Referensi
Reaksi Enzimatis
Bila chymosin tidak mengikat substrat, beta-hairpin, terkadang mengacu pada “flap”
yang dapat meng-ikathidrogen dengan bagian aktif, oleh karena itu menutupinya dan
tidak memungkinkan pengikatan substrat lebih lanjut.
Jika reaksi ini berlaku untuk susu, hubungan khusus antara hidrofobik (para-kasein) dan
hidrofilik (glikopeptida asam) gugus kasein dalam susu akan rusak, karena mereka
bergabung dengan fenilalanin dan metionin.
Gugus hidrofobik akan bersatu dan akan membentuk jaringan 3D untuk menjebak fasa
air dari susu. Produk yang dihasilkan adalah kalsium fosfokaseinat. Karena reaksi ini,
rennin digunakan untuk pembentukan dadih dalam pembuatan keju.
Chymosin Rekombinan
Karena ketidaksempurnaan dan kelangkaan mikroba dan rennet hewan, produsen
mencari pengganti. Dengan perkembangan rekayasa genetika, menjadi mungkin untuk
mengekstrak rennet—memproduksi gen dari perut hewan dan memasukkan mereka ke
dalam bakteri, jamur atau ragi tertentu untuk membuat mereka
menghasilkan chymosin selama fermentasi.
FPC enzim tiruan pertama diproduksi yang didaftarkan dan diizinkan oleh Food and
Drug Administration. Pada tahun 1999, sekitar 60% dari keju keras AS dibuat dengan
FPC dan itu telah mencapai 80% dari pangsa pasar global untuk rennet.
Pada tahun 2008, sekitar 80 hingga 90% keju yang dibuat komersial di Amerika Serikat
dan Inggris dibuat menggunakan FPC. [7] Saat ini, yang paling banyak
digunakan Fermentasi–Diproduksi Chymosin (FPC) yang diproduksi baik oleh jamur
Aspergillus niger dan dikomersialisasikan di bawah merek dagang CHY-MAX ® oleh
perusahaan Denmark Chr. Hansen, atau diproduksi oleh Kluyveromyces lactis dan
dikomersialisasikan di bawah merek dagang MAXIREN ® oleh perusahaan Belanda
DSM.
ntuk kebanyakan keju yang diproduksi di seluruh dunia, digunakan susu sapi,
akan tetapi susu dari hewan lain, terutama kambing dan domba juga banyak
digunakan. Kualitas susu yang digunakan di (semi-) industri pembuatan keju
dikontrol dengan ketat di Eropa. Mayoritas keju dibuat dari susu dengan
perlakuan panas atau susu pasteurisasi (baik penuh, rendah lemak, maupun
tanpa lemak). Jika non-pasteurisasi susu yang digunakan, keju harus
dimatangkan (dengan cara diperam) paling sedikit selama 60 hari pada suhu
tidak kurang dari 4 °C untuk memastikan keamanan melawan organisme yang
membahayakan (patogen). Persyaratan pasteurisasi susu yang digunakan untuk
membuat keju varietas khusus diatur berbeda di setiap negara.
Aktivitas enzim pada rennet menyebabkan susu terkoagulasi menjadi jelly padat
yang dikenal dengan koagulum. Jelly ini dipotong dengan alat pemotong khusus
menjadi kubus-kubus kecil sesuai ukuran yang diinginkan – ditempat pertama
untuk memfasilitasi pengeluaran whey. Selama periode proses pembuatan dadih
(curd), bakteri tumbuh dan membentuk asam laktat, dan butiran-butiran dadih
dikenai perlakuan mekanik dengan alat pengaduk, sementara itu pada saat yang
bersamaan dadih dipanaskan menurut seting program.
Keju dipres, baik oleh beratnya sendiri atau pada umumnya dengan
mempergunakan tekanan terhadap cetakan. Perlakuan selama permbuatan dadih
dan pengepresan menentukan karakteristik keju. Aroma keju yang sesungguhnya
ditentukan selama pematangan keju.
Pasteurisasi
Sebelum pembuatan keju yang sesungguhnya dimulai, susu biasanya menjalani
perlakuan pendahuluan yang dirancang untuk menciptakan kondisi optimum
untuk produksi.
Susu yang diperuntukkan untuk tipe keju yang memerlukan pematangan lebih
dari sebulan sebenarnya tidak perlu dipasteurisasi, tetapi biasanya tetap
dipasteurisasi.
Susu yang diperuntukkan untuk keju mentah (keju segar) harus dipasteurisasi.
