Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak usia dini adalah sosok individu yang unik. Anak Usia dini berada pada
rentang usia 0-8 tahun. Pada masa ini anak berada di periode keemasan
perkembangan dan pertumbuhan. Hal ini tersebut dikarenakan pertumbuhan dan
perkembangan anak pada masa ini bergerak dengan cepat dan merupakan dasar bagi
perkembangan tahap selanjutnya (Depdiknas, USPN, 2004:4).
Perkembangan dan pertumbuhan pada individu ini terdiri dari beberapa aspek,
Salah satu aspek yang penting adalah social-emosional (Sujiono, 2009 : 70-76).
Aspek ini merupakan aspek penting dalam perkembangan karakter dan kepribadian
anak untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. Salah satu ekspresi emosi dalam
kehidupan social anak adalah tempramen. Tempramen merupakan aspek social-
emosional pada anak yang mendasari perilaku ekspresi emosi maupun respon
terhadap stimulus baik itu secara internal maupun eksternal dari lingkungan (Dariyo,
2007 : 192).
Perkembangan aspek social-emosional yang optimal dapat mempengaruhi
perkembangan serta pertumbuhan aspek-aspek yang lain. Anak dengan perkembangan
social-emosional yang baik cenderung akan tumbuh menjadi anak yang mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan social. Secara psikologis kebutuhan anak
terpenuhi sehingga anak pun cenderung akan mengalami perkembangan kognitif,
fisik-motorik, bahasa, serta memiliki inisiatif dan kreatif (Dariyo, 2007 : 192).
Sebagai contoh seorang anak yang mendapatkan dukungan social penuh dari keluarga
dengan memberikan anak kesempatan bermain,bereksplorasi dengan melakukan
aktivitas-aktivitas yang dapat merangsang kognitif, fisik, serta bahasa maka anak akan
percaya diri ,memiliki harga diri serta diberikan kesempatan mengekspresikan emosi
dengan baik dan tidak berlebihan ketika berhadapan dengan lingkungan social.
Dengan demikian lingkungan yang menerima dengan baik perilaku anak tersebut akan
pula mengembangkan aspek fisik-motorik, kognitif, bahasa, inisiatif serta kreatifitas
anak.

1
Pada makalah ini akan diangkat mengenai perkembangan social-emosional
khususnya tempramen anak usia tiga tahun pertama. Hal ini menjadi perhatian karena
perkembangan social-emosional anak tiga tahun pertama dipengaruhi oleh lingkungan
pendidikan informal. Dalam hal ini yang sangat berperan adalah keluarga yaitu
lingkungan kehidupan pertama dan langsung berhubungan dengan anak (Lichtenstein
dan Ireton, 1984: 20). . Dalam lingkungan keluarga yang paling berpengaruh terhadap
perkembangan social-emosional terutama pembentukan karakter atau tempramen
adalah dua kutub yang saling bertentangan. Dengan kata lain bila kondisi keluarga
memberikan kesempatan yang positif pada anak, maka akan menumbuh-kembangkan
emosi yang cenderung stabil. Sebaliknya bila lingkungan keluarga tidak memberikan
kesempatan yang positif maka akan berakibat perkembangan emosi anak cenderung
negatf.
Terdapat kasus pada sebuah keluarga, dimana anak usia 1 setengah tahun
memiliki tempramen yang keras. Anak tersebut sering sekali mengamuk atau dikenal
dengan temper tantrum sampai membentur-benturkan kepala jika terdapat hal yang
kurang berkenan dihati anak tersebut. Seperti misalnya jika keinginan anak tersebut
tidak terpenuhi atau kesenangan anak tersebut terganggu. Sebagai contoh ketika anak
tersebut ingin melakukan hal yang berbahaya memanjat tangga besi. Orang tua anak
tersebut berusaha menjaga agar anak tersebut tidak jatuh, dan anak tersebut sama
sekali tidak mau dijaga. Karena kurang berkenan maka anak tersebut mengamuk
sambil menangis keras dan membentur-benturkan kepala beberapa kali sampai terlihat
bekas benturan memerah dipelipis anak tersebut. Dikhawatirkan kebiasaan si anak
yang memiliki temper tantrum dan gemar membenturkan kepala ini dapat
mempengaruhi perkembangan kognitif anak (Hasan, 2009 :35).
Perilaku ini seringkali disertai dengan tingkah yang akan membuat Anda
semakin jengkel dan tak berdaya, seperti meraung dengan keras, menjerit, melempar
barang-barang, memukul-mukul, menyepak-nyepak, bergulingan di lantai dan tak
mau bangun, dan sebagainya. Frekuensi terjadinya temper tantrum atau merajuk pada
masing-masing anak sangatlah berbeda-beda.Ada yang mengalaminya hanya satu atau
dua kali saja, namun ada pula yang selalu menjadi tantrum bila satu saja keinginannya
tak terkabul. Semua ini sangat bergantung pada lingkungan tempat si anak hidup.

