Anda di halaman 1dari 28

SEJARAH LAHIRNYA AKUNTANSI SYARIAH

Sejarah lahirnya akuntansi syariah tidak terlepas dari perkembangan Islam,


kewajiban mencatat transaksi non tunai (Lihat QS. Al-Baqarah: 282), mendorong umat islam
peduli terhadap pencatatan dan menimbulkan tradisi pencatatan di kalangan umat, dan hal ini
merupakan salah satu faktor yang mendorong kerjasama/ partnership waktu itu. Begitu juga
dengan kewajiban mengeluarkan zakat mendorong pemerintah membuat laporan
pertanggungjawaban periodik terhadap baitul maal yang mereka kelola, begitu juga dengan
pengusaha-pengusaha muslim pada waktu itu, mengklasifikasikan hartanya sesuai ketentuan
zakat dan membayarkan zakatnya jika telah memenuhi ketentuan nisab dan haul. Rasulullah
SAW sendiri pada masa hidupnya juga telah mendidik secara khusus beberapa sahabat untuk
menangani profesi akuntan dengan sebutan “hafazhatul amwal” (pengawas keuangan)
Perkembangan Pemerintahan Islam Sendiri ke berbagai penjuru di dunia, telah
meningkatkan penerimaan dan pengeluaran Negara. Pada Zaman Umar Bin Khattab sahabat
merekomendasikan perlunya pencatatan untuk pertanggungjawaban penerimaan dan
pengeluaran tersebut, sehingga pada masa itu Umar mendirikan lembaga yang bernama
diwan (dawwana = tulisan). Akuntansi syariah  juga mengalami perkembangan yang pesat
pada masa khalifah islam yang lain, menurut (Al-Kalkashandy, 1913)  evolusi perkembangan
buku akuntansi mencapai tingkat tertinggi pada masa daulah bani Abbasiyah, Akuntansi
diklaifikasikan pada beberapa spesialisasi seperti akuntansi peternakan, akuntansi pertanian,
akuntansi bendahara, akuntansi konstruksi, dan akuntansi mata uang, dan ilmu auditing.
Sejak abad VIII, bangsa Arab berlayar sepanjang pantai Arabi, dan India , singgah di
Italia dan menjual  barang dagangan yang mewah yang tidak diproduksi oleh Eropa. Menurut
(Ball, 1960), buku Paciolli didasarkan pada tulisan Leonard of Piza, orang Eropa yang
pertama kali menerjemhakan buku  Al-Gebra (pada saat itu ditulis dalam bahasa Arab) yang
berisikan dasar-dasar book keeping. Bookkeeping semestinya pertama kali dipraktekkan oleh
para pedagang  dan berasal dari Mesir.
Sejarah membuktikan bahwa Ilmu Akuntansi telah lama dipraktekkan dalam dunia
islam, seperti istilah jurnal (dahulu Zornal), telah lebih dahulu digunakan pada zaman
khalifah islam dengan istilah “Jaridah” untuk buku catatan keuangan.  Begitu juga
dengan double entry yang ditulis oleh Luca Pacioli dapat kita saksikan dari sejarah, bahwa
ternyata Islam lebih dahulu mengenal system akuntansi, karena Al Quran telah diturunkan
pada tahun 610 M, yakni 800 tahun lebih dahulu dari Luca Pacioli yang menerbitkan
bukunya pada tahun 1494.

NUR AD’HA TAHIR 1910323025


PENGERTIAN AKUNTANSI SYARIAH

Secara sederhana pengertian akuntansi syariah dapat dijelaskan melalui akar kata
yang dimilikinya yaitu akuntansi dan syariah. Definisi bebas dari akuntansi adalah
identifikasi transaksi yang kemudian diikuti dengan kegiatan pencatatan, penggo- longan,
serta pengikhtisaran transaksi tersebut sehingga menghasilkan laporan keuangan yang dapat
digunakan untuk pengambilan keputusan. Sedangkan definisi bebas dari syariah adalah
aturan yang telah ditetapkan oleh Allah swt untuk dipatuhi oleh manusia dalam menjalani
segala aktivitas hidupnya di dunia.
Akuntansi dalam bahasa Arabnya disebut “Muhasabah” yang berasal dari kata
hasaba, hasiba, muhasabah, atau wazan yang lain adalah hasaba, hasban, hisabah, artinya
menimbang, memperhitungkan mengkalkulasikan, mendata, atau menghisab, yakni
menghitung dengan seksama atau teliti yang harus dicatat dalam pembukuan tertentu. Kata
“hisab” banyak ditemukan dalam Al-Qur’an dengan pengertian yang hampir sama, yaitu
berujung pada jumlah atau angka, seperti Firman Allah swt:
1. QS.Al-Isra’(17):12
“….bilangan tahun-tahun dan perhitungan….”
2. QS.Al-Thalaq(65):8
“…. maka kami hisab penduduk negeri itu dengan hisab yang keras…”
3. QS.Al-Insyiqah(84):8
“…. maka dia akan diperiksa dengan pemerikasaan yang mudah…”
Kata hisab dalam ayat-ayat tersebut menunjukkan pada bilangan atau perhitungan
yang ketat, teliti, akurat, dan accountable. Oleh karena itu, akuntasi adalah mengetahui
sesuatu dalam keadaan cukup, tidak kurang dan tidak pula lebih. Berdasarkan pengertian
diatas maka dapat disimpulkan bahwa Akuntansi Syariah adalah suatu kegiatan identifikasi,
klarifikasi, dan pelaporan melalui dalam mengambil keputusan ekonomi berdasarkan prinsip
akad-akad syariah yaitu tidak mengandung zhulum (kezaliman), riba, maysir (judi), gharar
(penipuan), barang yang haram, dan membahayakan.

NUR AD’HA TAHIR 1910323025


PENGERTIAN AKUNTANSI SYARIAH

Gambar 1.1. Konsep Akuntansi Islam (a)


Jadi, akuntansi syariah dapat diartikan sebagai proses akuntansi atas
transaksi-transaksi sesuai aturan yang telah ditetapkan oleh Allah swt. Informasi
yang disajikan oleh akuntansi syariah untuk pengguna laporan lebih luas tidak hanya
data finansial tetapi juga mencakup aktivitas perusahaan yang berjalan sesuai dengan
syariah serta memiliki tujuan sosial yang tidak terhindarkan dalam Islam, misalnya
adanya kewajiban membayar zakat.
Akuntansi Syari’ah adalah akuntansi yang berorientasi sosial. Artinya
akuntansi ini tidak hanya sebagai alat untuk menterjemahkan fenomena ekonomi
dalam bentuk ukuran moneter tetapi juga sebagai suatu metode menjelaskan
bagaimana fenomena ekonomi itu berjalan dalam masyarakat Islam. Akuntansi
Syari’ah termasuk didalamnya isu yang tidak biasa dipikirkan oleh akuntansi
konvensional. Perilaku manusia diadili di hari kiamat. Akuntansi harus dianggap
sebagai salah satu derivasi/hisab yaitu menganjurkan yang baik dan melarang apa
yang tidak baik.
Konsep Akuntansi Islam (Syariah), menurut Gambling dan Karim dapat
dilihat pada gambar 1.1. berikut. Ada sisi lain dari konsep akuntansi syariah (Islam)
sebagaimana ditampilkan pada gambar 1.2.

NUR AD’HA TAHIR 1910323025


PENGERTIAN AKUNTANSI SYARIAH

Gambar 1.2. Konsep Akuntansi Islam (b)


Akuntansi syariah dan akuntansi konvensional merupakan sifat akuntansi
yang diakui oleh masyarakat ekonomi secara umum. Keduanya merupakan hal yang
tidak terpisahkan dari masalah ekonomi dan informasi keuangan suatu perusahaan
atau sejenisnya sebagaimana tertera pada tabel 1.1.