Hal ini mengindikasikan bahwa susu keju untuk tipe yang membutuhkan periode
pematangan lebih dari sebulan tidak harus dipasteurisasi di kebanyakan negara.
Fungsi penting lain yang dilakukan oleh bakteri pemroduksi asam adalah
menekan bakteri yang tahan pasteurisasi atau rekontaminasi bakteri yang
membutuhkan laktosa atau tidak bisa mentolerir asam laktat.
Produksi asam laktat berhenti ketika semua laktosa dalam keju (kecuali pada
keju tipe lembut) telah terfermentasi. Biasanya fermentasi asam laktat
merupakan proses yang relatif cepat. Pada beberapa tipe keju, seperti Cheddar,
fermentasi harus lengkap sebelum keju dipres, dan pada tipe lain dalam
seminggu.
Jika biakan juga mengandung bakteri pembentuk CO2, pengasaman dadih
disertai dengan produksi karbondioksida, melalui aksi bakteri pemfermentasi
asam sitrat. Biakan turunan campuran dengan kemampuan mengembangkan
CO2 sangat penting untuk produksi keju dengan tekstur lubang-lubang bundar
atau seperti bentuk mata yang tidak beraturan. Gas yang berkembang awalnya
terlarut dalam fase moisture keju; ketika larutan menjadi jenuh, gas dilepaskan
dan membentuk mata-mata. Proses pematangan pada keju keras dan semi-keras
merupakan efek kombinasi proteolitik dimana enzim asli dari susu dan dari
bakteri dalam biakan, bersama dengan enzim rennet, menyebabkan dekomposisi
protein.
Penambahan lain sebelum pembuatan dadih
Kalsium Klorida (CaCl2 )
Jika susu untuk pembuatan keju merupakan kualitas rendah, maka koagulum
akan halus. Hal ini menyebabkan hilangnya “ fines ” (kasein) dan lemak, serta
sineresis yang buruk selama pembuatan keju.
5-20 gram kalsium klorida per 100 kg susu biasanya cukup untuk mencapai
waktu koagulasi yang konstan dan menghasilkan kekerasan koagulum yang
cukup. Kelebihan penambahan kalsium klorida bisa membuat koagulum begitu
keras sehingga sulit untuk dipotong.
Untuk produksi keju rendah lemak, dan jika secara sah diijinkan, disodium
fosfat(Na2PO4), biasanya 10-20 g/kg, bisa kadang-kadang ditambahkan dalam
susu sebelum kalsium klorida ditambahkan. Hal ini meningkatkan elastisitas
koagulum karena pembentukan koloid kalsium fosfat (Ca3(PO4)2), yang akan
memiliki efek hampir sama dengan tetesan lemak susu yang terperangkap dalam
dadih.
Karbondioksida (CO2)
Penambahan CO2 adalah salah satu cara untuk memperbaiki kualitas susu keju.
Karbondioksida terjadi secara alami dalam susu, tetapi kebanyakan hilang dalam
pemrosesan. Penambahan karbondioksida dengan buatan berarti menurunkan pH
susu; pH asli biasanya berkurang 0.1 sampai 0.3 unit. Hal ini kemudian akan
menghasilkan waktu koagulasi yang lebih singkat. Efek ini bisa digunakan untuk
mendapatkan waktu koagulasi yang sama dengan jumlah rennet yang lebih
sedikit.
Saltpetre (NaNO3 atau KNO3)
Masalah fermentasi bisa dialami jika susu keju mengandung bakteri asam butirat
(Clostridia) dan/atau bakteri coliform.
Saltpetre (sodium atau potassium nitrate) bisa digunakan untuk menghadapi
bakteri jenis ini, tetapi dosisnya harus ditentukan secara akurat dengan merujuk
pada komposisi susu, proses yang digunakan untuk keju jenis ini, dan lain-lain;
karena saltpetre yang terlalu banyak juga akan menghambat pertumbuhan
biang. Overdosis saltpetre bisa mempengaruhi pematangan keju atau bahkan
menghentikan proses pematangan.
Saltpetre dengan dosis tinggi bisa merubah warna keju, menyebabkan lapisan-
lapisan kemerah-merahan dan rasa yang tidak murni. Dosis maksimum yang
diijinkan sekitar 30 gram saltpetre per 100 kg susu. Dalam dekade terakhir ini,
penggunaan saltpetre dipertanyakan dari sudut pandang kedokteran, dan juga
dilarang di beberapa negara.
