Anda di halaman 1dari 94

TUGAS

RADIOLOGI

Referat Ileus Paralitik ( Abdomen )

Oleh :

Nama : I Made Dharma Wijaya


Npm : 17700058
Kelas : 2018/A

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
SURABAYA
2020
2

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Essa, yang
selalu melimpahkan berkah dan karunianya pada umatnya, sehingga saya selaku
penulis dari referat ini dapat menyelesaikan referat ini tepat pada waktunya.

Referat ini dibuat untuk melengkapi tugas dari mata kuliah radiologi.
Referat membahas tentang (Ileus Paralitik), yang nantinya akan membahas
tentang pendahuluan, pembahasan, kesimpulan. Pada kesempatan ini saya pribadi
selaku penulis referat ini mengucapkan banyak terimakasih terhadap seluruh
dokter pengajar mata kuliah radiologi di universitas wijaya kusuma Surabaya.

Saya menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membagun, sangat saya perlukan untuk
membuat referat ini lebih sempurna.

Akhir kata, semoga referat ini dapat bermanfaat, untuk menambah


wawasan bagi para pembaca sehingga pengetahuan kita akan kesehatan lebih
bertambah, sekian yang dapat saya sampaikan jika ada kesalahan kata atau
penulisan saya mohon maaf, terimakasih.

Surabaya, 3 April 2020

Penulis : I Made Dharma Wijaya


3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................i

DAFTAR ISI ...................................................................................................ii

BAB I. PENDAHULUAN .........................................................................1

Latar Belakang.................................................................................1

BAB II. PEMBAHASAN.............................................................................3

Definisi.............................................................................................3

Anatomi ...........................................................................................3

Fisiologi...........................................................................................6

Etiologi...........................................................................................14

Patofisiologi...................................................................................20

Manifestasi klinis...........................................................................22

Diagnosa........................................................................................26

Penatalaksanaan.............................................................................28

Diagnosa Banding..........................................................................28

Prognosis........................................................................................36

BAB II. KESIMPULAN…………………………………………….........37

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….38
4

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar belakang

Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan dimana usus gagal/
tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya. Ileus
paralitik ini bukan suatu penyakit primer usus melainkan akibat dari berbagai
penyakit primer, tindakan (operasi) yang berhubungan dengan rongga perut,
toksin dan obat-obatan yang dapat mempengaruhi kontraksi otot polos usus.

Gerakan peristaltik merupakan suatu aktifitas otot polos usus yang


terkoordinasi dengan baik, dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti keadaan otot
polos usus, hormon-hormon intestinal, sistem saraf simpatik dan parasimpatik,
keseimbangan elektrolit dan sebagainya.

Ileus paralitik dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti ileus paralitik pasca
operasi, ileus akibat konsumsi obat, ileus metabolik, ileus vaskuler, juga pseudo
obstruksi. Penyebab yang paling sering ditemukan adalah ileus paralitik pasca
operasi.

Diagnosis ileus paralitik dapat ditegakkan jika pasien mengalami gejala seperti,
pasien tidak dapat defekasi selama beberapa hari, perut terasa tidak nyaman,
kembung, mual, dan muntah. Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan bising usus
yang menghilang.

BAB II
5

PEMBAHASAN

II.1. Definisi Ileus Paralitik


Ileus paralitik adalah kondisi penyakit dimana terjadi dismotilitas yang
menghambat pergerakan isi usus ke bagian distal, tanpa adanya obstruksi
mekanis. Ileus paralitik dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti ileus paralitik
pasca operasi, ileus akibat konsumsi obat, ileus metabolik, ileus vaskuler, juga
pseudo obstruksi. Penyebab yang paling sering ditemukan adalah ileus paralitik
pasca operasi.

II.2. Anatomi Usus


Usus halus merupakan tabung yang kompleks, berlipat-lipat yang
membentang dari pilorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang usus
halus sekitar 12 kaki (22 kaki pada kadaver akibat relaksasi). Usus ini mengisi
bagian tengah dan bawah abdomen. Ujung proksimalnya bergaris tengah sekitar
3,8 cm, tetapi semakin kebawah lambat laun garis tengahnya berkurang sampai
menjadi sekitar 2,5 cm.
Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum, dan ileum. Pembagian ini
agak tidak tepat dan didasarkan pada sedikit perubahan struktur, dan yang relatif
lebih penting berdasarkan perbedaan fungsi. Duodenum panjangnya sekitar 25
cm, mulai dari pilorus sampai kepada jejenum. Pemisahan duodenum dan jejunum
ditandai oleh ligamentum treitz, suatu pita muskulofibrosa yang berorigo pada
krus dekstra diafragma dekat hiatus esofagus dan berinsersio pada perbatasan
duodenum dan jejenum. Ligamentum ini berperan sebagai ligamentum
suspensorium (penggantung). Kira-kira duaperlima dari sisa usus halus adalah
jejenum, dan tiga perlima terminalnya adalah ileum.. Jejenum terletak di region
abdominalis media sebelah kiri, sedangkan ileum cenderung terletak di region
abdominalis bawah kanan. Jejunum mulai pada junctura denojejunalis dan ileum
berakhir pada junctura ileocaecalis.
6

Lekukan-lekukan jejenum dan ileum melekat pada dinding posterior


abdomen dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas yang
dikenal sebagai messenterium usus halus. Pangkal lipatan yang pendek
melanjutkan diri sebagai peritoneum parietal pada dinding posterior abdomen
sepanjang garis berjalan ke bawah dan ke kanan dari kiri vertebra lumbalis kedua
ke daerah articulatio sacroiliaca kanan. Akar mesenterium memungkinkan keluar
dan masuknya cabang-cabang arteri vena mesenterica superior antara kedua
lapisan peritoneum yang memgbentuk messenterium.
Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar
5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter
usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci
(sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus semakin kecil.
Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat
katup ileocaecaal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum
menempati sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileocaecaal
mengontrol aliran kimus dari ileum ke sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon
asendens, transversum, desendens dan sigmoid. Kolon ascendens berjalan ke atas
dari sekum ke permukaan inferior lobus kanan hati, menduduki regio iliaca dan
lumbalis kanan. Setelah mencapai hati, kolon ascendens membelok ke kiri,
membentuk fleksura koli dekstra (fleksura hepatik). Kolon transversum
menyilang abdomen pada regio umbilikalis dari fleksura koli dekstra sampai
fleksura koli sinistra. Kolon transversum, waktu mencapai daerah limpa,
membengkok ke bawah, membentuk fleksura koli sinistra (fleksura lienalis) untuk
kemudian menjadi kolon descendens. Kolon sigmoid mulai pada pintu atas
panggul. Kolon sigmoid merupakan lanjutan kolon descendens. Ia tergantung ke
bawah dalam rongga pelvis dalam bentuk lengkungan. Kolon sigmoid bersatu
dengan rektum di depan sakrum. Rektum menduduki bagian posterior rongga
pelvis. Rektum ke atas dilanjutkan oleh kolon sigmoid dan berjalan turun di depan
sekum, meninggalkan pelvis dengan menembus dasar pelvis. Disisni rektum
melanjutkan diri sebagai anus dalan perineum.
7

Gambar 1. Regio Abdomen Gambar 2. Sistem saluran pencernaan.

II.2.1 Vaskularisasi
Pada usus halus, arteri mesentericus superior dicabangkan dari aorta tepat
di bawah arteri seliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali duodenum
yang sebagian atas duodenum adalah arteri pancreotico duodenalis superior, suatu
cabang arteri gastroduoodenalis. Sedangkan separoh bawah duodenum
diperdarahi oleh arteri pancreoticoduodenalis inferior, suatu cabang
arteri mesenterica superior. Pembuluh-pembuluh darah yang memperdarahi
jejenum dan ileum ini beranastomosis satu sama lain untuk membentuk
serangkaian arkade. Bagian ileum yang terbawah juga diperdarahi oleh arteri
ileocolica. Darah dikembalikan lewat vena messentericus superior yang menyatu
dengan vena lienalis membentuk vena porta.
Pada usus besar, arteri mesenterika superior memperdarahi belahan
bagian kanan (sekum, kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon
transversum) : (1) ileokolika, (2) kolika dekstra, (3) kolika media, dan arteria
mesenterika inferior memperdarahi bagian kiri (sepertiga distal kolon
transversum, kolon descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum) : (1)
kolika sinistra, (2) sigmoidalis, (3) rektalis superior.

II.2.2. Pembuluh Limfe


8

Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan cairan limfe


ke atas melalui nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lymphatici
gastroduodenalis dan kemudian ke nodi lymphatici coeliacus: dan ke bawah,
melalui nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lyphatici mesentericus
superior sekitar pangkal arteri mesenterica superior.
Pembuluh limfe jejenum dan ileum berjalan melalui banyak nodi
lymphatici mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici mesentericus
suprior, yang terletak sekitar pangkal arteri mesentericus superior. Pembuluh
limfe sekum berjalan melewati banyak nodi lymphatici mesentericus dan akhirnya
mencapai nodi lymphatici mesentericus superior.
Pembuluh limfe untuk kolon mengalirkan cairan limfe ke kelenjar limfe
yang terletak di sepanjang perjalanan arteri vena kolika. Untuk kolon ascendens
dan dua pertiga dari kolon transversum cairan limfenya akan masuk ke nodi
limphatici mesentericus superior, sedangkan yang berasal dari sepertiga distal
kolon transversum dan kolon descendens akan masuk ke nodi limphatici
mesentericus inferior.

II.2.3. Persarafan Usus


Saraf-saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus)
dari pleksus mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Sedangkan saraf untuk
jejenum dan ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari
pleksus mesentericus superior. Rangsangan parasimpatis merangasang aktivitas
sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis menghambat pergerakan
usus. Serabut-serabut sensorik sistem simpatis menghantarkan nyeri, sedangkan
serabut-serabut parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai saraf intrinsik, yang
menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach yang terletak
dalam lapisan muskularis, dan pleksus Meissner di lapisan submukosa.
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan
perkecualian sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar. Sekum,
appendiks dan kolon ascendens dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan
parasimpatis nervus vagus dari pleksus saraf mesentericus superior. Pada kolon
9

transversum dipersarafi oleh saraf simpatis nervus vagus dan saraf parasimpatis
nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan dari pleksus mesentericus superior dan
inferior. Serabut-serabut nervus vagus hanya mempersarafi dua pertiga proksimal
kolon transversum; sepertiga distal dipersarafi oleh saraf parasimpatis nervus
pelvikus. Sedangkan pada kolon descendens dipersarafi serabut-serabut simpatis
dari pleksus saraf mesentericus inferior dan saraf parasimpatis nervus pelvikus.
Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi, serta
perangsangan sfingter rektum, sedangkan perangsangan parasimpatis mempunyai
efek berlawanan.

II.2.3.1. Kontrol saraf terhadap fungsi gastrointestinal


Sistem gastrointestinal memiliki sistem persarafan sendiri yang disebut
sistem saraf enterik. Sistem ini seluruhnya terletak di dinding usus, mulai dari
esophagus dan memanjang sampai ke anus. Jumlah neuron pada sistem enterik ini
sekitar 100 juta, hampir sama dengan jumlah keseluruhan pada medulla spinalis;
hal ini menunjukkan pentingnya sistem enterik untuk mengatur fungsi
gastrointestinal.
Sistem enterik terutama terdiri atas dua pleksus, satu pleksus bagian luar
yang terletak diantara lapisan otot longitudinal dan sirkular, disebut pleksus
Mienterikus atau pleksus auerbach, dan pleksus bagian dalam, disebut pleksus
submukosa atau pleksus Meissner, yang terletak di dalam submukosa. Pleksus
Mienterikus terutama mengatur pergerakan gastrointestinal dan pleksus
submukosa terutama mengatur sekresi gastrointestinal dan aliran darah lokal.
Kedua pleksus tersebut berhubungan dengan serat-serat simpatis dan
parasimpatis. Walaupun sistem saraf enterik dapat berfungsi dengan sendirinya,
tidak bergantung pada saraf-saraf ekstrinsik ini, perangsangan oleh sistem
parasimpatis dan simpatis dapat mengaktifakan atau menghambat fungsi
gastrointestinal lebih lanjut.
Ujung-ujung saraf simpatis yang berasal dari epithelium gastrointestinal
atau dinding usus dan kemudian mengirimkan serat-serat afferent ke kedua sistem
enterik juga ke ganglia prevertebral dari sistem saraf simpatis, beberapa berjalan
10

melalui saraf simpatis ke medulla spinalis dan yang lainnya berjalan melalui saraf
vagus ke batang otak. Saraf-saraf sensoris ini mengadakan refleks-refleks local di
dalam usus itu sendiri dan refleks-refleks lain yang disiarkan kembali ke usus baik
dari ganglia prevertebral maupun dari daerah basal sistem saraf pusat.

II.2.3.2. Pengaturan otonom traktus gastrointestinal


Persarafan parasimpatis. Persarafan parasimpatis ke usus dibagi atas
divisi cranial dan divisi sacral. Kecuali untuk beberapa serat parasimpatis di regio
mulut dan faring dari saluran pencernaan, parasimpatis divisi cranial hampir
seluruhnya berasal dari saraf vagus. Saraf ini member inervasi yang luas pada
esophagus, lambung pankreas dan sedikit ke usus sampai separuh pertama bagian
usus besar. Parasimpatis sacral berasal dari segmen sacral medulla spinalis kedua,
ketiga dan keempat dari medulla spinalis serta berjalan melalui saraf pelvis ke
separuh bagian distal usus besar. Area sigmoid, rectum dan anus dari usus besar
diperkirakan mendapat persarafan parasimpatis yang lebih baik daripada bagian
usus yang lain.
Persarafan simpatis. Serat-serat simpatis yang berjalan ke traktus
gastrointestinal berasal dari medulla spinalis antara segmen T-5 dan L-2. Sebagian
besar preganglionik yang mempersarafi usus, sesudah meninggalkan medulla ,
memasuki rantai simpatis dan berjalan melalui rantai ke ganglia yang letaknya
jauh, seperti ganglion seliakus dan berbagai ganglion mesenterikus. Ujung-ujung
saraf simpatis mensekresikan norepineprin.
Pada umunya, perangsangan sistem saraf simpatis menghambat aktivitas
dalam traktus gastrointestinal, menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan
yang ditimbulkan oleh sistem parasimpatis.

II.2.3.3. Refleks-refleks gastrointestinal


11

1. Refleks-refleks yang seluruhnya terjadi di dalam sistem saraf enterik.


Refleks-refleks tersebut mengatur sekresi gastrointestinal, peristaltic,
kontraksi campuran, efek penghambatan local dan sebagainya.
2. Refleks-refleks dari usus ke ganglia simpatis prevertebral dan
kemudian kembali ke traktus gastrointestinal. Refleks ini mengirim
sinyal untuk jarak yang jauh dalam traktus gastrointestinal, seperti
sinyal dari lambung untuk menyebabkan pengosongan kolon (refleks
gastrokolik), sinyal dari kolon dan usus halus untuk menghambat
motilitas lambung dan sekresi lambung (refleks enterogastrik) dan
refleks dari kolon untuk menghambat pengosongan isi ileum ke dalam
kolon (refleks kolonoileal).
3. Refleks-refleks dari usus ke medulla spinalis atau batang otak dan
kemudian kembali ke traktus gastrointestinal. Meliputi refleks
mengatur aktifitas motorik dan sekresi lambung, refleks nyeri yang
menimbulkan hambatan umum pada seluruh traktus gastrointestinal
dan refleks defekasi.

