Anda di halaman 1dari 26

Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 9, No. 1, Juni 2008, hal. 1 -


27

KETAHANAN PANGAN: SITUASI, PERMASALAHAN,


KEBIJAKAN, DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Yunastiti Purwaningsih
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret, Surakarta
E mail: yst_stm@yahoo.com

ABSTRACT
The problem of food security is availability, distribution, and consumption. The
problem of availability is limited and decreasing production capacity; the
distribution’s problems are infrastructure, institution, safety link of distribution’s and
the variation production capacity between region and season. The problem of
consumption is most of energy consumption are grain and rice biased. The policy of
food security not only to create the food sufficiency with development economic with
rural and agriculture are the basis, but also the sufficiency of food for poor society.
In order to create food reserve of society, lumbung desa is important to be improved.
Key words: food security, rural, agriculture, food reserve

PENDAHULUAN
tumnya sekarang. Bangsa Indonesia dengan
Peranan sektor pertanian di Indonesia sangat pertumbuhan penduduk positif, apabila tidak
penting dilihat dari keharusannya memenuhi disertai dengan kenaikan produksi pangan,
kebutuhan pangan penduduk yang pada tahun maka akan berpeluang menghadapi persoalan
2005 berjumlah 219,3 juta, dan diprediksikan pemenuhan kebutuhan pangan penduduknya
terus bertambah sebesar 1,25 persen di masa datang. Kebutuhan pangan senantiasa
(Nainggolan, 2006:78). Pemerintah harus meningkat seiring dengan peningkatan
melaksanakan kebijakan pangan, yaitu jumlah penduduk. Di sisi pemenuhannya,
menjamin ketahanan pangan yang meliputi tidak semua kebutuhan pangan dapat
pasokan, diversifikasi, keamanan, kelemba- dipenuhi, karena kapasitas produksi dan
gaan, dan organisasi pangan. Kebijakan ini distribusi pangan semakin terbatas. Hal ini
diperlukan untuk meningkatkan kemandirian menyebabkan ketidakstabilan pangan antara
pangan. Pembangunan yang mengabaikan kebutuhan dan pemenuhannya secara
keswadayaan dalam kebutuhan dasar pendu- nasional.
duknya, akan menjadi sangat tergantung pada
Dengan demikian pemenuhan kebutuhan
negara lain, dan itu berarti menjadi negara
pangan ini menjadi sangat penting dan strate-
yang tidak berdaulat (Arifin, 2004).
gis dalam rangka mempertahankan kedaulat-
Konsep Malthus yang menyatakan an negara, melalui tidak tergantung pada
bahwa pertumbuhan pangan bagaikan deret impor pangan dari negara maju. Ketergan-
hitung dan pertumbuhan penduduk bagai tungan suatu negara akan impor pangan
deret ukur, nampaknya mendapat momen- (apalagi dari negara maju), akan mengakibat-
2 Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 9, No. 1, Juni 2008

kan pengambilan keputusan atas segala aspek mengolah, membuat, mengawetkan,


kehidupan menjadi tidak bebas atau tidak mengemas, mengemas kembali dan atau
merdeka, dan karenanya negara menjadi tidak mengubah bentuk pangan.
berdaulat secara penuh (Arifin, 2004).
 Mutu pangan yang nilainya ditentukan
Konsep pangan menurut Undang-undang atas dasar kriteria keamanan pangan,
Nomor 7 tahun 1996 adalah segala sesuatu kandungan gizi dan standar perdagangan
yang berasal dari hayati dan air, baik yang terhadap bahan makanan dan minuman.
diolah maupun yang tidak diolah, yang
diperuntukkan sebagai makanan dan minum-  Keamanan pangan (food safety) adalah
an yang dikonsumsi manusia, termasuk bahan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk
tambahan pangan, bahan baku pangan, dan mencegah pangan dari kemungkinan
bahan lain yang digunakan dalam proses cemaran biologis, kimia dan benda lain
penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan yang dapat menganggu, merugikan dan
makanan atau minuman. membahayakan keadaan manusia.
 Kemerataan pangan merupakan dimensi
Konsep ketahanan pangan menurut
penting keadilan pangan bagi masyarakat
Undang-undang Nomor 7 tahun 1996 adalah
yang ukurannya sangat ditentukan oleh
kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah
derajat kemampuan negara dalam menja-
tangga yang tercermin dari tersedianya
min hak pangan warga negara melalui
pangan yang cukup, baik jumlah maupun
sistem distribusi produksi pangan yang
mutunya, aman, merata, dan terjangkau.
dikembangkannya. Prinsip kemerataan
Berdasar konsep tersebut, maka terdapat
pangan mengamanatkan sistem pangan
beberapa prinsip yang terkait, baik langsung
nasional harus mampu menjamin hak
maupun tidak langsung terhadap ketahanan
pangan bagi setiap rumah tangga tanpa
pangan (food security), yang harus diperhati-
terkecuali.
kan (Sumardjo, 2006):
 Keterjangkauan pangan mempresentasi-
 Rumah tangga sebagai unit perhatian
kan kesamaan derajat keleluasaan akses
terpenting pemenuhan kebutuhan pangan
dan kontrol yang dimiliki oleh setiap
nasional maupun komunitas dan individu.
rumah tangga dalam memenuhi hak
 Kewajiban negara untuk menjamin hak pangan mereka. Prinsip ini merupakan
atas pangan setiap warganya yang salah satu dimensi keadilan pangan yang
terhimpun dalam satuan masyarakat penting untuk diperhatikan.
terkecil untuk mendapatkan pangan bagi
Konsep ketahanan pangan seperti disebut
keberlangsungan hidup.
di atas, selanjutnya dapat diringkas kedalam
 Ketersediaan pangan mencakup aspek aspek:
ketercukupan jumlah pangan (food
 Ketersediaan pangan: ketercukupan
sufficiency) dan terjamin mutunya (food
jumlah pangan (food sufficiency).
quality).
 Keamanan pangan (food safety): pangan
 Produksi pangan yang sangat menentukan
yang bebas dari kemungkinan cemaran
jumlah pangan sebagai kegiatan atau
biologis, kimia dan benda lain yang dapat
proses menghasilkan, menyiapkan,
menganggu, merugikan dan membahaya- perjalanan sektor pertanian di Indonesia
kan keadaan manusia, serta terjamin semenjak 1967 sampai sekarang, secara
mutunya (food quality) yaitu memenuhi umum mengalami lima fase: fase konsolidasi,
kandungan gizi dan standar perdagangan fase tumbuh tinggi, fase dekonstruksi, fase
terhadap bahan makanan dan minuman. krisis, fase transisi dan desentralisasi (Arifin,
 Kemerataan pangan: sistem distribusi 2004). Kinerja ekonomi pertanian selama
pangan yang mendukung tersedianya kurun waktu tersebut, menunjukkan
pangan setiap saat dan merata. pertumbuhan tanaman pangan yang terus
 Keterjangkauan pangan: kemudahan menurun setelah tahun 1986. Ini berarti
rumah tangga untuk memperoleh pangan ketersediaan pangan secara otomatis juga
dengan harga yang terjangkau. mengalami tren yang menurun. Kinerja
selengkapnya pada setiap fase disarikan
dalam Tabel 1.
PEMBAHASAN
Berdasar pada data Tabel 1 tersebut,
Situasi Pangan
apabila diurai setiap fase sebagai berikut
1. Ketersediaan pangan (Arifin, 2004):
Negara berkewajiban untuk menjamin keter- a. Pada fase konsolidasi 1967-1978,
sediaan pangan dalam jumlah yang cukup tanaman pangan tumbuh dengan 3,58
(selain terjamin mutunya) bagi setiap warga persen. Tiga kebijakan yang diterapkan
negara, karena pada dasarnya setiap warga pemerintah pada fase ini dalam
negara berhak atas pangan bagi keberlang- membangun pertanian yaitu melalui
sungan hidupnya. Penyediaan pangan oleh intensifikasi, ekstensifikasi dan diver-
negara harus diupayakan melalui produksi sifikasi.
pangan dalam negeri, dimana produksi ini
 Intensifikasi menunjuk pada peng-
harus senantiasa meningkat dari tahun ke
gunaan teknologi biologi dan kimia
tahun seiring dengan pertambahan penduduk.
(pupuk, benih unggul, pestisida, dan
Sebagai penyedia bahan pangan, hibrisida), serta teknologi mekanis
(traktorisasi dan kombinasi mana-

Tabel 1. Pertumbuhan PDB dan Produksi Pertanian Indonesia 1967- 2001

Keterangan Konsolidasi Tumbuh Tinggi Dekonstruksi Krisis Ekonomi


1967-78 1978-86 1986-97 1997-2001
PDB Pertanian 3,39 5,72 3,38 1,57
 Tanaman Pangan 3,58 4,95 1,90 1,62
 Tanaman Perkebunan 4,53 5,85 6,23 1,29
 Peternakan 2,02 6,99 5,78 -1,92
 Perikanan 3,44 5,15 5,36 5,45
Produksi Pertanian 3,57 6,76 3,99 -0,47
 Produktivitas Lahan 2,08 4,13 1,83 -1,45
 Produktivitas Tenaga Kerja 2,32 5,57 2,03 -0,47