Bahan-bahan pewarna
Warna keju dalam cakupan yang luas ditentukan oleh warna lemak susu dan
melalui variasi musiman. Warna-warna seperti karoten dan orleana ,
pewarna anatto alami, digunakan untuk mengoreksi variasi musiman di negara-
negara dimana pewarnaan diperbolehkan.
Klorofil hijau (pewarna kontras) juga digunakan, contohnya pada
keju blueveined, untuk mendapatkan warna “pucat” yang kontras dengan
birunya biakan mikroorganisme di keju.
Rennet
Kecuali untuk tipe-tipe keju segar seperti keju cottage dan guarg dimana
susunya digumpalkan/dikentalkan terutama oleh asam laktat, semua pembuatan
keju tergantung pada formasi dadih oleh aksi rennet atau enzim-enzim sejenis.
Penggumpalan kasein merupakan proses dasar dalam pembuatan keju. Hal ini
umumnya dilakukan dengan rennet, tetapi enzim proteolitik yang lain juga bisa
digunakan, dan juga pengasaman kasein ke titik iso-elektrik (pH 4.6-4.7).
Rennet diekstrak dari perut anak sapi yang masih muda dan dipasarkan dalam
bentuk larutan dengan kekuatan 1:10000 sampai 1:15000, yang berarti bahwa
satu bagian rennet bisa mengentalkan 10000 – 15000 bagian susu dalam 40
menit pada 35 °C . Rennet dari bovine (termasuk keluarga sapi) dan babi juga
digunakan, sering dikombinasikan dengan rennet anak sapi (50:50, 30:70, dll).
Rennet dalam bentuk bubuk biasanya 10 kali kekuatan rennet cair.
Pengganti rennet hewan
Sekitar 50 tahun yang lalu, penelitian dimulai untuk menemukan pengganti
rennet hewan. Hal ini dilakukan terutama di India dan Israel karena penolakan
para vegetarian untuk menerima keju yang dibuat dengan rennet hewan. Di dunia
Muslim, penggunaan rennet babi sudah jelas hukumnya, dimana merupakan
alasan penting yang lebih jauh untuk menemukan pengganti yang sesuai.
Ketertarikan produk pengganti telah tumbuh lebih luas pada tahun-tahun terakhir
karena keterbatasan rennet hewan yang berkualitas bagus.
Berbagai macam tipe bakteri dan jamur telah diteliti, dan enzim pengentalan
yang diproduksi dikenal dalam berbagai macam nama pasaran. Teknologi DNA
telah digunakan belakangan ini, dan sebuah rennet DNA dengan karakteristik
identik dengan rennet anak sapi saat ini sedang dites secara menyeluruh dengan
satu maksud untuk menjamin persetujuan/penerimaan.
Contoh sebuah tong keju
konvensional pada tahapan-
tahapan yang berbeda :
A : selama pengadukan
B : selama pemotongan
D : selama
pengepresan/penekanan
Sumber :
Pemotongan gumpalan
Pe-rennet-an atau waktu penggumpalan pada umumnya sekitar 30 menit.
Sebelum gumpalan dipotong, sebuah tes sederhana biasanya dilakukan untuk
menentukan whey penghilang kualitas. Biasanya, sebuah pisau ditusukkan pada
permukaan gumpalan susu dan kemudian ditarik perlahan-lahan ke atas sampai
terjadi pecahan yang cukup. Dadih bisa dipertimbangkan siap untuk pemotongan
ketika kerusakan seperti gelas pecah/retak dapat diamati. Pemotongan dengan
hati-hati memecah dadih sampai ke dalam granule dengan ukuran 3-15 mm,
tergantung pada tipe keju. Semakin halus potongan, semakin rendah kandungan
air dalam keju yang dihasilkan.
Pra-pengadukan
Segera setelah pemotongan, granule dadih sangat sensitif terhadap perlakuan
mekanik, itulah sebabnya pengadukan harus dilakukan dengan lembut, tetapi
cukup cepat, untuk menjaga granule tercampur dalam whey. Sedimentasi dadih
di dasar tong menyebabkan pembentukan bongkahan-bongkahan. Ini membuat
kerusakan pada mekanisme pengadukkan, dimana pasti sangat kuat. Dadih keju
rendah lemak cenderung kuat untuk tenggelam di dasar tong, yang berarti
bahwa pengadukannya harus lebih sering daripada pengadukan untuk dadih keju
tinggi lemak. Bongkahan-bongkahan bisa mempengaruhi tekstur keju, juga
menyebabkan hilangnya kasein dalam whey.
