Anda di halaman 1dari 22

Makalah OTONOMI DAERAH DENGAN

LAYANAN PUBLIK SERTA DEMOKRASI


Posted on November 15, 2015
 
 
 
 
 
 
3 Votes

Makalah
Pendidikan Kewarganegaraan
OTONOMI DAERAH DENGAN LAYANAN PUBLIK SERTA DEMOKRASI

Disusun Oleh :
NAMA : RIZQIYYAH
PRODI : Akuntansi
NIM : 024521322
UPBJJ HONG KONG
2015
Kata Pengantar

Puji Syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat membuat dan menyelesaikan tugas ini dalam keadaan sehat
wal-afiat. Semoga limpahan ini rahmat dan karunia-Nya selalu dilimpahkan kepada
kita, Amin. Tak lupa shalawat serta salam senantiasa kita curahkan kepada
junjungan nabi kita Nabi Besar Muhammad SAW, Keluarga beserta para
sahabatnya yang dengan gigih untuk menyebarkan agama Islam ke penjuru dunia.
Tugas ini disusun untuk diajukan sebagai tugas 3 mata kuliah Pendidikan
Kewargenagaraan dengan tema yaitu “Otonomi Daaerah dan Layanan Publik Serta
Demokrasi”. Harapan saya, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi saya sendiri
khususnya dan mendapat nilai yang terbaik sesuai kemampuan saya.
Demikianlah makalah ini saya buat, saya sadar bahwa makalah ini masih sangat
jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun
sangat saya harapkan. Atas Perhatian Dosen Tuton Pendidikan Kewarganegaraan,
saya ucapkan terima kasih.

Hong Kong, Oktober 2015

DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR……………………………………………………………………….
.1
DAFTAR
ISI……………………………………………………………………………………
…….2
Bab I Pendahuluan
A. Latarbelakang……………………………………………………………………
3
B. Permasalahan………………………………………………………………….3
C. Tujuan Penulisan…………………………………………………………..4
D. Manfaat/Signifikansi Penulisan
Bab II Pembahasan
1. Hakikat otonomi daerah………………………………………………4
2. Sejarah otonomi daerah……………………………………………5
3. Otonomi daerah dan pembangunan daerah………………………..7
4. Keseimbangan terhadap otonomi daerah…………………………9
5. Pengertian pelayanan public………………………………………..10
6. Pengertian demokrasi………………………………………………11

Bab III Analisis Kasus


1. Penetapan standar pelayanan ……………………………….14
2. Pengembangan standar operating procedures (BOP)……..14
3. Pengembangan survey kepuasan pelanggan……………..15
4. Pengembangan sistem pengelolaan pengaduan………..16
5. Desentralisasi………………………………………………17

Bab IV Simpulan dan Rekomendasi


A. Simpulan,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,17
B. Saran,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,18
Bab V Daftar Pustaka
Daftar Pustaka……………………………………………………19

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Negara Kesatuan Republik Indosesia yang terhimpun dari bermacam – macam
suku dan budaya dalam berbagai daerah dari Sabang hingga Merauke yang
memliki banyak perbedaan atas potensi Sumber Daya Alam dan Sumber Daya
Manusia yang timbul karena perbedaan letak geografis suatu daerah atau latar
belakang sejarah daerah tertentu, tentunya berbagai daerah tersebut membutuhkan
penerapan kebijakan daerah yang berbeda pula. Dalam hal ini bangsa Indonesia
kini telah berhasil membentuk kebijakan Otonomi Daerah yang memberikan
kewenangan yang luas kepada pemerintah daerah untuk mengatur daerahnya
sendiri yang sesuai dengan karakter Sumber Daya Alam dan Sumber Daya
Manusia di daerahnya sendiri.
Kebijakan otonomi daerah yang memberikan kewenangan terhadap pemerintah
daerah tetap harus berpedoman pada undang – undang yang berlaku secara
nasional di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tidak ada pertentangan antara
kebijakan hukum secara nasional dengan kebijakan hukum di daerah. Adanya
perbedaan diantaranya sangat dimungkinkan terjadi selama perbedaan tersebut
tidak bertentangan dengan undang – undang karena inti dari konsep pelaksanaan
otonomi daerah adalah upaya memaksimalkan daerah yakni, memaksimalkan hasil
yang akan dicapai dan sekaligus menghindari kerumitan dan hal – hal yang dapat
menghambat pelaksanaan otonomi daerah. Dengan demikian, tuntutan masyarakat
dapat terjawab secara nyata dengan penerapan otonomi daerah yang luas dan
kelangsungan pelayanan umum tidak diabaikan.
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana hakikat otonomi daerah?


