   Meningkatkan pemahaman klien dan keluarga tentang hal-hal yang akan


dilakukan pada post operasi.

Tindakan Keperawatan Pada Cholecystotomy

- Posisi semi Fowler

- Menjelaskan tujuan penggunaan tube atau drain dan lamanya

- Menjelaskan dan mengajarkan cara mengurangi nyeri

 Kolesistektomi

Dalam prosedur ini kandung empedu diangkat setelah arteri dan duktus 
sistikus diligasi. Kolesistektomi dilakukan pada sebagian besar kasus kolesistis
akut dan kronis. Sebuah drain (Penrose) ditempatkan dalam kandung empedu dan
dibiarkan menjulur keluar lewat luka operasi untuk mengalirkan darah, cairan
serosanguinus dan getah empedu ke dalam kasa absorben.

 Minikolesistektomi

23
Merupakan prosedur bedah untuk mengeluarkan kandung empedu lewat
luka insisi selebar 4cm. kolesistektomi Laparoskopik (atau endoskopik),
dilakukan lewat luka insisi yang kecil atau luka tusukan melalui dinding abdomen
pada umbilicus. Pada prosedur kolesistektomi endoskopik, rongga abdomen ditiup
dengan gas karbon dioksida (pneumoperitoneum) umtuk membantu pemasangan
endoskop dan menolong dokter bedah melihat struktur abdomen. Sebuah
endoskop serat optic dipasang melalui luka insisi umbilicus yang kecil. Beberapa
luka tusukan atau insisi kecil tambahan dibuat pada dinding abdomen untuk
memasukkan instrumen bedah lainnya ke dalam bidang operasi.

 . Koledokostomi

Dalam koledokostomi, insisi dilakukan pada duktus koledokus untuk


mengeluarkan batu. Setelah batu dikeluarkan, biasanya dipasang sebuah kateter ke
dalam duktus tersebut untuk drainase getah empedu sampai edema mereda.
Keteter ini dihubungkan dengan selang drainase gravitas. Kandung empedu
biasanya juga mengandung batu, dan umumnya koledokostomi dilakukan
bersama-sama kolesistektomi.

6.KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis :
1. Asimtomatik
2. Obstruksi duktus sistikus
3. Kolik bilier
4. Kolesistitis akut
5. Perikolesistitis
6. Peradangan pankreas (pankreatitis)
7. Perforasi
8. Kolesistitis kronis
9. Hidrop kandung empedu
10. Empiema kandung empedu
11. Fistel kolesistoenterik
12. Batu empedu sekunder (Pada 26% penderita, saluran menciut kembali 
dan batu empedu muncul lagi)

24
13. Ileus batu empedu (gallstone ileus)
Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan
menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam
kandung empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat
menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus sistikus secara
menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka
mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu dikelilingi dan
ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga membentuk suatu
fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat
terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis
sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel
kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi kandung empedu yang berakibat
terjadinya peritonitis generalisata.

Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada
saat kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus
koledokus kemudian menetap asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik.
Batu yang menyumbat di duktus koledokus juga berakibat terjadinya ikterus
obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan pankretitis.

Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui


terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat
menyumbat pada bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan
menimbulkan ileus obstruksi

25
7. WOC

Sumber : https://www.scribd.com/document/359612925/woc

C. LANDASAN TEORITIS ASUHAN KEPERWATAN

1. Pengkajian
1. Identitas Klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,


pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register,
diagnosa medik, alamat, semua data mengenai identitaas klien tersebut
untuk menentukan tindakan selanjutnya.

2. Identitas Penanggung Jawab

Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan


dan jadi penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul

26
meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan
alamat.

3. Keluhan Utama

Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien


saat pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri
abdomen pada kuadran kanan atas.

4. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat Kesehatan Sekarang

Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode


PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien,
quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri/gatal dirasakan oleh klien,
regional (R) yaitu nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi
yang bagaimana yang dapat mengurangi nyeri/gatal atau klien merasa
nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri/gatal
tersebut.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji apakah klien pernah dirawat atau diobati sebelumnya dengan
penyakit yang sama.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji pola makan kebiasaan keluarga yang kurang baik seperti
menyimpan dan menyiapkan makanan, pola diet, pola sanitasi yang
kurang (cuci tangan) dan pola memasak makanan.
5. Pemeriksaan Fisik
a) Aktifitas/Istirahat
Gejala : Kelemahan
Tanda : Gelisah
b) Sirkulasi
Tanda : Takikardia, berkeringat
c) Eliminasi
Gejala : Perubahan warna urine dan feses

27
Tanda : Distensi abdomen.
d) Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia,mual.
Tanda : adanya penurunan berat badan.
e) Nyeri/Kenyamanan
Gejala :Nyeri abdomen atas, dapat menyebar kepunggung atau
bahu kanan. Kolik epigastrium tengah sehubungan dengan makan.
Tanda :Nyeri lepas, otot tegang atau kaku biala kuadran kanan atas
ditekan; tanda murphy positif.
f) Keamanan
Tanda:Ikterik, dengan kulit berkeringat dan gatal
(Pruiritus).Kecenderungan perdarahan (kekurangan vitamin K).
g) Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Kecenderungan keluarga untuk terjadi batu
empedu.Adanya kehamilan/melahirkan; riwayat DM, penyakit inflamasi
usus, diskrasias darah.
Pertimbangan : DRG menunjukan rerata lama dirawat: 3,4 hari.
Rencana pemulangan:Memerlukan dukungan dalam perubahan
diet/penurunan berat badan.
6. Pemeriksaan Diagnostik
• Ultrasonografi digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis
kolelitiasis dan membedakan antara obstruktif dan non obstruktif ikterus
(Ignatavicius, 1991).
• Pemeriksaan diagnostik tambahan menurut LeMone, 2000, yaitu:
• Darah lengkap : Menunjukkan WBC (sel darah putih) tinggi akibat
infeksi dan peradangan
• Kadar bilirubin serum diukur untuk memastikan obstruksi adanya
dalam sistem saluran empedu
• X-ray perut, yang disebut plat datar, dilakukan untuk batu yang
divisualisasikan ke layar monitor.
• Kolesistogram oral dilakukan dalam situasi darurat.

28
• Gallbladder nonacute scan, juga disebut HIDA scan, dilakukan
melalui teknik kedokteran nuklir untuk menilai kolesistitis akut
7. Pengkajian 11 gordon
1. Pola persepsi dan penanganan kesehatan
Adanya tindakan medis serta perawatan dirumah sakit akan
mempengaruhi persepsi pasien tentang kebiasaan merawat diri
yang dikarenakan tidak semua pasien memahami proses dan
perjalanan penyakitnya, sehingga pasien dapat mencari bantuan
kesehatan alternatif sebelum ke pelayanan kesehatan. pasien juga
dapat mengonsumsi obat tradisional penghilang sakit dan meminta
pendapat pada praktisi pengobatan alternatif
2. Pola nutrisi dan metabolik
Pola nutrisi metabolik pada pasien yang mengalami kolelitiasis
kepala akan terganggu. Akibat dari proses penyakitnya pasien
merasakan tubuhnya menjadi lemah dan nafsu makan menurun.
Perut terasa kembung dan ada rasa mual dan muntah. Pasien dapat
mengalami penurunan berat badan dalam beberapa bulan selama
sakit
3. Pola eliminasi
Pola ini menggambakan karakteristik dan masalah saat BAK/BAB
sebelum dan saat dirawat di RS serta penggunaan alat bantu
eliminasi saat pasien di rawat di RS. Pada pasien kolelitiasis, warna
urin yang bewarna sangat gelap dan fases yang tampak kelabu dan
pekat.
4. Pola latihan-aktivitas
Sehubungan dengan adanya kelemahan fisik dan nyeri, akan
menyebabkan aktivitas pasien terbatas dan berkurangnya
kemampuan dalam melakukan aktivitas fisik tersebut. Pasien
membutuhkan bantuan dalam memenuhi kebutuhan aktivitas dan
latihan.
5. Pola istirahat dan tidur