Sumber: dihitung dari data BPS dan FAO (2003), dalam Arifin (2004:5).
jemen air irigasi serta drainase). salah satu indikasi tingkat pemerataan di
 Ekstensifikasi adalah perluasan areal tingkat pedesaan, daerah produksi padi
yang mengkonversi hutan tidak identik dengan kesejahteraan pedesaan.
produktif menjadi areal persawahan Kinerja yang baik dari institusi ekonomi
dan pertanian. di tingkat desa, kelompok tani, koperasi
 Diversifikasi adalah penganekaraga- pedesaan, sistem penyuluhan, dukungan
man usaha pertanian untuk menam- skema pendanaan dan sistem perbankan,
bah pendapatan rumah tangga kesemuanya menghasilkan kinerja yang
petani, usaha tani terpadu peternak- baik pada produksi pertanian. Manaje-
an, dan perikanan. men pemerintahan Presiden Suharto
dengan sistem linier dan komando
Pada saat yang bersamaan pemerintah
sangat efektif untuk menjalankan
juga melakukan kebijakan:
administrasi pemerintahan sampai ke
 Membangun sarana irigasi, jalan dan tingkat pedesaan. Sebagai contoh,
industri pendukung (semen, pupuk kebijakan harga dasar gabah dan mana-
dan lain-lain). jemen operasi pasar untuk menjaga
 Melakukan pembenahan institusi stabilitas harga pangan, berjalan efektif
ekonomi seperti konsolidasi kelom- karena persyaratan detil implementasi
pok tani hamparan, KUD dan kope- kebijakan sudah dipersiapkan, mulai
rasi pertanian lainnya, sistem penyu- pergudangan, armada transportasi,
luhan dengan program andalannya dukungan kredit perbankan sampai pada
adalah latihan dan kunjungan ke waktu pengumuman harga dasar baru.
petani. Antisipasi harga beras di pasar dunia
juga diperhatikan secara seksama.
 Melakukan terobosan skema penda-
naan, memberikan kredit pertanian c. Pada fase dekonstruksi periode tahun
(walau bersubsidi), serta keterjang- 1986-1997, tanaman pangan hanya
kauan akses finansial sampai ke tumbuh 1,90 persen. Fase ini dinamakan
tingkat pelosok pedesaan. Ini dekonstruksi karena sektor pertanian
merupakan reformasi spektakuler di mengalami fase pengacuhan (ignor-
bidang ekonomi. ance) oleh para perumus kebijakan dan
bahkan para ekonom sendiri. Pencapai-
b. Pada fase tumbuh tinggi periode tahun
an swasembada pangan menimbulkan
1978-1986, tanaman pangan tumbuh
persepsi bahwa pembangunan pertanian
dengan 4,95 persen, dimana pada masa
akan bergulir dengan sendirinya,
ini penerapan revolusi hijau membawa
sehingga melupakan prasyarat keberpi-
Indonesia kepada pencapaian swasem-
hakan serta kerja keras pada periode
bada pangan pada tahun 1984. Kontri-
sebelumnya. Indikasi fase buruk ini
busi riset atau ilmu pengetahuan dan
sebenarnya muncul pada tahun 1990-an
teknologi dalam sektor pertanian
ketika kebijakan pembangunan ekonomi
menjadikan kinerja produksi pertanian
mengarah ke strategi industrialisasi,
meningkat. Revolusi teknologi menjadi
dimana berbagai komponen proteksi
diberikan ke sektor industri, sehingga biaya transportasi secara signifikan.
pertumbuhan sektor industri meningkat Harga jual di tingkat konsumen naik
pesat, sampai menimbulkan anggapan sementara harga di tingkat petani
bahwa proses transformasi struktur tetap, sehingga membuat tidak
ekonomi (dari negara agraris menjadi cukup insentif bagi petani untuk
negara industri) telah berhasil. Upaya meningkatkan produksi dan produk-
proteksi ke sektor industri dilakukan tivitasnya.
secara sistematis sehingga melumpuh-
kan basis pertanian di tingkat petani e. Pada fase 2001 sampai sekarang meru-
pedesaan, yang pada akhirnya menim- pakan fase transisi politik dan periode
bulkan ketidakmerataan pembangunan desentralisasi. Pembangunan pertanian
antara pedesaan dan perkotaan, bahkan perlu diterjemahkan menjadi pening-
juga antara pulau Jawa dan luar Jawa. katan basis kemandirian daerah yang
secara teoritis dan empiris mampu
d. Pada fase krisis ekonomi periode tahun mengalirkan dan bahkan menciptakan
1997-2001, tanaman pangan hanya dampak ganda aktivitas lain di daerah.
tumbuh 1,62 persen. Pada masa ini yang Otonomi daerah perlu diterjemahkan
berawal tahun 1997, terjadi krisis sebagai suatu kewenangan daerah untuk
ekonomi yang dipicu oleh krisis nilai lebih leluasa melakukan kombinasi
tukar dan perbankan, yang kemudian strategi kompetitif yang ada di suatu
berdampak pada semua sendi pereko- daerah otonom, khususnya dalam
nomian (inflasi meningkat, pengang- kerangka pembangunan pertanian dan
guran bertambah sebagai akibat dari sektor ekonomi lain pada umumnya.
pemutusan hubungan kerja), yang
selanjutnya menjalar kepada sistem Produksi pangan sangat tergantung pada
politik. Sektor pertanian harus menang- tingkat produktivitas dan luas areal panen.
gung dampak krisis ekonomi melalui Komoditi pangan beras, berdasar data pada
keharusan menyerap limpahan tenaga Tabel 2 memperlihatkan bahwa luas panen
kerja sektor informal perkotaan. dan produktivitas berfluktuasi selama 1990-
Dampaknya adalah sektor pertanian 2003, namun fluktuasinya kecil (tidak
termasuk petani, terus terpojok dan signifikan), sehingga dapat dinyatakan bahwa
terpinggirkan: angkanya relatif tetap. Selanjutnya dengan
 Infrastruktur penting seperti bendu- data yang sama, impor beras berfluktuasi, dan
ngan dan irigasi tidak diurus, baik mencapai puncaknya pada tahun 1998.
oleh pemerintah pusat ataupun Berdasar data pada Tabel 2, dapat
pemerintah daerah, sehingga pada dinyatakan bahwa Indonesia kemungkinan
musim kemarau petani harus tidak dapat mencapai swasembada beras lagi,
menanggung penderitaan paling apalagi bila dikaitkan dengan kondisi
parah. sekarang dimana konversi lahan terjadi terus
 Jalan rusak parah, sehingga meng- menerus, utamanya di Jawa, dari pertanian
ganggu sistem distribusi komoditas sawah teknis ke pengguna lahan non
strategis, dan ini meningkatkan pertanian, di antaranya digunakan untuk
Tabel 2. Luas Panen, Produksi, Produktivitas, dan Impor Beras 1990-2003

Tahun Luas Panen Produktivitas Produksi Gabah Produksi Berasa Impor Berasb
(000 ha) (ton/ha) (000 ton) (000 ton) (000 ton)
1990 10,502 4,30 45,179 29,366 29,000
1991 10,282 4,35 44,689 29,048 178,000
1992 11,103 4,34 48,240 31,356 634,000
1993 11,013 4,38 48,181 31,318 0,000
1994 10,734 4,35 46,641 30,317 876,000
1995 11,439 4,35 49,744 32,334 3,014
1996 11,569 4,41 51,101 33,215 1,090
1997 11,141 4,43 49,377 32,095 406,000
1998 11,613 4,17 48,472 30,537 5,765
1999 11,963 4,25 50,866 31,118 4,183
2000 11,793 4,40 51,898 32,345 1,513
2001 11,415 4,39 50,181 31,283 1,400
2002 11,521 4,47 51,379 32,369 3,100
2003c 11,453 4,53 51,849 32,697 2,000
Tabel Catatan:
a Faktor konversi 0,68 sebelum tahun 1989, dan 0,65 setela tahun 1989, lalu menurun menjadi 0,63 setelah tahun 1998.
b Data impor beras dikumpulkan dari berbagai sumber.
c Angka ramalan III, Oktober 2003.

Sumber: BPS berbagai tahun, dalam Arifin, 2004, halaman 46, tabel 4.1.

Tabel 3. Produksi Tanaman Pangan 1990-2005 (ribu ton)

Komoditi 1990 1995 1998 2000 2001 2002 2003 2004 2005

Padi 45,179 49,744 49,200 51,898 50,461 51,490 52,138 54,088 53,985
Jagung 6,734 8,246 10,169 9,677 9,347 9,654 10,886 11,225 12,014
Ubi Kayu 15,830 15,410 14,696 16,089 17,055 16,913 18,524 19,425 19,459
Kedelai 1,487 1,680 1,306 1,018 827,000 673,000 672,000 723,000 797,000
Sumber:
 Tahun 1990-1998 dari BPS (2003), World Bank (2003), dalam Arifin, 2004, hal.164, tabel 12.1, diolah.
 Tahun 2000-2005 dari Statistik Pertanian 1999-2003, Ditjen Teknis Lingkup Deptan 2004-2005, dalam Nainggolan,
2007, halaman 92, tabel 1, diolah.

perumahan, industri, dan sarana-prasarana. perubahan iklim global yang mengakibatkan


Pengalihan fungsi lahan dari fungsi pertanian bencana alam, sehingga banyak areal panen
ke fungsi bangunan menjadi penyebab utama menjadi puso, dan produksi menghadapi
berkurangnya lahan pertanian, yang selanjut- resiko berupa ketidakpastian iklim.
nya berdampak pada berkurangnya produksi
produk pertanian, terutama pangan. Semen- Produksi tanaman pangan selain beras,
tara itu jumlah penduduk masih meningkat, yaitu jagung dan ubi kayu menunjukkan tren
karena pertumbuhannya positip (1,25 persen). yang meningkat dari tahun 1990-2005,
Faktor penyebab lain adalah adanya namun untuk kedelai menurun setelah tahun
Tabel 4. Produksi Kedelai 2005-2007 (ribu ton)

Komoditi 2005 2006 2007


Sumatera 67,027 50,346 43,190
Jawa 563,225 518,425 427,354
Bali dan NTT 120,095 122,270 76,977
Kalimantan 7,322 7,331 5,551
Sulawesi 41,289 40,533 37,390
Maluku dan Papua 9,395 8,706 7,567
Luar Jawa 245,128 229,186 170,675

Sumber: Departemen Pertanian, dalam Kompas, 16 Januari 2008, diolah.

