Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam industri pertambangan sering dijumpai sifat batuan yang
relative keras, sehingga tidak dapat digali secara langsung karena
berpengaruh pada produktifitas alat gali muat tersebut. Dengan
berkembangnya teknologi,ditemukan solusi untuk memberaikan batuan
tersebut yaitu dengan proses pemboran dan peledakan. Dimana proses ini
merupakan salah satu metode yang paling sering digunakan dalam
pemberaian batuan keras sehingga operasi penambangan dapat berjalan
secara efektif dan efisien.
Pemboran merupakan kegiatan yang pertama kali dilakukan dalam
suatu operasi peledakan batuan. Kegiatan ini bertujuan untuk membuat
sejumlah lubang ledak yang nantinya akan diisi dengan sejumlah bahan
peledak untuk diledakkan. Bukan hanya untuk pembuatan lubang ledak,
tetapi pemboran memiliki fungsi lain seperti pengumpulan data sebaran
cadangan. Karena pentingnya kegiatan pemboran maka perlu adanya materi
yang menjelaskan tetang pemboran serta segala sesuatu yang ada di dalam
kegiatan pemboran secara terperinci sebagai bahan acuan dalam melakukan
kegiatan pemboran.
Meskipun banyak sistem pemboran yang dapat dipilih, kegiatan
pemboran untuk penyediaan lubang ledak pada saat ini umumnya dilakukan
dengan mesin sistem mekanik (perkusif, rotari, dan rotari-perkusif) dengan
berbagai ukuran dan kemampuan, tergantung pada kapasitas produksi yang
diinginkan yang didasarkan pula pada pertimbangan teknik dan ekonomi,
sistem pemboran secara mekanik lebih applicable dari pada sistem
pemboran yang lain. Oleh sebab itu, maka sangat penting untuk mengetahui
produktivitas alat bor untuk pembuatan lubang ledak untuk masing-masing
jenis batuan, sehingga diperoleh hasil yang maksimal dalam proses
produksi.

1|PEMBORAN DAN PELEDAKAN


Pada awalnya kegiatan peledakan digunakan oleh kalangan militer
untuk kebutuhan perang, tetapi seiring berjalannya waktu, kegiatan
peledakan sudah digunakan dalam kegiatan industry-industri tertentu
contohnya industri pertambangan. Pada awalnya, kegiatan pembongkaran
bahan galian atau tanah penutup (overburden) dilakukan dengan
menggunakan alat mekanis seperti exavator. Tetapi dikarenakan jenis
batuan yang dibongkar termasuk dalam jenis batuan yang keras dan
ditambah dengan meningkatnya permintaan kebutuhan barang tambang,
maka teknologi produksi pertambangan harus ditingkatkan jug aagar dapat
memenuhi permintaan pasar dunia. Sehingga digunakanlah metode
peledakan dalam dunia pertambangan untuk menunjang produksi bahan
galian yang di tambang hingga mencapai target produksi.
Tetapi pemilihan metode peledakan harus dipertimbangkan dengan
sangat matang. Hal ini menyangkut ongkos yang akan dikeluarkan oleh
perusahaan tambang untuk membeli alat dan bahan yang akan dipergunakan
untuk proses peledakannya sangat mahal. Sehingga perusahaan harus
memperhitungkan pengeluaran tersebut dengan hasil pendapatan dari hasil
penjualan hasil tambangnya. Sebelum melakukan peledakan harus
diperhatikan peralatan dan perlengkapan peledakan yang harus disediakan
agar proses peledakan berjalan dengan aman.

2|PEMBORAN DAN PELEDAKAN


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pemboran dan Peledakan


Pemboran merupakan pekerjaan yang dilakukan untuk beberapa
tujuan, antara lain pemboran lubang ledak, pemboran air dan pemboran inti
(coring). Pemboran untuk lubang ledak dan pemboran inti dapat
dilaksanakan di tambang terbuka dan tambang bawah tanah. Dalam suatu
operasi peledakan batuan kegiatan pemboran merupakan pertama kali yang
digunakan dengan tujuan untuk membuat sebuah lubang ledak dengan
geometri dan pola tertentu yang selanjutnya akan diisi bahan peledak yang
akan diledakkan.
Pemboran dan peledakan merupakan metode yang efektif dalam
kegiatan pembongkaran batuan. Metode ini bertujuan untuk membongkar
bahan galian dari batuan induknya dan memindahkan bahan galian yang
telah hancur tersebut menjadi tumpukan material (muckpile) yang siap untuk
dimuat ke dalam alat angkut. Tingkat fragmentasi batuan yang dihasilkan
dari kegiatan pengeboran dan peledakan tersebut merupakan salah satu
indikator untuk menentukan keberhasilan suatu kegiatan pengeboran dan
peledakan. Diharapkan ukuran fragmentasi batuan yang dihasilkan sesuai
dengan kebutuhan pada kegiatan penambangan selanjutnya. Hasil peledakan
yang baik dapat diperoleh dengan memperhatikan beberapa hal seperti:
keadaan batuan, pengaruh air, cuaca, pembuatan lubang ledak, pola
pemboran, geometri peledakan, pola peledakan, dan powder factor (Jimeno,
1995).
Kegiatan peledakan yaitu suatu upaya pemberaian batuan dari batuan
induk menggunakan bahan peledak. Menurut kamus pertambangan umum,
bahan peledak adalah senyawa kimia yang dapat bereaksi dengan cepat
apabila diberikan suatu perlakuan, menghasilkan sejumlah gas bersuhu dan
bertekanan tinggi dalam waktu yang sangat singkat. Peledakan memiliki