29
Adanya nyeri pada kepala dan perubahan lingkungan atau dampak
hospitalisasi akan menyebabkan masalah dalam pemenuhan
kebutuhan tidur dan istrirahat tidur dapat terganggu akibat nyeri
yang dirasakan.
6. Pola konsep diri dan persepsi diri
Pada pasien kolelitiatis umumnya tidak ada gangguan pada pola
kognitif dan perseptual mereka.
7. Pola kognitif- perseptual
Pada pola ini emosi pasien biasanya tidak stabil, konsep dirinya
terganggu karena penyakit yang dialaminya.
8. Pola peran dan hubungan
Pasien akan mengalami perubahan dalam peran dan tanggung
jawabnya karena pasien tidak dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya baik dalam keluarga maupun masyarakat. Hal tersebut
berdampak pada hubungan interpersonal.
9. Pola reproduksi- seksual
Nyeri dan kelelahan dapat mempengaruhi pemenuhan pola
reproduksi dan seksual
10. Pola pertahanan diri dan toleransi stres
Pasien yang belum mengerti penyakitnya akan merasa stres dan
akan sering bertanya tentang penyakitnya. Kebanyakan pasien
mengalami cemas.
11. Pola keyakinan dan nilai
Pasien tidak mengalami gangguan pada pola ini. Pasien masih bisa
melakukan ibadah, tetapi jika sudah mengalami nyeri hebat maka
pola ini akan terganggu.

NO NANDA NOC NIC


1 Nyeri akut b.d 1.Kontrol nyeri(kode Intervensi utama:
peradangan pada 1605, hal 247) 1.Manajemen
kandung empedu Indikator : nyeri( kode 1400, hal

30
(00132) hal 445 a. Mengenali kapan 198)
Definisi : nyeri terjadi Aktivitas-aktivitas :
Pengalaman sensori dipertahankan pada 4 a. Lakukan pengkajian
dan emosional tidak ditingkatkan ke 2. nyeri komprehensif
menyenangkan b. Menggambarkan yang meliputi lokasi,
berkaitan dengan faktor penyebab karakteristik,
kerusakan jaringan dipertahankan pada 3 onset/durasi, frekuensi,
aktual atau potensial, ditingkatkan ke 2. kualitas, intensitas atau
atau yang c. Menggunakan beratnya nyeri dan
digambarkan sebagai jurnal harian untuk faktor pencetus.
kerusakan(internasio memonitor gejala dari b. Pastikan perawatan
nal assosiation for waktu ke waktu analgesik bagi pasien
the study of pain), dipertahankan pada 4 dilakukan dengan
awitan yang tiba-tiba ditingkatkan ke 2. pemantauan yang ketat.
atau lambat dengan d. Menggunakan c. Gunakan strategi
intensitas ringan tindakan pencegahan komunikasi terapeutik
hingga berat, dengan dipertahankan pada 4 untuk mengetahui
berakhirnya dapat ditingkatkan ke 2. pengalaman nyeri dan
diantisipasi atau e. Menggunakan sampaikan penerimaan
diprediksi, dan tindakan pengurangan pasien terhadap nyeri.
dengan durasi nyeri tanpa analgesik d. Gali pengetahuan dan
kurang dari 3 bulan. dipertahankan pada 3 kepercayaan pasien
ditingkatkan ke 1. mengenai nyeri.
f. Menggunakan e. Pertimbangkan
analgesik yang pengaruh budaya
direkomendasikan terhadap respon nyeri
dipertahankan pada 4 f. Tentukan akibat dari
ditingkatkan ke 2. pengalaman nyeri
g. Melaporkan teerhadap kualitas
perubahan terhadap hidup pasien misalnya
gejala nyeri pada tidur, nafsu makan,
profesional kesehatan pengertian, perasaan,