Pra-pengeringan whey
Untuk beberapa tipe keju, seperti Gouda dan Edam, diinginkan untuk
membersihkan granule dengan jumlah whey yang banyak sehingga panas bisa
disuplai dengan penambahan langsung air panas ke dalam campuran dadih dan
whey, yang juga dapat merendahkan kandungan laktosa. Beberapa produser juga
mengeringkan whey untuk mengurangi konsumsi energi yang dibutuhkan untuk
pemanasan dadih secara tidak langsung. Untuk setiap tipe keju, sangat penting
bahwa jumlah whey yang sama – biasanya 35%, kadang-kadang sebanyak 50%
volume batch – dikeringkan setiap saat.
Pemanasan/Pemasakan/Pembakaran
Perlakuan panas diperlukan selama pembuatan keju untuk mengatur ukuran dan
pengasaman dadih. Pertumbuhan bakteri pemroduksi asam dibatasi oleh panas,
sehingga digunakan untuk mengatur produksi asam laktat. Selain efek
bakteriologi, panas juga mendukung pemadatan dadih disertai dengan
pengeluaran whey (sineresis).
Tergantung pada tipe keju, pemanasan bisa dilakukan dengan cara-cara sebagai
berikut:
Salah satu cara untuk mengambil whey adalah langsung dari tong keju; hal ini
digunakan terutama dengan membuka tong keju secara manual. Setelah
pengeringan whey, dadih disekop kedalam cetakan. Keju yang dihasilkan
memperoleh tekstur dengan lubang-lubang/mata tidak beraturan, juga disebut
tekstur granular, gambar 14.12. Lubang-lubang tersebut terutama terbentuk
karena gas karbondioksida yang biasanya berkembang dengan biakan biang LD
(Lactococcus lactis, Leuconostoc cremoris dan Lactococcus diacetylactis).
Jika granule-granule dadih terkena udara sebelum dikumpulkan dan dipress,
maka mereka tidak menyatu secara lengkap; banyak kantong-kantong udara
kecil berada pada bagian dalam keju. Karbondioksida yang terbentuk dan
dikeluarkan selama periode pematangan mengisi dan memperbesar kantong-
kantong ini secara bertahap. Lubang yang terbentuk dengan cara ini berbentuk
tak beraturan.
Whey juga bisa dikeringkan dengan memompa campuran dadih/whey melewati
sebuah saringan yang bergetar atau berputar, dimana granule-granule terpisah
dari whey dan disalurkan langsung ke dalam cetakan. Keju yang dihasilkan
memiliki tekstur granular.
Bakteri pemroduksi gas, mirip dengan yang disebutkan di atas juga digunakan
dalam produksi keju bermata bundar, tetapi prosedurnya agak berbeda.
Menurut metode yang lebih tua, misal untuk produksi keju Emmenthal, dadih
dikumpulkan dalam kain-kain keju ketika masih dalam whey dan kemudian
ditransfer ke cetakan besar di atas kombinasi meja pengeringan dan
pengepresan. Hal ini menghindarkan kontak dadih pada udara sebelum
pengumpulan dan pengepresan, yang merupakan faktor penting untuk
mendapatkan tekstur yang tepat pada tipe keju yang dimaksud.
Penelitian tentang pembentukan lubang bundar/bermata bundar telah
menunjukkan bahwa ketika granule dadih dikumpulkan di bawah permukaan
whey, dadih mengandung rongga-rongga mikroskopis. Bakteri biang mengumpul
di rongga-rongga kecil yang terisi whey ini. Gas terbentuk ketika mereka mulai
tumbuh, awalnya larut dalam cairan, tetapi karena pertumbuhan bakteri
berlanjut, terjadi penjenuhan lokal yang menghasilkan formasi lubang-lubang
kecil. Selanjutnya, setelah produksi gas telah berhenti karena kekurangan
substrat, difusi menjadi proses yang paling penting. Hal ini memperbesar
beberapa lubang yang telah relatif besar, sementara lubang-lubang yang paling
kecil menghilang. Pembesaran lubang-lubang yang lebih besar dengan
mengorbankan yang lebih kecil merupakan salah satu konsekuensi hukum
tegangan permukaan, yang menyatakan bahwa diperlukan tekanan gas lebih
sedikit untuk memperbesar sebuah lubang besar daripada lubang kecil.