NUR AD’HA TAHIR 1910323025


PRINSIP UMUM AKUNTANSI SYARIAH

Menurut Muhammad (2002:11), dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 282 ada tiga
nilai yang menjadi prinsip dasar dalam operasional akuntansi syari’ah yaitu nilai
pertanggungjawaban, keadilan dan kebenaran :
1. Prinsip pertanggungjawaban
Dalam kebudayaan kita, umumnya “tanggung jawab” diartikan sebagai keharusan
untuk “menanggung” dan “menjawab” dalam pengertian lain yaitu suatu keharusan untuk
menanggung akibat yang ditimbulkan oleh perilaku seseorang dalam rangka menjawab
suatu persoalan.
Pertanggungjawaban berkaitan langsung dengan konsep amanah. Dimana
implikasinya dalam bisnis dan akuntansi adalah bahwa individu yang terlibat dalam
praktik bisnis harus selalu melakukan pertanggungjawaban apa yang telah diamanatkan
dan diperbuat kepada pihak-pihak yang terkait. Pertanggungjawabannya diwujudkan
dalam bentuk laporan keuangan.
2. Prinsip keadilan
Keadilan adalah pengakuan dan prelakuan yang seimbang antara hak-hak dan
kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntuk hak dan menjalankan
kewajiban. Atau dengan kata lain, keadilan adalah keadaan bila setiap orang memperoleh
apa yang menjadi hak nya dan setiap orang memperoleh bagian yang sama dari kekayaan
bersama.
Prinsip keadilan ini tidak saja merupakan nilai yang sangat penting dalam etika
kehidupan sosial dan bisnis, tetapi juga merupakan nilai yang secara inheren melekat
dalam fitrah manusia. Dalam konteks akuntansi keadilan mengandung pengertian yang
bersifat fundamental dan tetap berpijak pada nilai-nilai etika/syariah dan moral, secara
sederhana adil dalam akuntansi adalah pencatatan dengan benar setiap transaksi yang
dilakukan oleh perusahaan.
Dalam Al Quran disampaikan bahwa kita harus mengukur secara adil, jangan
dilebihkan dan jangan dikurangi. Kita dilarang untuk menuntut keadilan ukuran dan
timbangan bagi kita, sedangkan bagi orang lain kita menguranginya. Dalam hal ini, Al
Quran menyatakan dalam berbagai ayat, antara lain dalam surah Asy-Syura ayat 181-184
yang berbunyi:
”Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang
merugikan dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu
merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi

NUR AD’HA TAHIR 1910323025


PRINSIP UMUM AKUNTANSI SYARIAH

dengan membuat kerusakan dan bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan kamu
dan umat-umat yang dahulu.”
3. Prinsip kebenaran
Dalam kamus umum Bahasa Indonesia (oleh Purwadarminta), ditemukan arti kebenaran,
yaitu :
a) Keadaan yang benar (cocok dengan hal atau keadaan sesungguhnya);
b) Sesuatu yang benar (sungguh-sungguh ada, betul demikian halnya);
c) Kejujuran, ketulusan hati;
d) Selalu izin, perkenanan;
e) Jalan kebetulan.
Sedangkan menurut Aristoteles mendefinisikan kebenaran adalah soal kesesuaian
antara apa yang diklaim sebagai diketahui dengan kenyataan yang sebenarnya. Benar dan
salah adalah soal sesuai tidaknya apa yang dikatakan dengan kenyataan sebagaimana
adanya. Kebenaran terletak pada kesesuaian antara subyek dan obyek yaitu apa yang
diketahui subyek dan realitas sebagaimana adanya.
Berdasarkan defenisi-defenisi diatas, jika dikaitkan dengan akuntansi syari’ah maka
kebenaran yang dimaksud adalah kesesuaian antara apa yang dicatat dan dilaporkan
dengan apa yang terjadi sebenarnya dilapangan.
Jika kita kaitkan dengan profesi Akuntan, maka prinsip kebenaran menyangkut
pengukuran kekayaan, utang, modal pendapatan, biaya, dan laba perusahaan, sehingga
seorang Akuntan wajib mengukur kekayaan secara benar dan adil. Seorang Akuntan akan
menyajikan sebuah laporan keuangan yang disusun dari bukti-bukti yang ada dalam
sebuah organisasi yang dijalankan oleh sebuah manajemen yang diangkat atau ditunjuk
sebelumnya.

NUR AD’HA TAHIR 1910323025


KAIDAH HUKUM ISLAM

1. Pengertian Hukum Islam


Hukum Islam berasal dari dua kata dasar, yaitu ‘hukum’ dan ‘Islam’. Hukum bisa
diartikan dengan peraturan dan undang – undang. Secara sederhana hukum dapat
dipahami sebagai peraturan – peraturan atau norma – norma yang mengatur tingkah laku
manusia dalam suatu masyarakat, baik peraturan atau norma itu berupa kenyataan yang
tumbuh dan berkembang dalam masyarakat maupun peraturan atau norma yang dibuat
dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh penguasa (Ali, 1996: 38).
Adapun kata yang kedua, yaitu ‘Islam’, adalah agama Allah yang diamanatkan
kepada Nabi Muhammad Saw. Untuk mengajarkan dasar-dasar dan syariatnya dan juga
mendakwahkannya kepada semua manusia serta mengajak mereka untuk memeluknya
(Syaltut, 1966: 9). Dengan pengertian yang sederhana, Islam berarti agama Allah yang
dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. untuk disampaikan kepada umat manusia untuk
mencapai kesejahteraan hidupnya baik di dunia maupun di akhirat kelak. Dari gabungan
dua kata ‘hukum’ dan ‘Islam’ itulah muncul istilah hukum Islam. Dengan kalimat yang
lebih singkat, hukum Islam dapat diartikan sebagai hukum yang bersumber dari ajaran
Islam.
Kepatuhan terhadap hukum yang telah ditetapkan Allah adalah sebuah keniscayaan
dan seluruh amal perbuatan manusia di dunia akan dipertanggung jawabkan di hadapan
Allah kelak di hari akhirat. Amal perbuatan manusia hanya dianggap benar jika amal
tersebut adalah amal yang dilaksanakan sesuai dengan syariah berdasarkan
perintah/hukum Allah.
Empat Mazhab Fiqh yang bersumber dari para ahli fikih seperti Al-Imam Abu
Hanifah, Al-Imam Malik, Al-Imam As-Syafi’i, dan Al-Imam Ahmad bin Hanbali,
mengklasifikasikan hukum Islam menjadi lima (5) yaitu:
1) Wajib, kadang disebut Fardlu. Keduanya sinonim. Yakni sebuah tuntutan yang pasti
(thalab jazm) untuk mengerjakan perbuatan, apabila dikerjakan menda- patkan
pahala, sedangkan bila ditinggalkan maka berdosa (mendapatkan siksa). Wajib
terbagi menjadi dua yakni :
a) Wajib ‘Ain yaitu kewajiban bagi setiap individu.
b) Wajib Kifa’i (kifayah) yaitu kewajiban yang dibebankan pada sekelompok orang
mukalaf.
2) Mandub/Sunah ialah perbuatan yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala
namun apabila ditinggalkan tidak berdosa.
KAIDAH HUKUM ISLAM