3|PEMBORAN DAN PELEDAKAN


daya rusak bervariasi tergantung jenis bahan peledak yang digunakan dan
tujuan digunakannya bahan peledak tersebut.
Peledakan dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, baik itu
positif maupun negatif, seperti untuk memenuhi tujuan politik, ideologi,
keteknikan, industri dan lain-lain. Contohnya besi, baja dan logam lainnya,
serta bahan galian industri, seperti batubara dan gamping seringkali
menggunakan peledakan untuk memperoleh bahan galian tersebut, apabila
dianggap lebih ekonomis dan efisien dari pada penggalian bebas (free
digging) maupun penggaruan (ripping).
Menurut Koesnaryo, suatu operasi peledakan dinyatakan berhasil
dengan baik pada kegiatan penambangan apabila :
1. Target produksi terpenuhi(dinyatakan dalam ton/hari atau ton/bulan).
2. Penggunaan bahan peledak efisien yang dinyatakan dalam jumlah
batuan yang berhasil dibongkar per kilogram bahan peledak (disebut
powder faktor).
3. Diperoleh fragmentasi batuan berukuran merata dengan sedikit
bongkah (kurang dari 15% dari jumlah batuan yang terbongkar per
peledakan).
4. Diperoleh dinding batuan yang stabil dan rata (tidak ada overbreak,
overhang, retakan-retakan).
5. Aman.
6. Dampak terhadap lingkungan minimal.

2.2. Pola Pemboran


Kegiatan pemboran lubang ledak merupakan suatu hal yang sangat
penting diperhatikan sebelum kegiatan pengisisan bahan peledak. Kegiatan
pemboran lubang ledak dilakukan dengan menempatkan lubang-lubang
ledak secara sistematis, sehingga membentuk suatu pola. Berdasarkan letak
lubang bor maka pola pemboran dibagi menjadi dua pola dasar, yaitu:
1. Pola pemboran sejajar (paralel pattern), terdiri dari dua macam,
yaitu :

4|PEMBORAN DAN PELEDAKAN


a. Pola bujur sangkar (square pattern), yaitu jarak burden dan
spasi yang sama
b. Pola persegi panjang (rectangular pattern), yaitu jarak spasi
dalam satu baris lebih besar dibandingkan dengan burden.
2. Pola pemboran selang seling (staggered pattern), adalah pola
pemboran yang penempatan lubang ledak ditempatkan secara selang
seling pada setiap kolomnya. Dalam pola ini distribusi energi
peledakan antar lubang akan lebih terdistribusi secara merata daripada
pola bukan staggered. Pola zig-zag terbagi menjadi:
a. Pola bujur sangkar (square pattern), yaitu jarak burden dan
spasi yang sama
b. Pola persegi panjang (rectangular pattern), yaitu jarak spasi
dalam satu baris lebih besar dibandingkan dengan burden.

Gambar 2.1 Pola Pemboran (Suwandi, 2009)

2.3. Pola Peledakan


Secara umum, pola peledakan merupakan urutan waktu peledakan
antara lubang-lubang bor dalam satu baris dengan lubang bor pada baris

5|PEMBORAN DAN PELEDAKAN


berikutnya ataupun antara lubang bor yang satu dengan lubang bor yang
lainnya. Pola peledakan akan sangat menguntungkan dan efisien jika
ditentukan secara tepat, jika tidak maka akan terjadi kerugian yang
mengakibatkan kerugian yang besar misalnya merusak lingkungan dan
hasilnya tidak akan efektif dan efisien. Pola peledakan ini ditentukan
berdasarkan urutan waktu peledakan serta arah runtuhan material yang
diharapkan. Beberapa contoh pola peledakan berdasarkan sistem inisiasi
dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.2 Pola Peledakan Berdasarkan Sistem Inisiasi (Suwandi, 2009)