31
dipertahankan pada 3 hubungan, performa
ditingkatkan ke 1. kerja, dan tanggung
h. Melaporkan gejala jawab peran.
yang tidak terkontrol g. Gali bersama pasien
pada profesional faktor-faktor yang dapat
kesehatan menurunkan atau
dipertahankan pada 3 memperberat nyeri.
ditingkatkan ke 1. h. Berikan informasi
i. Menggunakan mengenai nyeri, seperti
sumber daya yang penyebab nyeri, berapa
tersedia dipertahankan lama nyeri akan
pada 3 ditingkatkan ke dirasakan, dan
1. antisipasi dari
j. Mengenali apa yang ketidaknyamanan
terkait dengan gejala akibat prosedur.
nyeri dipertahankan i. Kurangi atau
pada 4 ditingkatkan ke eliminasi faktor-faktor
2. yang dapat
k. Melaporkan nyeri mencetuskan atau
yang terkontrol meningkatkan nyeri.
dipertahankan pada 3 j. Ajarkan prinsip-
ditingkatkan ke 1. prinsip manajemen
2.Tingkat nyeri(kode nyeri.
2102, hal 577) k. Pertimbangan tipe
Indikator : dan sumber nyeri ketika
a. Nyeri yang memilih strategi
dilaporkan penurunan nyeri.
dipertahankan pada 2 l. Dorong pasien untuk
ditingkatkan ke 4. menggunakan obat-
b. Panjang episode obatan penurun nyeri
nyeri dipertahankan adekuat.
pada 1 ditingkatkan ke m. Dorong pasien untuk

32
3. memonitor nyeri dan
c. Ekspresi wajah menangani nyeri
nyeri dipertahankan dengan tepat.
pada 2 ditingkatkan ke n. Mulai dan modifikasi
4. tindakan pengontrol
d. Mengeluarkan nyeri berdasarkan
keringat respon pasien.
dipertahankan pada 3 o. Dukung
ditingkatkan ke 5. istirahat/tidur yang
e. Berkeringat adekuat untuk
berlebihan membantu penurunan
dipertahankan pada 3 nyeri.
ditingkatkan ke 5. p. Dorong pasien untuk
f. Fokus menyempit mendiskusikan
dipertahankan pada 2 pengalaman nyerinya,
ditingkatkan ke 4. sesuai kebutuhan.
g. Ketegangan otot 2. Pemberian
dipertahankan pada 3 analgesik( kode 2210,
ditingkatkan ke 5. hal 247)
h. Kehilangan nafsu Aktivitas-aktivitas:
makan dipertahnakan a. Tentukan lokasi,
pada 3 ditingkatkan ke karakteristik, kualitas
5. dan keparahan nyeri
i. Mual dipertahankan sebelum mengobati
pada 2 ditingkatkan ke pasien.
5. b. Cek perintah
j. Intoleransi makanan pengobatan meliputi
dipertahankan pada 3 obat, dosis, frekuensi
ditingkatkan ke 5. obat analgesik yang
k. Berkeringat diresepkan.
dipertahankan pada 3 c. Cek adanya riwayat
ditingkatkan ke 5. alergi obat.

33
d. Evaluasi kemampuan
pasien untuk berperan
serta dalam pemilihan
analgetik, rute dan dosis
dan keterlibatan pasien,
sesuai kebutuhan.
e. Tentukan
pilihan obat analgesik
(narkotik, non narkotik,
atau NSAID)
berdasarkan tipe dan
keparahan nyeri.
f. Tentukan
analgesik sebelumnya,
rute pemberian dan, dan
dosis untuk mencapai
hasil pengurangan nyeri
yang optimal.
g. Pilih rute
intravena dari pada rute
intramuskular, untuk
injeksi pengobatan
nyeri yang sering , jika
memungkinkan.
h. Berikan
analgesik sesuai waktu
paruhnya, terutama
pada nyeri yang hebat.
i. Berikan
kebutuhan kenyamanan
dan aktivitas lain yang
dapat membantu