2
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Temper Tantrum
2. Apa saja jenis dan bentuk perilaku Temper Tantrum pada anak
3. Bagaimana cara menghadapi dan mencegah Temper Tantrum pada anak
4. Bagaimana proses terjadinya Temper Tantrum pada anak
5. Apa saja faktor yang mempengaruhi Temper Tantrum pada anak
6. Hal apa saja yang perlu dilakukan dan dihindari saat terjadi Tantrum pada
anak

C. TUJUAN
Untuk mengetahui perkembangan yang dimiliki oleh anak, kita selaku orang
tua dan pendidik hendaknya mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi sifat
anak yang kurang baik. Sehingga mempermudah kita untuk mengastasi sifat atau
kebiasaan buruk pada anak usia dini.

D. MANFAAT
1. Bagi Masyarakat
Makalah ini dapat membantu masyarakat untuk mengetahui sifat yang kurang
baik pada anak, sehingga orang tua mampu mengatasi anaknya apabila memiliki sifat
tersebut.
2. Bagi Penulis
Makalah ini dapat memberi pengetahuan lagi agar penulis lebih mendalami
sifat atau karakter anak sebelum mampu untuk mendidik anak usia dini.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Defenisi Temper Tantrum


tantrum adalah suatu luapan emosi yang meledak – ledak dan tidak terkontrol.
Temper tantrum seringkali muncul pada anak suai 15 bulan hingga 6 tahun (Zaviera,
2008).
Umumnya anak kecil lebih emosional dari pada orang dewasakarena pada usia
ini anak masih relatif muda dan belum dapat mengendalikan emosinya. Pada usia 2 -
4 tahun, karakteristik emosi anak muncul pada ledakan marahnya atau temper tantrum
(Hurlock,2000).
Sikap yang ditunjukkan untuk menampilkan rasa tidak senangnya, anak
melakukan tindakan yang berlebihan, misalnya menangis, menjerit -
jerit,melemparkan benda, berguling - guling, memukul ibunya atau aktivitas besar
lainnya (Hurlock, 2000).
Tantrum lebih mudah terjadi pada anak - anak yang dianggap sulit dengan ciri
- ciri memiliki kebiasaan tidur, makan dan buang air besar yang tidak teratur, sulit
menyukai situasi, makanan dan orang - orang baru, lambat beradaptasi terhadap
perubahan, suasana hati lebih sering negative, mudah terprovokasi, gampang merasa
marah dan sulit dialihkan perhatiannya (Zaviera, 2008).
Tantrum adalah suatu perilaku yang masih tergolong normal yang merupakan
bagian dariproses perkembangan, suatu periode dalam perkembangan fisik,
kognitif,dan emosi. Sebagai periode dari perkembangan, tantrum pasti akan berakhir.
La Forge (dalam Zaviera, 2008).

B. Faktor Yang Mempengaruhi Temper Tantrum


Adapun faktor-faktor tertentu yang dapat memacu dan mempengaruhi
terjadinya temper tantrum pada anak, yaitu :
1. Keinginan anak yang tidak dituruti
2. Ketidakmampuan anak untuk mengungkapkan perasaan
3. Kebutuhan yang tidak terpenuhi
4. Pola asuh orang tua
5. Perasaan lelah, lapar, dan sakit
6. Keadaan stress dan rasa tidak nyaman pada anak.

