Anda di halaman 1dari 35

TUGAS MID SEMESTER

PEREKONOMIAN INDONESIA

DISUSUN OLEH :

AWALUDDIN

1910323028

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU-ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS FAJAR
MAKASSAR
2019
A. Perubahan-perubahan Mendasar Dalam Perekonomian Indonesia

Apabila dilihat dari Gross Domestic Bruto (GDP / PDB), perekonomian


Indonesia selalu mencatat adanya pertumbuhan dan menunjukkan kecenderungan
tingkat pertumbuhan yang semakin tinggi, sebelum terjadinya krisis finansial
global pada paruh kedua tahun 2008. Demikian pula apabila dilihat dari indikator
data – data makro / ekonomi Indonesia yang seringkali menyiratkan
perekonomian Indonesia telah pulih kembali. Indikator penting lainnya yang
dijadikan pertimbangan adalah nilai ekspor yang terus meningkat melebihi impor
sehingga neraca perdagangan Indonesia mendapatkan surplus. Cadangan devisa
internasional yang menopang nilai tukar rupiah dan merupakan jangkar
pembayaran internasional Indonesia jumlahnya terus meningkat. Dengan
demikian, data – data yang dipaparkan oleh pemerintah Indonesia bahwa tiga –
empat tahun belakangan ini Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang
menggembirakan.
Akan tetapi, tidak semua indikator ekonomi menunjukkan hal yang positif.
Dari analisis yang mendetail, terdapat beberapa masalah baru yang terjadi pasca
krisis, yang berkaitan antara satu dengan lainnya dan memiliki potensi untuk
membebani perekonomian Indonesia.

1. Masalah – masalah tersebut, yaitu :


- Kemerosotan ditingkat investasi riil/ langsung
- Perubahan saldo dan komposisi neraca transaksi berjalan
- Kemerosotan daya saing internasional
- Penurunan kualitas pertumbuhan ekonomi

2. Empat perubahan mendasar


a. Penurunan Investasi Riill

Penurunan investasi riil berakibat pada penurunan kegiatan – kegiatan


produksi secara nasional. Jika kegiatan produksi mengalami penurunan,
maka output otomatis akan merosot, sehingga laju pertumbuhan ekonomi
akan tersendat. Penurunan kualitas laju pertumbuhan ekonomi telah lama
terjadi di Indonesia, dan sayangnya tidak banyak orang yang menyadari
resiko dari penurunan kualitas laju pertumbuhan ekonomi tersebut.
Investasi tetap di Indonesia sampai pada tahun 2008 masih terus
berada di bawah tingkatan yang ada pada masa sebelum krisis. Padahal,
investasi tetap ini secara langsung menentukan investasi riil (real
investment) atau investasi langsung (direct investment), yakni investasi
yang secara langsung berkaitan dengan produksi dari investor domestik
maupun asing.
Dari analisis Bank Dunia, keberadaan FDI di berbagai negara memiliki
keterkaitan langsung dengan pertumbuhan ekspor, dan akhirnya
pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan di negara atau kawasan yang
bersangkutan. Menurut ramalan majalah ekonomi The Economist,
Indonesia hanya akan mendapatkan US$ 6,6 miliar per tahun. Taksiran
tersebut tidak terlalu melenceng, karena investasi riil yang diterima
Indonesia dalam kenyataannya lebih rendah karena selain menerima
investasi dari luar negeri, Indonesiat ternyata juga melakukan investasi ke
negara lain, dan nilainya sudah mencapai miliaran dollar. Investasi
langsung ke luar negeri lebih menyerupai portofolio kraena yang diterima
Indonesia hanya laba, sementara penambahan output, fasilitas produksi
termasuk infrastruktur, penciptaan lapangan kerja dan stimulus kegiatan
perekonomian dinikmati oleh negara penerima investasi. Keseluruhan
faktor menjadikan porsi total akumulasi (stok) investasi di Indonesia
sangatlah rendah. Pesatnya pertumbuhan ekonomi China setelah dikaji
juga menunjukkan betapa pentingnya peranan investas, khususnya FDI
dalam memacu ekspor. Sebelumnya, peran ekspor di China dilakukan oleh
BUMN dan perusahaan lokal China, akan tetapi sekarang hampir setengah
lebih dilakukan oleh perusahaan internasional yang beroperasi di China.
Konsumsi dan belanja pemerintah sangat mempengaruhi investasi.
Karena konsumsi dan belanja pemerintah tidak berkaitan langsung dengan
output atau produksi, maka pertumbuhan ekonomi yang dibuahkannya
juga tidak mencerminkan kenaikan kapasitas atay produksi riil dari
ekonomi yang bersangkutan.
Kelebihan dana masyarakat Indonesia mengalir dalam investasi
portofolio dan investasi finansial dalam bentuk pembelian saham, obligasi,
dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Akan tetapi, banyaknya dana yang
tersalurkan tidak membuat bank - bank longgar dalam memberikan kredit
atau pinjaman, sebaliknya, mereka masih selektif dengan alasan situasi
perekonomian nasional yang tidak begitu kondusif bagi peningkatan kredit
secara signifikan. Sektor keuangan Indonesia mencatat
perkembangan yang pesat. Akan tetapi, karena begitu cepat maka lama
kelamaan sektor keuangan mulai meninggalkan sektor riil.
Akibatnya, masyarakat pengusaha domestik (terutama UKM) tetap
sulit mendapatkan sumber dana dalam jumlah yang mencukupi untuk
menunjang berbagai kegiatan produktifnya kendati dana di perbankan
sebenarnya mengalami kelimpahan.
Pada sisi lain, pemerintah menawarkan investasi finansial semakin
menarik dengan suku bunga yang kompetitif dan jaminan keamanan
sehingga secara tidak langsung dana masyarakat mengarah pada investasi
finansial dan mengesampingkan sektor riil. Efeknya lebih lanjut dari
investasi produktif yang tumpul adalah meningkatnya jumlah
pengangguran karena pertumbuhan sektor riil terhambat.