2000, dan meningkat mulai tahun 2004, internasional yang menguntungkan dapat
nampak dalam Tabel 3. digunakan untuk mensejahterakan rakyat.
Khusus produksi kedelai tahun 2005- Kemandirian pangan dilihat dari rata-rata
2007, pulau Jawa merupakan produsen pangsa produksi terhadap konsumsi
kedelai terbanyak dibanding dengan pulau domestik, menunjukkan bahwa sebenarnya
lain, dimana pada tahun 2007 sebanyak peningkatan produksi pangan di Indonesia
427,354 ribu ton sedangkan luar Jawa tidak mampu memenuhi permintaan yang
sebanyak 170,675 ribu ton, nampak dalam terus meningkat dan bervariasi. Berdasar data
Tabel 4. neraca bahan pangan FAO tahun 2003, rasio
produksi domestik terhadap konsumsi bahan
2. Kemandirian Pangan pangan Indonesia tahun 1970-2001 terlihat
Kemandirian suatu negara dalam memenuhi pada Tabel 5, semua di bawah 100 persen,
kebutuhan rakyatnya merupakan indikator kecuali ikan (Arifin, 2004:48). Untuk beras,
penting yang harus diperhatikan, karena rasionya adalah 95,5 persen, jagung 98,5
negara yang berdaulat penuh adalah yang persen, kedelai 76,20 dan gula 84,67 persen,
tidak tergantung (dalam bidang politik, yang berarti kekurangan dari 100 persen
keamanan, ekonomi, dan sebagainya) pada merupakan impor. Komoditi susu menunjuk-
negara lain. Ketergantungan suatu negara kan rasio tertinggi 43,66 persen, yang berarti
dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya dapat bahwa 57,34 persen konsumsi susu domestik
berbentuk ketergantungan dalam pasokan, dicukupi dengan impor.
pengambilan keputusan, teknologi, atau pola Selanjutnya dengan melihat Tabel 6
konsumsi, dan gaya hidup. Indonesia dengan nampak bahwa data mengenai porsi beberapa
penduduk lebih dari 210 juta orang, menjadi produk pangan terhadap pemenuhan
sangat berbahaya apabila tidak mandiri dalam kebutuhan tahun 1995-2005, menunjukkan
pangan. Namun perlu dicatat bahwa gula dan susu merupakan produk dengan
kemandirian pangan, tidak berarti menolak tingkat kemandirian yang rendah, bahkan
ekspor-impor pangan, karena perdagangan dapat dikategorikan pada tahap ketergantung-
an. Begitu pula untuk gandum dan kedelai
Tabel 5. Rata-rata Pangsa Produksi terhadap Konsumsi Domestik Pangan Utama
Tahun 1970-2001 (dalam persen)

Pangan Pertumbuhan Pertumbuhan Rata-rata Pangsa


Utama Produksi per Konsumsi Produksi terhadap
tahun per tahun Konsumsi Domestik
Beras 3,14 2,96 95,50
Jagung 3,94 4,63 98,52
Kedelai 1,65 4,55 76,20
Gula 1,35 2,53 84,67
Daging Sapi 2,04 2,20 98,18
Daging Ayam 8,83 8,83 99,79
Susu 5,02 4,29 43,66
Telur 7,89 7,85 99,93
Ikan 4,52 4,34 100,75
Sumber: Dihitung dari Neraca Pangan FAO, 2003. dalam Arifin, 2006, halaman 49, tabel 4.2.

Tabel 6. Porsi Beberapa Produk Pangan terhadap Pemenuhan Kebutuhan Total


Tahun 1995 - 2005 (dalam persen)

Komoditi 1995 1998 2005


Beras -8,9 -8,3 -0,6
Jagung -11,1 -3,3 -9,8
Pemanis (Gula) -20,1 -32,1 -43,5
Sayuran -2,2 -3,9 -5,1
Buah -1,6 -1,4 -5,2
Sapi -2,2 -2,9 -9,8
Unggas -0,2 -0,1 -2,4
Susu -54,7 -42,5 -81,4
Telur -0,1 -0,1 -1,2
Sumber: FAO, Food Balance Sheet, beberapa tahun penerbitan, dalam Krisnamurthi. 2006,
hal. 35, tabel 3.

yang tidak dapat ditampilkan karena perbe- berpendapatan tetap dan masyarakat miskin.
daan spesifikasi (digit) data produk Bagi masyarakat pedesaan yang merupakan
(Krisnamurthi, 2006). petani penghasil produksi pangan, kenaikan
Kondisi tersebut membawa Indonesia harga pangan di pasar internasional yang
tergantung pada impor pangan, dan karena- selanjutnya membawa kenaikan harga terse-
nya sangat tergantung pada harga produk but di dalam negeri, merupakan insentif bagi
tersebut di pasar internasional. Dengan demi- petani untuk menanam tanaman pangan
kian dikaitkan dengan ketersediaan pangan tersebut.
bagi masyarakat, maka apabila terjadi
kenaikan harga pangan di pasar internasional, 3. Keterjangkauan Pangan
pangan cenderung menjadi barang mewah Keterjangkauan pangan atau aksesibilitas
bagi masyarakat, terutama masyarakat masyarakat (rumah tangga) terhadap bahan
pangan sangat ditentukan oleh daya beli, dan Maxwell et al., 2000 (Rachman, dkk.)
daya beli ini ditentukan oleh besarnya sebagai berikut:
pendapatan dan harga komoditas pangan.
Pengaruh pendapatan terhadap akses pangan  Rumah tangga tahan pangan yaitu bila
dapat dilihat melalui pengeluaran bahan proporsi pengeluaran pangan rendah
pangan, yaitu dengan besarnya proporsi (kurang dari 60 persen dari penge-
pengeluaran rumah tangga untuk bahan luaran rumah tangga) dan cukup
pangan. Selanjutnya harga pangan berpe- mengkonsumsi energi (>80 persen dari
ngaruh terhadap aksesibilitas terhadap bahan syarat kecukupan energi).
pangan melalui daya beli.  Rumah tangga rentan pangan yaitu bila
proporsi pengeluaran pangan tinggi
a. Pengeluaran Bahan Pangan
(lebih dari 60 persen dari pengeluaran
Terdapat hubungan yang negatif antara rumah tangga) dan cukup
proporsi pengeluaran bahan pangan dan mengkonsumsi energi (>80 persen dari
ketahanan pangan (ditinjau dari akses ke syarat kecukupan energi).
pangan) (Hukum Working 1943, dikutip
 Rumah tangga kurang pangan yaitu
oleh Pakpahan, dkk., 1993 dalam
bila proporsi pengeluaran pangan
Rachman, dkk., 2002):
tinggi (lebih dari 60 persen dari
 Semakin besar proporsi pengeluaran pengeluaran rumah tangga) dan kurang
rumah tangga untuk bahan pangan, mengkonsumsi energi (≤80 persen dari
maka akses terhadap bahan pangan syarat kecukupan energi).
adalah rendah. Semakin besar proporsi
 Rumah tangga rawan pangan yaitu bila
pengeluaran rumah tangga untuk
proporsi pengeluaran pangan tinggi
bahan pangan juga menunjukkan
dan tingkat konsumsi energinya
rendahnya kepemilikan bentuk keka-
kurang. (Milifpk, 2007)
yaan lain yang dapat ditukarkan
dengan bahan pangan. Dengan menggunakan indikator
 Semakin kecil proporsi pengeluaran proporsi pengeluaran rumah tangga untuk
rumah tangga untuk bahan pangan, bahan pangan, maka dari tahun 1984-1993
maka akses terhadap bahan pangan rumah tangga pedesaan mempunyai
adalah besar, atau menunjukkan proporsi pengeluaran rumah tangga untuk
semakin tinggi ketahanan pangannya. makanan yang lebih tinggi dibanding
dengan rumah tangga perkotaan. Selama
 Semakin kecil proporsi pengeluaran
kurun waktu tersebut, lebih dari 60 persen
rumah tangga untuk bahan pangan,
pengeluaran rumah tangga pedesaan
juga menunjukkan tingginya kepemi-
digunakan untuk makanan, sedangkan di
likan bentuk kekayaan lain yang dapat
perkotaan sekitar 50 persen, lihat Tabel 7.
ditukarkan dengan bahan pangan.
Berdasar indikator Johnson dan Toole
Ketahanan pangan rumah tangga juga (1999), yang dilihat dari proporsi
dapat dilihat dari pendapatan rumah pengeluaran untuk pangan, berarti rumah
tangga dan konsumsi gizi rumah tangga tangga pedesaan adalah rentan terhadap
(Johnson dan Toole, 1999), diadopsi oleh pangan. Ini berarti rumah tangga pedesaan
Tabel 7. Pengeluaran Rata-rata per Bulan/Kapita Tahun 1984-1993 Menurut Harga Berlaku

Keterangan 1984 1987 1990 1993


Daerah Pedesaan
 Makanan
(Rp) 9.146 12.247 16.379 21.228
(%) 68,55 67,21 67,41 63,59
 Bukan Makanan
(Rp) 4.197 5.926 7.917 12.517
(%) 31,45 32,79 32,59 36,41
Jumlah
Kenaikan (%) 13.343 18.073 34,43 24.296 33.385
Kenaikan rata-rata (%) 35,45 35,76 37,41
Daerah Perkotaan
 Makanan
(Rp) 13.632 17.494 22.633 31.908
(%) 54,10 52,36 51,40 49,81
 Bukan Makanan
(Rp) 11.565 15.919 21.396 32.155
(%) 45,90 47,64 48,60 50,19
Jumlah 25.197 33.413 44.029 64.063
Kenaikan (%) 31,77 45,50
Kenaikan rata-rata (%) 32.61 36,63
Sumber: Dumairy. 1997, halaman 118, tabel 8.5.

aksesnya terhadap bahan pangan sangat dimana berbagai komponen proteksi


rendah. diberikan ke sektor industri, dan kemu-
dian pertumbuhan sektor industri
Berdasar data Tabel 7, dari tahun
meningkat pesat, telah melumpuhkan
1990-1993 laju kenaikan pengeluaran
basis pertanian di tingkat petani pedesa-
rumah tangga perkotaan lebih tinggi
an. Proses tersebut pada akhirnya menim-
dibanding rumah tangga pedesaan, ini
bulkan ketidakmerataan pembangunan
berarti bahwa dengan berjalannya pem-
antara pedesaan dan perkotaan (Arifin,
bangunan, pedesaan menikmati hasil
2004).
pembangunan yang lebih sedikit, atau
dapat dinyatakan bahwa pedesaan Selanjutnya data tahun 1996-2002,
menjadi daerah yang terpinggirkan secara proporsi pengeluaran rumah tangga untuk
ekonomi. bahan pangan antara rumah tangga
pedesaan dan perkotaan kondisinya sama
Apabila dihubungkan dengan seba-
dengan periode sebelumnya, bahwa
gian besar rumah tangga pedesaan adalah
proporsi pengeluaran bahan pangan
petani, maka benar apabila dinyatakan
rumah tangga pedesaan (lebih dari 60
bahwa sektor pertanian mengalami fase
persen) lebih tinggi dibanding dengan
pengacuhan (ignorance) oleh para peru-
rumah tangga perkotaan (sekitar 50
mus kebijakan. Pada tahun 1990-an
persen), lihat Tabel 8.
dimana kebijakan pembangunan ekonomi
mengarah ke strategi industrialisasi,
Tabel 8. Pengeluaran Rata-rata Rumah Tangga 1996-2002 (persen)