Berdasarkan arah runtuhan batuan, pola peledakan diklasifikasikan


sebagai berikut :

6|PEMBORAN DAN PELEDAKAN


1. Box Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke depan
dan membentuk kotak.
2. Echelon cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke
salahsatu sudut dari bidang bebasnya.
3. “V” cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya kedepan
dan membentuk huruf V.
Secara umum, pola peledakan menunjukan urutan atau sekuensial
ledakan dari sejumlah lubang ledak. Adanya urutan peledakan berarti
terdapat jeda waktu ledakan diantara lubang-lubang ledak yang disebut
dengan waktu tunda atau delay time. Beberapa keuntungan yang diperoleh
dengan menerapkan waktu tunda (delay time) pada sistem peledakan antara
lain adalah:
1. Mengurangi getaran
2. Mengurangi overbreak dan fly rock
3. Mengurangi getaran dan suara
4. Dapat mengarahkan lemparan fragmentasi batuan
5. Dapat memperbaiki ukuran fragmentasi batuan hasil peledakan

2.4. Geometri Peledakan


Untuk memperoleh hasil pembongkaran batuan sesuai dengan yang
diinginkan maka perlu suatu perencanaan ledakan dengan memperhatikan
besaran-besaran geometri peledakan. Berikut penjelasan mengenai
perhitungan geometri peledakan menurut C.J.Konya (1990) :

7|PEMBORAN DAN PELEDAKAN


Gambar 2.3 Geometri Peledakan Jenjang (Suwandi, 2009)

Terminologi dan simbol yang digunakan pada geometri peledakan


seperti terlihat pada Gambar 2.3 yang artinya sebagai berikut:

B : burden
L : kedalaman kolom lubang ledak
S : spasi
T : penyumbat (stemming)
H : tinggi jenjang
PC: isian utama (primary charge atau powder column)
J : sub-drilling

2.5. Fragmentasi
Fragmentasi adalah istilah umum untuk menunjukkan ukuran setiap
bongkah batuan hasil peledakan. Ukuran fragmentasi tergantung pada
proses selanjutnya. Untuk tujuan tertentu ukuran fragmentasi yang besar
atau boulder diperlukan, misalnya disusun sebagai penghalang (barrier) di
tepi jalan tambang. Namun kebanyakan diinginkan ukuran fragmentasi yang
kecil karena penanganan selanjutnya akan lebih mudah. Ukuran fragmentasi
terbesar biasanya dibatasi oleh dimensi mangkok alat gali (excavator atau

8|PEMBORAN DAN PELEDAKAN


shovel) yang akan memuatnya ke dalam truck dan oleh ukuran gap bukaan
crusher.
Empat metode pengukuran fragmentasi peledakan (Hustrulid, 1999;
38-42) adalah sebagai berikut :
a. Pengayakan (sieving)
Metode ini menggunakan ayakan dengan ukuran saringan berbeda
untukmengetahui persentase lolos fragmentasi batuan hasil peledakan.
b. Boulder counting (production statistic)
Metode ini mengukur hasil peledakan melalui proses berikutnya,
apakahterdapat kendala dalam proses tersebut, misalnya melalui
pengamatan digging rate, secondary breakage, dan produktivitas
crusher

c. Image analysis (photographic)


Metode ini menggunakan perangkat lunak (software) dalam
melakukan analisis fragmentasi. Software tersebut antara lain
Fragsize, Split Engineering, gold size, power sieve, fragscan, wipfrag,
dll.
d. Manual (measurement)
Dilakukan pengamatan dan pengukuran secara manual di lapangan,
dalamsatuan luas tertentu yang dianggap mewakili (representatif).

9|PEMBORAN DAN PELEDAKAN


BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Pemboran Lubang Ledak


Pemboran merupakan kegiatan yang pertama kali dilakukan dalam
suatu operasi peledakan batuan. Kegiatan ini bertujuan untuk membuat
sejumlah lubang ledak yang nantinya akan diisi dengan sejumlah bahan
peledak untuk diledakkan. Bukan hanya untuk pembuatan lubang ledak
tetapi pemboran memiliki fungsi lain seperti pengumupulan data sebaran
cadangan. Karena pentingnya kegiatan pemboran maka perlu adanya materi
yang menjelaskan tetang pemboran serta segala sesuatu yang ada di dalam
kegiatan pemboran secara terperinci sebagai bahan pembantu atau penuntun
dalam melakukan kegiatan pemboran.
Pemboran untuk lubang ledak dan pemboran inti dapat dilaksanakan
di tambang terbuka dan tambang bawah tanah. Adapun jenis-jenis alat bor
yang digunakan banyak ragamnya, yaitu tumbuk (percussing), putar
(rotary) dan kombinasi tumbuk dan putar (rotary-percussing). Dalam suatu
operasi peledakan batuan, kegiatan pemboran merupakan pertama kali yang

