Anda di halaman 1dari 8

Pasal 7

Ruang Lingkup Psikologi

(2)   Psikolog dapat memberikan pelayanan sebagaimana yang dilakukan oleh Ilmuwan Psikologi
serta secara khusus dapat melakukan praktik psikologi terutama yang berkaitan dengan
assesmen dan intervensi yang ditetapkan setelah memperoleh ijin praktik sebatas kompetensi
yang berdasarkan pendidikan, pelatihan, pengalaman terbimbing, konsultasi, telaah dan/atau
pengalaman profesional sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah yang dapat dipertanggung
jawabkan.

Contoh Kasus

Misal, seorang Psikolog DZ yang tertarik dengan ilmu hypnosis, beberapa kali mengikuti seminar
mengenai hypnosis. Dalam seminar yang Ia ikuti diberitahukan mengenai apa itu hypnosis,
metode-metode yang digunakan dalam hypnosis, dan beberapa gambaran tentang penerapan
hypnosis dalam ilmu kesehatan, bisnis, marketing, dsb. Hanya saja dari setiap seminar yang Ia
ikuti hanya memberikan sertifikat sebagai bukti bahwa yang berkaitan telah mengikuti seminar
hypnosis. Tak ada pelatihan khusus dan juga ijin untuk menerapkan hypnosis apalagi untuk
kegiatan komersil. Suatu saat Psikolog DZ kedapatan klien RK dari kenalan yang
merekomendasikan klien RK ke Psikolog DZ. RK adalah seorang pemlik perusahaan yang menuju
pailit, Dia merasa putus asa dan membutuhkan bantuan Psikolog.

Mulanya Psikolog DZ menerapkan praktik konseling sampai dengan assesman sesuai dengan
prosedur. Setelah dua kali pertemuan kondisi klien RK mengalami perubahan hanya saja RK
kembali bimbang untuk menentukan apakah Dia akan membiarkan perusahaannya diakuisisi
oleh perusahaan lain atau tidak. Kemudian RK kembali menemui Psikolog DZ, kali ini Psikolog DZ
menawarkan hypnosis kepada RK. Psikolog DZ beranggapan bahwa kasus kienlnya kali ini
tidaklah seberat sebelumnya dan juga alih-alih mempraktekan ilmu yang diperolehnya dari
seminar. Praktik hypnosis berjalan tanpa terkendala dan klien RK merasa dirinya telah benar-
benar lebih baik.

RK memilih agar perusahaanya diakuisisi oleh perusahaan lain. Kemudian RK juga mulai
menceritakan keberhasilan Psikolog DZ menngani permasalahan yang dihadapinya melalui
teknik hypnosis. Dengan mengesampingkan konseling yang diterima sebelumnya RK
meyakinkan relasinya bahwa Psikolog RK adalah psikolog yang berpraktek dengan teknik
hypnosis.

BAB III
KOMPETENSI

Pasal 7
RUANG LINGKUP KOMPETENSI

(1) Ilmuwan Psikologi memberikan jasa dalam bentuk mengajar, melakukan


penelitian dan atau intervensi sosial dalam area sebatas kompetensinya,
berdasarkan pendidikan, pelatihan atau pengalaman sesuai dengan
kaidah-kaidah ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.
(2) Psikolog dapat memberikan jasa sebagaimana yang dilakukan oleh
Ilmuwan Psikologi serta secara khusus dapat melakukan praktik psikologi
terutama yang berkaitan dengan psikoterapi setelah memperoleh ijin
praktik sebatas kompetensi yang berdasarkan pendidikan, pelatihan,
pengalaman terbimbing, konsultasi, telaah dan atau pengalaman
profesional sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah yang dapat
dipertanggungjawabkan.

(3) Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi dalam menangani berbagai isue
atau cakupan kasus-kasus khusus, misalnya terkait penanganan HIV /
AIDS, kekerasan berbasis gender, orientasi seksual, ketidakmampuan
(berkebutuhan khusus), atau yang terkait dengan kekhususan ras, suku,
budaya, asli kebangsaan, agama, bahasa atau kelompok marginal, penting
untuk mengupayakan penambahan pengetahuan dan ketrampilan melalui
berbagai cara seperti pelatihan, pendidikan khusus, konsultasi atau
supervisi terbimbing untuk memastikan kompetensi dalam memberikan
pelayanan jasa dan atau praktik psikologi yang dilakukan kecuali dalam
situasi darurat sesuai dengan pasal yang membahas tentang itu.