b. Perubahan Saldo dan Komposisi Neraca Transaksi Berjalan


Sebelum masa krisis, negara- negara mengalami defisit neraca berjalan
(current account). Sebaliknya, setelah krisis negara – negara ini
mengalami surplus. Akibatnya, jumlah cadangan internasional semua
negara, termasuk Indonesia meningkat. Ini merupakan perubahan atau
transformasi kedua dalam perekonomian Indonesia pasca krisis, yang juga
mengandung konsekuensi dan memiliki dampak yang luas.
Perubahan tersebut diikuti oleh perubahan dalam perhitungan dan
metode penanggulangan defisit pada tiga neraca utama yang menjadi
penjabaran dari neraca pembayaran, yaitu :
- Neraca anggaran
- Neraca transaksi berjalan
- Neraca modal.
Pada saat pasca krisis, rumus yang digunakan lebih banyak
memperhitungkan sisi pendapatan, dimana defisit pada salah satu neraca
yang lain. Dari tiga macam neraca, yang paling diandalkan untuk menutup
defisit adalah neraca transaksi berjalan yang dengan sendirinya
diprioritaskan untuk mencetak surplus.

Upaya untuk menutup defisit APBN mengalami perbedaan pada tiap –


tiap era, yaitu :
- Era Soekarno cara primitif dengan cara menambah pencetakan ulang,
sehingga terjadi inflasi
- Era Orde Baru àmenambah hutang luar negeri akibarnya akumulasi
utang luar negeri yang luar biasa, sampai US$ 150 miliar
- Era Reformasi, khususnya pemerintahan SBY – JK arus masuk modal
jangka pendek à didukung dengan strategi bertahap pencabutan
subsidi agar tidak membebani anggaran, khususnya subsidi BBM.

Pendekatan surplus neraca transaksi berjalan untuk menutup defisit


APBN memiliki masalah, yaitu :
- Sinyalemen perekonomian bubble dinilai terlalu keras, padahal dalam
kenyataannya pasar modal di Indonesia selama ini memag sangat
didominasi oleh pihak asing.
- Apabila dana – dana asing pindah ke tempat lain, maka bursa pasar
modal Indonesia akan menjadi guncang.
- APBN menjadi semakin rentan terhadap berbagai perkembangan
internasional
- Daya saing ekonomi Indonesia menjadi semakin buruk.

Penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) adalah langkah yang lebih


baik daripada menarik utang luar negeri yang umumnya lebih meningkat.
Dalam menjual SBN, kita tidak dapat menolak pembeli asing.
Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarno
Putri memfokuskan pada usaha penekanan – penekanan defisit anggaran
untuk menghentikan defisit APBN. Oleh karena itu, pemerintahan SBY
menilai kondisi APBN sudah mulai aman dan dapat digunakan untuk
merangsang kegiatan perekonomian.
Realisasi PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) sangat tinggi,
disebabkan oleh realisasi harga dan lifting minyak tanah mentah Indonesia
ketimbang asumsi APBN-P. Bisa jadi alasan pemerintah untuk tidak
menurunkan harga BBM sesuai harga dasar dunia adalah karena
pemerintah di tahun 2008 tidak begitu berhasil menjual obligasi resmi
yang diandalkan sebagai instrumen utama penutup defisit.
Pada masa pemerintahan SBY-JK, pengelolaan utang luar negeri
Indonesia diakui memang lebih baik. Secara keseluruhan, peran utang luar
negeri berkurang karena pemerintah dapat mengandalkan pinjaman dalam
negeri melalui penjualan berbagai macam SBN. Jika dikaitkan dengan
prinsip nasionalisme ekonomi, langkah ini patut dipuji karena Indonesia
kini tidak lagi mengemis – ngemis IMF, Bank Dunia, atau lembaga donor
mana saja setiap kali memerlukan dana baru. Kemandirian dalam soal
utang justru memperbaiki citra Indonesia, yang setiap kali memerlukannya
tidak menghadapi kesulitan yang berarti untuk memintanya dari lembaga –
lembaga donor internasional.

c. Penurunan Daya Saing


Dalam survey rutin yang diadakan oleh International Institute for
Management Development, dari tahun ke tahun Indonesia secara terus –
menerus berada di urutan bawah, dan lebih memprihatinkan lagi, kian
lama kedudukannya terus semakin merosot. Pada tahun 1997-an,
Indonesia masih lebih tinggi minat perekonomiannya daripada negara –
negara ASEAN. Namun, pada periode pasca krisis, kedudukan Indonesia
semakin menurun dan sejak tahun 2003 justru sudah tertinggal dari
Vietnam dan sejak tahun 2005 Indonesia sudah ditinggalkan oleh semua
negara – negara ASEAN
Berdasarkan kualifikasi yang ditetapkan oleh Badan PBB urusan
Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD), Indonesia sebagai tujuan
investasi lagi – lagi masuk dalam kelompok terbawah, yakni kelompok
negara yang kinerja maupun potensi investasinya sama – sama rendah.
Proses globalisasi menjadikan kompetisi di antara perusahaan –
perusahaan internasional juga meningkat. Demi menjaga kelangsungan
usahanya, kini perusahaan lebih mementingkan penghematan biaya tetap
(fixed cost) seperti kemapanan aturan usaha atau aturan perburuhan,
daripada biaya yang berubah – ubah (variable cost), seperti harga bahan
baku dan biaya tenaga kerja.