34
relaksasi untuk
memfasilitasi
penurunan nyeri.
j. Berikan analgesik
tambahan dan atau
pengobatan jika
diperlukan untuk
meningkatkan efek
pengurangan nyeri.
k. Ajarkan tentang
penggunaan analgesik,
strategi untuk
menurukan efek
samping , dan harapan
terkait dengan
keterlibatan dalam
keputusan pengurangan
nyeri.
3. Bantuan pasien
untuk mengontrol
pemberian
analgesik( kode 2400,
hal 74)
• Berkolaborasi
dengan dokter, pasien
dan anggota keluarga
dalam memilih jenis
narkotik yang akan
digunakan

Rekomendasikan
pemberian aspirin dan

35
obat-obat anti-infla-
masi nonsteroid sebagai
pengganti narkotik,
sesuai kebutuhan
• Rekomendasikan
penghentian pemberian
opioid melalui jalur lain
• Hindari
penggunaan meperidine
hydrochloride
(Demerol)
• Pastikan bahwa
pasien tidak alergi
terhadap analgesik yang
akan diberikan
• Instruksikan
pasien dan keluarga
untuk memonitor
intensitas, kualitas dan
durasi nyeri
• Instruksikan
pasien dan keluarga
untuk memonitor laju
per- napasan dan
tekanan darah
• Pasang akses
nasogastrik, vena,
subkutan atau spinal,
sesuai kebutuhan
Validasi bahwa pasien
dapat menggunakan alat
PCA (misalnya.,

36
mampu berkomunikasi,
memahami penjelasan
dan mengikui
• Kolaborasi
dengan pasien dan
keluarga untuk memilih
tipe alat infus PCA
yang sesuai
• Instruksikan
pasien dan anggota
keluarga mengenai
bagaiman. cara
menggunakan alat PCA
• Bantu pasien
dan keluarga untuk
menghitung konsentrasi
yang tepat antara obat
dan cairan, menetapkan
jumlah cairan yang
mengalir setiap jam
melalui alat PCA
• Bantu pasien
dan keluarga untuk
memberikan dosis bolus
analgesik yang tepat
Instruksikan pasien dan
keluarga untuk
mengatur laju dasar
infus yang tepat pada
alat PCA
• Bantu pasien
dan keluarga untuk

37
hentian yang tepat pada
alat PCA
• Bantu pasien
dan keluarga untuk
mengatur dosis tepat
yang dibutuhkan pada
alat PCA
• Konsultasikan
dengan pasien, anggota
keluarga dan dokter
untuk menyesuaikan
interval
penghentian,laju dasar
dan dosis yang
dibutuhkan sesuai
dengan respon pasien.
4.Manajemen
sedasi( kode 2260, hal
207)
Aktivitas aktivitas
A. Review riwayat
kesehatan klien dan
hasil pemeriksaan
diagnostik untuk
mempertimbangkan
apakah klien memenuhi
kri-teria untuk
dilakukan pembiusan
parsial oleh perawat
yang telah teregristasi
B. Tanyakan klien
atau keluarga mengenai

38
pengalaman pembius
parsial sebelumnya
C. Periksa alergi
terhadap obat
D. Pertimbangkan
intake cairan dan intake
terakhir makan
E. Review obat-
obatan lain yang
dikomsumsi dan
verifikasi ada tidaknya
kontraindikasi terhadap
pembiusan
F. Instruksikan
klien dan/atau keluarga
mengenal efek
pembiusan
G. Evaluasi tingkat
kesadaran klien dan
reflexs protektif
sebelum pembiuasan
H. Pastikan
peralatan resusitasi
gawat darurar tersedia
di tempat, khususnya
sumber pemberian
oksigen 100%, obat
obatan
kegawatdaruratan dan
dan defribilator
I. Inisiasi
pemasangan infus