(4) Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi perlu menyiapkan langkah-langkah


yang dapat dipertanggungjawabkan dalam area-area yang belum memiliki
standar baku penanganan, guna melindungi pengguna jasa dan atau
praktik psikologi serta pihak lain yang terkait.

(5) Dalam menjalankan peran forensik, selain memiliki kompetensi praktik


psikologi sebagaimana tersebut di atas, Psikolog perlu mengenali
peraturan-peraturan hukum sehubungan dengan kasus yang ditangani dan
peran yang dijalankan.

Pasal 8
PENINGKATAN KOMPETENSI

Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi wajib melaksanakan upaya-upaya yang


berkesinambungan guna mempertahankan dan meningkatkan kompetensi
mereka.
Contoh Kasus : Seorang Psikolog setelah mendapatkan gelarnya dan membuka
praktik tidak mau menambah pengetahuannya. Jadi, psikolog tersebut hanya
mendapatkan ilmunya hanya dari tempat di mana ia mendapatkkan gelarnya
tersebut.

Kesimpulan : Psikologi merupakan ilmu yang terus berkembang dari masa ke


masa seiring dengan modernitas yang terjadi, oleh karena itu untuk melayani
pasien psikolog juga arus menambah ilmunya sesuai dengan perkembangan
yang terjadi di masyarakat.

Pasal 9
DASAR-DASAR PENGETAHUAN ILMIAH dan SIKAP PROFESIONAL

Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi dalam pengambilan keputusan harus


berdasar pada pengetahuan ilmiah dan sikap profesional yang sudah teruji dan
diterima secara luas atau universaldalam disiplin ilmu psikologi.

Contoh Kasus : Seorang Psikolog memberikan diagnosa dan saran berdasarkan


keinginannya bukan sesuai dengan disiplin ilmu psikologi.

Kesimpulan : Disiplin ilmu psikologi penting untuk dipatuhi karena merupakan


hasil pemikiran orang yang sudah ahli dan merupakan ilmu yang sudah
universal. Dan

Pasal 10
PENDELEGASIAN PEKERJAAN PADA ORANG LAIN

Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi yang mendelegasikan pekerjaan pada


asisten, mahasiswa, mahasiswa yang disupervisi, asisten penelitian, asisten
pengajaran, atau kepada jasa orang lain seperti penterjemah perlu mengambil
langkah-langkah yang tepat untuk:
a) menghindari pendelegasian kerja tersebut kepada orang yang memiliki
hubungan ganda dengan yang diberikan jasa dan atau praktik psikologi,
yang mungkin akan mengarah pada eksploitasi atau hilangnya
objektivitas
b) memberikan wewenang hanya untuk tanggung jawab di mana orang yang
diberikan pendelegasian dapat diharapkan melakukan secara kompeten
atas dasar pendidikan, pelatihan atau pengalaman, baik secara
independen, atau dengan pemberian supervisi hingga level tertentu; dan
c) memastikan bahwa orang tersebut melaksanakan layanan psikologi secara
kompeten.

Contoh Kasus : Seorang Psikolog menyerahkan tugas Psikotest untuk siswa


ke guru Bimbingan Konseling yang notabene bukan merupakan Sarjana
Psikologi yang tidak berkompeten dalam hal tersebut.
Kesimpulan : Seorang Psikolog harus mengerjakan tugas yang yang
diembannya sendiri dan tidak boleh menugaskannya kepada seorang yang
bukan merupakan sarjana psikologi. Karena dalam pengerjaan psikotest seorang
psikolog siswa diharuskan dalam keadaan yang kondusif dan BETAH (Bersih,
Transparan, Akuntabel, Humanis).