10 | P E M B O R A N D A N P E L E D A K A N
dilakukan dengan tujuan untuk membuat sebuah lubang ledak dengan
geometri dan pola yang sudah tertentu pada masa batuan, yang selanjutnya
akan diisi dengan bahan peledak yang akan diledakan. Peledakan itu sendiri
bertujuan untuk membongkar batuan atau material yang keras dengan
menggunakan campuran bahan–bahan kimia untuk memicu terjadi
peledakan. Kegiatan peledakan pada penambangan batubara dilakukan
dengan tujuan menunjang operasi penggalian yang dilakukan excavator,
karna tujuan dari peledakan itu sendiri membuat fragmentasi sehinga dapat
menghasilkan rekahan pada batuan, yang dapat memudahkan dalam proses
penggalian batuan tersebut.
Beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan pemboran:
 Selalu gunakan Alat Pelindung Diri (APD).
 Berada pada jarak aman dari tempat yang sedang dibor.
 Mengecek ulang segala yang berkaitan dengan pemboran.
 Berkomunikasi dengan blasting crew mengenai segala sesuatu
kejanggalan saat kegiatan pemboran berlangsung yang dapat
menyebabkan kegiatan peledakan terganggu.

3.2. Faktor yang Mempengaruhi Pemboran


Kinerja suatu mesin bor dipengaruhi oleh faktor-faktor sifat batuan
yang dibor, rock drillability, geometri pemboran, umur dan kondisi mesin
bor, dan ketrampilan operator.
a. Sifat Batuan
Sifat batuan yang berpengaruh pada penetrasi dan sebagai
konsekuensi pada pemilihan metode pemboran yaitu : kekerasan,
kekuatan, elastisitas, plastisitas, abrasivitas, tekstur, struktur, dan
karakteristik pembongkaran.
1. Kekerasan
Kekerasan adalah daya tahan permukaan batuan terhadap
goresan. Batuan yang keras akan memerlukan energi yang besar
untuk menghancurkanya. Pada umumnya batuan yang keras

11 | P E M B O R A N D A N P E L E D A K A N
mempunyai kekuatan yang besar pula. Kekerasan batuan
diklasifikasikan dengan skala Fredrich Van Mohs (1882).
2. Kekuatan
Kekuatan mekanik suatu batuan merupakan daya tahan batuan
terhadap gaya dari luar, baik bersifat static maupun dinamik.
Kekuatan batuan dipengaruhi oleh komposisi mineralnya,
terutama kandungan kuarsa. Batuan yang kuat memerlukan
energi yang besar untuk menghancurkanya.
3. Bobot isi / Berat jenis
Bobot isi (density) batuan merupakan berat batuan per satuan
volume. Batuan dengan bobot isi yang besar untuk
membongkarnya memerlukan energi yang besar pula.
4. Kecepatan Rambat Gelombang Seismik
Batuan yang masif mempunyai kecepatan rambat gelombang
yang besar. Pada umumnya batuan yang mempunyai kecepatan
rambat gelombang yang besar akan mempunyai bobot isi dan
kekuatan yang besar pula sehingga sangat mempengaruhi
pemboran.
5. Abrasivitas
Abrasivitas adalah sifat batuan yang dapat digores oleh batuan
lain yang lebih keras. Sifat ini dipengaruhi oleh kekerasan butira
batuan, bentuk butir, ukuran butir, porositas batuan, dan sifat
heterogenitas batuan.
6. Tekstur
Tekstur batuan dipengaruhi oleh struktur butiran mineral yang
menyusun batuan tersebut. Ukuran butir mempunyai pengaruh
yang sama dengan bentuk batuan, porositas batuan, dan sifat-
sifat batuan lainya. Semua aspek ini berpengaruh dalam
keberhasilan operasi pemboran.
7. Elastisitas
Sifat elastisitas batuan dinyatakan dengan modulus elastisitas
atau modulus Young (E). Modulus elastisitas batuan bergantung

