PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Geometri Unsur Struktur
Unsur-unsur struktur geologi di alam, yang umumnya di lapangan dijumpai berupa
singkapan-singkapan struktur pada batuan yang terdeformasi, sebenarnya bentuk-bentuk
geometrinya dapat disederhanakan menjadi geometri yang terdiri dari struktur bidang dan
struktur garis.
Unsur-unsur secara geometris pada dasarnya hanya terdiri dari dua unsur geometris
yaitu: Geometris bidang (Struktur bidang : bidang perlapisan, kekar, sesar, foliasi, sumbu
lipatan, dll) dan Geometris garis (Struktur garis : goresgaris, perpotongan 2 bidang, liniasi,
dll).
Pemecahan masalah-masalah yang berhubungan dengan geometri struktur bidang dan
struktur garis seperti : masalah besaran arah dan sudut, jarak dan panjang dari struktur bidang
dan struktur garis, misalnya : menentukan panjang dari segmen garis, sudut anatara dua garis,
sudut antara dua bidang, sudut antara garis dan bidang, jarak titik terhadap bidang, jarak titik
terhadap garis.
Adapun salah satu cara pemecahan masalah geometridalam geologi struktur adalah
dengan metode geometri deskriptif, yang meliputi metode grafis dan proyeksi. Dimana dalam
analisa dan pemecahan masalahnya bentuk dan posisi obyek struktur yang yang tadinya di
alam memiliki kenampakan tiga dimensi diubah menjadi dua dimensi.
Kelemahan dari metode ini adalah ketelitiannya sangat tergantung pada faktor-faktor :
skala penggambaran, ketelitian alat gambar dan tingkat keterampilan si penggambar. Namun
dibandingkan dengan metode-metode proyeksi yang lain (proyeksi perspektif dan proyeksi
stereografis), metode ini dapat lebih cepat untuk memecahkan masalah struktur bidang dan
struktur garis karena secara langsung berhubungan dengan kenampakan tiga dimensi,
sehingga mudah dipahami.
Di dalam metode grafis ini, struktur bidang dan struktur garis digambarkan pada
bidang proyeksi (bidang horizontal dan vertikal) dengan cara menarik garis-garis proyeksi
dan saling sejajar satu sama lain.
- Langkah-langkah/ konstruksi :
(1) Gambarkan rebahan masing-masing kemiringan semu sesuai dengan arahnya dari lokasi O
(pada kedalaman “d”).
(2) Hubungkan titik D dengan C, maka DC merupakan proyeksi horizontal jurus bidang ABFE.
(3) Buat melalui O garis tegak lurus DC dan memotong di L.
(4) Ukurkan LK sepanjang “d” maka sudut KOL adalah dip dari bidang ABFE.
(5) Kedudukan bidang ABFE adalah N Z° E/ β°
c. Menentukan Kedudukan Bidang dari Dua kemiringan Semu pada Ketinggian yang
Berbeda
Pada lokasi O ketinggia 400 meter terukur kemiringan semu α°2 pada arah N Y° E, dan
pada lokasi P ketinggian 300 meter terukur kemiringan semu α°1 pada arah N X° E. Letak
lokasi P terhadap O sudah diketahui.
- Konstruksi :
(1) Gambarkan rebahan kemiringan semu di O dan P sesuai arah dan besarnya.
(2) Gambarkan lokasi ketinggian 300 meter pada jalur O, yaitu lokasi Q.
(3) Garis PQ adalah proyeksi horizontal jurus bidang ABFE pada ketinggian 300 meter.
(4) Buat melalui O garis tegak lurus PQ, yaitu garis OT
(5) Ukurkan RT sepanjang “d”, maka sudut TOR
(6) Maka kedudukan bidang ABFE adalah N Z° E/ β°.
Langkah-langkah/ Kontruksi :
(1) Buat tiga titik dengan ketinggian yang berbeda, masing-masing titik yaitu A ketinggiannya
750 m, B ketinggiannya 500 m, dan C ketinggiannya 200 m.
(2) Agar interval masing-masing titik sama, maka beri lagi satu titik yaitu titik D dengan
ketinggian 250 m yang terletak di atas titik C.
(3) Hubungkan ketiga titik tersebut, yaitu titik ABD. Maka akan membentuk suatu segitiga.
(4) Dip (α) terletak antara titik A dan D yaitu pada ketinggian 500 m. Dan untuk mencari dip (α)
dengan menggunakan rumus di bawah ini :
Berdasarkan saat pembentukannya struktur garis dapat dibedakan menjadi “struktur garis
primer” dan “struktur garis sekunder”. Dari contoh-contoh struktur garis yang disebutkan di
atas, yang termasuk “struktur garis primer” adalah : liniasi atau pejajaran mineral-mineral
pada batuan beku tertentu, arah liniasi struktur sedimen. Dan yang termasuk “struktur garis
sekunder” adalah : gores-garis, liniasi memanjang fragmen breksi sesar, garis poros lipatan
dan kelurusan-kelurusan : topografi , sungai, dsb.
Kedudukan struktur garis dinyatakan dengan istilah – istilah :
“arah penunjaman” (trend), “penujaman” (plunge), “arah kelurusan” (bearing), dan “Rake”
atau “Pitch”.