d. Pertumbuhan Ekonomi yang Tidak Seimbang


Pada masa pasca krisis, Indonesia mengalami laju pertumbuhan
ekonomi yang cukup baik dalam soal besaran angka pertumbuhannya.
Masalahnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia itu sendiri tidak berjalan
sebagai mana seharusnya, karena ternyata sangat tidak seimbang dan
belakangan bahkan kian tidak seimbang. Yang dimaksudkan dengan
pertumbuhan tidak seimbang adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia
yang bertumpu pada perkembangan sektor – sektor jasa yang tidak dapat
diperdagangkan secara internasional dengan leluasa (non-tradable) ;
sedangkan sektor barang yang erat kaitannya dengan produksi dan
perdagangan dalam pengertian konvensional (tradable) mengalami
pertumbuhan yang sangat terbatas, bahkan cenderung melemah.
Indonesia memang bukan satu – satunya negara yang mengalami
pertumbuhan ekonomi timpang, namun ketimpangan di Indonesia lebih
mencolok dibandingkan dengan negara- negara lain. Dalam mengatasi
pertumbuhan ekonomi yang tidak seimbang itu, ternyata bukan dengan
menekan atau menghalangi pertumbuhan sektor non-tradable, melainkan
harus mengupayakan agar sektor tradable dapat bertumbuh dengan baik
dan cepat agar tidak terlalu tertinggal dari sektor non-tradable.
B. Ketimpangan Pendapatan Pengangguran Di Indonesia

Ketimpangan ekonomi di Indonesia meningkat pesat. Pertumbuhan


ekonomi yang ada lebih dinikmati oleh 20 persen penduduk terkaya daripada
masyarakat umum lainnya. Namun, kebijakan untuk mengatasi kesenjangan
ekonomi di bawah Presiden Joko Widodo tampaknya memberikan hasil.
Pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya ketimpangan Pertumbuhan ekonomi
Indonesia saat ini menduduki urutan ketiga tercepat di antara negara-negara
anggota G-20. Statistik terbaru menunjukkan bahwa sejak 2000 hingga 2017,
Produk Domestik Bruto Indonesia (PDB) per kapita meningkat rata-rata 4 persen
setiap tahun, setelah China dan India, yang masing-masing tumbuh 9 persen dan
5,5 persen per tahun. Namun, pertumbuhan ekonomi Indonesia memicu tingginya
ketimpangan antarpenduduk. Hal ini tecermin dalam Indeks Gini, yakni indeks
untuk mengukur ketimpangan dalam sebuah negara dari 0 (kesetaraan sempurna)
sampai 100 (ketidaksetaraan sempurna). Data dari Bank Dunia mengungkapkan
Indeks Gini Indonesia meningkat dari 30,0 pada dekade 1990-an menjadi 39,0
pada 2017. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ketimpangan di
Indonesia mulai meningkat pada awal 1990-an. Krisis moneter 1998 sempat
menurunkan ketimpangan di Indonesia karena krisis tersebut berdampak
signifikan terhadap kalangan orang kaya pada saat itu. Namun, kesenjangan antara
si kaya dan si miskin kembali meningkat cepat pada masa pemerintahan Megawati
Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Bahaya ketimpangan telah mengancam di depan mata, memerlukan upaya
dan kebijakan nyata untuk menanggulanginya. Secara konseptual, pengurangan
ketimpangan dapat dilakukan melalui tiga cara:
1. Melakukan distribusi kekayaan dari kelompok atas ke kelompok bawah.
2. Mendorong perkembangan kelas menengah (kelompok 40%-80%) karena
indeks Gini sangat sensitif terhadap perubahan di kelas menengah.
3. Pertumbuhan inklusif dengan kelompok masyarakat bawah harus tumbuh
lebih cepat jika dibandingkan dengan kelompok masyarakat atas.
Upaya dalam Mengatasi Ketimpangan Di Indonesia Yaitu :
Upaya mengatasi ketimpangan Pemerintah berusaha mengatasi masalah
ketimpangan melalui berbagai kebijakan. Pemerintahan SBY fokus pada
pengentasan kemiskinan secara progresif. Selama SBY menjadi Presiden RI,
anggaran kemiskinan mencapai 7 persen pada 2014, meningkat dari 5,7 persen
pada 2011. Dalam menanggulangi ketimpangan, program-program SBY berupaya
memberdayakan masyarakat melalui bantuan pendidikan, kesehatan, dan kredit
mikro. Pemerintahan
Jokowi memutuskan untuk melanjutkan program SBY. Dari tahun 2015 hingga
2018, anggaran negara untuk program pengentasan kemiskinan meningkat dari 9
persen menjadi 12,8 persen. Berbeda dengan pendekatan SBY, Jokowi tidak
hanya memprioritaskan pembangunan rakyat, tetapi juga infrastruktur dalam
mengatasi ketimpangan. Menurut saya, inilah alasan mengapa strategi Jokowi
lebih efektif daripada SBY dalam menangani ketimpangan. Pembangunan
infrastruktur bertujuan meningkatkan konektivitas serta mengurangi biaya logistik
antar daerah. Pemerintahan Jokowi menaruh perhatian ekstra pada 30 proyek
prioritas, termasuk proyek Palapa Ring, jalur kereta api Trans Sulawesi, dan jalan
Trans Papua. Untuk memperkecil kesenjangan pendidikan, Jokowi
memperkenalkan Program Indonesia Pintar pada 2014. Program ini memberikan
bantuan uang tunai kepada siswa-siswi keluarga kurang mampu usia 6-21 tahun
dengan tujuan mereka akan menyelesaikan sekolah atau melanjutkan pendidikan
minimal 12 tahun. Hingga Oktober 2017, lebih dari 17,9 juta kartu telah
didistribusikan dari target 19,7 juta. Jokowi juga merombak sistem pendidikan
kejuruan. Ia melibatkan pelaku industri untuk berkontribusi dalam pengembangan
kurikulum sekolah kejuruan dan teknis. Di bawah kemitraan itu, perusahaan
swasta akan menawarkan pelatihan dan peluang magang bagi para siswa dan guru.
Perombakan ini bertujuan meningkatkan keahlian para siswa kejuruan dan
semakin memperkuat ketrampilan tenaga kerja Indonesia.