Keterangan 1996 Pertambahan 1999 Pertambahan 2002


Daerah Pedesaan
 Makanan 63,26 0,11 70,17 -0,06 66,56
 Bukan Makanan 36,74 -0,19 29,83 0,12 33,44
Daerah Perkotaan
 Makanan 47,97 0,17 56,17 -0,06 52,82
 Bukan Makanan 52,03 -0,16 43,83 0,08 47,18

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, 1996, 1999, dan 2002,


Syafa’at dkk. 2003, halaman 75, tabel 10, diolah

Dikaitkan dengan kondisi sekarang pendapatannya semakin tinggi dan


bahwa harga pangan cenderung mening- semakin baik aksesnya terhadap bahan
kat, maka semakin sulit bagi masyarakat pangan. Untuk itu, pemerintah harus
untuk dapat menjangkau ketersediaan mengupayakan terwujudnya pedesaan
pangan dalam jumlah yang cukup bagi sebagai kawasan pemukiman yang
keluarganya, terutama bagi rumah tangga produktif, selalu mengembangkan diver-
dengan pendapatan tetap dan rumah sifikasi ekonomi, dan mengembangkan
tangga miskin. infrastruktur pedesaan.

Selanjutnya dikaitkan dengan petani b. Harga Komoditas Pangan


sebagai produsen pangan, dimana pada
kondisi sekarang, skala usahatani di Harga pangan menentukan daya beli
pedesaan dicirikan oleh usaha kecil, masyarakat terhadap pangan, dan terdapat
sehingga sulit bagi petani untuk tetap hubungan negatif antara keduanya. Harga
survive apabila hanya mengandalkan yang meningkat (pada pendapatan tetap),
pada usahataninya (on farm) sebagai maka daya beli menurun, dan sebaliknya
sumber utama pendapatannya. Dengan apabila harga turun. Dengan demikian
demikian petani harus menganekaragam- stabilitas harga pangan sangat penting
kan sumber pendapatannya dengan untuk menjamin bahwa masyarakat dapat
berbagai alternatif untuk menjamin menjangkau kebutuhan pangannya.
pendapatannya, mungkin menanam Perkembangan harga beberapa komoditas
komoditas pertanian bernilai ekonomi pangan tahun 2001-2005 di Jawa dan Bali
tinggi, dan atau bekerja di luar usahatani menunjukkan peningkatan dari tahun ke
dan di luar pertanian (off farm dan non tahun. Peningkatan terbesar adalah
farm). Bagi masyarakat pedesaan, dengan kedelai, dengan laju sebesar 86,67 persen
semakin berkembangnya kegiatan non dan gula pasir (46,54%) selama kurun
pertanian di pedesaan, maka diharapkan waktu tersebut, lihat Tabel 9.
Tabel 9. Perkembangan Harga Beberapa Komoditas Pangan di Jawa-Bali,
Tahun 2001-2005 (Rp/kg)

Komoditas 2001 2002 2003 2004 2005 Perubahan (%)


Beras IR (medium) 2.457 2.889 2.764 2.678 3.131 27,34
Jagung 1.925 2.123 2.175 2.243 2.353 22,23
Kedelai 2.604 3.120 3.148 n.a 4.861 86,67
Gula Pasir 3.769 3.588 4.344 4.233 5.523 46,54
Minyak Goreng 3.555 4.417 4.907 5.308 4.896 37,72
Daging Sapi (murni) 29.107 33.768 34.383 34.344 39.712 36,43
Daging Ayam (ras) 12.926 12.064 11.299 12.324 13.244 2,46
Telur Ayam (ras) 6.547 7.209 6.451 7.152 7.608 16,21
Sumber: Badan BKP 2005, dalam Nainggolan, 2007, tabel 3, diolah.

Tabel 10. Perkembangan Harga Beberapa Komoditas Pangan di Tingkat Konsumen


Tahun 2005-2007

Komoditas Harga (Rp) Perubahan


(%)
2005 2007
Beras 3.100 5.270 70,00
Kedelai 3.500 7.500 114,20
Jagung 1.100 2.300 109,09
Tepung Terigu 3.500 6.410 83,14
Minyak Goreng 5.000 9.150 83,00
Gula Pasir 5.000 6.750 35,00
Sumber: BPS dan pedagang pasar, diolah

Pada awal tahun 2008, terjadi Kenaikan harga pangan di pasar


kenaikan yang tajam untuk beberapa dunia ini disebabkan menurunnya pasok-
harga pangan seperti kedelai dan jagung, an di pasar dunia. Penurunan pasokan ini
selanjutnya diikuti dengan tepung terigu terjadi dari gabungan tiga faktor yang
dan minyak goreng, lihat Tabel 10. saling memperkuat, yaitu kenaikan harga
Kenaikan harga ini sebagai dampak atas minyak bumi yang meningkatkan biaya
perubahan harga tersebut di pasar dunia, produksi, perubahan iklim global dan
di mana di pasar dunia harga komoditas konversi komoditas pangan ke bahan
pangan yang mengalami kenaikan paling bakar nabati. Perubahan iklim menurun-
banyak adalah gandum (108,02 persen), kan produksi gandum di Argentina dan
dan minyak goreng (124,28 persen), Australia. Di Argentina berkurangnya
sedangkan kedelai meningkat sebesar produksi disebabkan musim dingin yang
59,46 persen pada tahun 2005-2007, lihat hebat, sedangkan di Australia dikarena-
Tabel 11. kan kekeringan.
Tabel 11. Perkembangan Harga Dunia Beberapa Komoditas Pangan Tahun 2005-2007

Komoditas Satuan 2005 2007 Perubahan (%)


Beras putih,15% Dollar AS/ton 274,67 324,80 18,25
Gandum Dollar AS/ton 180,01 374,45 108,02
Kedelai Yen Jepang/60 kg 338,45 539,68 59,46
Gula Sen dollar AS/lb 9,85 10,07 2,23
Jagung Dollar AS/ton 53,98 80,30 48,76
Minyak sawit Sumatera Dollar AS/ton 420,23 942,50 124,28
Sumber: Bank Indonesia, 2007

Kasus komoditi kedelai, berkurang- berbasis biji-bijian sebagai respon dari


nya produksi kedelai disebabkan karena naiknya harga minyak mentah dunia,
terjadinya pengalihan lahan tanaman akan membawa dampak pada
kedelai ke jagung. Jagung digunakan berkurangnya pasokan pangan di pasar
sebagai bahan bakar nabati (BBN) dunia. Sementara Indonesia dengan
sebagai alternatif dari bahan bakar jumlah penduduk lebih dari 210 juta dan
minyak (BBM). Kenaikan harga minyak pertumbuhannya positif, apabila tidak
bumi menjadikan negara AS dan China melakukan antisipasi terhadap pernurun-
mulai tahun 2005 membuat kebijakan an pasokan dan lonjakan harga pangan
strategis, yaitu pengembangan bahan dunia, akan berdampak pada rentannya
bakar nabati berbasis komoditas biji- akses masyarakat atau rumah tangga
bijian seperti jagung. AS sebagai produ- terhadap pangan. (Swastika, 2006)
sen kedelai terbesar di pasar dunia
meningkatkan produksi jagung untuk
4. Konsumsi Pangan
memenuhi kebutuhan pengalihan kon-
sumsi BBM ke BBN dalam bentuk etanol Konsumsi pangan bekaitan dengan gizi yang
yang berbasis jagung. Upaya peningkatan cukup dan seimbang. Tingkat dan pola
produksi jagung dilakukan dengan konsumsi pangan dan gizi dipengaruhi oleh
memberikan insentif yang mendorong kondisi ekonomi, sosial dan budaya setempat.
petani untuk menanam jagung daripada Konsumsi pangan rumah tangga diukur dari
kedelai, akibatnya produksi kedelai turun konsumsi energi dan konsumsi protein,
(sekitar 16 juta ton di AS sedang 14 juta dimana konsumsi energi penduduk Indonesia
ton di dunia). Demikian halnya China, pada tahun 2005 sebesar 1.997 kkal/kap/hari,
meningkatkan produksi jagung untuk masih lebih rendah dari yang direkomen-
keperluan BBN, sehingga produksi dasikan WKNPG (Widya Karya Nasional
kedelei turun (1,7 juta ton). Pangan dan Gizi) VIII tahun 2004 sebesar
2.000 kkal/kap/hari. Data Susenas tahun
Gejala naiknya harga pangan di pasar
1999-2005 mengenai konsumsi energi
dunia, nampaknya masih akan berlanjut.
disajikan dalam Tabel 12.
Pengembangan bahan bakar alternatif
Tabel 12. Konsumsi Energi Penduduk Indonesia Tahun1999-2005 (kkal/kap/hari)

No Kelompok Pangan 1999 2002 2003 2004 2005


1. Padi-padian 1240,2 1230,0 1251,6 1248,2 1236,24
* Beras 1084,0 1070,0 1067,7 1056,4 1033,5
* Jagung 27,9 28,0 22,5 23,8 22,42
* Terigu 128,3 155,0 161,3 168,1 180,32
2. Umbi-umbian 69,0 70,0 66,4 77,3 72,71
3. Pangan hewani 88,3 117,0 138,4 134,1 136,27
4. Minyak dan lemak 170,5 205,0 194,9 194,6 198,91
5. Buah/biji berminyak 40,6 52,0 55,8 47,3 49,28
6. Kacang-kacangan 53,8 62,0 61,7 64,3 67,32
7. Gula 92,4 96,0 100,6 100,7 99,06
8 Sayuran dan buah 70,48 78 89,8 86,97 91,41
9. Lain-lain (minuman dan bumbu-bumbuan) 25,6 53 31,5 32,63 45,20
TOTAL 1851 1986 1991 1986 1997
PPH 66,3 72,6 77,5 76,9 78,2
Sumber: Susenas 1999, 2002, 2003 dan 2004 dan Pusat Konsumsi Pangan BKP 2006, dalam Nainggolan, 2006,
tabel 4, diolah.