Sistem Kwadran : penulsan tergantung pada posisi kwadran yang diinginkan sehingga
mempunyai beberapa cara penulisan, misalnya :
- Sistem azimuth : 30, N 45o E maka menurut sistem kwadran adalah : 45o, N 45o E.
- Sistem Azimuth : 45o, N 90o E maka menurut sistem kwadrannya adalah : 45o, N 90o E atau
45o, S 90o E.
Tebal
Tebal merupakan jarak tegak lurus antara dua bidang yang sejajar, yang merupakan batas
lapisan batuan. Secara garis besar, masalah-masalah penentuan ketebalan dapat dibedakan
atau dibagi berdasarkan cara perhitungannya menjadi :
a. Perhitungan berdasarkan pengukuran lansung.
b. Perhitungan berdasarkan pengukuran tidak langsung
Data-data yang diperoleh ini memasukkan ke dalam rumus-rumus geometri yang sesuai
dengan dengan kondisi medannya apakah datar atau miring dan arah pengukuran lintasan
apakah tegak lurus jurusan lapisan atau tidak.
Adapun rumus-rumus yang digunakan dalam perhitungan ketebalan adalah sebagai berikut :
Rumus untuk lintasan tegak lurus jurus
- Bila lereng horizontal (gambar 2.2.1.F), maka berlaku rumus :
t = w sin αo……………………….. (rumus 1)
- Dip lebih besar dari pada slope (gambar 2.2.1.E), maka digunakan rumus :
t = w sin (180 – α – β ) ……........... (rumus 2)
- Dip lebih kecil dari slope (gambar 2.2.1.C), maka digunakan rumus :
t = w sin (α + β)………………….. (rumus 3)
- Dip lebih besar dari slope (gambar 2.2.1.D, rumusnya:
t = w cos (90o – α – β ) ……........... (rumus 4)
- Bila kemiringan lapisan 90o (gambar 2.2.1.G, rumusnya:
t = w cos β ……............................ (rumus 5)
- Untuk beta lebih besar dari alfa (gambar 2.2.1.A), rumusnya:
t = w sin (β – α) ……..................... (rumus 6)
- Untuk beta lebih kecil dari alfa (gambar 2.2.1.P), maka rumusnya:
t = w sin (α – β ) …….................... (rumus 7)
Untuk menentukan ketebalan suatu lapisan, maka perlu kita memperhatikan lintasan
yang dilalui pada saat pengukuran, adapun tujuan melakukan lintasan ialah mengamati
sebanyak mungkin keadaan geologi dan hal-hal yang dibutuhkan. Serta untuk melakukan
pengukuran struktur dan pengambilan contoh batuan. Hasilnya dapat digunakan untuk
membuat peta dan penampang geologi serta kolom stratigrafi. Untuk menghasilkan ketepatan
yang akurat lintasan yang dilakukan harus terukur.
Untuk mengerjakan data pengukuran dengan beberapa alternatif rumus yang telah
dikemukakan di atas akan memungkinkan banyak kesalahan dalam perhitungan. Hasil-hasil
dari perhitungan dengan pemakaian rumus di atas apabila tidak tepat dalam menginterpretasi
keadaan di lapangan maka akan menyebabkan penyimpangan yang besar dari ketebalan
sebenarnya di lapangan.
Rumus dari perhitungan ketebalan secar umum, yaitu :
T = w (sin .cos + cos .sin )
Dengan catatan bila kemungkinan kemiringan lereng dan kemiringan lapisan searah
maka salah satu dari beta dan gama harus negatif (yang negatif adalah angka yang lebih
kecil). Kemudian apabila perhitungan ketebalan tersebut tanpa memperhatikan kemiringan
lereng, kemiringan lapisan searah atau berlawanan arah dan apakah beta lebih besar dari
gama atau sebaliknya, amak digunakan rumus :
T = w (sin .cos - cos .sin .cos (D – R)
Kedalaman
Kedalaman : jarak vertikal dari ketinggian tertentu (permukaan air laut) ke arah
bawah terhadap suatu titik, garis, atau bidang. Biasanya menjadi acuan untuk melakukan
suatu pengeboran.
Secara garis besar, masalah-masalah penentuan kedalaman dapat dibedakan/ dibagi
berdasarkan cara perhitungannya menjadi:
a. Perhitungan berdasarkan pengukuran tegak lurus jurus perlapisan
b. Perhitungan berdasarkan pengukuran tidak tegak lurus jurus perlapisan
2.2.2.a. Pengukuran kedalaman pada arah lintasan tegak lurus jurus lapisan
1. Medan datar/ topografi tidak berrelief
d = l tg α
Keterangan:
d : kedalaman
l: panjang lintasan
α : Dip/ kemiringan batuan
β : slope/ kemiringan lereng
2. Medan/ topografi dengan slope
a. Dip searah dengan slope
d = l (cos .tg - sin )
b. Dip berlawanan arah dengan slope
d = l (cos .tg + sin )
2.2.2.b. Pengukuran kedalaman pada arah tidak tegak lurus jurus lapisan
1. Dip searah dengan slope
d = l (tg .cos .sin - sin )
2. Dip berlawanan arah dengan slope
d = l (tg .cos .sin + sin )