3) Haram ialah perbuatan yang apabila ditinggalkan akan mendapatkan pahala namun
apabila dikerjakan akan mendapat dosa.
4) Makruh ialah perbuatan apabila ditinggalkan akan mendapat pahala namun apabila
dikerjakan tidak mendapat dosa.
5) Mubah ialah suatu perbuatan yang bila dikerjakan tidak mendapatkan pahala dan bila
ditinggalkan tidak mendapat dosa.
Hukum Islam tidak hanya mengatur pelaksanaan dalam ibadah mahdhah saja seperti
kewajiban shalat, puasa, zakat, haji. Tetapi juga mengatur pelaksana- an amalan-amalan
lain yang bersifat "duniawi" seperti melakukan jual beli, sewa- menyewa, belajar,
menikah, mendidik anak, bersikap dengan orang tua dan lain sebagainya karena Islam
tidak memisahkan agama dengan urusan dunia, semua urusan telah diatur dalam Islam.
Pada dasarnya, tujuan dari hukum Islam adalah untuk menjadi rahmat bagi semesta alam
(QS 21:107).
2. Ruang Lingkup Hukum Islam
Ruang lingkup hukum Islam ada dua, yaitu hubungan manusia dengan Tuhan (hablun
minallah) dan hubungan manusia dengan sesamanya (hablun minannas). Bentuk
hubungan yang pertama disebut ibadah dan bentuk hubungan yang kedua disebut
muamalah.
1) Hakikat ibadah menurut para ahli adalah ketundukan jiwa yang timbul karena hati
merasakan cinta akan yang disembah (Tuhan) dan merasakan keagu – ngan – Nya,
karena meyakini bahwa dalam alam ini ada kekuasaan yang hakikatnya tidak
diketahui oleh akal (Ash Shiddieqy, 1985: 8). Karena ibadah merupakan perintah
Allah dan sekaligus hak – Nya, maka ibadah yang dilakukan oleh manusia harus
mengikuti aturan-aturan yang dibuat oleh Allah. Allah mensyaratkan ibadah harus
dilakukan dengan ikhlas (QS. al-Zumar [39]: 11) dan harus dilakukan secara sah
sesuai dengan petunjuk syara’ (QS. al-Kahfi [18]: 110). Dalam masalah ibadah
berlaku ketentuan, tidak boleh ditambah – tambah atau dikurangi. Allah telah
mengatur ibadah dan diperjelas oleh Rasul-Nya. Karena ibadah bersifat tertutup
(dalam arti terbatas), maka dalam ibadah berlaku asas umum, yakni pada dasarnya
semua perbuatan ibadah dilarang untuk dilakukan kecuali perbuatan- perbuatan itu
dengan tegas diperintahkan (Ali, 1996: 49).
2) Berbeda dengan masalah ibadah, ketetapan – ketetapan Allah dalam masalah
muamalah terbatas pada yang pokok-pokok saja. Penjelasan Nabi Saw., kalaupun
KAIDAH HUKUM ISLAM

3) Ada tidak terperinci seperti halnya dalam bidang ibadah. Oleh karena itu, bidang
muamalah terbuka sifatnya untuk dikembangkan melalui ijtihad. Karena sifatnya
yang terbuka tersebut, dalam bidang muamalah berlaku asas umum, yakni pada
dasarnya semua akad dan muamalah boleh dilakukan, kecuali ada dalil yang
membatalkan dan melarangnya (Ash Shiddieqy, 1985: 91). Dari prinsip dasar ini
dapat dipahami bahwa semua perbuatan yang termasuk dalam kategori muama- lah
boleh saja dilakukan selama tidak ada ketentuan atau nash yang melarangnya. Oleh
karena itu, kaidah-kaidah dalam bidang muamalah dapat saja berubah seiring dengan
perubahan zaman, asal tidak bertentangan dengan ruh Islam. Dilihat dari segi bagian-
bagiannya, ruang lingkup hukum Islam dalam bidang muamalah, menurut ‘Abd al-
Wahhab Khallaf (1978: 32-33), meliputi:
a) Hukum-hukum masalah perorangan/keluarga;
b) Hukum-hukum perdata;
c) Hukum-hukum pidana;
d) Hukum-hukum acara peradilan;
e) Hukum-hukum perundang-undangan;
f) Hukum-hukum kenegaraan; dan
g) Hukum-hukum ekonomi dan harta.
3. Sasaran Hukum Islam
Hukum Islam memiliki 3 (tiga) sasaran, yaitu: penyucian jiwa, penegakan keadilan
dalam masyarakat, dan perwujudan kemaslahatan manusia (Zahroh dan Muham- mad,
1999).
1) Penyucian Jiwa
Penyucian jiwa dimaksudkan agar manusia mampu berperan sebagai sumber
kebaikan, bukan sumber keburukan bagi masyarakat dan lingkungannya. Hal ini
dapat tercapai apabila manusia dapat beribadah dengan benar yaitu dengan hanya
mengabdi kepada Tuhan yang benar-benar merupakan Pencipta, Pemilik, Pemelihara,
dan Penguasa Alam Semesta, bukan kepada yang mengaku Tuhan serta dengan cara
yang benar pula. Allah swt memerintahkan manusia yang beriman kepada-Nya untuk
shalat, zakat, puasa, dan haji, yang dijamin oleh Allah akan memberikan dampak
yang positif bagi kehidupan manusia apabila dilakukan dengan benar dan dengan niat
yang benar pula.
PRINSIP UMUM AKUNTANSI SYARIAH

2) Menegakan Keadilan Dalam Masyarakat

NUR AD’HA TAHIR 1910323025


KAIDAH HUKUM ISLAM

Keadilan disini meliputi segala bidang kehidupan manusia termasuk keadilan


dari sisi hukum, sisi ekonomi, dan sisi persaksian. Semua manusia akan dinilai dan
diperlakukan Allah secara sama, tanpa melihat kepada latar belakang strata sosial,
agama, kekayaan, keturunan, dan warna kulit. Jadi, keadilan adalah harapan dan
fitrah semua manusia, sehingga Allah melarang manusia berlaku tidak adil.
Misalnya, ketika tentara Islam pimpinan Salahuddin Al-Ayyubi berhasil menakluk-
kan Palestina (Jerusalem) tahun 1187 M, mereka dielu-elukan oleh masyarakat
setempat karena dapat menjaga dan memelihara keamanan bagi semua rakyat dan
tanpa membedakan agama yang dianutnya.
3) Mewujudkan Kemaslahatan Manusia
Semua ketentuan Al-Quran dan As-Sunah mempunyai manfaat yang hakiki
yaitu mewujudkan kemaslahatan manusia, karena Al-Quran berasal dari Allah yang
sangat mengetahui tabiat dan keinginan manusai, dan As-Sunah dari Rasul yang
mendapat bimbingan langsung dari Allah swt. Mewujudkan kemaslahatan manu- sia
di dalam Islam dikenal sebagai Maqashidus Syariah (Tujuan Syariah).
4. Sumber Hukum Islam
Sumber hukum Islam merupakan dasar atau referensi untuk menilai apakah
perbuatan manusia sesuai dengan syariah (ketentuan yang telah digaris- kan oleh Allah
SWT) atau tidak. Sumber hukum Islam yang telah disepakati jumhur (kebanyakan) ulama
ada 4, yaitu Al-Quran, As-Sunah, Ijmak, dan Qiyas, sebagaimana tertuang dalam (QS
4:59).
"Hai orang-orang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul dan ulil amri (pemegang
kekuasaan). Di antara kamu, Kemudian jika kamu berbeda penda pat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunahnya) jika kamu beriman
kepada Allah dan hari kemudian, yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya."
Prioritas dalam pengambilan sumber hukum antara Al-Quran, As-Sunah, Ijmak, dan
Qiyas ialah apabila terdapat suatu kejadian memerlukan ketetapan hukum, pertama-tama
hendaklah dicari terlebih dahulu di dalam Al-Quran. Apabila rujukan untuk ketetapan
hukum itu tidak ditemukan dalam Al-Quran, barulah beralih meneliti As-Sunah. Bila
rujukan ditemukan di dalam As-Sunah, maka hukum ditetapkan sesuai dengan ketentuan
dalam As-Sunah. Namun, apabila rujukan tidak ditemukan dalam Al-Quran dan As-
Sunah, baru dibolehkan merujuk kepada putusan dari para mujtahid yang menjadi ijmak
KAIDAH HUKUM ISLAM

