Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH MIKROPALEONTOLOGI

POTENSI KETERDAPATAN FOSIL RADIOLARIA DI


INDONESIA

Disusun oleh
Erlangga Svarnha Bagaskara 21100118130056

DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO

2020
KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah Mikropaleontologi Radiolaria tepat waktu. Makalah
ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Mikropaleontologi.
Pengetahuan tentang mikro fosil, terutama tentang fosil Radiolaria sangat
diperlukan terutama untuk mahasiswa program studi Geologi.

Tak ada gading yang tak retak, kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat diharapkan dalam perbaikan makalah selanjutnya.Semoga makalah ini
memberi manfaat kepada siapa saja yang membacanya.

Karanganyar, 26 Maret 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.........................................................................
1.2 Tujuan......................................................................................
1.3 Manfaat....................................................................................
II. PEMBAHASAN
2.1 Simelue....................................................................................
2.2 Nias..........................................................................................
2.3 Sumatera..................................................................................
2.4 Natuna......................................................................................
2.5 Kepulauan Banggai-Sula.........................................................
2.6 Talaud......................................................................................
2.7 Halmahera................................................................................
2.8 Buru.........................................................................................
2.9 Seram.......................................................................................
2.10 Papua......................................................................................
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan..............................................................................
3.2 Saran........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Radiolaria adalah fosil binatang planktonik laut berukuran rata-rata 20-
200 mikron (µm). Rangka tubuhnya yang terbuat dari bahan silika amorf
menjadikan cangkang radiolaria yang telah mati terawetkan menjadi fosil pada
sedimen di dasar laut dalam di bawah CCD (Carbonate Compensation Depth)
dimana bahan karbonat larut. Model sistem pengendapan sedimen pembawa
fosil radiolaria ini yang dimodifikasi dari Matsuda and Isozaki (1991). Kini,
batuan sedimen pembawa radiolaria itu pada umumnya ditemukan pada
baturijang (pelagic rocks) atau batuserpih dan batulumpur silikaan
(hemipelagic rocks). Salah satu contoh batuan sedimen pembawa fosil
radiolaria adalah seperti yang tersingkap luas di daerah Kolbano, Timor Barat.
Penelitian terkini mengenai radiolaria di Indonesia berlangsung sejak
tahun 1990-an. Hasil penelitian pada umumnya melaporkan penemuan
radiolaria, penentuan umur geologi dan memberi penafsiran tentang sejarah,
tektonik dan aspek paleogeografi (Wakita et al., 1994a, 1994b, 1996; Sashida
et al., 1999a, 1999b; dan Munasri, 1998). Dari hasil penelitian yang telah
dilakukan itu, dapat dipastikan masih banyak wilayah lain di Indonesia yang
ditempati batuan pembawa radiolaria.

1.2 Tujuan
1. Apa yang dimaksud dengan fosil Radiolaria?
2. Dimanakah potensi keterdapatan fosil Radiolaria di Indonesia?

1.3 Manfaat
1. Pembaca dapat memahami tentang fosil Radiolaria.
2. Pembaca dapat mengetahui tentang persebaran fosil Radiolaria di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

Radiolaria umumnya ditemukan pada batuan sedimen laut dalam seperti


baturijang, batuserpih atau batugamping kalsilutit dan berumur Mesozoikum.
Berdasarkan informasi ini, penelitian radiolaria di masa depan dikhususkan pada
satuan batuan sedimen laut dalam berumur pra-Tersier, walaupun tidak tertutup
kemungkinan ditemukannya radiolaria pada batuan Tersier. Batuan pembawa
radiolaria ini pada umumnya sebagai bagian dari batuan ofiolit dan menjadi
komponen dalam melange. Berikut daerah yang berpotensi memiliki keterdapatan
fosil Radiolaria di Indonesia.

2.1 Simeulue
Situmorang et al., (1987) memeri satuan batuan Formasi melange Baru
sebagai blok-blok berukuran 5-10 cm hingga lebih dari 10 meter berisi
batupasir, napal, meta-greywake, metabasalt, batuan gunungapi; yang
terbungkus di dalam masa dasar lempung atau lanau. Pada masadasar lempung
dan lanau ini diharapkan mengandung radiolaria sebagai alat menentukan umur
melange.

2.2 Nias
Pulau Nias - kira-kira 150 km di lepas pantai barat Pulau Sumatra -
merupakan model klasik komplek akresi. Di Pulau Nias terdapat Komplek Oyo
dan Nias Beds. Komplek Oyo adalah melange tektonik yang dibangun oleh
konglomerat, batupasir, batulanau, gabro, basalt dan baturijang dengan matriks
batulempung bersisik. Baturijang pada satuan Komplek Oyo dan batuserpih
pada Nias Beds ini diharapkan mengandung radiolaria yang dapat dipakai
untuk menentukan umur batuan di Pulau Nias.

2.3 Sumatera
Potensi batuan pembawa radiolaria di Pulau Sumatra berada pada
Cekungan Sumatra Selatan. Cekungan Sumatra Selatan dianggap sebagai
cekungan busur-belakang yang dibatasi oleh pegunungan Barisan di Barat-
Daya dan Paparan Sunda di Timur-Laut. Darman and Sidi (2000) memerikan
contoh terbaik Cekungan Sumatra Selatan yang dijumpai di Pegunungan
Gumai. Endapan praTersier Cekungan Sumatra Selatan dibentuk oleh dua
formasi, Formasi Saling dan Formasi Lingsing. Baturijang pada Formasi
Lingsing disebut mengandung radiolaria.