Ketika keasaman whey telah mencapai sekitar 0.2 – 0.22% asam laktat (sekitar
2 jam setelah perennetan), whey dikeringkan dan dadih dikenai suatu bentuk
penanganan khusus yang disebut chedarring. Setelah semua whey telah
dibersihkan, dadih dibiarkan untuk pengasaman lanjutan dan penutupan. Selama
periode ini, biasanya 2 – 2.5 jam, dadih dibentuk dalam blok-blok yang dibolak-
balik dan ditumpuk.
Perlakuan akhir dadih
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, setelah semua whey bebas telah
dibersihkan, dadih bisa ditangani dengan berbagai macam cara, antara lain:
Pengasinan/Penggaraman
Pada keju, seperti pada banyak makanan, garam biasanya berfungsi sebagai
bumbu. Tetapi garam memiliki efek-efek penting yang lain, seperti
memperlambat aktifitas biang dan proses-proses bakteri yang berkaitan dengan
pematangan keju. Pemberian garam ke dalam dadih menyebabkan lebih banyak
kelembaban dikeluarkan, baik melalui efek osmotik dan efek penggaraman pada
protein. Tekanan osmotik bisa disamakan dengan pembentukan pengisap pada
permukaan dadih, menyebabkan kelembaban tertarik keluar.
Dengan beberapa pengecualian, kandungan garam keju adalah 0.5 – 2%. Blue
cheesedan varian white pickled cheese (Feta, Domiati), pada umumnya
memiliki kandungan garam 3 – 7%.
Pertukaran kalsium dengan sodium dalam paracaseinate yang merupakan hasil
dari penggaraman juga memiliki pengaruh positif pada konsistensi keju, yaitu
keju menjadi semakin halus/lembut. Secara umum, dadih yang dikenai garam
pada pH 5.3 – 5.6 selama 5 – 6 jam setelah penambahan biakan utama,
menyebabkan susu tidak mengandung zat-zat penghambat bakteri.
Pengasinan kering
Pengasinan kering bisa dilakukan baik secara manual maupun mekanik. Garam
dituangkan secara manual dari sebuah ember atau kontainer yang mengandung
jumlah yang cukup, disebarkan secara merata diatas dadih setelah semua whey
dibersihkan. Untuk distribusi yang lengkap, dadih diaduk selama 5 – 10 menit.
Ada berbagai macam cara untuk mendistribusikan garam pada dadih secara
mekanik. Salah satunya sama dengan yang digunakan untuk dosis garam pada
kepingan-kepingan ( chips ) cheddar selama tahap akhir proses melalui
mesin cheddaring yang berkelanjutan.
Pengasinan dengan air garam
Ada berbagai macam desain sistem pengasinan dengan air garam, dari yang
cukup sederhana sampai ke yang lebih maju secara teknik. Sekalipun demikian,
sistem yang paling biasa digunakan adalah menempatkan keju di dalam sebuah
kontainer dengan air garam. Kontainer seharusnya ditempatkan dalam sebuah
ruangan dingin dengan suhu sekitar 12 – 14 °C.
Sistem pengasinan dengan air garam pada industri
Dekomposisi laktosa
Teknik-teknik yang telah ditemukan untuk membuat jenis-jenis keju yang
berbeda selalu ditujukan kearah pengontrolan dan pengaturan pertumbuhan dan
aktifitas bakteri asam laktat. Dengan cara ini ada kemungkinan untuk
mempengaruhi secara simultan baik level maupun kecepatan fermentasi laktosa.
Telah dinyatakan sebelumnya bahwa dalam proses pembuatan Cheddar, laktosa
terfermentasi sebelum dadih digelindingkan. Pada jenis-jenis keju yang lain,
fermentasi laktosa sebaiknya dikontrol sedemikian rupa sehingga kebanyakan
dekomposisi laktosa terjadi selama pengepresan keju dan, yang terakhir, selama
minggu pertama atau mungkin pada dua minggu pertama penyimpanan.
Asam laktat yang diproduksi dinetralisir sampai dalam jumlah yang besar di keju
dengan komponen buffering dari susu, dimana kebanyakan yang telah termasuk
dalam gumpalan. Asam laktat kemudian hadir dalam bentuk laktat pada keju
yang telah lengkap. Pada tahap selanjutnya, laktat memberi substrat yang cocok
untuk bakteri asam propionat yang merupakan bagian penting flora mikrobiologi
dari Emmenthal, Gruyère dan tipe-tipe keju sejenis.