2. Bagaimana sejarah otonomi daerah di Indonesia?
3. Bagaimana hubungan otonomi daerah dengan pembangunan daerah?
4. Bagaimana kesalahpahaman yang muncul terhadap otonomi daerah?
5. Bagaimana peranan dan kebijakan pelayanan public dalam desentralisasi
pemerintah daerah?
6. Bagaimana paradigma pelayanan publik pemerintah daerah?
7. Bagaimanakah kualitas pelayanan publik pemerintah daerah?
8. Bagaimana Demokrasi di Indonesia?

E. Tujuan

1. Mengetahui hakikat otonomi daerah


2. Mengetahu sejarah otonomi daerah di Indonesia
3. Mengetahui hubungan otonomi daerah dengan pembangunan daerah
4. Mengetahui kesalahpahan yang muncul terhadap otonomi daerah
5. Mengetahui tentang peranan dan kebijakan pelayanan publik dalam
desentralisasi pemerintah
6. Mengetahui tentang paradigma pelayanan publik pemerintah daerah
7. Mengetahui tentang perubahan kualitas pelayanan publik pemerintah daerah
8. Mengetahui demokrasi di Indonesia

D. Manfaat

 Supaya tidak terjadi pemusatan kekuasaan dipusat sehingga jalannya


penyelenggaraan pemerintahan dapat berjalan lancar
 Pemerintahan tidak hanya dijalankan oleh pemerintah pusat, tetapi oleh
pemerintah daerah
 Kesejahteraan masyarakat didaerah semakin meningkat karena
pembangunan didaerah disesuaikan dengan kebutuhan didaerah
 Daya kreasi dan inovasi masyarakat didaerah semakin meningkat karena
setiap daerah semakin meningkat karena setiap daerah berusaha untuk
menampilkan keunggulan daerah masing-masing
 Meningkatkan pemberdayaan lembaga kemasyarakatan didaerah dalam
rangka partisipasi otonomi daerah
BAB II
PEMBAHASAN