(kesepakatan bersama) dari masa ke masa tentang masalah yang sedang dicari
hukumnya itu. Kalau ada, penetapan hukum merujuk kepada ijmak tersebut. Sekiranya
tidak ditemukan rujukan ijmak dalam masalah tersebut, maka ditempuh Qiyas, yaitu
usaha sungguh-sungguh dengan jalan membuat analogi kepada peristiwa sejenis yang
telah ada ketentuan hukum (nash)-nya, sesuai dengan hadis Rasulullah SAW:
"Bagaimana caranya kamu memutuskan perkara yang dikemukakan kepadamu?"
"Kuhukumi dengan kitab Allah", jawabnya, "Jika kamu tidak men- dapatkannya di dalam
kitab Allah, lantas bagaimana?" sambung Rasulullah, "Dengan sunah Rasulullah"
ujarnya. "Jika tidak kamu temukan dalam sunah Rasulullah, lalu bagaimana?" tanya
Rasul lebih lanjut. "Aku akan menggunakan ijtihad pikiranku dan aku tidak akan
meninggalkannya," jawabnya dengan tegas. Rasulullah SAW lalu menepuk dadanya
seraya memuji, katanya: Alhamdulillah, Allah telah memberikan taufik kepada utusan
Rasulullah sesuai dengan yang di ridhai Allah dan Rasul-Nya." (HR Ahmad, Abu
Dawud, dan At- Turmudzi).
a. AL-QURAN
Al-Quran ialah kalam Allah (kalaamullah – QS 53:4) dalam bahasa arab sebagai
sebuah mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw melalui utusan Allah
Malaikat Jibril a.s untuk digunakan sebagai pedoman hidup bagi manusia dalam
menggapai kebahagian hidup di dunia dan di akhirat. Kalam adalah sarana untuk
menerangkan sesuatu berupa ilmu pengetahuan, nasihat, atau berbagai kehendak, lalu
memberitahukan perkara itu kepada orang lain. Ayat-ayat yang turun di Madinah,
mengandung hukum-hukum fikih, aturan pemerintahan, aturan keluarga, serta aturan
tentang hubungan antara orang-orang muslim dan non muslim yang menyangkut
perjanjian dan perdamaian. Saat itu, Daulah Isalamiyah telah terbentuk lengkap
dengan aparat pemerintahannya, sehingga masyarakat siap dan mampu untuk
memfungsikan hukum-hukum tersebut.Berdasarkan keterangan diatas, maka kita
ketahui bahwa Al-Quran tidak turun secara lengkap melainkan secara berangsur-
angsur. Ada dua alasan mengapa Al-Quran diturunkan secara berangsur-angsur, yaitu
:
1) Untuk meguatkan hati, berupa kesenangan rohani agar Nabi selalu tetap merasa
senang dalam berkomunikasi dengan Allah, dan menghujamkan Al-Quran serta
hukum-hukumnya di dalam jiwa Nabi dan jiwa manusia umumnya, sekaligus
menjelaskan jalan untuk memahaminya. Disebut menguatkan hukum, karena Al-
KAIDAH HUKUM ISLAM

Quran diturunkan tepat pada waktu diperlukannyaketerangan hukum. Ketika


terjadi kasus/permasalahan, pada saat itu pula Al-Quran turun menerangkan
hukumnya, sehingga kehadiran hukum di sini tepat pada saat-saat dibutuhkan.
2) Untuk menartilkan (membaca dengan benar dan pelan) Al-Quran, kondisi untuk
saat Al-Quran diturunkan adalah ummiy, yaitu tidak dapat membaca dan
menulis, sementara Allah SWT menghendaki Al-Quran dapat dihafal dan
diresapi agar secara berkesinambungan tetapterpelihara keasliannya sampai hari
kiamat.
Fungsi Al-Quran
Fungsi Al-Quran (zahroh, 1909)
1) Al-Quran sebagai pedoman hidup (QS 45:20). Bukti nyata bahwa kita telah
menjadikan Al-Quran sebagai pedoman hidup telah dicontohkan oleh Rasulullah
dan sahabat, yaitu dengan membaca dan menghafalnya, memahami dan
medaburkan, serta merealisasikan nilai-nilainya dalam amal nyata.
- Membaca Al-Quran dilakukan setiap hari dalam bentuk bacaan shalat dan
wirid Al-Quran.
- Memahami dan menadaburi Al-Quran adalah penghayatan yang disertai
dengan memahami makan yang terkandung dibalik setiap ayat Al-Quran
sehingga menghasilkan motivasi yang kuat untuk mengamalkannya.
- Merealisasikan nilai-nilai Al-Quran dalam amal nyata merupakan puncak
pengamalan Al-Quran yang memiliki nilai tertinggi di mata Allah SWT.
2) Al-Quran sebagai rahmat bagi alam semesta (QS 10:57 dan QS 17:82), karena
Al-Quran akan melahirkan iman dan hikmah kepada manusia yang
mengimaninya, sehingga manusia akancenderung kepada kebaikan dalam
berinteraksi dengan Tuhan, sesama manusia dan alamsehingga Allah SWT
berkenan mencurahkan rahmat-NYA bagi semesta alam.
3) Al-Quran sebagai cahaya petunjuk (QS 45:52 dan QS 2:2-185)
4) Al-Quran sebagai peringatan (QS 18:2). Al-Quran senantiasa memberikan
peringatan kepada manusia karena sifat manusia yang pelupa dalam berbagai hal
5) Al-Quran sebagai penerang dan pembeda (QS 2:185, QS 3:138, dan QS 35:69).
Al-Quran memberikan keterangan dan penjelasan kepada manusia tentang
banyak hal.
KAIDAH HUKUM ISLAM

6) Al-Quran sebagai pelajaran (QS 10:57 dan QS 69:48). Al-Quran diturunkan agar
dapat digunakan sebagai pelajaran bagi manusia, karena manusia senantiasa
memerlukannya agar tetap beraddadalam jalur yang benar terkait dengan tujuan
penciptaannya.
7) Al-Quran sebagai sumber ilmu (QS 96:1-5)
8) Al-Quran sebahai hukum (QS 13:37). Al-Quran menjelaskan hukum-hukum
syariah untuk kemaslahatan hidup manusia berupa hal-hal yang dihalalkan dan
diharamkan oleh Allah SWT.
9) Al-Quran sebagai obat penyakit jiwa (QS 10:57). Al-Quran dapat berfungsi
sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit-penyakit yang ada dalam hati
manusia, seperti syirik, sombong,congkak, ragu, malas, dan sebagainya.
10) Al-Quran sebagai pemberi kabar gembira (QS 16:102). Al-Quran banyak
menceritakan kabargembira kepada orang yang beriman kepadan dan menjalani
kehidupan sesuai ketentuan AllahSWT.
11) Al-Quran sebagai pedoman melakukan pencatatan (QS 2:282-283). Al-Quran
memerintahkan manusia untuk mencatat transaksi bukan tunai dan menghadirkan
saksi-saksi yang jujur padatransaksi seperti itu.
Mukjizat Al-Quran
Al-Quran sebagai mukjizat yang hebat, tetap dan kekal sepanjang masa, telah diakui
oleh para cendekiawan pada masa lalu dan sekarang.
1) Keindahan seni bahasa Al-Quran tidak hanya diakui oleh kalangan sastrawan Arab
saja, tetapi diakui pula oleh Ahli yang pernah mendalami dan mengkaji ilmu bayan
dalam bahasa Arab. Allah menantang manusia dan jin untuk membuat sesuatu yang
serupa dengan Al-Quran. Al-Quran kemudian menjawab sendiri bahwa sekalipun
manusia dan jin berkumpul dan berkolaborasi, mereka tidak akan pernah mampu
membuat yang serupa dengan Al-Quran (QS 17:88).
2) Kebenaran pemberitahuan Al-Quran tentang keadaan yang terjadi pada abad-abad
yang silam-kisah kaum ‘Ad dan Tsamud, kaum Luth, dan Kaum Nuh, kaum Nabi
Ibrahim, tentang Musabeserta kaumnya, kasus Fir’aun, tentang Maryam dan
kelahirannya, kelahiran Yahya, kelahiran Isa Al-Masih dan sebagainya, yang
semuanya benar, sesuai dengan kebenaran rasional (QS14:9).
3) Pemberitaan Al-Quran tentang hal-hal yang akan terjadi pada masa datang juga
merupakan kebenaran yang tidak terbantahkan. Misalnya, pemberitaan Al-Quran
KAIDAH HUKUM ISLAM

