Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Data World Health Organization (WHO) tahun 2015 menunjukkan sekitar
1,13 Miliar orang di dunia menyandang hipertensi, artinya 1 dari 3 orang di
dunia terdiagnosis hipertensi. Jumlah penyandang hipertensi terus meningkat
setiap tahunnya, diperkirakan pada tahun 2025 akan ada 1,5 Miliar orang
yang terkena hipertensi, dan diperkirakan setiap tahunnya 10,44 juta orang
meninggal akibat hipertensi dan komplikasinya (Kementrian kesehatan
Republik Indonesia, 2018).
Riskesdas 2018 menyatakan prevalensi hipertensi berdasarkan hasil
pengukuran pada penduduk usia ≥18 tahun sebesar 34,1%, tertinggi di
Kalimantan Selatan (44.1%), sedangkan terendah di Papua sebesar (22,2%).
Estimasi jumlah kasus hipertensi di Indonesia sebesar 63.309.620 orang,
sedangkan angka kematian di Indonesia akibat hipertensi sebesar 427.218
kematian.
Berdasarkan data dari Riskesdas Litbang Depkes (2013), hipertensi di
Indonesia merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi yang tinggi yaitu
sebesar 25,8%. Pravelensi tertinggi di Bangka Belitung 30,9%, Kalimantan
Selatan 30,8%, Kalimantan Timur 29,6%, Jawa Barat 29,4%, dan Gorontalo
29,4% (Kemenkes RI, 2014).
Pada tahun 2016 di Jawa Barat ditemukan 790.382 orang kasus hipertensi
(2,46% terhadap jumlah penduduk ≥18 tahun), dengan jumlah kasus yang
diperiksa sebanyak 8.029.245 orang, tersebar di 26 Kabupaten/Kota, dan
hanya satu Kabupaten/Kota (Kab. Bandung Barat), tidak melaporkan kasus
hipertensi (Dinkes, 2016)
Hipertensi terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun 31,6%, umur 45-55
tahun 45,3%, umur 55-64 tahun 55,2%. Dari pravelensi hipertensi sebesar
34,1% diketahui bahwa sebesar 8,8% terdiagnosis hipertensi dan 13,3% orang
yang yang terdiagnosis hipertensi tidak minum obat sera 32,3% tidak rutin

1
minum obat. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penderita hipertensi
tidak mengetahui bahwa dirinya hipertensi sehingga tidak mendapatkan
pengobatan (Riskesdas, 2018).
Alasan penderita hipertensi tidak minum obat antara lain karena penderita
merasa sehat 59,8%, kunjungan tidak teratur ke fasilitas pelayanan kesehatan
31,3%, minum obat tradisional 14,5%, menggunakan terapi lain 12,5%, lupa
minum obat 11,5%, tidak mampu mampu beli obat 8,1%, terdapat efek
samping obat 4,5%, dan obat hipertensi tidak tersedia di fasilitas pelayanan
kesehatan 2% (Riskesdas, 2018).
Setelah melakukan Survei Mawas Diri (SMD) diri Rt01/Rw03 terdapat
ganti pada KK (Kartu Keluarga) yaitu Tn. D usia 68 tahun yang mempunyai
penyakit hipertensi tetapi tidak mau berobat. Begitu pula Tn. D selaku kepala
keluarga masih belum mengetahui penyebab, pencegahan dan bahaya
hipertensi. (Jangan langsung justifikasi)
Berdasarkan latar belakang di atas untuk mengatasi masalah yang dialami
Tn. D dan untuk mencegah terjadinya bahaya pada hipertensi, maka penulis
menerapkan asuhan kebidanan komunitas pada pasien secara langsung berupa
penyuluhan “Asuhan Kebidanan Komunitas Pada Tn. D Mengenai Hipertensi
Di RT 01/ RW 03 Kampung Nyampay Desa Karyawangi Kecamatan
Parongpong Kabupaten Bandung Barat Tahun 2020”
(Masalah yg ingin diangkat “HIPERTENSI”) Ceritakan kondsinya pasien saat ini,
bukan belum tau penyebab, cara dsb
tetapi tidak mau berobat. (apa dampaknya, bgmna solusinya) hal ini belum terlihat
di latar belakang.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mampu mengaplikasikan kemampuan dan keterampilan
dalam asuhan kebidanan komunitas khususnya pada Tn.
D dengan cara membina masalah yang ada pada Tn. D
untuk mencegah komplikasi pada tahun 2020.

2
1.2.2 Tujuan khusus
Setelah melakukan asuhan kebidanan komunitas mahasiswa dapat :
a. Mampu melakukan pengkajian dan analisis data
pada Tn. D di Kp. Nyampay RW03 RT01 Desa
Karyawangi Kecamatan Parongpong Kabupaten
Bandung Barat
b. Mampu membuat perencanaan dalam penerapan
asuhan kebidanan pada Tn. D di Kp. Nyampay RW03
RT01 Desa Karyawangi Kecamatan Parongpong
Kabupaten Bandung Barat
c. Mampu merumuskan diagnose/masalah aktual pada
Tn. D di Kp. Nyampay RW03 RT01 Desa Karyawangi
Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat
d. Mampu melakukan perencanaan terhadap masalah
yang terjadi pada Tn. D di Kp. Nyampay RW03 RT01
Desa Karyawangi Kecamatan Parongpong Kabupaten
Bandung Barat
e. Mampu melaksanakan tindakan asuhan kebidanan
yang telah disusun pada Tn. D di Kp. Nyampay RW03
RT01 Desa Karyawangi Kecamatan Parongpong
Kabupaten Bandung Barat
f. Mampu mengevaluasi tindakan yang telah
dilaksanakan pada Tn. D di Kp. Nyampay RW03 RT01
Desa Karyawangi Kecamatan Parongpong Kabupaten
Bandung Barat

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Asuhan Kebidanan Komunitas


2.1 1 Pengertian Asuhan Kebidanan Komunitas
Konsep adalah kerangka ide yang mengandung suatu pengertian
tertentu. Kebidanan berasal dari kata “Bidan”. Kebidanan (Midwifery)
adalah mencakup pengetahuan yang dimiliki dan kegiatan pelayanan
untuk menyelamatkan ibu dan bayi, kebidanan merupakan profesi tertua
di dunia sejak adanya peradaban umat manusia (Karwati, 2013).
Komunitas berasal dari bahasa latin yaitu “communitas” yang
berarti “kesamaan”, juga “communis” yang berarti “sama, public,
ataupun banyak”. Istilah “community” dapat juga diterjemahkan sebagai
“masyarakat setempat”, istilah yang menunjuk pada warga sebuah desa,
kota, suku atau bangsa (Karwati,2013).
Para ahli mendefinisikan komunitas atau masyarakat dari sudut
pandangan yang berbeda. WHO mendefinisikan komunitas sebagai
kelompok sosial yang ditentukan oleh batas-batas wilayah, nilai-nilai
keyakinan dan minat yang sama serta adanya saling mengenal dan
berinteraksi antara anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya
(Yulifah, 2014).
Kebidanan komunitas adalah bentuk-bentuk pelayanan kebidanan
yang dilakukan di bagian luar atau pelayanan berkelanjutan yang
diberikan di rumah sakit dengan menekankan kepada aspek-aspek
psikososial budaya yang ada di masyarakat. Pelayanan kebidanan
komunitas adalah upaya yang dilakukan bidan untuk pemecahan

4
terhadap masalah kesehatan Ibu dan Anak balita didalam keluarga dan
masyarakat (Yulifah, 2014).
Bidan tidak hanya terbatas memberikan pelayanan di rumah sakit,
akan tetapi juga memberikan pelayanan masyarakat dengan berbasis
pada pelayanan kesehatan ibu dan anak (BKIA) ditingkat kecamatan,
ruang lingkup pelayanan BKIA meliputi bebrapa kegiatan berikut ini :
1. Pelayanan antenatal, diantaranya dengan pemberian pendidikan
kesehatan, nasihat perkawinan, dan perencanaan keluarga.
2. Intranatal.
3. Postnatal, yaitu dengan melakukan kunjungan rumah, pemeriksaan
ibu nifas, imunisasi bayi, balita, dan pelayanan kepada remaja.
4. Penyeuhan gizi, seperti pemberian makanan tambahan.
5. Pemberdayaan masyarakat (Karwati,dkk 2013).
2.1 2 Tujuan Asuhan Kebidanan Komunitas
A. Tujuan Umum
Diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
khususnya kesehatan perempuan (women well being) anak dan
balita dalam keluarga di wilayah kerja bidan sehingga terwujud
keluarga sehat sejahtera dalam komunitas tertentu serta
neningkatkan kemandirian masyarakat dalam mengatasi masalah
kebidanan komunitas untuk mencapai derajat kesehatan yang
optimal.
B. Tujuan Khusus
1. Meningkatkan cakupan pelayanan kebidanan komunitas sesuai
dengan tanggung jawab bidan.
2. Meningkatkan mutu pelayanan ibu hamil, pertolongan
persalinan, perawatan nifas dan perinatal secara terpadu.
3. Menurunkan jumlah kasus-kasus yang berkaitan dengan risiko
kehamilan, persalinan, nifas dan perinatal.
4. Mendukung program-program pemerintah lainnya untuk
menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan anak serta