4
Beberapa anak menunjukkan hipersensitivitas terhadap suara (hiperakusis)
dan menutup telinganya bila mendengar suara yang keras seperti suara petasan,
gonggongan anjing, atau sirine polisi. Anak yang lain mungkin justru lebih tertarik
dengan suara jam tangan, atau remasan kertas. Sinar yang terang, termasuk sinar
lampu sorot di ruang praktek dokter gigi, mungkin membuatnya tegang, walau pada
beberapa anak malah menyukai sinar. Mereka mungkin sangat sensitive terhadap
sentuhan, memakai baju yang terbuat dari serat yang kasar, seperti wol atau baju
dengan label yang masih menempel, atau berganti baju dari lengan pendek menjadi
lengan panjang, semua itu dapat membuat mereka temper tantrum.

C. Jenis-Jenis Tantrum
Temper tantrum pada anak memiliki 4 jenis, yaitu :
1. Manipulative Tantrum
Manipulative tantrum ini terjadi apabila seorang anak tidak
memperoleh apa yang diinginkannya, dan perilaku ini akan berhenti apabila
keinginan anak terpenuhi atau dituruti.
2. Verbal Frustration Tantrum
Temper tantrum ini terjadi apabila anak tahu apa yang ia inginkan akan
tetapi tidak tahu bagaimana cara menyampaikan keinginannya dengan jelas
akibat kemampuan anak dalam berkomunikasi kurang sehingga ank akan
mengalami frustasi.
3. Temperamental Tantrum
Temperamental tantrum terjadi ketika tingkat frustasi anak mencapai
tahap yang tinggi, sehingga anak menjadi tidak terkontrol dan sangat
emosional, serta sulit berkonsentrasi.Anak bias memukul, menyakiti diri
sendiri, berteriak, menendang, membanting diri, menangis keras, berlari
menjauh, bahkan diam berlebih.

4. Tantrum Putus Asa


Anak yang mengalami tantrum jenis ini cenderung diam, anak seakan
kehilangan semangat untuk melakukan seuatu, merasa tidak berdaya, dan
putus asa.Hal ini terjadi karena lonjakan emsi yang cukup tinggi dan ketakutan
serta rasa ketidaknyamanan yang cukup besar.

5
D. Proses Terjadinya Tantrum Pada Anak
Secara tipikal, tantrum mulai terjadi ketika anak membentuk sense of self.Pada
usia ini, anak sudah cukup untuk memiliki perasaan “me” dan “my wants”, tetapi
mereka belum memiliki keterampilan yang memadai bagaimana memuaskan
keinginan mereka secara tepat. Tantrum puncaknya pada usia 2-4 tahun, yakni sekitar
23-80%.
Usia dan persentase anak mengalami tantrum. Anak usia 18-24 bulan
sebanyak 87%, 30-36 bulan sebanyak 91%, dan usia 42-48 bulan sebanyak 59%.
Durasi rata-rata tantrum berdasarkan usia adalah 2 menit untuk anak yang berusia 1
tahun, 4 menit untuk anak yang berusia 2-3 tahun, dan 5 menit pada anak berusia 4
tahun. Dalam seminggu terjadi 8 kali mengalami tantrum pada anak usia 1 tahun, 9
kali pada anak usia 2 tahun, 6 kali pada anak usia 3 tahun, dan 5 kali pada anak usia 4
tahun. Data ini diperkuat oleh (Mireault dan Trahan) dalam sebuah penelitiannya
yang menemukan bahwa dari 33 orang tua yang menjadi objek penelitian, terdapat 26
orang (79%) melaporkan anaknya sering mengalami tantrum dengan durasi berkisar 2
sampai 75 menit.
Data ini menunjukkan bahwa perilaku tantrum adalah sebuah peristiwa umum
yang dialami oleh anak, sehingga orang tua tidak perlu terlalu risau jika menghadapi
anak yang seperti ini.Terpenting adalah bagaimana orang tua atau pengasuh untuk
dapat mengontrol emosi dan mengambil tindakan yang tepat.