1. Hakikat otonomi daerah


Terdapat dua undang – undang yang menjadi pedoman dasar pelaksanaan
otonomi daerah yakni, Undang – Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah yang kemudian diganti oleh Undang – Undang Nomor
32 tahun 2004 dan Undang – Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang kemudian diganti dengan
Undang – UndangNomor 33 tahun 2004. Otonomi daerah adalah
kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat sesuai dengan peraturan perundang – undangan.
Hakikat otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban suatu daerah
untuk membentuk dan menjalakan suatu pemerintahannya sendiri sesuai
dengan peraturan undang – undang yang berlaku, sebagaimana dijelaskan
mengenai kewenangan daerah, kewajiban kepala daerah dan hal – hal yang
terkait dalam Undang – Undang yang telah ditetapkan.
2. Sejarah otonomi daerah
Perjalanan bangsa Indonesia melalui berbagai sistem pemerintahan dan
dipimpin berbagai macam kepala pemerintahan serta munculnya masalah –
masalah baru dalam lingkungan pemerintah ataupun lingkungan masyarakat
tentu sangat membutuhkan tatanan hukum yang berbeda dari waktu ke
waktu untuk mewujudkan kesejahteraan seluruh bangsa Indonesia.
Keberadaan kebijakan mengenai Pemerintahan Daerah bukan merupakan
hal yang final, statis dan tetap tetapi membutuhkan pembaruan – pembaruan
untuk mengatasi berbagai keadaan dan masalah baru yang muncul. Berikut
ini adalah sejarah perkembangan undang – undang yang menjadi pedoman
mengenai otonomi daerah :
a) UU No. 1 tahun 1945 mengatur Pemerintah Daerah yang membagi tiga
jenis daerah otonom yakni, keresidenan, kabupaten, dan kota.
b) UU No. 22 tahun 1948 mengatur susunan Pemerintah Daerah yang
demokratis, membagi dua jenis daerah otonom yakni, daerah otonom biasa
dan otonomi istimewa, dan tiga tingkatan daerah otonom yakni, provinsi,
kab/ kota dan desa.
c) UU No. 1 tahun 1957 mengatur tunggal yang berseragam untuk seluruh
Indonesia.
d) UU No. 18 tahun 1965 mengatur otonomi yang menganut sistem otonomi
yang riil dan seluas luasnya.
e) UU No.5 tahun 1974 mengatur pokok – pokok penyelenggaraan
pemerintahan yang menjadi tugas pemerintah pusat di daerah (prinsip yang
dipakai : otonomi yang nyata dan bertanggungjawab; merupakan pembaruan
dari otoda yang seluas – luasnya dapat menimbulkan pemikiran yang dapat
membahayakan keutuhan NKRI, dan tidak serasi dengan maksud dan tujuan
pemberian otonomi).
f) UU No. 22 tahun 1999 mengatur tentang Pemerintahan Daerah
(perubahan mendasar pada format otoda dan substansi desentralisasi).
g) UU No. 25 tahun 1999 mengatur tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
h) UU No. 32 tahun 2004 mengatur Pemerintahan Daerah sebagai pengganti
UU No. 22 tahun 1999
i) UU No. 33 tahun 2004 mengatur Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah ( perubahan UU didasarkan pada
berbagai UU yang terkait di bidang politik dan keuangan negara antara lain:
UU No. 12 tahun 2003 tentang Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD; UU
No. 22 tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD; UU
No. 23 tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden;
UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara; UU No. 1 tahun 2004
tantang Perbendaharaan Negara; UU No. 15 tahun 2004 tentang
Pemeriksaan atas Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara ).
Sedangkan perubahan yang mendasar dari pedoman Otonomi Daerah dari
UU No. 22 tahun 1999 digantikan oleh UU No. 32 tahun 2004 adalah
sebagai berikut:
Prinsip – Prinsip Otonomi Daerah dalam UU No. 22 tahun 1999
a. Demokrasi, keadilan, pemerataan, potensi dan keanekaragaman daerah.
b. Otonomi luas, nyata, dan bertanggungjawab.
c. Otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan
daerah kota.
d. Sesuai dengan konstitusi negara.
e. Kemandirian daerah otonom.
f. Meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah.
g. Asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi sebagai wilayah
administrasi.
h. Asas tugas perbantuan.
Prinsip – Prinsip Otonomi Daerah dalam UU No. 32 tahun 2004
a. Demokrasi, keadilan, pemerataan, keistimewaan dan kekhususan, serta
potensi dan keanekaragaman daerah.
b. Otonomi luas, nyata, dan bertanggungjawab.
Otonomi luas : daerah yang memiliki kewenangan membuat kebijakan
daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan
pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Otonomi nyata : penanganan urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan
tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi
untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan
daerah.
Otonomi yang bertanggungjawab : dalam penyelenggaraan otonomi harus
sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonom, yang pada dasarnya
untuk memberdayakan daerah, termasuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat.
c. Otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan
daerah kota.
d. Sesuai dengan konstitusi negara.
e. Kemandirian daerah otonom.
f. Meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah.
g. Asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi sebagai wilayah
administrasi.
h. Asas tugas perbantuan.
3. Otonomi daerah dan pembangunan daerah
Otonomi daerah adalah sebuah agenda nasional yang diharapkan dapat
mencegah terjadinya sentralisasi yang sebenarnya sudah menimpa bangsa
Indonesia selama periode orde baru.Sejak diberlakukannya Undang-undag
tentang pemerintahan daerah, yaitu UU no.22 tahun 1999 dan
UU no.25 tahun 1999 diharapkan juga dapat membawa perubahan yang
signifikan bagi daerah yang juga nantinya akan membawa kesejahteraan
bagi bangsa ini sendiri.
Kebijaksanaan otonomi daerah melalui UU no.22 tahun 1999 memberikan
otonomi yang angat luas kepada daerah, khususnya Kabupaten dan Kota.
Hal itu ditempuh dalam rangka mengembalikan harkat dan martabat di
daerah; memberikan peluang politik dalam rangka peningkatan kualitas
demokrasi di Daerahpeningkatan efisiensi pelayanan public di Daerah,
peningkatan percepatan pembangunan Daerah, dan pada akhirnya
diharapkan pula penciptaan cara berpemerintahan yang baik.
Otonomi daerah diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan dan
perkembangan daerah selain juga menciptakan keseimbangan antar daerah
hingga terjadi perataan kesejahteraan dan tidak adanya daerah tertinggal
ataupun sentralisasi. Untuk menciptakan pembangunan daerah yang cepat
dan meningkat maka perlu adanya prasyarat terutama bagi penyelenggara
daerah tersebut. Yang diharapkan dari pemerintahan daerah tersebut adalah
sejumlah berikut:
1. Fasilitas. pemerintah daerah sebagai pelaksana daerah sebaiknya
memenuhi fasilitas kepada masyarakatnya terutama yang berkaitan dengan
masalah ekonomi,karena memang pada dasarnya pembangunan daerah dapat
terjadi karena bantuan ekonomi(keuangan).Jadi,jika pemerintah
memudahkan fasilitas maka pembangunan daerah bukanlah sesuatu yang
susah pencapaiannya.
2. Pemerintah daerah harus kreatif. Kreatif yang dimaksud di sini adalah
bagaiman cara mengalokasikan dana yang bersumber dari Dana Alokasi
Umum atau yang berasal dari PAD. Selain itu dapat menciptakan
keunggulan komparatif bagi daerahnya, sehingga pemilik modal akan
beramai-ramai menanamkam modal di daerah tersebut. Kreatifitas ini juga
berkaitan dengan kepiawaian pemerintah membuat program-program
menarik sehingga pemerintah pusat akan memberikan Dana Alokasi
Khusus, sehingga banyak dana yang di sedot dari Jakarta ke Daerah.
3. Pemerintah daerah menjamin kesinambungan usaha.
4. Politik lokal yang stabil.
5. Pemerintah harus komunikatif dgn LSM/NGO, terutama dalam bidang
perburuhan dan lingkungan hidup.
Namun sebenarnya yang penting bagi daerah adalah terciptnya lapangan
kerja,serta disertai kemampuan menghadapi laju inflasi dan keseimbangan
neraca perdagangan internasional. Penciptaan lapangan kerja akan
berpengaruh pada peningkatan daya beli dan kecenderungan untuk
menabung, dengan meningkatnya daya beli berarti penjualan atas barang
dan jasa juga meningkat, artinya pajak penjualan barang dan jasa juga
meningkat sehingga Pendapatan Daerah dan Negara juga meningkat.
Semuanya akan di kembalikan pada masyarakat dalam bentuk proyek atau
bantuan atau sejumlah intensif yang lain, sehingga lambat laun
kesejahteraan masyarakat akan meningkat dan disitulah pembangunan
daerah benar-benar dijalankan.
4. Kesalahpahaman terhadap otonomi daerah
Pembaruan kebijaksanaan otonomi daerah menurut Undang – Undang No.
25 tahun 1974 yang telah dipraktekan selama 25 tahun di indonesia
kemudian berubah menjadi Undang – Undang No. 22 tahun 1999 dan
diperbarui kembali menjadi Undang – Undang No. 32 tahun 2004 yang
memberikan otonomi sangat luas kepada daerah, khususnya kabupaten dan
kota tentunya menimbulkan berbagai kesalahpahaman yang muncul di
kalangan masyarakat karena terbatasnya pemahaman umum tentang
pemerintahan daerah, dalam bukunya yang berjudul Otonomi Daerah Dalam
Negara Kesatuan, Drs. H. Syaukani, HR, Prof. Dr. Afan Gaffar, MA, dan
Prof. Dr. M. Ryaas Rasyid, MA menyatakan berbagai kesalahpahaman
mengenai otonomi daerah yang muncul dikalangan masyarakat diantaranya
adalah
• Otonomi daerah dikaitkan semata – mata dengan uang. Pemahaman
otonomi daerah harus mencukupi sendiri segala kebutuhanya, terutama di
bidang keuangan. Tidak dapat dipungkiri bahwa uang memang merupakan
sesuatu yang mutlak, namun yuang bukan satu – satunya alat dalam
menggerakkan roda pemerintahan. Kata kunci dari otonomi adalah
“kewenangan”. Dengan kewenangan uang dapat dicari dan dengan itu pula
pemerintah harus mampu menggunakan uang dengan bijaksana, tepat guna
dan berorientasi kepada kepentingan masyarakat.
• Daerah belum siap dan belum mampu. Pembuatan kebijaksanaan otonomi
daerah menurut Undang – Undang No. 22 tahun 1999 dianggap tergesa-
gesa karena daerah tidak / belum siap dan tidak / belum mampu. Munculnya
pandangan seperti ini sebagai akibat dari munculnya kesalahpahaman yang
pertama karena selama ini daerah sangat bergantung pada pusat dalam
bidang keuangan, apalagi melihat kontribusi Pendapatan Asli Daerah
terhadap APBD rata – rata di bawah 15% untuk kabupaten dan kota di
seluruh Indonesia.