5
membangun jejaring kerja dengan fasilitas rujukan dan tokoh
masyarakat setempat atau terkait.
5. Melakukan upaya promotif dan preventif pelayanan kesehatan
serta meningkatkan kemampuan individu atau
keluarga/kelompok/masyarakat untuk melaksanakan asuhan
kebidanan dalam rangka mengatasi masalah.
6. Tertanganinya kelainan resti/rawan yang perlu pembinaan dan
pelayanan kebidanan serta terlayaninya kasus kebidanan
dirumah serta tertanganinya tindak lanjut kasus kebidanan dan
rujukan.
7. Mengidentifikasi status kesehatan ibu dan anak,pelayanan
KIA/KB/Imunisasi, mengidentifikasi faktor penunjang
KIA/KB di wilayahnya, bimbingan pada kader
posyandu/kesehatan /dukun bayi, mengidentifikasi kerjasama
LP/LS dalam pemecahan masalah KIA/KB, mengarahkan
berbagai bentuk PSM (Posyandu, Polindes, Pos Obat Desa,
Tabulin), melakukan kunjungan rumah, menyusun asuhan
kebidanan pada sasaran KIA, serta melakukan tindakan
kegawatdaruratan kebidanan sesuai wewenang.
8. Menggambarkan keadaan wilayah kerja dengan daerah,
menyusun laporan seminar dan evaluasi serta membuat peta
sasaran resti dan kantong persalinan dan PWS (Syafrudin,
2009).
2.1.3 Ruang Lingkup Pelayanan Bidan Di Komunitas
1. Promotif
Menurut WHO, promosi kesehatan adalah suatu proses
membuat orang mampu meningkatkan kontrol terhadap dan
memperbaiki kesehatan, baik dilakukan secara individu, keluarga,
kelompok, maupun masyarakat. Upaya promotif dilakukan antara
lain dengan memberikan penyuluhan kesehatan, peningkatan gizi,
pemeliharaan kesehatan perorangan, pemeliharaan kesehatan

6
lingkungan, pemberian makanan tambahan, rekreasi, dan
pendidikan seks.

2. Preventif
Ruang lingkup preventif ditujukan untuk mencegah terjadinya
penyakit dan gangguan-gangguan kesehatan individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat. Upaya preventif dapat dilakukan
diantara lain dengan melakukan imunisasi pada bayi, balita, dan ibu
hamil. Pemeriksaan kesehatan berkala melalui posyandu,
puskesmas, maupun kunjungan rumah pada ibu nifas dan neonatus.
Pemberian tablet vit A dan garam beryodium ibu nifas dan balita.
Pemberian tablet tambah darah dan senam ibu hamil.
3. Diagnosis Dini dan Pertolongan Tepat Guna
Merupakan upaya untuk membantu menekan angka kesakitan
dan kematian pada ibu dan bayi. Diagnosis dini pada ibu dilakukan
sejak ibu hamil yaitu dengan cara melakukan deteksi dini
(misalnya, penpisan dini ibu hamil dengan menggunakan kartu skor
puji rochyati) agar tidak terjadi keterlambatan dikarenakan terjadi
tujukan estapet. Ibu bersalin, ibu nifas sehingga ibu akan
mendapatkan pertolongan secara tepat guna. Untuk diagnosis dini
pada anak dapat dilakukan dengan cara pemtauan pertumbuhan dan
perkembangannya baik oleh keluarga, kelompok, maupun
masyarakat.
4. Meminimalkan kecacatan
Dilakukan dengan tujuan untuk merawat dan memberikan
pengobatan individu, keluarga, atau kelompok orang yeng
menderita penyakit.Upaya yang bisa dilakukan diantaranya dengan
perawatan payudara ibu nifas dengan bendungan air susu,
perawatan ibu hamil dengan kondisi patologis dirumah, ibu
bersalin, ibu nifas, dan perawatan tali pusat bayi baru lahir.

7
5. Rehabilitasi
Merupakan upaya pemulihan kesehatan bagi penderita yang
dirawat dirumah, maupun terhadap kelompok tertentu yang
menderita penyakit.Misalnya upaya pemulihan bagi pecandu
narkoba, penderita TBC dengan latihan nafas dan batus efektif.
6. Kemitraan
Kemitraan bidan dikomunitas dapat dilakukan dengan LSM
setempat, organisasi masyarakat, organisasi sosial, kelompok
masyarakat yang melakukan upaya untuk mengembalikan individu
kelingkungan keluarga dan masyarakat. Terutama pada kondisi
dimana stigma masyarakat perlu dikurangi (misalnya penderita TBC,
pecandu narkoba, korban perkosaan, dan prostitusi) (Syafrudin,
2009).
2.1.4 Sasaran Kebidanan Komunitas
Pencegahan dan peningkatan kesehatan masyarakat dilakukan
melalui pelayanan asuhan secara langsung terhadap individu, keluarga,
dan kelompok dalam konteks komunitas. Ukuran keberhasilan bidan di
komunitas adalah bangkitnya atau lahirnya gerakan masyarakat untuk
mengatasi masalah dan memenuhi kebutuhan kesehatan serta kualitas
hidup perempuan di wilayah tertentu dengan sasaran sebagai berikut :
A. Sasaran umum
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), organisasi masyarakat, tokoh
masyarakat dan kelompok masyarakat.
B. Sasaran khusus
Sasaran khusus kebidanan komunitas adalah individu, keluarga dan
kelompok khusus.
1. Individu
Individu adalah anggota keluarga sebagai kesatuan utuh
dari aspek biologi, psikologi, sosial, dan spiritual. Apabila
individu tersebut mempunyai masalah kesehatan karena
ketidakmampuan merawat dirinya sendiri oleh karena sesuatu

8
hal dan sebab, mka akan dapat mempengaruhi anggota keluarga
lainnya dan anggota keluarga yang ada di sekitar tempat tinggal
mereka. Peran bidan komunitas adalah membantu individu agar
dapat memenuhi kebutuhan dasarnya karena adanya kelemahan
fisik, mental yang dialami, keterbatasan pengetahuan seta
kurangnya kemauan menuju kemandirian.
2. Keluarga
Definisi keluarga menurut Kemenkes adalah unit terkecil
dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa
orang terkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah satu atap
dalam keadaan saling ketergantungan (Karwati, 2013).
Struktur keluarga terdiri dari bermacam-macam, diantaranya
adalah
a. Patrilineal : keluarga sederhana yang terdiri dari sanak
saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan
itu disusun melalui jalur garis ayah.
b. Matrilineal : adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak
saudara sedarah dalam beberapa generasi dimana hubungan
itu disusun melalui jalur garis ibu.
c. Matrilokal : adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama
keluarga sedarah istri.
d. Patrilokal : adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama
keluarga sedarah suami.
e. Keluarga kawinan : adalah hubungan suami istri sebagai
dasar bagi pembinaan keluarga, dan beberapa sanak saudara
yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan
dengan suami atau istri.
Tipe/ bentuk keluarga :
1) Keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang terdiri
dari ayah, ibu, dan anak-anak.