E. Penyebab Terjadinya Tantrum Pada Anak


1. Terhalangnya keinginan anak untuk mendapatkan sesuatu dan adanya
keinginan yang tidak terpenuhi.
2. Pola asuh orang tua yang tidak konsisten orang tua terlalu memanjakan atau
terlalu menelantarkan anak, serta mengekang anak.
3. Saat anak mengalami stress, perasaan tidak aman (unsecure) atau
ketidaknyamanan (uncomfortable) juga dapat memicu terjadinya tantrum.
4. Sifat dasar anak yang emosional yang diwariskan dari orang tuang cenderung
membuat anak menjadi tidak sabaran, gampang marah meski karna hal kecil,
dan egois
5. Anak yang kelelahan menjadi lebih mudah marah dan emosi akibat aktivitas
yang padat dan sedikit waktu bermain

6
6. Kondisi keluarga, (seperti anak terlalu banyak mendapat kritikan dari anggota
keluarga)
7. Masalah perkawinan pada orang tua
8. Persaingan dengan saudara
9. Masalah komunikasi
10. kurangnya pemahaman orang tua mengenai tantrum yang meresponnya
sebagai sesuatu yang mengganggu dan distress

F. Bentuk-Bentuk Perilaku Tantrum

Bentuk tantrum berdasarkan proses pembentukannya yang dapat dibedakan


dalam 3 tahapan, yakni :tahap pemicu (trigger), tahap respon dan tahap pembentukan.

1. Tahap Pemicu(trigger)

Tahap ini tampak pada saat anak diserang, dikritik atau diteriaki oleh
orangtua atau saudara dengan sesuatu yang menyakitkan atau
menjengkelkan.Kemudian, anak merespon kritikan tersebut secara agresif dan
destruktif.

2. Tahap Respon

Tahap ini merupahan tahap jika perilaku agresi yang dimunculkan oleh
anak tersebut mendapatkan reward dari penyerang (attacker) dengan menjadi
diam atau berhenti mengkritik, maka taktik ini dianggap berhasil. Disinilah
anak akan mulai belajar membentuk perilaku tantrum sebagai senjata untuk
melawan segala bentuk serangan dari lingkungannya. Sementara itu, bentuk
perilaku tantrum berdasarkan kecenderungan bentuk perilaku yang
dimunculkan anak berdasarkan usia, yakni usia kurang dari tiga tahun, usia
tiga sampai empat tahun dan usia di atas lima tahun. Adapun bentuk perilaku
tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :

7
USIA
< 3 TAHUN (A) 3-4 TAHUN (B) >5 TAHUN (C)
Menangis Selain perilaku A : Selain perilaku A dan B, juga
Menggigit Mengentak-hentakkan kaki :
Memukul Berteriak-teriak Memaki
Menendang Meninju Menyumpah
Menjerit Membanting pintu Memukul
Memekik-mekik Mengkritik kakak/adik/temannya
Melengkungkan punggung Merengek Mengkritik diri sendiri
Melempar badan ke lantai Memecahkan barang dengan
Memukul-mukulkan tangan sengaja
Menahan nafas Mengancam
Membentur-benturkan kepala
Melemparkan barang

3. Tahap Pembentukan

Pada tahap ini perilaku tantrum berdasarkan arah agresivitasnya,


yaknidiarahkan keluar dan agresivitas yang diarahkan ke dalam
dirinya.Perilaku agresivitas yangdiarahkan keluar, misalnya anak
menampilkan agresi dengan merusak objek disekitarnya seperti mainan,
perabot rumah tangga, bendabenda elektronik dan lain-lain. Selain pada benda,
agresivitas juga ditunjukan dalam bentuk kekerasan kepada orangtua, saudara,
kawan maupun orang lain dengan cara mengumpat, meludahi, memukul,
mencakar, menendang serta tindakan lainnya yang bermaksud menyakiti
orang lain. Perilaku agresif yang diarahkan kedalam diri, misalnya menggaruk
kulit sampai berdarah, membenturkan kepala ke tembok atau ke lantai,
membantingkan badan ke lantai, mencakar muka atau memaksa diri untuk
muntah atau batuk dan sebagainya.