Tabel 13. Rata-rata Konsumsi Protein Penduduk Indonesia Tahun1999-2005 (gram/kap/hari)

No Uraian 1999 2002 2003 2004 2005

1. Perkotaan 49,32 55,98 56,71 55,91 55,26


Persentase (94,85) (107,65) (109,06) (107,52) (106,27)
2. Pedesaan 48,24 53,19 54,38 53,68 55,28
Persentase (92,27) (102,29) (104,58) (103,23) (106,31)
3. Nasional 48,67 54,42 55,37 54,65 56,27
Persentase (93,57) (104,65) (106,48) (105,10) (106,29)
Sumber: Susenas 1999, 2002, 2003 dan 2004 dan Pusat Konsumsi Pangan BKP 2006 dalam Nainggolan, 2006, tabel 5.
Keterangan: angka dalam kurung merupakan persentase dari angka kecukupan protein 52 gram/kap/hari

Data mengenai konsumsi beras per 2005 untuk angka nasional sebesar 56,27
kapita menunjukkan bahwa rata-rata gram/kap/hari, lihat Tabel 13.
konsumsi beras sekitar 141 kg/kap/tahun, Indikator kualitas konsumsi pangan
yang terdiri dari konsumsi rumah tangga 120 ditunjukkan oleh skor PPH (Pola Pangan
kg/kap/tahun dan industri pengolahan sebesar Harapan) yang dipengaruhi oleh keragaman
120 kg/kap/tahun (Nainggolan, 2006). Ban- dan keseimbangan konsumsi antar kelompok
dingkan dengan Jepang 60 kg/kapita/tahun pangan, menunjukkan bahwa telah terjadi
(Soetrisno, 2005). Selanjutnya konsumsi peningkatan mutu gizi konsumsi pangan
protein penduduk mulai tahun 2002 sudah penduduk Indonesia yang diindikasikan
melebihi konsumsi protein yang direkomen- meningkatnya skor PPH dari tahun 1999
dasikan sebesar 52 gram/kap/hari. Pada tahun (66,3) ke tahun 2005 (78,2), lihat Tabel 12.
Permasalahan dalam Ketahanan Pangan
a. Faktor teknis:
Permasalahan secara umum mengenai
 Berkurangnya lahan pertanian karena
ketahanan pangan adalah jumlah penduduk
alih lahan pertanian ke non pertanian,
yang besar dengan pertumbuhan penduduk
yang diperkirakan laju peningkatannya
yang positif. Dengan demikian permintaan
1%/tahun.
pangan masih akan meningkat. Peningkatan
permintaan pangan juga didorong oleh  Produktifitas pertanian yang relatif
peningkatan pendapatan, kesadaran akan rendah dan tidak meningkat.
kesehatan dan pergeseran pola makan karena  Teknologi produksi yang belum efektif
pengaruh globalisasi, serta ragam aktivitas dan efisien.
masyarakat. Di sisi lain, ketersediaan sumber  Infrastruktur pertanian (irigasi) yang
daya lahan semakin berkurang, karena tidak bertambah dan kemampuannya
tekanan penduduk serta persaingan peman- semakin menurun.
faatan lahan antara sektor pangan dengan  Tingginya proporsi kehilangan hasil
sektor non pangan. Secara spesifik, permasa- pada penanganan pasca panen (10-
lahan sehubungan dengan ketahanan pangan 15%).
adalah penyediaan, distribusi, dan konsumsi
 Kegagalan produksi karena faktor
pangan.
iklim yang berdampak pada musim
kering dan banjir.
1. Penyediaan Pangan
Penyediaan pangan melalui peningkatan b. Faktor sosial-ekonomi:
produksi pangan dalam negeri dihadapkan
 Penyediaan sarana produksi yang
pada masalah pokok yaitu semakin terbatas
belum sepenuhnya terjamin oleh
dan menurunnya kapasitas produksi. Desakan
pemerintah.
peningkatan penduduk beserta aktivitas
 Sulitnya mencapai tingkat efisiensi
ekonominya menyebabkan: (1) terjadinya
yang tinggi dalam produksi pangan
konversi lahan pertanian ke non pertanian, (2)
karena besarnya jumlah petani (21
menurunnya kualitas dan kesuburan lahan
juta rumah tangga tani) dengan lahan
akibat kerusakan lingkungan, (3) semakin
produksi yang semakin sempit dan
terbatas dan tidak pastinya penyediaan air
terfragmentasi (laju 0,5 persen/
untuk produksi akibat kerusakan hutan, (4)
tahun).
rusaknya sekitar 30 persen prasarana
pengairan, dan (5) persaingan pemanfaatan  Tidak adanya jaminan dan pengaturan
sumber daya air dengan sektor industri dan harga produk pangan yang wajar dari
pemukiman (Nainggolan, 2006). pemerintah kecuali beras.
 Tataniaga produk pangan yang belum
Secara rinci faktor penyebab terbatas dan
pro petani termasuk kebijakan tarif
menurunnya kapasitas produksi dapat
impor yang melindungi kepentingan
dikelompokkan dalam faktor teknis dan sosial
petani.
ekonomi sebagai berikut:
 Terbatasnya devisa untuk impor
pangan.
2. Distribusi Pangan distribusi pangan, agar pangan tersedia
Distribusi pangan adalah kegiatan menya- sepanjang waktu di seluruh wilayah
lurkan bahan pangan dari point of production konsumen.
(petani produsen) kepada point of consum-  Keamanan jalur distribusi dan adanya
ption (konsumen akhir). Distribusi tidak pungutan sepanjang jalur distribusi dan
hanya menyangkut distribusi pangan di dalam pemasaran, mengakibatkan biaya distri-
negeri namun juga menyangkut perdagangan busi yang tinggi pada berbagai produk
internasional dalam suatu sistem harga yang pangan.
terintegrasi secara tepat (Soetrisno, 2005).
Dengan demikian perlu dibuat pola distribusi 3. Konsumsi Pangan
pangan yang menjamin seluruh rumah tangga
Permasalahan mengenai konsumsi penduduk
dapat memperoleh pangan dalam jumlah
Indonesia adalah belum terpenuhinya kebutu-
yang cukup sepanjang waktu dengan harga
han pangan, karena belum tercukupinya
yang terjangkau. Permasalahan dalam
konsumsi energi (meskipun konsumsi protein
distribusi pangan (Nainggolan, 2006):
sudah mencukupi). Konsumsi energi pendu-
 Prasarana distribusi darat dan antar pulau duk Indonesia masih lebih rendah dari yang
yang diperlukan untuk menjangkau selu- direkomendasikan WKNPG VIII. Permasa-
ruh wilayah konsumen belum memadai, lahan selanjutnya adalah mengenai konsumsi
sehingga wilayah terpencil masih menga- energi yang sebagian besar dari padi-padian,
lami keterbatasan pasokan pangan pada dan bias ke beras, lihat tabel 12. Dengan
waktu-waktu tertentu. Keadaan ini meng- demikian diperlukan upaya untuk mendiver-
hambat aksesibilitas masyarakat terhadap sifikasikan konsumsi pangan dengan sumber
pangan, baik secara fisik, namun juga karbohidrat non beras dan pangan sumber
secara ekonomi, karena kelangkaan protein, menganekaragamkan kualitas kon-
pasokan akan memicu kenaikan harga sumsi pangan dengan menurunkan konsumsi
dan mengurangi daya beli masyarakat. beras per kapita, selain mengembangkan
 Kelembagaan pemasaran belum mampu industri dan bisnis pangan yang lebih
berperan, baik sebagai penyangga kesta- beragam.
bilan distribusi maupun harga pangan.
Pada masa panen, pasokan pangan Strategi dan Kebijakan Ketahanan
berlimpah ke pasar sehingga menekan Pangan
harga produk pertanian dan mengurangi
Kebijakan pangan pemerintah sebagai pelak-
keuntungan usahatani. Sebaliknya pada
sanaan Undang-undang Nomor 7 tahun 1996,
masa paceklik atau masa dimana panen
dituangkan dalam Peraturan Pemerintah
tidak berhasil, harga meningkat dengan
nomor 68 tahun 2002 mengenai ketahanan
tajam, sehingga mengurangi aksesibilitas
pangan, yang secara garis besar mengatur:
masyarakat terhadap pangan.
 Ketersediaan pangan
 Bervariasinya kemampuan produksi antar
Dilakukan dengan pengembangan sistem
wilayah dan antar musim menuntut
produksi, efisiensi sistem usaha pangan,
kecermatan dalam mengelola sistem
teknologi produksi pangan, sarana dan
prasarana produksi pangan dan memper- sional meliputi bidang produksi, perda-
tahankan lahan produktif. gangan dan distribusi pangan; cadangan
 Cadangan pangan nasional pangan; pencegahan dan penanggulangan
Berasal dari cadangan pangan masyarakat masalah pangan; serta riset dan teknologi
dan cadangan pemerintah (dari tingkat pangan.
desa, kabupaten/kota, propinsi sampai Badan Ketahanan Pangan menyusun
pemerintah pusat). Selanjutnya cadangan kebijakan umum mengenai ketahanan pangan
masyarakat dilakukan oleh lembaga yang arahnya adalah mewujudkan keman-
swadaya masyarakat, organisasi dirian pangan untuk menjamin ketersediaan
masyarakat, swasta, koperasi dan atau dan konsumsi pangan yang cukup, aman,
perorangan. bermutu, dan bergizi seimbang pada tingkat
 Penganekaragaman pangan rumah tangga, daerah dan nasional sepanjang
Konsumsi pangan yang beraneka ragam waktu dan merata melalui pemanfaatan
dengan prinsip gizi yang seimbang. sumber daya dan budaya lokal, teknologi
 Pencegahan dan penanggulangan masalah inovatif dan peluang pasar, serta memperkuat
pangan ekonomi kerakyatan dan mengentaskan dari
kemiskinan.
Suatu langkah antisipatif untuk meng-
hindari terjadinya masalah pangan (kele-
1. Kebijakan Umum
bihan/kekurangan pangan dan kemam-
puan rumah tangga dalam memenuhi Substansi kebijakan umum ketahanan pangan