II.3. Fisiologi Usus


Usus halus mempunyai dua fungsi utama : pencernaan dan absorpsi bahan-
bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung oleh
kerja ptialin, asam klorida, dan pepsin terhadap makanan masuk. Proses
dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang
menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-zat yang lebih
sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu menetralkan
asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi empedu dari
hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga
memberikan permukaan lebih luas bagi kerja lipase pankreas.
Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumnlah enzim dalam getah usus
(sukus enterikus). Banyak di antara enzim-enzim ini terdapat pada brush border
vili dan mencernakan zat-zat makanan sambil diabsorpsi.
12

Isi usus digerakkan oleh peristalsis yang terdiri atas dua jenis gerakan,
yaitu segmental dan peristaltik yang diatur oleh sistem saraf autonom dan hormon.
Pergerakan segmental usus halus mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret
pankreas, hepatobiliar, dan sekresi usus, dan pergerakan peristaltik mendorong isi
dari salah satu ujung ke ujung lain dengan kecepatan yang sesuai untuk absorpsi
optimal dan suplai kontinu isi lambung.

Dalam proses motilitas terjadi dua gerakan yaitu :

1. Gerakan propulsif yaitu gerakan mendorong atau memajukan isi saluran


pencernaan sehingga berpindah tempat ke segmen berikutnya, dimana gerakan ini
pada setiap segmen akan berbeda tingkat kecepatannya sesuai dengan fungsi dari
regio saluran pencernaan, contohnya gerakan propulsif yang mendorong makanan
melalui esofagus berlangsung cepat tapi sebaliknya di usus halus tempat utama
berlangsungnya pencernaan dan penyerapan makanan bergerak sangat lambat.

2. Gerakan mencampur, gerakan ini mempunyai 2 fungsi yaitu mencampur


makanan dengan getah pencernaan dan mempermudah penyerapan pada usus.
Absorpsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan karbohidrat,
lemak dan protein (gula sederhana, asam-asam lemak dan asa-asam amino)
melalui dinding usus ke sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sesl-sel
tubuh. Selain itu air, elektrolit dan vitamin juga diabsorpsi. Absoprpsi berbagai zat
berlangsung dengan mekanisme transpor aktif dan pasif yang sebagian kurang
dimengerti.
Lemak dalam bentuk trigliserida dihidrodrolisa oleh enzim lipase
pankreas, hasilnya bergabung dengan garam empedu membentuk misel. Misel
kemudian memasuki membran sel secara pasif dengan difusif, kemudian
mengalami disagregasi, melepaskan garam empedu yang kembali ke dalam lumen
usus dan asam lemak serta monogliserida ke dalam sel. Sel kemudian membentuk
kembali trigliserida dan digabungkan dengan kolesterol, fosfolipid, dan
apoprotein untuk membentuk kilomikron, yang keluar dari sel dan memasuki
13

lakteal. Asam lemak kecil dapat memasuki kapiler dan secara langsung menuju ke
vena porta. Garam empedu diabsorpsi ke dalam sirkulasi enterohepatik dalam
ileum distalis. Dari kumpulan 5 gram garam empedu yang memasuki kantung
empedu, sekitar 0,5 gram hilang setiap hari; kumpulan ini bersirkulasi ulang 6 kali
dalam 24 jam.
Protein oleh asam lambung di denaturasi, pepsin memulai proses
proteolisis. Enzim protease pankreas (tripsinogen yang diaktifkan oleh
enterokinase menjadi tripsin, dan endopeptidase, eksopeptidase) melanjutkan
proses pencernaan protein, menghasilkan asam amino dan 2 sampai 6 residu
peptida. Transport aktif membawa dipeptida dan tripeptida ke dalam sel untuk
diabsorpsi.
Karbohidrat, metabolisme awalnya dimulai dengan menghidrolisis pati
menjadi maltosa (atau isomaltosa), yang merupakan disakarida. Kemudian
disakarida ini, bersama dengan disakarida utama lain, laktosa dan sukrosa,
dihidrolisis menjadi monosakarida glukosa, galaktosa, dan fruktosa. Enzim
laktase, sukrase, maltase, dan isimaltase untuk pemecahan disakarida terletak di
dalam mikrovili ’brush border’ sel epitel. Disakarida ini dicerna menjadi
monosakarida sewaktu berkontak dengan mikrovili ini atau sewaktu mereka
berdifusi ke dalam mikrovili. Produk pencernaan, monosakarida, glukosa,
galaktosa, dan fruktosa, kemudian segera disbsorpsi ke dalam darah porta.
Air dan elektrolit, cairan empedu, cairan lambung, saliva, dan cairan
duodenum menyokong sekitar 8-10 L/hari cairan tubuh, kebanyakan diabsorpsi.
Air secara osmotik dan secara hidrostatik diabsorpsi atau melalui difusi pasif.
Natrium dan khlorida diabsorpsi dengan pemasangan zat telarut organik atau
secara transport aktif. Bikarbonat diabsorpsi secara pertukaran natrium/hidrogen.
Kalsium diabsorpsi melalui transport aktif dalam duodenum dan jejenum,
dipercepat oleh hormon parathormon (PTH) dan vitamin D. Kalium diabsorpsi
secara difusi pasif.
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan
proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorpsi
air dan elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon
14

sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah
dehidrasi sampai defekasi berlangsung.
Kolon mengabsorpsi air, natrium, khlorida, dan asam lemak rantai pendek
serta mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Hal tersebut membantu menjaga
keseimbangan air dan elektrolit dan mencegah dehidrasi. Menerima 900-1500
ml/hari, semua, kecuali 100-200 ml diabsorpsi, paling banyak di proksimal.
Kapasitas sekitar 5 liter/hari.
Gerakan retrograd dari kolon memperlambat transit materi dari kolon
kanan, meningkatkan absorpsi. Kontraksi segmental merupakan pola yang paling
umum, mengisolasi segmen pendek dari kolon, kontraksi ini menurun oleh
antikolinergik, meningkat oleh makanan, kolinergik. Gerakan massa merupakan
pola yang kurang umum, pendorong antegrad melibatkan segmen panjang 0,5-1,0
cm/detik, 20-30 detik panjang, tekanan 100-200 mmHg, tiga sampai empat kali
sehari, terjadi dengan defekasi.
Sepertiga berat feses kering adalah bakterri; 10¹¹-10¹²/gram. Anaerob >
aerob. Bakteroides paling umum, Escherichia coli berikutnya. Sumber penting
vitamin K. Gas kolon berasal dari udara yang ditelan, difusi dari darah, produksi
intralumen. Nitrogen, oksigen, karbon dioksida, hidrogen, metan. Bakteri
membentuk hidrogen dan metan dari protein dan karbohidrat yang tidak tercerna.
Normalnya 600 ml/hari.(5)
Fungsi motorik pada saluran pencernaan tergantung pada kontraksi sel otot
polos dan integrasi dan modulasi oleh saraf enterik dan ekstrinsik. Kontraksi yang
terjadi sepanjang saluran pencernaan dikendalikan oleh myogenic, mekanisme
saraf dan kimia. Kekacauan mekanisme yang mengatur fungsi motorik
pencernaan ini dapat menyebabkan motilitas usus berubah.

1. Neurogenik. Modulator motilitas gastrointestinal meliputi sistem saraf


pusat (SSP), saraf otonom, dan sistem saraf enterik (ENS). ENS
merupakan cabang bebas dari sistem saraf perifer, terdiri dari sekitar 100
juta neuron dibagi dalam dua pleksus ganglion (Gambar 22-2). Pleksus
myenteric yang lebih besar, juga dikenal sebagai pleksus Auerbach,
15

terletak di antara lapisan otot longitudinal dan sirkular dari externa


muskularis; pleksus ini berisi neuron yang bertanggung jawab atas
motilitas gastrointestinal dan regulasi output enzimatik dari organ-organ
yang berdekatan. Pleksus submukosa yang lebih kecil disebut sebagai
pleksus Meissner's. ENS berhubungan langsung dengan usus sel otot
polos, tetapi juga memainkan peran penting dalam fungsi aferen visceral.

2. Myogenic mekanisme kontrol termasuk faktor yang terlibat dalam


mengatur aktivitas listrik yang dihasilkan oleh sel otot polos pada saluran
pencernaan. Sebuah komponen penting dari sistem kontrol myogenic
adalah kegiatan pacu listrik yang berasal dari sel-sel interstisial dari Cajal
(ICC). ICC membentuk sistem alat pacu jantung nonneural terletak di
antara lapisan otot sirkuler dan longitudinal dari usus kecil. Yang mana-
mana gelombang lambat dari usus kecil, biasanya disebut sebagai aktivitas
kontrol listrik (ECA) dan potensi perintis (PP), berasal dari jaringan ICC
berhubungan dengan pleksus Auerbach. Selain menghasilkan alat pacu
jantung kegiatan, ICC tampaknya berfungsi sebagai perantara antara
neurogenik (ENS) dan myogenic sistem kontrol karena mereka secara luas
dipersarafi dan berada di dekat sel otot polos gastrointestinal.

3. Kimia kontrol mengacu pada pengamatan kontraksi otot polos


gastrointestinal selama periode depolarisasi dari membran potensial, hanya
terjadi jika ada neurotransmiter seperti asetilkolin. Jarak terjadinya
kontraksi tergantung dari banyaknya panjang dari segmen yang
menunjukkan aktivitas kontrol listrik dan panjang segmen neurokimia
bersebelahan yang diaktifkan

4. kontrol saraf ekstrinsik dari fungsi motorik gastrointestinal dapat dibagi


lagi menjadi aliran parasimpatis kranial dan sakral dan pasokan
torakolumbalis simpatik. Saraf kranial terutama melalui saraf vagus, yang
mempersarafi saluran pencernaan dari lambung ke usus besar kanan dan
16

terdiri dari serat preganglionik kolinergik yang bersinaps dengan ENS.


Pasokan serat simpatis ke perut dan usus kecil muncul dari tingkat T5
sampai T10 dari kolom intermediolateral sumsum tulang belakang. The
celiac prevertebral, mesenterika superior, dan mesenterika inferior ganglia
simpatis memainkan peran penting dalam integrasi impuls aferen antara
usus dan SSP. (8)

II.4. Etiologi Ileus Paralitik


Ileus pada pasien rawat inap ditemukan pada: (1) proses intraabdominal
seperti pembedahan perut dan saluran cerna atau iritasi dari peritoneal (peritonitis,
pankreatitis, perdarahan); (2) sakit berat seperti pneumonia, gangguan pernafasan
yang memerlukan intubasi, sepsis atau infeksi berat, uremia, dibetes ketoasidosis,
dan ketidakseimbangan elektrolit (hipokalemia, hiperkalsemia, hipomagnesemia,
hipofosfatemia); dan (3) obat-obatan yang mempengaruhi motilitas usus (opioid,
antikolinergik, fenotiazine). Setelah pembedahan, usus halus biasanya pertama
kali yang kembali normal (beberapa jam), diikuti lambung (24-48 jam) dan kolon
(48-72 jam).
Ileus terjadi karena hipomotilitas dari saluran pencernaan tanpa adanya
obstruksi usus mekanik. Diduga, otot dinding usus terganggu dan gagal untuk
mengangkut isi usus. Kurangnya tindakan pendorong terkoordinasi menyebabkan
akumulasi gas dan cairan dalam usus.
Meskipun ileus disebabkan banyak faktor, keadaan pascaoperasi adalah keadaan
yang paling umum untuk terjadinya ileus. Memang, ileus merupakan konsekuensi
yang diharapkan dari pembedahan perut. Fisiologisnya ileus kembali normal
spontan dalam 2-3 hari, setelah motilitas sigmoid kembali normal. Ileus yang
berlangsung selama lebih dari 3 hari setelah operasi dapat disebut ileus adynamic
atau ileus paralitik pascaoperasi. Sering, ileus terjadi setelah operasi
intraperitoneal, tetapi mungkin juga terjadi setelah pembedahan retroperitoneal
dan extra-abdominal. Durasi terpanjang dari ileus tercatat terjadi setelah
17

pembedahan kolon. Laparoskopi reseksi usus dikaitkan dengan jangka waktu yang
lebih singkat daripada reseksi kolon ileus terbuka.

Konsekuensi klinis ileus pasca operasi dapat mendalam. Pasien dengan


ileus merasa tidak nyaman dan sakit, dan akan meningkatkan risiko komplikasi
paru. Ileus juga meningkatkan katabolisme karena gizi buruk. Secara keseluruhan,
ileus meningkatkan biaya perawatan medis karena memperpanjang rawat inap di
rumah sakit.

Beberapa penyebab terjadinya ileus:

- Trauma abdomen
- Pembedahan perut (laparatomy)
- Serum elektrolit abnormalitas

1. Hipokalemia
2. Hiponatremia
3. Hipomagnesemia
4. Hipermagensemia

- Infeksi, inflamasi atau iritasi (empedu, darah)

1. Intrathorak
1. Pneumonia
2. Lower lobus tulang rusuk patah
3. Infark miokard
2. Intrapelvic (misalnya penyakit radang panggul )
3. Rongga perut
1. Radang usus buntu
2. Divertikulitis
3. Nefrolisiasis
4. Kolesistitis
18

5. Pankreatitis
6. Perforasi ulkus duodenum

- Iskemia usus
1. Mesenterika emboli, trombosis iskemia
- Cedera tulang
1. Patah tulang rusuk
2. Vertebral Retak (misalnya kompresi lumbalis Retak )

- Pengobatan
1. Narkotika
2. Fenotiazin
3. Diltiazem atau verapamil
4. Clozapine
5. Obat Anticholinergic

II.5. Patofisiologi

Patofisiologi dari ileus paralitik merupakan manifestasi dari terangsangnya


sistem saraf simpatis dimana dapat menghambat aktivitas dalam traktus
gastrointestinal, menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan yang
ditimbulkan oleh sistem parasimpatis. Sistem simpatis menghasilkan pengaruhnya
melalui dua cara: (1) pada tahap yang kecil melalui pengaruh langsung
norepineprin pada otot polos (kecuali muskularis mukosa, dimana ia
merangsangnya), dan (2) pada tahap yang besar melalui pengaruh inhibitorik dari
noreepineprin pada neuron-neuron sistem saraf enterik. Jadi, perangsangan yang
kuat pada sistem simpatis dapat menghambat pergerakan makanan melalui traktus
gastrointestinal.

Hambatan pada sistem saraf parasimpatis di dalam sistem saraf enterik


akan menyebabkan terhambatnya pergerakan makanan pada traktus
gastrointestinal, namun tidak semua pleksus mienterikus yang dipersarafi serat
saraf parasimpatis bersifat eksitatorik, beberapa neuron bersifat inhibitorik, ujung
19

seratnya mensekresikan suatu transmitter inhibitor, kemungkinan peptide


intestinal vasoaktif dan beberapa peptide lainnya.