8
G. Kriteria Diagnosis Temper Tantrum
Perilaku yang dapat menjadi dasar diagnosis mencakup hal-hal berikut :
a. Perkelahian atau menggertak pada tingkat berlebihan
b. Kejam terhadap hewan atau sesama manusia
c. Perusakan yang hebat atas barang milik orang lain
d. Membakar
e. Pencurian
f. Pendustaan berulang-ulang
g. Membolos dari sekolah dan berlari dari rumah
h. Sangat sering meluapkan temper tantrum yang hebat dan tidak biasa
i. Perilaku provokatif yang menyimpang
j. Sikap menentang yang berat dan menetap.
Masing-masing kategori ini apabila ditemukan, adalah cukup untuk menjadi
alas an bagi diagnosis ini, namun demikian perbuatan dissosial yang terisolasi bukan
merupakan alas an yang kuat.Diagnosis ini tidak dianjurkan kecuali bila tingkah laku
seperti yang diuraikan di atas berlanjut selama 6 bulan atau lebih.

H. Cara Menghadapi Anak Dengan Temper Tantrum


Orangtua sering sekali merespon anak yang tantrum dengan cara yang tidak
tepat, yakni 59 % mencoba menenangkan anak, 37 % mengacuhkan dan sebanyak 31
% menyuruh anak diam. Data ini menunjukan bahwa orangtua sering keliru ketika
menghadapi anak yang mengalami tantrum. Padahal, sejatinya tantrum adalah sebuah
kesempatan bagi orangtua untuk mengenalkan emosi marah pada anak dan bagaimana
mengatasinya.Karena itulah penting sekali bagi orangtua untuk mengetahui cara
merespon tantrum secara tepat. Bagaimana pencegahannya, tindakan apa yang perlu
dilakukan dan tindakan yang perlu dihindari saat tantrum berlangsung serta
bagaimana orangtua mengenalkan anak mengenai manajemen marah paska tantrum.

I. Pencegahan Tantrum
Mencegah terjadinya tantrum dapat dilakukan dengan mengenali
kebiasaan-kebiasaan anak dan mengetahui secara pasti pada kondisi-kondisi seperti
apa tantrum terjadipada anak. Misalnya, pada anak yang aktif bergerak dan gampang
stres maka orangtua perlu mengatur kondisi agar anak tidak dibuat bosan agar selama
perjalanan diusahakan sering-sering beristirahat di jalan, untuk memberikan waktu

9
bagi anak berlari-lari diluar mobil. Mendampingi anak mengerjakan tugas-tugas
sekolah dan mengajarkan hal-hal yang dianggap sulit, akan membantu mengurangi
stres. Mendampingi anak bahkan tidak terbatas pada tugas-tugas sekolah, tapi juga
pada permainan-permainan, sehingga ketika ia mengalami kesulitan orangtua dapat
membantu dengan memberikan petunjuk. Hal lain yang bisa dilakukan adalah
orangtua perlu memperlakukan anak secara tepat dengan tidak terlalu memanjakan
dan tidak pula terlalu menelantarkan anak, hubungan anak adalah hubungan kasih
sayang dan perhatian yangproposional.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mencegah tantrum, yakni
perlunya mengidentifikasi konsekuensi dari tantrum, maksudnya bahwa orang tua
perlu mengetahui adakah perilaku dari orangtua atau orang lain disekitar anak yang
justru mendorong dan memberi penguatan terhadap terjadinya tantrum.Jika ada maka
perlu dihilangkan.Selain itu, perlu juga diwujudkan atau dibangun sebuah sistem
reward (penghargaan) untuk menjaga anak tetap berperilaku terkontrol.Memberikan
penghargaan atau hadiah pada saat tantrum terjadi adalah tidak tepat sebab akan
mengkondisikan anak untuk selalu mengulanginya. Untuk anak yang usianya lebih
tua perlu diajarkan dan dilatih dengan coping skill dalam menghadapi situasi yang
dapat membuat dia tantrum.
Mencegah terjadinya tantrum ketika akan melakukan perjalanan atau
mengunjungi suatu tempat yaitu dengan cara sebelum berangkat penting sekali
membangun kesepahaman dengan anak. Orangtua perlu menjelaskan apa yang akan
dilakukan, di mana, dan berapa lama kegiatan tersebut, lalu minta persetujuan anak.
Ceritakan perilaku yang diharapkan dan tidak diharapkan oleh orangtua.Tentu saja
disampaikan dengan kalimat positif,lembut, dan menggunakan kata-kata yang
meminta (mengharap) dan menggunakan ungkapan yang dapat dirasakan oleh
anak.Jika sudah sampai di tempat yang dikunjungi dan anak melanggar kesepakatan
tersebut, maka tugas orangtua untuk mengingatkan. Ini juga merupakan cara untuk
mengajar nilai konsistensi pada anak. Jika anak tetap menuntut, maka ada satu cara
yang dapat dilakukan orangtua,yang disebut making a game out of the child’s
demand, yakni keterampilan berbahasa untuk keluar dari tuntutan anak.