12 | P E M B O R A N D A N P E L E D A K A N
pada komposisi mineral dan porositasnya. Umumnya batuan
dengan elastisitas yang tinggi memerlukan energi yang besar
untuk menghancurkanya.
8. Plastisitas
Plastisitas batuan merupakan perilaku batuan yang
menyebabkan deformasi permanen setelah tegangan
dikembalikan ke kondisi awal, dimana batuan tersebut belum
hancur. Sifat ini sangat dipengaruhi oleh komposisi mineral
penyusunya, terutama kuarsa. Batuan yang plastisitasnya tinggi
memerlukan energi yang besar untuk menghancurkannya.
9. Struktur Geologi
Struktur geologi seperti sesar, kekar, dan bidang perlapisan akan
berpengaruh terhadap peledakan batuan. Adanya rekahan-
rekahan dan rongga-rongga di dalam massa batuan akan
menyebabkan terganggunya perambatan gelombang energi
akibat
peledakan. Namun adanya rekahan-rekahan tersebut juga sangat
menguntungkan untuk mengetahui bidang lemahnya, sehingga
pemboran akan dilakukan berlawanan arah dengan bidang
lemahnya.
b. Drilabilitas Batuan (Drillability of Rock)
Drilabilitas batuan adalah kecepatan penetrasi rata-rata mata bor
terhadap batuan. Nilai drilabilitas ini diperoleh dari hasil pengujian
terhadap toughness berbagai tipe batuan oleh Sievers dan Furby. Hasil
pengujian mereka memperlihatkan kesamaan nilai penetration speed
dan net penetration rate untuk tipe batuan yang sejenis.
c. Umur dan Kondisi Mesin Bor
Alat yang sudah lama digunakan biasanya dalam kegiatan pemboran,
kemampuan mesin bor akan menurun sehingga sangat berpengaruh
pada kecepatan pemboran. Umur mata bor dan batang bor ditentukan
oleh meter kedalaman yang dicapai dalam melakukan pemboran.
d. Ketrampilan Operator

13 | P E M B O R A N D A N P E L E D A K A N
Keterampilan operator tergantung pada individu masing-masing yang
dapat diperoleh dari latihan dan pengalaman kerja
e. Geometri Pemboran
1. Diameter Lubang ledak
Faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan diameter lubang
ledak
adalah :
 Volume batuan yang dibongkar
 Tinggi jenjang dan konfigurasi isian
 Tingkat Fragmentasi yang diinginkan
 Mesin bor yang tersedia
 Kapasitas alat muat yang akan menangani material hasil
peledakan.
2. Arah Lubang ledak
Pada kegiatan pemboran ada dua macam arah lubang ledak yaitu
arah tegak dan arah miring. Pada tinggi jenjang yang sama,
kedalaman lubang ledak miring lebih besar dari pemboran tegak
selain itu pemboran miring penempatan posisi awal lebih sulit
karena harus menyesuaikan dengan kemiringan lubang ledak
yang direncanakan.

Gambar 3.1 Arah lubang ledak

14 | P E M B O R A N D A N P E L E D A K A N
3. Kedalaman Lubang ledak
Penentuan kedalaman lubang ledak disesuaikan dengan tinggi
jenjang, dimana kedalaman lubang ledak>tinggi jenjang.
Kelebihan kedalaman lubang bor (subdrilling) dimaksudkan
untuk memperoleh jenjang yang rata.
4. Pola Pemboran
Kegiatan pemboran lubang ledak merupakan suatu hal yang
sangat penting diperhatikan sebelum kegiatan pengisisan bahan
peledak. Kegiatan pemboran lubang ledak dilakukan dengan
menempatkan lubang-lubang ledak secara sistematis, sehingga
membentuk suatu pola. Berdasarkan letak lubang bor maka pola
pemboran dibagi menjadi dua pola dasar, yaitu:

 Pola pemboran sejajar (paralel pattern), terdiri dari dua


macam, yaitu : pola bujur sangkar (square pattern), yaitu
jarak burden dan spasi yang sama dan pola persegi
panjang (rectangular pattern), yaitu jarak spasi dalam satu
baris lebih besar dibandingkan dengan burden.
 Pola pemboran selang seling (staggered pattern), adalah
pola pemboran yang penempatan lubang ledak
ditempatkan secara selang seling pada setiap kolomnya.
Dalam pola ini distribusi energi peledakan antar lubang
akan lebih terdistribusi secara merata daripada pola bukan
staggered. Pola zig-zag terbagi menjadi: pola bujur
sangkar (square pattern), yaitu jarak burden dan spasi
yang sama dan pola persegi panjang (rectangular pattern),
yaitu jarak spasi dalam satu baris lebih besar dibandingkan
dengan burden.