kebutuhan pangan). terdiri dari 14 elemen penting, yang tersusun
dalam rencana aksi pangan periode 2006-
 Peran pemerintah daerah dan masyarakat
2009, yang diharapkan menjadi panduan
Pemerintah daerah melaksanakan jakan pelaksanaan kebijakan umum di tingkat
ketahanan pangan di wilayahnya masing- lapangan, yaitu para pelaksana dan para
masing melalui pemberian informasi dan stakeholders ketahanan pangan yang meliputi
pendidikan, meningkatkan motivasi lembaga pemerintah, swasta, BUMN, pergu-
masyarakat dan kemandirian rumah ruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat
tangga dalam meningkatkan ketahanan dan kalangan masyarakat umum. Rencana
pangan. Selanjutnya peran masyarakat aksi tersebut tertuang dalam kegiatan opera-
dalam ketahanan pangan dilakukan sional yang disusun dalam bentuk matriks,
melalui kegiatan produksi, perdagangan memuat tujuan kebijakan, dimana masing-
dan distribusi pangan, serta cadangan masing tujuan tersebut memuat kegiatan,
pangan. instansi sebagai penanggungjawab, dan
 Pengembangan sumber daya manusia dan indikator keberhasilan. Secara garis besar
kerjasama internasional disajikan dalam tulisan ini adalah tujuan
Pengembangan sumber daya manusia kebijakan dan kegiatan pada setiap tujuan,
dilakukan melalui pendidikan/ pelatihan sebagai berikut (Badan Ketahanan Pangan):
di bidang pangan, penyebarluasan ilmu a. Tujuan Kebijakan: Menjamin keterse-
dan teknologi di bidang pangan, serta diaan pangan
penyuluhan pangan. Kerjasama interna-
Kegiatan: Kegiatan:
 Pengembangan lahan abadi 15 juta ha
lahan sawah beririgasi dan 15 juta ha  Pengembangan cadangan pangan
lahan kering. pemerintah (nasional, daerah dan
 Pengembangan konservasi dan reha- desa).
 Pengembangan lumbung pangan
bilitasi lahan.
masyarakat.
 Pelestarian sumber daya air dan
pengelolaan daerah aliran sungai. d. Tujuan Kebijakan: Mengembangkan
 Pengembangan dan penyediaan sistem distribusi pangan yang adil dan
benih, bibit unggul, dan alsintan. efisien
 Pengaturan pasokan gas untuk
Kegiatan:
memproduksi pupuk.
 Pengembangan skim permodalan bagi  Pembangunan dan rehabilitasi sarana
petani/nelayan. dan prasarana distribusi.
 Peningkatan produksi dan produkti-  Penghapusan retribusi produk perta-
vitas (perbaikan genetik dan tekno- nian dan perikanan.
logi budidaya).  Pemberian subsidi transpotasi bagi
 Pencapaian swasembada lima komo- daerah yang sangat rawan pangan dan
ditas strategis (padi, jagung, kedelai, daerah terpencil.
tebu, daging sapi).  Pengawasan sistem persaingan perda-
 Penyediaan insentif investasi di gangan yang tidak sehat.
bidang pangan termasuk industri gula,
e. Tujuan Kebijakan: Menjaga stabilitas
peternakan dan perikanan.
harga pangan
 Penguatan penyuluhan petani/nelayan
dan kemitraan. Kegiatan:
 Pemantauan harga pangan pokok
b. Tujuan Kebijakan: Menata pertanahan
secara berkala untuk mencegah
dan tata ruang serta wilayah
jatuhnya harga gabah/beras dibawah
Kegiatan: HPP.
 Pengembangan reforma agraria.  Pengelolaan pasokan pangan dan
 Penyusunan tata ruang daerah dan cadangan penyangga untuk stabilitas
wilayah. harga pangan.
 Perbaikan administrasi pertanahan
f. Tujuan Kebijakan: Meningkatkan aksesi-
dan sertifikasi lahan.
bilitas rumah tangga terhadap pangan
 Pengenaan sistem perpajakan progre-
sif bagi pelaku konversi lahan perta- Kegiatan:
nian subur dan yang mentelantarkan  Pemberdayaan masyarakat miskin
lahan pertanian. dan rawan pangan
 Peningkatan efektivitas program
c. Tujuan Kebijakan:
raskin.
Mengembangkan cadangan pangan
g. Tujuan Kebijakan: Melakukan diversi-
 Alokasi anggaran negara yang mema-
fikasi pangan
dai untuk penelitian dan pengem-
Kegiatan: bangan.
 Peningkatan diversifikasi konsumsi  Peningkatan kerjasama dan kemitraan
pangan dengan gizi seimbang. antara lembaga penelitian.
 Pemberian makanan tambahan untuk
k. Tujuan Kebijakan: Meningkatkan peran
anak sekolah (PMTAS).
serta masyarakat
 Pengembangan teknologi pangan.
 Diversifikasi usahatani dan pengem- Kegiatan:
bangan pangan lokal.  Pemberian penghargaan bagi masya-
rakat yang berjasa pada pembangunan
h. Tujuan Kebijakan: Meningkatkan mutu
ketahanan pangan dan gizi.
dan keamanan pangan
Kegiatan: l. Tujuan Kebijakan: Melaksanakan kerja-
sama internasional
 Pengembangan dan penerapan sistem
mutu pada proses produksi olahan Kegiatan:
dan perdagangan pangan.  Penanggulangan kerjasama interna-
 Peningkatan kesadaran mutu dan sional dalam melawan kelaparan dan
keamanan pangan bagi konsumen. kemiskinan.
 Pencegahan dini dan penegakan  Perbaikan kinerja diplomasi ekonomi,
hukum terhadap pelanggaran aturan sosial dan budaya untuk mening-
mutu dan keamanan pangan. katkan ketahanan pangan.
i. Tujuan Kebijakan: Mencegah dan mena- m. Tujuan Kebijakan:
ngani keadaan rawan pangan Mengembangkan sumber daya manusia
Kegiatan: Kegiatan:
 Pengembangan isyarat dini dan  Perbaikan program pendidikan, pela-
penanggulangan keadaan rawan tihan dan penyuluhan pangan.
pangan.  Pemberian muatan pangan dan gizi
 Peningkatan keluarga sadar gizi pada pendidikan formal dan non
melalui penyuluhan dan bimbingan formal.
sosial dengan menyempurnakan  Pemberian jaminan pendidikan dasar
sistem komunikasi,informasi dan dan menengah, khususnya bagi
edukasi (KIE). perempuan dan anak-anak di pede-
 Pemanfaatan lahan pekarangan untuk saan.
peningkatan gizi keluarga.
n. Tujuan Kebijakan: Kebijakan makro dan
j. Tujuan Kebijakan: Memfasilitasi pene- perdagangan yang kondusif
litian dan pengembangan
Kegiatan:
Kegiatan:
 Kebijakan fiskal yang memberikan  Meningkatnya rata-rata penguasaan
insentif dan keringanan pajak bagi lahan petani.
usaha pertanian dan bisnis pangan.
 Alokasi APBN dan APBD yang b. Tingkat Makro (nasional)
memadai bagi pengembangan sektor
 Meningkatnya kemandirian pangan
pertanian dan pangan.
yang diwujudkan melalui pencapaian
 Kebijakan perdagangan yang mem-
swasembada beras berkelanjutan.
berikan proteksi dan promosi bagi
Swasembada jagung pada tahun 2007,
produk pertanian strategis.
swasembada kedelai pada tahun 2015,
swasembada gula pada tahun 2009
2. Arah dan Strategi Kebijakan dan swasembada daging sapi pada
Arah dari pembangunan ketahanan pangan tahun 2010; serta membatasi impor
adalah mencapai sasaran tingkat mikro pangan utama di bawah 10 persen
(tingkat rumah tangga/individu) dan tingkat dari kebutuhan pangan nasional.
makro (nasional). Sasaran diindikatorkan  Meningkatnya land-man rasio melalui
sebagai berikut (Badan Ketahanan Pangan): penetapan lahan abadi beririgasi
a. Tingkat Mikro (rumah tangga) minimal 15 juta ha, dan lahan kering
 Dipertahankannya ketersediaan ener- minimal 15 juta ha.
gi perkapita minimal 2.200 kiloka-  Meningkatnya kemampuan penge-
lori/hari, dan penyediaan protein lolaan cadangan pangan pemerintah
perkapita minimal 57 gram/hari. daerah dan pemerintah pusat.
 Meningkatnya kemampuan peman-  Meningkatnya jangkauan jaringan
faatan dan konsumsi pangan perka- distribusi dan pemasaran pangan yang
pita untuk memenuhi kecukupan berkeadilan ke seluruh daerah bagi
energi minimal 2.000 kilokalori/hari produsen dan konsumen.
dan protein perkapita minimal 57  Meningkatnya kemampuan pemerin-
gram/hari, dengan skor PPH minimal tah dalam mengenali, mengantisipasi,
sebesar 80. dan menangani secara dini, serta
 Berkurangnya jumlah penduduk yang dalam melakukan tanggap darurat
rawan pangan kronis (yang mengkon- terhadap masalah kerawanan pangan
sumsi kurang dari 80 persen AKG) dan gizi.
menjadi 1 persen, termasuk di dalam- Strategi pelaksanaan kebijakan umum
nya ibu hamil yang mengalami menuju kepada sasaran dilakukan melalui
anemia gizi dan balita dengan gizi jalur ganda (twin-track strategy) (Badan
kurang. Ketahanan Pangan):
 Tertanganinya secara cepat penduduk
 Membangun ekonomi berbasis pertanian
yang mengalami rawan pangan
dan pedesaan untuk menyediakan
transien di daerah karena bencana
lapangan kerja dan pendapatan.
alam dan bencana nasional
 Memenuhi pangan bagi kelompok
masyarakat miskin dan rawan pangan
melalui pemberian bantan langsung agar kesempatan berusaha, bahwa usaha yang
tidak semakin terpuruk, serta pemberda- dilakukan tidak harus pada usahatani padi,
yaan agar mereka semakin mampu tapi juga usahatani non padi (on-fram), off-
mewujudkan ketahanan pangannya secara farm bahkan non-farm. Pada intinya upaya