Pasal 11
MASALAH DAN KONFLIK PERSONAL

(1) Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi menyadari bahwa masalah dan
konflik pribadi mereka akan dapat mempengaruhi efektifitas kerja. Dalam
hal ini Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi mampu menahan diri dari
tindakan yang dapat merugikan pengguna layanan psikologi serta pihak-
pihak lain, sebagai akibat dari masalah dan atau konflik pribadi tersebut.

(2) Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi berkewajiban untuk waspada


terhadap tanda-tanda adanya masalah dan konflik pribadi, bila hal ini
terjadi sesegera mungkin mencari bantuan atau melakukan konsultasi
profesional untuk dapat kembali menjalankan pekerjaannya secara
profesional. Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi harus menentukan akan
membatasi, menangguhkan, atau menghentikan kewajiban layanan
psikologi tersebut.

Contoh Kasus : Psikolog A tidak mau melayani klien B karena mempunyai


masalah pribadi terhadap klien tersebut.

Kesimpulan : Seorang Psikolog tidak boleh membawa urusan pribadi dalam


konsultasi. Seorang psikolog harus profesional dalam melayani klien atau kalau
tidak memungkinkan psikolog tersebut dapat merekomendasikan ke psikolog
lain.

Pasal 12
PEMBERIAN LAYANAN PSIKOLOGI DALAM KEADAAN DARURAT
(1) Keadaan darurat adalah suatu kondisi di mana layanan kesehatan mental
dan atau psikologi secara mendesak dibutuhkan tetapi tidak tersedia
tenaga Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi yang memiliki kompetensi
untuk memberikan layanan psikologi yang dibutuhkan.

(2) Dalam kondisi sebagaimana tersebut dalam poin (1) pasal ini, kebutuhan
yang ada tetap harus dilayani. Karenanya Psikolog dan atau Ilmuwan
Psikologi yang belum memiliki kompetensi dalam bidang tersebut dapat
memberikan layanan psikologi untuk memastikan bahwa
kebutuhanlayanan psikologi tersebut tidak ditolak.

(3) Selama memberikan layanan psikologi dalam keadan darurat, psikolog


yang belum memiliki kompetensi yang dibutuhkan dan atau Ilmuwan
Psikologi perlu segera mencari psikolog yang kompeten untuk
mensupervisi atau melanjutkan pemberian layanan psikologi tersebut.

(4) Bila Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi yang lebih kompeten telah
tersedia atau kondisi darurat telah selesai, maka pemberian layanan
psikologi tersebut harus dialihkan kepada yang lebih kompeten atau
dihentikan segera.

Contoh Kasus : Seorang Psikolog melayani seorang klien yang mempunyai


yang mempunyai penyakit dalam dan mengobati penyakit dalam tersebtu.

Kesimpulan : Seorang Psikolog tidak boleh malayani hal yang bukan


merupakan bagiannya. Psikolog tersebut harus merujuknya terlebih dahulu ke
tempat di mana pasien tersebut mendapatkan pengobatan yang sesuai.

Ulasan mengenai kasus “Psychologist sex case raises regulation concern“:

Ada seorang psikolog yang memiliki hubungan khusus dengan kliennya. Ia melakukan hubungan


seks dengan kliennya ketika ia sedang berusaha menyembuhkan klien dari masalahnya. Ia juga tidak
memiliki dasar pengetahuan ilmiah yang mendukung untuk menyembuhkan klien dengan hubungan
seks. Dalam hal ini psikolog dapat dikatakan melakukan eksploitasi terhadap kliennya. Ini semua
dapat dikatakan sebagai pelanggaran karena sikap psikolog yang tidak profesional dalam
menjalankan profesinya.