3.3. Metode Pemboran


Sistem pemboran berdasarkan dengan tingkat keterterapannya dibagi
menjadi 8 (delapan) macam yaitu :
a. Mekanik : perkusif, rotari, rotari-perkusif

15 | P E M B O R A N D A N P E L E D A K A N
b. Termal : pembakaran, plasma, cairan panas, pembekuan
c. Hidroulik : pancar (jet), erosi, cavitasi
d. Sonik : vibrasi frekuensi tinggi
e. Kimiawi : microblast, disolusi
f. Elektrik : elektric arc, induksi magnetis
g. Seismik : sinar laser
h. Nuklir : fusi, dan fisi
Meskipun banyak sistem pemboran yang dapat dipilih, kegiatan
pemboran untuk penyediaan lubang ledak pada saat ini umumnya dilakukan
dengan mesin sistem mekanik (perkusif, rotari, dan rotari-perkusif) dengan
berbagai ukuran dan kemampuan, tergantung pada kapasitas produksi yang
diinginkan yang didasarkan pula pada pertimbangan teknik dan ekonomi,
sistem pemboran secara mekanik lebih applicable dari pada sistem
pemboran yang lain. Oleh sebab itu maka sangat penting untuk mengetahui
produktivitas alat bor untuk pembuatan lubang ledak untuk masing-masing
jenis batuan,sehingga di peroleh hasil yang maksimal dalam proses
produksi.
3.3.1. Metode Pemboran Putar (Rotary Drilling)

16 | P E M B O R A N D A N P E L E D A K A N
Gambar 3.2 Rotary Drill

Rotary drilling machine atau mesin bor putar adalah metode


pemboran yang menggunakan aksi putaran untuk melakukan penetrasi
terhadap batuan. Konsep dari kerja yang diakukan mesin bor rotary drilling
ini adalah menggunakan mata bor tajam yang berputar untuk menembus
bebatuan keras. Rotary drill bekerja paling efektif pada lubang ledak yang
berdiameter 6 sampai 22 inch. Kedalaman efektif yang dapat dilakukan
berkisar antara 15 sampai 150 ft (typical) dan rata-rata berkisar antara 30
sampai 60 ft.
Sistem kerja alat ini terdiri dari 4 komponen yaitu alat penggerak
utama, alat pengangkat, alat pemutar mata bor, dan alat sirkulasi. Semua ini
dikombinasikan agar alat pengebor ini bisa beroperasi. Pada mesin bor putar
lubang bor dibentuk dari pemboran dengan mekanisme putar dan disertai
pembebanan. Berdasarkan sistem penetrasinya, metode rotary terdiri dari 2
metode yaitu; sistem tricone dan drag bit. Tricone bit merupakan metode
rotary drill yang paling sering digunakan dengan hasil penetrasinya berupa
gerusan dan drag bit dengan hasil penetrasinya berupa potongan (cutting).

Gambar 3.3 Tricone Bit

Secara umum, prinsip kerja operasi mesin bor putar dijabarkan


sebagai berikut:

17 | P E M B O R A N D A N P E L E D A K A N
a. Lubang dalam formasi dibuat oleh gerakan putar dari pahat untuk
mengeruk batuan dan menembus dengan suatu rangkaian batang bor
yang berlobang (pipa).
b. Rangkaian pipa bor disambungkan pada mesin sumber penggerak
dengan berbagai macam alat transmisi, seperti kelly dan rotary table,
chuck ataupun langsung.
c. Sumber penggerak (mesin bensin, diesel dan sebagainya) atau dengan
perantaraan kompresor/motor listrik.
d. Pelumas/pendingin (air, lumpur, udara). Cairan pelumas dipompakan
lewat pipa, keluar lewat pahar bor kembali lewat lobang bor di luar
pipa (casing) atau sebaliknya.
e. Pompa sebagai penggerak/penekan cairan pelumas.
f. Pipa/batang di atas tanah ditahan/diatur dengan menggantungkannya
pada suatu menara/derrick dengan sistem katrol atau dipandu lewat
suatu rak (rack) untuk keperluan menyambungnya atau mencabut
serta melepaskannya dari rangkaian.
g. Untuk memperdalam lubang bor rangkaian pipa bor ditekan secara
hidrolik atau mekanik maupun karena bebannya sendiri.
h. Contoh batuan hasil kerukan mata bor didapatkan sebagai Serbuk bor
(drill-cuttings) yang dibawa ke permukaan oleh lumpur bor atau air.
Serbuk penggerusan batuan dibawa oleh air ke permukaan sambil
mendinginkan mata bor dan juga inti bor (drill core) yang diambil
melalui bumbung pengambil inti (core barrel).
i. Untuk pengambilan inti mata bor yang digunakan bersifat bolong di
tengah sehingga batuan berbentuk cilinder masuk ke dalamnya dan
ditangkap oleh core barrel. Mata bor ini biasanya menggunakan gigi
dari intan atau baja tungsten.
j. Bumbung inti (core barrel) diangkat ke permukaan dicabut dengan
mengangkat seluruh rangkaian batang bor ke permukaan setiap kali
seluruh bumbung terisi dan dicabut lewat tali kawat (wireline) melalui
lubang pipa dengan kabel.