9
2) Keluarga besar (exstended family), adalah keluarga inti
ditambah dengan sanak saudara, misalnya : nenek,
keponakan, saudara sepupu, paman, bibi dan sebagainya.
3) Keluarga berantai (serial family), adalah keluarga yang terdiri
dari wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan
merupakan satu keluarga inti.
4) Keluarga duda/ janda (single family), adalah keluarga yang
terjadi karena perceraian atau kematian.
5) Keluarga berkomposisi (composite) adalah keluarga yang
perkawinannya berpoligami dan hidup secara bersama.
6) Keluarga kabitas (chabitation), adalah dua orang menjadi satu
tanpa pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga.
3. Kelompok penduduk, diutamakan pada kelompok penduduk
daerah kumuh, daerah terisolasi dan daerah yang tidak terjangkau
termasuk kelompok bayi, balita dan ibu hamil dan lain-lain.
4. Masyarakat, yaitu dari satuan masyarakat yang terkecil sampai
dengan masayarakat secara keseluruhan.
Strategi intervensi kebidanan komunitas yaitu proses kelompok,
pendidikan kesehatan, dan kerja sama (kemitraan). Kebidanan
komunitas merupkan bentuk pelayanan/asuhan langsung yang berfokus
pada kebutuhan dasar komunitas. Upaya yang dapat ditempuh untuk
meningkatkan kerjasama dengan masyarakat adalah dengan cara
sebagai berikut (Azwar, 2001). Untuk mengorganisir masyarakat.,
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1) Melakukan pendekatan kepada tokoh masyarakat, kunjungan atau
tatap muka untuk menjelaskan maksud dan tujuan dilakukan
kegiatan asuhan komunitas sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
2) Mengajar masyarakat seperti perilaku hidup sehat. Sebagai bidan
yang berperan sebagi pendidik, seyogyanya menerapkan tindakan
preventif dan promotif, salah satunya adalah bagaimana
menginformasikan perilaku hidup sehat pada individu maupun

10
kelompok. Sebagai contoh adalah memberikan penyuluhan tentang
pentingnya cuci tangan sebelum makan.
3) Membentuk jaringan kerja. Beberapa jaringan kerja bidan di
komunitas antara lain Puskesmas, Polindes, Posyandu, BPM,
dasawisma, kunjungan rumah pasien (Syahlan, 1996). Di
masyarakat banyak tenaga kesehatan maupun non kesehatan,
seperti PKK, kelompok ibu-ibu pengajian, dukun beranak, kader
kesehatan, perawat, PLKB, dokter, pekerja sosial, dll. Untuk itu
bekerjasama dalam tim menjadi sangat penting. Dengan demikian
bidan sebagai pimpinan tim diharapkan mampu sebagai pengelola
dan sekaligus pelaksana kegiatan kebidanan di komunitas,
sehimgga diperlukan kerjasama lintas program dan lintas sektor.
4) Memberdayakan pihak lain. Pemberdayaan pihak lain adalah
pemanfaatan fasilitas dan potensi yang ada di masyarakat untuk
diberdayakan, seperti potensi sumber daya alam, potensi desa, dan
sumber daya manusia atau kader kesehatan.
5) Membicarakan masalah secara terbuka. Melakukan dialog terbuka
atau pertemuan secara formal kepada tokoh masyarakat untuk
menyampikan hasil pendataan tentang status kesehatan berdasarkan
data primer atau data seukunder. Hal ini bertujuan agar masyarakat
dan tokoh terkait mau tahu dan mampu mengatasi masalahnya
sendiri secara swadaya dan gotong royong. Contohnya adalah hasil
pendataan tentang masih banyaknya remaja yang putus sekolah
pada usia sekolah.
2.1.5 Masalah Yang Sering Muncul di Kebidanan Komunitas
a. Kematian Ibu dan Bayi
b. Kehamilan Remaja
Kehamilan Remaja adalah kehamilan yang terjadi pada wanita
remaja (usia 14-19 tahun) yang merupakan akibat perilaku seksual
baik sengaja (sudah menikah) maupun tidak sengaja (belum
menikah).

11
c. Unsafe Abortion
Unsafe Abortion adalah prosedur melakukan terminasi
(penghentian) kehamilan yang tidak diinginkan (unwanted
pregnancy) oleh tenaga kurang terampil (medis/non medis) alat
tidak memenuhi syarat kesehatan dan lingkungan tidak memenuhi.
d. Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Non Nakes
Pertolongan persalinan oleh tenaga non kesehatan seringkali
dilakukan oleh seseorang yang disebut sebagai dukun
beranak/dukun bayi, dukun bersalin atau peraji (Pudiastuti, 2011).
e. BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)
Bayi yang lahir dengan berat lahir <2500 gram tanpa
memandang masa kehamilan. Berat lahir adalah berat bayi yang
ditimbang dalam 1 jam setelah lahir.
f. Tingkat Kesuburan
80% pasangan suami istri mengalami gangguan kesuburan,
tingkat kesuburan tergolong menjadi 2 yaitu fertilitas dan
infertilitas. Fertilitas adalah suatu kemampuan istri untuk hamil dan
melahirkan anak hidup oleh suami yang mampu menghamilinya.
Infertilits adalah suatu keadaan pasangan suami istri yang ingin
punya anak tetapi tidak bisa mewujudkan keinginannya tersebut
karena adanya masalah kesehatan reproduksi baik pada suami atau
istri (Pudiastuti, 2011).
g. Penyakit Menular Seksual (PMS)
PMS adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual
atau infeksi atau penyakit yang ditularkan melalui hubungan
seksual yang dapat menyerang alat kelamin dengan atau tanpa
gejala dapat muncul dan menyerang mata, mulut, saluran
pencernaan, hati, otak serta organ tubuh lainnya misalnya
HIV/AIDS.

12
h. Perilaku dan sosial budaya yang berpengaruh pada pelayanan
Kebidanan Komunitas.

2.1.6 Peran dan Fungsi Bidan di Komunitas


Bidan memiliki peran dan fungsi tersendiri di komunitas, menurut
Syafrudin (2009) berikut adalah peran dan fungsi bidan di komunitas :
1. Pemberi asuhan langsung
Asuhan langsung diberikan kepada individu, keluarga, kelompok
maupun masyarakat, meliputi pengkajian kebutuhan kesehatan,
merencankan, melaksanakan dan menilai hasil kegiatan dalam
rangka pemenuhan kesehatan.
2. Penyuluh Kesehatan
Dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu bidan harus
mampu memberikan penyuluhan pada waktu kunjungan antenatal
trimester pertama, kedua, ketiga.
3. Penemu kasus
Deteksi dini yang berkaitan dengan masalah kesehatan ibu hamil,
bersalin, nifas, bayi dan anak balita.
4. Pelaksana rujukan
Masalah kesehatan ibu dan anak (KIA) yang tidak dapat teratasi oleh
bidan karena keterbatasan kewenangan, perlu dirujuk. Bidan di
masyarakat bertanggung jawab untuk mengetahui hasil dari setiap
kasus yang dirujuk dan melaksanakan tindak lanjut di rumah.
a) Penghubung
Bidan merupakan mata rantai antara sasaran keluarga,
kelompok dan masyarakat dengan pelayanan kesehatan yang
diperlukan, menggalang komunikasi untuk memperoleh
informasi yang akurat.
b) Konselor
Konseling dalam memecahkan masalah kesehatan keluarga
yang berkaitan dengan kesehatan ibu dan anak (KIA). Kegiatan

13
konseling harus membawa kepada proses pemecahan masalah
kesehatan klien secara mandiri.

c) Anggota tim
Masalah kesehatan ibu dan anak (KIA) di masyarakat
memerlukan pemecahan masalah baik secara lintas program
maupun lintas sektor. Bidan sebagai anggota tim perlu
mengkoordinasikan kegiatannya kepada anggota tim yang lain
sehingga dapat dicapai keterpaduan program.
d) Supervisi (pembimbing)
Bimbingan kepada dukun bayi, kader yang terlibat dalam
pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA) berupa mengenal tanda
bahaya pra kehamilan, persalinan dan nifas serta rujukan.
e) Panutan (role model)
Pembaharuan dalam merubah tingkahlaku masyarakat
dalam perilaku hidup sehat sehingga mampu mandiri dalam
menjaga dan meningkatkan kesehatannya.
Sedangkan tanggung jawab bidan dikomunitas meliputi
kemampuan menilai tradisi, budaya, nilai-nilai dan norma-norma
hukum yang berlaku dimasyarakat. Dengan memiliki kemampuan
tersebut bidan akan mempunyai kemampuan dalam memberikan
penyuluhan dan pelayanan kepada individu, keluarga dan masyarakat
sehingga bidan mampu bertindak secara profesional yaitu mampu
memisahkan nilai-nilai masyarakat dengan nilai-nilai atau keyakinan
pribadi, bersikap tidak menghakimi tidak membeda-bedakan, dan
menjalankan standar prosedur kepada semua orang yang diberikan
pelayanan. Tanggung jawab bidan dikomunitas meliputi beberapa hal
berikut :
1) Menjaga pengatahuannya tetap up to date, berusaha secara terus
menerus mengembangkan pengetahuan keterampilan dan
kemahiran.