Disamping asam propionat dan asam asetat, terbentuk karbondioksida dengan
jumlah yang signifikan, dimana merupakan penyebab langsung pembentukan
mata bundar yang besar pada tipe keju yang disebutkan di atas.
Laktat juga bisa dipecah oleh bakteri asam butirat, jika kondisinya sebaliknya
tidak bagus untuk fermentasi ini, dimana terbentuk hidrogen sebagai tambahan
asam lemak dan karbondioksida yang volatil tertentu. Fermentasi ini timbul pada
tahap akhir, dan hidrogen dapat menyebabkan keju menjadi rusak.
Fermentasi laktosa disebabkan oleh adanya enzim laktase dalam bakteri asam
laktat.
Dekomposisi protein
Pematangan keju, terutama keju keras, dicirikan pertama dan terutama oleh
dekomposisi protein. Level dekomposisi protein mempengaruhi kualitas keju
sampai tingkat yang signifikan, kebanyakan mengenai konsistensi dan rasa.
Dekomposisi protein dihasilkan oleh sistem enzim dari
rennet
mikroorganisme
plasmin, suatu enzim pengurai protein
Satu-satunya efek rennet adalah untuk memecah molekul parakasein menjadi
polipeptida. Pemecahan pertama oleh rennet membuat kemungkinan
dekomposisi kasein yang lebih cepat melalui aksi enzim-enzim bakteri daripada
jika enzym-enzym ini harus memecah molekul kasein secara langsung. Pada keju
dengan suhu masak yang tinggi, keju yang dibakar
seperti Emmenthal dan Parmesan, aktifitas plasmin memainkan peranan pada
pemecahan pertama.
Pada keju-keju yang halus-sedang seperti Tilsiter dan Limburger, dua proses
pematangan saling terjadi secara paralel, yaitu proses pemasakan normal pada
rennet keju keras dan proses pemasakan pada hapusan (bakteri) yang terbentuk
di permukaan. Pada proses yang disebutkan terakhir, dekomposisi protein
berproses lebih jauh sampai akhirnya ammonia diproduksi sebagai hasil aksi
proteolitik yang kuat dari hapusan bakteri.
Penyimpanan
Tujuan penyimpanan adalah untuk membentuk kondisi eksternal yang penting
untuk mengontrol siklus pematangan keju sepanjang mungkin. Untuk setiap jenis
keju, kombinasi spesifik antara suhu dan kelembaban relatif ( relative
humidity atau RH) harus dijaga di dalam ruangan penyimpanan yang berbeda
selama masa tahapan-tahapan penyimpanan.
Tipe-tipe keju yang berbeda membutuhkan suhu dan RH yang berbeda dalam
ruang penyimpanan. Kondisi iklim merupakan hal yang sangat penting untuk laju
pematangan, berat susut, pembentukan kulit dan perkembangan
permukaan flora (di Tilsiter, Romadurdan yang lain) – dengan kata lain untuk
karakter total keju.
Keju dengan kulit, kebanyakan biasanya tipe keras dan semi-keras, bisa diberi
pelapisan emulsi plastik atau parafin atau lapisan lilin. Keju tanpa kulit ditutup
dengan plastik film atau kantong plastik yang dapat menyusut.
Referensi
1. Diadopsi dan diringkas dari Dairy Processing Handbook, dikeluarkan oleh
TetraPark, Swedia, http://www.tetrapak.com
2. Kosikowski, F.V., and V.V. Mistry. Cheese and Fermented Milk Foods.
Volume 1: Origins and Principles . 3rd ed. Westport, Conn.: F.V. Kosikowski,
1997.
3. http://www.nationaldairycouncil.org
Pada industri pembuatan keju terdapat suatu proses koagulasi susu yang menggunakan asam
laktat dengan penambahan enzim rennet. Enzim rennet merupakan enzim protease yang
diperoleh dari abomasum anak sapi berumur 3-4 minggu (Geantaresa dan FM. Titin, 2010;
Putri et al., 2013). Menurut Geantaresa dan FM. Titin (2010), kelemahan dari enzim rennet
adalah jumlahnya yang terbatas dan mahalnya harga enzim rennet. Masalah ini dapat diatasi
dengan penggunaan enzim lain yaitu enzim papain. Menurut Putri et al. (2013), enzim protease
(papain) dapat dihasilkan dengan bantuan amonium sulfat dengan tahapan:
1. Persiapan bahan.
Bahan yang digunakan adalah daging buah pepaya yang telah dipotong kecil-kecil.