a. Pengangguran
Kalau kita melihat pengangguran di perkotaan dan pedesaan di Indonesia,
maka kita dapat melihat bahwa pengangguran - secara signifikan - lebih tinggi di
daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan. Yang tidak kalah
menariknya yaitu kesenjangan antara pengangguran perkotaan dan pedesaan
melebar selama empat tahun terakhir karena pengangguran pedesaan telah
menurun lebih cepat daripada pengangguran di perkotaan. Penjelasan untuk tren
ini adalah bahwa banyak orang pedesaan pindah ke daerah perkotaan dalam
rangka mencari peluang kerja.
Indonesia sedang mengalami proses urbanisasi yang cepat. Saat ini lebih
dari setengah jumlah penduduk Indonesia tinggal di daerah perkotaan. Di satu
sisi, ini adalah perkembangan positif karena urbanisasi dan industrialisasi
diperlukan untuk tumbuh menjadi negara yang berpenghasilan menengah
(middle income country). Di sisi lain, proses ini perlu disertai dengan penciptaan
lapangan kerja yang memadai di kota-kota. Oleh karena itu, investasi (baik
domestik maupun asing) perlu meningkat di daerah perkotaan yang sudah ada
atau daerah urban yang baru. Dengan demikian, pemerintah Indonesia harus
membuat iklim investasi lebih menarik sehingga menghasilkan lebih banyak
investasi.
Isu-isu penting (yang merupakan tanggung jawab pemerintah) adalah
penguatan sumber daya manusia Indonesia (sumber daya manusia mengacu pada
pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan seorang karyawan). Kualitas
sumber daya manusia lokal dapat ditingkatkan melalui peningkatan kualitas
pendidikan dan layanan kesehatan. Saat ini banyak perusahaan mengeluh bahwa
sumber daya manusia Indonesia terlalu lemah. Ini berarti bahwa investor lebih
suka berinvestasi di negara lain (di mana kualitas pekerja lebih tinggi), sehingga
menyebabkan hilangnya peluang dalam hal penciptaan lapangan kerja di
Indonesia.
Sementara itu, relatif sedikit perempuan yang bekerja di Indonesia (di
sektor formal). Hanya sekitar separuh dari perempuan Indonesia yang di usia
kerja yang jadi bekerja dalam pekerjaan formal. Namun, angka ini sebenarnya
sedikit lebih tinggi dari tingkat (rata-rata) partisipasi angkatan kerja perempuan
dunia sebesar 49 persen pada tahun 2017 (data dari Bank Dunia). Namun,
dibandingkan dengan pria Indonesia, tingkat partisipasi tenaga kerja wanita
rendah. Sekitar 83 persen pria Indonesia (di usia kerja) bekerja di sektor formal.
Salah satu karakteristik Indonesia adalah bahwa angka pengangguran
cukup tinggi yang dihadapi oleh tenaga kerja muda usia 15 sampai 24 tahun,
jauh lebih tinggi dari angka rata-rata pengangguran secara nasional. Mahasiswa
yang baru lulus dari universitas dan siswa sekolah kejuruan dan menengah
mengalami kesulitan menemukan pekerjaan di pasar kerja nasional. Hampir
setengah dari jumlah total tenaga kerja di Indonesia hanya memiliki ijazah
sekolah dasar saja. Semakin tinggi pendidikannya semakin rendah partisipasinya
dalam kekuatan tenaga kerja Indonesia. Meskipun demikian dalam beberapa
tahun terakhir terlihat adanya perubahan tren: pangsa pemegang ijazah
pendidikan tinggi semakin besar, dan pangsa pemegang ijazah pendidikan dasar
semakin berkurang.
pengangguran dapat dibedakan menjadi dua, yakni berdasarkan penyebab
pengangguran dan berdasarkan cirinya.
Pengangguran berdasarkan penyebabnya (Sukirno, 1994) :
1) Pengangguran Normal
Pengangguran Normal atau pengangguran friksional adalah pengangguran
yang terjadi sebanyak dua atau tiga persen. Para penganggur ini tidak
bekerja bukan karena tidak memperoleh pekerjaan, tetapi sedang mencari
pekerjaan lain yang lebih baik.
2) Pengangguran Siklikal
Pengangguran Siklikal adalah pengangguran yang terjadi karena tidak
stabilnya perekonomian. Adakalanya permintaan agregat lebih tinggi dan
hal ini mendorong pengusaha untuk menaikkan produksi. Sehingga banyak
pekerja yang dipergunakan dalam proses produksi. Akan tetapiadakalanya
permintaan agregat menurun, dengan adanya kemerosotan permintaan
agregat ini mengakibatkan banyak perusahaan mengurangi pekerjanya
sehingga pengangguran akan bertambah.
3) Pengangguran Struktural
Pengangguran Strukural adalah pengangguran yang terjadi karena
perubahan struktur kegiatan ekonomi. Tidak semua industri dan perusahaan
dalam perekonomian akan terus berkembang maju, sebagiannya akan
mengalami kemunduran. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
terwujudnya barang baru yang lebih baik, kemajuan teknologi, biaya
pengeluaran yang sangat tinggi, dan ekspor barang produksi yang menurun
dikarenakan adanya persaingan antar negara-negara lain.
4) Pengangguran Teknologi
Pengangguran Teknologi adalah pengangguran yang ditimbulkan oleh
adanya penggantian tenaga manusia oleh mesin-mesin dan bahan kimia.
Seperti halnya ditenukannya inovasi pada sektor pertanian dan sektor
industri.
Pengangguran berdasarkan cirinya (Sukirno, 1994) :
1) Pengangguran Terbuka
Pengangguran Terbuka adalah peganguran yang terjadi karena pertambhan
lowongan pekerjaan yang lebih rendah dari pertambahan tenaga kerja. Hal
ini menyebabkan dalam perkonomian akan semakin banyak jumlah tenaga
kerja yang tidak dapat memperoleh pekerjaan. Jadi mereka menganggur
secara nyata dan separuh waktu sehingga dikatakan pengangguran terbuka.
2) Pengangguran Tersembunyi
Pengangguran Tersembunyi adalah pengangguran yang terjadi di sektor
pertanian atau jasa. Setiap keadaan ekonomi memerlukan tenaga kerja dan
jumlah tenaga kerjatergantung pada banyak faktor. Faktor yang perlu
dipertimbangkan adalah besar kecilnya perusahaan, jenis kegiatan
perusahaan, mesin yang digunakan, dan tingkat produksi yang dicapai.
3) Pengangguran Musiman
Penganguran musimanadalah pengangguran yang disebabkan oleh musim
hujan atau kemarau. Pengangguran ini banyak terdapat pada sektor
pertanian dan sektor perikanan.
4) Setengah Menganggur
Setengah Menganggur adalah pengangguran yang terjadi pada kondisi
migrasi dari desa ke kota di negara-negara yangsangat pesat. Sehingga
menyebabkanakan terjadi persaingan yang terjadi dalam mencari pekerjaan
dan tidak akan mudah untuk memperoleh pekerjaan. Sebagian terpaksa
mengangggur menjadi penganggur separuh waktu. Disamping itu ada juga
yang bekerja sepenuh waktu dan jam kerja mereka jauh lebih rendah dari
jam kerja normal.