14
2) Mengenali batas-batas pengetahuan keterampilan pribadi, dan tidak
berupaya untuk bekerja melampaui wewenangnya dalam
memberikan pelayanan klinik.
3) Menerima tanggung jawab untuk mengambil keputusan serta
konsekuensi dari suatu keputusan.
4) Berkomunikasi dan berkerjasama dengan pekerja kesehatan
profesional lainnya (perawat, dokter, dan lain lain) dengan rasa
hormat dan bermartabat
5) Memelihara kerjasama yang baik dengan staf kesehatan dan rumah
sakit pendukung untuk memastikan sistem rujukan yang optimal
6) Melakukan pemantauan mutu yang mencakup penilaian sejawat,
pendidikan berkesinambungan, mengkaji ulang kasus-kasus, dan
Audit Maternal Prenatal (AMP)
7) Bekerja sama dengan masyarakat setempat untuk meningkatkan
akses dan mutu asuhan kesehatan.
Peran dan fungsi bidan di komunitas sudah menjadi bagian dari
upaya untuk meningkatkan status perempuan serta kondisi hidup
mereka dan menghilangkan praktik kultur yang terbukti merugikan
perempuan (Yulifah, 2011).
Tugas tambahan bidan di komunitas juga sesuai dengan
kewenangannya, bidan dapat melaksanakan kegiatan praktik mandiri.
Peran bidan di sini sebagai pengelola kegiatan kebidanan di unit
kesehatan ibu dan anak, puskesmas, polindes, posyandu, klinik, dan
praktik bidan perorangan. Bidan di komunitas harus mengenal kondisi
kesehaan masyarakat yang selalu mengalami perubahan. Kesehatan
komunitas dipengaruhi oleh perkembangan yang terjadi baik di
masyarakat itu sendiri maupun ilmu pengetahuan dan teknologi serta
kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah. Bidan harus tetap
tanggap terhadap perubahan tersebut. Keterampilan tambahan yang
harus dimiliki oleh bidan di komunitas adalah:
a) Melakukan pemantauan KIA dengan menggunakan PWS KIA.

15
b) Melaksanakan pelatihan dan pembinaan pada kader kesehatan.
c) Melakukan pendekatan kemitraan kepada dukun bayi.
d) Mengelola dan memberikan obat-obatan sesuai dengan
kewenangannya.
e) Menggunakan teknologi tepat guna.
2.2 Konsep Manajemen Asuhan Kebidanan pada Keluarga Rawan (KK
Binaan)
2.2.1 Konsep Manajemen Asuhan Kebidanan
Menurutr J. H. Syahlan, bidan komunitas adalah bidan yang
bekerja melayani keluarga dan masyarakat di wilayah tertentu. Di
dalam indonesia, istilah bidan komunitas jarang digunakan, panggilan
“Bidan” diberikan kepada bidan yang bekerja di RS maupun di luar
rumah sakit. Adajuga istilah bidan desa, yaitu bidan yang ditepatkan
dan bertugas di desa yang mempunyai wilayah kerja satu sampai dua
desa. Selain itu, dalam melaksanakan tugas pelayanan medis baik di
dalam maupun di luar jam kerjanya, bidan tetap bertanggung jawab
langsung kepada kepala puskesmas (Aticeh, 2014).
Menurut united Kingdom Central Council for Nursing Midwifery
and Health, para praktisi bidan yang berbasis komunitas harus dapat
memberikan supervisi yang dibutuhkan oleh perempuan selama masa
kehamilan, persalinan, nifas, dan bayi baru lahir secara komprehensif.
1. Pelayanan kebidanan komunitas
Pelayanan kebidanan komunitas pada hakikatnya adalah upaya
yang dilakukan oleh bidan untuk pemecahan masalah kesehatan
ibu, anak balita dan lingkungan masyarakat. Pelayanan ini
mencakup upaya pencegahan penyakit, pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan, penyembuhan, serta pemulihan kesehatan.
a. Prinsip pelayanan kebidanan komunitas
Pelayanan yang didasarkan pada perhatian terhadap kehamilan
sebagi suatu bagian suatu bagian penting dari kesehatan.

16
b. Sasaran pelayanan kebidanan komunitas
Sasaran pelayanan kebidanan komunitas adalah masyarakat
(community) dalam masyarakat, terdapat kumpulan individu
yang membentuk keluarga atau kelompok.
c. Tempat bekerja bidan komunitas
Bidan komunitas dapat bekerja sendiri atau bersama mitra
bekerja setiap hari.
d. Faktor-faktor lingkungan yang memengaruhi pelayanan
kebidanan komunitas
1) Lingkungan fisisk
2) Lingkungan sosial
3) Lingkungan flora dan fauna
f) Peran bidan komunitas
a. Sebagai pendidik
b. Sebagai pelaksana
c. Sebagai peneliti
g) Kegiatan kebidanan komunitas
Bidan komunitas merupakan hak yang istimewa
dalam membangun hubungan dengan perempuan dalam
kehidupan dan hubungan keluarga, serta membantu
peristiwa yang penting dalam kehidupan. Perwatan yang
berikan di sesuaikan dan di biasakan dengan keadan
individu secara berkesinambungan. Bidan memberikan
pelayanan kesehatan antenatal pada kehamilan, persalinan,
serta dapat berkonsultasi dengan dokter obstetrik yang akan
melakukan pemantauan di rumah ibu (Aticeh, 2014).
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah kesulitan tersebut
adalah sebagi berikut :
a. Memulai kontak.
b. Identifikasi kebutuhan meliputi emosional, sosial, dan fisik.

17
c. Mendiskusikan rencana ke depan untuk perawatan klien, di
mana dan oleh siapa.
d. Mendiskusikan tempat-tempat untuk melahirkan.
e. Menginformasikan kepada ibu beberapa alternatif.
f. Memberikan respons positif kepada ibu usahanya melewati
suatu persalinan dengan baik.
g. Membuat janji untuk pertemuan selanjutnya.
h. Menjelaskan keadaan yang menyimpan dari keadaan normal
dan selanjutnya anjurkan ibu untuk berkonsultasi kepada bidan
atau dokter maupun tenaga kesehatn lainya.
i. Jika mungkin, beri buku petunjukan sehingga dapat di
mengerti tentang keadaan/kondisinya.
j. Pastikan bahwa ia telah memperoleh gambaran kesehatan
antenatal.
k. Yakinkan ibu bahwa dengan bertanya ia akan mendapatkan
pengetahuan (Aticeh, 2014).
2.2.2 Konsep Manajemen Asuhan Kebidanan pada KK Binaan
Menurut Helen Varney, manajemen kebidanan merupakan
proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk
mengorganisasikan pikiran dan tindakan dengan urutan logis dan
menguntungkan, menguraikan perilaku yang di harapkan dari
pemberian asuhan yang berdasarkan teori ilmiah, penemuan,
keterampilan dalam rangkaian/tahapan yang logis utnuk pengambilan
keputusan yang berfokus pada klien (Purwandari, 2008).
Tahapan dalam Manajemen Asuhan Kebidanan (Varney, 2010)
Proses manajemen kebidanan terdiri dari 7 langkah. Manajemen
asuhan kebidanan dimulai dengan identifikasi data dasar dan diakhiri
dengan evaluasi asuhan kebidanan. Ketujuh langkah terdiri dari
keseluruhan kerangka kerja yang dapat dipakai dalam segala situasi.
Langkah tersebut sebagai berikut :

18
1. Langkah I Identifikasi Data Dasar
Identifikasi data merupakan langkah awal dari manajemen
kebidanan, langkah yang merupakan kemampuan intelektual
dalam mengidentifikasi masalah klien, kegiatan yang
dilaksanakan dalam rangka identifikasi data dasar meliputi
pengumpulan data dan pengolahan.
a. Pengumpulan data
Dalam pengumpulan data mencari dan menggali data/fakta
atau informasi baik dari klien, keluarganya maupun tim
kesehatan lainnya atau data yang diperoleh dari hasil
pemeriksaan pada  pencatatan dokumen medik, hal yang
dilakukan dalam pengumpulan data meliputi :
1) Wawancara/anamnesa adalah tanya jawab yang dilakukan
antara bidan dan klien, keluarga maupun tim medis lain dan
data yang dikumpulkan mencakup semua keluhan klien
tentang masalah yang dimiliki.
2) Observasi dan pemeriksaan fisik Pada saat observasi
dilakukan inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi.
Pemeriksaan fisik dilakukan dari ujung kepala sampai ujung
kaki (head to toe).  
b. Pengolahan data Setelah data dikumpulkan secara lengkap dan
benar maka selanjutnya dikelompokkan dalam :
1) Data subyektif Meliputi identitas klien, keluhan utama,
riwayat penyakit, riwayat menstruasi, riwayat  persalinan,
riwayat nifas dan laktasi yang lalu, riwayat ginekologi, dan
KB, latar belakang  budaya, pengetahuan dan dukungan
keluarga serta keadaan psikososial.
2) Data obyektif menyangkut keadaan umum, tinggi dan berat
badan, tanda-tanda vital dan keadaan fisik obstetri.
3) Data penunjang meliputi hasil pemeriksaan laboratorium.