mengenai kekalahan bangsa Persia setelah lebih dulu bangsa Romawi kalah (QS
30:1-5).
4) Kandungan Al-Quran banyak memuat informasi tentang ilmu pengetahuannya yang
tidak mungkin diketahui oleh seorang ummiy yang tidak pandai membaca dan
menulis, dan tidak ada suatu perguruan atau lembaga pendidikan yang
mengajarkannya saat /al-Quran diturunkan. Misalnya, Al-Quran menjelaskan realitas
ilmiah tentang kejadian langit dan bumi, seperti dinyatakan bahwa langit dan bumi
itu dulunya berasal dari satu gumpalan, kemudia terjadi ledakan yang membuatnya
terpecah-pecah menjadi beberapa planet (QS 21:30)
Al-Quran sebagai sumber hokum
Al-Quran dijadikan sebagai sumber hukum yang utama, karena Al-Quran berasal dari
Allah SWT yang Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi manusia dalam menata
kehidupannya sehingga selamat didunia dan akhirat. Al-Quran memuat seluruh aspek
hukum terkait dengan akidah, syariah dan akhlak serta terjaga keaslian dan
keotentikannya.
Al-Quran menyuruh untuk menghadirkan saksi yang jujur pada akad transaksi (QS
2:282) dan jika akad tersebut ditangguhkan pembayarannya maka hendaklah ditulis untuk
menghindarkan perselisihan dikemudian hari.
Al-Quran juga mengatur mengenai hukum keluarga antara lain berupa penjelasan
tentang pernikahan, mahram, perceraian, macam-macam ‘iddah dan tempatnya,
pembagian harta pusaka dan sebagainya. Pengaturan mengenai hukum pidana juga diatur
dalam Al-Quran. Hukum pidana atas kejahatan yang menimpa seseorang adalah dalam
bentuk qishash yang didasarkan atas persamaan antara kejahatandan hukuman. Diantara
jenis hukum qishash pembunuh, qishash anggota bidan dan qishash dari luka.Dalam
menetapkan hukum pidana. Al-Quran senantiasa memerhatikan empat hal, yaitu: (Abu
Zahroh,1909)
a) Melindungi jiwa, akal, harta benda dan keturunan;
b) Meredam kemarahan orang yang terluka, lantaran ia dilukai;
c) Memberikan ganti rugi kepada orang yang terlukan atau keluarganya;d)
d) Menyesuaikan hukuman denga pelaku kejahatan, yakni bila pelaku kejahatan
tersebut orangyang terhormat, maka hukumannya menjadi berat, dan jika pelaku
kejahatan tersebut orangrendahan, maka hukumannya menjadi ringan.
Bahkan pengaturan dalam melakukan muamalah dengan nonmuslin juga diatur
KAIDAH HUKUM ISLAM

dalam Al-Quran. Al-Quran membagi orang kafir menjdai tiga bagian (Abu Zahroh,
1999), yaitu
a) Kafir dzimmy dan mu’ahad yaitu kafir yang telah mengikat perjanjian, sehingga
Allah SWT memerintahkan untuk bergaul dengan mereka sebagai sesama muslim;
b) Kafir musta’mam yaitu kafir yang dianggap aman/tidak membahayakan, sehingga
darah dan harta benda mereka haram sepanjang mereka masih tetap memegang teguh
perjanjian;
c) Kafir harby(musuh), dimana Allah SWT tetap memberikan hak-hak yang harus
dihormati atasharkat dan martabat kemanusiaan, hak persaudaraan kemanusiaan
(ukhuwah insaniyah), hakkeadilan, hak perlakuan sepadan dengan memerhatikan
keutamaan/kemasalahan.
Dari tuntunan tersebut diketahui bahwa Islam memperlakukan nonmuslim sangatlah
adil. Sekaligus jugamembuktikan Al-Quran memang seuatu bentuk pedoman yang sangat
lengkap dan bersifat universal.
b. AS-SUNAH
As-Sunah ialah ucapan, perbuatan serta ketetapan-ketetapan Nabi
Muhammad saw yang merupakan sumber hukum islam kedua setelah Al-Quran.
Dalam banyak hal, Al-Quran baru menjelaskan prinsip-prinsip umum bersifat global
dan universal. Oleh karena itu, salah satu fungsi As-Sunah adalah untuk menjelaskan
dan menguraikan secara lebih terinci prinsip-prinsip yang telah disebutkan dalam Al-
Quran dengan contoh-contoh aplikatif. Selain itu As-Sunah bisa juga membatasi
ketentuan Al-Quran yang bersifat umum dan bahkan bisamenetapkan hukum yang
tidak ada dalam Al-Quran. Berita tentang ucapan, perbuatan serta ketetapan-
ketetapan Nabi Muhammad saw disebut hadist.
Sebuah hadist mengandung 3 (tiga) elemen yaitu rawi, sanad, matan. Rawi
adalah orang yangmenyampaikan atau menuliskan hadis yang didengarnya dari
seorang atau dari gurunya. Sanad adalah urutan para rawi yang menyampaikan hadis,
mereka yang mengantarkan kita sampai kepada matan atau teks hadis. Berbeda
dengan Al-Quran yang telah ditulis pada masa Nabi, hadis lebih banyak dihafal
daripada ditulis.
Bahkan pada awalnya, rasul melarang para sahabat untuk mencatat hadis,
karena khawatir tercampur dengan Al-Quran. Izin penulisan hadis hanya diberikan
kepada sahabat tertentu seperti Abdullah binAmr, Rasul juga meminta orang yang
KAIDAH HUKUM ISLAM

mendengarkan hadis untuk menyampaikan dengan teliti dan jujur kepada orang lain.
Kendati sudah ada catatan-catatan hadis yang ditulis beberapa sahabat, penulisan
hadis secara khususbaru dimulai pada awal abad ke 2 H. Untuk menjaga hadis dari
kebohongan dan pemalsuan dalam periwayatannya para ulama merumuskan syarat-
syarat penerimaaan hadis, baik yang berhubungan dengan riwayatnya maupun isi
hadis itu sendiri.
Periwayatan Hadis
Dalam segi jumlah perawinya yang bersambung mata rantainya, ulama
mengelompokkan hadis menjadi tiga, yaitu:
1) Hadis Mutawatir, ialah hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah orang yang tidak
terhitung jumlahnya dan mereka tidak mungkin bersepakat berbohong dengan
perawi yang sama banyaknya hingga sanadnya bersambung kepada Nabi
Muhammad SAW.
2) Hadis Masyhur, ialah hadis yang diriwayatkan dari Nabi, oleh seorang, dua orang
atau lebih sedikit dari kalangan sahabat, atau diriwayatkan dari sahabat, oleh
seorang atau dua orang perawi kemudian setelah itu tersebar luas hingga
diriwayatkan oleh orang banyak yang tidak mungkin bersepakat bohong.
3) Hadis Ahad atau khabar Khasshah menurut Imam Syafi’i ialah setiap hadis yang
diriwayatkan dari Rasulullah saw oleh seorang, dua orang atau sedikit lebih
banyak dan belum mencapai syarat hadis Mashur. Sunah ahad ini dibagi menjadi
tiga bagian, yaitu:
a. Hadis shahih ialah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil dan
sempurna ketelitiannya, sanadnya bersambung sampai kepada Rasulullah,
tidak mempunyai cacat.
b. Hadis hasan ialah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil tetapi
kurang ketelitiannya, sanadnya bersambung sampai kepada Rasulullah, tidak
mempunyai cacat dan tidak berlawanan dengan orang yang lebih terpecaya.
c. Hadis dha’if ialah hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat Hadis shahih dan
Hadis hasan.
Dengan beragamnya tingkatan hadis seperti di atas, seorang muslim ketika hendak
berpedoman pada Hadis harus memerhatikan kesalihannya dan tidak bertentangan
dengan Al-Quran. Di Indonesia, komplasi hadis shahih yang sering dijadikan rujukan
adalah hadis shahih riwayat Bukhari dan Muslim
KAIDAH HUKUM ISLAM