Masalah ataupun penyebab pengangguran di Indonesia antara lain :


1) Ketidakseimbangan antara pekerjaan dan jumlah tenaga kerja
2) Kemajuan Teknologi
3) Keterampilan pemohon tidak memenuhi kriteria
4) Kurangnya pendidikan dan Keterampilan
5) Kemiskinan
6) PHK
7) Tempat tinggal jauh dari banyak lowongan pekerjaan
8) Pasar Global
9) Kesulitan Untuk bertemu pencari kerja dari lowogan
10) Terlalu tinggi harapan untuk calon pekerja
C. Kemiskinan Dan Permasalahan SDM Di Indonesia
1. Kemiskinan di Indonesia
Kemiskinan di Indonesia merupakan masalah yang besar
meskipun dalam beberapa tahun terakhir angka resmi menunjukkan
tren yang menurun sedikit demi sedikit. Dikarenakan daerah
pedesaan yang padat di Jawa, Bali, Lombok, dan sebagian Sumatra,
kemiskinan dapat diklasifikasikan ke dalam kemiskinan pedesaan
dan perkotaan. Kemiskinan perkotaan lazim tidak hanya di
Jabodetabek, tetapi juga di Medan dan Surabaya
Sebagai kepulauan yang luas, karakteristik dan implikasi
kemiskinan sangat bervariasi dari pulau ke pulau dan budaya ke
budaya. Papua memiliki masalah kemiskinan yang serius tersendiri
karena isolasi ekonomi, budaya, bahasa dan fisik
yangmembedakannya dari wilayah lain di Indonesia
Pada bulan Februari 1999, sebanyak 47,97 juta jiwa tergolong
miskin, mewakili 23,43% populasi nasional.Namun, jumlah ini harus
memperhitungkan pelemahan rupiah pada krisis finansial Asia. Pada
bulan Juli 2005, jumlah tersebut berkurang menjadi 35,10 juta,
mewakili 15,97% dari populasi keseluruhan. Jumlah terbaru pada
bulan Maret 2007, menunjukkan bahwa 37,17 juta jiwa berada di
bawah garis kemiskinan mewakili 16,58% dari populasi keseluruhan.
Berdasarkan laporan dari Bank Pembangunan Asia (ADB),
penduduk nasional Indonesia pada tahun 2015 berjumlah 255,46 juta
jiwa, 11,2% di antaranya hidup di bawah garis kemiskinan nasional.
Garis kemiskinan nasional Indonesia ditetapkan pada rata-rata
pengeluaran Rp302.735 per kapita per bulan -sekitar Rp10.000 per
hari.Ada juga perbedaan pada awal 2014, di mana 13,8% dari
penduduk pedesaan tergolong miskin sementara penduduk perkotaan
terdiri dari 8,2%. Ini berasal dari pekerjaan produktivitas rendah
yang tersedia di negarasektor pertanian dan jasa low-end
2. Kebijakan dalam Pengentasan Kemiskinan
Pada prinsipnya penanggulangan kemiskinan adalah sebuah upaya dalam
mengatasi persoalan kemiskinan. Di Indonesia sudah dilakukan berbagai
macam penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah maupun
bantuan donor. Program pemerintah tersebut setidaknya meliputi IDT (Inpres
Desa Tertinggal), Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
(P2KP), Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Pemberdayaan Daerah
dalam Mengatasi DampakKrisis Ekonomi (PDMDKE).
Pengalaman di negara-negara Asia menunjukkan bahwa model mobilisasi
perekonomian pedesaan untuk memerangi kemiskinan, yaitu: Pertama,
mendasarkan pada mobilitas tenaga kerja agar terjadi pembentukan modal di
pedesaan. Tenaga kerja yang masih belum didayagunakan pada rumah tangga
petani kecil dan gurem merupakan sumberdaya yang tersembunyi dan potensi
tabungan.
Alternatif cara untuk memobilisasi tenaga kerja dan tabungan pedesaaan
diantaranya adalah: Pertama, menggunakan pajak langsung atas tanah, seperti
yang dilakukan di Jepang. Kedua, dilakukan dengan menyusun kerangka
kelembagaan di pedesaan yang memungkinkan tenaga kerja yang belum
didayagunakan untuk pemupukan modal tanpa perlu menambah upah. Ini
persis yang dilakukan Cina yang menerapkan sistem kerjasama kelompok dan
brigades ditingkat daerah yang paling rendah (communes). Dengan metode
ini ternyata memungkinkan adanya kenaikan yang substansial dalam itensitas
tenaga kerja dan produktivitas tenaga kerja.
Model kedua, menitik beratkan pada tranfer daya dari pertanian ke industri
melalui mekanisme pasar. Ide bahwa penawaran tenaga kerja yang tidak
terbatas dari rumah tangga petani kecil dapat meningkatkan tabungan dan
formasi modal lewat proses pasar. Model ketiga, menyoroti pesatnya
pertumbuhan dalam sektor pertanian yang dibuka dengan kemajuan teknologi
dan kemungkinan sektor yang memimpin, Model ini dikenal dengan nama
Model Pertumbuhan Berbasis Teknologi, atau Rural-Led Development.
Model keempat, menyoroti dimensi spasial dalam menanggulangi
kemiskinan. Kemiskinan bisa diatasi dengan cara kemudahan dalam
mengakses dua bidang, yaitu: 1) bidang ekonomi dan 2) bidang sosial
(Murdiansyah, 2014).
3. Kondisi Sumber Daya Manusia
Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu faktor kunci dalam
reformasi ekonomi, yakni bagaimana menciptakan SDM yang berkualitas dan
memiliki keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam persaingan global
yang selama ini kita abaikan. Dalam kaitan tersebut setidaknya kita harus
tahu kondisi sumber daya manusia indonesia sekarang ini dan permasalahan
apa yang dialami indonesia mengenai SDM-nya. Kurang lebih permasalahan
SDM indonesia adalah:
a) Adanya ketimpangan antara jumlah kesempatan kerja dan angkatan kerja.
Jumlah angkatan kerja nasional pada krisis ekonomi tahun pertama (1998)
sekitar 92,73 juta orang, sementara jumlah kesempatan kerja yang ada
hanya sekitar 87,67 juta orang dan ada sekitar 5,06 juta orang penganggur
terbuka (open unemployment). Angka ini meningkat terus selama krisis
ekonomi yang kini berjumlah sekitar 8 juta.
b) .Tingkat pendidikan angkatan kerja yang ada masih relatif rendah. Struktur
pendidikan angkatan kerja Indonesia masih didominasi pendidikan dasar
yaitu sekitar 63,2 %. masalah tersebut menunjukkan bahwa ada
kelangkaan kesempatan kerja dan rendahnya kualitas angkatan kerja secara
nasional di berbagai sektor ekonomi.
c) Lesunya dunia usaha akibatkrisis ekonomi yang berkepanjangan sampai
saat ini mengakibatkan rendahnya kesempatan kerja terutama bagi lulusan