• Dengan otonomi daerah maka pusat akan melepaskan tanggungjawabnya
untuk membantu dan membina daerah. Kekhawatiran yang muncul dari
daerah – daerah dengan adanya otonomi adalah pemerintah pusat
melepaskan sepenuhnya terhadap daerah, terutama di bidang keuangan.
Padahal dalam Undang – Undang No. 22 tahun 1999 menganut falsafah
yang sudah sangat umum dikenal di berbagai negara, yaitu setiap pemberian
kewenangan dari Pemerintah Pusat kepada daerah harus disertai dengan
dana yang jelas dan cukup, apakah dalam bentuk Dana Alokasi Umum atau
Dana Alokasi Khusus serta bantuan keuangan yang lainya dari pemerintah
pusat pada daerah.
• Dengan otonomi maka daerah dapat melakukan apa saja.Kesalahpahaman
adanya otonomi daerah berarti bebas melakukan apa saja tanpa terbatas.
Padahal otonomi yang diselenggarakan adalah dalam rangka memperkuat
NKRI dan pemerataan kesejahteraan di seluruh daerah, Daerah memang
dapat melakukan apa saja sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan
hukum dan undang – undang yang berlaku secara nasional. Disamping itu
kepentingan masyarakat merupakan patokan yang paling utama dalam
mengambil atau menentukan suatu kebijaksanaan di daerah.
• Otonomi daerah akan menciptakan raja – raja kecil di daerah dan
memindahkan korupsi di daerah. Otonomi daerah dapat memindahkan KKN
dengan menciptakan raja – raja kecil di daerah dapat terjadi apabila
dilakukan tanpa kontrol sama sekali dari masyarakat seperti yang telah
dialami bangsa Indonesia oleh pemerintahan Orde Baru ataupun Orde Lama.
Sedangkan otonomi daerah saat ini mendasarkan pada demokratisasi
penyelenggaraan pemerintahan daerah, tidak ada lagi penguasa tunggal
seperti pada masa lampau.
5. Pengertian Pelayanan Publik
Pelayanan publik pada dasarnya menyangkut aspek kehidupan yang sangat
luas dan jugamerupakan salah satu unsur yang mendorong perubahan
kualitas Pemerintahan Daerah.Bagaimanapun kecilnya suatu negara, negara
tarsebut tetap akan membagi – bagi pemerintahan menjadi sistem yang lebih
kecil (Pemerintahan Daerah) untuk memudahkan pelimpahan tugas dan
wewenang. Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecildengan
bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan
memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem
pemerintahan negara, dan hak -hak asal usul dalam daerah yang bersifat
istimewa. Dalam kehidupan bernegara, maka pemerintah memiliki fungsi
memberikan berbagai pelayanan publik yang diperlukan oleh masyarakat,
mulai dari pelayanan dalam bentuk pengaturan atau pun pelayanan
pelayanan lain dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam
bidang pendidikan, kesehatan,utilitas dan lainnya. Sejak diberlakukan
penerapan UU No. 22 Tahun 1999 telah terjadi pergeseran model
pemerintahan daerah dari yang semula menganut model efesiensi struktural
ke arah modeldemokrasi. Penerapan model demokrasi mengandung arti
bahwa penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah menuntut adanya
partisipasi dan kemandirian masyarakat daerah (lokal) tanpa mengabaikan
prinsip persatuan Negara bangsa. Desentralisasi (devolusi) dan
dekonsentrasi merupakan keniscayaan dalam oraganisasi negara bangsa
yang hubungannya bersifat kontinum, artinya dianutnya desentralisasi tidak
perlu meninggalkan sentralisasi dengan demikian, pemerintah daerah dalam
menjalankan monopoli pelayanan publik,sebagai regulator (rule government
) harus mengubah pola pikir dan kerjanya dan disesuaikan dengan tujuan
pemberian otonomi daerah, yaitu memberikan dan meningkatkan pelayanan
yang memuaskan masyarakat. Untuk terwujudnya good governance, dalam
menjalankan pelayanan publik, Pemerintah Daerah juga harus memberikan
kesempatan luas kepada wargadan masyarakat, untuk mendapatkan akses
pelayanan publik, berdasarkan prinsip-prinsipkesetaraan, transparansi,
akuntabilitas dan keadilan. Konsepsi Pelayanan Publik, berhubungan dengan
bagaimana meningkatkan kapasitas dan kemampuan pemerintah dan atau
pemerintahan daerah menjalankan fungsi pelayanan, dalam kontek
pendekatan ekonomi, menyediakan kebutuhan pokok (dasar) bagi seluruh
masyarakat. Bersamaan dengan arus globalisasi yang memberikan peluang
sekaligus tantangan bagi perbaikan ekonomi, mendorong pemerintah untuk
kembali memahami arti pentingnya suatu kualitas pelayanan serta
pentingnya dilakukan perbaikan mutu pelayanan. Penyediaan pelayanan
pemerintah yang berkualitas, akan memacu potensi sosial ekonomi
masyarakat yang merupakan bagian dari demokratisasi ekonomi.
Penyediaan pelayanan publik yang bermutu merupakan salah satu alat untuk
mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah yang semakin
berkurang, akibat krisis ekonomi yang terus menerus berkelanjutan pada
saat ini. Hal tersebut menjadikan pemberian pelayanan publik yang
berkualitas kepadamasayarakat menjadi semakin penting untuk
dilaksanakan.
6. Pengertian Demokrasi
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara
sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat kekuasaan warganegara. atas negara
untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.

Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga
kekuasaan politik negara eksekutif, yudikatif dan legislatif untuk diwujudkan
dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas independen dan berada dalam
peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis
lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling
mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga
pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan
kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang
menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-
lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan
menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislative dibuat
oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi
masyarakat yang diwakilinya konstituen dan yang memilihnya melalui proses
pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.
Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil penting,
misalnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui pemilihan umum.
Pemilihan umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti oleh seluruh warganegara,
namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan
umum. Sebagai tambahan, tidak semua warga negara berhak untuk memilih
(mempunyai hak pilih.
Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan
memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti
yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara
langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab
kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari
sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak
besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat
cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan
tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu
adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh
lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu
membangun negara. Banyak negara demokrasi hanya memberikan hak pilih
kepada warga yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan
yang tak memliki catatan kriminal (misal, narapidana atau bekas narapidana).
Isitilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno
pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari
sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti
dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah
berevolusi sejak abad ke-18. bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi”
di banyak negara.
Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan
kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai
pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat,
oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci
tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat
ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.
Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam
suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica dengan
kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Prinsip semacam trias politica ini menjadi
sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan
pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk
masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah
seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.
Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya
kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk
gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak
akan membawa kebaikan untuk rakyat. Intinya, setiap lembaga negara bukan saja
harus akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang
mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu
secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga
negara tersebut.