Fungsi As-Sunah
As-Sunah berfungsi sebagai penopang dan penyempurna Al-Quran dalam
menjelaskan hukum-hukum syar’. Oleh karena itu, Imam Syafi’i dalam menerangkan Al-
Quran dan As-Sunah tidak menguraikan secara terpisah. Keduanya merupakan satu
kesatuan dalam kaitannya dengan kepentingan istidlal dan dipandang sebagai sumber
pokok yang satu, yakni nash. Keduanya saling menopang secara sempurna dalam
menjelaskan hukum. Fungsi As-Sunah, antara lain:
1) Menguatkan hukum yang telah ditetapkan dalam Al-Quran
2) Memberikan keterangna ayat-ayat Al-Quran dan menjelaskan rincian ayat-ayat
yang masih bersifat umum.
3) Membatasi kemutlakannya
4) Menakhsiskan/mengkhususkan keumumannya
5) Menciptakan hukum baru yang tidak ada di dalam Al-Quran
As-Sunah sebagai sumber hokum
Ketaatan kepada Allah SWT harus diikuti dengan ketaatan kepada Rasul. Sebaliknya,
ketaatan kepada Rasul harus diikuti pula dengan ketaatan kepada Allah SWT, sehingga
keduanya merupakan dua hal yangtidak dapat dipisahkan. Rasulullah saw telah
memberikan contoh dan teladan, bagaimana cara shalat yang benar, bagaimana masuk
kamar mandi, bagaimana keluar kamar mandi, bagaimana bergadang, bagaimana makan,
bagaimana memimpin perang, bagaimana menjadi kepala negara yang baik bahkan juga
bagaimana menjadi suami dan kepala rumah tangga yang baik. Konsekuensi ketaatan
kepada Rasul adalah dengan mengimani dan membenarkan apa yangdikabarkannya,
mengagungkan dan membelanya, memperbanyak shalawat, serta menghidupkan
sunahnya. Oleh karena itu, seorang muslim perlu melengkapi rujukan sumber hukum Al-
Quran sebagai rujukan utama dengan As-Sunah.
c. IJMAK
Ijmak adalah kesempatan para mujtahid dalam suatu masa setalah wafatnya
Rasulullah saw, terhadap hukum syara’ yang bersifat praktis, dan merupakan sumbee
hukum isalam ketiga setelah Al-Quran dan As-Sunah. Dalil yang menjadi dasar
Ijmak adalah sabda Rasulullah saw yang berbunyi:
“apa yang dipandang oleh kaum muslimin baik, maka menurut pandangan Alllah
SWT juga baik”.
“umatku tidak akan bersepakat atas perbuatan yang sesat”
KAIDAH HUKUM ISLAM

“ingatlah barangsiapa yang ingin menempati surga, maka bergabunglah (ikutilah)


jama’ah. Karena syaithan adalah bersama orang-orang yang menyendiri. Ia akan
lebih jauh dari dua orang daripada dari seorang yang menyendiri”. (H.R. Umar bin
Khatthab) Jumhur ulama berpendapat, bahwa alasan dapat ddipergunakannya Ijmak
sebagai sumber hukum Islamadalah sebagai berikut (Abu Zahrah, 1999):
1) Hadis-hadis yang menyatakan bahwa umat Muhammad tidak akan bersepakat
terhadap kesesatan, apa yang menurut pandangan kaum muslimin baik, maka
menurut Allah SWT juga baik, oleh karena itu, amal perbuatan para sahabat yang
telah disepakati dapat dijadikan argumentasi (hujjah).
2) Mengikuti jalan akidah orang bukan mukmin adalah haram, karena menentang
Allah SWT dan Rasul dan diancam neraka jahanam. Mengikuti pendapat orang
mukmin berati mengikuti sesuatu yang ditetapkan berdasarkan ijmak. Dengan
demikian, ijmak dapat dijadikan hujjah yang dapat digunakan untuk menggali
hukum syara’ dari nash-nash syara’.
Tingkatan Ijmak
Menurut Imam Syafi’i tingkatan ijmak adalah sebagai berikut:
1) Ijmak Sharih ialah jika engkau atau salah seorang ulama mengatakan, “hukum ini
telah disepakati”. Maka niscaya setiap ulama yang engkau temui juga
mengatakan seperti apa yang engkau katakana.
2) Ijmak Sukuti ialah sesuatu pendapat yang dikemukakan oleh seorang mujtahid,
kemudian pendapat tersebut telah diketahui oleh para mujtahid yang hidup
semasa dengan mujtahid diatas, akan tetapi tidak ada seorangpun yang
mengingkarinya.
3) Ijmak pada Permasalahan Pokok, jika para ahli fikih yang hidup dalam satu masa
berbeda dalam berbagai pendapat, akan tetapi bersepakat dalam hukum yang
pokok, maka seseorang tidak boleh mengemukakan pendapat yang bertentangan
dengan pendapat-pendapat mereka.
Terjadinya Ijmak
Para fuqaha tiddak sepakat tentang terjadinya Ijmak kecuali ijmak para sahabat,
sehingga ada sebagian fuqaha yang menganggap ijmak yang dapat dijadikan sebagai
sumber hukum hanya ijmak yang berasaldari sahabat karena ijmak ini berdasarkan
hukum-hukum syara’ yang telah ditetapkan secara mutawattir sehingga tidak ada seorang
pun yang menolaknya. Sedangkan sebagian fuqaha lainnya menganggap bahwa ijmak
KAIDAH HUKUM ISLAM

dapat terjadi pada ijmak para sahabat dan ijmak dari bukan para sahabat. Untuk
menyikapi perbedaan tersebut, yang perlu diketahui bahwa ijmak adalah hujjah yang
bersifat qath’i (tegas dan jelas). Oleh karena itu, ijmak dari bukan para sahabat harus
didasarkan atas hadis yang diriwayatkan secara mutawattir agar sanadnya menjadi qath’i.
Hal ini agar sejalan dengan hukum yangakan disepakati dan juga bersifat qath’i.
Faktor-faktor yang harus terpenuhi sehingga ijmak dapat dijadikan sebagai sumber
hukum adalahsebagai berikut.
1) Pada amasa terjadinya peristiwa itu harus ada beberapa orang mujtahid.
2) Kesepakatan itu haruslah kesepakatan yang bulat.
3) Seluruh mujtahid menyetujui hukum syara’ yang telah mereka putuskan itu
dengan tidak memandang negara, kebangsaan dan golongan mereka.
4) Kesepakatan itu diterapkan secara tegas terhadap peristiwa tersebut baik lewat
perkataan maupun perbuatan.
Sedangkan untuk menjadi mujtahid harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.
(Yahya & Fatchurrahman, 1997):
 Menguasai ilmu bahasa arab dengan segala cabangnya.
 Mengetahui nash-nash Al-Quran perihal hukum-hukum syariat yang
dikandungnya, ayat-ayat hukum, cara mengeluarkan hukum dari Al-Quran.
 Mengetahui nas-nash Al-Quran yaitu mengetahui hukum syariat yang
didatangkan oleh Al-Hadisdan mampu mengeluarkan hukum perbuatan orang
mukalaf dari padanya.
 Mengetahui maqashidus syar’iah (tujuan syar’iah), tingkah laku dan adat
kebiasaan manusia yang mangandung maslahat dan kemudaratan.
Ijmak adalah salah satu sumber hukum dalam islam setelah Al-Quran dan As-Sunah,
cara penetapan hukumnya bukanlah hal yang mudah karena ada kriteria yang harus
dipenuhi agar hasil dari Ijmak dapat dijadikan sebagai pedoman.
d. QIYAS
Qiyas menurut bahasa ialah pengukuran seseuatu dengan yang lainnya atau
penyamaan sesuatu dengan sejenisnya. Sedangkan menurut terminologi , definisi
qiyas secara umum adalah suatu proses penyingkapan kesamaan hukum suatu kasus
yang tidak disebutkan dalam suatu nash baik di Al-Quran dan As-Sunah dengan
suatu hukum yang disebutkan dalam nash karena ada kesamaan dalam alasannya.
KAIDAH HUKUM ISLAM