19
2. Langkah II Merumuskan Diagnosa/Masalah Actual
Diagnosa adalah hasil analisis dan perumusan masalah
yang diputuskan berdasarkan identifikasi yang didapat dari
analisa-analisa dasar. Dalam menetapkan diagnosa bidan
menggunakan  pengetahuan profesional sebagai data dasar untuk
mengambil tindakan diagnosa kebidanan yang ditegakkan harus
berlandaskan ancaman keselamatan hidup klien.
3. Langkah III Merumuskan Diagnosa/Masalah Potensial
Bab ini mengidentifikasi masalah potensial yang mungkin
akan terjadi pada klien jika tidak mendapatkan penanganan yang
akurat, yang dilakukan melalui pengamatan, observasi dan
persiapan untuk segala sesuatu yang mungkin terjadi bila tidak
segera ditangani dapat membawa dampak yang lebih berbahaya
sehingga mengancam kehidupan klien.
4. Langkah IV Identifikasi
Perlunya Tindakan Segera dan Kolaborasi Menentukan
intervensi yang harus segera dilakukan oleh bidan atau dokter
kebidanan. Hal ini terjadi pada penderita gawat darurat yang
membutuhkan kolaborasi dan konsultasi dengan tenaga kesehatan
yang lebih ahli sesuai keadaan klien. Pada tahap ini, bidan dapat
melakukan tindakan emergency sesuai kewenangannya,
kolaborasi maupun konsultasi untuk menyelamatkan ibu dan bayi.
Pada bagian ini pula, bidan mengevaluasi setiap keadaan klien
untuk menentukan tindakan selanjutnya yang diperoleh dari hasil
kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain. Bila klien dalam
keadaan normal tidak perlu dilakukan apapun sampai tahap
kelima.
5. Langkah V Rencana
Tindakan Asuhan Kebidanan Mengembangkan tindakan
komprehensif yang ditentukan pada tahap sebelumnya, juga
mengantisipasi diagnosa dan masalah kebidanan secara

20
komprehensif yang didasari atas rasional tindakan yang relevan
dan diakui kebenarannya sesuai kondisi dan situasi berdasarkan
analisa dan asumsi yang seharusnya boleh dikerjakan atau tidak
oleh bidan.
6. Langkah VI Impelementasi
Implementasi dapat dikerjakan keseluruhan oleh bidan
bekerja sama dengan tim kesehatan lain. Bidan harus bertanggung
jawab terhadap tindakan langsung, konsultasi maupun kolaborasi,
implementasi yang efisien akan mengurangi waktu dan biaya
perawatan serta meningkatkan kualitas pelayanan pada klien.
7. Langkah VII Evaluasi
Langkah akhir manajemen kebidanan adalah evaluasi. Pada
langkah ini, bidan harus mengetahui sejauh mana keberhasilan
asuhan kebidanan yang diberikan kepada klien.
2.3 Hipertensi
2.3.1 Pengertian Hipertensi
Hipertensi lebih dikenal dengan istilah penyakit tekanan darah
tinggi. Batas tekanan darah yang dapat digunakan sebagai acuan untuk
menentukan normal atau tidaknya tekanan darah adalah tekanan sistolik
dan diastolik. Bedasarkan JNC (Joint National Comitee) VII, seorang
dikatakan mengalami hipertensi jika tekanan sistolik 140 mmHg atau
lebih dan diastolik 90 mmHg atau lebih (Chobaniam, 2003).
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90
mmHg. Pada populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai
tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Sheps,
2005).
2.3.2 Etiologi Hipertensi
1. Hipertensi essensial
Hipertensi essensial atau idiopatik adalah hipertensi tanpa kelainan
dasar patologis yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi

21
essensial. Penyebab hipertensi meliputi faktor genetik dan lingkungan.
Faktor genetik mempengaruhi kepekaan terhadap natrium, kepekaan
terhadap stress, reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokontriktor,
resistensi insulin dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk faktor
lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok, stress emosi, obesitas
dan lain-lain (Nafrialdi, 2009).
Pada sebagian besar pasien, kenaikan berat badan yang berlebihan
dan gaya hidup tampaknya memiliki peran yang utama dalam
menyebabkan hipertensi. Kebanyakan pasien hipertensi memiliki berat
badan yang berlebih dan penelitian pada berbagai populasi
menunjukkan bahwa kenaikan berat badan yang berlebih (obesitas)
memberikan risiko 65-70 % untuk terkena hipertensi primer (Guyton,
2008).
2. Hipertensi sekunder
Meliputi 5-10% kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder
dari penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat
meningkatkan tekanan darah. Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal
akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah
penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara
langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau
memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah (Oparil,
2003).
Hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, sering berhubungan
dengan beberapa penyakit misalnya ginjal, jantung koroner, diabetes
dan kelainan sistem saraf pusat (Sunardi, 2000).

22
2.1.3 Klasifikasi Tekanan Darah
Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC-VII 2003

Kategori Tekanan Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik


Darah (mmHg) (mmHg)
Normal ≤120 ≤ 80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi stadium 1 140-159 90-99
Hipertensi stadium 2 ≥160 ≥100

2.1.4. Patofisiologi Hipertensi


Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak di pusat vasomotor pada medula di otak. Dari pusat
vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis yang berlanjut ke bawah ke
korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis
di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam
bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia
simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin yang
akan merangsang serabut saraf pascaganglion ke pembuluh darah, dimana
dengan dilepaskannya norpinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh
darah (Brunner, 2002).
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan
vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap
norpinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut
bisa terjadi (Corwin, 2005).
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Korteks
adrenal mengsekresikan kortisol dan steroid lainnya yang dapat
memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal dapat menyebabkan
pelepasan renin. Renin merangsang pembentukkan angiotensin I yang

23
kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokontriktor kuat, yang
pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal.
Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal
sehingga menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor
tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi (Brunner, 2002).
Perubahaan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah
perifer bertanggung jawab pada perubahaan tekanan darah yang terjadi
pada lanjut usia. Perubahaan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya
elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos
pembuluh darah yang menyebabkan penurunan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Akibat hal tersebut, aorta dan arteri besar mengalami
penurunan kemampuan dalam mengakomodasi volume darah yang
dipompa oleh jantung (volume sekuncup) sehingga mengakibatkan
penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Corwin, 2005).
2.1.5 Tanda dan Gejala Hipertensi
Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain
tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada
retina, seperti perdarahan, eksudat, penyempitan pembuluh darah, dan
pada kasus berat dapat ditemukan edema pupil (edema pada diskus
optikus). Menurut Price, gejala hipertensi antara lain sakit kepala bagian
belakang, kaku kuduk, sulit tidur, gelisah, kepala pusing, dada berdebar-
debar, lemas, sesak nafas, berkeringat dan pusing (Price, 2005).
Gejala-gejala penyakit yang biasa terjadi baik pada penderita
hipertensi maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal
hipertensi yaitu sakit kepala, gelisah, jantung berdebar, perdarahan hidung,
sulit tidur, sesak nafas, cepat marah, telinga berdenging, tekuk terasa berat,
berdebar dan sering kencing di malam hari. Gejala akibat komplikasi
hipertensi yang pernah dijumpai meliputi gangguan penglihatan, saraf,
jantung, fungsi ginjal dan gangguan serebral (otak) yang mengakibatkan
kejang dan pendarahan pembuluh darah otak yang mengakibatkan
kelumpuhan dan gangguan kesadaran hingga koma (Cahyono, 2008).