Menurut beberapa hipotesis, ileus pasca operasi dimediasi melalui aktivasi


hambat busur refleks tulang belakang. Secara anatomis, 3 refleks berbeda yang
terlibat: ultrashort refleks terbatas pada dinding usus, refleks pendek yang
melibatkan ganglia prevertebral, dan refleks panjang melibatkan sumsum tulang
belakang. Refleks panjang yang paling signifikan.

Respon stres bedah mengarah ke generasi sistemik endokrin dan mediator


inflamasi yang juga mempromosikan perkembangan ileus.

Penyakit/ keadaan yang menimbulkan ileus paralitik dapat diklasifikasikan


seperti yang tercantum dibawah ini:

Kausa Ileus Paralitik

Neurogenik. Pasca operasi, kerusakan medulla spinalis, keracunan timbal, kolik


ureter, iritasi persarafan splanknikus, pankreatitis.

Metabolik. Gangguan keseimbangan elektrolit (terutama hipokalemia), uremia,


komplikasi DM, penyakit sistemik seperti SLE, sklerosis multiple

Obat-obatan. Narkotik, antikolinergik, katekolamin, fenotiazin, antihistamin.

Infeksi/ inflamasi. Pneumonia, empiema, peritonitis, infeksi sistemik berat


lainnya.

Iskemia Usus.

 Neurogenik
- Refleks inhibisi dari saraf afferent: incisi pada kulit dan usus pada
operasi abdominal.
- Refleks inhibisi dari saraf efferent: menghambat pelepasan
neurotransmitter asetilkolin.(8)
20

 Hormonal
Kolesistokinin, disekresi oleh sel I dalam mukosa duodenum dan jejunum
terutama sebagai respons terhadap adanya pemecahan produk lemak, asam
lemak dan monogliserida di dalam usus. Kolesistokinin mempunyai efek
yang kuat dalam meningkatkan kontraktilitas kandung empedu, jadi
mengeluarkan empedu kedalam usus halus dimana empedu kemudian
memainkan peranan penting dalam mengemulsikan substansi lemak
sehingga mudah dicerna dan diabsorpsi. Kolesistokinin juga menghambat
motilitas lambung secara sedang. Oleh karena itu disaat bersamaan dimana
hormon ini menyebabkan pengosongan kandung empedu, hormon ini juga
menghambat pengosongan makanan dari lambung untuk memberi waktu
yang adekuat supaya terjadi pencernaan lemak di traktus gastrointestinal
bagian atas.
Hormon lainnya seperti sekretin dan peptide penghambat asam lambung
juga memiliki fungsi yang sama seperti kolesistokinin namun sekretin
berperan sebagai respons dari getah asam lambung dan petida penghambat
asam lambung sebagai respons terhadap asam lemak dan asam amino.
 Inflamasi
- Makrofag: melepaskan proinflammatory cytokines (NO).
- prostaglandin inhibisi kontraksi otot polos usus.
 Farmakologi
Opioid menurunkan aktivitas dari neuron eksitatorik dan inhibisi dari
pleksus mienterikus. Selain itu, opioid juga meningkatkan tonus otot polos
usus dan menghambat gerak peristaltik terkoordianasi yang diperlukan
untuk gerakan propulsi.
- Opioid: efek inhibitor, blockade excitatory neurons yang
mempersarafi otot polos usus.
21

II.6. Manifestasi Klinik

Ileus adinamik (ileus inhibisi) ditandai oleh tidak adanya gerakan


usus yang disebabkan oleh penghambatan neuromuscular dengan aktifitas
simpatik yang berlebihan. Sangat umum, terjadi setelah semua prosedur
abdomen, gerakan usus akan kembali normal pada: usus kecil 24 jam,
lambung 48 jam, kolon 3-5 hari.

Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung


(abdominal distention), anoreksia, mual dan obstipasi. Muntah mungkin
ada, mungkin pula tidak ada. Keluhan perut kembung pada ileus paralitik
ini perlu dibedakan dengan keluhan perut kembung pada ileus obstruksi.
Pasien ileus paralitik mempunyai keluhan perut kembung, tidak disertai
nyeri kolik abdomen yang paroksismal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya distensi abdomen,
perkusi timpani dengan bising usus yang lemah dan jarang bahkan dapat
tidak terdengar sama sekali. Pada palpasi, pasien hanya menyatakan
perasaan tidak enak pada perutnya. Tidak ditemukan adanya reaksi
peritoneal (nyeri tekan dan nyeri lepas negatif). Apabila penyakit
primernya peritonitis, manifestasi klinis yang ditemukan adalah gambaran
peritonitis.(1)

II.7. Diagnosa

Pada ileus paralitik ditegakkan dengan auskultasi abdomen berupa silent abdomen
yaitu bising usus menghilang. Pada gambaran foto polos abdomen didapatkan
pelebaran udara usus halus atau besar.

Anamnesa

Pada anamnesa ileus paralitik sering ditemukan keluhan distensi dari usus,
rasa mual dan dapat disertai muntah. Pasien kadang juga mengeluhkan
tidak bisa BAB ataupun flatus, rasa tidak nyaman diperut tanpa disertai
nyeri.
22

Pemeriksaan fisik

Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup
kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen
harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen.
Pada pasien yang kurus tidak terlihat gerakan peristaltik.
Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum
apapun atau nyeri tekan, yang mencakup ‘defence muscular’ involunter
atau rebound dan pembengkakan atau massa yang abnormal untuk
mengetahui penyebab ileus.
Perkusi
Hipertimpani
Auskultasi
Bising usus lemah atau tidak ada sama sekali (silent abdomen) dan
borborigmi

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium mungkin dapat membantu mencari


kausa penyakit. Pemeriksaan yang penting untuk dimintakan adalah
leukosit darah, kadar elektrolit, ureum, glukosa darah dan amylase. Foto
polos abdomen sangat membantu untuk menegakkan diagnosis. Pada ileus
paralitik akan ditemukan distensi lambung, usus halus dan usus besar. Air
fluid level ditemukan berupa suatu gambaran line up (segaris). Hal ini
berbeda dengan air fluid level pada ileus obstruktif yang memberikan
gambaran stepladder (seperti anak tangga). Apabila dengan pemeriksaan
foto polos abdomen masih meragukan, dapat dilakukan foto abdomen
dengan mempergunakan kontras.

II.8. Penatalaksanaan
23

Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif. Tindakannya


berupa dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, mengobati kausa
dan penyakit primer dan pemberiaan nutrisi yang adekuat. Prognosis biasanya
baik, keberhasilan dekompresi kolon dari ileus telah dicapai oleh kolonoskopi
berulang. Beberapa obat-obatan jenis penyekat simpatik (simpatolitik) atau
parasimpatomimetik pernah dicoba, ternyata hasilnya tidak konsisten. Untuk
dekompresi dilakukan pemasangan pipa nasogastrik (bila perlu dipasang juga
rectal tube). Pemberian cairan, koreksi gangguan elektrolit dan nutrisi parenteral
hendaknya diberikan sesuai dengan kebutuhan dan prinsip-prinsip pemberian
nutrisi parenteral. Beberapa obat yang dapat dicoba yaitu metoklopramid
bermanfaat untuk gastroparesis, sisaprid bermanfaat untuk ileus paralitik
pascaoperasi, dan klonidin dilaporkan bermanfaat untuk mengatasi ileus paralitik
karena obat-obatan. Neostigmin juga efektif dalam kasus ileus kolon yang tidak
berespon setelah pengobatan konservatif.

1. Konservatif

a. Penderita dirawat di rumah sakit.

b. Penderita dipuasakan

c. Kontrol status airway, breathing and circulation.

d. Dekompresi dengan nasogastric tube.

e. Intravenous fluids and electrolyte

f. Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.

2. Farmakologis

a. Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.

b. Analgesik apabila nyeri.


24

c. Prokinetik: Metaklopromide, cisapride

d. Parasimpatis stimulasi: bethanecol, neostigmin

e. Simpatis blokade: alpha 2 adrenergik antagonis

3. Operatif

a. Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan


peritonitis.

b. Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk


mencegah sepsis sekunder atau rupture usus.

c. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang
disesuaikan dengan hasil explorasi melalui laparotomi.o Pintas usus : ileostomi,
kolostomi.

d. Reseksi usus dengan anastomosis

e. Diversi stoma dengan atau tanpa reseksi.(8)

II.9. Diagnosis banding

Masalah lain yang perlu dipertimbangkan

umum untuk ileus adalah pseudo-obstruksi, juga disebut sebagai sindrom Ogilvie,
dan obstruksi usus mekanik.

Pseudo-obstruction Pseudo-obstruksi (6)

Pseudo-obstruksi didefinisikan sebagai penyakit akut, ditanda dengan


distensii dari usus besar. Seperti ileus, itu terjadi didefinisikan karena tidak
adanya gangguan mekanik. Beberapa teks dan artikel cenderung menggunakan
ileus sinonim dengan pseudo-obstruksi. Namun, kedua kondisi itu adalah hal yang
25

berbeda. Pseudo-obstruksi ini jelas terbatas pada usus besar saja, sedangkan ileus
melibatkan baik usus kecil dan usus besar. Usus besar kanan terlibat dalam klasik
pseudo-obstruksi, yang biasanya terjadi pada pasien yang terbaring lama di tempat
tidur dengan gambaran penyakit ekstraintestinal serius atau pada pasien trauma.
Agen farmakologis, aerophagia, sepsis, dan perbedaan elektrolit juga dapat
berkontribusi untuk kondisi ini.Kondisi

kronis pada pseudo-obstruksi usus juga diamati pada pasien dengan


penyakit kolagen-vaskular, miopati viseral, atau neuropati. Bentuk kronis dari
pseudo-obstruksi melibatkan dismotilitas baik dari usus besar dan kecil.
Dismotilitas ini disebabkan hilangnya kompleks motorik yang berpindah dan
bakteri berlebih. semua hal ini bermanifestai klinik sebagai obstruksi usus kecil.

Pemeriksaan fisik biasanya menunjukkan tanda perut kembung tanpa rasa


sakit, namun pasien bisa juga mempunyai gejala mirip obstruksi. Radiografi dari
foto polos abdomen mengungkapkan adanya keadaan yang terisolasi, dilatasi usus
proksimal yang membesar, seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah, dan
pencitraan kontras membedakan ini dari obstruksi mekanik.

Ogilvie pseudo-obstruksi pada pasien dengan infeksi . Perhatikan besar


dilatasi kolon, terutama kolon kanan dan sekum.
26

Distensi kolon dapat mengakibatkan perforasi caecum, terutama jika diameter


caecum melebihi 12 cm. Tingkat kematian untuk pseudo-obstruksi adalah 50%
jika pasien berkembang menjadi nekrosis iskemik dan perforasi.

Perawatan awal meliputi hidrasi, pemasangan NGT dan rectal tube,


koreksi ketidakseimbangan elektrolit, dan penghentian obat yang menghambat
motilitas usus. Dekompresi melalui kolonoskopi cukup efektif dalam mengurangi
pseudo-obstruksi. Neostigmine intravena mungkin juga efektif, menghasilkan
perbaikan pseudo-obstruksi dalam waktu 10-30 menit. Dosis 2,5 mg dari
neostigmine diinfuskan perlahan-lahan selama 3 menit dengan pengawasan
jantung untuk mengamati efek bradikardi. Jika terjadi bradikardia, atropin harus
diberikan. Laparotomi dan reseksi usus untuk peritonitis dan iskemia merupakan
jalan terakhir.

Obstruksi Mekanik

Obstruksi mekanik usus dapat disebabkan oleh adhesi, volvulus , hernia,


intususepsi , benda asing, atau neoplasma. Pasien datang dengan nyeri kram perut
berat yang paroksismal. Pemeriksaan fisik ditemukan borborygmi bertepatan
dengan kram perut. Pada pasien yang kurus, gelombang peristaltik dapat
divisualisasikan. Dengan auskultasi dapat terdengar suara bernada tinggi, denting
suara bersamaan dengan aliran peristaltic. Jika obstruksi total, pasien
mengeluhkan tidak bisa BAB. Muntah mungkin terjadi tapi bisa juga tidak jika
katup ileocecal kompeten dalam mencegah refluks. Tanda peritoneal terlihat nyata
jika pasien mengalami strangulasi dan perforasi.

Menegakkan diagnosis dari obstruksi usus mekanik dapat dibantu dengan


pencitraan endoskopi menggunakan kontras.
27

Obstruksi mekanik usus disebabkan oleh karsinoma kolon kiri. Perhatikan


tidak adanya gas usus sepanjang usus besar.(6)

Tabel. Karakteristik ileus, Pseudo-obstruksi, dan Mekanik Sumbatan. (6)

Ileus Pseudo-obstruksi Mekanikal Obstruksi

Gejala sakit nyeri kram perut, nyeri kram perut,


perut, konstipasi, obstipasi, konstipasi, obstipasi, mual,
kembung, mual, muntah, anoreksia muntah, anoreksia
mual,
muntah,
konstipasi
Temuan Silent Borborygmi, timpani, Borborygmi, timpani,
Pemeriksaan abdomen, gelombang peristaltik, gelombang peristaltik,
Fisik kembung, bising usus hiperaktif atau bising usus hiperaktif ayau
timpani hipoaktif, distensi, nyeri hipoaktif, distensi, nyeri
terlokalisasi terlokalisasi

Gambaran dilatasi dilatasi usus besar yang Bow-shaped loops in


Radiografi usus kecil terlokalisir, diafragma ladder pattern,
28

dan besar, meninggi berkurangnya gas kolon di


diafragma distal, diafragma agak
meninggi tinggi, air fluid level.

Tabel. Perbandingan Klinis bermacam-macam ileus.(6)

Macam Nyeri Usus Distensi Muntah Bising Ketegangan


ileus borborigm usus abdomen
i
Obstruksi ++ + +++ Meningkat -
simple
(kolik)
tinggi
Obstruksi +++ +++ + Meningkat -
simple
(Kolik) Lambat,
rendah
fekal
Obstruksi ++++ ++ +++ Tak tentu +
strangulasi
(terus- biasanya
menerus, meningkat
terlokalisir)
Paralitik + ++++ + Menurun -
Oklusi +++++ +++ +++ Menurun +
vaskuler

II.10. Prognosis
29

Prognosis dari ileus bervariasi tergantung pada penyebab ileus itu sendiri.
Bila ileus hasil dari operasi perut, kondisi ini biasanya bersifat sementara dan
berlangsung sekitar 24-72 jam. Prognosis memburuk pada kasus-kasus tetentu
dimana kematian jaringan usus terjadi; operasi menjadi perlu untuk menghapus
jaringan nekrotik. Bila penyebab primer dari ileus cepat tertangani maka
prognosis menjadi lebih baik.

BAB III
30

KESIMPULAN

Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan dimana usus gagal/
tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya. Ileus
paralitik ini bukan suatu penyakit primer usus melainkan akibat dari berbagai
penyakit primer, tindakan (operasi) yang berhubungan dengan rongga perut,
toksin dan obat-obatan yang dapat mempengaruhi kontraksi otot polos usus.

kondisi penyakit dimana terjadi dismotilitas yang menghambat pergerakan


isi usus ke bagian distal, tanpa adanya obstruksi mekanis. Ileus paralitik dapat
disebabkan oleh berbagai hal seperti ileus paralitik pasca operasi, ileus akibat
konsumsi obat, ileus metabolik, ileus vaskuler, juga pseudo obstruksi. Penyebab
yang paling sering ditemukan adalah ileus paralitik pasca operasi.