2.4 Natuna
Berdasarkan pemerian pada peta geologi pulau Natuna oleh Hakim dan
Suryono (1994), perlu diselidiki lebih lanjut keberadaan fosil radiolaria pada
sedimen melange (Formasi Bungur) yang disebut berumur Kapur Awal-
Tengah.

2.5 Kepulauan Banggai-Sula


Batugamping dengan sisipan baturijang diperkirakan terdapat juga pada
Formasi Tanamu di Kepulauan Bangai-Sula. Keberadaan fosil radiolaria pada
Formasi Tanamu sangat berarti dalam mempelajari hubungan tektonik dan
stratigrafi Banggai-Sula dengan Sulawesi bagian timur.

2.6 Kepulauan Talaud


Di Pulau Karakelang, Kepulauan Talaud, Maluku Utara tersingkap
baturijang sebagai komponen batuan melange (Sukamto, 1976). Baturijang
berwarna merah-cokelat ini disebutkan banyak mengandung radiolaria. Bila
radiolaria dapat diekstraksi dari baturijang ini, diharapkan dapat digunakan
untuk menentukan umur, mulajadi dan tektonik yang menyusun melange
Karakelang ini.

2.7 Halmahera
Potensi batuan pembawa radiolaria berada di bagian timur Pulau
Halmahera. Daerah ini dialasi oleh komplek ofiolit dan sedimen laut dalam
berumur Mesozoik (Sukamto et al., 1981). Sedimen laut dalam itu termasuk
baturijang merah mengandung radiolaria, dan batulumpur merah. Di lengan
tenggara Pulau Halmahera, di atas komplek ofiolit ini diendapkan Formasi
Gowonli yang berisi sedimen klastik laut dalam; sedangkan di lengan timur-
laut, komplek ofiolit ditutupi oleh Formasi Gau yang berisi batugamping laut
dalam.

2.8 Buru
Batuan pembawa radiolaria di Pulau Buru dapat ditelusuri di sungai Wai
Kuma dimana Formasi Kuma tersingkap. Formasi ini dibentuk oleh perlapisan
tipis batugamping kalsilutit yang dibeberapa tempat berselingan dengan lapisan
baturijang (Sukamto et al., 1990). Bila radiolaria ini dapat digunakan untuk
menetukan umur Formasi Kuma, maka hubungannya dengan Formasi Mefa
dapat lebih diketahui

2.9 Seram
Menafsirkan Pulau Seram sebagai pencerminan Pulau Timor berdasarkan
susunan tektonostratigrafi. Walaupun demikian, Formasi Sawai di Pulau Seram
yang berumur Kapur seperti umur Formasi Nakfunu di Timor Barat berbeda
dalam kandungan fosil radiolaria. Formasi Nakfunu mengandung fosil
radiolaria yang melimpah (Munasri et al, 1999). Kemungkinan keterdapatan
fosil radiolaria di Pulau Seram perlu ditelusiri pada Formasi Saman-Saman
yang dibangun oleh perselingan napal dengan batugamping kalsilutit dan
sisipan baturijang.

2.10 Papua
Formasi Imskin yang tersingkap di bagian leher burung (bird’s neck)
Papua Tengah disebut sebagai dominan batugamping laut dalam yang
mengandung batulumpur karbonatan, napal, dan baturijang. Rentang umur
Formasi Imskin diduga Paleosen hingga Miosen (Visser and Hermes, 1962
dalam Darman and Sidi, 2000). Formasi Imskin diendapkan di atas
Kembelangan Group. Batuan klastik halus silikaan pada Kembelangan Group
maupun baturijang pada Formasi Imskin diperkirakan mengandung fosil
radiolaria.
Gambar. Peta lokasi batuan pembawa Radiolaria (Darman and Sidi, 2000)
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
1. Radiolaria adalah fosil binatang planktonik laut berukuran rata-rata 20-200
mikron (µm). Rangka tubuhnya yang terbuat dari bahan silika amorf
menjadikan cangkang radiolaria yang telah mati terawetkan menjadi fosil
pada sedimen di dasar laut dalam di bawah CCD (Carbonate
Compensation Depth) dimana bahan karbonat larut.
2. Batuan pembawa fosil radiolaria di Indonesia pada umumnya terdiri dari
baturijang berwarna merah atau merah kecoklatan, batuserpih kalsilutit
dan batulumpur, dengan umur batuan berada pada rentang masa
Mesozoikum. Batuan pembawa fosil radiolaria ini umumnya ditemukan
pada batuan yang membentuk komplek melange pada zona tumbukan
antar lempeng.

3.2 Saran
Dari hasil penelusuran lokasi batuan pembawa radiolaria yang ditemukan
dalam kajian ini, diyakini masih banyak lagi wilayah yang ditempati batuan
serupa di Indonesia. Hasil kajian ini berperan sebagai landasan perencanaan
penelitian berkaitan dengan fosil radiolaria. Penelitian radiolaria di masa depan
diharapkan dapat menemukan solusi permasalahan geologi yang belum
terjawab seperti: umur, posisi stratigrafi dan mulajadi batuan/komplek batuan.
DAFTAR PUSTAKA

Munasri, 2012. Penggunaan Fosil Radiolaria Dalam Sintesa Geologi. Bandung :


Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Subakti, Fitrah, 2016. Makalah Zooplankton Protozoa dan Rotifera. Sumedang :
Program Studi Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Padjajaran
http://geomagz.geologi.esdm.go.id/radiolaria-perunut-batuan-bancuh/

Anda mungkin juga menyukai