24
Corwin menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah
mengalami hipertensi bertahun-tahun adalah nyeri kepala saat terjaga,
kadang kadang disertai mual dan muntah yang disebabkan peningkatan
tekanan darah intrakranial (Corwin, 2005).
2.1.6. Faktor- Faktor Risiko
1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah
Faktor risiko yang tidak dapat dirubah yang antara lain usia, jenis
kelamin dan genetik.
a. Usia
Usia mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan bertambahnya
umur, risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar sehingga
prevalensi hipertensi di kalangan usia lanjut cukup tinggi, yaitu
sekitar 40%, dengan kematian sekitar di atas usia 65 tahun (Depkes,
2006). Pada usia lanjut, hipertensi terutama ditemukan hanya
berupa kenaikan tekanan sistolik.
Sedangkan menurut WHO memakai tekanan diastolik sebagai
bagian tekanan yang lebih tepat dipakai dalam menentukan ada
tidaknya hipertensi. Tingginya hipertensi sejalan dengan
bertambahnya umur yang disebabkan oleh perubahaan struktur pada
pembuluh darah besar, sehingga lumen menjadi lebih sempit dan
dinding pembuluh darah menjadi lebih kaku, sebagai akibatnya
terjadi peningkatan tekanan darah sistolik.
b. Jenis kelamin
Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, dimana
pria lebih banyak yang menderita hipertensi dibandingkan wanita.
Pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat
meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan wanita (Depkes,
2006). Namun, setelah memasuki manopause, prevalensi hipertensi
pada wanita meningkat. Setelah usia 65 tahun, terjadinya hipertensi
pada wanita lebih meningkat dibandingkan dengan pria yang

25
diakibatkan faktor hormonal. Penelitian di Indonesia prevalensi
yang lebih tinggi terdapat pada wanita (Depkes, 2006).
c. Keturunan (genetik)
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor
keturunan) juga mempertinggi risiko terkena hipertensi, terutama
pada hipertensi primer (essensial). Tentunya faktor genetik ini juga
dipenggaruhi faktor-faktor lingkungan, yang kemudian
menyebabkan seorang menderita hipertensi (Depkes, 2006).
2. Faktor risiko yang dapat diubah
Faktor risiko penyakit jantung koroner yang diakibatkan perilaku
tidak sehat dari penderita hipertensi antara lain merokok, diet rendah
serat, kurang aktifitas gerak, berat badan berlebihan/kegemukan,
komsumsi alkohol, hiperlipidemia atau hiperkolestrolemia, stress dan
komsumsi garam berlebih angat berhubungan erat dengan hipertensi
(Depkes, 2006).
a. Kegemukan (obesitas)
Kegemukan (obesitas) adalah presentase abnormalitas lemak yang
dinyatakan dalam Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu perbandingan
antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat dalam meter. Kaitan
erat antara kelebihan berat badan dan kenaikan tekanan darah telah
dilaporkan oleh beberapa studi. Berat badan dan IMT berkorelasi
langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik.
Sedangkan, pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33%
memiliki berat badan lebih (overweight) (Depkes, 2006).
b. Psikososial dan stress
Stress adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh adanya transaksi
antara individu dengan lingkungannya yang mendorong seseorang
untuk mempersepsikan adanya perbedaan antara tuntutan situasi dan
sumber daya (biologis, psikologis dan sosial) yang ada pada diri
seseorang (Depkes, 2006).
c. Merokok

26
Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang
dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat
merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri yang mengakibatkan
proses artereosklerosis dan tekanan darah tinggi. Pada studi autopsi,
dibuktikan kaitan erat antara kebiasaan merokok dengan adanya
artereosklerosis pada seluruh pembuluh darah. Merokok juga
meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai
ke otot-otot jantung. Merokok pada penderita tekanan darah tinggi
semakin meningkatkan risiko kerusakan pada pembuluh darah arteri
(Depkes, 2006).
d. Olahraga
Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan
sistem penunjangnya. Selama melakukan aktivitas fisik, otot
membutuhkan energi diluar metabolisme untuk bergerak, sedangkan
jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk
mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan untuk
mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh (Supariasa, 2001).
Olahraga yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan darah
dan bermanfaat bagi penderita hipertensi ringan. Pada orang tertentu
dengan melakukan olahraga aerobik yang teratur dapat menurunkan
tekanan darah tanpa perlu sampai berat badan turun (Depkes, 2006).
e. Konsumsi alkohol berlebih
Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah
dibuktikan. Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol
masih belum jelas. Namun, diduga peningkatan kadar kortisol dan
peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah berperan
dalam menaikkan tekanan darah. Beberapa studi menunjukkan
hubungan langsung antara tekanan darah dan asupan alkohol
dilaporkan menimbulkan efek terhadap tekanan darah baru terlihat
apabila mengkomsumsi alkohol sekitar 2-3 gelas ukuran standar
setiap harinya (Depkes, 2006)

27
f. Komsumsi garam berlebihan
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena
menarik cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan
meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada hipertensi primer
(essensial) terjadi respon penurunan tekanan darah dengan
mengurangi asupan garam 3 gram atau kurang, ditemukan tekanan
darah rata-rata rendah, sedangkan pada masyarakat asupan garam
sekitar 7-8 gram tekanan rata-rata lebih tinggi (Depkes, 2006).
g. Hiperlipidemia/Hiperkolestrolemia
Kelainan metabolisme lipid (lemak) yang ditandai dengan
peningkatan kadar kolestrol total, trigliserida, kolestrol LDL atau
penurunan kadar kolestrol HDL dalam darah. Kolestrol merupakan
faktor penting dalam terjadinya aterosklerosis yang mengakibatkan
peninggian tahanan perifer pembuluh darah sehingga tekanan darah
meningkat (Sugihartono, 2007).
Untuk referensi, gunakan 1 referensi dan untuk penulisan tidak di
setiap sub. Letakkan di bagian atas, untuk menerangkan bagian sub.
(Cek kembali yang lainnya)
2.1.7. Komplikasi Hipertensi
1. Stroke
Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global
akut, lebih dari 24 jam yang berasal dari gangguan aliran darah otak
dan bukan disebabkan oleh gangguan peredaran darah. Stroke
dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan
oleh iskemia atau perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh
oklusi fokal pembuluh darah yang menyebabkan turunnya suplai
oksigen dan glukosa ke bagian otak yang mengalami oklusi (Hacke,
2003).
Stroke dapat timbul akibat pendarahan tekanan tinggi di otak
atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh otak yang terpajan
tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila

28
arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan
menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahi
berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat
melemah sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya
anurisma (Corwin, 2005).
2. Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal
yang progresif dan irreversible dari berbagai penyebab, salah
satunya pada bagian yang menuju ke kardiovaskular. Mekanisme
terjadinya hipertensi pada gagal ginjal kronik oleh karena
penimbunan garam dan air atau sistem renin angiotensin aldosteron
(RAA) (Chung, 1995). Menurut Arief mansjoer (2001) hipertensi
berisiko 4 kali lebih besar terhadap kejadian gagal ginjal bila
dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami hipertensi
(Mansjoer, 2001).
3. Ensefalopati (kerusakan otak)
Ensefalopati (Kerusakan otak) dapat terjadi terutama pada
hipertensi maligna (hipertensi yang meningkat cepat). Tekanan yang
sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan
kapiler dan mendorong ke dalam ruang intersitium diseluruh
susunan saraf pusat. Neuron-neuron disekitarnya kolaps yang dapat
menyebabkan ketulian, kebutaan dan tak jarang juga koma serta
kematian mendadak. Keterikatan antara kerusakan otak dengan
hipertensi, bahwa hipertensi berisiko 4 kali terhadap kerusakan otak
dibandingkan dengan orang yang tidak menderita hipertensi
(Corwin, 2005).
2.1.8. Penatalaksanaan Hipertensi
1. Pengendalian faktor risiko
a. Mengatasi obesitas/ menurunkan kelebihan berat badan
b. Mengurangi asupan garam didalam tubuh
c. Ciptakan keadaan rileks

29
d. Melakukan olahraga teratur
e. Berhenti merokok
f. Mengurangi komsumsi alkohol (Depkes, 2006)
2. Terapi Farmakologis
Penatalaksanaan penyakit hipertensi bertujuan untuk
mengendalikan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit
hipertensi dengan cara seminimal mungkin menurunkan gangguan
terhadap kualitas hidup penderita. Pengobatan hipertensi dimulai
dengan obat tunggal, masa kerja yang panjang sekali sehari dan
dosis dititrasi. Obat berikutnya mungkin dapat ditambahkan selama
beberapa bulan perjalanan terapi. Pemilihan obat atau kombinasi
yang cocok bergantung pada keparahan penyakit dan respon
penderita terhadap obat antihipertensi. Beberapa prinsip pemberian
obat antihipertensi sebagai berikut :
a. Pengobatan hipertensi sekunder adalah menghilangkan
penyebab hipertensi.
b. Pengobatan hipertensi essensial ditunjukkan untuk menurunkan
tekanan darah dengan harapan memperpanjang umur dan
mengurang timbulnya komplikasi.
c. Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan
menggunakan obat antihipertensi.
d. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang,
bahkan pengobatan seumur hidup (Nafrialdi, 2009).