DAFTAR PUSTAKA
31

1. BRIGODE, W. M. & AL, E. 2015. Serutinizing the Evidence Linking


Hypokalemia and Ileus: A Commentary on Fact and Dogma. International Journal
of Academic Medicine, 1, 21-26.

2. Erdogan, Zuhal, and Hulya Bulut. "Nursing Care in


Abdominoplasty/Abdominoplastide Hemsirelik Bakimi." Journal of Education
and Research in Nursing, vol. 16, no. 1, 2019, p. 41+. Accessed 2 Apr. 2020.

TUGAS
32

RADIOLOGI

Referat Gastritis (Traktus Disgestivus)

Oleh :

Nama : I Made Dharma Wijaya


Npm : 17700058
Kelas : 2018/A

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
SURABAYA
2020

KATA PENGANTAR
33

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Essa, yang
selalu melimpahkan berkah dan karunianya pada umatnya, sehingga saya selaku
penulis dari referat ini dapat menyelesaikan referat ini tepat pada waktunya.

Referat ini dibuat untuk melengkapi tugas dari mata kuliah radiologi.
Referat membahas tentang (Gastritis), yang nantinya akan membahas tentang
pendahuluan, pembahasan, kesimpulan. Pada kesempatan ini saya pribadi selaku
penulis referat ini mengucapkan banyak terimakasih terhadap seluruh dokter
pengajar mata kuliah radiologi di universitas wijaya kusuma Surabaya.

Saya menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membagun, sangat saya perlukan untuk
membuat referat ini lebih sempurna.

Akhir kata, semoga referat ini dapat bermanfaat, untuk menambah


wawasan bagi para pembaca sehingga pengetahuan kita akan kesehatan lebih
bertambah, sekian yang dapat saya sampaikan jika ada kesalahan kata atau
penulisan saya mohon maaf, terimakasih.

Surabaya, 3 April 2020

Penulis : I Made Dharma Wijaya


34

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................33

DAFTAR ISI ..................................................................................................34

BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................35

Latar Belakang...............................................................................35

BAB II. PEMBAHASAN...........................................................................36

Definisi...........................................................................................36

Anatomi .........................................................................................36

Fisiologi.........................................................................................37

Etiologi...........................................................................................38

Patofisiologi...................................................................................41

Manifestasi klinis...........................................................................43

Diagnosa........................................................................................43

Penatalaksanaan.............................................................................44

Diagnosa Banding..........................................................................45

Prognosis........................................................................................45

BAB II. KESIMPULAN…………………………………………….........46

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….47

BAB I
35

PENDAHULUAN

I.1. Latar belakang

Gastritis adalah suatu peradangan pada mukosa lambung akibat ketidak


teraturan diet, seperti makan terlalu banyak, makan terlalu banyak bumbu, sering
meminum- minuman keras contoh alcohol.

Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submucosa lambung,


secara histopatologi dan dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel radang .

Gastritis dibagi menjadi dua, gastritis akut dan gastritis kronis. Gastritis
akut adalah kelainan klinis akut yang menyebabakan perubahan pada mukosa
lambung antara lain ditemukan sel inflamasi akut dan neutrofil, mukosa edema,
merah dan terjadi erosi kecil dan perdarahan. Semua tipe gastritis akut
mempunyai gejala yang sama episode berulang dari gastritis akut dapat
menyebabkan gastritis kronik.

Gastritis kronik adalah adanya peradangan kronik pada mukosa lambung


yang dapat menyebabkan atrofi kelenjar dan metaplasia intestinal pada epitel
mukosa lambung. Gastritis kronik dapat disebabkan oleh banyak faktor.
Persentase dari angka kejadian gastritis di Indonesia menurut WHO (World
Health Organization) adalah 40,3%.

Gambar 1. Gastritis
36

BAB II
PEMBAHASAN

II.1. Definisi Gastritis

Gastritis adalah suatu peradangan pada mukosa lambung akibat ketidak


teraturan diet, seperti makan terlalu banyak, makan terlalu banyak bumbu, sering
meminum- minuman keras contoh alcohol. Gastritis dibagi menjadi dua, gastritis
akut dan gastritis kronis.

II.2. Anatomi Gaster

Anatomi Lambung Lambung adalah organ pencernaan yang paling


melebar, dan terletak di antara bagian akhir dari esofagus dan awal dari usus
halus. Lambung merupakan ruang berbentuk kantung mirip huruf J, berada di
bawah diafragma, terletak pada regio epigastrik, umbilikal, dan hipokondria kiri
pada regio abdomen.
Secara anatomik, lambung memiliki lima bagian utama, yaitu kardiak,
fundus, badan (body), antrum, dan pilori. Kardia adalah daerah kecil yang berada
pada hubungan gastroesofageal (gastroesophageal junction) dan terletak sebagai
pintu masuk ke lambung Fundus adalah daerah berbentuk kubah yang menonjol
ke bagian kiri di atas kardia.
Badan (body) adalah suatu rongga longitudinal yang berdampingan
dengan fundus dan merupakan bagian terbesar dari lambung. Antrum adalah
bagian lambung yang menghubungkan badan (body) ke pilorik dan terdiri dari
otot yang kuat. Pilorik adalah suatu struktur tubular yang menghubungkan
lambung dengan duodenum dan mengandung spinkter pilorik.
37

Gambar 2.1 Anatomi Gaster

II.3. Fisiologi Gaster

Fisiologi gaster, gaster merupakan organ yang berfungsi sebagai reservoar,


alat untuk mencerna makanan secara mekanik, dan kimiawi. Makanan yang
ditelan mengalami homogenisasi lebih lanjut oleh kontraksi otot dinding gaster,
dan secara kimiawi diolah oleh asam dan enzim yang disekresi oleh mukosa
lambung. Saat makanan sudah menjadi kental, sedikit demi sedikit mendesak
masuk ke dalam duodenum. Gaster memiliki fungsi motorik serta fungsi
pencernaan dan sekresi.
Fungsi motorik meliputi fungsi menampung dan mencampur makanan
serta pengosongan lambung sedangkan fungsi pencernaan dan sekresi meliputi
pencernaan protein, sintesis dan pelepasan gastrin, sekresi faktor intrinsic, sekresi
mukus serta sekresi bikarbonat.
Fungsi penyimpanan gaster yaitu ketika makanan masuk ke dalam gaster,
makanan membentuk lingkaran konsentris makanan dibagian oral gaster, makanan
yang paling baru terletak paling dekat dengan dinding luar gaster. Normalnya, bila
makanan meregangkan gaster, “reflex vasocagal” dari gaster ke batang otak dan
kemudian kembali ke lambung akan mengurangi tonus di dalam dinding otot
korpus gaster sehingga dinding menonjol keluar secara progresif, menampung
38

jumlah makanan yang makin lama makin banyak sampai suatu batas saat gaster
berelaksasi sempurna, yaitu 0,8 sampai 1,5 liter.
Tekanan dalam gaster akan tetap rendah sampai batas ini dicapai. Sekresi
gaster dikendalikan oleh mekanisme neural dan humoral. Komponen saraf adalah
refleks otonom lokal yang melibatkan neuronneuron kolinergik dan impuls-impuls
dari susunan saraf pusat melalui saraf vagus. Aktivitas sekresi gaster sangat
ditingkatkan pada awal makan saat kemo dan mekanoreseptor dalam rongga
mulut dirangsang oleh pengunyahan dan pengecapan makanan.
Impuls aferen dan reseptor ini menuju ke otak dan diteruskan ke serat
eferen dalam saraf vagus yang bekerja langsung pada sel-sel oksintik untuk
meningkatkan sekresi asam. Bersamaan waktu neuron dalam pleksus saraf
intrinsik terangsang oleh eferen vagus, membangkitkan impuls yang menginduksi
sel-G untuk membebaskan gastrin, yang memiliki efek stimulasi kuat pada sel-sel
oksintik. Ada bukti bahwa pembebasan gastrin dapat distimulasi oleh peptida dan
produk asam amino dari pencernaan oleh kafein, dan oleh konsentrasi rendah
alkohol yang masuk bersama makanan.
Hormon-hormon dasar atau neurotransmitter yang secara langsung
merangsang sekresi kelenjar gaster adalah histamin, asetilkolin, dan gastrin.
Sekresi asam lambung dirangsang oleh histamin melalui reseptor H2, asetilkolin
melalui reseptor muskarinik M1 dan oleh gastrin melalui reseptor gastrin di
membran sel parietal. Reseptor H2 meningkatkan AMP siklik intrasel sedangkan
reseptor muskarinik dan reseptor gastrin menimbulkan efek melalui peningkatan
kadar Ca2+ bebas intrasel. Proses-proses intrasel saling berinteraksi sehingga
pengaktifan salah satu jenis resesptor akan memperkuat respon reseptor lain
terhadap rangsangan.
39

II.4. Etiologi Gastritis

Gastritis terbagi menjadi etiologi umum, etiologi lain, dan etiologi yang jarang
terjadi dengan salah satu penyebab utama adalah infeksi Helicobacter pylori.

Penyebab umum
Penyebab umum gastritis adalah Helicobacter pylori, stres, dan beberapa jenis
obat.
Helicobacter pylori

Helicobacter plyori, merupakan bakteri gram negatif, mikroaerofilik yang


umumnya hidup dan berkembangbiak di dalam lambung. Kolonisasi bakteri ini
secara tipikal adalah awalnya menginfeksi bagian antrum gaster, menyebabkan
inflamasi dengan intensitas yang tinggi, dan bila berlangsung bertahun-tahun,
akan menyebar ke seluruh lapisan mukosa lambung Bila berlanjut, akan
mengakibatkan gastritis menjadi kronis dan membentuk ulkus, disebut dengan
istilah gastric ulcer, atau peptic ulcer, atau ulkus peptikum.
Orang-orang yang terinfeksi bakteri ini, 80% nya asimptomatik sehingga penyakit
ini umumnya ditemukan hanya kebetulan dalam pemeriksaan endoskopi, atau
sudah terlambat menjadi gastritis kronis. Infeksi bakteri ini biasanya didapat saat
usia anak melalui rute transmisi oral-fekal.

Reaksi terhadap Stres

Gastritis juga dapat terjadi karena rekasi karena stres. Stres yang dimaksud dapat
disebabkan oleh beberapa keadaan seperti:

Gastritis terjadi setelah operasi besar

Cedera traumatik yang menyebabkan tekanan intrakranial meningkat sehingga


meningkatkan sekresi asam lambung, dikenal dengan istilah Cushing ulcer
Luka bakar berat disebut dengan Curling ulcer
Infeksi berat
40

Operasi penurunan berat badan yang melibatkan rekonstruksi usus, atau banding


Sakit berat/kritis.

Obat Anti-inflamasi nonsteroid (OAINS/NSAID)

Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS/NSAID) seperti aspirin, ibuprofen,


naproxen dapat menyebabkan efek samping obat berupa iritasi lapisan mukosa
lambung. Iritasi yang berlangsung lama akan berlanjut dengan erosi jaringan
lambung yang dapat menyebabkan perdarahan lambung.

Kortikosteroid 

Telah dilaporkan bahwa penggunaan kortikosteroid seperti prednison dan


dexamethasone pada pasien-pasien yang dirawat di rumah sakit menyebabkan
perdarahan gastrointestinal. Namun, hal ini hampir tidak terjadi pada pasien-
pasien yang berobat jalan.

Penyebab Lain
Penyebab lain yang bisa menyebabkan gastritis adalah:

- Minuman beralkohol

- Penggunaan kokain

- Paparan radiasi, atau menjalani terapi radiasi

- Refluks cairan empedu dari intestinal kembali kedalam lambung

- Respon autoimun: bersifat kronik dan secara tipikal tidak erosif

Alergi makanan, misalnya susu sapi, atau produk soya, terjadi biasanya pada
anak-anak. Infeksi virus (cytomegalovirus), parasit (anisakidosis), jamur
(candidiasis, histoplasmosis), dan bakteri lain, khususnya pada orang dengan
sistem imun yang lemah
41

Penyebab yang Jarang Terjadi


Penyebab lain yang dapat memicu timbulnya gastritis walaupun jarang, adalah:

- Tuberkulosis

- Sifilis

- Phlegmonous gastritis

- Helicobacter heilanniigastritis
- Iskemia

- Sindrom Zollinger-Ellison

II.5. Patofisiologi Gastritis

Patofisiologi gastritis dimulai dari infeksi atau inflamasi pada lapisan


mukosa lambung. Pada lapisan mukosa lambung terdapat kelenjar-kelenjar
penghasil asam lambung, dan enzim pepsin. Asam lambung bertugas memecah
makanan, dan enzim pepsin mencerna protein. Lapisan mukosa lambung diliputi
oleh lapisan tebal mukus yang melindunginya dari cairan asam lambung yang
dapat melumerkan dan mengikis jaringan lambung di dalamnya.

Inflamasi Mukosa

Ketika lapisan mukosa mengalami inflamasi, produksi asam lambung,


enzim pepsin, dan zat-zat pelindung lainnya menjadi berkurang. Awalnya, pada
fase akut, infeksi atau inflamasi yang terjadi adalah sub-klinik pada kebanyakan
penderita. Pada fase ini terjadi erosi superfisial, di mana permukaan mukosa
lambung menampakkan eritema dan edema. Umumnya, gastritis fase ini beronset
akut, dan cepat berakhir.
Inflamasi dapat menyeluruh (pan gastritis), atau sebagian lambung saja (antral
gastritis). Inflamasi dapat berupa nodul-nodul kecil, sebagai tanda akut atau
subakut gastritis, yang asal muasalnya belum jelas. Nodul inflamasi ini
42

diperkirakan merupakan gambaran erosi yang telah berepitelialisasi atau


menyembuh, namun masih mungkin terjadi edema.

Gastritis Akut

Gastritis fase akut dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu gastritis erosif akut
dan gastritis non-erosif.

Gastrtitis erosif akut


Gastritis erosif akut dapat muncul dalam tiga bentuk, yaitu gastritis erosif yang
masih superfisial, yang sudah lebih dalam menginvasi lapisan mukosa lambung,
dan erosi hemoragik akut dimana erosi sudah mencapai vaskularisasi lambung
sehingga terjadi perdarahan lambung.

Non-erosif, umumnya disebabkan oleh Helicobacter pylori


Gastritis non-erosif adalah gastritis fase akut yang terjadi dalam waktu yang
pendek, secara spontan organisme dapat dibasmi, infiltrat polimorfologis
teresolusi, dan gambaran mukosa gaster kembali normal. Hal ini terjadi pada
sebagian kecil orang-orang yang terkena infeksi tersebut, khususnya anak-anak.