Pelanggaran pada pasal 13 seharusnya tidak terjadi apabila psikolog memperlihatkan


sikap profesionalnya ketika ia sedang bekerja. Seperti contohnya ketika seorang
psikolog sudah mulai memiliki rasa atau tergoda dengan kliennya, sebaiknya psikolog
tersebut cepat-cepat merekomendasikan kliennya untuk pergi ke psikolog lain agar
ketepatan suatu tes tetap terjaga.
ψ Pelanggaran pada pasal 14 seharusnya tidak terjadi apabila psikolog tetap menghormati
klien sebagaimana mustinya dengan tidak melakukan pelecehan seksual. Apabila
ternyata sudah tidak memungkinkan untuk menghormati kliennya dengan alasan
mungkin memiliki dendam pribadi dengan kliennya sehingga cenderung untuk
melakukan pelecehan seksual, lebih baik merekomendasikan klien untuk pergi ke
psikolog lain.
ψ Pelanggaran pada pasal 18 seharusnya tidak terjadi apabila psikolog memiliki sikap
tenggang rasa yang tinggi terhadap kliennya. Sikap saling menghargai dan
menghormati sangat dibutuhkan dalam menjaga agar eksploitasi tidak terjadi.

Kasus Kode Etik Psikologi

       Seorang psikolog laki-laki melakukam psikotes untuk penerimaan pramugari suatu perusahaan
penerbangan terkemuka tempatnya bekerja. Ia tertarik dengan salah seorang perempuan cantik
yang menjadi calon pramugari tersebut, namun ternyata ia gagal dalam tes. Psikolog tersebut
melihat bahwa perempuan tersebut sangat membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-
harinya. Calon pramugari itu kemudian menawarkan bahwa ia mau melakukan hubungan seksual
dengan psikolog itu, dengan syarat ia dapat diterima di perusahaan itu. Dan akhirnya psikolog itu
tergiur dan menyepakati syarat pramugari tersebut.

Melanggar Pasal 15: karena psikolog menerima tawaran untuk melakukan hubungan seksual dan
merubah hasil tes. Tidak ada penghindaran akan munculnya dampak buruk padahal sudah terlihat
jelas semua itu akan terjadi.

·        Melanggar Pasal 16 Ayat 1,2 dan 3: karena psikolog tertarik dan mempunyai hubungan dekat
dengan klien dal;am waktu yang bersamaan dan hubungan tersebut sebagai menyebabkan ketidak
objektivitasan dan merugikan pihak-pihak yang terkait.

Pasal 17 : Konflik Kepentingan

Psikolog atau Ilmuwan Psikologi menghindar dari melakukan peran professional apabila
kepentingan pribadi, ilmiah, professional, hukum, financial, kepentingan atau hubungan lain
diperkirakan akan merusak objektivitas , kompetensi, atau efektifitas mereka dalam
emnjalankan fungsi sebagai psikolog dan atau ilmuwan psikologi atau berdampak buruk
bagi pengguna layanan psikologi serta pihak-pihak yang terkait dengan penggunaan
layanan psikologi tersebut.

Stapel tidak hanya memalsukan data-data penelitian ilmiah,ia juga menggunakan


kekuasaan yang dimilikinya untuk mengintimidasi peneliti-peneliti muda. Tindakan yang
dilakukan Stapel dapart melanggar etika mengenai konflik kepentingan, dimana seharusnya
Stapel sebagai ilmuan psikologi menghindar dari peran professionalnya apabilang
dipengaruhi kepentingan pribadinya.
Jika dilihat lebih lanjut,alasan stapel mengintimidasi peneliti-peneliti muda dan melakukan
fabrikasi data karna stapel merasakan adanya tekanan karir. Konflik kepentingan pribadi,
Stapel pada akhirnya berakibat buruk bagi pihak-pihak terkait bahkan Nama Negara
Belanda sebagai nama ilmuan pun tercoreng.

Pasal 19

Hubungan Profesional

(1) Hubungan Antar Profesi

a) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi wajib menghargai, menghormati dan menjaga hak-hak
serta nama baik rekan profesinya, yaitu sejawat akademisi psikolog dan/atau ilmuwan psikologi.

Contoh Kasus

Misal, Psikolog WL kedapatan klien MN dari Psikolog HT yang sedang lelah dan tidak ingin
menangani klien sementara waktu. Pada saat melakukan interview klien MN seringkali menceritakan
bagaimana pandangannya tentang Psikolog HT. Klien MN begitu percaya bahwa Psikolog HT adalah
Psikolog yang berkompeten dan dapat diandalkan. Pertemuan pertama Psikolog WL masih belum
dapat memastikan hasil assesmennya maka MN diminta untuk datang kembali untuk pertemuan
kedua. Pada pertemuan kedua klien MN masih menghadirkan pandangannya terhadap Psikolog HT
dalam interview.