18 | P E M B O R A N D A N P E L E D A K A N
k. Pipa selubung penahan runtuhnya dinding lubang bor (casing)
dipasang setiap kedalaman tertentu tercapai, untuk kemudian
dilanjutkan dengan matabor yang berukuran kecil (telescoping). Pipa
selubung dipasang untuk mengatasi adanya masalah seperti masuknya
air formasi secara berlebihan (water influks), kehilangan sirkulasi
lumpur pemboran karena adanya kekosongan, dalam formasi, atau
lemahnya lapisan yang ditembus.

3.3.2. Metode Pemboran Tumbuk (Percussion Drilling)

Gambar 3.4 Percussion Drilling


Percussion drilling adalah metode pemboran yang menggunakan aksi
tumbukan untuk melakukan penetrasi terhadap batuan. Komponen utama
Percussion drilling adalah piston. Energi tumbukan piston diteruskan ke
batang bor dan mata bor dalam bentuk gelombang kejut yang bergerak
sepanjang batang bor untuk meremukkan permukaan batuan. Metode bor
tumbuk menggunakan mata bor berbentuk X (silang) atau bulat.

19 | P E M B O R A N D A N P E L E D A K A N
Gambar 3.5 Button and Cross (X-Type) Drill Bit

3.3.3. Metode Pemboran Putar-Tumbuk (Rotary-Percussion Drilling)

Gambar 3.6 Rotary-Percussion Drilling


Rotary-Percussion Drilling adalah metode pemboran yang
menggunakan aksi tumbukan yang dikombinasikan dengan aksi putaran,
sehingga terjadi proses peremukan dan penggerusan batuan. Metode ini
terbagi menjadi dua :
a. Top Hammer

20 | P E M B O R A N D A N P E L E D A K A N
Pada metode ini, aksi putaran dan tumbukan dihasilkan diluar lubang
bor yang kemudian ditransmisikan melalui batang bor yang menuju
mata bor.
b. Down The Hole Hammer
Pada metode ini, aksi tumbukan dihasilkan didalam lubang bor yang
dialirkan langsung ke mata bor, sedangkan aksi putarannya dihasilkan
diluar mata bor yang kemudian ditransmisikan melalui batang bor
menuju mata bor.

3.4. Drill Mountings

Gambar 3.7 Mobile Rig

Truck-Mounted Rig adalah rig pengeboran yang dipasang pada truk


dan dapat diangkut dengan mudah dari satu tempat ke tempat yang lainnya
menggunakan truk yang beroda maupun yang menggunakan track mounted.
Juga dikenal sebagai mobile rig, rig pengeboran ini berkapasitas kecil dan
digunakan ketika lokasi pengeboran dapat diakses melalui jalan yang tidak
terlalu kasar (buruk). Mereka digunakan untuk melakukan banyak jenis
operasi pengeboran dan melayani banyak sektor industri seperti
pertambangan, bendungan dan jaringan pipa.

3.5. Drill Rig Performance

21 | P E M B O R A N D A N P E L E D A K A N
Optimalisasi parameter dalam pengeboran dibutuhkan penyesuaian
yang cermat antara kecepatan putar, dorongan yang dilakukan pada mata
bor, hitungan pukulan dan energi, serta volume kompresi udara yang cukup
pada tekanan yang tepat untuk menghilangkan batu yang telah dibor.
Kinerja mesin bor dapat dikatakan baik saat penetrasi rata-rata mesin bor
dan pembilasan potongan bor dalam keadaan maksimal dan biaya yang
dikeluarkan untuk kegiatan pemboran dapat diminimalkan. Kemajuan dalam
perkembangan mesin drilling rig dapat meningkatkan kinerja dan
produktivitas dalam melaksanakan kegiatan pemboran. Perkembangan yang
terjadi antara lain:
a. Peningkatan kenyamanan operator dalam melaksanakan tugasnya
b. Kontrol otomatis dan penyesuaian kekuatan umpan optimal dan
kecepatan rotasi untuk kondisi geologis dan jenis serta diameter bit
c. Penggabungan teknologi terbaru dalam elektrik dan sistem penggerak
hidrolik.

3.6. Menentukan Geometri Pemboran


Geometri pemboran meliputi diameter lubang bor, kedalaman lubang
bor, kemiringan lubang bor, tinggi jenjang, dan juga pola pemboran.