2. Pengambilan enzim
Buffer pH 7 dan larutan 0,1% b/v (NaHSO NaCl=1:1) ditambahkan ke potongan daging buah pepaya,
3
kemudian di blender. Filtrat buah pepaya diambil dengan menggunakan proses penyaringan. Filtrat
tersebut kemudian disentrifugasi pada kecepatan 4000 rpm selama 30 menit. Dari proses ini
diperoleh enzim kasar (crude enzyme).
Selain menggunakan daging buah pepaya, enzim kasar papain juga dapat diperoleh dengan bahan
getah buah pepaya yang berumur 2,5-3 bulan. Adapun cara produksinya menurut Geantaresa dan
FM. Titin (2010) adalah dengan mencampurkan getah pepaya dengan larutan 0,1% v/v (NaHSO : 3
NaCl, 1:1). Kemudian getah pepaya diaduk sampai rata kemudian ditambah dengan 100 ml buffer
fosfat 7. Setelah penambahan tersebut, lalu campuran sebelumnya dibiarkan selama 1 jam pada
suhu 40 C. Untuk mendapatkan supernatant (enzim kasar), campuran akhir yang telah dibuat
o
pertama, dan setiap jam larutan dialisis diganti. Pada langkah akhir, larutan dialisis diuji dengan
BaCl untuk memastikan garam, sulfat dan pengotor-pengotor lainnya telah keluar dari larutan
2
enzim. Adapun prinsip dari dialisis menurut Jumiarti (2012) adalah memisahkan protein (enzim) dari
senyawa berbobot molekul rendah yang berada dalam ekstrak sel. Hal ini dapat terjadi karena
protein (enzim) memiliki ukuran molekul yang besar, sehingga pada akhirnya molekul protein
(enzim) akan terjebak di dalam kantong membran dialisis sementara molekul-molekul kecil akan
berdifusi dengan sendirinya keluar dari kantung membran.
Setelah diperoleh enzim papain, dapat dilanjutkan dengan pengujian terhadap enzim tersebut.
Menurut Putri et al (2013), pengujian yang tersebut antara lain,
1. Uji aktivitas enzim papain
Pengujian ini dilakukan dengan cara mencapurkan 3 mL kasein 1,5% dan 2 mL larutan enzim.
Kemudian dilakukan inkubasi pada suhu 37 C dan dishaker selama 10 menit. Lalu sebanyak 5 mL
o
larutan TCA ditambahkan, kemudian diinkubasi pada suhu 37 C dan dishaker selama 30 menit. o
Setelah dishaker, disentrifugasi dengan kecepatan 13.000 rpm selama 10 menit. Supernatant yang
diperoleh diambil 2 mL lalu ditambah dengan 5 mL Na CO dan 0,5 mL pereaksi folin. Kemudian 2 3
larutan tersebut diinkubasi pada suhu 37 C dan dishaker selama 30 menit. Setelah proses tersebut,
o
dilakukan peneraan pada panjang gelombang 739 nm. Untuk kurva standar dibuat dengan
konsentrasi tirosin berturut-turut 0 ppm, 10 ppm, 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm, dan 50 ppm. Sedangkan
blanko dibuat dengan cara sebelumnya, namun larutan enzim ditambahkan setelah kasein dan
larutan TCA dicampurkan. Pengukuran aktivitas enzim ini dilakukan dengan mengubah nilai
absorbansi menjadi konsentrasi tirosin (μg/mL) dengan kurva standar tirosin. Aktivitas proteolitik
enzim dapat dihitung dengan menggunakan rumus
Keterangan:
[tirosin] : konsentrasi tirosin (μg/mL)
v : volume total sampel (mL)
q : waktu inkubasi (menit)
p : volume enzim (mL)
fp : faktor pengenceran
2. Uji kadar protein (metode Lowry)
Uji ini diawali dengan membuat 2 larutan (A dan B). Larutan A merupakan 2% Na CO dan 0,02% 2 3
Kalium Natrium tartrat dalam larutan NaOH 0,1 N. Sedangkan larutan B merupakan 1% CuSO .5H O.
4 2
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Putri et al (2013), dapat diambil informasi bahwa
hasil pengendapan enzim memiliki nilai aktivitas dan kadar protein enzim yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan ekstrak kasar enzim tanpa pengendapan dan penambahan 60% ammonium
sulfat menunjukkan kenaikan aktivitas enzim serta aktivitasnya mulai turun pada saat konsentrasi
ammonium sulfat mencapai 80%. Sedangkan kadar protein enzim semakin bertambah sejalan
dengan peningkatan konsentrasi amonium sulfat.