10
J. Tindakan Yang Perlu Dilakukan Dan Dihindari Saat Tantrum Terjadi
Ketika tantrum terjadi hal yang sangat penting bagi orangtua adalah segera
mengambil tindakan yang tepat, sebab apapun tindakan yang dilakukan oleh orangtua
akan berdampak pada perilaku dan respon anak pada masamasa yang akan datang,
maka orangtua perlu memahami apa saja yang perlu dilakukan dan hal apa saja yang
mestinya dihindari. Ada tiga hal yang perlu dilakukan sesegera mungkin saat tantrum
terjadi, yakni memastikan segalanya aman, perlunya orangtua mengontrol emosinya,
serta tidak ambil peduli terhadap pandangan sinis atau ucapan negative serta segala
bentuk reaksi dari lingkungan.
Jika tantrum terjadi maka biarkanlah anak untuk melampiaskan
emosinya tapi pastikan bahwa segala sesuatunya dalam keadaan aman, baik bagi
anak, pengasuh, termasuk benda-benda yang kemungkinan bisa dirusak.Segera
evakuasi anak pada tempat-tempat yang empuk seperti kasur atau sofa, jauhkan anak
pada benda-benda yang rawan untuk dirusak seperti televisi, hand-phone, remote
control dan lain-lain. Ada baiknya jika anak didekap ataudipeluk dengan penuh kasih
sayang akan tetapi jika dia meronta-ronta, memukul atau bahkanmencakar orangtua
atau pengasuhnya sebaiknya tindakan ini jangan dilakukan sebab hanya akan memicu
dan memprovokasi orangtua untuk bertindak kasar pada anak. Orangtua harus tetap
tenang serta berusaha mengontrol emosi untuk tetap stabil.Jaga emosi jangan sampai
memukul dan berteriak-teriak marah pada anak. Jika terjadi pada tempat umum (ruang
publik) seperti swalayan, pesawat, kendaraan umum, kemungkinan besar lingkungan
akan memberikan reaksi negatif yang dapat memicu emosi orangtua, maka yang perlu
dilakukan adalah jangan terpengaruh dengan reaksi tersebut tetap sabar dan
kendalikan emosi.
Tindakan yang perlu dihindari adalah membujuk, berargumen,
memberikan nasihat-nasihat moral agar anak diam. Usaha menghentikan tantrum
dengan cara-cara seperti itu ibarat “menyiram bensin dalam api”, anak akan semakin
kuat mengekspresikan kemarahannya dan intensitasnya meningkat. Meminta anak
untuk diam dengan memberi hadiah atau menjanjikan hadiah juga merupakan
tindakan yang perlu dihindari. Sebab, sama saja mengajarkan anak untuk
menggunakan tantrum sebagai senjata untuk meluluskan keinginannya atau
mendapatkan hadiah. Paling penting untuk dihindari adalah memaksa anak diam
dengan kata-kata kasar atau menggunakan hukumanfisik dan kekerasan (mencubit,