3.6.1. Diameter Lubang Bor


Di dalam menentukan diameter lubang bor tergantung dari volume
massa batuan yang akan dibongkar, tinggi jenjang, tingkat fragmentasi yang
diinginkan, mesin bor yang dipergunakan, dan kapasitas alat muat yang
akan dipergunakan untuk kegiatan pemuatan material hasil pembongkaran.
Untuk diameter lubang bor yang terlalu kecil, maka faktor energi yang
dihasilkan akan berkurang sehingga tidak cukup besar untuk membongkar
batuan yang akan diledakkan, sedang jika lubang bor terlalu besar maka
lubang bor tidak cukup untuk menghasilkan fragmentasi yang baik,
terutama pada batuan yang banyak terdapat kekar dengan jarak kerapatan
yang tinggi.

22 | P E M B O R A N D A N P E L E D A K A N
Ketika kekar membagi burden dalam blok-blok yang besar, maka
fragmentasi yang akan terjadi bila masing-masing terjangkau oleh suatu
lubang tembak. Hal seperti ini memerlukan diameter lubang bor yang kecil.
Diameter lubang bor yang kecil juga memberikan patahan atau hancuran
yang lebih baik pada bagian atap jenjang. Hal ini berhubungan dengan
stemming, di mana lubang bor yang besar maka panjang stemming juga akan
semakin besar dikarenakan untuk menghindari getaran dan flying rock,
sedangkan jika menggunakan lubang bor yang kecil maka panjang
stemming dapat dikurangi.

3.6.2. Kedalaman Lubang Bor


Kedalaman lubang bor biasanya disesuaikan dengan tinggi jenjang yang
diterapkan. Dan untuk mendapatkan lantai jenjang yang rata maka
hendaknya kedalaman lubang tembak harus lebih besar dari tinggi jenjang,
yang mana kelebihan daripada kedalaman ini disebut dengan sub drilling.

3.6.3. Arah Lubang Bor


Arah pemboran yang kita pelajari ada dua, yaitu arah pemboran tegak
dan arah pemboran miring. Arah penjajaran lubang bor pada jenjang harus
sejajar untuk menjamin keseragaman burden yang ingin didapatkan dan
spasi dalam geometri peledakan. Lubang bor yang dibuat tegak, maka pada
bagian lantai jenjang akan menerima gelombang tekan yang besar, sehingga
menimbulkan tonjolan pada lantai jenjang, hal ini dikarenakan gelombang
tekan sebagian akan dipantulkan pada bidang bebas dan sebagian lagi akan
diteruskan pada bagian bawah lantai jenjang. Sedangkan dalam lubang bor
miring akan membentuk bidang bebas yang lebih luas, sehingga akan
mempermudah proses pecahnya batuan karena gelombang tekan yang
dipantulkan lebih besar dan gelombangtekan yang diteruskan pada lantai
jenjang lebih kecil

3.6.4. Pola Pemboran

23 | P E M B O R A N D A N P E L E D A K A N
Pola pemboran segi empat adalah pola pemboran dengan penempatan
lubang-lubang tembak antara baris satu dengan baris berikutnya sejajar dan
membentuk segi empat. Pola pemboran segi empat yang mana panjang
burden dengan panjang spasi tidak sama besar disebut rectangular pattern.
Sedangkan pola pemboran selang-seling adalah pola pemboran yang
penempatan lubang ledak pada baris yang berurutan tidak saling sejajar dan
untuk pola pemboran selang-seling yang mana panjang burden tidak sama
dengan panjang spasi disebut staggered rectangular pattern. Dalam
penerapannya, pola pemboran sejajar adalah pola yang umum, karena lebih
mudah dalam pengerjaannya tetapi kurang bagus untuk meningkatkan mutu
fragmentasi yang diinginkan, maka penggunaan pola pemboran selang-
seling lebih efektif

3.7. Debu (Fugitive Dust)

Gambar 3. Cyclone Mechanical Dust Collector

Debu adalah partikel yang dihasilkan oleh proses mekanis seperti


penghancuran batu, pengeboran, peledakan yang dilakukan pada tambang

24 | P E M B O R A N D A N P E L E D A K A N
timah putih, tambang besi, tambang batu bara, di perusahaan tempat
menggerinda besi, pabrik besi dan baja dalam proses sand blasting dan lain-
lain. Dust-supression dan crushed-rock-cutting colection system tersedia
pada beberapa alat pemboran untuk membantu dalam penekanan jumlah
debu (fugitive dust). Cyclone system mengurangi debu di udara dan
meminimalkan debu dari proses pemboran masuk kembali ke dalam lubang
ledak yang telah dibor untuk memaksimalkan bukaan lubang ledak.

25 | P E M B O R A N D A N P E L E D A K A N

Anda mungkin juga menyukai