Dalam pengaplikasiannya, enzim papain dapat digunakan untuk proses pembuatan keju cottage.
Adapun langkah pembuatan keju cottage dengan menggunakan enzim papain menurut penelitian
Putri et al (2013) diawali dengan melarutkan 250 gram susu skim dalam 500 mL aquades,
kemudian dipasteurisasi pada suhu 63 C selama 10 menit. Lalu 10% starter campuran
o
dipindahkan kedalam 5 wadah (masing-masing 100 mL). Kemudian larutan enzim papain hasil
pengendapan optimum ditambahkan kedalam masing-masing 3 wadah dengan konsentrasi
berturut-turut 150 (A); 250 (B); dan 350 (C) ppm, wadah berikutnya ditambah dengan ekstrak
kasar tanpa pengendapan (ekstrak kasar enzim) 215 ppm (E), dan satu wadah sisanya tanpa
penambahan enzim papain digunakan sebagai kontrol (K). Setelah dilakukan penambahan enzim,
kemudian diinkubasi pada suhu 30 C sampai diperoleh pH 4,6 – 4,7 (pH isoelektris kasein) dan
o
dicatat lamanya waktu yang dibutuhkan hingga tercapai pH tersebut (waktu koagulasi). Dadih
dan whey dipisahkan dengan pemanasan bertahap dalam waterbath dengan suhu 38 C – 48 C. o o
Kemudian campuran disaring dan dibilas dengan aquades. Dadih yang diperoleh ditambah
dengan garam NaCl 4% (w/w) dari masa dadih, hingga terbentuk keju cottage. Menurut Putri et
al (2013), enzim papain hasil pengendapan ammonium sulfat dengan tingkat kejenuhan 60%
berhasil memberikan waktu pembentukan dadih yang lebih cepat dibandingkan pada keju tanpa
penambahan enzim (kontrol) dan keju dengan penambahan enzim tanpa pengendapan.
Selain dalam pembuatan keju cottage, enzim papain juga dapat digunakan untuk mengempukkan
daging. Menurut Silaban dan Panggabean (2012), enzim papain dapat melunakkan dan
memperpanjang umur simpan daging. Lebih lanjut dijelaskan bahwa enzim papain dengan
pengaktif (1 liter aquades dan 3 gram NaCl) memiliki kemampuan melunakkan dan
memperpanjang umur simpan daging lebih besar jika dibandingkan dengan enzim papain dengan
tanpa menggunakan pengaktif. Adapun pengaplikasian lain dari enzim papain menurut Amri dan
Florence (2012) antara lain; sebagai agen klarifikasi pada beberapa proses di Industri pangan,
untuk menghasilkan kunafa dan makanan manis lokal serta pastry dengan kualitas tinggi,
kemudian meningkatkan meltability dan stretchability dari keju Nabulsi.
Referensi
Amri, E., dan Florence M. 2012. Papain, a Plant Enzyme of Biological Importance: a Review.
American Journal of Biochemistry and Biotechnology Vol. 8, No. 2 (102).
Geantaresa, E., dan FM Titin S. 2010. Pemanfaatan Ekstrak Kasar Papain Sebagai Koagulan
Pada Pembuatan Keju Cottage Menggunakan
Bakteri Streptococcus thermophillus, Lactobacillus lactis,dan Leuconostocmesentroides. Jurnal
Sains dan Teknologi Kimia Vol. 1, No. 1 (39).
Jumiarti, P. 2012. Pemurnian dan Karakterisasi Protein Insektisidal dari Bakteri Entomopatogen
Serratia marcescens. Skripsi Departemen Biokimia, Fakultas Matematikan dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Putri, R. A., Ali K., dan Asep S. 2013. Kajian Penggunaan Amonium Sulfat Pada Pengendapan
(Papain) dari Buah Pepaya Sebagai Koagulan dalam Produksi Keju Cottege. Jurnal Sains dan
Teknologi Kimia Vol. 4, No. 2 (159-168).
Silaban, R., dan Freddy T. M. Panggabean. 2012. Kajian Pemanfaatan Enzim Papain Getah
Buah Pepaya Untuk Melunakkan Daging. Laporan Hasil Penelitian Dosen Guru Besar dan
Doktor Sesuai Keahlian Universitas Negeri Medan (30).
Iklan
REPORT THIS AD