perguruan tinggi. Sementara di sisi lain jumlah angkatan kerja lulusan
perguruan tinggi terus meningkat. Sampai dengan tahun 2000 ada
sekitar2,3 juta angkatan kerja lulusan perguruan tinggi. Kesempatan kerja
yang terbatas bagi lulusan perguruan tinggi ini menimbulkan dampak
semakin banyak angka pengangguran sarjana di Indonesia. Menurut
catatan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Depdiknas
angka pengangguran sarjana di Indonesia lebih dari 300.000 orang.
d) Lemahnya perguruan tinggi dalm menciptakan SDM yang handal
profesional dan punya daya saing tinggi. Ini ditandai dengan Fenomena
meningkatnya angka pengangguran sarjana. Hal tersebut merupakan kritik
bagi perguruan tinggi, karena ketidakmampuannya dalam menciptakan
iklim pendidikan yang mendukung kemampuan wirausaha mahasiswa.
e) Belum adanya kesadaran bagi pemerintah bangsa Indonesia untuk
memperbaik SDM Indonesia. Dilihat dari rendahnya alokasi APBN untuk
sektor pendidikan tidak lebih dari 12% pada pemerintahan di era
reformasi. Keadaan ini menunjukkan bahwa belum ada perhatian serius
dari pemerintah pusat terhadap perbaikan kualitas SDM. Padahal sudah
saatnya pemerintah baik tingkat pusat maupun daerah secara serius
membangun SDM yang berkualitas. Sekarang bukan saatnya lagi
Indonesia membangun perekonomian dengan kekuatan asing. Tapi sudah
seharusnya bangsa Indonesia secara benar dan tepat memanfaatkan potensi
sumberdaya daya yang dimiliki (resources base) dengan kemampuan SDM
yang tinggi sebagai kekuatan dalam membangun perekonomian nasional.
Masalah SDM inilah yang menyebabkan proses pembangunan yang
berjalan selama ini kurang didukung oleh produktivitas tenaga kerja yang
memadai. Itu sebabnya keberhasilan pembangunan yang selama 32 tahun
dibanggakan dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 7%, hanya berasal dari
pemanfaatan sumberdaya alam intensif (hutan, dan hasil tambang), arus
modal asing berupa pinjaman dan investasi langsung. Dengan demikian,
bukan berasal dari kemampuan manajerial dan produktivitas SDM yang
tinggi. Keterpurukan ekonomi nasional yang berkepanjangan hingga kini
merupakan bukti kegagalan pembangunan akibat dari rendahnya kualitas
SDM dalam menghadapi persaingan ekonomi global.
4. Upaya Indonesia Untuk Mencapai Sumber Daya Manusia Yang Bersaing
Secara Global
Produktivitas kerja karyawan berbanding lurus dengan tingginya daya
saing organisasi secara keseluruhan dalam menghadapi persaingan bisnis,
karena semua itu berkaitan erat dengan tingkat kepuasan karyawan terhadap
organisasi perusahaan. Karyawan yang terlibat adalah karyawan yang
kompeten dan mampu memberikan komitmen tinggi kepada perusahaan dan
puas dengan apa yang telah diberikan perusahaan kepada
mereka.Keterlibatan karyawan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor,
seperti: perilaku atasan, kompensasi karyawan dan kebijakan terkait
karyawan. Perusahaan yang unggul adalah perusahaan yang kompetitif dan
selalu adaptif terhadap perubahan. Harus dipahami bahwa ditengah
lingkungan bisnis yang terus berubah ini, hanya perusahaan yang adaptif
terhadap perubahan yang dapat bertahan hidup di era global ini. Biasanya
perusahaan memerlukan transformasi bisnis dan transformasi sumber daya
manusia dan transformasi akan bekerja dengan baik ketika perusahaan
memiliki budaya organisasi yang kuat. Saat ini dan di masa depan, perlu ada
sistem untuk melakukan seleksi terhadap karyawan yang tepat untuk
kemudian dikembangkan agar sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja dan
tuntutan organisasi. Pengembangan biasanya dilakukan melalui kegiatan
pelatihan dan pemahaman budaya perusahaan untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan karyawan, termasuk pemahaman keseluruhan
tentang lingkunganorganisasi.
Fluktuasi harga komoditas dalam beberapa tahun terakhir memiliki
pengaruh besar pada jumlah orang miskin, khususnya di beberapa daerah
yang bergantung pada komoditas. Pemerintah berkomitmen untuk tetap
fokus pada program kerja yang bertujuan mengurangi kemiskinan,
pengangguran dan ketimpangan pendapatan. Masalah kemiskinan di
Indonesia, bagaimanapun tidak akan berhasil jika tidak ditangani secara
multi dimensi. Selanjutnya ada beberapa indikator yang menyebabkan
permasalahan rendahnya kualitas sumber daya manusia, yaitu rendahnya
pencapaian pendidikan formal dan rendahnya kompetensi dasar siswa. Akses
kependidikan, kualitas dan kesenjangan pendidikan masih jauh dari harapan
dan tertinggal dari negara lain, peningkatan kualitas belajar mengajar belum
mengarahpada peningkatan pola pikir. Demikian pula, sesuatu yang berbeda
akan dianggap "salah" jika tidak mengacu pada prosedur operasional standar.
Tujuan yang sama dalam bekerja ternyata memudahkan karyawan untuk
berkolaborasi tanpa paksaan, mengingat loyalitas karyawan akan
membuahkan hasil yang signifikan. Harus dipahami bahwa inovasi tidak
berarti harus menemukan produk yang super unik, tetapi dapat dilakukan
dengan memiliki aliansi strategis, bersinergi dan berkolaborasi dengan mitra
bisnis melalui koordinasi yang kuat. Para pemimpin perusahaan memiliki
tantangan besar untuk mendorong individu-individu yang berbeda dalam
organisasi untuk mewujudkan visi dan misi mereka di tengah dinamika
perubahan, termasuk mampu membawa aura positif bagi semua karyawan di
perusahaan. Memotivasi dan melibatkan tim kerja tampaknya mudah
dibicarakan, tetapi pada kenyataannya di lapangan menunjukkan bahwa hal
itu tidak mudah dilakukan. Keterlibatan karyawan sangat dipengaruhi oleh
banyak faktor termasuk lingkungan kerja, kebijakan perusahaan, kompensasi
karyawan, perilaku atasan dan rekan kerjadan serta bentuk-bentuk lain yang
dapat memberikan kejutan bagi karyawan, seperti selama pernikahan,
kelahiran, sakit, dll.
D. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI KOTA PALEMBANG
a) Pembangunan Manusai