BAB III
ANALISIS KASUS

Tuntutan masyarakat pada era desentralisasi terhadap pelayanan publik yang


berkualitas akansemakin menguat. Oleh karena itu, kredibilitas pemerintah sangat
ditentukan olehkemampuannya mengatasi berbagai permasalahan di atas sehingga
mampu menyediakan pelayanan publik yang memuaskan masyarakat sesuai
dengan kemampuan yangdimilikinya.Dari sisi mikro, hal-hal yang dapat diajukan
untuk mengatasi masalah-masalah tersebutantara lain adalah sebagai berikut:

1. Penetapan Standar Pelayanan


Standar pelayanan memiliki arti yang sangat penting dalam pelayanan
publik. Standar pelayanan merupakan suatu komitmen penyelenggara
pelayananuntuk menyediakan pelayanan dengan suatu kualitas tertentu yang
ditentukan atas dasar perpaduan harapan-harapan masyarakat dan
kemampuan penyelenggara pelayanan.Penetapan standar pelayanan yang
dilakukan melalui proses identifikasi jenis pelayanan,identifikasi pelanggan,
identifikasi harapan pelanggan, perumusan visi dan misi pelayanan,analisis
proses dan prosedur, sarana dan prasarana, waktu dan biaya pelayanan.
Proses initidak hanya akan memberikan informasi mengenai standar
pelayanan yang harus ditetapkan,tetapi juga informasi mengenai
kelembagaan yang mampu mendukung terselenggaranya proses manajemen
yang menghasilkan pelayanan sesuai dengan standar yang telahditetapkan.
Informasi lain yang juga dihasilkan adalah informasi mengenai kuantitas
dankompetensi-kompetensi sumber daya manusia yang dibutuhkan serta
distribusinya bebantugas pelayanan yang akan ditanganinya.
2. Pengembangan Standard Operating Procedures (SOP)
Untuk memastikan bahwa proses pelayanan dapat berjalan secara konsisten
diperlukan adanya Standard Operating Procedures.Dengan adanya SOP,
maka proses pengolahan yang dilakukan secara internal dalam unit
pelayanan dapat berjalan sesuai dengan acuan yang jelas, sehingga dapat
berjalan secarakonsisten. Disamping itu SOP juga bermanfaat dalam hal:
• Untuk memastikan bahwa proses dapat berjalan uninterrupted jika terjadi
hal-hal tertentu,misalkan petugas yang diberi tugas menangani satu proses
tertentu berhalangan hadir, maka petugas lain
dapatmenggantikannya.Oleh karena itu proses pelayanan dapat berjalan
terus;
• Untuk memastikan bahwa pelayanan perijinan dapat berjalan sesuai
dengan peraturan yang berlaku
• Memberikan informasi yang akurat ketika dilakukan penelusuran terhadap
kesalahan prosedur jika terjadi penyimpangan dalam pelayanan;
• Memberikan informasi yang akurat ketika akan dilakukan perubahan-
perubahan tertentu dalam prosedur pelayanan;
• Memberikan informasi yang akurat dalam rangka pengendalian
pelayanan;• Memberikan informasi yang jelas mengenai tugas dan
kewenangan yang akan diserahkan kepada petugas tertentu yang akan
menangani satu proses pelayanan tertentu. Atau dengankata lain, bahwa
semua petugas yang terlibat dalam proses pelayanan memiliki uraian
tugasdan tangungjawab yang jelas;
3. Pengembangan Survey Kepuasan Pelanggan
Untuk menjaga kepuasan masyarakat, maka perlu dikembangkan suatu
mekanisme penilaian kepuasan masyarakat atas pelayanan yangtelah
diberikan oleh penyelenggara pelayanan publik. Dalam konsep manajemen
pelayanan,kepuasan pelanggan dapat dicapai apabila produk pelayanan yang
diberikan oleh penyedia pelayanan memenuhi kualitas yang diharapkan
masyarakat. Oleh karena itu, survey kepuasan pelanggan memiliki arti
penting dalam upaya peningkatan pelayanan publik;
4. Pengembangan Sistem Pengelolaan Pengaduan
Pengaduan masyarakat merupakan satusumber informasi bagi upaya-upaya
pihak penyelenggara pelayanan untuk secara konsistenmenjaga pelayanan
yang dihasilkannya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Olehkarena
itu perlu didisain suatu sistem pengelolaan pengaduan yang secara dapat
efektif danefisien mengolah berbagai pengaduan masyarakat menjadi bahan
masukan bagi perbaikankualitas pelayanan; Sedangkan dari sisi makro,
peningkatan kualitas pelayanan publik dapatdilakukan melalui
pengembangan model-model pelayanan publik. Dalam hal-hal
tertentu,memang terdapat pelayanan publik yang pengelolaannya dapat
dilakukan secara private untuk menghasilkan kualitas yang baik. Beberapa
model yang sudah banyak diperkenalkanantara lain:
 contracting out dalam hal ini pelayanan publik dilaksanakan oleh swasta
melaluisuatu proses lelang, pemerintah memegang peran sebagai pengatur;
 franchising, dalam hal ini pemerintah menunjuk pihak swasta untuk dapat
menyediakan pelayanan publik tertentu yangdiikuti dengan
 price regularity, untuk mengatur harga maksimum. Dalam banyak hal
pemerintah juga dapat melakukan privatisasi.
Disamping itu, peningkatan kualitas pelayanan publik juga perlu didukung
adanya restrukturisasi birokrasi, yang akan memangkas berbagai
kompleksitas pelayanan public menjadi lebih sederhana. Birokrasi yang
kompleks menjadi ladang bagi tumbuhnya KKN dalam penyelenggaraan
pelayanan.
5. Desentralisasi
Kasus – Kasus Federalisme yang Bertentangan dengan Desentralisasi
 Di Kanada, pemerintah Federal dapat membatalkan Undang-Undang yang
dibuat olehpemerintah propinsi, dan bahkan menginstruksikan Letnan
Gubernur untukmenundanya.
 Konstitusi di bekas negara Uni Soviet menentukan bahwa satu-satunya
yang berhakmelakukan amandemen terhadap konstitusi adalah Pemerintah
Pusat. Bahkankekuasaan Pemerintah Pusat sangat besar dibandingkan
dengan yang dimiliki atauyang menjadi haknya pemerintah Negara Bagian
di Negara itu.