Hal ini sesuai dengan (QS 59:2) “maka ambillah pelajaran wahai orang-
orang yang mempunyai wawasan”. "pelajara” adalah qiyaslah keadaanmu dengan
apa yang telah terjadi. Proses qiyas untuk suatu kasus yang akan dicari hukumnya
adalah dengan mencari nash hukum yang jelas untuk kasus tertentu, setelah itu para
mujtahid akan mencari ‘illat untuk kasus yang akaan dicari hukumnya. Jika
ditemukan adanya ‘illat maka mujtahid dapat menggunakan ketentuan hukum
yangsama untuk kedua kasus tersebut, sedangkan jika tiddak ditemukana ‘illat nya
maka akan dicari kehukum pokok (ashl).
Qiyas dapat dianggap sebagai sumber hukum, jika memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
1. Sepanjang mengacu dan tidak bertentangan dengan Al-Quran dan As-Sunah,
qiyas diperlukan karena nash-nash dalam Al-Quran dan As-Sunah itu universal
dan global. Sedangkan kejadian-kejadian pada manusia itu terus berkembang
terus. Oleh karena itu, tidak mungkin nash-nash yang universal itu dijadikan
sebagai satu-satunya sumber hukum terhadap kejadian-kejadian yang
berkembang mengikuti zaman.
2. Qiyas juga sesuai dengan logika yang sehat. Misalnya, orang islam meminum
minuman yang memabukkan. Sangatlah masuk akal, bila ssetiap minuman atau
makana memabukkan yang diqiyaskan dengan minuman tersebut, menjadi
haram hukumnya.
Argumentasi (kehujjahan) qiyas
Tidak perlu diragukan, bahwa argumentasi jumhue ulama didasarkan pada prinsip
berpikir logis, yaituayat Al-Quran dan As-Sunah.
JENIS TRANSAKSI SYARIAH

Secara umum, dalam sistem ekonomi syariah akad dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu :
a. Akad tabarru’ (kontrak transaksi untuk kebajikan)
Akad tabarru’ adalah perjanjian atau kontrak yang tidak mencari keuntungan
materiil. Akad ini digunakan untuk transaksi yang sifatnya tolong menolong tanpa
mengharapkan adanya keuntungan materiil dari pihak-pihak yang melakukan perikatan.
Akan tetapi dalam transaksi ini diperbolehkan untuk memungut biaya transaksi yang
akan habis digunakan dalam pengelolaan transaksi tabarru’tersebut.
Objek dari akad ini biasanya adalah sesuatu yang diberikan atau dipinjamkan, yakni
sebagai berikut.
 Akad Qardh,
Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih kembali
atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharap imbalan. Rukun Al-Qardh :
1. Pihak peminjam (muqtaridh)
2. Pihak pemberi pinjaman (muqridh)
3. Dana (qardh)
4. Ijab qabul (sighat)
 Akad Rahn
Rahn adalah menahan salah satu harta milik sipeminjam sebagai jaminan
atas pinjaman yang diterimanya. Rukun Ar-Rahn :
1. Pihak penggadai (raahin)
2. Pihak penerima gadai (murtahin)
3. Objek gadai (marhun)
4. Hutang (marhun bih)
5. Ijab qabul (sighat)
 Akad Hawalah,
Hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berhutang kepada orang
lain yang wajib menanggungnya. Rukun Hawalah :
1. Pihak yang berutang (muhil)
2. Pihak yang berpiutang (muhal)
3. Pihak yang berutang dan berkewajiban membayar utang kepada muhal
(muhal’alaih)
4. Hutang muhil kepada muhal (muhal bih)
JENIS TRANSAKSI SYARIAH

5. Hutang muhal alaih kepada muhil
6. Ijab qabul (sighat)
 Akad Wakalah
Wakalah adalah penyerahan atau pemberian mandat. Orang yang diberikan
amanat oleh orang lain maka orang tersebut akan melakukan apa yang diamanatkan
(dikuasakan) kepadanya. Rukun Wakalah :
1. Pihak pemberi kuasa (muwakkil)
2. Pihak penerima kuasa (wakil)
3. Objek yang dikuasakan (taukil)
4. Ijab qabul (sighat)
 Akad Wadi’ah
Wadi’ah adalah titipan murni dari satu pihak ke pihak lainnya baik individu
maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si pemberi
titipan menghendaki.
Jenis wadi’ah dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
a) Wadi’ah yad adh-dhamanah, adalah akad penitipan barang atau uang dimana
pihak penerima titipan dengan atau tanpa izin pemilik barang atau uang, dapat
memanfaatkan titipan tersebut dan bertanggung jawab atas semua yang terjadi
atas terhadap titipan tersebut. Semua manfaat yang diperoleh menjadi hak
penerima titipan. Rukun Wadi’ah :
1. barang atau uang yang dititipkan (wadi’ah)
2. pemilik barang atau uang (muwaddi’)
3. pihak yang menyimpan atau menerima titipan (mustawda’)
4. ijab qabul (sighat)
b) al-amanah, adalah akad penitipan barang atau uang dimana pihak penerima
titipan tidak diperkenankan menggunakan barang atau uang yang dititipkan
dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan barang titipan
yang bukan disebabkan oleh kelalaian si penerima titipan.
 Akad Kafalah
Kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak
ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung.
Rukun Kafalah :
JENIS TRANSAKSI SYARIAH

1. pihak penjamin (kaafil)


2. pihak yang dijamin (makful)
3. objek penjaminan (makful alaih)
4. ijab qabul (sighat)
 Akad Wakaq
Wakaq adalah jika salah satu pihak memberikan suatu objek yang berbentuk
uang atau barang tanpa disertai dengan kewajiban untuk mengembalikannya.
b. Akad tijarah (kontrak untuk transaksi yang berorientasi laba)
Tujuan dari transaksi ini adalah untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan
melalui kegiatan-kegiatan ekonomi. Institusi yang melaksanakan kegiatan ini bisa
institusi swasta murni atau pemerintah yang berciri swasta. Sifat dasar transaksi dan
kontrak ini didalam ekonomi syari’ah dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu :
a) Transaksi/kontrak yang secara alamiah mengandung kepastian ( Natural Certainty
Contracts)
Transaksi/kontrak ini adalah suatu jenis transaksi/kontrak dalam usaha yang
memiliki kepastian keuntungan dan pendapatannya baik dari segi jumlah dan waktu
penyerahannya.
Ada dua hal penting yang terlibat didalam transaksi ini, yaitu :
1) Objek pertukaran
Objek ini terdiri dari dua macam yaitu sebagai berikut :
1) ‘Ayn (harta nyata), berupa barang dan jasa seperti tanah, bangunan,
mobil, peralatan, jasa parkir, jasa karyawan, dan sebagainya.
2) Dayn (harta keuangan), berupa harta yang memiliki nilai finansial seperti
uang dan surat berharga.
2) Waktu pertukaran
Waktu pertukaran juga terdiri dari dua macam, yaitu :
1) Naqdan (penyerahan segera), adalah situasi pertukaran yang waktu
penyerahannya dilakukan secara tunai atau pada saat sekarang (present)
2) Ghairu Naqdan (penyerahan ditangguhkan), adalah situasi pertukaran
dimana waktu pertukarannya dilakukan dimasa akan datang atau
ditangguhkan (deferred)
JENIS TRANSAKSI SYARIAH