mandiri. peningkatan ketahanan pangan tidak fokus
Kedua strategi ini dijalankan dengan pada pengembangan pertanian dalam arti
melibatkan seluruh komponen bangsa yaitu primer, namun juga sistem dan usaha
pemerintah, masyarakat termasuk LSM, agribisnis (Tauchid, 2007). Tujuan utama
organisasi profesi, organisasi massa, organi- pembangunan ketahanan pangan tingkat
sasi sosial, koperasi dan pelaku usaha. rumah tangga adalah meningkatnya daya beli
rumah tangga melalui peningkatan penda-
Pemerintah menandaskan bahwa kebija-
patannya.
kan ketahanan pangan difokuskan kepada
pemberdayaan rumah tangga dan masyarakat Ketahanan pangan rumah tangga tidaklah
agar mampu menolong dirinya sendiri dalam berdiri sendiri, namun secara hierarkis
mewujudkan ketahanan pangan dan menga- berkaitan dengan ketahanan pangan tingkat
tasi masalah-masalah pangan yang dihadapi. regional (kabupaten-propinsi) dan ketahanan
Pemberdayaan masyarakat tersebut diupaya- pangan tingkat nasional (Simatupang, 2007).
kan melalui peningkatan kapital dan kapasitas Pada tingkat rumah tangga, penanggunggja-
rumah tangga agar mampu memproduksi, wab adalah kepala keluarga, dengan stake-
mengolah dan memasarkan produk pangan, holder-nya seluruh anggota keluarga. Pada
serta mampu memasuki pasar tenaga kerja tingkat regional, penanggungjawab adalah
dan memberikan kesempatan berusaha guna pemerintah daerah dengan stakeholder-nya
meningkatkan pendapatan rumah tangga. desa-desa di dalam wilayah yuridiksinya.
Pada tingkat nasional penanggunggjawab
adalah pemerintah pusat atau negara. Secara
Pemberdayaan Ketahanan Pangan
hierarkis ketahanan pangan keluarga ditentu-
Masyarakat
kan oleh ketahanan pangan regional dan
Kecukupan pangan nasional tidak menjamin nasional. Pemerintah pusat memfasilitasi
bahwa semua rumah tangga memperoleh pemerintah daerah dalam upayanya mewu-
pangan yang dibutuhkannya, sehingga fokus judkan ketahanan pangan di wilayahnya.
ketahanan pangan adalah rumah tangga.
Dalam rangka membangun ketahanan
Dengan demikian kebijakan ketahanan
pangan rumah tangga tersebut, maka fokus
pangan difokuskan kepada pemberdayaan
pembangunan ketahanan pangan adalah
rumah tangga dan masyarakat agar mampu
pemberdayaan masyarakat, yang berarti
menolong dirinya sendiri dalam mewujudkan
meningkatkan kemandirian dan kapasitas
ketahanan pangan dan mengatasi masalah-
masyarakat untuk berperan aktif dalam
masalah pangan yang dihadapi.
mewujudkan ketersediaan, distribusi dan
Seiring dengan otonomi daerah, maka konsumsi pangan dari waktu ke waktu.
proses pemberdayaan didesentralisasikan Pemberdayaan ketahanan pangan masyarakat
sesuai dengan potensi dan keragaman sumber diimplementasikan melalui program Desa
daya wilayah. Demikian juga mengenai Mandiri Pangan yang dimulai pada tahun
2005 (Nainggolan, 2006). Pemantapan Indikator keberhasilan program aksi desa
ketahanan pangan masyarakat melalui mandiri pangan adalah (Nainggolan, 2004):
program ini adalah mewujudkan ketahanan
pangan rumah tangga yang secara kumulatif  Terbentuknya kelompok pangan desa dan
diharapkan dapat menopang ketahanan kader pangan masyarakat yang tumbuh
pangan di tingkat desa dan tingkat wilayah. dari kesadaran sendiri serta mere-
presentasikan seluruh komponen masya-
Prinsip pengembangan model desa rakat pedesaan.
mandiri pangan adalah: (i) kemampuan
pengelolaan ketahanan pangan di tingkat  Tumbuh dan berkembangnya kembali
desa, (ii) kemampuan upaya pemanfaatan rembug desa melalui pertemuan kelom-
sumber daya yang dimiliki untuk mening- pok pangan secara reguler dan diikuti
katkan kualitas pemenuhan kebutuhan oleh semua kader pangan desa.
pangan, (iii) kemampuan menangani masalah  Kader pangan desa mampu mendampingi
kelebihan/kekurangan pangan dan ketidak- masyarakat di desanya dalam mewujud-
mampuan masyarakat dalam mengakses kan ketahanan pangan.
pangan, serta (iv) prinsip-prinsip pemberda-  Jumlah rumah tangga rawan pangan
yaan ketahanan pangan secara partisipatif dan menurun secara nyata.
berkelanjutan (Nainggolan, 2004).
Pada tahun 2006, program desa mandiri
Strategi dalam pengembangan desa pangan dilaksanakan di 122 kabupaten
mandiri pangan adalah (Nainggolan, 2004): (Nainggolan, 2006), sementara pada tahun
 Mewadahi partisipasi masyarakat desa 2007 meliputi 200 desa di seluruh propinsi
dalam keseluruhan sistem ketahanan dan kabupaten di Indonesia (Apriyantono,
pangan melalui berbagai bentuk pengem- 2007).
bangan usaha, kerjasama dan kemitraan. Sebagai ilustrasi, beberapa wilayah yang
 Memaksimalkan potensi dan pemanfaatan berhasil diakses mengenai program desa
sumber daya pangan di pedesaan melalui mandiri pangan adalah:
rehabilitasi kemampuan dan optimalisasi  Propinsi Jawa Tengah
pemanfaatan sumber daya pangan.
Pada tahun 2005 mempersiapkan
 Mendekatkan fasilitasi aparat kepada program aksi desa mandiri pangan.
masyarakat di pedesaan dalam upaya Persiapan dilakukan dengan mengkaji
pemantapan ketahanan pangan. model pengembangan desa mandiri
 Memfasilitasi pemecahan masalah dan pangan bekerjasama dengan Pusat Studi
kendala masyarakat dalam mewujudkan Pedesaan Universitas Gadjah Mada
ketahanan pangan di pedesaan. Jogjakarta. Daerah kajian adalah Demak,
Grobogan, Karanganyar dan Sukoharjo.
 Memberikan penghargaan serta menga-
Kriteria lokasi program adalah kabupaten,
komodasikan peran kelompok masyarakat
kecamatan dan desa rawan pangan
dalam mewujudkan ketahanan pangan di
dengan tingkat kemiskinan dan risiko
pedesaan.
tinggi. Fokus pelaksanaan program
adalah penguatan kelembagaan penyulu-
han, produksi pangan dan pelayanan
 Kabupaten Sinjai, program dilaksanakan
usaha produksi dan agribisnis pangan.
di wilayah yang mempunyai banyak
Pada tahun 2007 di Grobogan men- rumah tangga miskin. Pada tahun 2006
canangkan pembangunan desa mandiri dilaksanakan di kecamatan Bulupoddo di
pangan di 42 desa yang ada di 16 desa Tompobulu dan desa Duanpanuae.
kecamatan. Pelaksanaan program dengan Tahun 2007 di kecamatan Telluluimpoe
mendirikan lumbung desa sebagai tempat pada dua desa dengan rumah tangga
yang menampung gabah hasil panen dan miskin terbanyak (Situs Resmi Peme-
didistribusikan manakala musim paceklik rintah Kabupaten Sinjai).
tiba (http://tempointeraktif.com/hg/nusa/
jawamadura/2007/05/29/brk.).
Lumbung Pangan sebagai Cadangan
Pangan Masyarakat
 Propinsi Jawa Timur
Keberadaan lumbung pangan atau lumbung
Pelaksanaan program desa mandiri
desa pernah berperan sangat penting dalam
pangan di kabupaten yang memiliki
menyangga ketersediaan pangan di desa.
kriteria: memiliki unit kerja yang mena-
Fungsi strategis lumbung desa pada jaman
ngani ketahanan pangan, telah terbentuk
dulu adalah:
dewan ketahanan pangan kabupaten,
bersedia menyediakan dana pendamping  Sebagai cadangan penyediaan pangan
dari APBD (minimal 20 persen dari dana  Pada keadaan dimana gagal panen karena
APBN), merupakan kabupaten rawan adanya hama atau bencana alam, maka
pangan berdasarkan kriteria FIA. keperluan pangan dipenuhi dengan
Pada tahun 2006 lokasi program desa cadangan pangan yang ada di lumbung.
mandiri pangan adalah Kabupaten  Sebagai sarana untuk meningkatkan
Pacitan, Bojonegoro, Bondowoso dan posisi tawar petani
Pamekasan.  Pada saat terjadi kelebihan produksi
Pada tahun 2007 dikembangkan di ketika saat panen raya, petani dapat
11 kabupaten (Badan Ketahanan Pangan mengatur supply-nya dengan menyimpan
Propinsi Jawa Timur). hasil panennya di lumbung, dan akan
dilempar ke pasar pada waktu harga lebih
 Propinsi Sumatera Utara baik.
Pelaksanaan program desa mandiri  Sebagai tempat penyimpan benih
pangan tahun 2007 akan dilaksanakan di Pada waktu panen, hasilnya dipilah dan
9 kabupaten dan kota, yaitu Nias, yang kualitasnya baik disimpan di
Labuhan Batu, Dairi, Meda, Binjai, lumbung sebagai benih.
Padangsidempuan, Tapanuli Selatan,
 Mempunyai peran sosial
Tapanuli Tengah dan Manadailing Natal
Lumbung desa mempunyai peran sosial
(http://groups.google.co.id/group/milis-
di antaranya membantu kebutuhan
fpk/browse_ thread/thread/53c5).
pangan petani dalam masa paceklik.
Lumbung pangan juga didapati di setiap
 Di Jawa Tengah, lumbung desa dianggap
rumah tangga petani. Rumah tangga petani
sebagai kelembagaan desa yang mendu-
mempunyai ruang khusus atau tempat khusus
kung ketahanan pangan, dimiliki oleh
sebagai tempat penyimpan hasil panen dan