Mengutip isi Human Development Report (HDR) pertama tahun


1990, pembangunan manusia adalah suatu proses untuk
memperbanyak pilihan-pilihan yang dimiliki oleh manusia. Diantara
banyak pilihan tersebut, pilihan yang terpenting adalah untuk
berumur panjang dan sehat, untuk berilmu pengetahuan, dan untuk
mempunyai akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan agar dapat
hidup secara layak.
b) Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur capaian


pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas
hidup. Sebagai ukuran kualitas hidup, IPM dibangun melalui
pendekatan tiga dimensi dasar. Dimensi tersebut mencakup umur
panjang dan sehat; pengetahuan, dan kehidupan yang layak. Ketiga
dimensi tersebut memiliki pengertian sangat luas karena terkait
banyak faktor. Untuk mengukur dimensi kesehatan, digunakan angka
harapan hidup waktu lahir. Selanjutnya untuk mengukur dimensi
pengetahuan digunakan gabungan indikator angka melek huruf dan
rata-rata lama sekolah. Adapun untuk mengukur dimensi hidup layak
digunakan indikator kemampuan daya beli masyarakat terhadap
sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya
pengeluaran per kapita sebagai pendekatan pendapatan yang
mewakili capaian pembangunan untuk hidup layak.
Indeks Pembangunan Manusia Di Kota Palembang
T I A E M P
a P H Y Y e
h M H S S n
u g
n e
l
u
a
r
a
n
2 7 6 1 9 1
0 3 9 2 . 2
1 . . . 6 2
0 3 7 6 4 9
3 6 9 5
.
0
1
2 7 6 1 9 1
0 4 9 2 . 2
1 . . . 8 6
1 0 7 9 2 5
8 8 3 4
.
4
5
2 7 6 1 1 1
0 4 9 3 0 2
1 . . . 9
2 7 7 1 6
4 9 4 2
.
2
9
2 7 6 1 1 1
0 5 9 3 0 3
1 . . . . 3
3 4 8 3 1 9
9 4 9 2
.
8
8
2 7 6 1 1 1
0 6 9 3 0 3
1 . . . . 6
4 0 8 6 2 2
2 7 3 3
.
9
5
2 7 7 1 1 1
0 6 0 3 0 3
1 . . . 7
5 2 7 2 8
9 5 4
.
8
5
2 7 7 1 1 1
0 6 0 3 0 3
1 . . . . 9
6 5 0 7 3 8
9 5 1 5 1
2 7 7 1 1 1
0 7 0 4 0 4
1 . . . . 2
7 2 1 1 3 7
2 1 6 7
2 7 7 1 1 1
0 7 0 4 0 4
1 . . . . 6
8 8 3 3 3 9
9 2 9 7 7