39
J. Berikan obat
obatan sesuai protokol
yang diresepkan dokter,
saturasi oksigen dan
EKG sesuai dengan
panduan protokol
K. Monitor klien
mengenai efek lanjut
obat termasuk agitasi,
depresi pernafasan ,
hipotensi, mengantuk
berlebihan, hipoksimia,
aritmia, apnea, atau
eksaserbia dari kondisi
sebelumnya
L. Pastikan
ketersediaan dan
pemberian antagonis
sesuai dengan prosedur
protokol dan diresepkan
dokter dengan benar.
Halaman 207 kode
2260
Intervensi tambahan :
1.Terapi
Relaksasi(kode 6040,
hal 446)
2. Peningkatan
latihan( kode 0200, hal
74)
3. Terapi
latihan:kontrol

40
otot( kode 0226, hal
439)
4. Terapi musik( kode
4400, hal 443)
5. Pengaturan
posisi( kode 0840, hal
306)

2 Ketidakseimbanga 1.Status nutrisi(kode Intervensi utama :


n nutrisi kurang 1004, hal 551) 1. Manajemen nutrisi(
dari kebutuhan Indikator : kode 1100, hal 197)
tubuh b.d a. Asupan Gizi Aktivitas-aktivitas :
ketidakmampuan dipertahankan pada 3 a. Tentukan status gizi
mengabsorpsi ditingkatkan ke 5 dan kemampuan pasien
nutrien. b. Asupan makan untuk memenuhi
(00002) hal 153 dipertahankan pada 4 kebutuhan gizi
Definisi : Asupan ditingkatkan ke 5 b. Identitas adanya
nutrisi tidak cukup c. Asupan cairan alergi atau intoleransi
untuk memenuhi dipertahankan pada makanan yang dimiliki
kebutuhan metabolik tingkat 3 ditingkatkan pasien
ke 5 c. Tentukan jumlah
d. Resiko berat badan kalori dan jenis nutrisi
dipertahankan pada yang dibutuhk untuk
tingkah 2 ditingkatkan memenuhi persyaratan
ke 4 gizi
d. Atur diet yang
2 . Status nutrisi: diperlukan (yaitu:
asupan nutrisi(kode menyediakan makanan
1009, hal 553) protein tinggi;
Indikator : menyarankan
a. Asupan kalori menggunakan bumbu
dipertahankan pada 3 dan rempah-rempah
ditingkatkan ke 5 sebagai alternatif untuk

41
b. Asupan protein garam, menyediakan
dipertahankan pada 3 pengganti gula;
ditingkatkan ke 5 menambah atau
c. Asupan lemak mengurangi kalori,
dipertahankan pada 3 menambah atau
ditingkatkan ke 5 mengurangi vitamin,
d. Asupan karbohidrat mineral atau suplemen)
dipertahankan pada 3 e. Beri obat-obatan
ditingkatkan ke 5 sebelum makan
e. Asupan serat (misalnya., penghilang
dipertahankan pada 3 rasa sakit, antiemetik),
ditingkatkan ke 5 jika diperlukan
f. Asupan vitamin f. Anjurkan pasien
dipertahankan pada 3 mengenai modifikasi
ditingkatkan ke 5 diet yang diperlukan.
g. Asupan mineral g. Pastikan diet
dipertahankan pada 3 mencakup makanan
ditingkatkan ke 5 tinggi kandungan serat
h. Asupan zat besi untuk mencegah
dipertahankan pada 3 konstipasi
ditingkatkan ke 5
i. Asupan kalsium 2.Bantuan
dipertahankan pada 3 peningkatan Berat
ditingkatkan ke 5 Badan( kode 1240, hal
j. Asupan natrium 78)
dipertahankan pada 3 Aktivitas-aktivitas :
ditingkatkan ke 5 1. Kaji penyebab mual
muntah dan tangani
dengan tepat
2. Berikan obat-obatan
untuk meredakan mual
dan nyeri sebelum