Psikolog WL berusaha untuk menegakan hasil assesmennya. Kemudian Psikolog WL melakukan


intervensi untuk menemukan data yang lebih, karena seringnya klien MN membicarakan Psikolog HT
membuat Psikolog WL belum mendapatkan data yang cukup untuk memastikan hasil assesmennya.
Namun ketika melakukan intervensi Psikolog WL menyinggung Psikolog HT dengan menceritakan hal
yang membuat Psikolog HT tidak menerima MN sebagai kliennya dan malah menyerahkan kepada
Psikolog WL. Hal tersebut membuat klien MN menutup diri dari Psikolog WL dan menaruh curiga
padanya. Menyadari intervensinya tidak berhasil Psikolog WL mencukupkan proses interview
tersebut dan menetapkan hasil assesmen saat itu juga.

PASAL 20
Jane Doe tidak memberikan ijin kepada peneliti untuk menghubungi orangtuanya. Namun
peneliti justru mewawancarai orang tua Jane Doe mengenai kebenaran informasi alih-alih
menghubungi Jane Doe untuk mengklarifikasi kebenara informasi.

tentang Informed Consent yaitu subyek yang menyetujui untuk berpartisipasi dalam
penelitian setelah menerima penjelasan tentang penelitian dan risiko
Kode etik menyatakan bahwa peserta penelitian harus sepenuhnya diberitahu bahwa
mereka terlibat dalam penelitian dan dapat mengambil keputusan apakah akan
berpartisipasi atau tidak dalam penelitian. Persetujuan sukarela subjek penelitian adalah
penting. Subjek eksperimental harus mengetahui berapa lama percobaan, alasan untuk
percobaan, tujuan percobaan, bagaimana hal ini akan dilakukan, semua bahaya dan
ketidaknyamanan yang mungkin disebabkan dan efek atas diri mereka sendiri dari
partisipasi mereka dalam percobaan. Dalam kasus ini sangat tidak mungkin bahwa Jane
Doe memberikan informed consent dari apapun untuk Loftus dan Guyer, juga bukan
kemungkinan dia tidak memberikan informasi dari salah satu kriteria tersebut di atas.

PASAL 22

Lara Rose adalah seorang anak yang harus menghadapi kenyataan pahit atas berlakunya UU No. 23
Tahun 2004 pasal 45 mengenai kekerasan psikis yang secara hukum diterapkan dengan tidak tepat
sehingga Lara harus dipisahkan dari salah satu orang tuanya, dalam kasus ini ialah ayah kandungnya.
Pemindahan hak asuh sang ayah kandung sepenuhnya kepada sang ibu kandung terjadi ketika kedua
orang tua Lara masih terikat pada lembaga perkawinan, lewat penetapan hak asuh yang ditetapkan
pengadilan.

Dalam kasus Lara, tanpa sepengetahuan ayah kandungnya, ibu kandung Lara memberikan
keterangan-keterangan kepada seorang konselor yang bekerja pada sebuah lembaga konseling. Atas
dasar keterangan tersebut, tanpa mengkonfirmasi kebenarannya (menghubungi sang ayah yang
dalam keterangan yang diberikan telah melakukan kekerasan psikis pada Lara dan ibunya). Konselor
ini membuat pertanyaan atau keterangan tertulis sepihak yang kemudian dipergunakan sang ibu
dalam permohonan pengalihan hak asuh.

Pengadilan pun memutuskan untuk mengeluarkan penetapan bahwa hak asuh anak dialihkan ke
tangan ibu, serta mengharuskan ayahnya memberitahu ibu kandung terlebih dahulu sebelum dapat
melihat Lara.

PASAL 21

Psikolog berinisial AA bekerja sama dengan perusahaan LL untuk menjadi psikolog di perusahaan
tersebut, dengan perjanjian yang ada. Tapi suatu hari dia melaporkan hasil informasi yang AA
peroleh dari perusahaan LL kepada klien lainnya.

Anda mungkin juga menyukai