30
BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian Data


RT : 01

Nama Pewawancara : Nurlaela Amini

Dukuh dan Kelurahan : Karyawangi

Tanggal : 19 Februari 2020

Kecamatan : Parongpong

Kabupaten : Bandung Barat

Nama Responden : Tn. D

3.1.1 STRUKTUR DAN SIFAT KELUARGA

A. Struktur Keluarga

1. Nama Kepala Keluarga : Tn. D


2. Umur : 68 tahun
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. Agama : Islam
5. Pendidikan : Tamat SD/Sederajat
6. Pekerjaan : Petani
7. Pendapatan : ± 2 juta/ bulan
8. Alamat : Kp. Nyampay rt 01/rw 03
Desa. Karyawangi Kec. Parongpong
Kab. Bandung Barat
9. Suku/bangsa : Sunda/ Indonesia

31
10. Daftar anggota keluarga
IMUNISASI
Hub L/ Gol Umur
Nama Pendapatan Agama Pekerjaan HB DPT
Keluarga P Darah (Tahun) BCG Polio Campak
1,2,3 1,2,3

Tn. D Suami L - 53 ± Islam Wiraswasta - - - - -


2 jt/bulan

Ny. A Istri P - 53 - Islam IRT - - - - -

11. Tipe keluarga : Keluarga inti (nuclear family) yang


terdiri dari : Ayah : Tn. Dira

Ibu : Ny. Ai Sekaesih

12. Genogram :

SUAM
ISTRI
I

B. Sifat Keluarga

1. Anggota keluarga yang berpengaruh dalam mengambil keputusan :


Ayah

2. Kebiasaan hidup sehari-hari


1) Kebiasaan makan
a). Waktu makan : Teratur

32
b). Frekuensi makan : 2-3 kali/hari

c) Jenis makanan :

1. Makanan pokok : Nasi


2. Lauk-pauk : Ikan, ayam
3. Sayuran : Pecay, kol, kangkung, brokoli
mentimun

4. Buah-buahan : Jeruk, apel, semangka


5. Susu : Kadang-kadang
6. Makanan tambahan/selingan : Ada
Seperti : Biskuit, snack/ makanan ringan

d). Cara pengolahan makanan

1. Memenuhi syarat makanan : Ya


2. Menu dalam seminggu : Bervariasi, alasannya : Ibu
mengatakan agar tidak
bosan

e). Makan garam beryodium : Ya

f). Kebiasaan cuci tangan :

1. Sebelum makan : Ya dengan air tanpa sabun


2. Sesudah makan : Ya dengan air dengan sabun
g). Makanan pantangan dalam keluarga : Tidak ada

2) Kebiasaan minum keluarga : ±8 gelas/hari dalam bentuk


air putih, teh, dan susu
3) Sarana hiburan keluarga :Ada, jenis ; TV
4) Tempat BAK dan BAB keluarga
a). Tempat BAB : Di dalam rumah (jamban)

b). Tempat BAK : Di dalam rumah

33
4) Hygiene perorangan/keluarga

a). Kebiasaan mandi : 2-3 kali/hari

b). Kebiasaan gosok gigi : Ya, frekuensi : 2 kali/hari

c). Kebiasaan mencuci rambut : Ya, frekuensi: 2-3x kali/minggu

d) Penggunaan alas kaki : Ya

5) Kebiasaan keluarga yang merugikan (merokok, berjudi, minum-


minuman keras dll).

Kebiasaan Yang Nama Anggota


No Alasan Ket.
Merugikan Keluarga
1. Merokok Tn. D Sudah menjadi
kebiasaan

3.1.2 FAKTOR EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA


1. Penghasilan
Penghasilan dalam satu bulan

a. Ayah = Rp 2.000.000,00
b. Ibu = Rp -
c. Anggota keluarga lain = Rp -
Jumlah = Rp 2.000.000,00

2. Kegiatan sosial kemasyarakatan


a. Kedudukan kepala keluarga (KK) dalam kemasyarakatan
:
Masyarakat

b. Partisipasi keluarga dalam kegiatan kemasyarakatan


:
Tidak aktif, a\Alasan : sudah tua

34
3. Kebiasaan dalam keluarga berkaitan dengan budaya :
Tidak ada

3.1.3 STATUS KESEHATAN KELUARGA


1. Riwayat kesehatan anggota keluarga (tiga bulan terakhir)
Nama Anggota Jenis Upaya
No Ket.
Keluarga Penyakit Penanggulangan
1 Tn. D Pusing Meminum obat Sembuh
warung

2. Kebiasaan memeriksakan diri


a. Waktu : Bila sakit/ bila sakit sudah parah.
b. Tempat : Puskesmas/Rumah Sakit
Alasan : karena sudah cocok periksa ke Puskesmas/Rumah
Sakit (gunakan bhs yg formal)

3.2 Perumusan Diagnosa/Masalah Kesehatan Keluarga


Sesuai data yang diperoleh pada saat pengkajian dan wawancara terdapat
beberapa masalah kesehatan yaitu :
a. Tn. D mengalami tekanan darah tinggi.
b. Ketidaktahuan Tn. D mengenai bahaya hipertensi.

3.3 Perencanaan Intervensi Masalah Kesehatan Keluarga


Satuan Acara Penyuluhan (SAP)

I. Identifikasi Masalah
Tn. D usia 68 tahun yang mempunyai penyakit hipertensi tetapi tidak mau
berobat. Begitu pula Tn. D selaku kepala keluarga masih belum mengetahui
penyebab, pencegahan dan bahaya hipertensi. (ini yang akan di jelaskan,
identifikasi yang didapatkan untuk permasalahan hipertensi)
II. Pengantar
Bidang studi : Asuhan Kebidanan Komunitas

35
Topik : Hipertensi
Sub Topik : 1. Pengertian hipertensi
2. Penyebab hipertensi
3. Gejala hipertensi
4. Bahaya hipertensi
5. Pencegahan hipertensi

Sasaran : Tn. D

Hari/Tanggal : Kamis/ 27 Februari 2020

Waktu : 30 menit

Tempat : Kp. Nyampay RT 01/ RW03 Desa Karyawangi Kec.

Parongpong Kab. Bandung Barat

Pembimbing : Fitri Puspita Sari, S.S.T., M.Kes

Pembicara : Nurlaela Amini

III. Tujuan Umum


Mampu mengaplikasikan kemampuan dan keterampilan dalam asuhan
kebidanan komunitas khususnya pada Tn. D dengan cara membina masalah
yang ada pada Tn. D untuk mencegah komplikasi pada tahun 2020.
(komplikasi apa?)
IV. Tujuan Khusus
Setelah melakukan asuhan kebidanan komunitas mahasiswa dapat :
a. Mampu melakukan pengkajian dan analisis data pada Tn. D di Kp.
Nyampay RW03 RT01 Desa Karyawangi Kecamatan Parongpong
Kabupaten Bandung Barat
b. Mampu membuat perencanaan dalam penerapan asuhan kebidanan pada
Tn. D di Kp. Nyampay RW03 RT01 Desa Karyawangi Kecamatan
Parongpong Kabupaten Bandung Barat