11
memukul, menjewer, mengurung dalam kamar mandi,mengikat), hal ini samadengan
mengajarkan anak menggunakan cara-cara kekerasan jika menghadapi satu masalah.
Salah satu tehnik yang dapat digunakanpada saat anak sedang tantrum adalah
mengangkatnya ke kamar sesegera mungkindan mengisolasinya selama 2 atau 3
menit.Halini juga memberi kesempatan kepada orangtuauntuk mengontrol
emosinya.Dua atau tigamenit sudah cukup untuk mencegah orangtuaterprovokasi
menggunakan kekerasan. Tidakperlu menasehati, tetapi sebelum meninggalkankamar,
orangtua hanya perlu mengemukanungkapan seperti “mama akan meninggalkan ade
di kamar ini sampai kamu tenang dansiap untuk bicara dengan tenang”. Cara
iniakanmembantu orangtua menjaga anakdan bisa tetap konsisten pada
aturan,terutama kepada anak yang lebih tua dan anakusia sekolah.
Satu hal lagi yang perlu dihindari olehorangtua, yakni meluluskan
keinginan anakyang semula dilarang dengan harapan dia akandiam dan berhenti
tantrum. Cara ini mungkinefektif untuk menghentikan tantrum anak padasaat itu tapi
mungkin juga tidak. Hanya sajayang perlu ditekankan mengapa hal ini perludihindari
sebab cara ini akan memberi efeknegatif pada perkembangan anak dan polarelasi
dengan orangtua dalam pengasuhan.Seperti juga dengan cara memberi hadiah caraini
memberikan penguatan kepada anak untukmenggunakan cara cara seperti
meraungraung,mengamuk, mengumpat dan bentuktantrum lainnya sebagai bentuk
“demontrasi”guna mendapatkan posisi tawar memuluskankeinginan dan harapannya
yang terhalang oleh pertimbangan orangtua. Tentu saja ini dapat diterapkan pada anak
yang relatif sudah lebihdewasa, sekitar usia 3-6 tahun.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada kesempatan kali ini kita ambil satu kasus yaitu anak yang memiliki
kebiasaan buruk yaitu anak yang suka merajuk, anak yang suka merajuk biasanya
semua kemauannya harus dituruti. Kita selaku orang tua dan pendidik hendaknya
bersifat tegas namun memberi pemahaman juga terhadap anak apa yang kita lakukan
untuk kebaikannya. Cara efektif untuk mengatasi anak tersebut adalah bukan dengan
memberikan kemarahan kepada anak ataupun tindakan galak lainnya karena hal
tersebut akan menimbulkan masalah baru dan bisa menghambat perkembangan
psikologi anak.  Langkah pertama yang harus dilakukan adalah dengan mempererat
jalinan komunikasi dengan anak dan tingkatkan kedekatan orang tua dengan anak. 
Setelah itu untuk mengubah kebiasaan buruk anak dengan menggunakan beberapa
Memodifikasi atau memperbaiki perilaku buruk anak butuh waktu dan proses. 
Oleh karena itu hendaknya orang tua sabar dalam merubah atau modifikasi perilaku
negatif anak.

B. Saran
Rajukan anak dapat diatasi dengan memberi empati bukannya nasihat kepada
anak. Perhatikan tanda-tanda depresi pada anak bila ia merajuk. Ajarkan bahwa ia
dapat menyatakan perasaannya dengan kata-kata bukan dengan merajuk. Untuk anak
yang suka mengamuk anda dapat memberikan perhatian positif. Jangan terlalu
memberi perhatian yang bersifat negative sehingga anak akan terbiasa mengamuk bila
permintaannya tidak dipenuhi. Untuk anak yang lebih kecil sebaiknya anda memberi
perlindungan jika ia marah. Ajaklah anak berkomunikasi agar ia tidak suka
mengamuk. Bila anak suka mengamuk didepan umum anda sebaiknya mengabaikan
anak sampai ia berusaha menenangkan diri, kemudian pujilah anak. Beri peringatan
akan hukuman bila anak masih tidak mau tenang.

13
DAFTAR PUSTAKA

Dariyo, Agoes. Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun Pertama, Bandung : PT. Refika
Aditama, 2007

Djiwandono, Sri Esti Wuryani.Psikologi Pendidikan, Jakarta : PT.Grasindo, 2006

Hasan, Maimun. Pendidikan Anak Usia Dini, Yogyakarta : Diva Press, 2009

Lichtenstein, R dan Ireton, H. Preeschool Screening:Identifying Young Children With


Developmental and Educational Problem, Orlando : Groune and Statton,Harcout Brace
Javanovich 1984

Shelov, Steven P. Caring For Your Baby and Young Child, New York : Bantam Book, 1993

Sujiono, Yuliani Nurani.Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta : PT. Indeks,2009

Papalia, E Diane, Olds W Sally, dan Duskin Ruth. Human Development (Terjmh). Jakarta :
Kencana. 2008

Woolfolk, Anita. Educational Psychology, Pearson Education, 2007

14

Anda mungkin juga menyukai