42
makan
3. Berikan makanan
yang sesuai instruksi
dokter untuk pasir; diet
umum, teksturnya
lembut, memblende
atau menghaluskan
makanan melalui selang
NGT atau PEG, atau
memberikan makanan
total parental.
4. Ciptakan lingkungan
yang menyenangkan
dan menenangkan
5. Sediakan suplemen
makanan jika
diperlukan
6. Gambarkan dalam
grafik kenaikan berat
badan pasien dan buat
rencana yang sesuai.
3. Manajemen
gangguan makan(kode
1030, hal 179)
Aktivitas-aktivitas :
1)Timbang berat badan
klien secara rutin(pada
hari yang sama dan
setelah BAK/BAB)
2)Monitor tanda-tanda
fisiologis(tanda-tanda
vital, elektrolit) jika

43
diperlukan
3)Rundingkan dengan
ahli gizi dalam
menentukan asupan
kalori harian yang
diperlukan untuk
mempertahankan berat
badan yang sudah
ditentukan
4)Ajarkan dan dukung
konsep nutrisi yang
baik dengan klien(dan
orang terdekat klien
dengan tepat)
5)Kembangkan
hubungan yang
mendukung dengan
klien
6)Berikan dukungan
terhadap peningkatan
berat badan dan
perilaku yang
meningkatkan berat
badan
7)Monitor perilaku
klien yang berhubungan
denga pola makan,
penambahan, dan
kehilangan berat badan
8)Batasi aktivitas fisik
sesuai kebutuhan untuk
meningkatkan berat

44
badan
9)Monitor berat badan
klien secara rutin
10) Berikan arahan dan
dukungan jika
diperlukan
Intervensi tambahan :
1)Manajemen
energi( kode 0180, hal
177)
2. Pemberian
makan( kode 1050, hal
250)
3. Manajemen saluran
cerna( kode 0430, hal
206)
4.
Pengajaran:Peresapaa
n diet( kode 5614, hal
296)
5. Pemasangan
infus( kode 4190, hal
243)

BAB III

45
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kolelitiatis (kalkulus/kalkuli, batu empedu) biasanya terbentuk dalam


kandung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu batu
empedu memiliki bentuk ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi.
Etiologi batu empedu masih belum diketahui sepenuhnya, akan tetapi tampaknya
predisposisi terpenting adalah gangguan metabolisme yang menyebabkan
terjadinya perubahan komposisi empedu, statis empedu, dan infeksi kandung
empedu. Asuhan keperawatan yang baik diperlukan dalam penatalaksanaan
kolelitiasis ini sehingga dapat membantu klien untuk dapat memaksimalkan
fungsi hidupnya kembali serta dapat memandirikan klien untuk memenuhi
kebutuhan dasar manusia.

B.Saran

Tenaga kesehatan khususnya perawat dapat mengerti maupun memahami


tentang penyakit batu empedu sehingga selain mampu untuk melakukan tindakan
keperawatan kepada pasien, juga mampu mengerti mengenai asuhan keperawatan
pada pasien batu empedu.

DAFTAR PUSTAKA

46
NANDA NIC-NOC. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berlandaskan
Diagnosa Medis Edisi Revisi Jilid 2. Jakarta: EGC.
Brunner, Suddarth . 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi
8. Jakarta : EGC(hal 1207-1219)
Pearce, Evelyn C. Anatomi dan Fisiologis Untuk Para Medis, cetakan
kedua puluh Sembilan. Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama,2006.p. (141-142)
Holla, karen . Ensiklopedis Keperawatan. Jakarta. Penerbit buku
kedokteran EGC. 2009 .( Hal 578-579)
Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit, edisi 6, Jakarta : EGC.(hal 477-502)
Herdman, T. Heather. 2018. NANDA-I diagnosis keperawatan : definisi
dan klasifikasi 2018-2020 Jakarta : EGC
Merdawati, Leni, Hema Malini. 2019. Keperawatan Medikal Bedah II.
Depok: Raja Grafindo Persada. (hal 78-87)

47

Anda mungkin juga menyukai