36
c. Mampu merumuskan diagnose/masalah aktual pada Tn. D di Kp.
Nyampay RW03 RT01 Desa Karyawangi Kecamatan Parongpong
Kabupaten Bandung Barat
d. Mampu melakukan perencanaan terhadap masalah yang terjadi pada Tn.
D di Kp. Nyampay RW03 RT01 Desa Karyawangi Kecamatan
Parongpong Kabupaten Bandung Barat
e. Mampu melaksanakan tindakan asuhan kebidanan yang telah disusun
pada Tn. D di Kp. Nyampay RW03 RT01 Desa Karyawangi Kecamatan
Parongpong Kabupaten Bandung Barat
f. Mampu mengevaluasi tindakan yang telah dilaksanakan pada Tn. D di
Kp. Nyampay RW03 RT01 Desa Karyawangi Kecamatan Parongpong
Kabupaten Bandung Barat
V. Urutan Kegiatan
a. Pembukaan : 3 menit
b. Penyuluhan : 15 menit
c. Evaluasi : 10 menit
d. Penutup : 2 menit
VI. Metode
Ceramah
Diskusi
Tanya jawab
VII. Bahan dan Alat
Leaflet
VIII. Rincian Kegiatan
No Waktu Kegiatan Penyuluhan Pembicara Kegiatan Peserta
1. 3 menit Pembukaan: 1. Menjawab
salam
1. Memberi salam Nurlaela
2. Menyetujui
2. Memperkenalkan diri Amini
kesepakatan
3. Menjelaskan tujuan
waktu
penyuluhan

37
4. Melakukan kontrak waktu
2. 15 Pelaksanaan:
menit
1. Menjelaskan materi Menyimak
penyuluhan secara dan
berurutan dan teratur. Memperhati
Materi : Nurlaela kan
Amini
a. Pengertian hipertensi
b. Penyebab hipertensi
c. Gejala hipertensi
d. Bahaya hipertensi
e. Pencegahan hipertensi
3. 10 Evaluasi
menit
1. Meminta Bpk. D dan
keluarga menjelaskan atau
Merespon,
menyebutkan kembali:
Bertanya dan
a. Pengertian hipertensi Nurlaela
Menjawab
b. Penyebab hipertensi Amini
Pertanyaan
c. Gejala hipertensi
d. Bahaya hipertensi
e. Pencegahan hipertensi
2. Memberikan kesempatan
kepada responden untuk
bertanya
3. Memberikan pujian atas
keberhasilan responden
dalam menjelaskan
pertanyaan dan menjawab
pertanyaan.
4. 2 Penutup:

1. Menyampaikan terimakasih Nurlaela Menjawab

38
atas perhatian dan waktu Amini Salam
yang telah diberikan
kepada peserta
2. Mengucapkan salam

3.4 Pelaksanaan Intervensi


1. Memberikan informasi kepada Tn. D mengenai pengertian hipertensi.
2. Memberikan informasi kepada Tn. D mengenai tanda gejala hipertensi.
3. Memberikan informasi kepada Tn. D mengenai penyebab hipertensi.
4. Memberikan informasi kepada Tn. D mengenai penatalaksanaan
hipertensi.
5. Memberikan informasi kepada Tn. D mengenai komplikasi hipertensi
dan menganjurkan bapak untuk segera ke petugas kesehatan untuk
berobat rutin.
3.5 Evalusi intervensi/ Tindakan
1. Tn. D mengerti dan memahami pengertian hipertensi.
2. Tn. D mengerti dan mampu menyebutkan kembali tanda gejala
hipertensi.
3. Tn. D mengerti dan dapat menyebutkan kembali penyebab hipertensi.
4. Tn. D mengerti dan memahami mengenai penatalaksanaan hipertensi.
5. Tn. D memahami mengenai komplikasi pada hipertensi dan
mengatakan akan segera pergi ke petugas kesehatan untuk berobat ruti

BAB IV

PEMBAHASAN

Setelah melakukan ganti “Hasil” Survei Mawas Diri (SMD) diri


Rt01/Rw03 terdapat “pada” KK Tn. D usia 68 tahun yang mempunyai
penyakit hipertensi tetapi tidak mau berobat. Begitu pula Tn. D selaku kepala
keluarga masih belum mengetahui penyebab, pencegahan dan bahaya
hipertensi. (boleh didukung dg hasil pemeriksaan)

39
Hipertensi lebih dikenal dengan istilah penyakit tekanan darah tinggi.
Batas tekanan darah yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan
normal atau tidaknya tekanan darah adalah tekanan sistolik dan diastolik.
Bedasarkan JNC (Joint National Comitee) VII, seorang dikatakan mengalami
hipertensi jika tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih dan diastolik 90 mmHg
atau lebih (Chobaniam, 2003). Setelah dilakukan pemeriksaan tekanan darah
pada Tn. D hasilnya adalah 160/110 mmHg, hal ini menunjukkan bahwa
tidak ada kesenjangan antara fakta dengan teori.
Menurut Price, gejala hipertensi antara lain sakit kepala bagian
belakang, kaku kuduk, sulit tidur, gelisah, kepala pusing, dada berdebar-
debar, lemas, sesak nafas, berkeringat dan pusing (Price, 2005). Setelah
dilakukan anamnesa mengenai gejala yang di rasakan, Tn. D mengatakan
sakit kepala bagian belakang, sulit tidur, gelisah, kepala pusing, dada
berdebar-debar, lemas, sesak nafas, berkeringat dan pusing. (Bisa dimasukan
sebagai hasi SMD)
Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada kesenjangan antara fakta dengan
teori. (Yang menyatakan ada tidak nya kesenjangan, bisa dilihat dari teori
yang disampaikan “bukan dari pernyataan
Menurut Sugihartono (2007) faktor resiko hipertensi yaitu usia, jenis
kelamin, keturunan, psikososial dan stress, obesitas, merokok, kurang
olahraga, konsumsi alkohol berlebih, dan komsumsi garam berlebihan.
Setelah dilakukan anamnesa Tn. D mengatakan mempunyai kebiasaan
merokok, menyukai makanan yang rasanya asin, serta usia Tn. D sudah 68
tahun. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada kesenjangan atara fakta dengan
teori.
Dari hasil penyuluhan Tn. D mengerti dan memahami komplikasi pada
hipertensi, mampu menyebutkan kembali pencegahan hipertensi. Tn. D
mengerti dan memahami mengenai penatalaksanaan hipertensi dan akan
segera pergi ke petugas kesehatan untuk berobat rutin. (ini adalah isi evaluasi,
bukan asumsi)

40
asumsi yang dimaksud adalah berdasarkan kasus “Hipertensi” bgmna
tanggapan penulis.
KETERANGAN:
1. Kata penghubung seperti: setelah, oleh karena, dengan dll tidak diletakan
di awal kalimat
2. setiap paragraph tidak ditulis ada tidak nya kesenjangan (melainkan setiap
paragraph harus terdapat benang merah dari kasus SMD dg kk binaan yang
diambil dari penyuluhan yg sdh dilakukan) kemudian dianalis yg dapt
ditulis pada asumsi
Bukan membuat rangkuman SAP

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

41
Asuhan kebidanan komunitas memfokuskan pemberian pelayanan pada
setiap keluarga yang berbeda dalam wilayah kerjanya. Bentuk pemberian
pelayanan yang dilaksanakan adalah menyelesaikan berbagai permasalahan
dibidang kesehatan khususnya hipertensi pada Tn. D. Kegiatan-kegiatan
tersebut tentunya bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan.
Dari penyuluhan diharapkan akan mampu meningkatkan pengetahuan
Tn. D mengenai permasalahan kesehatannya sehingga diharapkan Tn. D akan
lebih mandiri dalam menyelesaikan masalah kesehatan yang
Diperbaiki ada di
bahasanya

lingkungannya. Tn. D setelah dilakukan penyuluhan dan beberapa solusi


untuk memecahkan dan menyelesaikan masalah mengenai penatalaksanaan
hipertensi.
5.2 Saran
1. Bagi STIKes Rajawali
Institusi pendidikan diharapkan selalu memberikan bimbingan yang dapat
meningkatkan kemampuan dan keterampilan bagi para mahasiswa.
(bukan bimbingan yg diberikan melainkan apa yang bisa diharapkan dari
stikes yg berkaita dengan dg mata kuliah … khususnya dalam kasus ..
2. Bagi Tn. D
Dengan diadakannya penyuluhan ini diharapkan Tn. D dapat melakukan
pelaksanaan masalah kesehatan sehingga dapat meningkatkan derajat
kesehatan serta mampu mencegah komplikasi masalah secara mandiri.
(derajat kesehatan seprti apa yg dimaksud?)
(apakah setelah penyuluhan dilakukan, Tn. D akan dapat mengatasi
masalah sendiri? perlukah dukngan dari yang lain?
DAFTAR PUSTAKA DI LAMPIRKAN
COVER

42

Anda mungkin juga menyukai