BAB IV
KESIMPULAN DN SARAN

A. Kesimpulan
Penerapan model demokrasi dalam sistem Pemerintahan Daerah yang sekarang
diterapkan belum mencapai hasil yang diharapkan. Perilaku birokrasi dan kinerja
Pemerintah Daerah belum dapat mewujudkan keinginan dan pilihan publik untuk
memperoleh jasa pelayananyang memuaskan untuk meningkatkan kesejahteraan.
Upaya peningkatan kualitas pelayanan publik oleh Pemerintah Daerah dalam hal
ini dapatdilakukan dengan berbagai strategi, diantaranya : perluasan institusional
dan mekanisme pasar, penerapan manejemen publik modern, dan perluasan makna
demokrasi. Upaya ini dapat terwujud apabila terdapat konsistensi dari sikap
Pemerintah Daerah bahwa keberadaannya adalah semata-mata mewakili
kepentingan masyarakat di daerahnya, otonomiadalah diberikan kepada
masyarakat. Sehingga keberadannya harus memberikan pelayananyang berkualitas
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang memiliki otonomi tersebut.
Perangkat birokrasi yang ada baru dapat memberikan pelayanan publik yang
berkualitas apabila kinerjanya selalu didasarkan pada nilai-nilai etika pelayanan
publik.Kualitas pelayanan publik secara umum ditentukan oleh beberapa aspek,
yaitu : sistem,kelembagaan, sumber daya manusia, dan keuangan. Dalam hal ini
pemerintah harus benar- benar memenuhi keempat aspek tersebut, karena dengan
begitu, masyarakat akan ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan pelayanan
publik.
Dari berbagai uraian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa otonomi daerah
dibentuk sebagai jalan pintas pemerintah pusat untuk melaksanakan pengontrolan
dan pelaksanaan pemerintahan secara langsung di daerah yang sesuai dengan
karakteristik masing – masing daerah dan kemudian semua kebijakan atau hukum
yang akan dibentuk di daerah tersebut adalah merupakan bentuk aplikasi langsung
terhadap sistem demokratisasi yang mengikutsertakan rakyat melalui lembaga atau
partai politik di daerah. Tujuan daripada pengadaan kebijakan otonomi daerah
adalah untuk pengembangan daerah dan masyarakat daerah menuju kesejahteraa
dengan cara dan jalannya masing – masing.

B. Saran
Makalah ini ditulis dengan keterbatasan penulis atas pengalaman dan ilmu
pengetahuan, sehingga makalah ini tercipta jauh dari hasil yang sempurna, semoga
makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Karim, Abdul Gaffar, 2003, Kompleksitas Otonomi Daerah di Indonesia,
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Syaukani, dkk, 2009, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Widjaja, HAW, 2004, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, Jakarta : PT Grafindo
Persada.
PPT OTODA Bahan ceramah Direktorat Jendral Otonomi Daerah pada KRA
XXXVII Lemhannas 2004.
Agung Kurniawan, 2005,Transformasi Pelayanan
Publik,Pembaharuan,Yogyakarta.
Agus Dwiyanto, 2005,Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik,
Gajah Mada, Yogyakarta.
Dadang Juliantara, 2005,Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah Dalam
Pelayanan Publik, Pembaharuan, Yogyakarta.
H.A Moenir, 1997, Manajemen Pelayanan Umum, Bumi aksara, Jakarta

https://www.academia.edu/5026546/Makalah_Pelayanan_Publik_Pemerintah_Dae
ra1
Drs. H. Syaukani dkk, Otonomi Daerah Dalam Negara
Kesatuan,cet.VIII(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 209 [2]Ibid, hlm. 218
https://sakauhendro.wordpress.com/demokrasi-dan-politik/pengertian-demokrasi/

Anda mungkin juga menyukai