c. Jenis-jenis transaksi yang mengandung kepastian dalam perekonomian islam


meliputi sebagai berikut :
1. Akad bai’ (akad jual beli)
Bai’ adalah transaksi pertukaran antara ‘ayn dengan dayn. Dalam transaksi
ini penjual telah memasukkan unsur laba ke harga jualnya dan secara syariat tidak
harus memberitahukan kepada pebeli tentang besarnya laba tersebut. Rukun Bai’ :
1) penjual (bai’)
2) pembeli (musytari’)
3) barang/objek (mabi’)
4) harga (tsaman)
5) ijab qabul (sighat)
Bai’ secara umum terbagi menjadi tiga jenis, yaitu :
1) Bai’ al-murahabah
Adalah jual beli dimana harga jualnya terdiri dari harga pokok barang
yang dijual ditambah dengan keuntungan yang telah disepakati oleh kedua
belah pihak. Pada transaksi ini, penyerahan barang dilakukan pada saat
transaksi terjadi sedangkan pembayarannya dapat dilakukan secara tunai,
ditangguhkan atau dicicil.
2) Bai’ as-salam
Adalah transaksi jual beli suatu barang tertentu dimana harga jualnya
terdiri dari harga pokok barang ditambah keuntungan yang telah disepakati,
waktu penyerahan barang dilakukan dimasa akan datang (ditangguhkan)
sedangkan pembayarannya dilakukan dimuka (secara tunai).
3) Bai’ al-istishna’
Adalah transaksi jual beli yang penyerahannya dilakukan dimasa akan
datang dan penyerahan uang atau pembayaran dapat dilakukan dikemudian
hari (ditangguhkan). Transaksi ini merupakan jenis khusus dari Bai’ as-salam.
2. Ijarah dan Ijarah Muntahiyah bitamliik
Ijarah adalah transaksi sewa menyewa suatu aset. Selain itu juga dapat
didefinisikan sebagai akad pemindahan hak guna atau manfaat atas barang dan jasa
melalui upah sewa tanpa diikuti oleh pemindahan hak kepemilikan atas barang dan
jasa tersebut.
JENIS TRANSAKSI SYARIAH

Ijarah Muntahiyah bitamliik adalah transaksi ijarah yang diikuti dengan


proses perpindahan hak kepemilikan atas barang tersebut. Proses perpindahan
dalam transaksi ini dapat dilakukan dengan cara Hibah atau janji untuk menjual.
Transaksi ini merupakan pengembangan dari transaksi ijarah.
3. Sharf
Adalah transaksi pertukaran dayn (mata uang) dengan dayn yang berbeda
atau jual beli mata uang. Dalam transaksi ini, penyerahan mata uang harus
dilakukan secara tunai (naqdan) dan tidak dilakukan secara tangguh.
4. Barter
Adalah transaksi pertukaran kepemilikan antara dua barang yang berbeda.
Agar tidak ada pihak yang dirugikan dalam barter ini, maka informasi tentang harga
masing-masing barang haruslah diketahui oleh kedu belah pihak.
d. Transaksi/kontrak yang secara alamiah mengandung ketidakpastian ( Natural
Uncertainty Contracts)
Kontrak atas transaksi yang secara alamiah mengandung ketidakpastian merupakan
bagian dari akad tijarah, yaitu akad transaksi yang bertujuan mencari keuntungan.
Transaksi ini merupakan campuran antara objek ‘ayn dan dayn atau perkongsian antara
dua belah pihak atau lebih (asy-syirkah). Secara umum adca dua jenis syirkah dalam
ekonomi syari’ah, yaitu sebagai berikut :
1. Musyarakah
Musyarakah adalah akad kerjasama atau campuran antara dua pihak atau
lebih untuk melakukan suatu usaha tertentu yang halal dan produktif, dengan
kesepakatan bahwa keuntungan yang diperoleh akan dibagi sesuai dengan nisbah
yang telah disepakati dan risiko ditanggung sesuai porsi kerjasamanya.
Musyarakah dapat dibagi menjadi 4 jenis, yaitu :
a) musyarakah muwafadhah
b) musyarakah al-inan
c) musyarakah abdan
d) musyarakah wujuh
2. Mudharabah
Mudharabah adalah kesepakatan atau persetujuan antara pemilik modal
dengan para pekerjanya untuk mengelola uang dari pemilik kedalam suatu usaha
tertentu, dengan kesepakatan bahwa keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai
JENIS TRANSAKSI SYARIAH

dengan perjanjian yang telah disepakati, sedangkan risikonya akan


ditanggung oleh pemilik modal. Mudharabah dapat dibagi menjadi lima macam,
yaitu :
a) mudharabah muthlaqah
b) mudharabah muqayyadah
c) muzara’ah
d) musaqah
e) mukhabarah
3. Wa’ad dan Akad
Wa’ad adalah janji (promise) antara satu pihak kepada pihak lainnya,
sementara  akad  adalah  kontrak antara dua belah pihak. Wa’ad hanya mengikat
satu pihak, yakni pihak yang memberi janji berkewajiban untuk melaksanakan
kewajibannya. Sedangkan pihak yang diberi janji tidak memikul kewajiban apa-apa
terhadap pihak lainnya. Dalam wa’ad, terms and  condition-nya  belum ditetapkan
secara rinci dan spesifik (belum well defined). Bila pihak yang berjanji tidak dapat
memenuhi janjinya, maka sanksi yang diterimanya lebih merupakan sanksi moral.
Akad merupakan suatu kesepakatan yang mengikat kedua belah pihak yang
saling bersepakat, yakni masing-masing pihak terikat untuk melaksanakan
kewajiban mereka masing-masing yang telah disepakati terlebih dahulu. Dalam
akad, terms and condition-nya sudah ditetapkan secara rinci dan spesifik (sudah
well-defined). Bila salah satu atau kedua pihak yang terikat dalam kontrak itu tidak
dapat memenuhi kewajibannya, maka ia/mereka menerima sanksi seperti yang
sudah disepakati dalam akad.
Dalam bank syariah, akad yang yang dilakukan memiliki konsekwensi
duniawi dan ukhrowi, karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum islam.
Sehingga kesepakatan dapat diminimalisir. Selain itu akad dalam perbankan syariah
baik dalam hal barang, pelaku transaksi, maupun ketentuan lainnya harus
memenuhi ketentuan akad, seperti hal-hal berikut.
a) Rukun, seperti penjual, pembeli, barang, harga dan ijab qabul.
b) Syarat, seperti:
1) Barang dan jasa harus halal.
2) Harga barang dan jasa harus jelas
3) Tempat penyerahan harus jelas.
JENIS TRANSAKSI SYARIAH

4) Barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam kepemilikan.


4. Kombinasi Akad
Kondisi yang harus di hindari dalam kombinasi akad :
 Penggunaan 2 akad dalam transaksi secara bersamaan jika:
„  Menyangkut pihak yang sama
„  Menyangkut objek-objek yang sama
„  Dalam rentang waktu yang sama
 Ta’lluq = mengaitkan suatu akad dengan akad lainnya
Kombinasi akad dapat dilakukan, antara lain:
„  Akad tabarru’ dengan akad tatami’
„  Akad tijarah dengan akad tabrru’
„  Akad tabarru’ dengan akad tijarah

Anda mungkin juga menyukai