Gastritis Kronik

Dalam hal respon imun penderita gagal untuk mengatasi infeksi, maka secara
perlahan tapi pasti dalam jangka waktu 3-4 minggu akan terjadi pembentukan dan
akumulasi sel-sel inflamasi yang bersifat kronik. Keadaan ini dapat menggantikan
istilah gastritis netrofilik akut dengan gastritik kronik aktif, yang umumnya
disebabkan oleh Helicobacter pylori.
43

Gastritis kronik dapat berlanjut menjadi berbagai tipe yang hanya dapat dibedakan
secara histologis, yaitu:
- Gastritis atrofik
- Gastritis kronis aktif
- Gastritis atrofik dengan stadium lanjut, berhubungan dengan
infeksi Helicobacter pylori kronik
- Gastritis atrofik autoimun   

II.6. Manifestasi Klinik Gastritis

Gastritis akut

Gastritis akut nyeri epigastrium, mual, muntah, dan perdaraha tersclubung juga
nyata. Dengan endoskopi terlihat mukosa lambung hiperemia dan udiem,
mungkin juga ditemukan erosi dan pendarahan aktif.

Gastritis kronik

kebanyakan gastritis asimptomatik, keluhan lebih terkait dengan komplikasi


atrofik, seperti tukak lambung. defisinesi zat besi, anemia pernisiosa, dan
karsinoma lambung.

II.7. Diagnosa Gastritis

1. Nyeri akut terkait dengan Mukosa lambung teriritasi

2. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh terkait dengan

nutrisi yang tidak adekuat.

3. Kekurangan volume cairan terkait dengan cairan tidak cukup dan

penurunan caiaran.

4. Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer herhubungan dengan suplai

oksigen meningkat.
44

II.8. Penatalaksanaan Gastritis

Penatalaksanaannya dapat dilakukan dengan :

Gastritis akut

a. Instruksikan pasien untuk menghindari alkohol.

b. Bila pasien mampu makan melalui mulut diet memerlukan nutrisi yang

dikeluarkan.

c. Bila gejala menetap, cairan perlu diberikan oleh orang tua.

d. Bila pendarahan terjadi, lakukan penatalaksanaan untuk saluran

pencernaan gastrointestinal.

e. Untuk menetralisir alkali gunakan jus lemon encer atau cuka encer.

f. Pembedahan darurat mungkin diperlukan untuk mengangkat gangrene

atau perfonasi.

g. Reaksi lambung diperlukan untuk mengatasi obstruksi pylorus.

Gastritis kronis

a. Dapat diatasi dengan mengatur diet pasien, diet makanan gratis diberikan

sedikit tapui sering.

b. Mengurangi stress

c. Helicobacter Pylori diatasi dengan antibiotik (seperti tetrasiklin ¼,

amoksisi lin) dan gram bismuth (Pepto-Bismol).


45

II.9. Diagnosis Banding Gastritis

Diagnosis banding penyakit gastritis adalah

1. Tukak duodenum

2. GERD (gastro esophageal reflux disease)

3. Ulkus peptikum

Gambaran Gastritis :

Gambar 1. Radiografi OMD Gambar 2. Radiografi OMD

II.10. Prognosis

1. Gastritis akut umumnya sembuh dalam waktu beberapa hari.

2. Insidensi ulkus lambung dan kanker lambung meningkat pada gastritis

kronis tipe A.

3. Gastritis dapat menimbulkan komplikasi pendarahan saluran cerna dan

gejala klinis yang berulang.


46

BAB III

KESIMPULAN

Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub mukosa
lambung. Secara histopologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi selsel
radang pada daerah tersebut. Mukosa barier lindungi umum dari lambung dari
pencemaan terhadap lambung itu sendiri, yang disebut proses autodigesti asam,
prostaglandin yang memberikan perlindungan ini.

Ketika mukosa barier ini rusak maka timbul gastritis. Salah satu penyebab
dari gastritis adalah infeksi dari bakteri Helicobacter pylori (H. pyłori) dan
merupakan satu-satunya bakteri yang hidup di lambung. Bakteri ini dapat
menginfeksi lambung sejak anak-anak dan menyebabkan penyakit lambung
kronis.

Terapi yang diberikan adalah terapi untuk mengurangi asam lambung dan
terapi terhadap Helicobacter pyłori. Cara mencegah risiko gastritis dengan cara
pola hidup sehat dan menghindari faktor risiko juga pencetus kekambuhan.
Prognosis sangat tergantung kondisi pasien saat datang.
47

DAFTAR PUSTAKA

1. Wendah H. Hubungan pola makan dan stres dengan kejadian gastritis pada
pasien yang berobat di Puskesmas Ramboken (buletin). Tomohon: Universitas
Sariputra. 2016.

2. Wahyu D. Pola makan sehari-hari penderita gastritis (artikel penelitian).


Malang : Poltekkes Kemenkes. 2015.
48

TUGAS
RADIOLOGI

Referat Urolithiasis ( Traktus Urinarius )

Oleh :

Nama : I Made Dharma Wijaya


Npm : 17700058
Kelas : 2018/A

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
SURABAYA
2020
49

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Essa, yang
selalu melimpahkan berkah dan karunianya pada umatnya, sehingga saya selaku
penulis dari referat ini dapat menyelesaikan referat ini tepat pada waktunya.

Referat ini dibuat untuk melengkapi tugas dari mata kuliah radiologi.
Referat membahas tentang (Urolitiasis), yang nantinya akan membahas tentang
pendahuluan, pembahasan, kesimpulan. Pada kesempatan ini saya pribadi selaku
penulis referat ini mengucapkan banyak terimakasih terhadap seluruh dokter
pengajar mata kuliah radiologi di universitas wijaya kusuma Surabaya.

Saya menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membagun, sangat saya perlukan untuk
membuat referat ini lebih sempurna.

Akhir kata, semoga referat ini dapat bermanfaat, untuk menambah


wawasan bagi para pembaca sehingga pengetahuan kita akan kesehatan lebih
bertambah, sekian yang dapat saya sampaikan jika ada kesalahan kata atau
penulisan saya mohon maaf, terimakasih.

Surabaya, 3 April 2020

Penulis : I Made Dharma Wijaya


50

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................33

DAFTAR ISI ..................................................................................................34

BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................35

Latar Belakang...............................................................................35

BAB II. PEMBAHASAN...........................................................................36

Definisi...........................................................................................36

Anatomi .........................................................................................36

Fisiologi.........................................................................................37

Etiologi...........................................................................................38

Patofisiologi...................................................................................41

Manifestasi klinis...........................................................................43

Diagnosa........................................................................................43

Penatalaksanaan.............................................................................44

Diagnosa Banding..........................................................................45

Prognosis........................................................................................45

BAB II. KESIMPULAN…………………………………………….........46

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….47
51

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar belakang

Urolitiasis atau dikenal dengan penyakit batu saluran kemih yang


selanjutnya disingkat BSK adalah terbentuknya batu yang disebabkan oleh
pengendapan substansi yang terdapat dalam air kemih yang jumlahnya
berlebihan atau karena faktor lain yang mempengaruhi daya larut substansi.

Urolithiasis merupakan penyakit tersering ketiga di bidang urologi di


samping infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat benigna. Angka kejadian
urolithiasis berbeda pada setiap negara. Di negara-negara berkembang banyak
dijumpai pasien batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai
batu saluran kemih atas. Hal ini dapat terjadi karena adanya pengaruh status gizi
dan aktivitas pasien sehari-hari.

Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan


gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan
keadaan keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara
epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu
saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu
keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh
yang berasal dari lingkungan di sekitarnya.
52

BAB II

PEMBAHASAN

II. 1. Definisi

Urolitiasis atau dikenal dengan penyakit batu saluran kemih


yang selanjutnya disingkat BSK adalah terbentuknya batu yang
disebabkan oleh pengendapan substansi yang terdapat dalam air kemih
yang jumlahnya berlebihan atau karena faktor lain yang mempengaruhi
daya larut substansi.

II. 2. Anatomi Ginjal


Ginjal merupakan organ yang berbentuk  seperti kacang, terdapat
sepasang (masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan
posisinya retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah
(kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hati
yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas
iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi
bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah
processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka)
sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari
batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih
rendah dibandingkan ginjal kiri.

Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian :


• Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari
korpus renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus
kontortus proksimal dan tubulus kontortus distalis.
• Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari
tubulus rektus, lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus
colligent).
53

• Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal


• Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke
arah korteks
• Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah,
serabut saraf atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal.
• Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus
pengumpul dan calix minor.
• Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.
• Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
• Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang
menghubungkan antara calix major dan ureter.
• Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.

Gambar 2.1 Anatomi Ginjal

Unit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari korpus


renalis/ Malpighi (yaitu glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus
kontortus proksimal, lengkung Henle, tubulus kontortus distal yang
bermuara pada tubulus pengumpul. Di sekeliling tubulus ginjal tersebut
terdapat pembuluh kapiler,yaitu arteriol (yang membawa darah dari dan
menuju glomerulus) serta kapiler peritubulus (yang memperdarahi
jaringan ginjal) Berdasarkan letakya nefron dapat dibagi menjadi: (1)
54

nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di korteks


yang relatif jauh dari medula serta hanya sedikit saja bagian lengkung
Henle yang terbenam pada medula, dan (2) nefron juxta medula, yaitu
nefron di mana korpus renalisnya terletak di tepi medula, memiliki
lengkung Henle yang terbenam jauh ke dalam medula dan pembuluh-
pembuluh darah panjang dan lurus yang disebut sebagai vasa rekta.

Ginjal diperdarahi oleh arteri dan vena renalis. Arteri renalis


merupakan percabangan dari aorta abdominal, sedangkan vena renalis
akan bermuara pada vena cava inferior. Setelah memasuki ginjal melalui
hilus, arteri renalis akan bercabang menjadi arteri sublobaris yang akan
memperdarahi segmen-segmen tertentu pada ginjal, yaitu segmen superior,
anterior-superior, anterior-inferior, inferior serta posterior.

Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk


persarafan simpatis ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui
n.splanchnicus major, n.splanchnicus imus dan n.lumbalis. Saraf ini
berperan untuk vasomotorik dan aferen viseral. Sedangkan persarafan
simpatis melalui n.vagus.

a. Ureter
Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm yang membawa
hasil penyaringan ginjal (filtrasi, reabsorpsi, sekresi) dari pelvis renalis
menuju vesica urinaria. Terdapat sepasang ureter yang terletak
retroperitoneal, masing-masing satu untuk setiap ginjal.
Ureter setelah keluar dari ginjal (melalui pelvis) akan turun di
depan m.psoas major, lalu menyilangi pintu atas panggul dengan
a.iliaca communis. Ureter berjalan secara postero-inferior di dinding
lateral pelvis, lalu melengkung secara ventro-medial untuk mencapai
vesica urinaria. Adanya katup uretero-vesical mencegah aliran balik
urine setelah memasuki kandung kemih. Terdapat beberapa tempat di
55

mana ureter mengalami penyempitan yaitu peralihan pelvis renalis-


ureter, fleksura marginalis serta muara ureter ke dalam vesica urinaria.
Tempat-tempat seperti ini sering terbentuk batu/kalkulus.
Ureter diperdarahi oleh cabang dari a.renalis, aorta abdominalis, a.iliaca
communis, a.testicularis/ovarica serta a.vesicalis inferior. Sedangkan
persarafan ureter melalui segmen T10-L1 atau L2 melalui pleksus
renalis, pleksus aorticus, serta pleksus hipogastricus superior dan
inferior.
b. Vesica urinaria

Gambar 2.2 Anatomi Vesica Urinaria

Vesica urinaria, sering juga disebut kandung kemih atau buli-buli,


merupakan tempat untuk menampung urine yang berasal dari ginjal
melalui ureter, untuk selanjutnya diteruskan ke uretra dan lingkungan
eksternal tubuh melalui mekanisme relaksasi sphincter. Vesica urinaria
terletak di lantai pelvis (pelvic floor), bersama-sama dengan organ lain
seperti rektum, organ reproduksi, bagian usus halus, serta pembuluh-
pembuluh darah, limfatik dan saraf.
Dalam keadaan kosong vesica urinaria berbentuk tetrahedral yang
terdiri atas tiga bagian yaitu apex, fundus/basis dan collum. Serta
mempunyai tiga permukaan (superior dan inferolateral dextra dan
sinistra) serta empat tepi (anterior, posterior, dan lateral dextra dan
sinistra). Dinding vesica urinaria terdiri dari otot m.detrusor (otot spiral,
56

longitudinal, sirkular). Terdapat trigonum vesicae pada bagian


posteroinferior dan collum vesicae. Trigonum vesicae merupakan suatu
bagian berbentuk mirip-segitiga yang terdiri dari orifisium kedua ureter
dan collum vesicae, bagian ini berwarna lebih pucat dan tidak memiliki
rugae walaupun dalam keadaan kosong.

Vesicae urinaria diperdarahi oleh a.vesicalis superior dan inferior.


Namun pada perempuan, a.vesicalis inferior digantikan oleh a.vaginalis.
Sedangkan persarafan pada vesica urinaria terdiri atas persarafan
simpatis dan parasimpatis. Persarafan simpatis melalui n.splanchnicus
minor, n.splanchnicus imus, dan n.splanchnicus lumbalis L1-L2.
Adapun persarafan parasimpatis melalui n.splanchnicus pelvicus S2-S4,
yang berperan sebagai sensorik dan motorik.

c. Uretra
Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica
urinaria menuju lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra
pada pria dan wanita. Uretra pada pria memiliki panjang sekitar 20 cm
dan juga berfungsi sebagai organ seksual (berhubungan dengan kelenjar
prostat), sedangkan uretra pada wanita panjangnya sekitar 3.5 cm.
selain itu, Pria memiliki dua otot sphincter yaitu m.sphincter interna
(otot polos terusan dari m.detrusor dan bersifat involunter) dan
m.sphincter externa (di uretra pars membranosa, bersifat volunter),
sedangkan pada wanita hanya memiliki m.sphincter externa (distal
inferior dari kandung kemih dan bersifat volunter).
Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika, pars
prostatika, pars membranosa dan pars spongiosa.
 Pars pre-prostatika (1-1.5 cm), merupakan bagian dari collum
vesicae dan aspek superior kelenjar prostat. Pars pre-prostatika
dikelilingi otot m. sphincter urethrae internal yang berlanjut dengan
57

kapsul kelenjar prostat. Bagian ini disuplai oleh persarafan


simpatis.
 Pars prostatika (3-4 cm), merupakan bagian yang
melewati/menembus kelenjar prostat. Bagian ini dapat lebih dapat
berdilatasi/melebar dibanding bagian lainnya.
 Pars membranosa (12-19 mm), merupakan bagian yang terpendek
dan tersempit. Bagian ini menghubungkan dari prostat menuju
bulbus penis melintasi diafragma urogenital. Diliputi otot polos dan
di luarnya oleh m.sphincter urethrae eksternal yang berada di
bawah kendali volunter (somatis).
 Pars spongiosa (15 cm), merupakan bagian uretra paling panjang,
membentang dari pars membranosa sampai orifisium di ujung
kelenjar penis. Bagian ini dilapisi oleh korpus spongiosum di
bagian luarnya.

Gambar 2.3 Anatomi Vesica Urinaria – Uretra Laki-laki

Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek (3.5 cm)


dibanding uretra pada pria. Setelah melewati diafragma urogenital,
uretra akan bermuara pada orifisiumnya di antara klitoris dan vagina
(vagina opening). Terdapat m. spchinter urethrae yang bersifat volunter
58

di bawah kendali somatis, namun tidak seperti uretra pria, uretra pada
wanita tidak memiliki fungsi reproduktif.

Gambar 2.4 Anatomi Vesica Urinaria – Uretra Peremuan

II. 3. Fisiologi
Fungsi ginjal selain mengatur keseimbangan biokimia tubuh dengan
cara mengatur keseimbangan air, konsentrasi garam dalam darah dan asam
basa ginjal juga berperan dalam produksi hormon seperti:
 Eritropoietin: menstimulasi produksi eritrosit di sumsum tulang.
Eritropoietin disekresikan saat ginjal mengalami hipoksia. Hampir
semua hormon eritropoietin yang terdapat dalam darah disekresi
oleh ginjal.
 1,25-Dihydroxyvitamin D3 (calcitriol): merupakan bahan aktif dari
vitamin D. Prekursor vitamin D terhidroksilasi di ginjal. Calcitriol
adalah vitamin esensial untuk meregulasi kalsium deposisi pada
tulang dan kalsium reabsorbsi dalam traktus digestivus. Calcitriol
juga mempunyai peran penting dalam refulasi kalsium dan fosfat.
 Renin: berfungsi sebagai regulator tekanan arteri jangka pendek.
Renin bekerja pada jalur angiotensin untuk meningkatkan tekanan
vaskuler dan produksi aldosteron.
59

 Prostaglandin: berfungsi sebagai vasokonstriktor dan regulasi


garam dan air.

3 Tahap Pembentukan Urin :

1) Filtrasi glomerular

Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada


glomerulus, seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler glomerulus secara relatif
bersifat impermeabel terhadap protein plasma yang besar dan cukup
permeabel terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam
amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood
Flow) adalah sekitar 22% dari curah jantung atau sekitar 1100 ml/menit.
Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui
glomerulus ke kapsul Bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus
(GFR = Glomerular Filtration Rate). Gerakan masuk ke kapsula bowman’s
disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan tekanan yang
terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula bowman’s, tekanan
hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus mempermudah filtrasi dan
kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula
bowman’s serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak
hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid diatas namun juga oleh
permeabilitas dinding kapiler

2)  Reabsorpsi
Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non
elektrolit, elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah
reabsorpsi selektif zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah
difiltrasi.Hasil sisa metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat sedikit
di reabsorbsi pada tubulus ginjal. Sebaliknya elektrolit seperti natrium,
klorida dan bikarbonat terreabsorbsi dalam jumlah banyak, hingga kadar
elektrolit dalam urin akan rendah. Beberapa zat hasil filtrasi akan
60

direabsorpsi sepenuhnya, seperti asam amino dan glukosa. Reabsorbsi


terjadi dalam tubulus kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus
kontortus distal.

3) Sekresi
Sekresi tubular melibatkan transport aktif molekul-molekul dari
aliran darah melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang
disekresi tidak terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin).
Substansi yang secara alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan
kalium serta ion-ion hidrogen.
Pada tubulus kontortus distal, transport aktif natrium sistem carier
yang juga telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular.
Dalam hubungan ini, tiap kali carier membawa natrium keluar dari cairan
tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion kalium kedalam cairan tubular
“perjalanannya kembali” jadi, untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi,
hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya. Pilihan kation yang
akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan ekstratubular (CES) dari
ion-ion ini (hidrogen dan kalium). Pengetahuan tentang pertukaran kation
dalam tubulus distalis ini membantu kita memahami beberapa hubungan
yang dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh, kita dapat
mengerti mengapa bloker aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia
atau mengapa pada awalnya dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika
asidosis berat dikoreksi secara teurapeutik.

II. 4. Etiologi
61

Gambar 2.1 Batu Ginja

Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan


gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih,
dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap
(idiopatik). Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang
mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-
faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh
seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari
lingkungan sekitarnya.

a) Faktor intrinsik itu antara lain adalah :


1. Herediter (keturunan)
Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.
2. Umur
Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
3. Jenis kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan
pasien perempuan.

b) Faktor ekstrinsik diantaranya adalah:


1. Geografi
62

Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran


kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal
sebagi daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di
Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.
2. Iklim dan temperatur
3. Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air
yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4. Diet
Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya
penyakit batu saluran kemih.
5. Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life.

II. 5. Patofisiologi

Terdapat 2 mekanisme pembentukan batu yaitu supersaturasi atau


infeksi. Batu yang dihasilkannyapun dapat berbeda, pada supersaturasi
(free stone formation) batu yang terbentuk biasanya adalah batu asam urat
dan sistein. Pada infeksi batu yang terbentuk adalah hasil dari metabolisme
bakteri. Sedangkan formasi batu yang frekuensinya paling banyak,
kalkulus yang mengandung kalsium, lebih kompleks masih belum dapat
jelas dimengerti.19
Batu terdiri dari bahan-bahan organik maupun anorganik yang
terlarut dalam urin. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan
metastable dalam urin jika tidak ada keadaan keadaan tertentu yang
menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal yang saling
mengadakan presipitasi membentuk inti batu yang kemudian akan
mengadakan agregasi dan menarik bahan bahan lain sehingga menjadi
Kristal yang lebih besar. Kristal tersebut bersifat rapuh dan belum cukup
63

membuntukan saluran kemih. Maka dari itu agregat Kristal menempel


pada epitel saluran kemih dan membentuk retensi kristal. dengan
mekanisme inilah bahan bahan lain diendapkan pada agregat tersebut
hingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran
kemih.
Kondisi metastable dapat dipengaruhi oleh suhu, pH larutan,
adanya koloid di dalam urin, konsentrasi solute di dalam urin, laju aliran
urin di dalam saluran kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran
kemih yang bertindak sebagai inti batu. Batu asam urat lebih mudah
terbentuk dalam suasana asam, sedangkan magnesium ammonium fosfat
cenderung terformasi dalam keadaan basa. Lebih dari 80% batu saluran
kemih terdiri atas batu kalsium. Kalsium dapat berikatan dengan oksalat,
fosfat membentuk batu kalsium fosfat dan kalsium oksalat. 20
Ada beberapa zat yang dapat bertindak sebagai inhibitor
pembentukan batu. Ion magnesium dapat menghambat pembentukan batu
kalsium oksalat dengan cara berikatan dengan oksalat. Demikian pula
sitrat jika berikatan dengan ion kalsium akan membentuk garam kalsium
sitrat sehingga dapat mengurangi formasi batu yang berkomponen
kalsium. Beberapa proteinpun dapat bertindak sebagai inhibitor dengan
cara menghambat pertumbuhan kristal, menghambat agregasi kristal
maupu menghambat retensi kristal. senyawa itu antara lain adalah:
glikosaminoglikan, protein Tamm Horsfall, nefrokalsin dan osteopontin.

A. Gejala klinis
Gejala klinis pada batu ginjal berbeda tergantung lokasi batu, ukuran dan
penyulit yang telah terjadi:
Nefrolithiasis : Nyeri pinggang non kolik akibat peregangan kapsul
ginjal karena hidronefrosis ataupun infeksi pada ginjal. Pemeriksaan
ketuk CVA positif. Jika ginjal telah mengalami hidronefrosis maka
ginjal akan teraba pada pemeriksaan ballottement. Jika ginjal
mengalami infeksi pasien, demam dapat ditemukan.
64

Ureterolithiasis : Nyeri kolik pada pinggang yang dilewati batu.


Nyeri kolik ini disebabkan karena peningkatan tekanan intralumen
karena usaha gerakan peristaltik ureter ataupun sistem kalises. Dapat
terjadi hematuria karena trauma pada mukosa saluran kemih yang
disebabkan oleh batu.
Cystolithiasis : Kesulitan memulai BAK jika batu menutupi
sphincter, BAK yang tersendat dan lancar jika mengubah posisi
badan, dapat terjadi hematuria. Penderita juga dapat merasakan
sensasi keluarnya pasir saat berkemih. Pasien juga dapat merasakan
perasaan tidak enak saat BAK, frekuensi BAK yang meningkat karena
pengecilan ruangan vesika, pada anak dapat ditemukan enuresis
nokturna, dan sering menarik penis ataupun menggosok vulva.
Jika terjadi komplikasi seperti hidronefrosis ataupun infeksi
maka gejala obstruksi saluran kemih bagian atas seperti demam dan
mual muntahpun dapat dirasakan oleh pasien.

II. 6. Manifestasi Klinis


Urolithiasis dapat menimbulkan berbagi gejala tergantung pada
letak batu, tingkat infeksi dan ada tidaknya obstruksi saluran kemih.
Beberapa gambaran klinis yang dapat muncul pada pasien urolithiasis:

Nyeri Nyeri pada ginjal dapat menimbulkan dua jenis nyeri yaitu
nyeri kolik dan non kolik. Nyeri kolik terjadi karena adanya stagnansi
batu pada saluran kemih sehingga terjadi resistensi dan iritabilitas
pada jaringan sekitar. Nyeri kolik juga karena adanya aktivitas
peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam
usaha untuk mengeluarkan batu pada saluran kemih.

Peningkatan peristaltik itu menyebabkan tekanan intraluminalnya


meningkat sehingga terjadi peregangan pada terminal saraf yang
memberikan sensasi nyeri.
65

Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena


terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal sehingga menyebabkan
nyeri hebat dengan peningkatan produksi prostglandin E2 ginjal. Rasa
nyeri akan bertambah berat apabila batu bergerak turun dan
menyebabkan obstruksi. Pada ureter bagian distal (bawah) akan
menyebabkan rasa nyeri di sekitar testis pada pria dan labia mayora
pada wanita. Nyeri kostovertebral menjadi ciri khas dari urolithiasis,
khsusnya nephrolithiasis.

Gangguan miksi Adanya obstruksi pada saluran kemih, maka


aliran urin (urine flow) mengalami penurunan sehingga sulit sekali
untuk miksi secara spontan. Pada pasien nefrolithiasis, obstruksi
saluran kemih terjadi di ginjal sehingga urin yang masuk ke vesika
urinaria mengalami penurunan. Sedangkan pada pasien uretrolithiasis,
obstruksi urin terjadi di saluran paling akhir sehingga kekuatan untuk
mengeluarkan urin ada namun hambatan pada saluran menyebabkan
urin stagnansi. Batu dengan ukuran kecil mungkin dapat keluar secara
spontan setelah melalui hambatan pada perbatasan ureteropelvik, saat
ureter menyilang vasa iliaka dan saat ureter masuk ke dalam buli-buli
Hematuria Batu yang terperangkap di dalam ureter (kolik ureter).
sering mengalami desakan berkemih, tetapi hanya sedikit urin yang
keluar. Keadaan ini akan menimbulkan gesekan yang disebabkan oleh
batu sehingga urin yang dikeluarkan bercampur dengan darah
(hematuria).
Hematuria tidak selalu terjadi pada pasien urolithiasis, namun jika
terjadi lesi pada saluran kemih utamanya ginjal maka seringkali
menimbulkan hematuria yang masive, hal ini dikarenakan vaskuler
pada ginjal sangat kaya dan memiliki sensitivitas yang tinggi dan
didukung jika karakteristik batu yang tajam pada sisinya.
66

Mual dan muntah Kondisi ini merupakan efek samping dari


kondisi ketidaknyamanan pada pasien karena nyeri yang sangat hebat
sehingga pasien mengalami stress yang tinggi dan memacu sekresi
HCl pada lambung. Selain itu, hal ini juga dapat disebabkan karena
adanya stimulasi dari celiac plexus, namun gejala gastrointestinal
biasanya tidak ada.

Demam terjadi karena adanya kuman yang menyebar ke tempat


lain. Tanda demam yang disertai dengan hipotensi, palpitasi,
vasodilatasi pembuluh darah di kulit merupakan tanda terjadinya
urosepsis. Urosepsis merupakan kedaruratan dibidang urologi, dalam
hal ini harus secepatnya ditentukan letak kelainan anatomik pada
saluran kemih yang mendasari timbulnya urosepsis dan segera
dilakukan terapi berupa drainase dan pemberian antibiotic.

Distensi vesika urinaria Akumulasi urin yang tinggi melebihi


kemampuan vesika urinaria akan menyebabkan vasodilatasi maksimal
pada vesika. Oleh karena itu, akan teraba bendungan (distensi) pada
waktu dilakukan palpasi pada regio vesika.

II. 7. Diagnosis

Anamnesis
Pasien dengan BSK mempunyai keluhan yang bervariasi mulai dari
tanpa keluhan, sakit pinggang ringan sampai dengan kolik, disuria,
hematuria,retensio urine, anuria. Keluhan ini dapat disertai dengan
penyulit seperti demam, dan tanda-tanda gagal ginjal. Setalah itu,
67

menggali penyakit terdahulu yang dapat menjadi faktor pencetus


terbentuknya batu seperti riwayat ISK dengan batu saluran kemih,
kelainan anatomi, renal insuffciency.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pasien dengan BSK dapat bervariasi mulai dari
tanpa kelainan fisik sampai tanda-tanda sakit berat, tergantung pada
letak batu dan penyulit yang ditimbulkan. Pada pemeriksaan fiisk
khusus urologi dapat dijumpai :

 Sudut kosto vertebra : Nyeri tekan, nyeri ketok dan


pembesaran ginjal
 Supra simfisis : nyeria tekan, teraba batu, buli-buli penuh
 Genitalia eksterna : teraba batu di uretra
 Colok dubur : teraba batu pada buli-buli pada saan melakukan
palpasi bimanual

Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukannya pemeriksaan urin rutin untuk melihat adanya
eritrosuria, leukosituria, bakteriuria, pH urin dan kultur urin. Pada
pemeriksaan darah dilakukan untuk melihat hemoglobin, leukosit,
ureum dan kreatinin. Pada hasil urinalisis bila pH >7,5 : lithiasis
disebabkan oleh infeksi dan bila pH <5,5 : lithiasis karena asam urat.

Pencitraan
Diagnosis klinis sebaiknya didukung dengan prosedur pencitraan
yang tepat. Pemeriksaan rutin yang dilakukan yaitu foto polos perut
dengan pemeriksaan ultrasonografi atau dengan intavenous
pyelography atau spiral CT.

Pada pemeriksaan IVP tidak boleh dilakukan pada pasien-pasien

berikut ini :
68

 Dengan alergi kontras


 Dengan level kreatinin serum >200 mmol/L atau >2 mg/dl
 Dengan pengobatan metformin
 Dengan myelomatosis

Gambar 2.3 Temuan Radiologi Pada Nefrolitiasis

II. 8. Penatalaksanaan
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih
secepatnya harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyakit lebih
parah. Batu dapat dikeluarkan dengan cara medikamentosa dan non
medikamentosa :

 Medikamentosa:
o Terapi ini ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5
mm diharapkan dapat keluar dengan spontan dengan tujuan
untuk mengurangi nyeri saat proses pengeluaran batu dengan
cara miksi. Pemberian diuretik dapat digunakan untuk
memperlancar aliran urin. Edukasi pasien untuk minum banyak
juga dapat dilakukan untuk memperlancar aliran urin.
69

o Oral alkanizing agents seperti natrium atau kalium bikarbonat


dapat mendisolusikan batu yang bersifat asam. Kontraindikasi
obat ini adalah pasien dengan riwayat gagal jantung atau gagal
ginjal.

 Non Medikamentosa
o ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy) : alat ini
dapat memecah batu ginjal, ureter proksimal atau buli buli
tanpa melalui tindakan invasive dan tanpa pembiusan.
Menggunakan shockwave batu dapat dipecahkan. Pasien dapat
merasa nyeri kolik pada proses pemecahan batu. Kontraindikasi
pemecahan batu menggunakan ESWL adalah pasien hamil,
infeksi saluran kemih dan batu sistein.
o PNL (Percutaneus Nephro Litholapaxy): menggunakan alat
endoskopi ke sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu
kemudian dipecah menjadi ukuran yang lebih kecil.
o Litotripsi: menggunakan alat litotriptor dengan akses dari
uretra, batu dapat dipecahkan menjadi fragmen kecil. Pecahan
batu dapat dikeluarkan dengan evakuator Ellik.
o Ureteroskopi: dengan memasukkan alat ureteroskopi per
uretram guna melihat keadaan ureter atau sistem pielokaliks
ginjal.
o Bedah laparoskopi: cara ini banyak dipakai untuk mengambil
batu ureter.
o Bedah terbuka : terbagi atas :
• Nefrolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil
batu yang berada di dalam ginjal
• Ureterolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil
batu yang berada di ureter
• Vesikolitomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil
70

batu yang berada di vesica urinaria


• Uretrolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil
batu yang berada di uretra.
II. 9. Diagnosis Banding
Gambaran Urolitiasis

Pielonefritis akut
Pielonefritis akut atau juga dikenal sebagai nefritis
tubulointerstisial infeksiosa akuta, merupakan keadaan inflamasi
mendadak oleh bakteri yang pada awalnya mengenai daerah interstisial
dan pelvis renalis. Pielonefritis lebih sering dijumpai pada wanita dan
kemungkinan hai ini terjadi karena uretra yang lebh pendek serta
kedekatan meatus uretra yang lebih pendek serta kedekatan meatus uretra
dengan vagina dan rectum, kedua kondisi ini menyebabkan bakteri lebih
mudah mencapai kandung kemih. Pielonefritis juga dapat terjadi pada laki-
laki karena berkurangnya secret prostat yang bersifat antibakteri.
71

Gejala khas yang ditimbulkan antara lain, keluhan urgency dan


frequency yaitu rasa terbakar pada saat berkemih, disuria, nokturia, dan
hematuria. Urine tampak keruh dan memiliki bau yang amis. Demam
menggigil, mual serta muntah, rasa nyeri di daerah pinggang, anoreksia,
dn perasaan mudah letih di seluruh tubuh (gerenal fatigue).

Refluks Vesikoureter
Pada refluks vesikoureter, urine mengalir dari kandung kemih
kembali ke dalam ureter dan akhirnya ke dalam pelvis renalis. Ketika
kandung kemih hanya mengosongkan sebagan urine yang tersimpan maka
infeksi saluran kemih dapat terjadi. Gangguan ini paling sering terjadi
pada anak laki-laki dan dalam awal usia kanak-kanak (usia tiga hingga
tujuh tahun) pada anak perempuan. Refluks vesikoureter primer yang
terjadi karena anomaly congenital lebih sering ditemukan pada wanita
Gejala yang ditimbulkan adalah rasa terbakar dan nyeri saat urinasi,
hematuria, urine yang berbau busuk, demam tinggi dan menggigil akibat
infeksi saluran kencing, nyeri pada pinggang, muntah, perasaan tidak enak
badan, dan saat palpasi teraba keras dan menebal pada kandung kemih.

Tumor Ginjal
Tumor ginjal adalah massa abnormal yang berkembang di ginjal.
Tumor ginjal terbentuk ketika sel tumbuh terlalu cepat dalam ginjal.
Biasanya, sel yang lebih tua diganti oleh sel baru. Ketika proses ini
berjalan kacau, sel-sel tua tidak mati, dan sel-sel baru tumbuh ketika tidak
diperlukan, sehingga menyebabkan tumor. Ketika tumor jinak, tidak
menyebabkan kanker dan tidak menyebar ke bagian tubuh lainnya.
Namun, tumor dapat mengganggu fungsi organ sehingga harus diobati
melalui pembedahan.
Gejalanya adalah nyeri pinggang, nyeri perut jika terjadi infasi
tumor yang menembus ke ginjal, hematuria, demam yang terjadi sebagai
reaksi anafilaksis tubuh terdapat protein tumor, adanya massa dalam perut,
72

hipertensi karena penekanan tumor pada pembuluh darah, anemia,


penurunan berat badan, infeksi saluran kencing, demam, malaise, dan
nyeri perut akibat adanya gumpalan darah dalam saluran kencing.

Kanker Kandung Kemih


Kanker kandung kemih adalah suatu kondisi medis yang ditandai
dengan pertumbuhan abnormal sel kanker atau tumor pada kandung
kemih. Kanker kandung kemih tiga kali lebih banyak terjadi pada pria
dibanding pada wanita. Faktor presdiposisi yang diketahui dari kanker
andung kemih adalah karena bahan kimia betanaphytilamine dan
xenylamine, infeksi schistosoma haemtobium dan merokok. Tumor ganas
kandung kemih adalah karsinoma sel transisional dan kanker skuamosa.
Gejalanya bisa berupa hamaturia, rasa terbakar atau nyeri ketika
berkemih, desakan untuk berkemih, badan terasa lemas dan panas, nyeri
pinggang karena tekanan saraf, dan nyeri pada satu sisi karena
hydronefrosis.

II. 10. Prognosis


Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu,
letak batu, dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu
batu, makin buruk prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan
obstruksi dapat mempermudah terjadinya infeksi.
Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60%
dinyatakan bebas dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang
karena masih ada sisa fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien
yang ditangani dengan PNL, 80% dinyatakan bebas dari batu, namun hasil
yang baik ditentukan pula oleh pengalaman operator.
73

BAB III

KESIMPULAN

Urolitiasis atau dikenal dengan penyakit batu saluran kemih yang


selanjutnya disingkat BSK adalah terbentuknya batu yang disebabkan oleh
74

pengendapan substansi yang terdapat dalam air kemih yang jumlahnya


berlebihan atau karena faktor lain yang mempengaruhi daya larut substansi.

Komplikasi batu saluran kemih yang sering tejadi adalah penyumbatan


total dari saluran sehingga menyebabkan flow back pada urin. Efek dari flow back
dari urin adalah dapat terjadinya hidroureter hingga hidronefrosis. Pada kasus
tertentu urosepsis dapat terjadi pada pasien. Gejala yang terdapat pada urolithiasis
adalah antara lain Obstructive Lower Urinary Track Syndrome, mual muntah,
demam, nyeri kolik pada pinggang, hematuria dan sensasi keluarnya pasir saat
berkemih.

Penatalaksanaan urolithiasis antara lain adalah dengan medika mentosa


ataupun intervensi bedah. Tindakan bedah yang dilakukan dapat bersifat invasive
dan non invasiv.

DAFTAR PUSTAKA

1. Aboumarzouk OM, Hasan R, Tasleem A, Mariappan M, Hutton R, Fitzpatrick


J, et al. Analgesia for patients undergoing shockwave lithotripsy for urinary
stones-a systematic review and meta-analysis. Int Braz J Urol 2017;43:394–406.
75

2. Queau, Y . Nutritional management of urolithiasis. Vet Clin North Am Small


Anim Pract 2019; 49: 175–186.

3. da Rosa Gomes, V, Ariza, PC, Borges, NC, et al. Risk factors associated with
feline urolithiasis. Vet Res Commun 2018; 42: 87–94.

4. Torres-Henderson, C, Bunkers, J, Contreras, ET, et al. Use of Purina pro plan


veterinary diet UR urinary st/ox to dissolve struvite cystoliths. Top Compan Anim
Med 2017; 32: 49–54.

TUGAS
RADIOLOGI
76

Referat Ileus Obstruktif ( Abdomen )

Oleh :

Nama : I Made Dharma Wijaya


Npm : 17700058
Kelas : 2018/A

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
SURABAYA
2020

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Essa, yang
selalu melimpahkan berkah dan karunianya pada umatnya, sehingga saya selaku
penulis dari referat ini dapat menyelesaikan referat ini tepat pada waktunya.
77

Referat ini dibuat untuk melengkapi tugas dari mata kuliah radiologi.
Referat membahas tentang (Ileus Obstruktif), yang nantinya akan membahas
tentang pendahuluan, pembahasan, kesimpulan. Pada kesempatan ini saya pribadi
selaku penulis referat ini mengucapkan banyak terimakasih terhadap seluruh
dokter pengajar mata kuliah radiologi di universitas wijaya kusuma Surabaya.

Saya menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membagun, sangat saya perlukan untuk
membuat referat ini lebih sempurna.

Akhir kata, semoga referat ini dapat bermanfaat, untuk menambah


wawasan bagi para pembaca sehingga pengetahuan kita akan kesehatan lebih
bertambah, sekian yang dapat saya sampaikan jika ada kesalahan kata atau
penulisan saya mohon maaf, terimakasih.

Surabaya, 3 April 2020

Penulis : I Made Dharma Wijaya

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................33

DAFTAR ISI ..................................................................................................34


78

BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................35

Latar Belakang...............................................................................35

BAB II. PEMBAHASAN...........................................................................36

Definisi...........................................................................................36

Anatomi .........................................................................................36

Fisiologi.........................................................................................37

Etiologi...........................................................................................38

Patofisiologi...................................................................................41

Manifestasi klinis...........................................................................43

Diagnosa........................................................................................43

Penatalaksanaan.............................................................................44

Diagnosa Banding..........................................................................45

Prognosis........................................................................................45

BAB II. KESIMPULAN…………………………………………….........46

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….47

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar belakang


79

Ileus adalah gangguan atau hambatan pasase isi usus yang merupakan
tanda adanya obstruksi usus akut yang segera membutuhkan pertolongan atau
tindakan. Ileus ada 2 macam yaitu ileus obstruktif dan ileus paralitik.
Ileus obstruktif atau disebut juga ileus mekanik adalah keadaan dimana isi
lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena adanya
sumbatan/hambatan mekanik yang disebabkan kelainan dalam lumen usus,
dinding usus atau luar usus yang menekan atau kelainan vaskularisasi pada suatu
segmen usus yang menyebabkan nekrosis segmen usus tersebut.
Sedangkan ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan di mana
usus gagal atau tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan
isinya akibat kegagalan neurogenik atau hilangnya peristaltik usus tanpa adanya
obstruksi mekanik.

BAB II
PEMBAHASAN
80

II. 1. Definisi
Ileus obstruktif atau disebut juga ileus mekanik adalah keadaan
dimana isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus
karena adanya sumbatan atau hambatan mekanik yang disebabkan
kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang menekan
atau kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang menyebabkan
nekrosis segmen usus tersebut.

II. 2. Anatomi Usus

Usus halus merupakan tabung yang kompleks, berlipat-lipat yang


membentang dari pilorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup
panjang usus halus sekitar 12 kaki (22 kaki pada kadaver akibat relaksasi).

Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum, dan ileum.


Pembagian ini agak tidak tepat dan didasarkan pada sedikit perubahan
struktur, dan yang relatif lebih penting berdasarkan perbedaan fungsi.
Duodenum panjangnya sekitar 25 cm, mulai dari pilorus sampai kepada
jejenum. Pemisahan duodenum dan jejenum ditandai oleh ligamentum
treitz, suatu pita muskulofibrosa yang berorigo pada krus dekstra
diafragma dekat hiatus esofagus dan berinsersio pada perbatasan
duodenum dan jejenum. Ligamentum ini berperan sebagai ligamentum
suspensorium (penggantung). Kira-kira duaperlima dari sisa usus halus
adalah jejenum, dan tiga perlima terminalnya adalah ileum. Jejenum
terletak di regio abdominalis media sebelah kiri, sedangkan ileum
cenderung terletak di region abdominalis bawah kanan.
Lekukan-lekukan jejenum dan ileum melekat pada dinding posterior
abdomen dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas
yang dikenal sebagai messenterium usus halus. Pangkal lipatan yang
pendek melanjutkan diri sebagai peritoneum parietal pada dinding
posterior abdomen sepanjang garis berjalan ke bawah dan ke kenan dari
kiri vertebra lumbalis kedua ke daerah articulatio sacroiliaca kanan.
81

Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang


sekitar 5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis
ani. Diameter usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil.nRata-
rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus semakin
kecil.
Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum
terdapat katup ileocaecaal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum.
Sekum menempati dekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar.
Katup ileocaecaal mengontrol aliran kimus dari ileum ke sekum. Kolon
dibagi lagi menjadi kolon asendens, transversum, desendens dan sigmoid.
Kolon ascendens berjalan ke atas dari sekum ke permukaan inferior lobus
kanan hati, menduduki regio iliaca dan lumbalis kanan. Setelah mencapai
hati, kolon ascendens membelok ke kiri membentuk fleksura koli dekstra
(fleksura hepatik). Kolon transversum menyilang abdomen pada regio
umbilikalis dari fleksura koli dekstra sampai fleksura koli sinistra.

Gambar 1. Sistem saluran pencernaan

Kolon transversum, waktu mencapai daerah limpa, membengkok ke


bawah, membentuk fleksura kolisinistra (fleksura lienalis) untuk kemudian
menjadi kolon descendens.
Kolon sigmoid mulai pada pintu atas panggul. Kolon sigmoid merupakan
lanjutan kolon descendens. Ia tergantung kebawah dalam rongga pelvis dalam
bentuk lengkungan. Kolon sigmoid bersatu dengan rektum di depan sakrum.
82

Rektum menduduki bagian posterior rongga pelvis. Rektum ke atas dilanjutkan


oleh kolon sigmoid dan berjalan turun di depan sekum, meninggalkan pelvis
dengan menembus dasar pelvis. Disisni rektum melanjutkan diri sebagai anus
dalan perineum.

II. 3. Fisiologi Usus

Usus halus mempunyai dua fungsi utama : pencernaan dan absorpsi


bahan- bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan
lambung oleh kerja ptialin, asam klorida, dan pepsin terhadap makanan masuk.
Proses dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas
yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadizat-zat yang lebih
sederhana.
Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu menetralkan asam
dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi empedu dari
hatimembantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehimgga
memberikan permukaan lebih luas bagi kerja lipase pankreas. Proses pencernaan
disempurnakan oleh sejumnlah enzimdalam getah usus (sukus enterikus). Banyak
di antara enzim-enzim ini terdapat pada brush border vili dan mencernakan zat-
zat makanan sambil diabsorpsi. Isi usus digerakkan oleh peristalsis yang terdiri
atas dua jenis gerakan, yaitu segmental dan peristaltik yang diatur oleh sistem
saraf autonom dan hormon. Pergerakan segmental usus halus mencampur zat-zat
yang dimakan dengan secret pankreas, hepatobiliar, dan sekresi usus,dan
pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lain dengan
kecepatan yang sesuai untuk absorpsi optimal dan suplai kontinu isi lambung. 2
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan
proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorpsi
air dan elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon
sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah
dehidrasi sampai defekasi berlangsung.
83

Kolon mengabsorpsi air, natrium, khlorida, dan asam lemak rantai pendek
serta mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Hal tersebut membantu menjaga
keseimbangan air dan elektrolit dan mencegah dehidrasi. Menerima 900-1500
ml/hari, semua, kecuali 100-200 ml diabsorpsi, paling banyak di proksimal.
Kapasitas sekitar 5 l/hari.
Gerakan retrograd dari kolon memperlambat transit materi dari kolon
kanan,meningkatkan absorpsi. Kontraksi segmental merupakan pola yang paling
umum, mengisolasisegmen pendek dari kolon, kontraksi ini menurun oleh
antikolinergik, meningkat olehmakanan, kolinergik. Gerakan massa merupakan
pola yang kurang umum, pendorong antegrad melibatkan segmen panjang 0,5-1,0
cm/detik, 20-30 detik panjang, tekanan 100-200 mmHg,tiga sampai empat.

II. 4. Etiologi

Penyebab terjadinya ileus obstruksi pada usus halus antara lain

1. Hernia inkarserata :

Usus masuk dan terjepit di dalam pintu hernia. Pada anak dapat dikelola
secara konservatif dengan posisi tidur Trendelenburg. Namun, jika percobaan
reduksi gaya berat ini tidak berhasil dalam waktu 8 jam, harus diadakan
herniotomi segera.
2. Non hernia inkarserata, antara lain :

a. Adhesi atau perlekatan usus

Di mana pita fibrosis dari jaringan ikat menjepit usus. Dapat berupa
perlengketanmungkin dalam bentuk tunggal maupun multiple, bisa
setempat atau luas. Umunya berasal dari rangsangan peritoneum akibat
peritonitis setempat atau umum. Ileus karena adhesi biasanya tidak
disertai strangulasi.

b. Invaginasi
84

Disebut juga intususepsi, sering ditemukan pada anak dan agak


jarang pada orang muda dan dewasa. Invaginasi pada anak sering bersifat
idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Invaginasi umumnya
berupa intususepsi ileosekal yang masuk naik kekolon ascendens dan
mungkin terus sampai keluar dari rektum. Hal ini dapat mengakibatkan
nekrosis iskemik pada bagian usus yang masuk dengan komplikasi
perforasi dan peritonitis. Diagnosis invaginasi dapat diduga atas
pemeriksaan fisik, dandipastikan dengan pemeriksaan Rontgen dengan
pemberian enema barium.

c . Askariasis

Cacing askaris hidup di usus halus bagian yeyunum, biasanya


jumlahnya puluhan hingga ratusan ekor. Obstruksi bisa terjadi di mana-
mana di usus halus, tetapi biasanya di ileum terminal yang merupakan
tempat lumen paling sempit. Obstruksi umumnya disebabkan oleh suatu
gumpalan padat terdiri atas sisa makanan dan puluhan ekor cacing yang
mati atau hampir mati akibat pemberian obat cacing. Segmen usus yang
penuh dengan cacing berisiko tinggi untuk mengalami volvulus,
strangulasi, dan perforasi.

d. Volvulus

Merupakan suatu keadaan di mana terjadi pemuntiran usus yang


abnormal dari segmen usus sepanjang aksis longitudinal usus sendiri,
maupun pemuntiran terhadap aksis radiimesenterii sehingga pasase
makanan terganggu. Pada usus halus agak jarang ditemukan kasusnya.
Kebanyakan volvulus didapat di bagian ileum dan mudah mengalami
strangulasi. Gambaran klinisnya berupa gambaran ileus obstruksi tinggi
dengan atau tanpa gejala dan tanda strangulasi.

e. Tumor
85

Tumor usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi usus,


kecuali jika ia menimbulkan invaginasi. Proses keganasan, terutama
karsinoma ovarium dankarsinoma kolon, dapat menyebabkan obstruksi
usus. Hal ini terutama disebabkan olehkumpulan metastasis di peritoneum
atau di mesenterium yang menekan usus.

e Batu empedu yang masuk ke ileus.

Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan fistul dari


saluran empedu, duodenum atau usus halus yang menyebabkan batu
empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat
terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum terminal atau katup
ileocaecal yang menyebabkan obstruksi.

II. 5. Patofisiologi

Ileus obstruktif umumnya disebabkan oleh gangguan dari fisiologi


normal usus yang berupa pencernaan makanan dan penyerapan nutrisi,
sehingga terjadi dilatasi pada bagian proximal usus. Dilatasi ini akan
meningkatkan aktivitas sekretorik dari usus yang menyebabkan
meningkatnya akumulasi cairan pada lumen yang nantinya meningkatkan
gerakan peristaltik pada bagian proximal dan distal dari sumbatan.
Menurut lokasi nya ileus obstruktif dapat dibagi menjadi dua
bagian yaitu obstruksi usus halus dan usus besar. Apabila obstruksi
dibiarkan berlarut-larut maka akan menyebabkan edema dari dinding
usus, third spacing, dan iskemik jaringan yang berakhir
dengan peritonitis hingga kematian.

II. 6. Manifestasi Klinis

1. Obstruksi sederhana
86

Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi, artinya

disertai dengan pengeluaran banyak cairan dan elektrolit baik di dalam

lumen usus bagian oral dari obstruksi,maupun oleh muntah. Gejala

penyumbatan usus meliputi nyeri kram pada perut, disertai kembung. Pada

obstruksi usus halus proksimal akan timbul gejala muntah yang banyak,

yang jarang menjadi muntah fekal walaupun obstruksi berlangsung lama.

Nyeri bisa berat dan menetap. Nyeri abdomen sering dirasakan sebagai

perasaan tidak enak di perut bagian atas. Semakin distal sumbatan, maka

muntah yang dihasilkan semakin fekulen.5,6

Tanda vital normal pada tahap awal, namun akan berlanjut dengan

dehidrasi akibat kehilangan cairan dan elektrolit. Suhu tubuh bisa normal

sampai demam. Distensi abdomendapat dapat minimal atau tidak ada pada

obstruksi proksimal dan semakin jelas pada sumbatan di daerah distal.

Bising usus yang meningkat dan “metallic sound” dapat didengar sesuai

dengan timbulnya nyeri pada obstruksi di daerah distal.

2. Obstruksi disertai proses strangulasi

Gejalanya seperti obstruksi sederhana tetapi lebih nyata dan disertai

dengan nyeri hebat.Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya skar bekas

operasi atau hernia. Bila dijumpai tandatanda strangulasi berupa nyeri

iskemik dimana nyeri yang sangat hebat, menetap dan tidak menyurut,

maka dilakukan tindakan operasi segera untuk mencegah terjadinya

nekrosis usus.

3. Obstruksi mekanis di kolon


87

Obstruksi mekanis di kolon, timbul perlahan-lahan dengan nyeri akibat

sumbatan biasanya terasa di epigastrium. Nyeri yang hebat dan terus

menerus menunjukkanadanya iskemia atau peritonitis. Borborygmus dapat

keras dan timbul sesuai dengan nyeri. Konstipasi atau obstipasi adalah

gambaran umum obstruksi komplit. Muntah lebih sering terjadi pada

penyumbatan usus besar. Muntah timbul kemudian dan tidak terjadi bila

katup ileosekal mampu mencegah refluks. Bila akibat refluks isi kolon

terdorong ke dalam usus halus, akan tampak gangguan pada usus halus.

Muntah feka lakan terjadi kemudian. Pada keadaan valvula Bauchini yang

paten, terjadi distensi hebat dan sering mengakibatkan perforasi sekum

karena tekanannya paling tinggi dandindingnya yang lebih tipis. Pada

pemeriksaan fisis akan menunjukkan distensi abdomen dan timpani,

gerakan usus akan tampak pada pasien yang kurus, dan akan terdengar

metallic sound pada auskultasi. Nyeri yang terlokasi, dan terabanya massa

menunjukkan adanya strangulasi.

II. 7. Diagnosa

Pada anamnesis obstruksi tinggi sering dapat ditemukan penyebab

misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi atau terdapat

hernia. Gejala umum berupa syok, oliguri dan gangguan elektrolit.

Selanjutnya ditemukan meteorismus dan kelebihan cairan diusus,


88

hiperperistaltis berkala berupa kolik yang disertai mual dan muntah. Kolik

tersebut terlihat pada inspeksi perut sebagai gerakan usus atau kejang usus

dan pada auskultasi sewaktu serangan kolik, hiperperistaltis kedengaran

jelas sebagai bunyi nada tinggi.

Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu kolik dan

setelah satu dua kali defekasi tidak ada lagi flatus atau defekasi.

Pemeriksaan dengan meraba dinding perut bertujuan untuk mencari

adanya nyeri tumpul dan pembengkakan atau massa yang abnormal.

Gejala permulaan pada obstruksi kolon adalah perubahan kebiasaan buang

air besar terutama berupa obstipasi dan kembung yang kadang disertai

kolik pada perut bagian bawah. Pada inspeksi diperhatikan pembesaran

perut yang tidak pada tempatnya misalnya pembesaran setempat karena

peristaltis yang hebat sehingga terlihat gelombang usus ataupun kontur

usus pada dinding perut. Biasanya distensi terjadi pada sekum dan kolon

bagian proksimal karena bagian ini mudah membesar.

Dengan stetoskop, diperiksa suara normal dari usus yang berfungsi

(bising usus). Pada penyakit ini, bising usus mungkin terdengar sangat

keras dan bernada tinggi, atau tidak terdengar sama sekali. Nilai

laboratorium pada awalnya normal, kemudian akan terjadi

hemokonsentrasi,leukositosis, dan gangguan elektrolit. Pada pemeriksaan

radiologis, dengan posisi tegak, terlentang dan lateral dekubitus

menunjukkan gambaran anak tangga dari usus kecil yang mengalami


89

dilatasi dengan air fluid level. Pemberian kontras akan menunjukkan

adanya obstruksi mekanis dan letaknya. Pada ileus obstruktif letak rendah

jangan lupa untuk melakukan pemeriksaan rektosigmoidoskopi dan kolon

(dengan colok dubur dan barium inloop) untuk mencari penyebabnya.

Periksa pula kemungkinan terjadi hernia.

Pada saat sekarang ini radiologi memainkan peranan penting dalam

mendiagnosis secara awal ileus obstruktif.

II. 8. Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang

mengalami obstruksiuntuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya

selalu diperlukan. Menghilangkan penyebab obstruksi adalah tujuan

kedua. Kadang-kadang suatu penyumbatan sembuh dengansendirinya

tanpa pengobatan, terutama jika disebabkan oleh perlengketan. Penderita

penyumbatan usus harus di rawat dirumah sakit.

1. Persiapan

Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah, mencegah

aspirasi dan mengurangi distensi abdomen (dekompresi). Pasien

dipuasakan, kemudian dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk

perbaikan keadaan umum. Setelah keadaanoptimum tercapai barulah

dilakukan laparatomi. Pada obstruksi parsial atau karsinomatosis abdomen

dengan pemantauan dan konservatif.

2. Operasi
90

Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ

vital berfungsi secara memuaskan. Tetapi yang paling sering dilakukan

adalah pembedahan sesegera mungkin.

3. Pasca Bedah

Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan

elektrolit. Kita harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus

memberikan kalori yang cukup.Perlu diingat bahwa pasca bedah usus

pasien masih dalam keadaan paralitik.

II. 9. Diagnosa Banding

Pada ileus paralitik nyeri yang timbul lebih ringan tetapi konstan

dan difus, dan terjadidistensi abdomen. Ileus paralitik, bising usus tidak

terdengar dan tidak terjadi ketegangan dinding perut. Bila ileus disebabkan

oleh proses inflamasi akut, akan ada tanda dan gejala dari penyebab

primer tersebut. Gastroenteritis akut, apendisitis akut, dan pankreatitis

akut juga dapat menyerupai obstruksi usus sederhana.

GAMBARAN RADIOLOGI

Untuk menegakkan diagnosa secara radiologis pada ileus obstruktif

dilakukan foto abdomen 3 posisi. Yang dapat ditemukan pada

pemeriksaan foto abdomen ini antara lain :

1. Ileus obstruksi letak tinggi :

- Dilatasi di proximal sumbatan (sumbatan paling distal di

ileocecal junction) dankolaps usus di bagian distal sumbatan.


91

- Coil spring appearance

- Herring bone appearance

- Air fluid level yang pendek-pendek dan banyak (step ladder sign)

2. Ileus obstruksi letak rendah :

- Gambaran sama seperti ileus obstruksi letak tinggi

- Gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak pada

tepi abdomen

- Air fluid level yang panjang-panjang di kolon. Sedangkan pada

ileus paralitik gambaran radiologi ditemukan dilatasi usus yang

menyeluruhdari gaster sampai rectum.

Gambaran radiologis ileus obstruktif dibandingkan dengan ileus paralitik:

Gambar 1. Ileus Obstruktif . Tampakcoil spring dan herring bone


appearance
92

Gambar 2. Ileus Paralitik. Tampakdilatasi usus keseluruhan

II. 10. Prognosis

Mortalitas ileus obstruktif ini dipengaruhi banyak faktor seperti umur,

etiologi, tempatdan lamanya obstruksi. Jika umur penderita sangat muda

ataupun tua maka toleransinya terhadap penyakit maupun tindakan

operatif yang dilakukan sangat rendah sehingga meningkatkan mortalitas.

Pada obstruksi kolon mortalitasnya lebih tinggi dibandingkan obstruksi

usus halus.

BAB III

KESIMPULAN

Ileus obstruktif atau disebut juga ileus mekanik adalah keadaan


dimana isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus
karena adanya sumbatan/hambatan mekanik yang disebabkan kelainan
dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang menekan atau
kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang menyebabkan
nekrosis segmen usus tersebut.
93

Gejala umum berupa syok, oliguri dan gangguan elektrolit.


Selanjutnya ditemukan meteorismus dan kelebihan cairan diusus,
hiperperistaltis berkala berupa kolik yang disertai mual dan muntah. Kolik
tersebut terlihat pada inspeksi perut sebagai gerakan usus atau kejang usus
dan pada auskultasi sewaktu serangan kolik, hiperperistaltis kedengaran
jelas sebagai bunyi nada tinggi.
Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu kolik dan
setelah satu dua kali defekasi tidak ada lagi flatus atau defekasi.
Pemeriksaan dengan meraba dinding perut bertujuan untuk mencari
adanya nyeri tumpul dan pembengkakan atau massa yang abnormal.
Gejala permulaan pada obstruksi kolon adalah perubahan kebiasaan buang
air besar terutama berupa obstipasi dan kembung yang kadang disertai
kolik pada perut bagian bawah.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bilderback PA, Massman JD 3rd, Smith RK, La Selva D, Helton WS. Small
bowel obstruction is a surgical disease: patients with adhesive small bowel
obstruction requiring operation have more cost-effective care when admitted to a
surgical service. J Am Coll Surg. 2015;221:7–13.

2. Sari, N. (2015). Gambaran Ileus Obstruktif Pada Anak di RSUD Arifin


Achmad Provinsi Riau Periode Januari 2012 – Desember 2014. Jurnal Online
Mahasiswa FK.Vol 2 (Diakses 2 April 2020).
94

Anda mungkin juga menyukai