c) Indeks pembangunan manusia (IPM)

Sebelum penghitungan IPM, setiap komponen IPM harus dihitung


indeksnya. Formula yang digunakan dalam penghitungan indeks
komponen IPM
Batas Maksimum dan Minimum Penyusunan Indeks Manusia
Kota Palembang
N K M M K
o o a i e
m k n t
p s i e
o i m r
n m u a
e u m n
n m g
a
I n
P
M
1 A 8 2 S
n 5 5 t
g a
k n
a d
a
H r
a
r U
a N
p D
a P
n

H
i
d
u
p

(
T
a
h
u
n
)
2 A 1 0 S
n 0 t
g 0 a
k n
a d
a
M r
e
l U
e N
k D
P
H
u
r
u
f

(
P
e
r
s
e
n
)
3 R 1 0
a 5
t
a
-
r
a
t
a

L
a
m
a

S
e
k
o
l
a
h

(
T
a
h
u
n
)
4 D 7 3 P
a 3 0 e
y 2 0 n
a . . g
7 0 e
B 2 0 l
e 0 0 u
l a
i r
a
( n
R
u P
p e
i r
a k
h a
p
P i
P t
P a
)
R
i
i
l

D
i
s
e
s
u
a
i
k
a
n

d) Komponen Indeks Pembangunan Manusia

 Angka Harapan Hidup


Angka Harapan Hidup (AHH) pada waktu lahir merupakan rata-
rata perkiraan banyak tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang
selama hidup.
 Angka Melek Huruf

Angka melek huruf adalah persentase penduduk usia 15 tahun


keatas yang dapat membaca dan menulis huruf latin dan atau
huruf lainnya.
 Rata-Rata Lama Sekolah

Rata-rata lama sekolah menggambarkan jumlah tahun yang


digunakan oleh penduduk usia 15 tahun keatas dalam menjalani
pendidikan formal.
 Pengeluaran Riil per Kapita yang disesuaikan

UNDP mengukur standar hidup layak menggunakan Produk


Domestik Bruto (PDB) riil yang disesuaikan, sedangkan BPS
dalam menghitung standar hidup layak menggunakan rata-rata
pengeluaran per kapita riil yang disesuaikan dengan formula
Atkinson.

Komoditi Kebutuhan Pokok Sebagai Dasar Penghitungan


Daya Beli (PPP)
K U K U
o n o n
m i m i
o t o t
d d
i i
t t
i i
1
.
 
  1
  5
B .
e
r K P K
a g e g
s p
a
L y
o a
k
a
l
2 K 1 B
. g 6 u
  . t
  i
  K r
T e
e l
p a
u p
n a
g

t
e
r
i
g
u
3
.
 
1
 
7
 
.
S O
K
i n
g G
n s
u
g
l
k
a
o
n
g
4 K 1 O
. g 8 n
  . s
 
  K
T o
u p
n i
a
/
C
a
k
a
l
a
n
g
5 1
. 9
  .
  O O
  n G n
T s a s
e r
r a
i m
6
.
 
  2
  0
D .
a
O
g K M
n
i g e
s
n r
g i
c
s a
a
p
i
7 K 2 8
. g 1 0
  .
M
i
 
e
  G
A r
i
y a
n
a m
s
m
t
a
n
2
2
.
8
1
. R
0
  o
B
  k
u b
  o
t a
T k
i t
e
r a
l K
n
u r
g
r e
t
e
k
9 3 2 K
. 9 3 w
  7 . h
 
 
S
u
s
u

L
k
i
e G
s
n r
t
t a
r
a m
i
l
k

m
a
n
i
s
2
4
1 .
0
. A
i
K M
B r
g 3
a
y m
a i
m n
u
m
1
1
.

K 2
a 5
c .
L
a
i
n K B
t
g g e
e
n
r
p s
a i
n n
j
a
n
g
1 K 2 L
2 g 6 i
. . t
e
K M r
a i
c n
a y
n a
g k

t t
a a
n n
a a
h h
2
7
.
1
3
S
.
e U
K w n
T
g a i
e
t
m
r
p
u
e
m
a
h
1    
4
.

K
J
g
e
r
u
k

Penghitungan indeks daya beli dilakukan berdasarkan 27


komoditas kebutuhan pokok seperti terlihat dalam Tabel 1. Batas
maksimum daya beli adalah sebesar Rp 732.720,- . Sementara itu
sampat tahun 1996 batas minimumnya adalah Rp 300.000,- ,
sedangkan sejak tahun 1999, batas minimum penghitungan PPP
diubah dan disepakati menjadi Rp 360.000 sebagai penyesuaian
adanya krisis ekonomi di Indonesia

Anda mungkin juga menyukai