semua desa (8.530 desa). Dari sejumlah
benih.
tersebut, 25,12 persen (2.143 desa)
Keberadaan lumbung desa yang mempu- mempunyai lumbung desa secara fisik
nyai fungsi sosial dan dikelola secara sebagai tempat menyimpan bahan pangan
bersama, akan menumbuhkan rasa sosial di (padi/ gabah, jagung dan sembako).
antara anggotanya, dan ini merupakan modal
 Kapasitas rata-rata lumbung untuk
sosial bagi pembangunan. Dengan demikian
menyerap marketable surplus relatif kecil
perlu menumbuhkan lumbung desa atau
dan bervariasi. Kapasitas simpan rata-rata
meningkatkan fungsi lumbung desa yang
di Jawa Barat adalah 0,59 persen (dengan
telah ada, apalagi bila dilakukan pada desa
marketable surplus sekitar 4 juta ton),
mandiri pangan yang telah dirintis oleh
sedang di Jawa Tengah sebesar 0,92
pemerintah. Keberadaan lumbung pangan
persen (dengan marketable surplus
diarahkan menuju lumbung desa sebagai
sekitar 4,5 juta ton GKG).
sarana untuk pemupukan cadangan pangan
masyarakat yang fungsinya adalah mewujud-  Jasa peminjaman bervariasi antara 0-30
kan ketersediaan, distribusi dan konsumsi persen dalam bentuk natura per musim.
pangan dari waktu ke waktu. Penggunaan jasa pinjaman untuk akumu-
lasi modal, susut, jasa pengurus dan
Kajian terhadap keberadaan lumbung
anggota, serta untuk kegiatan sosial
pangan masyarakat oleh Pusat Pengem-
seperti bantuan musibah, pengembangan
bangan Ketersediaan Pangan dilakukan pada
infrastruktur pedesaan. Ada lumbung
tahun 2002, di propinsi Jawa Barat dan Jawa
desa yang tidak memberikan jasa kepada
Tengah. Di Propinsi Jawa Barat, kajian
pengurus.
dilakukan di Kabupaten Tasikmalaya,
Cirebon dan Cianjur, sedangkan Propinsi  Berdasar hasil kajian tersebut maka
Jawa Tengah, di Kabupaten Banyumas, keberadaan lumbung desa belum dapat
Purworejo, dan Boyolali. Hasil kajiannya menyerap marketable surplus, sehingga
sebagai berikut: dapat dinyatakan belum dapat digunakan
sebagai cadangan pangan masyarakat dan
 Modal awal lumbung pangan berbentuk membantu mengamankan harga gabah.
natura yaitu gabah yang disetor sekali
pada waktu pembentukan. Selanjutnya Terkait dengan pemberdayaan kelemba-
tidak ada aktivitas penyimpanan (setor). gaan lumbung pangan masyarakat, pemerin-
Aktivitas yang ada adalah peminjaman tah mengimplementasikan program aksi
dan pengembalian dalam bentuk natura. pemantapan ketahanan pangan, yang dimulai
Penggunaan pinjaman untuk konsumsi pada tahun 2002 di 13 propinsi yang melibat-
pada masa paceklik dan bantuan musibah kan 57 kabupaten dengan melibatkan kelom-
(di Tasikmalaya), selain itu juga untuk pok lumbung. Pada tahun 2003, diperluas
modal kerja usahatani (di Cirebon dan mencakup 22 propinsi, 96 kabupaten dan 330
Cainjur). kelompok lumbung (Jayawinata, 2003).
Program ini berupa pemberian pinjaman proses pengadministrasian/pembukuan pe-
untuk penguatan modal usaha dengan nama ngelolaan dana, cara mengangsur bunga,
BPLM (Bantuan Pinjaman Langsung pembayaran angsuran dan pelunasan
Masyarakat). Tujuan BPLM adalah: pinjaman.
 Penguatan modal usaha Dewasa ini keadaan dihadapkan pada
 Penumbuhan kegiatan ekonomi kerawanan pangan akibat kenaikan harga
 Peningkatan kewirausahaan pangan atau bencana alam, maka kelemba-
Pelaksanaan program oleh pemerintah gaan lumbung pangan masyarakat ini menjadi
dilakukan dengan lima tahap yaitu: urgent untuk ditumbuhkan kembali atau
dikembangkan menuju pada terwujudnya
 Seleksi calon petani dan calon lokasi
ketahanan pangan di tingkat rumah tangga
secara partisipatif
ataupun di tingkat lokal, sehingga
 Penyaluran dana memperkuat ketahanan pangan nasional.
 Proses pemberdayaan kelembagaan
kelompok tani secara terprogram
PENUTUP
 Pencairan dana oleh petani berdasar
perencanaan partisipatif Permasalahan sehubungan dengan ketahanan
pangan adalah penyediaan, distribusi dan
 Penggunaan dana oleh kelompok sesuai
konsumsi pangan. Penyediaan dihadapkan
perencanaan dengan menerapkan prinsip
pada semakin terbatas dan menurunnya
keberlanjutan
kapasitas produksi. Distribusi dihadapkan
pada permasalahan prasarana dsitribusi darat
Besar dana pinjaman BPLM adalah Rp
dan antar pulau, kelembagaan dan keamanan
25 juta per lumbung. Penggunaan dana
jalur distribusi, serta bervariasinya kapasitas
tersebut di lapangan, kelompok diberi kele-
produksi antar wilayah dan antar musim.
luasaan untuk menentukan prioritas jenis
Permasalahan konsumsi adalah belum
usaha yang akan dilakukan, seperti untuk
terpenuhinya kebutuhan pangan, karena
simpan pinjam, pembelian saprodi, atau
belum tercukupinya konsumsi energi
proses penanganan pascapanen.
(meskipun konsumsi protein sudah
Pemberian BPLM disertai dengan mencukupi), serta konsumsi energi yang
kegiatan pendampingan dan pembinaan oleh sebagian besar dari padi-padian, dan bias ke
instansi terkait. Pendampingan dilakukan beras.
untuk memfasilitasi proses pengambilan
Arah kebijakan umum ketahanan pangan
keputusan berbagai kegiatan yang terkait
adalah mewujudkan kemandirian pangan
dengan kebutuhan anggota, diarahkan kepada
untuk menjamin ketersediaan dan konsumsi
kemampuan dalam meningkataan pendapat-
pangan yang cukup, aman, bermutu dan
an, melaksanakan usaha berskala bisnis, serta
bergizi seimbang pada tingkat rumah tangga,
mengembangkan perencanaan dan pelaksa-
daerah dan nasional sepanjang waktu dan
naan kegiatan yang partisipatif. Pembinaan
merata melalui pemanfaatan sumber daya dan
dilakukan dalam perencanaan usaha
budaya lokal, teknologi inovatif dan peluang
kelompok, prosedur permohonan bantuan,
pasar, serta memperkuat ekonomi kerakyatan
dan mengentaskan dari kemiskinan. Strategi Wilayah Kalimantan, Banjarmasin, 27-
pelaksanaan kebijakan tersebut dilakukan 28 Februari 2007.
melalui pembangunan ekonomi berbasis
Arifin, Bustanul. 2007. “Strategi dan Kebija-
pertanian dan pedesaan, serta pemenuhan
kan Sektor Pertanian dalam Mewu-
pangan bagi kelompok masyarakat miskin
judkan Kesejahteraan Petani dan
dan rawan pangan.
Kedaulatan Pangan”. Paper disampai-
Dengan arah kebijakan tersebut, maka kan pada Seminar Milad ke-9 Partai
ketahanan pangan difokuskan kepada Keadilan Sejahtera: Membela Ekonomi
pemberdayaan rumah tangga dan masyarakat Rakyat-Ketahanan dan Kemandirian
agar mampu menolong dirinya sendiri dalam Pangan serta Perumahan yang Layak
mewujudkan ketahanan pangan dan menga- bagi Rakyat, untuk keberlanjutan
tasi masalah-masalah pangan yang dihadapi. Pembangunan Bangsa. Jakarta. 20 April
Pemberdayaan ketahanan pangan masyarakat 2007.
diimplementasikan melalui program Desa Arifin, Bustanul. 2004. Analisis Ekonomi
Mandiri Pangan yang dimulai pada tahun Pertanian Indonesia. Jakarta: Penerbit
2005. Buku Kompas.
Dalam rangka memupuk cadangan Badan Ketahanan Pangan Propinsi Jawa
pangan masyarakat, maka perlu untuk Timur. 2005. Pengembangan Desa
menumbuhkan lumbung desa atau mening- Mandiri Pangan.
katkan fungsi lumbung desa yang telah ada, Badan Ketahanan Pangan. 2005. Kebijakan
apalagi bila dilakukan pada desa mandiri Umum Ketahanan Pangan.
pangan yang telah dirintis oleh pemerintah. Daerobi, Akhmad, Heri Sulistyo Jati, Tetuko
Keberadaan lumbung pangan diarahkan Rawidyo Putro. 2006. “Impact of Agri-
menuju lumbung desa sebagai sarana untuk cultural Sector on Poverty Alleviation:
pemupukan cadangan pangan masyarakat Conceptual Framework with Empirical
yang fungsinya adalah mewujudkan keterse- Evidence Pre-Post Crisis (Case Study:
diaan, distribusi, dan konsumsi pangan dari Central Java)”. Makalah dipresentasikan
waktu ke waktu. pada Indonesian Regional Science
Association (IRSA) International Semi-
DAFTAR PUSTAKA nar, 18-19 Agustus 2006, Malang, Jawa
Timur.
Apriyantono, Anton. 2006. Kebijakan Stra-
tegis Pembangunan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian-Badan Bimas Keta-
Nasional. Naskah Pidato pada Dies hanan Pangan-Dewan Ketahanan
Natalis ke XX dan Wisuda Sarjana Pangan. 2002. Kajian Situasi Lumbung
Univertas Islam Darul Ulum. Lamongan Pangan Masyarakat di Propinsi Jabar
Jawa Timur. 9 Desember 2006. dan Jateng. Pusat Pengembangan
Ketersediaan Pangan.
Apriyantono, Anton. 2007. Arahan Umum.
Naskah Pidato pada Rapat Koordinasi Jayawinata, Ardi. 2003. Pemberdayaan
Percepatan Pembangunan Pertanian Lumbung Pangan Masyarakat. Gizi.net.
Krisnamurthi, Bayu. 2006. Mencari Bentuk
Politik Ekonomi Pertanian Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai