Anda di halaman 1dari 11

NAMA : DINDA AYU SOLIKHANINGSIH

NIM : 1801100477

KELAS : PROXIMA CENTAURI

RESUME SEMINAR KEPERAWATAN ANAK I

ASMA

DEFINISI

Asma pada anak merupakan masalah bagi pasien dan keluarga, karena asma pada anak berpengaruh
terhadap berbagai aspek khusus yang berkaitan dengan kualitas hidup, termasuk proses tumbuh
kembang baik pada masa bayi, balita maupun remaja (Sidhartini, 2007).

ETIOLOGI

1. Faktor Predisposisi

Faktor Keturunan (Genetik)

Risiko terbesar anak terkena asma adalah pada anak yang membawa keturunan asma dari
orangtuanya. Pada kasus asma ini bakat alerginya yang diturunkan oleh orangtuanya sehingga anak
sangat mudah terkena penyakit asma jika terpapar faktor pencetusnya. Selain itu hipersentifisitas
saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.

2. Faktor Presipitasi
A. Alergen
 Inhalan merupakan alergen yang masuk melalui inhalasi atau saluran pernafasan.
Contohnya: debu rumah, kapuk, udara dingin, asap rokok dan serbuk sari bunga.
 Ingestan merupakan alergen yang masuk melalui oral atau mulut. Contohnya: makanan
seperti udang, kepiting, susu dan telur.
 Kontaktan alergen yang masuk melalui kulit. Contohnya: perhiasan atau jam tangan.
B. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang
mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang
serangan berhubungan dengan musim seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga.
Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
C. Faktor Psikis
Faktor psikis merupakan faktor pencetus yang tidak boleh diabaikan dan sangat kompleks.
Tidak adanya perhatian atau tidak mau mengakui adanya persoalan tentang asma pada anak
sendiri/keluargnya, akan menggagalkan usaha pencegahan. Sebaliknya terlalu takut
terhadap adanya serangan atau hari depan anak juga dapat mempererat serangan asma.
D. Olahraga/aktifitas jasmani yang berat
Sebagian berat penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani
atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan
asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
E. Infeksi
Biasanya infeksi yang sering terjadi adalah infeksi akibat virus terutama pada bayi dan anak.
Virus yang menyebabkan adalah respiratory syncytial virus (RSV) dan virus parainfluenza.
Kadang-kadang karena bakteri misalnya pertusis dan streptokokus, jamur misalnya
aspergillus dan parasit seperti askaris.

KLASIFIKASI

1. Asma bronchial
Penderita asma bronchial, hipersensitif dan hiperaktif terhadap rangsangan dari luar, seperti
debu rumah, bulu binatang, asap dan bahan-bahan penyebab alergi. Gejala kemunculannya
mendadak, sehingga gangguan asma bisa datang. Gangguan asma bronchial juga bisa muncul
lantaran adanya radang yang mengakibatkan penyempitan saluran pernapasan bagian bawah.
Penyempitan ini akibat berkerutnya otot polos saluran pernapasan, pembengkakan selaput
lender dan pembentukan timbunan lender yang berlebih.
2. Asma kardial
Asma yang timbul akibat adanya kelainan jantung. Gejala asma kardial biasnya terjadi pada
malam hari, disertai sesak napas yang hebat. Kejadian ini disebut nocturnal paroxymul dyspnea.
Biasanya terjadi pada saat penderita sedang tidur.

Pembagian derajat asma menurut Phelan dkk (dikutip dari buku kuliah Ilmu keperawatan Anak FK UI
tahun 1985) diantaranya adalah:

Parameter Klinis, Asma Episodik Asma Episodik Asma Persisten


Kebutuhan Obat Jarang (Asma Sering (Asma (Asma Berat)
dan Faal Paru Ringan) Sedang)
1. Frekuensi <1x/bulan >1x/bulan Sering
serangan
2. Lama serangan <1 minggu 1 minggu Hampir sepanjang
tahun (tidak ada
remisi)
3. Intensitas Biasanya ringan biasanya sedang biasanya berat
serangan
4. Di antara Tanpa gejala sering ada gejala gejala siang &
serangan malam
5. Tidur dan Tidak terganggu sering terganggu sangat terganggu
aktivitas
6. Pemeriksaan Normal (tidak mungkin terganggu tidak pernah
fisik di luar ditemukan kelainan) (ditemukan kelainan) normal
serangan
7. Obat pengendali Tidak perlu perlu, non steroid perlu, steroid
(anti inflamasi)
8. Uji faal paru (di PEF / FEV1 >80% PEF/ FEV1 60-80% PEF / FEV1 < 60%
luar serangan)
9. Variabilitas faal variabilitas < 20% variabilitas 20-30% variabilitas > 30%
paru (bila ada
serangan)
PATOFISIOLOGI

Asma merupakan inflamasi kronik saluran pernapasana. Berbagai sel inflamasi berperan terutama
sel mast, eosinophil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil, dan sel epitel.Faktor-faktor penyebab seperti
virus, bakteri, jamur, parasit, alergi, iritan, cuaca, kegiatan jasmani dan psikis akan merangsang
reaksi hiperreaktivitas bronkus dalam saluran pernafasan sehingga merangsang sel plasma
menghasilkan imonoglubulin E (IgE). IgE selanjutnya akan menempel pada reseptor dinding sel mast
yang disebut sel mast tersensitisasi. Sel mast tersensitisasi akan mengalami degranulasi, sel mast
yang mengalami degranulasi akan mengeluarkan sejumlah mediator seperti histamin dan bradikinin.
Mediator ini menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga timbul edema mukosa,
peningkatan produksi mukus dan kontraksi otot polos bronkiolus. Hal ini akan menyebabkan
proliferasi akibatnya terjadi sumbatan dan daya konsulidasi pada jalan nafas sehingga proses
pertukaran O2 dan CO2 terhambat akibatnya terjadi gangguan ventilasi. Rendahnya masukan O2 ke
paru-paru terutama pada alveolus menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan CO2 dalam
alveolus atau yang disebut dengan hiperventilasi, yang akan menyebabkan terjadi alkalosis
respiratorik dan penurunan CO2 dalam kapiler (hipoventilasi) yang akan menyebabkan terjadi
asidosis respiratorik. Hal ini dapat menyebabkan paru-paru tidak dapat memenuhi fungsi primernya
dalam pertukaran gas yaitu membuang karbondioksida sehingga menyebabkan konsentrasi O2
dalam alveolus menurun dan terjadilah gangguan difusi, dan akan berlanjut menjadi gangguan
perfusi dimana oksigenisasi ke jaringan tidak memadai sehingga akan terjadi hipoksemia dan
hipoksia yang akan menimbulkan berbagai manifestasi klinis.

MANIFESTASI KLINIS

Menurut Abdoerachman, dkk (1985) serangan akut yang spesifik jarang dilihat sebelum anak berusia
2 tahun. Secara klinis tanda dan gejala asma dibagi menurut stadiumnya ke dalam 3 stadium yaitu;

1. Stadium I
Waktu terjadinya edema dinding bronkus batuk paroksismal karena iritasi dan batuk kering,
sputum yang kental dan mengumpul merupakan benda asing yang merangsang batuk.
2. Stadium II
Sekresi bronkus bertambah banyak dan batuk dengan dahak yang jernih dan berbusa. Pada
stadium ini anak akan mulai merasa sesak nafas berusaha bernafas lebih dalam,eksprinium
memanjang dan terdengar bunyi mengi, tampak otot nafas ambahan turut bekerja, terdapat
retraksi suprasternal, epigastrium dan mungkin juga sela iga, anak lebih senang duduk dan
bungkuk, tangan menekan pada tepi tempat tidur atau kursi, anak tampak gelisah, pucat dan
sianosis sekitar mulut, toraks membungkuk kedepan dan lebih bulat serta bergerak lambat pada
pernafasan pada anak yang lebih kecil cenderung terjadi pernafasan abdominal, retraksi
suprasternal dan intercostal.
3. Stadium III
Obstruksi atau spasme bronkus lebih berat aliran udara sangat sedikit sehingga suara nafas
hampir tidak terdengar, stadium ini sangat berbahaya karena sering disangka ada perbaikan juga
batuk seperti ditekan, pernafasan dangkal, tidak teratur dan frekuensi nafas yang mendadak
meninggi.

Selain itu gejala klinis asma yaitu :

 Auskultasi :Wheezing, ronki kering musikal, ronki basah sedang.


 Dyspnea dengan lama ekspirasi; penggunaan otot-otot asesori pernafasan, cuping hidung,
retraksi dada,dan stridor.
 Batuk kering (tidak produktif) karena sekret kental dan lumen jalan nafas sempit.
 Tachypnea, orthopnea.
 Diaphoresis
 Nyeri abdomen karena terlibatnya otot abdomen dalam pernafasan.
 Fatigue.
 Tidak toleransi terhadap aktivitas; makan, bermain, berjalan, bahkan bicara.
 Kecemasan, labil dan perubahan tingkat kesadaran.
 Meningkatnya ukuran diameter anteroposterior (barrel chest) akibat ekshalasi yang sulit karena
udem bronkus sehingga kalau diperkusi hipersonor.
 Serangan yang tiba-tiba atau berangsur.
 Bila serangan hebat : gelisah, berduduk, berkeringat, mungkin sianosis.
 X foto dada : atelektasis tersebar, “Hyperserated”

KOMPLIKASI

1. Status Asmatikus
Status asmatikus adalah setiaop serangan asma berat atau yang kemudian menjadi berat dan
tidak memberikan respon (refrakter) adrenalin dan aminoilin suntikan dapat digolongkan pada
status asmatikus. Penderita harus dirawat dengan terapi intensif.
2. Atelektasis
Atelektasis adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran
udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.
3. Hipoksemia
Hipoksima adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat kekurangan oksigen secara sistemik akibat
inadekuat intake oksigen ke paru oleh serangan asma.
4. Pneumotoraks
Pneumotoraks adalah terdapatnya udara pada rongga pleura yang menyebabkan kolapsnya
paru.
5. Emfisema
Emisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran nafas
karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan
yang luas.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
a. Pemeriksaan sputum
b. Pemeriksaan darah
2. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan radiologi
b. Pemeriksaan tes kulit
c. EKG
d. Scanning paru
e. Spiometri

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan mucus (sekret)


disaluran nafas ditandai klien mengeluarkan batuh berdahak serta sesak
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas yang ditandai dengan
napas cuping hidung dan takikardi
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan suplai dengan kebutuhan oksigen
ditandai dengan klien lemas, SaO2 < 90%
TBC

DEFINISI

Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit akibat kuman Mycobakterium tuberkculosis sistemis


sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya
merupakan lokasi infeksi primer (Arif Mansjoer, 2000).

Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru.
Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meningen, ginjal, tulang, dan
nodus limfe (Suzanne dan Brenda, 2001).

Penyakit tuberkulosis pada anak merupakan penyakit yang bersifat sistemik, yang dapat
bermanifestasi pada berbagai organ, terutama paru. Sifat sistemik ini disebabkan oleh penyebaran
hematogen dan limfogen setelah terjadi infeksi Mycobacterium tuberculosis. Data insidens dan
prevalens tuberkulosis anak tidak mudah dengan penelitian indeks tuberkulin dapat diperkirakan
angka kejadian prevalens tuberkulosis anak.

ETIOLOGI

1. Merokok pasif : Merokok pasif bisa berdampak pada sistem kekebalan anak, sehingga
meningkatkan risiko tertular. Pajanan pada asap rokok mengubah fungsi sel, misalnya dengan
menurunkan tingkat kejernihan zat yang dihirup dan kerusakan kemampuan penyerapan sel dan
pembuluh darah (Reuters Health, 2007).
2. Faktor Risiko TBC anak (admin., 2007)
A. Resiko infeksi TBC : Anak yang memiliki kontak dengan orang dewasa dengan TBC aktif,
daerah endemis, penggunaan obat-obat intravena, kemiskinan serta lingkungan yang tidak
sehat.
B. Resiko Penyakit TBC : Anak ≤ 5 tahun mempunyai resiko lebih besar mengalami progresi
infeksi menjadi sakit TBC, mungkin karena imunitas selulernya belum berkembang sempurna
(imatur).

PATOFISIOLOGI

Berbeda dengan TBC pada orang dewasa, TBC pada anak tidak menular. Pada TBC anak,
kuman berkembang biak di kelenjar paru-paru. Jadi, kuman ada di dalam kelenjar, tidak terbuka.
Sementara pada TBC dewasa, kuman berada di paru-paru dan membuat lubang untuk keluar melalui
jalan napas. Nah, pada saat batuk, percikan ludahnya mengandung kuman. Ini yang biasanya terisap
oleh anak-anak, lalu masuk ke paru-paru (Wirjodiardjo, 2008).
Proses penularan tuberculosis dapat melalui proses udara atau langsung, seperti saat batuk.
Terdapat dua kelompok besar penyakit ini diantaranya adalah sebagai berikut: tuberculosis paru
primer dan tuberculosis post primer. Tuberculosis primer sering terjadi pada anak, proses ini dapat
dimulai dari proses yang disebut droplet nuklei, yaitu statu proses terinfeksinya partikel yang
mengandung dua atau lebih kuman tuberculosis yang hidup dan terhirup serta diendapkan pada
permukaan alveoli, yang akan terjadi eksudasi dan dilatasi pada kapiler, pembengkakan sel endotel
dan alveolar, keluar fibrin serta makrofag ke dalam alveolar spase. Tuberculosis post primer, dimana
penyakit ini terjadi pada pasien yang sebelumnya terinfeksi oleh kuman Mycobacterium tuberculosis
(Hidayat, 2008).

Sebagian besar infeksi tuberculosis menyebar melalui udara melalui terhirupnya nukleus
droplet yang berisikan mikroorganisme basil tuberkel dari seseorang yang terinfeksi.
Tuberculosisadalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas yang diperantarai oleh sel
dengan sel elector berupa makropag dan limfosit (biasanya sel T) sebagai sel imuniresponsif. Tipe
imunitas ini melibatkan pengaktifan makrofag pada bagian yang terinfeksi oleh limfosit dan limfokin
mereka, responya berupa reaksi hipersentifitas selular (lambat). Basil tuberkel yang mencapai
permukaan alveolar membangkitkan reaksi peradangan yaitu ketika leukosit digantikan oleh
makropag. Alveoli yang terlibat mengalami konsolidasi dan timbal pneumobia akut, yang dapat
sembuh sendiri sehingga tidak terdapat sisa, atau prosesnya dapat berjalan terus dengan bakteri di
dalam sel-sel (Price dan Wilson, 2006).

MANIFESTASI KLINIS

Menurut Wirjodiardjo (2008) gejala TBC pada anak tidak serta-merta muncul. Pada saat-saat
awal, 4-8 minggu setelah infeksi, biasanya anak hanya demam sedikit. Beberapa bulan kemudian,
gejalanya mulai muncul di paru-paru. Anak batuk-batuk sedikit. Tahap berikutnya (3-9 bulan setelah
infeksi), anak tidak napsu makan, kurang gairah, dan berat badan turun tanpa sebab. Juga ada
pembesaran kelenjar di leher, sementara di paru-paru muncul gambaran vlek. Pada saat itu,
kemungkinannya ada dua, apakah akan muncul gejala TBC yang benar-benar atau sama sekali tidak
muncul. Ini tergantung kekebalan anak. Kalau anak kebal (daya tahan tubuhnya bagus), TBC-nya
tidak muncul. Tapi bukan berarti sembuh. Setelah bertahun-tahun, bisa saja muncul, bukan di paru-
paru lagi, melainkan di tulang, ginjal, otak, dan sebagainya. Ini yang berbahaya dan butuh waktu
lama untuk penyembuhannya.

Riwayat penyakit TBC anak sulit dideteksi penyebabnya, Penyebab TBC adalah kuman TBC
(mycobacterium tuberculosis). Sebetulnya, untuk mendeteksi bakteri TBC (dewasa) tidak begitu sulit.
Pada orang dewasa bisa dideteksi dengan pemeriksaan dahak langsung dengan mikroskop atau
dibiakkan dulu di media. Mendeteksi TBC anak sangat sulit, karena tidak mengeluarkan kuman pada
dahaknya dan gejalanya sedikit. Diperiksa dahaknya pun tidak akan keluar, sehingga harus dibuat
diagnosis baku untuk mendiagnosis anak TBC sedini mungkin. Yang harus dicermati pada saat
diagnosis TBC anak adalah riwayat penyakitnya. Apakah ada riwayat kontak anak dengan pasien TBC
dewasa. Kalau ini ada, agak yakin anak positif TBC (Wirjodiardjo, 2008).

KOMPLIKASI

Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita tuberculosis
paru stadium lanjut yaitu :

1. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian
karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan napas.
2. Atelektasis (parumengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat retraksi
bronchial.
3. Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada
proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Kultur sputum : positif untuk mycobakterium pada tahap akhir penyakit.


2. Ziehl Neelsen : (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) positif untuk
basil asam cepat.
3. Test kulit : (PPD, Mantoux, potongan vollmer) ; reaksi positif (area durasi 10 mm) terjadi 48 – 72
jam setelah injeksi intra dermal. Antigen menunjukan infeksi masa lalu dan adanya anti body
tetapi tidak secara berarti menunjukan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara
klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh
mycobacterium yang berbeda.
4. Elisa / Western Blot : dapat menyatakan adanya HIV.
5. Foto thorax ; dapat menunjukan infiltrsi lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium lesi
sembuh primer atau efusi cairan, perubahan menunjukan lebih luas TB dapat masuk rongga area
fibrosa.
6. Histologi atau kultur jaringan ( termasuk pembersihan gaster ; urien dan cairan serebrospinal,
biopsi kulit ) positif untuk mycobakterium tubrerkulosis.
7. Biopsi jarum pada jarinagn paru ; positif untuk granula TB ; adanya sel raksasa menunjukan
nekrosis.
8. Elektrolit, dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi ; ex ;Hyponaremia, karena
retensi air tidak normal, didapat pada TB paru luas. GDA dapat tidak normal tergantung lokasi,
berat dan kerusakan sisa pada paru.
9. Pemeriksaan fungsi pada paru ; penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan
rasio udara resido dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap
infiltrasi parenkhim / fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru kronis
luas).

PENATALAKSANAAN KEPERWATAN

Menurut Hidayat (2008) perawatan anak dengan tuberculosis dapat dilakukan dengan melakukan :

1. Pemantauan tanda-tanda infeksi sekunder


2. Pemberian oksigen yang adekuat
3. Latihan batuk efektif
4. Fisioterapi dada
5. Pemberian nutrisi yang adekuat
6. Kolaburasi pemberian obat antutuberkulosis (seperti: isoniazid, streptomisin, etambutol,
rifamfisin, pirazinamid dan lain-lain)
7. Intervensi yang dapat dilakukan untuk menstimulasi pertumbuhan perkembangan anak yang
tenderita tuberculosis dengan membantu memenuhi kebutuhan aktivitas sesuai dengan usia dan
tugas perkembangan, yaitu (Suriadi dan Yuliani, 2001) :
a. Memberikan aktivitas ringan yang sesuai dengan usia anak (permainan, ketrampilan tangan,
vidio game, televisi)
b. Memberikan makanan yang menarik untuk memberikan stimulus yang bervariasi bagi anak
c. Melibatkan anak dalam mengatur jadual harian dan memilih aktivitas yang diinginkan
d. Mengijinkan anak untuk mengerjakan tugas sekolah selama di rumah sakit, menganjurkan
anak untuk berhubungan dengan teman melalui telepon jika memungkinkan

PENCEGAHAN

1. Imunisasi BCG pada anak balita, Vaksin BCG sebaiknya diberikan sejak anak masih kecil agar
terhindar dari penyakit tersebut.
2. Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus segera diobati sampai tuntas agar
tidak menjadi penyakit yang lebih berat dan terjadi penularan.
3. Jangan minum susu sapi mentah dan harus dimasak.
4. Bagi penderita untuk tidak membuang ludah sembarangan.
5. Pencegahan terhadap penyakit TBC dapat dilakukan dengan tidak melakukan kontak udara
dengan penderita, minum obat pencegah dengan dosis tinggi dan hidup secara sehat. Terutama
rumah harus baik ventilasi udaranya dimana sinar matahari pagi masuk ke dalam rumah.
6. Tutup mulut dengan sapu tangan bila batuk serta tidak meludah/mengeluarkan dahak di
sembarangan tempat dan menyediakan tempat ludah yang diberi lisol atau bahan lain yang
dianjurkan dokter dan untuk mengurangi aktivitas kerja serta menenangkan pikiran.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan proses infeksi.


2. Defisit pengetahuan tentang proses infeksi berhubungan dengan kurang sumber informasi.
3. Risiko gangguan dalam menjalankan peran sebagai orang tua yang berhubungan dengan isolasi
pasien.
4. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya sekret.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia

Anda mungkin juga menyukai